Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KIMIA PANGAN

Pemanfaatan Kacang-Kacangan sebagai Bahan Baku Sumber Protein Untuk


Pangan Darurat

Nama kelompok :
1. Imaniah Wiyono Saputri (161810301001)
2. Rizka Imroatul Mufidah (161810301023)
3. Riski Nur Apriana (161810301028)
4. Wilda Kamila (161810301072)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2019

1
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah diantaranya kacang-
kacangan yang berpotensi untuk menambah zat gizi pada menu sehari-hari.
Kacang-kacangan merupakan salah satu bahan makanan dengan sumber protein
yang bernilai gizi tinggi yaitu 20-25 g/100 g, vitamin B, mineral, dan serat
(Dostalova, 2009). Keunggulan dari kacang-kacangan juga berupa harga yang
murah, kandungan lemak yang berfungsi untuk kesehatan, dan mineral yang
cukup banyak (Koswara, 2013).
Untuk saat ini, di Indonesia jenis kacang yang mendominasi berupa
kacang kedelai yang sebagian besar berasal dari impor. Sedangkan untuk kacang-
kacangan lokal seperti kacang merah, kacang hijau, kacang koro, kacang kecipir
dan lainnya masih belum banyak diketahui penggunaan dan pemanfaatannya.
Usaha pemanfaatan kacang-kacangan lokal di Indonesia sebenarnya sudah
banyak, namun untuk menyetarakan dengan tingkat kacang kedelai masih belum
bisa. Maka dari itu, dilakukan usaha pemanfaatan kacang-kacangan lokal dalam
bentuk sumber pangan lainnya seperti sebagai alternatif sumber protein nabati
yang murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat Indonesia.
Kacang-kacangan lokal dapat dimanfaatkan sebagai produk pangan darurat
(Emergency Food Product, EFP). EFP bertujuan untuk dapat memenuhi
kebutuhan gizi harian apabila berada dalam keadaan darurat (IOM, 1995).
Keadaan darurat yang dimaksud berupa bencana alam yang mengakibatkan
manusia tidak dapat hidup normal (USAID, 2001). EFP didesain untuk memiliki
kandungan energy sebanyak 2100 kkal yang terdiri dari 35-45% lemak, 10-15%
protein, dan 40-50% karbohidrat (Zoumas, dkk., 2002). EFP yang dibutuhkan
berupa produk pangan siap saji tanpa pengolahan akibat keterbatasan fasilitas dan
air bersih yang kurang tercukupi. EFP yang siap saji salah satunya adalah foodbar.
Foodbar merupakan produk pangan darurat yang kering yang memiliki nilai a w
rendah. Nilai aw yang rendah menyebabkan produk pangan dapat disimpan dengan
waktu yang cukup lama.

2
Penelitian sebelumnya sudah banyak dilakukan dengan menggunakan
campuran kacang-kacangan dengan terigu. Penelitian kali ini akan dilakukan
tanpa menggunakan terigu sebagai campuran, namun menggunakan non terigu
berupa tepung pisang dan aneka jenis kacang-kacangan lokal Indonesia untuk
membuat produk foodbar sebagai pangan darurat.

2.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang terjadi pada penelitian ini ialah:
1. Bagaimana cara mengetahui kandungan protein aneka jenis kacang-
kacangan yang digunakan?
2. Bagaiamana cara mengetahui jumlah kacang-kacangan yang harus
ditambahkan dalam pembuatan foodbar agar diperoleh sesuai dengan
pangan darurat.

2.3 Tujuan
Tujuan dilakukan penelitian ini ialah :
1. Untuk mengetahui kandungan protein aneka jenis kacang-kacangan yang
digunakan.
2. Untuk mengetahui jumlah kacang-kacangan yang harus ditambahkan
dalam pembuatan foodbar agar diperoleh sesuai dengan pangan darurat.

3
2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kacang-kacangan
Kacang-kacangan merupakan salah satu bahan makanan sumber protein
dengan nilai gizi yang tinggi (20 – 25 g/100 g), vitamin B (thiamin, riboflavin,
niacin, asam folat), mineral (Ca, Fe, P, K, Zn, Mg, dan lain-lain), dan serat
(J.Dostalova, 2009). Nilai dan mutu gizi kacang kacangnya menjadi lebih baik
setelah dikecambahkan. Komponen antigizi (tripsin inhibitor, asam pitat,
pentosan, tannin) selama pengecambahan menurun dan setelah pengecambahan
terbentuk komponen fitokimia (glokosinolates, antioksidan alami yang berperan
untuk kesehatan. (M. Marto, 2010).
Kacang merupakan sumber energi yang baik bagi tubuh karena
mengandung beragam nutrisi penting seperti protein, vitamin, mineral, dan lemak
sehat. Kacang-kacangan mengandung sejumlah besar serat pangan dengan satu
cangkir kacang yang telah dimasak mengandung 9-13 gram serat. Serat pangan
yang terlarut dapat membantu menurunkan kadar kolesterol darah. Kacang-
kacangan juga mengandung protein, karbohidrat kompleks, folat, dan besi.
Kandungan protein, lemak sehat, mineral dan berbagai vitamin sangat penting
bagi kelangsungan kesehatan individu yang mengkonsumsi kacang. Selain itu
sejumlah kacang juga digunakan sebagai campuran makanan, baik itu makanan
utama maupun hidangan penutup (Rukmana, dkk, 2000).
Beberapa jenis kacang yang masih mentah, terutama kacang merah,
mengandung toksin lektin fitohaemagglutinin yang dapat dirusak rantai
proteinnya dengan cara memasaknya dengan cara merebusnya di air mendidih
setidaknya selama 10 menit. Kacang merah yang dimasak pada temperatur yang
rendah tidak merusak toksin. Kacang-kacangan merupakan sumber protein utama
masyarakat Kenya, Malawi, Tanzania, Uganda, dan Zambia. Fermentasi
dilakukan di berbagai tempat di Afrika untuk membersihkan toksin. Fermentasi
juga meningkatkan nilai nutrisi dari tepung kacang dan meningkatkan kemudahan
mencerna kacang.

4
Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi masyarakat
Indonesia. Kedelai merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti
Tiongkok dan Jepang selatan. Kedelai telah banyak dibudidayakan di Indonesia
meskipun bukan tanaman asli Indonesia. Kedelai mengandung protein, zat besi,
kalsium, vitamin A, B, B1 , B2, yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis
kacang lainnya, juga B12 yang berperan dalam pembentukan sel-sel darah merah.
Kandungan lesitin pada kedelai, yang mengandung lemak tak jenuh linoleat, oleat
dan arakhidonat yang berfungsi sebagai lipotropikum yaitu zat yang mencegah
penumpukan lemak berlebihan dalam tubuh sedangkan kandungan serat kedelai
yang sangat tinggi dapat membantu merangsang metabolisme dan dapat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Zat lain yang terkandung dalam
kedelai adalah genistein, daidzein, dan glycitein yang termasuk isoflavon yaitu
senyawa fitoestrogen yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker atau tumor
(Thomas, 1992).
Kacang tolo atau kacang tunggak (Vigna unguiculata) merupakan tanaman
yang sudah dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat (Rukmana, 2000). Cara
mengkonsumsi kacang tolo yang sangat terbatas menyebabkan kacang tolo tidak
populer seperti kacang kedelai. Kandungan protein kacang tolo relatif tinggi, yaitu
sebesar 22,9g/100g dan mengandung lisin yang tinggi, sehingga dapat
menyempurnakan kualitas protein biji-bijian. Kacang tolo berpotensi sebagai
sumber protein nabati selain kacang kedelai sehingga diperlukan teknik
pengolahan yang tepat, misalnya fermentasi menjadi tempe (Ratnaningsih et al,
2009).
Kacang hijau merupakan tanaman tropis yang berumur pendek dan dapat
tumbuh di daerah yang curah hujannya rendah. Kacang hijau merupakan sumber
protein nabati. Protein biji kacang hijau mengandung 8 asam amino esensial, yaitu
Valine, Leucine, Isoleucine, Methionine, Venyl Alanine, Lycine dan Tryptophane.
Selain itu juga terdapat lemak, karbohidrat serta mineral yang dibutuhkan tubuh.
(Soeprapto, 1992). Keju juga dapat dibuat dari bahan protein, misalnya protein
nabati yang dapat diperoleh dari kacang hijau. Kacang hijau mengandung minyak

5
yang sangat rendah namun mengandung vitamin (terutama vitamin B1) dan
protein yang cukup. (Retno, 2005).
2.2 Protein
2.2.1 Pengertian Protein
Protein berasal dari bahasa Yunani, yaitu proteios yang berarti “barisan
pertama. Struktur protein merupakan suatu struktur biomolekuler dari suatu
molekul protein. Protein, khususnya polipeptida merupakan suatu polimer yang
merupakan urutan yang terbentuk dari berbagai asam L-α-amino atau disebut juga
sebagai residu. Rantai yang panjangnya kurang dari 40 residu disebut sebagai
sebagai polipeptida, bukan sebagai protein (Poedjiadi, 1994).
Protein merupakan senyawa organik kompleks yang memiliki berat
molekul tinggi. Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang penting
perananya bagi semua organisme. Protein juga berperan penting dalam struktur
dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Molekul protein mengandung
karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan beberapa mengandung sulfur serta fosfor.
Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N
(15,30-18%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21-23,50%), S (0,8-2%),
disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), dan S kadang-kadang P,
Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein) (Yuwono, 2005).

Gambar 2.1 Struktur Protein


(Sumber: Susilawati, 2011)
Struktur protein memiliki puluhan hingga ribuah residu berdasarkan
ukurannya. Protein diklasifikasikan sebagai nanopartikel (1-100 nm) berdasarkan

6
ukuran fisik. Protein dapat mengalami perubahan struktural reversibel dalam
menjalankan fungsi biologisnya (Sastromidjojo, 2005).
Struktur alternatif protein yang sama disebut sebagai konformasi. Asam
amino merupakan unit dasar struktur protein. Asam amino-α terdiri dari gugus
amino, gugus karboksil, atom H dan gugus R tertentu yang semuanya terikat pada
atom karbon α . Atom karbon ini disebut α karena bersebelahan dengan gugus
karboksil (asam). Gugus R menyatakan rantai samping (Bintang, 2010).

Gambar 2.2 Perbandingan Struktur Primer, Sekunder, Tersier dan Kuartener


(Sumber: Susilawati, 2011).
Struktur protein terdiri atas struktur primer, sekunder, tersier, dan
kuartener. Struktur primer protein merupakan polimer dari monomer-monomer
asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Penentuan
struktur primer protein dapat dilakukan dengan cara hidrolisis protein dengan
asam kuat kemudian komposisi asam amino ditentukan dengan instrumen amino
acid analyzer, penentuan massa molekular dengan spektrometri massa, analisis
sekuens dari ujung-N dengan menggunakan degradasi Edman dan, kombinasi dari
digesti dengan tripsin dan spektrometri massa (Susilawati, 2011).
Struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai
rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen.
Berbagai bentuk struktur sekunder misalnya alpha helix yang berupa pilinan rantai
asam-asam amino berbentuk seperti spiral, beta-sheet yang berupa lembaran-
lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat
melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol, beta-turn, dan gamma-turn. Penentuan

7
struktur sekunder bisa dilakukan dengan spektroskopi circular dichroism (CD)
dan Fourier Transform Infra Red (FTIR) (Yuwono, 2005).
Struktur tersier merupakan struktur tiga dimensi yang dibentuk dari
gabungan aneka ragam dari struktur sekunder. Struktur tersebut biasanya berupa
gumpalan. Struktur kuartener terbentuk dari beberapa molekul protein yang dapat
berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil
seperti dimer, trimer, atau kuartomer. Contoh struktur kuartener yang terkenal
adalah enzim rubisco dan insulin (Sastrohamidjojo, 2005).
2.2.2 Sifat Fisikokimia Protein
1. Sifat fisiko kimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan jenis
asam aminonya.
2. Protein tidak berwarna dan hambar.
3. Protein homogen dan kristal.
4. Protein bervariasi dalam bentuk, protein bisa berbentuk struktur kristaloid
sederhana sampai struktur fibrilar panjang.
5. Struktur protein terdiri dari dua pola yang berbeda – protein globular dan
protein fibrilar.
6. Protein globular yang berbentuk bulat terdapat pada tanaman. Protein Fibrilar
yang seperti benang, umumnya terdapat pada hewan.
7. Protein umumnya memiliki berat molekul besar berkisar antara 5 X 103 dan 1
X 106 dimana karena ukuran besar, protein menunjukkan banyak sifat koloid.
8. Tingkat difusi protein sangat lambat.
9. Protein menunjukkan efek Tyndall.
10. Protein cenderung mengubah sifat seperti denaturasi, dimana proses
denaturasi diikuti dengan koagulasi. Denaturasi dimungkinkan akibat dari
agen fisik atau kimia. Para agen fisik meliputi getaran, pembekuan,
pemanasan dll serta agen kimia seperti sinar-X, radiasi radioaktif dan
ultrasonik.
11. Protein seperti asam amino menunjukkan sifat amfoter yaitu dapat bertindak
sebagai asam dan basa.

8
12. Kelarutan protein tergantung pada pH. Kelarutan terendah terlihat pada titik
isoelektrik, kelarutan meningkat dengan meningkatnya keasaman atau
alkalinitas.
13. Beberapa protein larut dalam air dan ada pula yang tidak dapat larut dalam air,
tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak.
(Poedjiadi, 1994).
2.2.3 Fungsi Protein Bagi Tubuh Manusia
Protein merupakan molekul yang dibutuhkan hampir di semua sel tubuh
manusia. Setiap protein dalam tubuh memiliki fungsi dan peran yang berbeda
antar yang satu dengan yang lainnya. Protein tubuh didistribusikan ke berbagai
organ, dengan jumlah terbanyak (kurang-lebih 40%) dalam jaringan otot. Berikut
beberapa fungsi protein bagi tubuh manusia : (Sastrohamidjojo, 2005)
1. Sebagai biokatalisator (enzim). Protein yang paling bervariasi dan mempunyai
kekhususan tinggi adalah protein yang mempunyai aktivitas katalis, yakni
enzim. Hampir semua reaksi kimia biomolekul organik didalam sel dikatalis
oleh enzim. Lebih dari 2000 jenis enzim , masing-masing dapat mengkatalisa
reaksi kimia yang berbeda, telah ditemukan dalam berbagai bentuk kehidupan
2. Sebagai protein transport contohnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam
eritrosit, mioglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi diangkut dalam
plasma darah oleh transferin dan disimpan dalam hati sebagai kompleks
dengan feritin.
3. Protein transport didalam plasma darah mengikat dan membawa molekul atau
ion spesifik dari satu organ ke organ lain. Hemoglobin pada sel darah merah
mengikat oksigen ketika darah melalui paru-paru, dan membawa oksigen ke
jaringan periferi. Plasma darah mengandung lipo protein. Yang membawa lipid
dari hati ke organ lain. Protein transport lain terdapat didalam membran sel dan
menyesuaikan strukturnya untuk mengikat dan membawa glukosa, asam amino
dan nutrien lain melalui membran menuju kedalam sel.
4. Sebagai pengatur pergerakan. Protein merupakan komponen utama daging.
Gerakan otot terjadi karena ada dua molekul (aktin dan miosin) protein yang
saling bergeseran.

9
5. Sebagai penunjang mekanis. Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang
disebabkan adanya kolagen. Pada persendian ada elastin. Pada kuku, bulu
rambut ada protein keratin.
6. Pertahanan tubuh dalam bentuk antibodi. Suatu protein khusus yang mengikat
benda asing yang masuk kedalam tubuh seperti virus, bakteri dan lain lain.
7. Sebagai media perambatan impuls saraf. Protein ini biasanya berbentuk
reseptor misalnya rodopsin suatu protein yang bertindak sebagai reseptor atau
penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata.
8. Protein Nutrien dan Penyimpan. Biji berbagai tumbuhan menyimpan protein
nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan embrio tanaman, terutama protein
biji dari gandum, jagung dan beras.
9. Protein Pengatur. Beberapa protein membantu mengatur aktivitas seluler atau
fisiologi. Terdapat sejumlah hormon, seperti insulin, yang mengatur
metabolisme gula dan kekurangannya, hormon pertumbuhan dari pituitary dan
hormon paratiroid, yang mengatur transport Ca++ dan fosfat juga.
2.2.4 Sumber Protein
Menurut sumbernya protein terbagi dua, yaitu protein hewani dan protein
nabati. Protein hewani adalah protein yang berasal dari berbagai bahan makanan
dari hewan, sedangkan protein nabati adalah protein yang bersumber dari tumbuh-
tumbuhan. Bahan-bahan makanan yang banyak mengandung protein hewan antara
lain daging, ikan, telur dan susu. Bahan-bahan makanan yang banyak
mengandung protein nabati seperti beras dan kacang-kacangan sebagai sumber
protein (Suhardjo dkk, 1986).

10
Beberapa bahan makanan yang mengandung protein serta kadar
proteinnya adalah sebagai berikut: (Rahman, 2007)
No Nama bahan makanan Kadar protein (%)
1 Daging ayam 18,2
2 Daging Sapi 18,8
3 Telur ayam 12,8
4 Susu sapi segar 3,2
5 Keju 22,8
6 Bandeng 20,0
7 Udang segar 21,0
8 Kerang 8,0
9 Beras tumbuk merah 7,9
10 Beras giling 6,8
11 Kacang hijau 22,2
12 Kedelai basah 30,2
13 Tepung terigu 8,9
14 Jagung kuning (butir) 7,9
15 Pisang Ambon 1,2
16 Durian 2,5

11
2.2.5 Peranan Protein pada Bahan Pangan
Fungsi protein dalam pangan antara lain fungsi WHC (Water Holding
Capacity), sifat koagulasi dalam keju dan tahu, sifat stabilisasi dalam es krim,
sebagai kandungan untuk beberapa pangan dan sifat emulsifikasi. Non-Fat Dry
Milk (NFDM) digunakan industri untuk memperbaiki kapasitas absorbsi air (pada
terigu dapat memperbaiki adonan), memperbaiki kualitas roti, mengatur
pengeluaran gas, memperkuat struktur dan tekstur, menghambat hilangnya air
serta memperbaiki warna dan flavor (Winarno, 1984).
Protein dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh-pengaruh panas, reaksi
kimia dengan asam atau basa, goncangan dan sebab-sebab lainnya. Sebagai
contoh misalnya protein di dalam larutan Ph tertentu dapat mengalami denaturasi
dan mengendap. Perubahan-perubahan tersebut di dalam makanan mudah dikenal
dengan terjadinya penggumpalan atau pengerutan, misalnya telur akan
menggumpal dan daging akan mengerut karena pemanasan atau susu akan
menggumpal karena asam (Yuwono, 2005).
Larutan protein juga dapat membentuk selaput yang kemudian membuih
jika dikocok, seperti pada putihnya telur, tetapi jika pengocokan berlebihan maka
hal ini dapat menyebabkan protein denaturasi sehingga selaput pecah dan buih
mengempis. Protein juga dapat mengalami degradasi yaitu pemecahan molekul
kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana oleh pengaruh asam, basa atau
enzim. Hasil-hasil degradasi protein dapat berbentuk sebagai berikut : protease,
peptone, polipeptida, peptide, asam amino, NH3 dan unsur N, disamping itu dapat
juga dihasilkan komponen-komponen yang menimbulkan bau busuk misalnya
merkaptan, skatol, putrescine dan H2S (Rahman, 2007).

12
3 BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Neraca
- Mixer
- Wadah
- Pisau
- Oven
- Cawan porselen
- Set alat soxhlet
- Erlenmeyer
- Set alat destilasi
- Buret
- Desikator
- Tanur
3.1.2 Bahan
- tepung pisang
- pure pisang
- tepung kacang kedelai
- tepung kacang hijau
- tepung kacang kecipir
- tepung kacang koro
- tepung ubi jalar
- padatan K2SO4
- padatan HgO
- larutan H2SO4 pekat
- larutan NaOH
- larutan Na2S2O3

13
- larutan H3BO3
- larutan HCl

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Karakterisasi bahan baku

Tepung pisang

- dikarakterisasi mencakup kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar


lemak, dan kadar karbohidrat
- dilakukan hal yang sama terhadap pure pisang, tepung kacang
kedelai, tepung kacang hijau, tepung kacang kecipir, tepung kacang
koro dan tepung ubi jalar
- dilakukan perhitungan perkiraan nilai energi berdasarkan hasil
karakterisasi bahan baku menggunakan prinsip kesetimbangan
masa (input = output) dengan bantuan program Microsoft Excel
Hasil

3.2.2 Karakterisasi Bahan Baku Penyusun Food bar


4 Analisa Kadar Air (AOAC, 1995)

Sampel

- dihancurkan sebanyak 2 gram


- dimasukkan ke dalam cawan
- dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C selama 3 jam
- dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya

Hasil

Kadar air = (berat cawan akhir) – (berat cawan awal) x 100


% (berat basah) berat sampel

14
1. Analisa Kadar Protein (AOAC, 1995)
Sampel

- dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml sebanyak 1-2 gram


- ditambahkan 1.0 gram K2SO4, 40 mg HgO dan 2.0 ml H2SO4 pekat
- didestruksi sampai cairan berwarna hijau jernih
- dibiarkan dingin, lalu ditambahkan sedikit air suling dan 10 ml 60
% NaOH-5 % Na2S2O3
- didestilasi
- ditampung hasil destilasi dalam labu Erlenmeyer yang berisi 5 ml
H3B03 dan 2-4 tetes indikator merah metil serta metil biru hingga
diperoleh sekitar 15 ml destilat
- dititrasi destilat yang diperoleh dengan HCl 0.02 N standar hingga
titik akhir

Hasil

%N = (ml contoh - ml blanko) x N HCl x 14.007 x 100 % (bb)


berat contoh (mg)

2. Analisa Kadar Lemak (AOAC, 1995)


Sampel

- ditimbang sebanyak 1-2 gram kemudian dibungkus dengan kertas


saring
- dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet dimana labu lemak
yang digunakan telah ditimbang
- ditambahkan pelarut heksan ke dalam labu lemak sesuai dengan
ukuran alat ekstraksi Soxhlet yang digunakan
- di ekstraksi selama 5 jam
- dipanaskan labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi di dalam
oven pada suhu 105 °C
- didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang
Hasil

15
% lemak = berat lemak x 100 %

(bb) berat sampel

5 Analisa Kadar Abu (AOAC, 1995)

Sampel

- ditimbang 2.0 - 3.0 gram


- dimasukkan ke dalam cawan porselen
- dibakar pada pembakar sampai asapnya habis
- dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 4 - 5 jam
- dimasukkan sampel ke dalam desikator dan ditimbang
Hasil

% kadar abu = berat abu x 100 %

(bb) berat sampel

3. Analisa Kadar Karbohidrat (AOAC, 1995)

Kadar karbohidrat (bb) = 100 – (kadar


protein+lemak+air+abu)

16
5.1.1 Pembuatan Food bar

Tepung pisang

- ditimbang berdasarkan perhitungan formula menggunakan data


karakterisasi bahan baku pada tabel 4.1.1
- dilakukan hal yang sama terhadap pure pisang, tepung kacang
kedelai, tepung kacang hijau, tepung kacang kecipir, tepung kacang
koro dan tepung ubi jalar
- dilakukan pencampuran kering tepung tepungan
- dicampur margarin, gula pasir dan garam menggunakan mixer
selama 20 menit dengan prinsip pembuatan krim two stage method
dalam wadah lain
- dimasukkan pisang yang telah dicincang halus setelah margarin,
gula, dan garam tercampur merata
- dicampurkan tepung dengan krim yang sudah terbentuk
- dilakukan proses sheeting untuk memipihkan adonan
- dilakukan proses pencetakan dan pemanggangan dengan suhu
pemanggangan 125oC selama 40 menit yang diperoleh dengan
metode trial eror dan dimensi food bar yang dibuat 10 x 3 x 0,5 cm

Hasil

17
5.2 Diagram Alir Pembuatan Food bar

Margarin Bahan Baku


Gula

Pencampuran I dikarakterisasi kadar air,


kadar abu, kadar protein,
kadar lemak, dan kadar
karbohidrat

perhitungan perkiraan
nilai energi

Pure pisang Pencampuran II Tepung Kacang-


kacangan
Tepung Pisang Nangka

Pencetakan adonan

Pemanggangan

Food bar

18
6 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Hasil
Tabel 4.1.1 Formula Lengkap Produk Food bar

Tabel 4.1.2 Hasil Karakterisasi Bahan Baku Penyusun Food bar

6.2 Pembahasan
6.2.1 Karakterisasi Bahan Baku
Hasil analisa bahan baku foodbar (kadar air, kadar abu, kadar protein,
lemak dan karbohidrat) yang meliputi tepung kacang kedelai, tepung kacang
hijau, tepung kacang koro, tepung kacang kecipir, tepung pisang, tepung ubi ungu,
dan pure pisang nangka dapat dilihat pada table 4.1.2.
1. Kadar Air
Air merupakan bahan makanan sangat penting karena air dapat
mempengaruhi tekstur serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan baku

19
akan mempengaruhi tekstur produk akhir food bar. Berdasarkan Tabel 2 kadar air
tertinggi yakni pada tepung kedelai. Kadar air tepung pisang sebesar 10,95% dan
tepung ubi ungu 10,75%. Menurut Winarno (2008) batas kadar air minimum
dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14 - 15% (bb). Kadar air maksimal
yang ditetapkan SNI untuk tepung-tepungan, seperti pada SNI tepung terigu (SNI
3571, 2009) sebesar 14,5% (bb). Hal ini menunjukkan bahwa tepung-tepungan
yang digunakan dalam pembuatan food bar cukup baik dan memenuhi standar.
Kadar air buah pisang yang digunakan sebesar 64,98%. Kadar air buah pisang
dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah. Semakin tinggi tingkat kematangan,
semakin tinggi kadar air buah pisang. Pembuatan food bar menggunakan buah
pisang nangka matang dengan parameter briks 26 - 31° briks.
2. Kadar Abu
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kadar abu memiliki hubunga dengan mineral suatu bahan. Penentuan kadar abu
adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu
sekitar 550°C kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut (SNI 012891-1992, 1992). Kadar abu terbesar diantara
tepung kacang-kacangan tersebut berasal dari tepung kedelai. Hal ini dikarenakan
kedelai merupakan sumber vitamin dan mineral yang tinggi. Kandungan vitamin
pada kedelai terdiri dari thiamin, riboflavin, niasin dan karoten. Kedelai juga
merupakan sumber mineral yang baik yaitu Ca, Fe, Cu, Mg dan Na. Kadar abu
tepung pisang sebesar 2,19%, tepung ubi ungu 2,91%, dan pisang nangka 1,05%.
Tepung pisang memiliki kandungan abu lebih tinggi dibandingkan pure pisang.
Hal ini dikarenakan perbedaan tingkat kematangan buah. Tepung pisang
menggunakan bahan baku pisang nangka tua tetapi belum matang, dan pure
pisang menggunakan pisang nangka matang. Pada pisang kandungan mineral
adalah mineral kalium (PKBT IPB, 2005). Tepung yang dihasilkan dari beberapa
varietas ubi jalar di Indonesia memiliki kandungan abu rata-rata 417%, dengan
kisaran antara 2,58 - 5,31%. Tepung ubi jalar yang dihasilkan memiliki kadar abu
yang masuk dalam kisaran tersebut.

20
3. Kadar Protein
Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena
berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh tetapi juga sebagai zat pembangun dan
pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan
ikatan peptida, molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 2008).
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kadar protein tepung kecipir
pada penelitian ini 41,57% lebih tinggi dibandingkan yang pernah diungkapkan
oleh Amoo, dkk., (2006) yang menyatakan kecipir memiliki kandungan protein
sebesar 33,83%. Tepung kacang kecipir memiliki nilai protein tertinggi. Tepung
kacang kedelai yang dianalisis kadar protein dalam penelitian ini sebesar 37,56 %.
Tepung kacang koro pedang yang dianalisa memiliki kadar protein 31,40%
sedikit lebih tinggi dibandingkan tepung kacang koro kratok yaitu 10,6 - 30,9%
dan lebih rendah dibandingkan tepung kacang koro komak yaitu 41,8 - 58, 4%.
Tepung kacang hijau memiliki kandungan protein sebesar 23,25%. Tepung pisang
nangka yang digunakan dalam penelitian memiliki kadar protein (2,18%) lebih
rendah dibandingkan tepung pisang ambon (3,29 %), tepung pisang tanduk
(2,97%), tepung pisang kepok (2,60%) dan tepung pisang biji (8,25%). Tepung
ubi jalar ungu memiliki kadar protein 4,68%.
4. Kadar Lemak
Lemak merupakan salah satu kelompok yang termasuk lipida. Lemak pada
produk makanan berfungsi untuk memberikan tekstur empuk, halus dan berlapis-
lapis. Pada pembuatan food bar, sumber lemak diperoleh dari tepung kacang-
kacangan yang digunakan dan margarin.
No. Bahan Penyusun Lemak (persen bb)

1. Tepung kedelai 17,30


2. Tepung Kacang Hijau 2,61
3. Tepung Koro 4,66
4. Tepung Kecipir 18,73
5. Tepung Pisang 3,54
6. Tepung Ubi Ungu 0,43
7. Pisang Nangka 0,06
8. Gula pasir 0,00

21
9. Margarin 81,00
10. Garam 0

Kadar lemak tepung kacang kedelai yang diperoleh cukup kecil jika
dibandingkan hasil penelitian Noegroho (2008) sebesar 22,98. Kadar lemak
kecipir yang diperoleh lebih tinggi daripada hasil penelitian Amoo, dkk.,(2006)
yaitu 17,51 persen. Kadar lemak tepung kacang koro pedang yang digunakan pada
penelitian ini yaitu 4,66 persen lebih tinggi dibandingkan tepung kacang koro
komak (0,3 persen) dan kacang koro kratok (0,5 - 1,6 persen) (Nafi dkk., 2006).
Kadar lemak tepung pisang nangka hasil analisa adalah 3,54 persen lebih tinggi
dibandingkan tepung pisang ambon, tepung pisang tanduk, tepung pisang kapok
dan tepung pisang biji yang diteliti oleh Palupi, (2012). Hal ini diduga akibat
perlakuan perendaman pada penelitian tersebut. Kadar lemak tepung ubi jalar
ungu hasil analisa yaitu 0,43 persen lebih rendah dibandingkan dengan kadar
lemak ubi jalar ungu yang digunakan oleh Ambarsari, dkk., (2009) yaitu 5,31
persen.
5. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom karbon,
hidrogen dan oksigen, dan pada umumnya unsur hidrogen dan oksigen dalam
komposisi menghasilkan H2O. Karbohidrat memiliki peranan penting dalam
menentukan karakteristik bahan makanan, seperti rasa, warna, tekstur dan lain-
lain. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama walaupun jumlah kalori yang
dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya 4 Kal (kkal) bila dibanding protein dan
lemak. Karbohidrat dalam tubuh berguna untuk memecah protein tubuh yang
berlebihan dan membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 2008).

No. Bahan Penyusun Karbohidrat (persen bb)

1. Tepung kedelai 32,24


2. Tepung Kacang Hijau 62,11
3. Tepung Koro 54,66
4. Tepung Kecipir 29,72
5. Tepung Pisang 81,13
6. Tepung Ubi Ungu 81,22

22
7. Pisang Nangka 31,03
8. Gula pasir 94,00
9. Margarin 0,40
10. Garam 0

Tepung kacang hiaju memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi


dibandingkan tepung kacang-kacangan yang lainnya. Kadar karbohidrat tepung
kacang hijau (62,11 persen) mendekati kadar karbohidrat berdasarkan Mubarak
(2005), yaitu 62,30 persen dalam penelitian mengenai komposisi nutrisi dan faktor
anti nutrisi kacang hijau yag dipengaruhi oleh beberapa proses pengolahan
tradisional. Tepung kacang kedelai memiliki kandungan karbohidrat sebesar 32,24
persen lebih tinggi dibandingkan yang digunakan oleh Noegroho (2008) yaitu
sebesar 25,77 persen. Menurut Sudiyono (2010) kacang koro pedang memiliki
kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 60,1 persen, sementara pada hasil
analisa tepung kacang koro pedang diperoleh kandungan karbohidrat sebesar
54,66 persen. Penurunan nilai karbohidrat diduga akibat proses penepungan yang
dilakukan. Kacang kecipir memiliki kadar karbohidrat 25,2 - 38,4 persen
(Haryoto, 1996) dan tepung kecipir yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah
29,72 persen masih berada dalam kisaran nilai karbohidrat tersebut.
Karbohidrat tersusun atas pati, gula, dan serat kasar. Dalam penelitian
pembuatan food bar sebagai pangan darurat menggunakan bahan baku utama
karbohidrat berupa pure pisang, tepung pisang, dan tepung ubi jalar. Tepung
pisang nangka memiliki kandunggan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan
pure pisang. Hal ini diakibatkan perbedaan tingkat kematangan pisang yang
digunakan. Tepung pisang menggunakan pisang nangka tua tetapi belum matang,
dan pure pisang yang digunakan berasal dari pisang matang. Selama proses
kematangan kandungan pati yang merupakan bagian dari karbohidrat terhidrolisis
menjadi gula-gula sederhana sehingga kandungan patinya menurun. Kandungan
karbohidrat pada tepung pisang nangka mentah masih cukup tinggi disebabkan
oleh tingginya pati yang ada dalam tepung pisang (Crowther, 1979).
Menurut Ambarsari, dkk., (2009) kandungan karbohidrat rata-rata pada
tepung yang dihasilkan dari beberapa jenis ubi jalar di Indonesia adalah 83,8

23
persen. Pada penelitian ini, tepung ubi jalar yang digunakan memiliki kadar
karbohidrat 81,12 persen. Perbedaan kandungan karbohidrat ini perkirakan akibat
perbedaan varietas ubi jalar
6.2.2 Formulasi dan Perhitungan Perkiraan Nilai Energi Food Bar
Produk pangan darurat harus memenuhi kebutuhan energi 2.100 kkal/hari.
Menurut Zoumas, dkk., (2002), produk pangan darurat memiliki kandungan
protein sebesar 10 - 15%, kandungan lemak sebesar 35 - 45% serta kandungan
karbohidrat sebesar 40 – 50% dari total energi. Konsumsi produk pangan darurat
diasumsikan sebanyak 3 kali dalam sehari. Penelitian ini, food bar yang dibuat
memiliki berat 20 g/ produk. Kandungan energi per bar-nya sekitar 105 kkal
sehingga untuk takaran saji disarankan 6 - 7 bars untuk memenuhi energi sebesar
700 kkal. Formula lengkap food bar yang disusun berdasarkan hasil karakterisasi
bahan baku dan perhitungan kesetimbangan masa dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa untuk mendapatkan jumlah energi
yang diperoleh relatif sama dengan pemakaian jenis kacang yang berbeda-beda
diperoleh jumlah tiap komponen food bar yang berbeda-beda. Pemakaian tepung
kacang kedelai, tepung kacang hijau, tepung kacang koro pedang, dan tepung
kacang kecipir berturut-turut dalam pembuatan food bar adalah 27,50 persen,
41,63 persen, 3,38 persen, dan 25,13 persen. Dapat diketahui bahwa penggunaan
kacang hijau lebih banyak dibandingkan penggunaan jenis kacang lainnya (41,63
%) dan penggunaan kacang kecipir paling sedikit dibandingkan ketiga jenis
kacang lainnya (27,5 %). Hal ini disebabkan oleh perbedaan kandungan protein
tiap jenis kacang-kacangan. Kacang hijau memiliki kandungan protein terendah
dibandingkan kacang-kacang lainnya yaitu 23,35% sedangkan kacang kecipir
memiliki kandungan protein yang leih tinggi dibandingkan dengan jenis kacang
lainnya. Kandungan karbohidrat kacang hijau yang lebih tinggi dibandingkan
jenis kacang lainnya mengurangi penggunaan tepung pisang, pure pisang, dan
gula sebagai penyuplai karbohidrat pada food bar kacang hijau.
Kacang kecipir selain memiliki kandungan protein yang lebih tinggi
dibandingkan jenis kacang lainnya, juga memiliki kadar lemak yang tinggi yaitu
18,73%. Hal ini menyebabkan pada penurunan jumlah margarine yang digunakan

24
sebagai penyuplai kadar lemak utama pada pembuatan food bar. Food bar kecipir
menggunakan margarine sebanyak 4,5%. Food bar kacang kedelai memiliki
kandungan lemak yang tinggi sebasar 17,0% berakibat pada penggunaan
margarine yang lebih sedikit yaitu 14,29%.
6.2.3 Karakterisasi Produk Food Bar
Food bar berbahan baku aneka kacang-kacangan yang dihasilkan memiliki nilai
makronutrien dan kalori seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut
Parameter Jenis food bar
(persen) kacan koro kecipi
Kacan
g pedan r
g
kedela g
hijau
i
Kadar air 6,05 4,21 3,36 5,07

Kadar abu 3,01 3,06 2,74 1,67


Kadar 13,08 13,16 13,40 12,2
Protein 7
Kadar 19,55 19,11 22,38 21,4
lemak 5
Kadar 58,3 60,44 57,86 59,5
karbohidr 1
at
Kadar 1,37 0,96 2,07 1,55
serat kasar

Kadar air keempat food bar yang dihasilkan berkisar antara 3,36 - 6,05
persen. Dalam penelitian ini, menetapkan kadar air food bar maksimal 10 persen
bertujuan untuk meningkatkan umur simpan produk seperti yang dilakukan
Luthfiyanti, dkk., (2011). Perbedaan jumlah kadar air diduga akibat perbedaan
kadar air awal tiap-tiap adonan food bar karena perbedaan formulasi yang
digunakan.
Penentuan kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam food
bar dan berhubungan erat dengan kandungan gizi suatu bahan. Berdasarkan hasil

25
analisa Tabel 3 dapat diketahui bahwa kadar abu food bar keempat perlakuan
sebesar 1,67 - 3,06 persen. Kadar abu food bar keempat perlakuan berbeda-beda
disebabkan kadar abu keempat jenis kacang yang digunakan berbeda-beda dan
jumlah yang ditambahkan pada tiap formulasi berbeda-beda. Kadar abu yang
terdapat dalam food bar ini menunjukkan jumlah mineral yang terkandung di
dalamnya.
Kacang-kacangan merupakan sumber protein utama yang digunakan pada
pembuatan food bar. Keempat food bar yang dihasilkan memiliki kadar protein
sebesar 12,27 - 13,40 persen. Kadar protein keempat food bar ini tidak jauh
berbeda. Hal ini dikarenakan pada saat formulasi dilakukan perhitungan perkiraan
nilai energi food bar agar mendekati standar nilai protein pangan darurat yang
dianjurkan yaitu 10 - 15 persen dari total energi. Kadar protein yang dihasilkan
mendekati kadar protein food bar yang dihasilkan oleh Christian, (2011) yaitu
12,85 persen dalam penelitiannya mengenai pangan darurat dengan penambahan
inulin dan juga mendekati kadar protein food bar yang terbuat dari pisang
campuran dengan tepung singkong dan terigu oleh Ferawati, (2009) yaitu 14,15
persen.
Lemak keempat food bar berkisar antara 19,11 – 21,45 persen dan
karbohidrat berkisar antara 57,86 – 60,44 persen. Kadar lemak keempat food bar
yang dihasilkan tidak jauh berbeda, begitu pula dengan kadar karbohidratnya.
Hal ini disebabkan karena formulasi produk dilakukan berdasarkan kandungan
makronutrien bahan baku (protein, lemak, karbohidrat) yang dihitung mendekati
dengan standar pangan darurat yang dianjurkan (Zoumas, dkk., 2002). Kandungan
lemak yang terdapat dalam banana bars berasal terutama dari lemak margarin.
Kandungan karbohidrat food bar terutama disuplai oleh penggunaan pure pisang,
tepung pisang, dan gula.
Serat kasar merupakan bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu
asam sulfat (H SO 1,25 persen) dan natrium hidroksida NaOH (1,25 persen)
(Muchtadi, 2001). Nilai serat kasar lebih rendah daripada serat makanan karena
H2SO4 dan NaOH mempunyai kemampuan lebih besar untuk

26
menghidrolisis komponen makanan dibanding dengan enzim pencernaan
(Muchtadi, 2001). Tabel 3 menunjukkan kadar serat kasar food bar berbagai
perlakuan yang berkisar antara 0,96 - 2,07 persen. Perbedaan nilai serat kasar ini
disebabkan oleh perbedaan jenis kacang-kacangan yang digunakan serta jumlah
yang ditambahkan pada formulasi food bar sebagai pangan darurat.
Kandungan energi dari pangan darurat harus memenuhi kebutuhan energi
per hari. Menurut asupan nutrisi yang direkomendasikan dan dilaporkan dari
Amerika dan Kanada, kandungan nutrisi dari pangan darurat harus sesuai dengan
standar yang ada yaitu sekitar 2100 kkal (IOM, 1995). Informasi kebutuhan energi
per orang di dalam satu hari dapat dijadikan dasar untuk membuat prototipe
pangan darurat (Zoumas, dkk., 2002).
Pangan darurat harus memenuhi kebutuhan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh
(2100 kkal) dari berbagai komponen makronutrien penyumbang energi dengan kadar
air yang rendah. Kandungan energi dari EFP (Emergency Food Product) dapat dilihat
pada Tabel 4
Food bar Sumbangan energy (persen)/total energi
Total energi
Protein Lemak Karbohidrat

(Kkal)
Kedelai 483.41 11.33 38.11 50.43
Kacang 487.94 11.28 36.87 51.83
hijau
Koro pedang 519.02 11.03 41.40 47.57
Kecipir 508.36 10.22 40.21 49.56
Standar 466.67 10-15 35-45 40-50
pangan
darurat
Tabel 4. Nilai Energi Food bar Per 100 Gram Bahan
Protein merupakan salah satu penyusun makronutrien penyusun bahan
pangan. Kandungan protein dalam pangan darurat yang direkomendasikan adalah
10 - 15 persen dari total energi atau sekitar 7,9 gram per 50 gram. Jumlah ini
direkomendasikan untuk menghindari timbulnya gangguan pada ginjal dan rasa
haus yang berlebihan (Zoumas, dkk., 2002). Winarno (2002) mengemukakan
bahwa batas minimal konsumsi protein sebesar 10 persen dari jumlah energi total,

27
diperlukan untuk menjamin agar mampu melindungi ketahanan tubuh terhadap
serangan berbagai penyakit. Food bar berbahan baku kacang-kacangan yang
dihasilkan memiliki sumbangan energi dari protein sebesar 10,22-11,33 persen
dengan penambahan jumlah sumber protein yaitu kacang-kacangan yang berbeda-
beda. Hal ini sesuai dengan standar yang dianjurkan.
Komponen makronutrien lain yaitu kandungan lemak. Jumlah lemak yang
direkomendasikan oleh Zoumas, dkk., (2002) adalah 35 - 45 persen dari total
kalori yang dibutuhkan atau sekitar 9 - 12 gram per 50 gram. Bila jumlah lemak
lebih dari 45 persen total energi maka produk akan menjadi kurang stabil. Food
bar berbahan baku kacang-kacangan yang dihasilkan memiliki sumbangan
energy sebesar sebesar 35,45 - 41,40 persen. Hal ini sesuai dengan standar yang
dianjurkan.
Karbohidrat memberikan sumbangan energy sebesar 49,56 – 51,83 persen.
Secara umum jumlah ini masih masuk dalam kisaran kandungan karbohidrat
yang disarankan yaitu 40 - 50 persen dari total energy (Zoumas, dkk., 2002).
Food bar kacang hijau memiliki sumbangan energi yang sedikit melebihi
standar yaitu 51,83 persen. Hal ini disebabkan oleh kacang hijau yang memiliki
kandungan karbohidrat cukup tinggi (62,11 persen) disamping kandungan
proteinnya.

28
BAB 5. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah foodbar sebagai


produk pangan darurat yang menggunakan bahan baku kacang-kacangan yang
bersumber protein. Kacang-kacangan yang digunakan berupa kacang kedelai,
kacang koro pedang kacang kecipir, dan kacang hijau. Foodbar juga terbuat dari
tepung pisang, pure pisang, tepung ubi, margarin, gula pasir, dan garam. Tepung
kacang kedelai, kacang hijau, kacang koro, dan kacang kecipir memiliki kadar
protein yang berturut-turut 37,58; 23,25; 31,40; dan 41,57%. Pemakaian tepung
kacang koro, kacang kecipir, kacang kedelai, dan kacang hijau secara berturut-
turut yaitu 3,38%; 25,13%; 27,50; dan 41,63. Foodbar yang dihasilkan sesuai
dengan kriteria pangan darurat yaitu mengandung energi dari protein 10-15%,
energi dari lemak 35-45%, dan energi dari karbohidrat 40-50%. Hasil yang
diperoleh dari foodbar ialah 10,22-11,33% energi dari protein, 35,45-41,40%
sumbangan energi dari lemak, dan 49,56-51,83% energi dari karbohidrat.

29
7 DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Abdul. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta : Gadjahmada University


Press.

[AOAC] Association of Official of Analytical Chemist. 1995. Official Methods of


The Association of Official Chemist. Virginia: AOAC Inc.Bintang, M.
2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.

Dostalova, P. K. 2009. The Changes of - Galaktosidase during Germination and


High Pressure Treament of Legume Seeds. Czech J. Food Sience, S76.

J.Dostalova, P. K. 2009. The Changes of - Galaktosidase during Germination and


High Pressure Treament of Legume Seeds. Journal Food Chemistry.,
89:489–495.

Klein, H.W. Lane, K.S. Marsh, M. Toluanen. 2002. High Energy, Nutrient-Dense
Emergency Relief Product. Washington DC: National Academy Press.
IOM (Institue of Medicine). 1995. Estimated Mean per Capita Energy
Requirements for Planning Energy Food Aid Rations. Washington:
National Academy Press.

M. Marto, Z. M. 2010. The Role of Sprouts in Human Nutrition a review. Acta


Univ. Sapientiae, Alimentaria . Vol 82.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Bandung: UI Press.

Ratnaningsih et al. 2009. Pengaruh Jenis Kacang Tolo, Proses Pembuatan Dan
Jenis Inokulum Terhadap Perubahan Zat-Zat Gizi Pada Fermentasi
Tempe Kacang Tolo. Jurnal Penelitian Saintek. Vol. 14 (1): 97-128

Retno et al. 2005. Pembuatan Keju Dari Susu Kacang Hijau Dengan Bakteri
Lactobacillus Bulgaricus. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. 4 (2)
:58 – 63

Rukmana, Rahmat dan Yuniarsih, Yuyun. 2000. Kacang Tunggak. Yogyakarta:


Kanisius.

Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik Stereokimia, Karbohidrat, Lemak, dan


Protein. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soeprapto, H.S., 1992. Bertanam Kacang Hijau. Jakarta : Penebar Swadaya.

Suhardjo, dkk. 1986. Pangan, Gigi dan Pertanian. Jakarta: UI Press.

30
Susilawati. 2011. Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul. Yogyakarta: Graham
Ilmu.

Thomas, A.N.S. 1992. Tanaman Obat Tradisional 2. Yogyakarta : Kanisius.

Winarno. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakatra: Gramedia Pustaka Utama.

Yuwono, T. 2005. Biologi Molekular. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Zoumas, B. L, L.E. Amstrong., J.R. Backstrand, W.L. Chenoweth, P. Chnachoti,


B.P.

31

Anda mungkin juga menyukai