Anda di halaman 1dari 37

03

LAPORAN PRAKTIKUM SATUAN PROSES


PENGOLAHAN BAHAN MENGANDUNG PROTEIN DAN REAKSI
DENATURASI

Oleh :
ROYANDO CIBRO
NIM. 2106110572

Asisten:
HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI

LABORATORIUM TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan yang mengandung banyak gizi dibutuhkan untuk

membantu berbagai proses biokimiawi yang terjadi dalam tubuh. Sumber gizi

yang penting dalam tubuh diantaranya yaitu protein dan vitamin C (Fadliya et al.,

2018). Kekurangan kalori dan protein (KKP) di kalangan masyarakat masih

menjadi masalah gizi di Indonesia. Harga susu sapi yang tinggi dan tidak

terjangkau oleh masyarakat diduga menjadi penyebab utamanya. Salah satu upaya

untuk meningkatkan konsumsi protein adalah mengkonsumsi susu kedelai.

Kedelai (Glycine max L.) merupakan bahan pangan sumber zat gizi bermutu

tinggi sebagai sumber protein sebesar 40 %, lemak sebesar 20% dan zat gizi

lainnya. Salah satu produk olahan dari kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai

merupakan minuman bernilai gizi tinggi sebagai sumber protein, vitamin B dan

isoflavon. Isoflavon kedelai telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol

Low Density Lipoprotein (LDL) (Picauly et al., 2015).

Susu kedelai dapat menjadi alternatif pengganti susu sapi bagi orang yang

alergi dan tidak menyukai susu sapi atau bagi mereka yang tidak dapat

menjangkau harga susu sapi yang mahal karena susu kedelai harganya lebih

murah jika dibandingkan dengan susu hewani, serta susu kedelai memiliki nilai

gizi yang baik dan cocok untuk dikonsumsi untuk semua golongan usia. Salah

satu faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap susu kedelai yaitu

bau langu (beany flavour). Bau langu ini disebabkan karena adanya bau khas dari

kedelai itu sendiri, selain itu juga adanya kerja enzim lipoksigenase yang terdapat

pada biji kedelai terutama pada waktu pengolahan susu kedelai (Picauly et

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
al.,2015). Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah ini yaitu mengetahui

perbandingan penambahan kedelai dan air yang tepat pada proses pengolahan

susu kedelai. Penambahan air pada kedelai dapat diserap pati sehingga akan

mengembang dan menjadi kental (Arianty dan Masyhura, 2019). Perebusan,

penggilingan dengan air panas dan pemanasan susu kedelai juga dapat

mengurangi aroma langu dan rasa off-flavor pada susu kedelai, namun juga

menyebabkan denaturasi protein sehingga menurunkan daya larut protein

(Mutiaraningtyas dan Kuswardinah, 2018). Denaturasi protein adalah kerusakan

enzim oleh karena terputusnya ikatan-ikatan yang menunjang struktur dan protein

(Romualdo et al., 2013). Protein memiliki berat molekul sekitar lima ribu hingga

satu juta, sehingga protein sangat mudah mengalami denaturasi (Aryadnyani et

al., 2020). Salah satu penyebab denaturasi protein adalah suhu. Sebagian

besar protein mengalami denaturasi yang lambat pada suhu tubuh yang dapat

terjadi dalam waktu setengah hari atau bahkan tahunan. Fermentasi merupakan

salah satu upaya yang telah dilakukan dan telah terbukti dapat meningkatkan nilai

gizi pada saat dikonsumsi dan memperbaiki akseptabilitas susu kedelai (Nisa et

al., 2013). Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktikum mengenai

Pengolahan Bahan Mengandung Protein dan Reaksi Denaturasi dengan membuat

susu kedelai.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui bahan yang

mengandung protein dengan melakukan pengolahan produk susu kedelai dan

mengetahui mengetahui penyebab reaksi denaturasi yang terjadi pada susu

kedelai.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai

Kedelai merupakan tanaman penting dalam memenuhi kebutuhan pangan

dalam rangka perbaikan gizi masyarakat, karena merupakan sumber protein nabati

yang relatif murah bila dibandingkan sumber protein lainnya seperti daging, susu,

dan ikan. Kadar protein biji kedelai lebih kurang 35%, karbohidrat 35%, dan

lemak 15%. Di samping itu, kedelai juga mengandung mineral seperti kalsium,

fosfor, besi, vitamin A dan B (Rohmah dan Saputro, 2016). Kacang kedelai

merupakan tanaman pangan yang bisa diolah menjadi berbagai olahan, seperti

tahu, tempe, dan susu kedelai. Saat ini kedelai memiliki peran dalam memenuhi

kebutuhan protein nabati. Hasil yang didapatkan dari tiap tahun relatif cukup baik,

namun peningkatan hasil masih terasa lambat (Agung dan Rahayu, 2014).

Kedelai (Glycine max(L) Merrill) termasuk tanaman kacang-kacangan

menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati yang

sangat penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi

kesehatan dan murah harganya. Selain sebagai produk makanan, kedelai juga

digunakan sebagai bahan baku industri, bahan penyegar bahkan limbah dari

olahan kedelai dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak (Riawati et al., 2016).

Berikut merupakan gambar kacang kedelai yang dapat diolah menjadi beberapa

produk pangan.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Gambar 1. Kacang kedelai (Waliyansyah, 2020)

2.2 Susu Kedelai

Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil

ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

hampir sama dengan susu sapi sehingga susu kedelai seringkali digunakan sebagai

pengganti susu sapi bagi mereka yang alergi terhadap protein hewani. Susu

kedelai merupakan minuman yang bergizi tinggi, terutama kandungan proteinnya.

Selain itu susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat

besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air (Budimarwanti,

2013). Susu kedelai mempunyai gizi yang hampir setara dengan susu sapi,

umumnya digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi penderita Lactose

intolerance dan penderita alergi terhadap protein susu sapi (Sawitri, 2013).

Kandungan asam lemak susu kedelai sebagian besar adalah asam lemak tidak

jenuh dengan kadar asam linolenat 5 – 10%, asam linoleat 43–56%, asam oleat 15

– 33 % dan asam lemak jenuh 26% (Sawitri, 2013). Kelebihan dari susu kedelai

adalah tidak mengandung laktosa sehingga susu ini cocok untuk dikonsumsi

penderita intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak mempunyai enzim

laktase dalam tubuhnya sehingga orang tersebut tidak dapat mencerna makanan

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
yang berlemak. Untuk meningkatkan kandungan gizinya, susu kedelai dapat

diperkaya dengan vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh Menurut Suprapti

(2015), proses yang dilakukan dalam tahap pengolahan kedelai menjadi susu

kedelai terdiri atas beberapa jenis yaitu penghancuran, pengenceran, perebusan I,

penyaringan, pencampuran bahan, perebusan II, pembotolan, dan pasteurisasi.

Berikut merupakan gambar susu kedelai yang mengandung protein.

Gambar 2. Susu Kedelai (Rohmah et al., 2018)

2.3 Gula

Gula merupakan komoditas utama perdagangan di Indonesia. Gula

merupakan salah satu pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat (Anisa, 2012).

Gula biasa digunakan sebagai pemanis di makanan maupun minuman, dalam

bidang makanan, selain sebagai pemanis, gula juga digunakan sebagai stabilizer

dan pengawet. Menurut Darwin (2013), gula adalah suatu karbohidrat sederhana

karena dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi

energi. Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang umumnya dihasilkan

dari tebu. Namun ada juga bahan dasar pembuatan gula yang lain, seperti air

bunga kelapa, aren, palem, kelapa atau lontar. Gula sendiri mengandung sukrosa

yang merupakan anggota dari disakarida.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Gula memiliki rumus molekul C12H22O11 dan berbentuk kristal dengan ukuran

hampir seragam berkisar 0,8–1,2 mm (Afriza, 2019). Sedangkan menurut

(Turmala et al., 2013). Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi

sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak

diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat (Kurniawan et al., 2015).

Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis untuk makanan atau

minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan

enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel.

Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren (Anisa, 2012).

Gula merupakan hal paling banyak digunakan dan memegang peranan penting

dalam kehidupan manusia. Berbagai makanan dan minuman menggunakan bahan

dari gula untuk pemanis misalnya untuk makanan kue, biskuit, roti, martabak

manis dan sebagainya (Naufalin et al., 2013). Berikut merupakan gambar gula

yang sering digumakan sebagai pemanis.

Gambar 3. Gula (Kartika dan Nisa, 2015

2.4 Protein

Protein berasal dari bahasa Yunani yaitu Protos yang memiliki makna “paling

utama”. Protein merupakan salah satu kelompok dari bahan makronutrien (nutrisi

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
yang dibutuhkan dalam jumlah banyak), tidak seperti bahan makronutien lain

misalnya karbohidrat, lemak, protein memiliki peran lebih penting dalam

pembentukan biomolekul daripada sumber energi (penyusun bentuk tubuh)

(Anissa dan Dewi, 2021). Fungsi dari protein sendiri yaitu sebagai zat utama

pembentuk dan pertumbuhan tubuh. Protein sebagai zat utama pembentuk

merupakan zat utama pembentuk sel-sel tubuh dan digunakan sebagai sumber

energi jika karbohidrat dan lemak didalam tubuh berkurang (Azhar, 2016). Protein

dapat dijadikan sumber energi jika terdapat organisme yang kekurangan energi.

Keistimewaan yang dimiliki protein yaitu strukturnya selain mengandung N

(Nitrogen), C (Karbon), H (Hidrogen), O (Oksigen), terdapat juga S (Belerang), P

(Fosfor), dan Fe (Besi) (Azhar, 2016). Terdapat beberapa fungsi lain dari protein

yaitu sebagai sumber utama energi selain karbohidrat dan lemak, sebagai zat

pembangun, zat pengatur. Sumber protein yang ada pada makanan

dikelompokkan menjadi bahan makanan hewani dan bahan makanan nabati.

Protein hewani merupakan protein yang bersumber dari hewan. Contoh makanan

yang mengandung unsur protein diantaranya yaitu daging, ikan, ayam, telur, susu,

ikan, kerang dan lain-lain. Sedangkan sumber protein nabati merupakan protein

yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan (Azhar, 2016). Bahan makanan yang

mengandung protein nabati dapat ditemukan dalam sayuran, buah-buahan,

kacang-kacangan. Terdapat salah satu sumber protein yaitu kacang kedelai

merupakan sumber protein nabati yang memiliki mutu atau nilai tertinggi, protein

kacang-kacangan terbatas dalam asam amino metionin (Qin et al., 2022).

Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam

amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida (Probosari, 2019). Protein dalam

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
makanan nabati terlindung oleh dinding sel yang terdiri atas selulosa sehingga

daya cerna sumber protein nabati pada umumnya lebih rendah dibandingkan

dengan sumber protein hewani. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

indeks glikemik dalam makanan adalah protein. Semakin tinggi kandungan

protein dalam makanan maka indeks glikemiknya semakin rendah (Nursamsi et

al., 2019). Selain itu proses pencernaan protein juga dapat memicu pelepasan

hormon (kolesistokinin) yang dapat meningkatkan rasa kenyang. Oleh karena itu

protein merupakan makronutrien yang memiliki efek rasa kenyang yang lebih

lama dibandingkan dengan karbohidrat dan lemak. Protein susu kedelai

mempunyai susunan asam amino yang mirip susu sapi sehingga dapat dijadikan

pengganti susu sapi bagi mereka yang alergi (lactose intolerance) atau bagi

mereka yang tidak menyukai susu sapi (Qin et al., 2022). Berikut merupakan

gambar struktur protein.

Gambar 4. Struktur Protein (Qin et al., 2022)

2.5 Komponen Antigizi pada Susu Kedelai

Hasil olahan biji kedelai (susu kedelai) apabila dibuat dengan cara yang

kurang baik, terenyata masih mengandung senyawa-senyawa antigizi dan senyawa

penyebab off-flavor (penyimpan cita rasa dan aroma) pada produk olahan kedelai

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
yang berasal dari kandungan senyawa anti gizi dalam kedelai (Maulidiya et al.,

2019). Senyawa antigizi dalam biji kedelai diantaranya antitripsin, hemaglutinin,

asam fitat, dan oligosakarida penyebab flatulensi (timbulnya gas dalam perut

sehingga perut menjadi kembung). Sedangkan senyawa penyebab off-flavor pada

kedelai misalnya glukosida, saponin, estrogen, dan senyawa- senyawa penyebab

alergi. Dalam pembuatan susu kedelai, senyawa-senyawa itu harus dihilangkan,

sehingga menghasilkan susu kedelai dengan mutu terbaik dan aman untuk

dikonsumsi manusia; proses penghilangan senyawa pengganggu tersebut tidak

sulit dilakukan (Purwanti, 2018). Untuk memperoleh susu kedelai yang baik atau

enak dan layak untuk konsumsi harus bebas dari bau dan rasa langu, bebas

antitripsin, dan mempunyai kestabilan yang mantap (tidak mengendap atau

menggumpal). Rasa langu memang bau dan rasa khas kedelai dan kacang-

kacangan lainnya, dan tidak disukai konsumen (Purwanti, 2018).

Rasa dan bau langu ditimbulkan oleh kerja enzim lipsigenase dalam kedelai

yang bereaksi dengan lemak pada saat dilakukan proses penggilingan, yang

berupa senyawa-senyawa volatil (mudah menguap) terutama etil-fenil-keton

(Purwanti, 2018). Bau dan rasa langu tersebut dapat dihilangkan dengan cara

mematikan enzim lipsigenase dengan pemanasan. Pemanasan tersebut dapat

dilakukan, antara lain dengan cara: (a) pada penggilingan kedelai digunakan air

panas (suhu 80 – 1000C) atau (b) merendam kedelai dalam air panas selama 10–15

menit sebelum digiling. Untuk menghilangkan senyawa antitripsin, kedelai

direndam dalam air atau larutan NaHCO3 (0,5%) selama 8 – 12 jam, yang diikuti

dengan perendaman dalam air mendidih selama 20 – 30 menit (Purwanti, 2018).

Hasil olahan susu kedelai mengandung bahan padat yang dapat larut maupun tidak

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
dapat larut dalam air. Bahan-bahan tersebut pada mulanya tercampur merata,

tetapi jika dibiarkan akan mengendap. Susu kedelai yang mengandung endapan di

bagian bawahnya tidak disukai konsumen, meskipun sebenarnya tidak rusak. Agar

susu kedelai stabil atau tidak terjadi pengendapan, dapat dilakukan antara lain

dengan cara: (a) menambahkan senyawa penstabil (misalnya CMC); (b)

menggiling kedelai dengan air panas dan penyimpanan dilakukan pada suhu

dingin (kulkas, 50C), atau (c) mengatur kadar protein dalam susu kedelai cair

kurang dari 7%; apabila lebih protein mudah menggumpal saat susu kedelai

dipanaskan (Purwanti, 2018). Hal tersebut dilakukan dengan menambahkan air

pada bubur kedelai hasil penggilingan sampai perbandingan air dan kedelai

sebesar 10:1. Kadar protein dalam susu kedelai yang diperoleh dengan rasio ini

sebesar 3% – 4% (Setyastuti, 2014). Berikut merupakan gambar struktur asam

fitat salah satu senyawa anti gizi pada susu kedelai.

Gambar 5. Struktur Asam Fitat (Purwanti, 2018)

2.6 Susu UHT

Susu UHT adalah susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi

yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari 135°C selama 2 detik dan segera

dikemas dalam kemasan steril (Apriantini, 2020). Pemanasan suhu tinggi

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
dimaksudkan untuk membunuh bakteri sehingga mengakibatkan citarasa susu

yang dihasilkan tidak terlalu bagus, akan tetapi kelebihan kandungan gizinya

diformulasikan menyerupai susu segar dan susu formula bubuk. Kandungan

lemak susu tidak kurang dari 3,25% dan kandungan padatan bubuk lemak tidak

kurang dari 8,25% (Apriantini, 2020). Waktu simpannya mencapai 6 bulan

sampai setahun dalam suhu ruangan. Jika dilihat dari komposisi rata-rata susu sapi

maka dapat diketahui bahwa kadar protein rata-rata ketiga susu cair yang diolah

melalui proses pemanasan pada suhu yang sangat tinggi (Ultra High

Temperature) sudah berada diatas rata-rata komposisi susu sapi. Hal ini

menunjukan bahwa dalam pengolahan susu segar yang menggunakan pemanasan

pada suhu yang sangat tinggi (Ultra High Temperature) tidak terjadi kerusakan

protein (Purwantiningrum, 2015).

Proses pemanasan pada suhu yang sangat tinggi (Ultra High Temperature)

tidak terjadi reaksi Maillard sehingga tidak akan terbentuk karamelisasi maupun

berlangsungnya pembentukan warna coklat melalui reaksi Amadori dan

kondensasi aldol membentuk melanoidin (Apriantini, 2020). Susu segar, susu

yang sudah didinginkan maupun susu yang dipasteurisasi atau diberikan

perlakuan UHT mengalami perubahan sifat protein globular. Pada suhu di atas

70oC terjadi peningkatan viskositas akibat terbukanya lipatan serta agregasi

protein whey globular dan perbedaan interaksi serta intensitas perlakuan panas

(Souza et al., 2015). Berikut merupakan gambar susu UHT yang mengandung

protein tinggi

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Gambar 6. Susu UHT (Nugraha, 2019)

2.7 Reaksi Denaturasi

Denaturasi protein adalah kerusakan enzim oleh karena terputusnya

ikatan-ikatan yang menunjang struktur dan protein (Romualdo et al., 2013).

Protein memiliki berat molekul sekitar lima ribu hingga satu juta, sehingga protein

sangat mudah mengalami denaturasi (Aryadnyani et al., 2020). Salah satu

penyebab denaturasi protein adalah suhu. Sebagian besar protein mengalami

denaturasi yang lambat pada suhu tubuh yang dapat terjadi dalam waktu setengah

hari atau bahkan tahunan.

Protein yang menggumpal atau mengendap merupakan salah satu ciri fisik

terjadinya denaturasi protein. Penambahan asam dan panas akan mengakibatkan

gumpalan yang banyak dengan intensitas gumpalan protein yang cukup tinggi.

Suhu yang cukup tinggi juga dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein.

Terjadinya denaturasi protein dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti

pemanasan, pengadukan, asam atau basa dan garam. Tiap faktor tersebut memiliki

pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein. Pada saat proses

penambahan asam dan pemanasan, akan terjadi koagulasi dan protein akan

terdenaturasi lebih lanjut pada saat proses pemanasan (Setiani et al., 2021).

Maulidiyah et al. (2019) menjelaskan bahwa denaturasi protein mengakibatkan

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
membran sel rusak dan lisis karena adanya modifikasi pada struktur sekunder dan

tersier, sehingga mengakibatkan saat proses denaturasi protein kehilangan aktifitas

biologis dan beberapa sifat fungsionalnya. Mekanisme reaksi yang mungkin

terjadi dalam proses ini adalah pertama, pada lingkungan konsentrasi garam yang

tinggi, ikatan-ikatan nonkovalen protein melemah sehingga terjadi pemecahan

rantai molekul yang semula ikatannya kuat. Menurut Khamal (2013), jumlah

protein yang terpecahkan sebanding dengan waktu fermentasi. Penjelasan ini

dikuatkan oleh Anto (2019) yang menjelaskan bahwa semakin lama waktu

fermentasi, maka semakin rendah pula daya molekul protein mengikat air. Berikut

merupakan gambar proses reaksi denaturasi protein.

Gambar 7. Proses Denaturasi (Maulidiyah et al., 2020)

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 13 Maret 2023, pukul

13.00 s/d selesai WIB di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Teknologi

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kacang kedelai, gula,

essence, garam, Na3PO4, air putih, dan cuka/asam asetat.

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, baskom, panci,

saringan/kain saring, pengaduk, kompor, botol jar dan penutupnya, timbangan

analitik, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur, gelas beaker, kompor, dan

thermometer.

3.3 Cara Kerja

Pisahkan kedelai dari kotoran dan biji yang rusak. Rendam kedelai selama

semalam dan rebus hingga lunak (empuk) setelah itu dicuci. Giling kedelai

dengan blender dan tambahkan air hangat dengan perbandingan air : kedelai = 8:1

dan saring hasil yang diperoleh. Masukkan hasil saringan tersebut ke dalam panci

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
dan panaskan lalu tambahkan gula pasir sebanyak 7%, essence vanili 0,1% dan

garam sebanyak 0,5% dari berat susu kedelai kemudian aduk dan biarkan hingga

mendidih. Hitung rendemen produk susu kedelai yang dihasilkan. Lakukan uji

organoleptik berdasarkan tingkat kesukaan meliputi rasa, aroma, dan warna susu

kedelai yang dihasilkan. Pada reaksi denaturasi, masukkan masing-masing 10 ml

susu kedelai kedalam 2 tabung reaksi. Masukkan 2 ml asam asetat/cuka ke dalam

salah satu tabung reaksi yang telah berisi susu kedelai. Diaduk dan ditunggu

sampai terjadi perubahan. Dipanaskan kedalam gelas beaker yang sudah berisi air

diatas kompor pada suhu sekitar 50-80°C. Setelah selesai dipanaskan, diangkat

dan diamati perubahan yang terjadi

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rendemen

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil rendemen

susu kedelai pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Hasil Rendemen

Kelompok Perlakuan Hasil

1,2, dan 3 Susu kedelai + Gula 40%


pasir

4,5, dan 6 Susu Kedelai + Essence 50%

Rendemen adalah perbandingan berat kering ekstrak dengan jumlah bahan

baku. Rendemen susu kedelai dihitung berdasarkan jumlah fitrat susu kedelai

sebelum pemanasan (Purbasari, 2019). Berdasarkan hasil uji rendemen pada susu

kedelai ini, maka diperoleh rendemen susu kedelai dengan perlakuan ditambahkan

gula pasir 7% dari berat susu kedelai sebesar 50%, dan susu kedelai dengan

perlakuan ditambahkan essence sebesar 40%. Rendemen tertinggi adalah susu

kedelai dengan perlakuan ditambahkan gula pasir 7% dari berat susu kedelai

sebesar 50%. Rendemen adalah perbandingan persentase berat (kuantitas) curd

yang dihasilkan dengan berat susu kedelai yang digunakan. Semakin tinggi nilai

rendemen yang dihasilkan menandakan berat curd yang dihasilkan semakin

banyak. Uji rendemen dilakukan untuk mengetahui efesiensi pengolahan bahan

makanan (Irmayanti, 2016). Perbedaan hasil rendemen ini disebabkan oleh karena

lama waktu blanching. Menurut Yuliani (2017) semakin lama waktu blanching,

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
maka semakin rendah pula rendemen yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena

kandungan gizi seperti kandungan protein dan lemak pada bahan menurun selama

proses blanching.

Menurut Nurhidjah dan Suyanto. (2013) perbedaan nilai rendemen susu

kedelai dipengaruhi oleh kemampuan enzim serta bahan penggumpal dalam

menggumpalkan protein dan kondisi pH saat penggumpalan, susu kedelai yang

menggumpal pada pH optimal akan menghasilkan rendemen yang tinggi. Menurut

Wijaya (2018) rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh

dengan simplisia awal. Rendemen menggunakan satuan persen (%), semakin

tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan

semakin banyak dan semakin baik kedelai yang digunakan sebagai bahan baku

dalam pembuatan susu kedelai (Wijaya, 2018). Rendemen ekstrak dihitung

berdasarkan perbandingan berat akhir (berat ekstrak yang dihasilkan) dengan berat

awal (berat biomassa sel yang digunakan) dikalikan 100% (Sani et al, 2014).

4.2 Uji Organoleptik

Organoleptik adalah sebuah uji bahan makanan berdasarkan kesukaan dan

keinginan pada suatu produk (Gusnadi et al., 2021). Uji organoleptik biasa disebut

juga uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan

indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap

produk. Indera yang dipakai dalam uji organoleptik adalah indera penglihat/mata,

indera penciuman/hidung, indera pengecap/lidah, indera peraba/tangan.

Kemampuan alat indera inilah yang akan menjadi kesan yang nantinya akan

menjadi penilaian terhadap produk yang diuji sesuai dengan sensor atau

rangasangan yang diterima oleh indera. Kemampuan indera dalam menilai

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
meliputi kemampuan mendeteksi, mengenali, membedakan, membandingkan, dan

kemampuan menilai suka atau tidak suka (Laksmi, 2013). Berikut merupakan

hasil uji organoleptik susu kedelai pada praktikum ini.

4.2.1 warna

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil uji

organoleptik warna susu kedelai pada Tabel 2 dibawah ini:

Tabel.2 Hasil Organoleptik Warna

Kelompok Perlakuan Hasil

1,2, dan 3 Susu kedelai + Gula 3,45


pasir

4,5, dan 6 Susu Kedelai + Essence 3,70

Parameter warna merupakan salah satu bentuk penilaian sensoris untuk

menentukan mutu suatu produk dan tingkat penerimaannya oleh konsumen.

Warna merupakan sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis

(penentuan mutu bahan makanan umumnya bergantung pada warna yang

dimilikinya, warna yang tidak menyimpang dari warna yang seharusnya akan

memberi kesan penilaian tersendiri oleh panelis (Negara et al., 2016).

Penyimpangan warna pada produk pangan menjadi salah satu indikator penurunan

mutu. Selain itu, warna bisa menjadi daya tarik konsumen untuk mengosumsi

produk tersebut (Setyaningsih, 2013).

Berdasarkan tabel diatas setelah dilakukan uji organoleptik warna pada susu

kedelai, maka dihasilkan data pada susu kedelai yang ditambahkan gula pasir,

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
tingkat kesukaan panelis terhadap warna yaitu sebesar 3,45 dan pada susu kedelai

yang ditambahkan essence, tingkat kesukaan panelis terhadap warna yaitu sebesar

3,70. Data tersebut merupakan hasil uji organoleptik dengan parameter warna oleh

33 panelis terhadap susu kedelai yang ditambahkan gula dan susu kedelai yang

ditambahkan essence. Data dari 33 panelis tersebut kemudian dirata-ratakan dan

dihasilkan rata-rata 3,45 untuk susu kedelai yang ditambahkan gula dan 3,70

untuk susu kedelai yang ditambahkan essence. Tingkat kesukaan tertinggi untuk

parameter warna adalah susu kedelai dengan perlakuan susu kedelai yang

ditambahkan essence. Perbedaan warna pada susu kedelai ini disebabkan

penambahan gula pada susu kedelai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Picauly et

al. (2015) yang menyatakan jika terlalu banyak gula yang ditambahkan akan

menyebabkan warna susu menjadi coklat karena sebagian gula mengalami proses

pencoklatan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Handayani dan Wulandari.

(2016) yang menyatakan bahwa, warna susu kedelai juga dapat disebabkan juga

oleh penambahan bahan komponen pendukungnya seperti gula sukrosa. Menurut

Handayani dan Wulandari. (2016) susu kedelai yang baik adalah susu yang

menunjukkan warna putih kekuningan yang disebabkan oleh kandungan vitamin

B2 (riboflavin) yang menyebabkan warna susu menjadi kekuningan.

4.2.2 aroma

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil uji

organoleptik warna susu kedelai pada Tabel 3 dibawah ini:

Tabel 3. Hasil Organoleptik Aroma

Kelompok Perlakuan Hasil

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
1,2, dan 3 Susu kedelai + Gula 3,19
pasir

4,5, dan 6 Susu Kedelai + Essence 3,29

Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium

oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung (Negara et al.,

2016). Aroma merupakan salah satu atribut penilaian sensoris yang menjadi

indikator penting penentu mutu dan penerimaan suatu produk pangan. Konsumen

akan menerima suatu bahan pangan jika mempunyai aroma yang tidak

menyimpang dari aroma normalnya (Setyaningsih, 2013).

Berdasarkan tabel diatas setelah dilakukan uji organoleptik aroma pada

susu kedelai, maka dihasilkan data pada susu kedelai yang ditambahkan gula

pasir, tingkat kesukaan panelis terhadap aroma yaitu sebesar 3,19 dan pada susu

kedelai yang ditambahkan essence, tingkat kesukaan panelis terhadapa aroma

yaitu sebesar 3,29. Data tersebut merupakan hasil uji organoleptik dengan

parameter warna oleh 33 panelis terhadap susu kedelai yang ditambahkan gula

dan susu kedelai yang ditambahkan essence. Data dari 33 panelis tersebut

kemudian dirata-ratakan dan dihasilkan rata-rata 3,19 untuk susu kedelai yang

ditambahkan gula dan 3,29 untuk susu kedelai yang ditambahkan essence. Tingkat

kesukaan tertinggi adalah susu kedelai dengan perlakuan susu kedelai yang

ditambahkan essence. Susu yang dihasilkan memiliki sensasi aroma langu yang

merupakan aroma khas kacang-kacangan. Aroma langu tersebut disebabkan oleh

aktivitas enzim lipoksigenase yang terdapat pada biji kedelai. Aroma langu

muncul saat pengolahan yaitu setelah tercampurnya lipoksigenase dengan lemak

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
kedelai (Handayani dan Wulandari, 2016). Salah satu alternatif untuk mengatasi

masalah ini yaitu mengetahui perbandingan penambahan kedelai dan air yang

tepat pada proses pengolahan susu kedelai dan juga perebusan, penggilingan

dengan air panas dan pemanasan susu kedelai juga dapat mengurangi aroma langu

dan rasa off-flavor pada susu kedelai, karena pada suhu tinggi enzim lipoksigenase

menjadi tidak aktif. (Mutiaraningtyas dan Kuswardinah, 2018). Fermentasi

merupakan salah satu upaya yang telah dilakukan dan telah terbukti dapat

meningkatkan nilai gizi pada saat dikonsumsi dan memperbaiki akseptabilitas

susu kedelai, karena pada proses fermentasi susu kedelai akan dihasilkan asam-

asam organik yang dapat meningkatkan citarasa dan aroma (Nisa et al., 2013).

4.2.3 rasa

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil uji

organoleptik warna susu kedelai pada Tabel 4 dibawah ini:

Tabel 4. Hasil Organoleptik Rasa

Kelompok Perlakuan Hasil

1,2, dan 3 Susu kedelai + Gula 3,16


pasir

4,5, dan 6 Susu Kedelai + Essence 3,67

Rasa merupakan salah satu bagian dari atribut sensori yang dapat menentukan

penerimaan suatu produk pangan. Senyawa-senyawa citarasa pada produk dapat

memberikan rangsangan pada indera penerimaan saat pengecapan. Rasa

merupakan salah satu sifat sensori yang penting dalam penerimaan produk

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
pangan, karena apabila rasanya tidak enak maka konsumen cenderung menolak

meskipun warna, aroma, tekstur maupun sifat sensori lainnya baik (Setyaningsih,

2013). Berdasarkan tabel diatas setelah dilakukan uji organoleptik rasa pada susu

kedelai, maka dihasilkan data pada susu kedelai yang ditambahkan gula pasir,

tingkat kesukaan panelis terhadap rasa yaitu sebesar 3,16 dan pada susu kedelai

yang ditambahkan essence, tingkat kesukaan panelis terhadapa aroma yaitu

sebesar 3,67. Data tersebut merupakan hasil uji organoleptik dengan parameter

warna oleh 33 panelis terhadap susu kedelai yang ditambahkan gula dan susu

kedelai yang ditambahkan essence. Data dari 33 panelis tersebut kemudian dirata-

ratakan dan dihasilkan rata-rata 3,16 untuk susu kedelai yang ditambahkan gula

dan 3,67 untuk susu kedelai yang ditambahkan essence. Tingkat kesukaan

tertinggi adalah susu kedelai dengan perlakuan susu kedelai yang ditambahkan

essence yaitu sebesar 3,67. Perbedaan rasa pada susu kedelai ini disebabkan oleh

gula atau sukrosa yang ditambahkan sehingga semakin banyak gula yang

ditambahkan rasa kemanisan dari susu kedelai akan meningkat (Picauly et al.,

2015).

Jika gula yang ditambahkan terlalu sedikit, rasa susu kedelai kurang manis.

Sebaliknya, jika terlalu banyak gula akan menyebabkan warna susu menjadi

coklat karena sebagian gula mengalami proses pencoklatan (Firdiansyah, 2014).

Selain itu, kandungan gula yang terlalu tinggi akan menyebabkan orang yang

meminumnya cepat kenyang karena manis dan konsumen akan cepat merasa

bosan (Mudjajanto dan Kusuma, 2015). Berdasarkan pendapat ini maka

penerimaan konsumen pada rasa susu kedelai yang tepat yaitu agak manis karena

tidak menyebabkan cepat kenyang, bosan dan tidak tawar. Hal ini sesuai dengan

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
hasil praktikum yang telah dilakukan, dimana susu kedelai dengan perlakukan

ditambahkan essence dan sedikit gula lebih disukai oleh panelis.

4.2.4 tekstur

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil uji

organoleptik warna susu kedelai pada Tabel 5 dibawah ini:

Tabel 4. Hasil Organoleptik Tekstur

Kelompok Perlakuan Hasil

1,2, dan 3 Susu kedelai + Gula 3,29

pasir

4,5, dan 6 Susu Kedelai + 3,41

Essence

Tekstur merupakan salah satu bagian dari penilaian sensoris yang

memberikan pengaruh terhadap penampilan suatu produk. Tekstur merupakan ciri

suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari beberapa sifat fisik yang meliputi

ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur pembentukan bahan yang dapat dirasakan

oleh indera peraba dan perasa, termasuk indera mulut dan penglihatan (Irmayanti,

2016). Produk pangan dibuat dan diolah tidak semata-mata untuk tujuan

peningkatan nilai gizi, tetapi juga untuk mendapatkan karakteristik fungsional

yang sesuai selera organoleptik bagi konsumen. Karakteristik fungsional tersebut

diantaranya berhubungan dengan sifat tekstural produk pangan olahan seperti

kerenyahan, kekenyalan, dan sebagainya (Sanjaya et al., 2013).

Berdasarkan tabel diatas setelah dilakukan uji organoleptik tekstur pada susu

kedelai, maka dihasilkan data pada susu kedelai yang ditambahkan gula pasir,

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
tingkat kesukaan panelis terhadap rasa yaitu sebesar 3,29 dan pada susu kedelai

yang ditambahkan essence, tingkat kesukaan panelis terhadapa aroma yaitu

sebesar 3,41. Data tersebut merupakan hasil uji organoleptik dengan parameter

warna oleh 33 panelis terhadap susu kedelai yang ditambahkan gula dan susu

kedelai yang ditambahkan essence. Data dari 33 panelis tersebut kemudian dirata-

ratakan dan dihasilkan rata-rata 3,29 untuk susu kedelai yang ditambahkan gula

dan 3,41 untuk susu kedelai yang ditambahkan essence. Tingkat kesukaan

tertinggi adalah susu kedelai dengan perlakuan susu kedelai yang ditambahkan

essence yaitu sebesar 3,41. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan

mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut, sehingga air dapat

mempengaruhi cita rasa susu kedelai. Penambahan air yang terlalu banyak akan

menyebabkan susu kedelai terlalu encer dan cita rasanya kurang kuat.

Penambahan air yang terlalu sedikit akan menyulitkan penyaringan karena bubur

kedelai terlalu kental sehingga menyulitkan penyaringan bubur kedelai. sedangkan

penggunaan air yang banyak akan menjadikan susu kedelai menjadi encer atau

tidak kental sehingga cita rasanya kurang kuat (Mudjajanto dan Kusuma, 2015).

Hal ini diperkuat oleh Lucey et al. (2013) yang menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi kualitas tekstur susu kedelai adalah kadar air, kadar lemak, kadar

protein, NaCl (garam) dan pH.

4.3 pH

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil uji pH

susu kedelai pada Tabel 6 dibawah ini:

Tabel 6. Uji pH

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Kelompok Perlakuan Hasil

1,2, dan 3 Susu kedelai + Gula 6,67


pasir

4,5, dan 6 Susu Kedelai + Essence 7,12

Derajat keasaman atau pH merupakan standar yang digunakan untuk

menyatakan tingkat keasaaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau

benda dalam bentuk suatu nilai. Derajat keasaman atau pH merupakan indikator

yang menyatakan tingkat keasaman ataupun kebasaan suatu larutan (Karangan et

al., 2019). pH normal memiliki nilai 7, bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut

memiliki sifat basa sedangkan nilai pH < 7 memiliki sifat keasaman. pH 0

menunjukkan derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat

kebasaan tertinggi. Pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan alat

ukur. pH suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH seperti kertas lakmus

atau dengan pH meter (Putra dan Viswanatha, 2017). Pada praktikum ini pH

diukur menggunakan pH meter.

Berdasarkan tabel diatas setelah dilakukan pembuatan susu kedelai, dilakukan

uji pH pada kedua susu kedelai yang ditambahkan essence dan yang ditambahkan

gula pasir maka diperoleh nilai pH sebagai berikut. Pada susu kedelai yang telah

ditambahkan essence, dihasilkan pH sebesar 6,77 dan pada susu kedelai yang

ditambahkan gula pasir didapatkan pH sebesar 7,12. Nilai pH dipengaruhi oleh

penambahan gula. Gula berperan dalam mengatur keasaman susu kedelai.

Penambahan gula yang tinggi akan semakin menurunkan pH susu kedelai, dan

sebaliknya akan semakin menaikkan nilai pH. Hal ini sesuai dengan pernyataan

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Prilia (2021) bahwa gula yang ditambahkan di dalam pembuatan produk pangan

mempengaruhi pH atau keasaman. Sedangkan menurut pernyataann Sutiko et al.

(2020) perbedaan pH disebabkan oleh lama pemanasan pada saat proses

pembuatan susu kedelai. Menurut Sutiko et al. (2020), semakin lama pemanasan

maka pH akan semakin meningkat. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Sukasih

(2013) yang menyatakan bahwa pada proses pemanasan akan terjadi proses

oksidasi lemak, aldehid dan asam lemak bebas pada bahan pangan sehingga dapat

menyebabkan kenaikan pada pH. Susu kedelai yang dihasilkan pada praktikum ini

sudah memenuhi syarat mutu susu kedelai berdasarkan Standar Nasional

Indonesia (SNI), kisaran nilai pH nya yaitu 6,5 - 7,0.

4.4 Reaksi Denaturasi

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil reaksi

denaturasi susu kedelai pada Tabel 7 dibawah ini:

Tabel 7. Reaksi Denaturasi

No Perlakuan Hasil

1 Susu Kedelai Tidak Menggumpal

2 Susu UHT   Tidak Menggumpal

Reaksi denaturasi adalah kerusakan enzim oleh karena terputusnya ikatan-

ikatan yang menunjang struktur dan protein (Romualdo et al., 2013). Protein

memiliki berat molekul sekitar lima ribu hingga satu juta, sehingga protein sangat

mudah mengalami denaturasi (Aryadnyani et al., 2020). Salah satu penyebab

denaturasi protein adalah suhu. Sebagian besar protein mengalami denaturasi yang

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
lambat pada suhu yang dapat terjadi dalam waktu setengah hari atau bahkan

tahunan.

Berdasarkan tabel diatas hasil reaksi denaturasi susu kedelai terjadi

penggumpalan dan susu UHT (Ultra High Temperature) juga terjadi

penggumpalan. Penggumpalan tersebut disebabkan oleh suhu pada saat proses

pemanasan susu kedelai dan susu UHT. Menurut Nurhidjah dan Suyanto. (2015)

menyatakan bahwa salah satu sifat susu adalah dapat digumpalkan, penggumpalan

dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau dengan penambahan asam.

Penggumpalan dengan asam dikendalikan oleh kegiatan pH, bahwa

penggumpalan partikel kasein berada pada titik isoelektrik yaitu pada pH 4,6.

Aktifitas partikel pada air mengalami penurunan pada titik isoelektrik dan terjadi

proses penggumpalan. Pecahnya susu akan mengakibatkan penggumpalan

sehingga menyebabkan kualitas susu rendah dan tidak layak dikonsumsi karena

adanya kemungkinan bahwa kadar asam yang terkandung dalam susu tinggi

(Sutrisna et al., 2014). Susu yang telah menggumpal menandakan susu tersebut

telah rusak. Susu yang mengalami kerusakan disebabkan oleh lama waktu

pemanasan, jumlah susu, dan susu yang dipanaskan tidak dihomogenkan terlebih

dahulu (Hakim et al., 2013).

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

susu kedelai mengandung protein dan memiliki susunan asam amino yang hampir

sama dengan susu sapi sehingga susu kedelai seringkali digunakan sebagai

pengganti susu sapi. Susu kedelai yang tinggi protein tersebut mengalami reaksi

denaturasi proteiin. Reaksi denaturasi protein dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, seperti pemanasan, pengadukan, asam atau basa dan garam. Tiap faktor

tersebut memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
DAFTAR PUSTAKA

Afriza, R. 2019. Analisis perbedaan kadar gula pereduksi dengan metode lane

eynon dan luff schoorl pada buah naga merah (Hylocereus polyrhizus).

Jurnal Teknologi Dan Manajemen Pengelolaan Laboratorium. 2(2): 90–

96.

Agung, T., dan A.Y. Rahayu. 2014. Analisis efisiensi serapan n, pertumbuhan,

dan hasil beberapa kultivar kedelai unggul baru dengan cekaman

kekeringan dan pemberian pupuk hayati. Jurnal Agrosains. 6(2): 70–74.

Anisa. 2012. Karakteristik gula glukosa dari hail hidrolisa pati umbi jalar

(Ipomoea batatas L.) dalam upaya pemanfaatan pati umbi-umbian.

Prosiding Seminar Nasional: 7–10. Yogyakarta.

Anissa, D.D., dan R.K. Dewi. 2021. Peran protein asi dalam meningkatkan

kecerdasan anak untuk menyongsong generasi indonesia emas 2045 dan

relevansi dengan al-qur’an. Jurnal Tadris IPA Indonesia.1(3): 427–435.

Anto, A., D. Xyzquolyna, dan H. Ali. 2019. Sifat kimia dan mikrobiologi

bakasang ikan oci (Rastrelliger sp) dengan lama fermentasi yang berbeda.

Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan. 1(1): 400–410.

Apriantini, G.A.E. 2020. Analisis kadar protein produk susu cair yang diolah

melalui proses pemanasan pada suhu yang sangat tinggi (ultra high

temperature). International Journal of Applied Chemistry Research. 2(1):

254–250.

Arianty, N., dan Masyhura. 2019. Strategi pemasaran susu kedelai dalam upaya

meningkatkan pendapatan keluarga. seminar nasional kewirausahaan.

Jurnal Teknologi Pertanian. 1(1): 257–264.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Aryadnyani, N. P., Chairlan, dan D. Inderiati. 2020. Pengaruh suhu dan

waktu pemanasan terhadap ketahanan telur Ascaris lumbricoides. The

Journal of Medical Laboratory. 8(6): 40–45.

Azhar, M. 2016. Biomolekul sel karbohidrat, protein dan ezim. Journal of

Chemical Information and Modeling. 2(3): 45–55.

BSN. (1995). SNI Susu Kedelai No. 01-3830-1995. Badan Standarisasi Nasional.

Jakarta.

Budimarwanti, C. 2013. Komposisi dan nutrisi pada susu kedelai. Jurnal

Pendidkan Kimia. 1(3): 56–60.

Darwin, P. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut: Sinar Ilmu Yogyakarta.

Fadliya, F., S. Supriadi, dan E. Diah. 2018. Analisis vitamin c dan protein pada

biji buah labu siam (Sechium edule). Jurnal Akademi Kimia. 7(1): 45–55.

Firdiansyah. 2014. Pengaruh konsentrasi lesitin kedelai dan suhu penyimpanan

terhadap stabilitas emulsi susu kedela i. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Bogor

Giri, S.K. dan S. Mangaraj. 2013. Processing infulences on composition and

quality attributes of soymilk and its powder. Food Engineering Journal.

4(1): 149-164.

Gusnadi, D., R. Taufiq dan E. Baharta. 2021. Uji organoleptik dan daya terima

pada produk mousse berbasis tapai singkong sebagai komoditi umkm di

Kabupaten Bandung. Jurnal Inovasi Penelitian. 1(2): 2883–2888.

Hakim, N.S., I.K. Suada, dan I.P. Sampurna. 2013. Ketahanan susu kuda sumbawa

pada penyimpanan suhu ruang ditinjau dari total asam, uji didih, dan

warna. Jurnal Veteriner. 2(4): 369–374.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Handayani, N., dan P. Wulandari. 2016. Pengaruh penambahan berbagai jenis susu

terhadap karakteristik soyghurt. Jurnal Teknologi Agroindustri. 2(5): 207–

215.

Irmayanti. 2016. Nilai rendemen dan karakteristik organoleptik dangke berbahan

dasar susu segar dan susu bubuk komersial. Skripsi. Universitas

Hasanuddin.

Karangan, J., B. Sugeng, dan Suhardi. 2019. Uji keasaman air dengan alat Sensor

pH di stt migas Balikpapan. Jurnal Keilmuan Teknik Sipil. 2(1): 65–72.

Kartika P.N dan F.C. Nisa. 2015. Studi pembuatan osmodehidrat buah nanas

(Ananas comosus) dengan kajian konsentrasi gula dalam larutan osmosis

dan ama perendaman. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4):1345–1355.

Khamal, D. 2013. Pengaruh konsentrasi garam berbeda terhadap mutu ikan

tongkol. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan. 5(1): 397–410.

Kurniawan, F., Hartini, S., dan D. Hastuti. 2015. Pengaruh pemanasan terhadap

kadar pati dan gula reduksipada tepung biji nangka. Prosiding Seminar

Nasional Sains dan Pendidikan Sains X. BI/KI/MA. 1–10.

Laksmi, T. 2013. Daya ikat air, ph dan sifat organoleptik chicken nugget yang

disubstitusi dengan telur rebus. Indonesian Jurnal Of Food Technology.

1(1): 90–94.

Lucey, J.A., M.E. Johnson and D.S. Horne. 2013. Invited review: perspectives on

basic of the rheology and texture properties of soymilk. Journal Dairy

Science. 8(6): 272–282.

Maulidiyah, N., H. Santoso, dan A. Syauqi. 2019. Analisis perbandingan kadar

protein telur itik (Khaki campbell) sebelum dan sesudah perendaman

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
dengan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) pada pengasinan. Jurnal Ilmiah

Sains Alami. 2(2): 14–21.

Mudjajanto, E.S., dan F.R. Kusuma. 2015. Susu Kedelai, Susu Nabati yang

Menyehatkan. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Mutiaraningtya, E., dan A. Kuswardinah. 2018. Pembuatan susu nabati berbahan

dasar biji jali (Coix Lacrhyma-jobi L. Var. Ma-yuen) dengan penambahan

kacang kedelai (Glycine Max L.) sebagai alternatif sumber antioksidan.

Jurnal Kompetensi Teknik. 13(2): 45–52.

Naufalin, R., Tri Yanto dan A. Sulistyaningrum. 2013. Pengaruh jenis dan

konsentrasi pengawet alami terhadap mutu gula kelapa. Jurnal Teknologi

Pertanian. 14(3): 165–174.

Negara, A. K. Sio, Rifkhan, M. Arifin, A. Y. Oktaviana, R. R. S. Wihansah, dan

M. Yusu. 2016. Aspek mikrobiologis serta sensori (rasa, warna, tekstur,

aroma) pada dua bentuk penyajian keju yang berbeda. Jurnal Jaringan

Telekomunikasi. 9(4): 2407–0807.

Nisa, F.Z., Y. Marsono, dan E. Hermayani. 2013. Efek hipokolesterolemik susu

kedelai fermentasi steril secara in vitro. Jurnal Kedokteran Masyarakat.

23(2): 47–51.

Nugraha, A.E., W. Cahyadi, dan D.S. Hasnelly. 2019. Kajian dan analisis

penyebab utama terjadinya pengembungan kemasan pada susu uht (ultra

high temperature) dengan metode root cause analisys (rca). Skripsi.

Universitas Pasundan.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Nurhidjah, G., dan A. Suyanto. 2013. Kadar kalsium dan sifat organoleptik tahu

susu dengan variasi jenis bahan penggumpal. Jurnal Pangan dan Gizi.

3(5): 80–90.

Nursamsi, I., R. Nurmalina, dan A. Rifin. 2019. Kajian sistem permintaan

komoditas sumber protein di enam propinsi di Indonesia. Jurnal

Agribisnis Indonesia. 7(2): 141–156.

Picauly, P., J. Talahatu, dan M. Mailoa. 2015. Pengaruh penambahan air pada

pengolahan susu kedelai effect of water addition in the processing of soya

milk. Jurnal Teknologi Pertanian. 4(1): 8–13.

Prilia, Y.A. 2021. Pengaruh konsentrasi tepung maizena dan konsentrasi asam

sitrat terhadap karakteristik fisik, kimia dan organoleptik selai wortel.

Skripsi. Universias Muhammadiyah Malang.

Probosari, E. 2019. Pengaruh protein diet terhadap indeks glikemik. Journal of

Nutrition and Health. 7(1): 33–40.

Purbasari, D. 2019. Aplikasi metode foam-mat drying dalam pembuatan bubuk

susu kedelai instan. Jurnal Agroteknologi. 13(1): 52–64.

Purwanti, A. 2018. Pengenalan pembuatan susu sehat bernutrisi dari kedelai untuk

berwirausaha di dusun blawong ii trimulyo jetis Kabupaten Bantul. Jurnal

Inovasi Proses. 3(2): 83–90.

Purwatiningrum, I., F.C. Nisa, S. S. Yuwono, dan V. Fathuroya. 2015.

Karakteristik rheologi susu pada berbagai proses pengolahan. Jurnal

Teknologi Pertanian. 16(3): 173–178.

Putra, K. A., dan P. A. Viswanatha. 2017. Keseimbangan Asam Basa. SIMDOS

UNUD.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Qin, P., T. Wang, dan Y. Luo. 2022. Ulasan tentang protein nabati dari kedelai:

manfaat kesehatan dan pengembangan produk kedelai. Journal of

Agriculture and Food Research. 7(2): 425–435.

Riawati, A., F. Rasyad, dan E. Wardati. 2016. Respon empat varietas kedelai

(Glycine max l) merrill) terhadap pemberian dosis pupuk fospor. Jurnal

Online Mahasiswa Fakultas Pertanain. 3(1): 64–75.

Rohmah, E.A., dan T.B. Saputro. 2018. Analisis pertumbuhan tanaman kedelai

(Glycine max l.) varietas grobogan pada kondisi cekaman genangan.

Jurnal Sains dan Seni. 5(2): 2337–3520.

Romualdo, A., A. Wuryanti, dan B.A. Suprihati. 2013. Uji aktivitas isolat l-

asparaginase dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb)

terhadap sel hela arthuro. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. 13(2): 41–45.

Sani, R.N., C.N. Fithri, D.A. Ria, dan M.M. Jaya. 2014. Analisis rendemen dan

skrining fitokimia ekstrak etanol mikroalga laut Tetraselmis chuii. Jurnal

Pangan dan Agroindustri. 2(2):121–126.

Sanjaya, P.A., J. Sumarmono, K. Widayaka. 2013. Pengaruh level CaCl2 yang

berbeda terhadap kandungan kalsium, kekerasan, dan meltability pada

keju susu kambing. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(1):47-53.

Sawitri, E. 2013. Kajian penggunaan ekstrak susu kedelai terhadap kualitas kefir

susu kambing. Jurnal Ternak Tropika. 12(1): 15–21.

Setiani, B.E., P. Bintoro, dan R.N. Fauzi. 2021. Pengaruh penambahan sari jeruk

nipis (citrus aurantifolia) sebagai bahan penggumpal alami terhadap

karakteristik fisik dan kimia tahu kacang hijau (Vigna radiata). Jurnal

Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. 16(1): 66–78.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Setyaningsih D. 2013. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor:

IPB Press.

Setyastuti, P. 2014. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai

hitam dan kedelai kuning. Jurnal Ilmu Pertanian. 11(1):22–31.

Souza, A.B., L. Costa, C.G.J. Stephani, R. Oliveira, M. A.L. Perrone, and I.T.T.

Costa. 2015. Evaluation of the viscosity profile obtained for dispersions

containing different proportions of milk protein concentrate / whey protein

concentrate during simulated conditions of thermal processing. LWT Food

Science and Technology. 64(2):536–539.

Sukasih, F. 2013. Optimasi kecukupan panas pada pasteurisasi santan dan

pengaruhnya terhadap mutu santan yang dihasilkan. Jurnal Pascapanen.

6(1): 34–42.

Suprapti, M. L. 2015. Kembang Tahu dan Susu Kedelai. Yogyakarta: Kanisius.

Sutiko, G., A. Sampurno, A.N. Cahyanti, dan D. Larasati. Pengaruh lama

pemanasan lumpia basah kemas non vakum terhadap tpc, ph, aw dan

sensori selama penyimpanan suhu ruang. Jurnal Teknologi Pangan dan

Hasil Pertanian. 15(1): 28-33.

Sutrisna, D.Y., I.K. Suada, I.P. Sampurna. 2014. Kualitas susu kambing selama

penyimpanan pada suhu ruang berdasarkan berat jenis, uji didih, dan

kekentalan. Jurnal Veteriner. 3(1): 60–67.

Turmala, E., Hervelly, N.K. dan Wardhana. 2013. Kajian pengaruh konsentrasi

gula dan konsentrasi pektin terhadap karakteristik selai buah campolay

(Pouteria campechiana). Skripsi. Universitas Pasundan. Bandung.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Waliyansyah, R.R. 2020. Identifikasi jenis biji kedelai (Glycine max l)

menggunakan gray level coocurance matrix (glcm) dan k-means

clustering. Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. 7(1): 17–26.

Wijaya, H., F. Novitasari, dan S. Jubaidah. 2018. Perbandingan metode ekstraksi

terhadap rendemen ekstrak daun rambai laut (Sonneratia Caseolaris L.

Engl). Jurnal Ilmiah Manuntung. 4(1): 79–83.

Yuliani, C. 2017. Jenis kedelai dan waktu blanching terhadap kualitas susu

kedelai. Jurnal Teknologi Pertanian. 12(2):45–57.

HIDAYATUR RASYIDIN
MUTIARA RIYANTO PUTRI

Anda mungkin juga menyukai