Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM IV

BIOTEKNOLOGI PANGAN

PEMBUATAN TEMPE (Rhizopus oryzae)

Disusun Oleh :
Viona Ronauli Sianturi
21730004

Dosen Pengasuh:
Ir. Benika Naibaho, MSi

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktikum ........................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Fermentasi Tempe .......................................................................... 3
2.2 Kacang kedelai ...................................................................................... 4
2.3 Ragi Tempe ................................................................................... 5
2.4 Tempe ............................................................................................. 6

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 7
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 7
3.3 Prosedur Kerja ................................................................................ 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil ............................................................................................... 8
4.2 Pembahasan .................................................................................... 8

BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 11


DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan tempe adalah kacang kedelai
(Glycine sp.). Kacang kedelai merupakan tanaman pangan jenis kacang-kacangan
yang biasa diolah masyarakat menjadi berbagai bentuk pangan olahan. Menurut
(Warisno dan Dahana, 2010) di Indonesia, konsumsi kacang-kacangan menempati
urutan ke-3 setelah padi-padian dan ikan. Sebagai bahan makanan kedelai banyak
mengandung protein, lemak dan vitamin, sehingga tidak mengherankan bila kedelai
mendapat julukan gold from the soil (emas yang muncul dari tanah). Berdasarkan
warna kulitnya, kedelai dapat dibedakan atas kedelai putih, kedelai hitam, kedelai
coklat dan kedelai hijau. Menurut (Salim, 2013) kedelai yang umumnya
dibudidayakan adalah spesies Glycine max (biji kedelai berwarna putih kekuningan)
dan Glycine soya (biji kedelai berwarna hitam. Kedelai putih kekuningan umumnya
digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe dan tahu. Kandungan gizi yang
terdapat pada kedelai telah banyak dimanfaatkan. Pemanfaatan yang sering
dilakukan adalah sebagai produk olahan kedelai. Produk olahan kedelai terdiri dari
dua macam, yaitu makanan terfermentasi dan non-fermentasi. Makanan terfermentasi
berupa tempe, kecap, dan tauco. Makanan non-fermentasi berupa tahu, minyak
kedelai, tepung kedelai (Purwaningsih, 2005).
Kedelai dapat diolah menjadi tempe melalui proses fermentasi dengan
menambahkan ragi tempe. Ragi tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur
tempe dan digunakan sebagai agensia pengubah bahan baku menjadi tempe akibat
tumbuhnya jamur tempe dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan
berubahnya sifat karakteristik menjadi tempe (Kasmidjo, Rb., 1990). Di dalam
proses pembuatan tempe, tercatat 2 (dua) jenis jamur yang berperan yaitu jamur
Rhizophus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Kedua jenis jamur ini mempunyai
kemampuan untuk mengubah kedelai menjadi asam amino dan protein lain yang
cepat larut bila di konsumsi (Imam dan Sukamto, 1999). Menurut Rachman A.
(1989) Rhizophus oligosporus mensintesis enzim proteaze lebih banyak sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan nilai gizi protein kedelai. Kemampuannya
dalam mengubah kedelai menjadi tempe meliputi: aktivitas enzimatik,

1
perkecambahan spora dan penetrasi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji
kedelai. Tempe adalah produk pangan asli Indonesia yang berasal dari kedelai yang
difermentasi menggunakan kapang Rhizopus spp. Tempe telah dikenal sebagai
pangan tradisional yang berasal dari Indonesia sejak awal tahun 1600, terutama
dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa (Astawan et al., 2017).
Menurut Hermana dan Karmini (2001) proses produksi tempe membutuhkan
waktu yang cukup lama, terutama pada tahap pengasaman, pemisahan kulit, dan
fermentasi. Pengamatan yang dilakukan oleh Abdulhakim et al., 2018) menunjukkan
bahwa tahapan proses produksi basah memerlukan waktu 115 menit dengan tahap
pemecahan dan pemisahan kulit kedelai membutuhkan waktu sekitar 45,59 menit
untuk setiap 60 kg kedelai. Kebutuhan air selama proses produksi tempe sekitar 45,9
liter/kg kedelai, terutama banyak digunakan pada tahap pemecahan dan pemisahan
kulit kedelai. Hal ini disebabkan dalam kondisi basah, pemecahan dan pemisahan
kulit kedelai akan lebih sulit dibandingkan dengan kedelai kering. Pemakaian air
yang cukup banyak ini, di masa yang akan datang akan menjadi masalah dan
berdampak pada proses produksi tempe (Wijaya, 2014).
Protein yang tinggi pada tempe dapat membantu memenuhi kebutuhan
protein dalam sehari. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan ratarata protein untuk orang
dewasa adalah 63 g (BPS, 2009), sedangkan untuk 100 g tempe terdapat protein
sebanyak 18,3 g. Selain itu protein tempe lebih mudah diserap oleh tubuh karena
protein dalam kedelai telah melewati proses fermentasi oleh kapang sehingga
memiliki bentuk yang lebih sederhana yang mudah untuk diserap tubuh. Tempe
merupakan makanan tradisional yang telah dikenal di Indonesia, yang dibuat dengan
cara fermentasi atau peragian. Tempe segar adalah tempe yang berwarna putih
dengan jamur yang banyak dan tebal. Sebenarnya tempe yang mengandung banyak
spora adalah tempe yang tua (hampir busuk), namun kondisinya tidak
memungkinkan untuk dikeringkan dan disimpan (Suprapti, 2003).

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami
proses pembuatan tempe dan mutu fisik tempe.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fermentasi Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional yang dihasilkan dari fermentasi biji
kedelai atau beberapa bahan lainnya. Dimana pada proses fermentasi akan terjadi
hidrolisis senyawa – senyawa kompleks menjadi sederhana, sehingga baik untuk
dicerna. Tempe merupakan makanan yang kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin
B dan zat besi ( Cahyadi, 2007). Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan
makanan yang disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim
lipoksidase. Bahan pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme (Buckle, 2007). Fermentasi kedelai
menjadi tempe oleh R. Oligosporus terjadi pada kondisi anaerob. Hasil fermentasi
tergantung pada fungsi bahan pangan atau substral mikroba dan kondisi
sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhannya.
Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya, sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen maka
pertumbuhan kapang akan terlambat dan proses fermentasinya pun tidak berjalan
lancar. Oleh karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan penusukan
dengan lidi yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan tempe. Sebaiknya
jika dalam proses fermentasinya kelebihan oksigen, dapat menyebabkan proses
metabolismenya terlalu cepat sehingga suhu naik dan pertumbuhan kapang
terhambat. Hasil fermentasi tergantung pada fungsi bahan pangan atau substrat
mikroba dan kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhannya. Dengan
adanya fermentasi dapat menyebabkan beberapa perubahan sifat kedelai tersebut.
Senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat. Selain
meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma
kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe Tempe segar mempunyai
aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur
dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena
penguraian lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah
menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan, 2004).

3
2.2 Kacang Kedelai
Kacang Kedelai (Glycine max L.) berasal dari Cina dimana telah
dibudidayakan selama lebih dari 5000 tahun. Kacang kedelai dapat ditemukan
tumbuh di Cina, Jepang, Korea dan bagian timur Rusia. Kacang kedelai (Glycine
max L.) adalah bahan utama untuk produksi susu kedelai, telah diidentifikasi menjadi
salah satu kacang-kacangan yang paling penting dari daerah tropis dengan
kandungan protein yang tinggi. Ini adalah potensi bahan makanan yang mengandung
asam amino yang sangat penting untuk tubuh. Kacang kedelai juga memiliki
kandungan lisin yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein nabati lainnya.
Kacang kedelai mengandung nutrisi dan kandungan bioaktif yang sangat bermanfaat
untuk kesehatan antara lain seperti protein, lemak, mineral, isoflavon dan saponin
(Johnson et al., 2008).
Lemak dalam kacang kedelai adalah lemak sehat karena tidak mengandung
kolesterol dan merupakan lemak tak jenuh. Salah satu contoh isoflavon dalam
kacang kedelai adalah genistein yaitu isoflavon yang dapat menghambat kerapuhan
tulang (osteoporosis) karena dapat mencegah tubuh kekurangan kalsium melalui
urin. Makanan berbasis kacang kedelai memiliki beberapa manfaat kesehatan karena
mengandung hipolipidemik, antikolesterolemik, dan antiaterogenik yang dapat
mengurangi alergenisitas (Johnson et al, 2008).
Disamping bernilai gizi tinggi, para peneliti menemukan bahwa kedelai
mempunyai banyak efek menguntungkan kesehatan bila dikonsumsi. Kacang kedelai
merupakan sumber protein tercerna yang sangat baik. Meskipun kandungan vitamin
(vitamin A, E, K dan beberapa jenis vitamin B) dan mineral (K, Fe, Zn dan P) di
dalamnya tinggi, kedelai rendah dalam kandungan asam lemak jenuh, dengan 60 %
kandungan asam lemak tidak jenuhnya terdiri atas asam linoleat dan linolenat, yang
keduanya diketahui membantu kesehatan jantung. Kacang kedelai tidak mengandung
kolesterol. Kedelai merupakan sumber protein nabati. Rata-rata kandungan protein
biji adalah 35%, kandungan asam amino terbanyak adalah leusin (484 mg/g N2).
Kedelai dapat digunakan sebagai bahan makanan (tahu, tempe, kecap, tauco, taoji,
susu kedelai, tauge dan sebagainya.). Dalam minyak kedelai terdapat fosfatida yang
terdiri dari sekitar 2 persen lesitin dan sepalin yang digunakan sebagai bahan
pengemulsi dalam industri makanan (Harjana, 2013).

4
2.3 Ragi Tempe
Ragi tempe merupakan bibit yang dipergunakan untuk pembuatan tempe.
Oleh karena itu sering pula disebut sebagai starter tempe. Ragi tempe mengandung
jamur Rhizopus sp. yang dikenal pula sebagai jamur tempe. Secara tradisional, jamur
untuk starter pembuatan tempe biasanya diambil dari daun pisang bekas pembungkus
tempe pada waktu pembuatan, atau daun aru atau jati yang dikenal dengan sebutan
"usar". Namun demikian, penggunaan daun pisang atau usar ini sangat terbatas dan
hanya untuk produksi kecil-kecilan. Untuk produksi yang lebih besar, starter tempe
dibuat dengan memperbanyak jamur tempe (Rhizopus sp.) pada media tertentu.
Selanjutnya, spora yang dihasilkannya diawetkan dalam keadaam kering bersama
medium tempat tumbuh jamur tempe tersebut. Dengan teknik seperti ini kualitas
tempe yang diproduksi akan terjamin, karena dosis penggunaan starter dapat diatur.
Ragi tempe adalah suatu sediaan yang mengandung mikroorganisme yang berperan
dalam pembuatan tempe. Ragi tempe terutama terdiri dari mikroba yang tergolong
dalam jenis kapang (jamur), antara lain adalah Rhizopus oligosporus, R. stolonifer, R.
orizac, R. amrichus, Mucor rouxii, Mucor javanicus. Beberapa prinsip dasar tentang
ragi tempe yang perlu diketahui, agar pembuatan tempe dapat berhasil dengan baik
dan dengan mutu yang tinggi sebaiknya ragi tempe selalu baru atau diperbaharui dan
dijaga kemurniannya. Ragi yang baik adalah ragi yang baru dibuat dan terus
digunakan, dengan sependek mungkin umur simpanannya (Kustyawati, 2009).

2.4 Tempe
Tempe adalah salah satu produk fermentasi yang umumnya berbahan baku
kedelai yang difermentasi dan mempunyai nilai gizi yang baik. Fermentasi pada
pembuatan tempe terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus oligosporus. Fermentasi
pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang disebabkan oleh
aktivitas dari enzim lipoksigenase. Fermentasi kedelai menjadi tempe akan
meningkatkan kandungan fosfor. Hal ini disebabkan oleh hasil kerja enzim fitase
yang dihasilkan kapang Rhizopus oligosporus yang mampu menghidrolisis asam fitat
menjadi inositol dan fhosfat yang bebas. Jenis kapang yang terlibat dalam fermentasi
tempe tidak memproduksi toksin, bahkan mampu melindungi tempe dari aflatoksin.
Tempe mengandung senyawa antibakteri yang diproduksi oleh kapang tempe selama

5
proses fermentasi (Cahyadi, 2007).
Menurut Dewi dan Aziz (2009), secara umum tempe berwarna putih,
dikarenakan pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga
terbentuk tekstur yang memadat. Tempe memiliki aroma yang khas dikarenakan
adanya degradasi dari komponen-komponen dari kedelai itu sendiri. Tempe memiliki
sumber vitamin B yang potensial jenis Vitamin tersebut ialah, Vitamin B1 (Tiamin),
Vitamin B2 (Riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (Niasin), Vitamin B6
(Piridoksin), dan Vitamin B12 (Sianokobalamin), tempe merupakan satu-satunya
sumber nabati yang memiliki kandungan B12, dimana kandungan ini hanya dimiliki
oleh produk hewani, sehingga tempe memiliki potensial yang lebih baik
dibandingkan produk nabati lainnya , selama proses fermentasi dalam pembuatan
tempe terjadi peningkatan Vitamin B12 yang sangat mencolok,yaitu 33 kali lebih
banyak dibandingkan kedelai ( Astawan, 2009).
Riboflavin (Vitamin B6) meningkat 4-14 kali lebih banyak disbanding
kedelai, Niasin meningkat 2-5 kali, biotin mengalami peningkatan sebesar 2-3, asam
folat 4-5 kali, dan asam pentatonat hanya meningkat 2 kali lipat dibandingkan dari
kandungan kedelai sebelum difermentasi. Vitamin ini tidak dihasilkan oleh kapang
Rhizopus, melainkan dari kontaminasi Klebsiella pneumoniae, dan Citrobacter
freundii (Sarwono, 2010).

6
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada hari Selasa, 17 Oktober 2023, di Laboratorium
Analisa dan Pengelolahan Pangan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
HKBP Nommensen Medan.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan saat praktikum yaitu, panci, kompor, wadah
saringan, timbangan analitik, kemasan plastik, tissu, alat tulis dan bahan yang
digunakan adalah kacang kedelai 1 kg, tepung beras, dan ragi tempe.

3.3 Prosedur Kerja

Kacang Kedelai

1.Penimbangan
2. Pencucian 3. Penirisan bahan
bahan (1000 gram)
bahan setelah dan perebusan
ditimbang selama 30 menit

4. Pemisahan
kulit kacang 5. Penirisan atau 6. Penaburan
dari bijinya pengeringan biji ragi keseluruh
hingga terbelah kedelai bagian tempe
dua

Penyimpanan pada
7. Pengemasan
Tempe suhu ruang selama 2
kedelai
hingga 3 hari

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil pegamatan proses pembuatan tempe dan mutu fisik pada tempe

Parameter Hasil
Tekstur Padat seperti pada umumnya tempe
Aroma Khas tempe
Warna Putih dan sedikit hitam

4.2 Pembahasan
Tempe merupakan hasil proses fermentasi yang dengan waktu 36-48 jam.
Pada waktu tersebut, tempe siap untuk dipasarkan. Hal ini ditandai dengan
pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur lebih kompak. Jika proses
fermentasi terlalu lama menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah bakteri, jumlah
asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun, dan menyebabkan degradasi
protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya, tempe yang dihasilkan
mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi tidak enak, tetapi dapat
digunakan sebagai campuran bumbu pada masakan (Kasmidjo,1990).
Dari hasil pengamatan diperoleh aroma tempe setelah fermentasi yaitu seperti
aroma khas tempe pada umumnya. Aroma tempe yang dihasilkan berasal dari kapang
yang mempunyai aktivitas proteolitik dan lipolitik yang dapat menghidrolisis protein
maupun lemak sehingga menghasilkan asam amino, ester, asam lemak, etanol, dan
lainnya yang merupakan komponen rasa dan aroma. Proses pembentukan aroma
tempe ini berlangsung selama proses fermentasi (Rizal dan Kustyawati, 2019).
Mekanisme pembentukan atau fermentasi tempe diawali dengan pertumbuhan
dan pembengkakan spora Rhizopus yang mendorong keluar dinding biji kedelai. Hifa
Rhizopus menembus biji kedelai dan kapang tersebut menjadikan kedelai sebagai
sumber nutrisinya. Kapang memproduksi enzim dan akan memecah substrat pada biji
kedelai menjadi molekul-molekul kecil yang lebih sederhana saat miselia kapang
tersebut berpenetrasi ke dalam biji kedelai. Miselia menerobos lapisan sel kedelai
melalui sela-sela yang ada di bawah biji kedelai hingga ke permukaannya. Di akhir
proses fermentasi, kedelai-kedelai akan menjadi kompak dan tertutup oleh miselium

8
tersebut sehingga menjadi tempe (Romadoni, 2015; Suparno 2020). Faktor yang
mempengaruhi mutu tempe antara lain bahan baku, suhu lingkungan, proses
fermentasi, jenis kapang, RH (relative humidity), bahan pengemas, dan juga tempat
penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan tempe meliputi lama
perendaman, inokulum yang digunakan serta suhu dan waktu fermentasi tempe.
Semakin lama proses perendaman kedelai maka kadar air akan semakin meningkat
sehingga menyebabkan banyak pertumbuhan bakteri asam laktat yang akan merusak
tekstur tempe. Inokulum yang digunakan menentukan kualitas tempe. Inokulum yang
baik dapat menghasilkan tekstur tempe yang kompak atau tidak renggang. Selain itu,
konsentrasi inokulum harus tepat jumlahnya mengikuti jumlah kedelai atau
kacangkacangan dan biji bijian lain yang digunakan.
Proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Rhizopus sp menghasilkan
energi. Energi tersebut sebagian ada yang dilepaskan oleh jamur Rhizopus sp sebagai
energi panas. Energi panas itulah yang menyebabkan perubahan suhu selama proses
inkubasi tempe. Selain terjadi perubahan suhu, selama proses inkubasi tempe juga
terjadi perubahan warna, dan munculnya titik-titik air yang dapat diamati pada
permukaan dalam plastik pembungkus tempe. Pada pengamatan, kedelai pada tempe
seperti berselimut kapas yang putih. Dewi et al., (2014) warna putih pada tempe
disebabkan oleh miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai selama
proses fermentasi. Tempe yang dibungkus plastik PP memiliki warna putih secara
merata pada setiap bagian. Tetapi dengan bertambahnya masa inkubasi, mulai
muncul warna hitam pada permukaan (Suciati, 2012).
Perubahan warna ini menunjukkan adanya reaksi kimia pada proses inkubasi.
Jamur Rhizopus sp tergolong makhluk hidup. Oleh karena itu ia juga melakukan
respirasi. Respirasi merupakan reaksi kimia atau perubahan kimia. Salah satu zat
yang dilepaskan dari peristiwa respirasi adalah gas karbondioksida dan uap air
(Mujianto, 2013). Uap air itulah yang menyebabkan permukaan dalam plastik
pembungkus tempe basah oleh titik-titik air. Sebuah reaksi kimia tidak selalu
menunjukkan seluruh ciri reaksi tersebut. Dari data hasil pengamatan warna pada
tempe yaitu putih dan sebagian ada yang berwarna hitam. Pada beberapa bagian
tempe yang memadat berwarna putih disebabkan oleh pertumbuhan miselium kapang
sedangkan bagian yang tidak memadat/lembek dan terdapat bercak berwarna

9
kehitaman hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni pada saat penirisan kedelai
tidak dilakukan dengan benar dan pada saat pengemasan, dimana kedelai masih
basah dan terdapat air, air yang berlebihan dalam biji dapat menyebabkan
penghambatan pertumbuhan jamur dan menyebabkan pembusukan. Selain itu.
pemberian ragi tempe yang tidak merata, penyimpanan kedelai yang melebihi batas
waktu, suhu yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan beberapa bagian tempe
mengalami pembusukan.
Dari pengamatan tekstur yang dihasilkan oleh tempe yaitu padat. Hal ini
berkaitan dengan jumlah dan kerapatan miselium kapang pada tempe. Menurut
Firlieyanti et al., (2013), banyaknya jumlah miselium yang terbentuk menyebabkan
struktur tempe menjadi lebih kompak dan padat. Proses fermentasi kedelai menjadi
tempe menyebabkan peningkatan isoflavon total sehingga diperkirakan fungsi tempe
sebagai makanan fungsional, khususnya efek hipokolesterolemia dan antioksidan,
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai (Wang H, 1994). Kedelai adalah
sumber terbesar isoflavon, sedangkan tempe merupakan produk olahan kedelai
melalui proses fermentasi dengan penambahan Rhizopus oligosporus. Selama proses
pembuatan tempe terjadi dua kali fermentasi, yaitu saat perendaman dan saat
peragian. Fermentasi akan mengubah sebagian besar glukosida dalam kedelai
menjadi aglikon (aglycone) yang lebih mudah diserap oleh tubuh. Selain itu, dalam
proses fermentasi terjadi perubahan-perubahan yang meliputi perubahan komponen
lemak, karbohidrat, protein, vitamin dan komponen lain. Menurut Wood, BJ.B. 1985,
tempe bersifat lebih mudah dicerna karena selama proses fermentasi terjadi
perubahan senyawa komplek menjadi senyawa sederhana yang sifatnya lebih mudah
larut. Tempe juga banyak mengandung vitamin B12, mineral seperti Ca, Fe, tidak
mengandung kolesterol, dan relatif bebas dari racun kimia.

10
BAB V
KESIMPULAN

Dari praktikum yang dilaksanakan pada proses pembuatan tempe dapat


ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tempe adalah salah satu produk fermentasi yang umumnya berbahan baku
kedelai yang difermentasi dan mempunyai nilai gizi yang baik. Fermentasi
pada pembuatan tempe terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus oligosporus.
Kapang ini akan mengubah protein kompleks kacang kedelai yang sukar
dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna karena perubahan
kimia protein, lemak dan karbohidrat.
2. Dari hasil yang diperoleh tergolong tempe yang memiliki mutu fisik yang baik
dimana aromanya khas tempe warnanya putih dan memiliki tekstur yang padat
sesuai dengan syarat mutu fisik SNI 3144 (2015) tempe putih, tekstur yang
kompak dan memiliki bau khas tempe.

11
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhakim, F., A. Kusnayat and S. Martini. 2018. Designing Soybean Peel
Separator Container Using Reverse Enginering Method for Decreasing The
Cycle Time. e-Proceeding of Engineering. Vol. 5. Dec: 6973–6980.

Astawan, M., T. Wresdiyati dan L. Maknum. 2017. Tempe: Sumber Zat Gizi dan
Komponen Bioaktif untuk Kesehatan. IPB Press, Bogor.

Dewi, I.W.R., C. Anam., dan E. Widowati. 2014. Karakteristik Sensoris, Nilai Gizi
dan Aktivitas Antioksidan Tempe Kacang Gude (Canjus cajan) dan Tempe
Kacang Tunggak(Vigna Unguiculata) Dengan Berbagai Variasi Waktu
Fermentasi. Jurnal Biofarmasi 12 (2) :73-82.

Firlieyanti, A.S., E.H. Purnomo, F. Kusnandar, dan L. Maknun. 2013. Pengaruh


Jenis Inokulum Rhizopus oligosporus Dan Rhizopus oryzae Terhadap Sifat
Fisiko-Kimia Tempe Kacang Merah. Prosiding Seminar Hasil PPM IPB I.
Bogor. 7-8 Mei 2013. Hal. 197-207.

Hermana and M. Karmini. 2001. The Development of Tempe Technology. Di dalam


Agranoff M, (eds) The Complete Handbook of Tempe, the Unique Fermented
Soyfood of Indonesia. American Soybean Association, Singapore.

Kustyawati, M. E. (2009). Kajian Peran Yeast dalam Pembuatan Tempe.


AGRITECH vol.292), hh. 64-70.

Mujianto, 2013, Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Proses Produksi Tempe


Produk UMKM di Kabupaten Sidoarjo, Jurnal Reka Agroindustri Media
Teknologi dan Manajemen Agroindustri.

Rizal, S dan M.E. Kustyawati. 2019. Karakteristik Organoleptik dan Kandungan


Beta-Glukan Tempe Kedelai dengan Penambahan Saccharomyces cerevisiae.
Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 20. Agu: 127–138.

Suparno, Giyanto, W. Kusumadati dan A. Sadono. 2020. Pengaruh Lama


Perendaman Kedelai dan Proporsi Tepung Beras sebagai Upaya
Meningkatkan Mutu Gizi Tempe. Jurnal AGRIENVI 14(2): 50-58.

Suciati, A. (2012). Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap


Kandungan HCN pada Tempe Kacang Koro (Canavalia ensiformis L). Jurnal
Agropangan.

Wijaya, C.H. 2014. Solusi Masalah Mutu, Lingkungan dan Ekonomi Dengan
Teknologi Tempe Cepat. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. Vol.
1. Agu: 67–72.

12
LAMPIRAN

Gambar 1. Perbusan kacang kedelai Gambar 5. Pemberian ragi pada


selama 30 menit kacang kedelai

Gambar 2. Perendaman kacang kedelai Gambar 6. Penimbangan dan


selama semalam pengemasan kacang kedelai

Gambar 3. Bahan dan alat yang Gambar 7. Kedelai yang sudah


digunakan dikemas

Gambar 4. Penirisan kacang kedelai Gambar 8. Tempe yang sudah jadi

13

Anda mungkin juga menyukai