Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TEKNOLOGI PANGAN


PENGOLAHAN SUSU KEDELAI

Dosen Pembimbing : Zulfiana Dewi, SKM., MP


Rahmani, STP., MP
Ir. Hj. Ermina Syainah, MP

Disusun Oleh :
RAUDATUL JANNAH
P07131218075

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2019/2020
Praktikum : Ilmu Teknologi Pangan
Pertemuan : 2 ( Kedua )
Judul Praktikum : Pembuatan Susu Kedelai
Hari/Tanggal : Rabu, 29 Januari 2020
Tempat : Lab. ITP
Dosen Pembimbing : 1. Zulfiana Dewi, SKM., MP
2. Rahmani, STP., MP
3. Ir. Hj. Ermina Syainah, MP

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung.
Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati utama bagi masyarakat.
Pada awalnya tanaman kedelai merupakan tanaman sub tropika hari pendek, namun
setelah didomestikasi dapat mengghasilkan banyak kultivar lokal. Para pemulia
tanaman pun telah mengintroduksi kultivar yang dapat beradaptasi terhadap lintang
yang berbeda. Kemampuannya untuk ditanam dimana saja adalah keunggulan utama
tanaman ini (Zulfikar Ikhsan dkk, 2016).
Kedelai merupakan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting
peranannya dalam kehidupan. Kedelai mengandung 35% protein sedangkan kadar
protein pada varietas unggul dapat mencapai 40-43%. Kebutuhan protein sebesar 55
gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari kedelai sebanyak
157,14 gram (Radiyati, 1992) (Arfini Hidayanti, 2014).
Melimpahnya kedelai dan melihat kandungan gizinya mendorong masyarakat
untuk mengembangkan pemanfaatannya secara maksimal. Salah satu bentuk
pengolahan buah sukun yang kini banyak dikembangkan adalah susu kedelai. Susu
kedelai cocok untuk digunakan sebagai bahan dalam subtitusi susu sapi. Susu
kedelai merupakan larutan sari kacang kedelai yang kaya akan protein larut air,
karbohidrat, dan minyak (Zulfikar Ikhsan dkk, 2016).
Susu kedelai merupakan susu olahan dari bahan nabati yaitu kacang kedelai,
ada yang mengatakan bahwa kandungan zat gizi susu kedelai dapat digunakan
sebagai alternatif untuk susu formula bagi anak. Kandungan zat gizi yang penting
bagi tubuh adalah lemak nabati, karbohidrat, serat, vitamin A, bitamin b1, vitamin
B2, vitamin E, mineral, polisakarida, isovlafon dan HDL. Lemak nabati sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia, sedangkan karbohidrat merupakan sumber energi
atau tenaga bagi tubuh manusia, serat sangat penting untuk membantu pencernaan
manusia agar dapat lancar. Pada kedelai terdapat karoten yang merupakan bahan
dasar untuk pembentukan vitamin ini sangat penting untuk membantu
kelancaran fungsi organ penglihatan dan pertumbuhan tulang. High Density
Lipoprotein pada kedelai mampu menahan terjadinya pengapuran. Kalau
diperhatikan saat ini banyak susu kedelai yang beredar dengan berbagai macam
rasa dan aroma, serta tidak berbau langu, sehingga masyarakat banyak yang
menyukai. Fenomena itulah yang membuat mahasiswa tertarik untuk mendalami
dan mempraktekkan pembuatan susu kedelai (Haikal Atharika Zumar, 2017).
1.2 Tujuan Praktikum
1. Membuat susu kedelai
2. Menghitung rendemen susu kedelai
3. Mengukur padatan terlarut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai
Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat
penting karena gizinya, aman dikonsumsi, dan harganya yang relatif murah
dibandingkan dengan sumber protein hewani. Di Indonesia, kedelai umunnya
dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan seperti tahu, tempe, susu kedelai dan
berbagai bentuk makanan ringan (Damardjati dkk, 2005) (Uli Astuti, 2014).
Kedelai yang dikenal sekarang termasuk dalam famili Leguminosae (kacang-
kacangan). Menurut Cahyadi (2009), klasifikasi lengkap kedelai sebagai berikut:
Nama ilmiah : Glycine max (L) Merill
Species : Max
Genus : Glycine
Sub famili : Papilionoideae
Famili : Leguminosae
Ordo : Polypetales
2.1.1 Komposisi
Diantar jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein yang
paling baik. Di samping itu, kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber
lemak, vitamin, mineral dan serat. Komposisi rata-rata kedelai dalam bentuk
biji kering dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Komposisi kimia kedelai kering per 100 g
Komponen Jumlah
Kalori (kkal) 331,0
Protein (g) 34,9
Lemak (g) 18,1
Karbohidrat (g) 34,8
Kalsium (mg) 227,0
Fosfor (mg) 585,0
Besi (mg) 8,0
Vitamin A (SI) 110,0
Vitamin B1 (mg) 1,1
Air (g) 7,5

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)

2.1.2 Pengolahan Kedelai


Menurut Soemardi dan Thahir (1993), produk olahan kedelai dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu makanan nonfermentasi dan
makanan fermentasi. Pengolahan kedelai secara nonfermentasi misalnya tahu,
kembang tahu susu kedelai, tepung dan bubuk kedelai, konsentrat dan isolat
protein kedelai, daging sintetik dan minyak kedelai. Sedangkan pengolahan
kedelai secara fermentasi contohnya tempe, kecap, tauco, soygurt dan keju
kedelai (Koswara, 1992) (Arfini Hidayanti, 2014).
2.1.3 Faktor-faktor Penghambat pada Pengolahan Kedelai
Masalah utama dalam pengolahan kedelai adalah terdapatnya senyawa
anti gizi dan senyawa penyebab off-flavor. Kehadiran dua kelompok senyawa
tersebut dalam produk olahan kedelai dapat menyebabkan penurunan mutu
bahkan tidak layak dikonsumsi manusia. Berikut ini beberapa faktor
penghambat pada pengolahan kedelai menurut Koswara (1992) :
a. Antitripsin
Antitripsin adalah suatu jenis protein yang menghambat kerja enzim
tripsin di dalam tubuh. Enzim tripsin merupakan enzim yang penting
dalam pencernaan protein. Aktivitas antitripsin pada kedelai dapat
dihilangkan dengan cara perendaman yang diikuti pemanasan. Pemanasan
dilakukan dengan cara perebusan, pengukusan, atau menggunakan
otoklaf.
b. Hemaglutinin
Hemaglutinin atau lektin adalah suatu glukoprotein yang dapat
menyebabkan penggumpalan sel darah merah. Penggumpalan sel darah
merah biasanya terjadi dalam usus halus, sehingga penyerapan zat-zat gizi
terganggu yang akan menyebabkan pertumbuhan terhambat.
c. Asam Fitat
Asam fitat termasuk ke dalam senyawa antigizi karena dapat mengkelat
(mengikat) elemen mineral terutama seng, kalsium, magnesium, dan besi
sehingga akan mengurangi ketersediaan mineral-mineral tersebut secara
biologis. Menurut Kakade (1974) dalam Koswara (1992), asam fitat juga
dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks sehingga
kecepatan hidrolisis protein menjadi terhambat. Kandungan asam fitat
dalam biji kedelai tersebar merata dalam semua bagian biji, dan
jumlahnya tidak dapat diturunkan dengan pemanasan. Asam fitat dapat
dihidrolisis oleh enzim fitase menjadi inositol dan asam posfat. Enzim
fitase dalam kedelai dapat diaktifkan dengan perendaman dalam air
hangat.
d. Penyebab Bau Langu (Beany flavor)
Bau dan rasa langu merupakan salah satu masalah dalam pengolahan
kedelai. Rasa langu yang tidak disukai ini dihasilkan oleh adanya enzim
lipoksigenase pada kedelai. Hal ini terjadi karena enzim lipoksigenase
mengoksidasi lemak. Khususnya asam lemak tidak jenuh yang banyak
terdapat dalam kedelai. Oksidasi lemak dapat menghasilkan senyawa-
senyawa penyebab bau langu, yang tergolong dalam kelompok heksanal
dan heksanol. Senyawa tersebut dalam konsentrasi rendah sudah dapat
menyebabkan bau langu, misalnya konsentrasi 1-heksanal sebesar 4,5 ppb
sudah dapat menyebabkan bau langu. Untuk mencegah timbulnya bau
langu pada saat pengolahan kedelai maka sebaiknya kedelai digiling
dengan air mendidih (suhu tinggi) karena dalam suhu tinggi enzim
lipoksigenase menjadi tidak aktif. Sementara itu Astawan (1991)
menyatakan bahwa penambahan natrium bikarbonat juga dapat
mengurangi bau langu.
e. Penyebab Rasa Pahit dan Rasa Kapur
Disamping bau dan rasa langu, faktor penyebab off-flavor yang lain
dalam kedelai adalah rasa pahit dan rasa kapur yang disebabkan oleh
adanya senyawa-senyawa glikosida dalam biji kedelai. Diantara glikosida
tersebut, soyasaponin dan sapogenol merupakan penyebab utama rasa
pahit dalam kedelai dan produk-produk kedelai nonfermentasi. Sedangkan
penyebab rasa kapur adalah adanya isoflavon dan gugus aglikonnya.
Saponin dapat larut dalam air panas dan alkohol, dengan demikian
pengolahan kedelai dengan air panas atau alkohol dapat mengurangi rasa
pahit. Untuk mencegah rasa pahit dapat dilakukan dengan perlakuan
panas dan pengaturan pH.
2.2 Susu Kedelai
Susu kedelai merupakan minuman bergizi tinggi dan sejak abad ke-2 sebelum
Masehi sudah dibuat di Cina. Dari Cina kemudian berkembang ke Jepang dan
setelah Perang Dunia II berkembang ke negara-negara Asean (Koswara,1992). Susu
kedelai adalah produk minuman seperti susu sapi, tetapi dibuat dari ekstrak kedelai.
Susu kedelai diperoleh dengan cara penggilingan biji kedelai yang telah direndam
dalam air. Hasil penggilingan kemudian disaring untuk diperoleh filtrat, yang
kemudian dididihkan dan diberi bumbu untuk meningkatkan rasanya (Santoso,
2009). Menurut Radiyati (1992), susu kedelai merupakan minuman yang bergizi
karena kandungan proteinnya tinggi. Selain itu susu kedelai juga mengandung
lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi,provitamin A, Vitamin B kompleks
(kecuali B12), dan air. Menurut Liu (1997), pada dasarnya susu kedelai adalah hasil
ekstraksi kedelai oleh air, dimana penampakan dan komposisinya sangat mendekati
susu sapi (Arfini Hidayanti, 2014).
Kelebihan susu kedelai adalah tidak mengandung laktosa sehingga susu ini
cocok dikonsumsi penderita intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak
mempunyai enzim lactase dalam tubuhnya (Cahyadi, 2007). Untuk meningkatkan
kandungan gizinya, susu kedelai dapat diperkaya dengan vitamin dan mineral yang
dibutuhkan tubuh. Perbandingan antara susu kedelai dan susu sapi dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi susu kedelai dan susu sapi per 100 gram
Komponen Susu Kedelai Susu Sapi
Kalori (kal) 41 61
Protein (g) 3,5 3,2
Lemak (g) 2,5 3,2
Karbohidrat (g) 5 4,3
Kalsium (mg) 50 143
Fosfor (mg) 45 60
Besi (mg) 0,7 133
Vitamin A (SI) 200 130
Vitamin B1 (mg) 0,08 0,03
Vitamin C (mg) 2 1
Air (g) 87 88,3
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, (1992).
2.2.1 Syarat Susu Kedelai
Menurut Koswara (1992), untuk memperoleh susu kedelai yang baik dan
layak dikonsumsi manusia, diperlukan persyaratan sebagai berikut:
a. Bebas dari Rasa Langu
Rasa langu (Beany Flavor) merupakan rasa khas kedelai mentah, yang
umumnya tidak disenangi oleh beberapa golongan masyarakat. Beany
flavor ini merupakan faktor intrinsik yang disebabkan oleh kerusakan
oksidatif asam lemak tak jenuh karena aktivitas enzim lipoksigenase
(Smith dan Circle, 1972). Enzim tersebut mengoksidasi lemak sewaktu
dinding sel pecah oleh penggilingan terutama jika penggilingan dilakukan
secara basah dengan suhu dingin. Reaksi tersebut menghasilkan paling
sedikit delapan senyawa volatil penyebab bau langu. Menurut Smith dan
Circle (1972), enzim lipoksigenase yang terdapat di dalam kedelai akan
mengoksidasi lipid dan menghasilkan etil-fenil-keton yang dapat
menyebabkan langu pada kedelai tersebut.
Enzim lipoksigenase mudah rusak karena panas. Oleh karena itu untuk
mencegah bau dan rasa langu dapat dilakukan dengan:
1. Menggunakan air panas (suhu 80-100°C) pada saat penggilingan
kedelai.
2. Merendam kedelai dalam air panas (suhu 80°C) selama 10-15
menit, sebelum kedelai digiling.
b. Bebas Antitripsin
Agar bebas antitripsin, kedelai direndam dalam air atau larutan NaHCO3
0,5% selama semalam (8-12 jam) yang diikuti dengan blanching
menggunakan air mendidih selama 30 menit.
c. Stabilitas Koloid yang Mantap
Untuk mendapatkan susu kedelai dengan stabilitas koloid yang baik,
dapat dilakukan dengan cara:
1. Menambahkan zat pengemulsi (emulsifier)
Di dalam susu kedelai terdapat bahan padat yang dapat larut dan tidak
larut dalam air. Bahan-bahan tersebut dapat membentuk suspensi yang
stabil karena adanya lesitin dalam kedelai yang berperan sebagai
emulsifier alami. Tetapi pada susu kedelai yang akan dibotolkan,
sebaiknya ditambah emulsifier komersial seperi CMC (Carboxy
Methyl Cellulose) atau Tween 80.
2. Pengaturan suhu pengolahan dan penyimpanan
Penggilingan dengan air panas (90-100°C) menghasilkan koloid yang
lebih baik dibandingkan dengan penggilingan dingin (30°C).
Penyimpanan pada ruang/lemari pendingin dapat menjaga stabilitas
koloid susu kedelai. Menurut hasil penelitian, susu kedelai yang
dipasteurisasi dan kemudian disimpan pada suhu 4°C mempunyai
stabilitas yang mantap dan tidak terjadi kerusakan setelah
penyimpanan selama 2 bulan.
3. Homogenisasi
Homogenisasi adalah suatu proses untuk mendapatkan ukuran globula
lemak yang seragam. Peralatan untuk homogenisasi disebut
homogenizer. Untuk menghasilkan susu kedelai dengan stabilitasyang
baik, homogenisasi dilakukan dua kali dengan tekanan yang berbeda.
4. Pengaturan kadar protein
Jika kadar protein susu kedelai 7% atau lebih, susu kedelai akan lebih
kental dan membentuk gumpalan jika dipanaskan, sehingga kurang
disukai konsumen. Untuk mendapatkan susu kedelai yang baik (tidak
menggumpal jika dipanaskan), maka kadar protein susu kedelai harus
kurang dari 7%. Keadaan ini diperoleh dengan penambahan air pada
bubur kedelai hasil penggilingan sehingga rasio air dan kedelai
menjadi 10:1. Dengan cara ini diperoleh kadar protein sebesar 3-4%.
Selain syarat tersebut di atas, di Indonesia ada standar atau syarat mutu
susu kedelai telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional dalam SNI
(1995). Syarat mutu susu kedelai dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Syarat Mutu Susu Kedelai
No Kriteria Uji Persyaratan
1
Keadaan:
Bau Normal
Rasa Normal
Warna Normal

2 pH 6,5 – 7,0
3 Protein (%) Min. 2,0
4 Lemak (%) Min. 1,0
5 Total padatan (%) Min. 11,50
6 Keasaman (dihitung sebagai asam
0,5-2,0
laktat
7 Cemaran Logam:
Timbal (mg/kg) Maks. 0,2
Tembaga (mg/kg) Maks. 2,0
Timah (mg/kg) Maks. 40,0
Raksa (mg/kg) Maks. 0,03
Arsen (mg/kg) Maks. 0,1
Seng (mg/kg) Maks. 5,0
8 Cemaran Mikroba:
Angka lempeng total (koloni/ml) Maks. 2 x 102
Salmonella Negatif
Staphilococcus aerus Negatif
Escheresia coli (APM/ml) <3
Vibrio sp. Negatif
Kapang (koloni/ml) Maks. 50
Sumber: Standar Nasional Indonesia (1995)
2.2.2 Fungsi Tahapan Pembuatan Susu Kedelai
Menurut Koswara (2009), pada pembuatan susu kedelai, terdapat tahapan-
tahapan yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Penghancuran
Penghancuran bertujuan untuk mengurangi aktivitas enzim lipoksidase
(penyebab bau langu pada kedelai) dengan mesin penggiling dan mesin
penghancur berkecepatan tinggi. Penghancuran dapat menghambat
aktivitas enzim lipoksidase dengan mengalirkan air panas secara terus
menerus selama proses pengancuran.
2. Pengenceran
Pengenceran dilakukan untuk mendapatkan cairan sari kedelai (bakal susu
kedelai) dengan protein kurang dari 7%. Bahan pengencer yang
digunakan adalah air mendidih dari sisa air yang digunakan untuk
menyiram kedelai pada saat proses penghancuran.
3. Perebusan I
Perebusan pertama dilakukan bertujuan untuk membentuk busa pada sari
kedelai dan dilakukan penyiraman dengan air dingin agar susu kedelai
tidak mengendap dan lebih tahan lama. Selain itu perebusan juga
berfungsi untuk mensterilkannya dari mikroba, bakteri dan juga
menghilangkan bau dari kedelai.
4. Pengadukan
Setelah mendidih maka api dikecilkan dan diaduk-aduk selama kurang
lebih 15 menit Tujuanya agar sari sari kedelai tidak mengendap serta
membuat susu kedelai lebih tahan lama.
5. Penambahan bahan tambahan
Bahan tambahan seperti garam, gula, dan vanili bertujuan utnuk memberi
rasa pada susu kedelai. Selain itu, biasanya dilakukan penambahan warna
yang bertujuan untuk memberi warna pada kedelai sehingga lebih
menarik. Penambahan vanili bertujuan utnuk member aroma yang wangi
pada susu kedelai yang dibuat.
6. Perebusan II
Perebusan kedua dilakukan untuk memisahkan buih yang timbul pada
susu kedelai selama 5 menit.
7. Pembotolan
Pembotolan dilakukan untuk mengemas susu kedelai ke dalam botol agar
lebih tahan lama dan mudah dalam penyimpanannya.
8. Pasteurisasi
Pasteurisasi dilakuakn bertujuan untuk membebaskan susu kedelai dari
mikroba dan sebagai salah satu cara pengawetan agar susu kedelai dapat
disimpan lebih lama.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Susu Kedelai
1. Pemanasan
Bau dan rasa langu kedelai dapat dihilangkan dengan cara
menginaktifkan enzim lipoksigenase menggunakan pemanasan. Cara
yang dapat dilakukan antara lain : (1) menggunakan air panas (suhu 80-
100oC) pada saat penggilingan kedelai, atau (2) merendam kedelai
dalam air panas selama 10 - 15 menit, sebelum kedelai digiling.
Sedangkan agar bebas antitripsin, kedelai direndam dalam air atau
larutan NaHCO3 0,5% selama semalam (8-12 jam) yang diikuti dengan
perendaman dalam air mendidih selama 30 menit (Koswara, 2009).
2. Penggilingan
Stabilitas koloid yang mantap dapat diperoleh dengan salah satu cara
berikut : (1) menambahkan senyawa penstabil misalnya CMC dan
Tween 80, (2) menggiling dilakukan dengan air panas dan penyimpanan
sebaiknya pada suhu dingin (refrigerator), (3) melakukan homogenisasi,
yaitu suatu proses untuk mendapatkan ukuran butir-butir lemak yang
seragam menggunakan alat yang disebut homogenizer, dan (4) mengatur
kadar protein susu kedelai cair sampai kurang dari 7% (jika lebih dari
7% protein mudah menggumpal saat susu kedelai dipanaskan), yang
dilakukan dengan cara menambahkan air pada bubur kedelai hasil
penggilingan sampai perbandingan air dan kedelai 10 : 1. Kadar protein
dalam susu kedelai yang diperoleh dengan rasio ini adalah 3 - 4 persen
(Koswara, 2009).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan
Kacang kedelai 500 gr
Kecambah jagung 5 butir
Wijen sangria 1 sdt
CMC
Air mendidih
3.2 Prosedur Kerja
1. Kedelai yang telah disortasi (dipisahkan dari pengotor dan biji rusak)
direndam dalam larutan NaHCO3 atau soda kue 0,25 - 0,5 persen selama 30
menit.
2. Kedelai ditiriskan, ditambah air baru, lalu dididihkan selama 30 menit.
Kulit kedelai dipisahkan dengan cara diremas-remas dan dicuci dengan air
beberapa kali (kulit akan mudah dipisahkan)
3. Kedelai digiling bersama dengan wijen sangrai dan kecambah jagung dengan
penggiling logam, penggiling batu (yang biasa dipakai pada pembuatan tahu)
atau blender.
4. Bubur yang diperoleh ditambah air mendidih sehingga jumlah air
secara keseluruhan mencapai 10 kali bobot kedelai kering.
5. Bubur encer disaring dengan kain kasa dan filtratnya merupakan susu
kedelai mentah.
6. Untuk meningkatkan rasa dan penerimaan, ke dalam susu kedelai mentah
ditambahkan gula pasir sebanyak 7 - 15 persen dan essen seperti coklat,
moka, pandan atau strawberi secukupnya, kemudian dipanaskan sampai
mendidih.
7. Setelah mendidih, api dikecilkan dan dibiarkan dalam api kecil selama 20
menit.
8. Jika akan dibotolkan, ke dalam susu kedelai dapat ditambahkan CMC
sebanyak 100 ppm (100 mg CMC ditambahkan ke dalam 1 liter susu
kedelai). Susu kedelai sebaiknya disimpan dalam suhu dingin sekitar 5°C
(suhu lemari es).
3.3 Diagram Alir

Kacang Kedelai

Dicuci bersih

Direndam selama 1 malam Air + soda kue

Dicuci dan disortasi Pisahkan kulit ari

Rebus :
- Gula merah Direbus 30 menit
- Gula pasir
- Pandan
- Sedikit Masuk ke mesin penggiling Biji wijen
garam

Ulangi kembali proses penggilingan hingga sari kedelai bersih dari ampas (3x)

Panaskan kembali sari kedelai

Rendemen
Padatan terlarut
Sari Kedelai Organoleptik
- Warna
- Aroma
- Rasa
- tekstur
DAFTAR PUSTAKA

Hidayanti, Arfini. 2014. Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan.


https://dokumen.tips/amp/documents/laporan-praktikum-teknologi-pengolahan-
pangan-569defba66c4c.html (Diakses pada tanggal 25 Januari 2020)

Ikhsan, Zulfikar dkk,. 2016. Pembuatan Susu Kedelai.


https://www.scribd.com/doc/310524218/Laporan-Susu-Kedelai-Fix (Diakses pada
tanggal 25 Januari 2020)
Khoiruddin, Uli Astuti. 2014. Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan _ Susu
Kedelai. https://www.scribd.com/doc/246515289/Laporan-Praktikum-Teknologi-
Pengolahan-Pangan-Susu-Kedelai (Diakses pada tanggal 25 Januari 2020)
Wati, Anila Purnama. 2014. Laporan Praktikum Pengolahan Kedelai.
http://anilapurnamawati.blogspot.co.id/2014/05/laporan-praktikum-pengolahan-
kedelai.html (Diakses pada tanggal 25 Januari 2020)

Anda mungkin juga menyukai