“KAJIAN PENAMBAHAN MONOSODIUM GLUTAMAT PADA PEMBUATAN KRIPIK
TEMPE DI PERUSAHAN POETRA ARDANI”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian yang dibina oleh Bapak Drs. Samsun Hadi. M.S
Disusun oleh
Dessy Farahdina 201410070311051
Rizki Nuzula Sinta R. 201410070311061
Yusnida Zulfa 201410070311064
Putri Intan P.A 201410070311103
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2017 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah, mutunya, aman, merata dan terjangkau. Kondisi ketahanan pangan menentukan status gizi individu dalam masyarakat yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (Kholiq, Hardiansyah, dan Djamaludin. 2008). Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan konsumsi penduduk secara fisik maupun ekonomi, diperlukan pengolahan tempe yang memenuhi standar penambahan bahan pangan yang aman. Tempe merupakan jenis makanan hasil proses fermentasi kacang kedelai oleh kapang Rhizopus sp dengan lama proses fermentasi 36-48 jam. Jika proses fermentasi terlalu lama menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun, dan menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya, tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi tidak enak, tetapi dapat digunakan sebagai campuran bumbu pada masakan (Kasmidjo,1990). Keripik tempe adalah olahan makanan ringan yang berbahan dasar tempe, yang terbuat dari irisan tempe yang telah dibumbui kemudian melalui tahap penggorengan. Keripik Tempe merupakan salah satu jenis makanan ringan hasil olahan tempe dengan kadar protein yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 23%-25%. Keripik merupakan makan ringan yang bersifat kering dan renyah, renyah adalah keras dan mudah patah. Sifat renyah, tahan lama, praktis, mudah dibawa dan disimpan merupakan kelebihan yang dimiliki oleh keripik (Margono,2003). Penggunaan bahan tambahan atau zat aditif pada makanan semakin meningkat, begitu dengan penambahan Monosodium glutamat (MSG) pada keripik tempe yang beredar dipasaran. Monosodium glutamat (MSG) merupakan garam natrium dari asam glutamat (asam amino non-esensial). Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 penyedap rasa dan aroma didefinisikan sebagai bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau diterima, dan lebih menarik. Batas maksimum konsumsi Monosodium glutamat (MSG) per hari sebanyak 120 mg/kg berat badan (Widyalita,2014). 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa saja kandungan zat gizi pada keripik tempe yang beredar? 1.2.2 Apakah penambahan monosodium glutamat (MSG) sesuai dengan standar yang telah ditentukan BPOM pada keripik tempe? 1.3 Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui kandungan zat gizi pada keripik tempe. 1.3.2 Untuk mengetahui kadar penambahan monosodium glutamat (MSG) pada keripik tempe. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tempe Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai yang sudah cukup dikenal sebagai makanan yang bermanfaat bagi kesehatan. Tempe mengandung vitamin B12 yang biasanya terdapat dalam daging dan juga merupakan sumber protein nabati selain sebagai sumber kalori, vitamin dan mineral (Suprapti, 2003 dalam Sukardi, dkk, 2008). Menurut Miskah, Siti, dkk (2009) faktor-faktor penentu kualitas tempe antara lain: 1. Cita Rasa Cita rasa tempe baru dapat diketahui setelah tempe diolah, yakni ada yang lezat (gurih atau sedap), asam, ada juga yang tidak enak. Cita rasa tempe tersebut ditentukan antara lain oleh jenis dan tingkat ketuaan kedelai, bahan campuran yang digunakan, dan tingkat kebersihan dalam pengolahan. 2. Kelunakan atau tingkat kelapukan kedelai Tempe yang lunak umumnya lebih disenangi konsumen. Kedelai tidak dapat menjadi lunak meskipun direbus atau dikukus selama berjam-jam. Proses pelunakan kedelai terjadi pada saat proses peragian dimana semakin sempurna proses peragian maka semakin tinggi tingkat kelunakan tempe. 3. Kebersihan Tingkat kebersihan tempe juga sangat menentukan tingkat penerimaan konsumen. Dimana sebelum diproses, kedelai harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang tercampur, misalnya batang dan kulit kedelai. Benda-benda tersebut akan menimbulkan gangguan pada saat tempe dikonsumsi, mengganggu fermentasi dan juga mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan. 4. Kemurnian Pada proses pembuatan tempe, ada beberapa jenis bahan yang perlu dicampurkan. Namun, perlu dibedakan antara bahan yang memang diperlukan untuk membantu proses fermentasi dan bahan yang justru akan menurunkan kualitas tempe, diantaranya pepaya mentah, tepung ketan, jagung, nasi kering, singkong dan ampas kelapa. 5. Daya tahan Tempe yang memiliki daya simpan tinggi adalah tempe murni (hanya dicampur dengan bahan pembantu). Tempe seperti ini akan tetap kering meskipun sudah membusuk. Sementara, tempe yang dibuat dengan bahan campuran akan cepat menjadi busuk, basah dan berulat. 6. Kesuburan kapang Kapang yang tumbuh lebat dan berwarna putih akan menunjukkan bahwa tempe tersebut berkualitas baik.
2.2 Kandungan Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti), atau Rhizopus arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif (Novi, Dewi S., 2007).
Gambar 2.1 Kandungan Zat Gizi Kedelai dan Tempe
Asam Lemak Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh. Vitamin Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Mineral Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Antioksidan Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4- trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium. 2.3 Keripik Tempe Keripik tempe adalah makanan yang terbuat dari tempe yang diiris tipis kemudian digoreng dengan menggunakan tepung yang telah dibumbui. Di negara-negara yang sedang berkembang, usaha yang banyak tumbuh di masyarakat pada umumnya tergolong sebagai usaha kecil (Margono, 2003). Keripik Tempe adalah salah satu jenis makanan ringan hasil olahan tempe dengan kadar protein yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 23%-25% . Sama seperti tempe, keripik tempe juga bisa digunakan sebagai lauk ataupun sebagai cemilan. Keripik tempe terbuat dari irisan tempe yang telah dibumbui kemudian melalui tahap penggorengan. Teknik penggorengan yang berbeda-beda ini akan mempengaruhi sifat kimia dan sifat fisik tempe. Perubahan secara fisik antara lain pemasakan bisa menjadi lebih cepat, garing, perubahan volume, memiliki tekstur yang renyah, dan pengembangan rasa. Sedangkan perubahan secara kimiawi antara lain penguapan air, penyerapan minyak, gelatinisasi pati, denaturasi protein, pencoklatan non enzimatik dan perubahan warna pada bahan yang digoreng dari warna alaminya (Margono, 2003). 2.4 Monosodium Glutamat (MSG) Monosodium glutamat (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid yang digunakan sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. MSG adalah hasil dari purifikasi glutamat atau gabungan dari beberapa asam amino dengan sejumlah kecil peptida yang dihasilkan dari proses hirolisa protein (hydrolized vegetable protein/HVP). Asam glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Asam Glutamat merupakan unsur pokok dari protein yang terdapat pada bermacam-macam sayuran, daging, ikan dan air susu ibu. Protein hewani mengandung 11-22% asam glutamat sedangkan protein nabati mengandung 40% glutamat. Pada protein hewani seperti keju, daging banyak mengandung asam glutamat yang terikat dengan protein lain. Sedangkan pada sayuran seperti tomat, kacang polong dan kentang banyak mengandung asam glutamat dalam bentuk bebas. Terobosan lebih spektakuler dibuat oleh Prof. Ikeda dengan memproduksi monosodium glutamat secara sintetis. Monosodium glutamat sintetis inilah yang memicu penggunaan penyedap makanan secara besar-besaran terutama di industri pangan. Secara alamiah manusia atau binatang pasti mencari makanan yang aromanya paling enak dan itu didapat dari makanan yang dibubuhi penyedap (Indri, 2014). Daftar Pustaka Kasmidjo, R.B. 1990. Tempe : Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi. UGM, Yogyakarta. Kholiq, Hardiansyah, dan Djamaludin. 2008. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Lumbung Pangan di Kabupaten Lampung barat. Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3 (3) : 217 – 226 Margono, Tri. 2003. Buku Panduan teknologi Pangan, Pusat informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI. Andi Offset. Yogyakarta. Miskah, Siti, dkk. 2009. Pengaruh Penambahan Ekstrak Bonggol dan Kulit Nanas Pada Proses Fermentasi Tempe. Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 16. Novi, Dewi Sartika. 2007. Studi pendahuluan daya antioksidan ekstrak metanol tempe segar dan tempe "Busuk" Kota Malang terhadap radikal bebas DPPH (1,1 -difenil-2- pikrilhidrazil). Skripsi. Universitas Negeri Malang. Sukardi, dkk. 2008. Uji Coba Penggunaan Inokulum Tempe dari Kapang Rhizopus Oryzae dengan Substrat Tepung Beras dan Ubikayu pada Unit Produksi Tempe Sanan Kodya Malang. Jurnal Teknologi Pertanian, 9 (3): 207 – 215.