Anda di halaman 1dari 22

TUGAS TERSTRUKTUR

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


Evaluasi Mutu Soygurt yang dibuat dengan Penambahan beberapa
Jenis Gula

Disusun oleh :

Melisa Riska Putri A1M009012


Karina Widyaningrum A1M009013
Novi Setianingsih A1M009015
Gesit Widagdo A1M009039

KEMENTERIAN PENDIDIDKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2011
PENDAHULUAN

Kacang-kacangan merupakan sumber protein bagi sebagian besar penduduk


dunia, khususnya bagi masyarakat di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir,
koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati
yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung
dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, Kedelai mengandung protein 35 %
bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43 %.
Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan
segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi,
hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Selain karena begitu tingginya
kandungan protein nabati kedelai yang lebih besar dibanding kacang-kacangan lain
plus 9 asam amino menjadikan kedelai spesial. Berikut 8 kandungan utama kedelai,
dan manfaatnya bagi tubuh:
Produk olahan kedelai dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu
makanan non fermentasi dan terfermentasi. Makanan non fermentasi dapat berupa
hasil pengolahan tradisional dan modern. Produk fermentasi hasil industri tradisional
yang populer adalah tempe, kecap dan tauco, sedangkan produk non fermentasi hasil
industri tradisional adalah tahu dan kembang tahu.
Produk-produk hasil olahan industri moderen sebagian besar terdiri atas
produk non fermentasi. Misalnya minyak kedelai dan hasil olahannya, tepung kedelai,
serta konsentrat dan isolat protein kedelai. Protein kedelai juga dapat diolah menjadi
daging tiruan atau daging sintetik (TVP/Texturized Vegetable Protein). Umumnya
produk-produk tersebut bukan merupakan produk jadi siap dimasak atau dikonsumsi,
tetapi digunakan sebagai bahan dasar atau industri lainnya. Misalnya digunakan
sebagai bahan penolong dalam formulasi suatu bentuk makanan seperti roti, kue
kering, cake, sup, sosis, hamburger, meat loaves, donat, margarin, shortening, minyak
salad, bumbu - bumbu dan sebagainya. Sedangkan produk fermentasi hasil
pengolahan industri modern diantaranya adalah yoghurt kedelai (soyghurt) dan keju
kedelai (soy cheese).
Bahan baku utama dari pembuatan soyghurt adalah susu kedelai yang
diperoleh dengan cara perendaman kacang kedelai, penggilingan dan penyaringan
(ekstraksi). Komposisi gizi dari susu kedelai hampir mendekati kandungan susu sapi,
bahkan susu kedelai lebih non alergis. Oleh karena itu sangat mungkin untuk
membuatnya menjadi soyghurt. Hal penting yang harus diperhatikan adalah jenis
karbohidrat dalam susu kedelai sangat berbeda dengan susu sapi (Koswara, 1995).
Karbohidrat yang terdapat pada kedelai termasuk oligosakarida yang tidak
dapat dicerna, oleh karena itu diperlukan gula sebagai substrat tumbuhnya bakteri
pada pembuatan soyghurt ini. Oligosakarida yang tidak dapat dicerna ternyata dapat
bermanfaat untuk mengurangi resiko sembelit karena oligosakarida yang tidak dapat
dicerna usus halus akan langsung masuk ke usus besar dan terfementasi.
TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai atau “soybean” merupakan salah satu komoditas pertanian yang


sangat dibutuhkan baik sebagai bahan pangan manusia, pakan ternak dan sebagai
bahan baku industri. Bagian yang paling penting dari tanaman kedelai adalah bijinya.
Biji kedelai inilah yang merupakan bahan baku utama industri pengolahan pangan
seperti tahu, tempe, tauco, kecap, mentega, minyak goreng, dan susu sari kedelai
(Anonim, 2003).
Kekacangan mengandung senyawa yang menyebabkan flatulensi (kembung
perut), zat anti gizi seperti asam fitat yang dapat mengikat Fe, anti tripsin.
Kekacangan yang sering dan sudah banyak dimanfaatkan adalah kedelai. Kedelai
dapat diolah menjadi berbagai produk pangan, baik melalui fermentasi seperti kecap
dan tempe, maupun tanpa fermentasi seperti tahu, tauge, dan susu kedelai (Soemardi
dan Thahir 1993). Produk olahan lainnya adalah soyghurt, sufu, dll.
Susu kedelai akhir-akhir ini lebih banyak dikenal sebagai susu alternative
pengganti susu sapi bagi yang tidak menyukai susu sapi dan alergi terhadap laktosa
susu sapi. Dibandingkan dengan susu sapi komposisi asam amino dalam protein susu
kedelai lebih rendah. Protein susu kedelai kekurangan jumlah asam amino metionin
dan sistein, namun kandungan asam amino lisin cukup tinggi (Koswara, 2008).
Seiring dengan berkembangnya teknologi terutama dibidang pangan, susu
kedelai dapat dibuat yoghurt yang dikenal dengan sebutan soyghurt (yoghurt kedelai).
Yoghurt merupakan susu yang diasamkan melalui proses fermentasi asam. Pada
proses ini terjadi perubahan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat yang
menyebabkan penurunan pH susu. Menurut Apriadji (2001), yoghurt lebih disukai
daripada susu segar (susu kedelai) karena flavor dan teksturnya lebih baik. Yoghurt
juga lebih diterima konsumen karena biasanya digunakan sebagai minuman bagi
orang-orang yang ingin melangsingkan tubuh.
Proses fermentasi telah meningkatkan kandungan gizi yoghurt dengan
menguraikan sebagian besar gula susu (laktosa) menjadi komponen sederhana.
Komponen-komponen yang sederhana ini lebih mudah diserap tubuh dan tidak
mengakibatkan diare. Proses fermentasi menggunakan beberapa jenis
mikroorganisme diantaranya bakteri (Acetobacter aceti pada fermentasi asam asetat),
khamir (Saccharomyces sp pada fermentasi alkohol), dan kapang (Eremothecium
ashbyii dan Ashbya gossypii pada fermentasi vitamin). Mikroorganisme yang
memfermentasikan bahan pangan khususnya dalam pembuatan yoghurt adalah
bakteri pembentuk asam laktat (bakteri asam laktat). Bakteri ini menghasilkan
sejumlah besar asam laktat sebagai hasil dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam
laktat yang dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari
lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Jumlah asam laktat dalam
yoghurt juga dipengaruhi oleh jumlah penambahan sukrosa (Buckle, 1987).
Pada proses pembuatan soyghurt, kultur starter yang digunakan pada dasarnya
sama seperti pada pembuatan yoghurt yaitu Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus. Streptococcus thermophilus akan bekerja sama dengan
Lactobacillus bulgaricus dalam memfermentasi susu segar untuk mengubahnya
menjadi yoghurt. Lactobacillus bulgaricus akan berperan dalam pembentukan aroma
yoghurt, sedangkan Streptococcus thermophilus berperan dalam pembentukan rasa
dari yoghurt. Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus merupakan
spesies mikroba yang esensial dan aktif dalam hubungan simbiotik (Herastuti 1994).
Pada fermentasi pembuatan soyghurt mempunyai kesulitan karena jenis
karbohidrat yang terdapat pada susu kedelai berbeda dengan karbohidrat susu sapi.
Karbohidrat susu kedelai terdiri atas golongan oligosakarida yang tidak dapat
digunakan sebagai sumber energi maupun sumber karbon oleh kultur starter. Oleh
karena itu, supaya fermentasi berhasil, susu kedelai terlebih dahulu ditambahkan gula
sebagai sumber C (karbon) diantaranya sukrosa, glukosa, laktosa, atau fruktosa.
Namun sumber gula yang umum digunakan adalah sukrosa (Koswara, 2008).
BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai kuning varietas
impor, sukrosa, glukosa, laktosa, gelatin yang berasal dari sapi, NaHCO3, bakteri
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus, K2SO4, HgO, H2SO4,
aquades, NaOH-Na2S2O3, H2BO3, indikator metal merah, HCl, dan heksan. Alat
yang digunakan adalah baskom, panci, kompor, blender, saringan, incubator, laminar
flow, oven, timbangan analitik, pH meter, desikator, botol timbang, labu kjeldahl,
labu destilasi, alat titrasi, automatic stirer, dan alat-alat gelas.
Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan
perlakuan S = penambahan sukrosa, SL = penambahan sukrosa dan laktosa, L =
penambahan laktosa, SG = penambahan sukrosa dan glukosa, G = penambahan
glukosa, dan LG = penambahan laktosa dan glukosa. Masing-masing perlakuan
diulang sebanyak 3 kali sehingga akan diperoleh satuan percobaan sebanyak 18 buah.
Metode yang digunakan dalam pembuatan susu kedelai adalah Metode Illinois
dengan sedikit modifikasi (Yusmarini et al, 1998). Biji kedelai direndam dalam
larutan NaHCO3 0,5% selama satu malam (perbandingan kedelai dengan larutan
perendam adalah 1 : 3). Setelah itu, kedelai ditiriskan dan diblanching dalam larutan
NaHCO3 0,5% selama 30 menit (perbandingan kedelai dengan larutan perendam
adalah 1 : 3). Kemudian, kulit kedelai dibuang dan dicuci dengan air bersih dan
ditiriskan. Selanjutnya, kedelai dihancurkan dengan menggunakan blender sambil
ditambah dengan air panas (80-1000C) dengan perbandingan kedelai dan air sebanyak
1 : 6. Penggilingan dilakukan selama 7 menit dan setelah itu dilakukan penyaringan.
Susu kedelai yang telah disaring siap digunakan untuk pembuatan soygurt.
Proses pembuatan soygurt mengacu pada metode Kanda et al, (1976). Susu
kedelai yang telah disiapkan sebanyak 2700 ml untuk 1 kali ulangan dibagi menjadi 6
bagian dan masing-masing bagian sebanyak 450 ml dimasukkan ke dalam panci yang
berbeda. Pada panci I ditambah sukrosa sebanyak 7% dari volume susu kedelai, panci
II ditambah glukosa sebanyak 7%, panci III ditambah laktosa sebanyak 7%, panci IV
ditambah sukrosa 3,5% dan laktosa 3,5%, panci V ditambah sukrosa 3,5% dan
glukosa 3,5%, dan panci VI ditambah 3,5% laktosa dan 3,5% glukosa. Kemudian
diaduk hingga gula yang ditambahkan menjadi larut. Susu yang terdapat pada
masing-masing panci dibagi menjadi tiga bagian dan dimasukkan ke dalam botol kaca
masing-masing 150 ml. Kemudian susu kedelai disterilisasi pada suhu 115 0C selama
10 menit. Susu kedelai didinginkan dengan cepat hingga mencapai suhu 450C. Agar
soygurt stabil dan baik teksturnya maka dilakukan penambahan larutan gelatin 20%
sebanyak 5% dari volume susu kedelai. Kemudian susu kedelai diinokulasi dengan
starter yang terdiri dari Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus
masing-masing sebanyak 2,5% dari volume susu kedelai. Sebelum digunakan untuk
pembuatan soygurt kultur Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus
dibiakkan dalam medium susu kedelai. Setelah diinokulasi dengan starter susu
kedelai diinkubasi pada suhu 370C selama 18 jam.
pH susu kedelai dan soygurt diukur dengan menggunakan pH meter. Susu
kedelai dan soygurt yang telah jadi diaduk/dikocok secara merata, kemudian diukur
pH nya dengan menggunakan pH meter. Total padatan dari susu kedelai dan soygurt
ditentukan dengan menggunakan metoda AOAC (Sudarmadji et al, 1984).
Kandungan protein ditentukan dengan menggunakan metoda Kjeldahl (Sudarmadji et
al, 1984) dan kandungan lemak ditentukan dengan menggunakan metode ekstraksi
(Hadiwiyoto 1994).
Penilaian organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tingkat kesukaan) dari
soygurt dilakukan oleh 15 orang panelis yang tidak terlatih. Sampel diletakkan dalam
wadah bersih dan diberi tanda huruf sesuai dengan banyaknya perlakuan. Panelis
diminta untuk menilai masing-masing sampel pada lembaran kuesioner yang telah
disajikan (Kartika et al, 1988). Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan
menggunakan Anova dan dilanjutkan dengan uji lanjut DNMRT untuk melihat
perbedaan antar perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Soyghurt merupakan suatu produk hasil fermentasi. Jenis bakteri yang


digunakan adalah Streptococcus thermophillus, Lactobacillus acidophillus dan
Lactobasillus bulgaricus dari susu kedelai. Penggunaan starter Lactobasillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus sebanyak 2 % dalam pembuatan yoghurt
susu sapi dianggap cukup baik untuk diterapkan dalam pembuatan soyghurt dan juga
mendapatkan soyghurt yang baik, fermentasi susu kedelai dilakukan dengan
penambahan susu skim 5% yang akan menghasilkan total asam terbaik, kekentalan
yang sesuai dengan standar yoghurt susu sapi, serta ditunjang dengan citarasa yang
paling disukai (Fardiaz dan Jenie, 1982)
Menurut Andhika (1982), menyatakan bahwa tanpa penambahan gula,
fermentasi susu kedelai tidak menghasilkan perubahan-perubahan yang nyata baik
pada pH, keasaman maupun konsistensinya.

pH Susu Kedelai dan Soygurt


Selama proses fermentasi susu kedelai menjadi soygurt terjadi perubahan pH.
Susu kedelai yang awalnya mempunyai pH 6,66 setelah difermentasi selama 18 jam
dengan menggunakan bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus mengalami penurunan pH yakni berkisar antara 3,96-5,01 seperti terlihat
pada Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa penambahan beberapa jenis gula memberikan
dampak yang berbeda terhadap penurunan pH pada soygurt. Pada perlakuan yang
ditambah sukrosa sebesar 7% (S) mempunyai pH lebih lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Sukrosa yang merupakan disakarida akan diurai terlebih
dahulu menjadi monosakarida-monosakarida penyusunnya yaitu fruktosa dan
glukosa, selanjutnya glukosa akan dimanfaatkan oleh Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus sebagai sumber energi dan sebagian lagi akan dimetabolisir
lebih lanjut menjadi asam-asam organik terutama asam laktat. Asam-asam organik
akan menurunkan pH susu kedelai Menurut Tamime & Robinson (1985), fermentasi
karbohidrat oleh Streptococcus dan Lactobacillus dilakukan melalui konversi
karbohidrat ke glukosa dan kemudian glukosa difermentasi melalui jalur heksosa
difosfat untuk memproduksi asam laktat sebagai produk utama. Asam-asam organik
yang dihasilkan akan menyebabkan pH susu kedelai menjadi rendah. Semakin banyak
sumber gula yang dapat dimetabolisir maka semakin banyak pula asam-asam organik
yang dihasilkan sehingga secara otomatis pH juga akan semakin rendah. Hal ini
sejalan dengan pendapat Chandan & Shahani (1993) yang menyatakan bahwa asam
laktat yang dihasilkan dalam proses pembuatan yogurt dapat menurunkan pH susu.
Dari hasil penelitian ini juga terlihat bahwa laktosa lebih mudah dimanfaatkan oleh S.
thermophilus dan L. Bulgaricus, terbukti dengan rendahnya nilai pH pada perlakuan
penambahan laktosa 7% (L) dibandingkan dengan perlakuan yang ditambah sukrosa
7%.
Gambar 1 juga menunjukkan bahwa penambahan laktosa, glukosa, sukrosa
dan laktosa, sukrosa dan glukosa, serta laktosa dan glukosa secara statistik berbeda
tidak nyata dengan kata lain penambahan jenis gula tersebut tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pH soygurt.

Total Padatan Susu Kedelai dan Soygurt


Total padatan susu kedelai dan soygurt dapat dilihat pada Gambar 2. Susu
kedelai yang digunakan berwarna agak kekuningan dengan total padatan 8,16%.
Total padatan sebesar 8,16% ini diperoleh dari penambahan air pada kedelai
sebanyak 6 : 1 pada saat penggilingan, dan total padatan ini hampir sama dengan total
padatan yang dilaporkan oleh Yusmarini (1997) yakni 8,13%.
Dalam pembuatan soygurt diperlukan susu kedelai dengan total padatan yang
lebih tinggi. Jika total padatan susu kedelai terlalu rendah maka soygurt yang
dihasilkan menjadi kurang sempurna. Rendahnya total padatan pada susu kedelai
menyebabkan kurangnya sumber energi bagi mikrobia untuk pertumbuhannya.
Menurut Koswara (1995), karbohidrat yang terdapat pada susu kedelai sebagian besar
terdiri dari golongan oligosakarida dan polisakarida yang tidak dapat digunakan oleh
S. thermophilus dan L. bulgaricus sebagai sumber energi. Fermentasi karbohidrat
akan menghasilkan asam-asam organik terutama asam laktat yang menyebabkan pH
susu menjadi rendah sekitar 3,96- 5,01. Pada pH tersebut akan terjadi penggumpalan
protein. Jika sumber karbohidrat tidak mencukupi maka asam-asam organik yang
dihasilkan juga tidak akan memadai untuk menggumpalkan protein pada susu. Oleh
karena itu, dalam pembuatan soygurt perlu ditambahkan sumber gula yang lain untuk
mencukupi kebutuhan mikrobia tersebut. Menurut Kanda et al, (1976), tujuan
penambahan sukrosa dalam pembuatan soygurt adalah untuk meningkatkan sumber
energi bagi mikrobia.
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penambahan beberapa
jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap total padatan soygurt. Hal ini disebabkan
karena jumlah gula yang ditambahkan sama yakni 7%. Susu kedelai yang awalnya
mempunyai total padatan 8,16% setelah ditambah gula sebanyak 7% akan
menghasilkan total padatan sekitar 15%. Selama fermentasi, sebagian dari gula
tersebut akan dimetabolisir oleh S. thermophilus dan L. bulgaricus sehingga pada
akhir fermentasi total padatan akan berkurang berkisar antara 13,07-13,8%.
Kandungan Protein

Kandungan protein susu kedelai dan soygurt ditunjukkan Gambar 3. Hasil


analisis menunjukkan bahwa kandungan protein pada susu kedelai adalah 15,27% dan
soygurt yang dihasilkan kandungan proteinnya berkisar antara 18,26-22,78%.
Penambahan gula cenderung meningkatkan kandungan protein soygurt. Terjadinya
peningkatan kandungan protein dari susu kedelai menjadi soygurt disebabkan karena
adanya penambahan protein dari mikrobia yang digunakan.
Dalam proses pembuatan soygurt ditambahkan S. thermophilus dan L.
bulgaricus sebanyak 5% dari volume susu kedelai. S. thermophilus dan L. bulgaricus
yang ditambahkan akan memanfaatkan sumber nitrogen dan karbon yang terdapat
pada susu kedelai untuk hidup dan berkembang biak (memperbanyak diri). Semakin
banyak jumlah mikrobia yang terdapat di dalam soygurt maka akan semakin tinggi
kandungan proteinnya karena sebagian besar komponen penyusun mikrobia adalah
protein. Hal ini sejalan dengan pendapat Herastuti et al, (1994) yang menyatakan
bahwa protein yang terdapat pada yogurt merupakan jumlah total dari protein bahan
yang digunakan dan protein bakteri asam laktat yang terdapat di dalamnya.
Kandungan protein bakteri berkisar antara 60-70%. Wood (1985) di dalam Yusmarini
(1997) menyatakan bahwa selama fermentasi protein akan dihidrolisis menjadi
komponen-komponen terlarut guna keperluan pembentukan protein sel mikrobia dan
selanjutnya dilaporkan bahwa hanya 20% dari komponen nitrogen terlarut yang
dipakai untuk pertumbuhannya. Penambahan laktosa merupakan sumber karbon
optimal bagi bakteri asam laktat yang digunakan. Hal ini terbukti dengan tingginya
kandungan protein pada perlakuan ditambah laktosa. Bakteri S. thermophilus dan L.
bulgaricus merupakan bakteri asam laktat yang diisolasi dari susu (dairy lactic acid
bacteria). Menurut Koswara (1995), laktosa atau gula susu merupakan karbohidrat
utama dalam susu yang dapat digunakan oleh S. thermophilus dan L. bulgaricus.

Kandungan Lemak
Kandungan lemak pada susu kedelai dan soygurt dapat dilihat pada Gambar 4.
Susu kedelai mengandung lemak sebesar 9,71% sedangkan soygurt yang dihasilkan
mengandung lemak berkisar antara 6,34-7,90%.
Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa kandungan lemak pada susu
kedelai berbeda nyata dengan kandungan lemak soygurt. Gambar 4 menunjukkan
bahwa terjadi penurunan kandungan lemak pada soygurt yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan selama fermentasi, lemak akan dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Menurut Wood (1985) di dalam Yusmarini (1997) hidrolisis trigliserida
oleh enzim lipase akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Gambar 4 juga
menunjukkan bahwa penambahan beberapa jenis gula berpengaruh tidak nyata
terhadap kandungan lemak soygurt, karena gula yang ditambahkan hanya akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan mikrobia dan meningkatkan citarasa soygurt.
Menurut Chandan & Shahani (1993), hidrolisis lemak memberikan kontribusi yang
kecil terhadap produk yogurt.

Penilaian Organoleptik
Hasil penilaian organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tingkat kesukaan)
terhadap soygurt yang dihasilkan beserta hasil uji lanjutnya disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penambahan beberapa
jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap warna soygurt. Nilai rata-rata warna yang
diberi oleh panelis berkisar antara 1,02- 1,13 (putih kekuningan). Hal ini disebabkan
karena kedelai yang digunakan untuk membuat susu kedelai berwarna kuning
sehingga susu dan soygurt yang dihasilkan menjadi putih kekuningan. Selain itu,
kandungan vitamin B2 (riboflavin) juga menyebabkan warna susu maupun soygurt
menjadi kekuningan seperti dikemukan oleh Winarno (1988) bahwa riboflavin dapat
memberikan warna lemak pada susu menjadi kekuningan. Penambahan beberapa
jenis gula tidak mempengaruhi warna soygurt karena gula yang ditambahkan hanya
akan dimanfaatkan oleh mikrobia sebagai sumber energi dan sebagian akan
digunakan untuk menghasilkan asam-asam organik. Selama fermentasi tidak terjadi
perubahan warna pada susu kedelai.
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penambahan beberapa
jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap aroma soygurt yang dihasilkan. Nilai
rata-rata aroma yang diberi oleh panelis berkisar antara 1,71-1,98 (beraroma langu).
Aroma langu merupakan bau khas dari kacang-kacangan. Timbulnya aroma langu
disebabkan oleh kerja enzim lipoksigenase yang terdapat pada biji kedelai. Aroma
langu muncul saat pengolahan yaitu setelah tercampurnya lipoksigenase dengan
lemak kedelai. Menurut Koswara (1995), aroma langu dapat dikurangi dengan jalan
melakukan penggilingan dengan air panas karena pada suhu tinggi enzim
lipoksigenase menjadi tidak aktif. Winarno (1993) menyatakan bahwa rasa dan aroma
langu adalah rasa yang tidak disenangi oleh berbagai golongan masyarakat dan ini
dapat diatasi dengan penambahan citarasa baru seperti vanila.
Proses fermentasi diharapkan juga dapat mengurangi aroma langu karena pada
proses fermentasi susu kedelai akan dihasilkan asam-asam organik yang dapat
meningkatkan citarasa. Namun, dari hasil penelitian ini didapat bahwa fermentasi
susu kedelai dengan penambahan beberapa jenis gula tidak mampu menutupi aroma
langu pada soygurt yang dihasilkan. Aroma langu lebih dominan dibandingkan
dengan dengan aroma dari asam-asam organik yang dihasilkan selama fermentasi.
Menurut Yusmarini et al, (1998) asam-asam organik yang terdapat pada soygurt yang
dibuat dengan penambahan sukrosa adalah asam laktat, asam sitrat, dan asam
suksinat.
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa soygurt yang dibuat
dengan penambahan sukrosa sebesar 7% (S) mempunyai rasa yang berbeda dengan
perlakuan lain. Nilai rata-rata yang diberikan oleh panelis untuk soygurt yang dibuat
dengan penambahan sukrosa 7% adalah 2,78 (tidak asam/berasa manis), sedangkan
perlakuan lain berkisar antara 1,42-1,64 (kurang asam hingga asam). Perbedaan ini
disebabkan antara lain karena sukrosa mempunyai tingkat kemanisan yang lebih
tinggi dibandingkan glukosa dan laktosa sehingga soygurt yang dihasilkan
mempunyai rasa manis dan tidak terlalu asam. Menurut Meyer (1978), tingkat
kemanisan gula yang tertinggi berturut-turut adalah fruktosa, sukrosa, glukosa,
galaktosa dan laktosa. Di samping itu, proses fermentasi sukrosa oleh S. thermophilus
dan L. bulgaricus lebih lama dibandingkan dengan glukosa dan laktosa. Dalam
jangka waktu 18 jam fermentasi, jumlah sukrosa yang terfermentasi lebih sedikit
sehingga jumlah asam yang dihasilkan juga sangat terbatas, hal ini terbukti dengan
masih tingginya nilai pH soygurt yang dihasilkan yakni 5,01, sedangkan pada
perlakuan lain jumlah gula yang terfermentasi relatif lebih banyak sehingga asam-
asam organik yang dihasilkan juga lebih banyak. Hal ini ditandai dengan rendahnya
pH soygurt yakni berkisar antara 3,96-4,01.
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa soygurt yang dihasilkan
dari penambahan beberapa jenis gula berbeda nyata dalam hal tingkat kesukaan. Nilai
rata-rata tingkat kesukaan yang diberikan oleh panelis untuk perlakuan yang
ditambah sukrosa 7% adalah 1,53 (antara suka dan kurang suka), sedangkan pada
perlakuan lain berkisar antara 2,11- 2,65 (kurang suka hingga tidak suka) seperti
terlihat pada Tabel 2.

Perbedaan tingkat kesukaan ini erat kaitannya dengan rasa soygurt.


Umumnya panelis lebih menyukai soygurt yang rasanya tidak terlalu asam. Seperti
dikemukakan di atas bahwa soygurt yang dibuat dengan penambahan sukrosa 7%
mempunyai rasa yang tidak terlalu asam dan masih berasa manis, sedangkan soygurt
dari perlakuan lain mempunyai rasa yang asam sehingga kurang disukai oleh panelis.
Menurut Kanda et al (1976), tujuan penambahan sukrosa dalam pembuatan soygurt
adalah untuk meningkatkan sumber energi bagi mikrobia. Protein susu kedelai dapat
digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi mereka yang alergi terhadap laktosa
(lactose intolerance) atau bagi mereka yang tidak menyukai susu sapi karena
soyghurt tidak mengandung laktosa (gula susu). Sukrosa memiliki C (karbon)
terbanyak dibanding fruktosa, glukosa, dan laktosa.
KESIMPULAN

Soygurt merupakan produk fermentasi susu kedelai dengan menggunakan


bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang telah umum
dipakai dalam proses pembuatan yogurt. Selama proses fermentasi susu kedelai
menjadi soygurt terjadi perubahan pH. Susu kedelai yang awalnya mempunyai pH
6,66 setelah difermentasi selama 18 jam dengan menggunakan bakteri Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus mengalami penurunan pH yakni berkisar
antara 3,96-5,01. Semakin banyak sumber gula yang dapat dimetabolisir maka
semakin banyak pula asam-asam organik yang dihasilkan sehingga secara otomatis
pH juga akan semakin rendah.
Dalam pembuatan soygurt diperlukan susu kedelai dengan total padatan yang
lebih tinggi. Jika total padatan susu kedelai terlalu rendah maka soygurt yang
dihasilkan menjadi kurang sempurna. Rendahnya total padatan pada susu kedelai
menyebabkan kurangnya sumber energi bagi mikrobia untuk pertumbuhannya.
Penambahan gula cenderung meningkatkan kandungan protein soygurt. Terjadinya
peningkatan kandungan protein dari susu kedelai menjadi soygurt disebabkan karena
adanya penambahan protein dari mikrobia yang digunakan. Kandungan lemak pada
susu kedelai berbeda nyata dengan kandungan lemak soygurt. Terjadi penurunan
kandungan lemak pada soygurt yang dihasilkan. Hal ini disebabkan selama
fermentasi, lemak akan dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Hasil penilaian organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tingkat kesukaan)
penambahan beberapa jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap warna soygurt.
Kedelai yang digunakan untuk membuat susu kedelai berwarna kuning sehingga susu
dan soygurt yang dihasilkan menjadi putih kekuningan. Selain itu, kandungan vitamin
B2 (riboflavin) juga menyebabkan warna susu maupun soygurt menjadi kekuningan.
Penambahan beberapa jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap aroma soygurt
yang dihasilkan. Perbedaan ini disebabkan antara lain karena sukrosa mempunyai
tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan glukosa dan laktosa sehingga
soygurt yang dihasilkan mempunyai rasa manis dan tidak terlalu asam. Soygurt yang
dibuat dengan penambahan sukrosa 7% mempunyai rasa yang tidak terlalu asam dan
masih berasa manis, sedangkan soygurt dari perlakuan lain mempunyai rasa yang
asam sehingga kurang disukai.
DAFTAR PUSTAKA

Andhika,1982. Mempelajari Pembuatan Yoghurt Susu Kedelai, skripsi, Fateta IPB,


Bogor, Halaman 1-3 dan 6-8.
Buckle, dkk. 1987. “Ilmu Pangan”, diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono.
Universitas Indonesia: Jakarta.
Chandan, R.C. & Shahani, K.M. 1993. Yoghurt. Di dalam Hui (ed.). Dairy Science
and Technology Handbook-Product Manufacturing. New York.
Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil
Olahannya. Yogyakarta: Liberty.
Fardiaz, S., dan B.S.L Jenie, 1982. Pengaruh Penambahan Susu Skim Bubuk dan
Komposisi Starter Terhadap Mutu Yoghurt Kedelai, Buletin Penelitian Ilmu
dan Teknologi Pangan, Bogor, Halaman 231-248.
Hadiwiyoto, S. 1994. “Teori Dan Prosedur Pengujian Mutu Susu Dan Hasil
Olahannya”. Liberty: Yogyakarta
Herastuti, S.R., Sujiman, R.S. & Ningsih, N. 1994. Pembuatan pati gude (Cajanus
cajan L.) dan pemanfaatan hasil sampingnya dalam pembuatan yoghurt dan
tahu. Laporan Hasil Penelitian. Purwokerto: Fakultas Pertanian UNSOED.
Kanda, H., Wang, H.L., Heseltine C.W. & Kramer, K. 1976. Yoghurt production by
Lactobacillus fermentation of soybean milk. Proc. Bichem. 23-25.
Kartika, B. P. Hastuti, W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
UGM Press. Yogyakarta
Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Lee, S.Y., Morr, C.V. & Seo, A. 1990. Comparison of Milk-Based and Soymilk-
Based Yogurt. J.Food Sci. 55 : 532 – 536.
Meyer, L.H. 1978. Food Chemistry. Connecticut: The AVI Publishing Company.
Soemardi dan R. Thahir. 1993. Pascapanen Kedelai. hlm. 429-440. Dalam Kedelai.
Cetakan II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Sudarmadji, S., Haryono B. & Suhardi. 1984. Analisa Bahan Makanan dan Hasil
Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Tamime, A.Y. & Robinson, R.K. 1985. Yoghurt Science and Technology. New York:
Pergamon Press.
Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia.
Yusmarini. 1997. Perubahan oligosakarida dan fraksi protein selama proses
pembuatan yogurt dari susu kedelai. Tesis. Yogyakarta: UGM.
Yusmarini, Adnan M. & Hadiwiyoto S.. 1998. Perubahan Oligosakarida pada Susu
Kedelai dalam Proses Pembuatan Yogurt. Berkala Penelitian Pasca Sarjana
(BPPS). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Yusmarini,2004. Evaluasi Mutu Soygurt yang dibuat dengan Penambahan beberapa
Jenis Gula. Jurnal penelitian.Universitas Riau. Riau.

Anda mungkin juga menyukai