Disusun oleh :
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai kuning varietas
impor, sukrosa, glukosa, laktosa, gelatin yang berasal dari sapi, NaHCO3, bakteri
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus, K2SO4, HgO, H2SO4,
aquades, NaOH-Na2S2O3, H2BO3, indikator metal merah, HCl, dan heksan. Alat
yang digunakan adalah baskom, panci, kompor, blender, saringan, incubator, laminar
flow, oven, timbangan analitik, pH meter, desikator, botol timbang, labu kjeldahl,
labu destilasi, alat titrasi, automatic stirer, dan alat-alat gelas.
Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan
perlakuan S = penambahan sukrosa, SL = penambahan sukrosa dan laktosa, L =
penambahan laktosa, SG = penambahan sukrosa dan glukosa, G = penambahan
glukosa, dan LG = penambahan laktosa dan glukosa. Masing-masing perlakuan
diulang sebanyak 3 kali sehingga akan diperoleh satuan percobaan sebanyak 18 buah.
Metode yang digunakan dalam pembuatan susu kedelai adalah Metode Illinois
dengan sedikit modifikasi (Yusmarini et al, 1998). Biji kedelai direndam dalam
larutan NaHCO3 0,5% selama satu malam (perbandingan kedelai dengan larutan
perendam adalah 1 : 3). Setelah itu, kedelai ditiriskan dan diblanching dalam larutan
NaHCO3 0,5% selama 30 menit (perbandingan kedelai dengan larutan perendam
adalah 1 : 3). Kemudian, kulit kedelai dibuang dan dicuci dengan air bersih dan
ditiriskan. Selanjutnya, kedelai dihancurkan dengan menggunakan blender sambil
ditambah dengan air panas (80-1000C) dengan perbandingan kedelai dan air sebanyak
1 : 6. Penggilingan dilakukan selama 7 menit dan setelah itu dilakukan penyaringan.
Susu kedelai yang telah disaring siap digunakan untuk pembuatan soygurt.
Proses pembuatan soygurt mengacu pada metode Kanda et al, (1976). Susu
kedelai yang telah disiapkan sebanyak 2700 ml untuk 1 kali ulangan dibagi menjadi 6
bagian dan masing-masing bagian sebanyak 450 ml dimasukkan ke dalam panci yang
berbeda. Pada panci I ditambah sukrosa sebanyak 7% dari volume susu kedelai, panci
II ditambah glukosa sebanyak 7%, panci III ditambah laktosa sebanyak 7%, panci IV
ditambah sukrosa 3,5% dan laktosa 3,5%, panci V ditambah sukrosa 3,5% dan
glukosa 3,5%, dan panci VI ditambah 3,5% laktosa dan 3,5% glukosa. Kemudian
diaduk hingga gula yang ditambahkan menjadi larut. Susu yang terdapat pada
masing-masing panci dibagi menjadi tiga bagian dan dimasukkan ke dalam botol kaca
masing-masing 150 ml. Kemudian susu kedelai disterilisasi pada suhu 115 0C selama
10 menit. Susu kedelai didinginkan dengan cepat hingga mencapai suhu 450C. Agar
soygurt stabil dan baik teksturnya maka dilakukan penambahan larutan gelatin 20%
sebanyak 5% dari volume susu kedelai. Kemudian susu kedelai diinokulasi dengan
starter yang terdiri dari Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus
masing-masing sebanyak 2,5% dari volume susu kedelai. Sebelum digunakan untuk
pembuatan soygurt kultur Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus
dibiakkan dalam medium susu kedelai. Setelah diinokulasi dengan starter susu
kedelai diinkubasi pada suhu 370C selama 18 jam.
pH susu kedelai dan soygurt diukur dengan menggunakan pH meter. Susu
kedelai dan soygurt yang telah jadi diaduk/dikocok secara merata, kemudian diukur
pH nya dengan menggunakan pH meter. Total padatan dari susu kedelai dan soygurt
ditentukan dengan menggunakan metoda AOAC (Sudarmadji et al, 1984).
Kandungan protein ditentukan dengan menggunakan metoda Kjeldahl (Sudarmadji et
al, 1984) dan kandungan lemak ditentukan dengan menggunakan metode ekstraksi
(Hadiwiyoto 1994).
Penilaian organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tingkat kesukaan) dari
soygurt dilakukan oleh 15 orang panelis yang tidak terlatih. Sampel diletakkan dalam
wadah bersih dan diberi tanda huruf sesuai dengan banyaknya perlakuan. Panelis
diminta untuk menilai masing-masing sampel pada lembaran kuesioner yang telah
disajikan (Kartika et al, 1988). Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan
menggunakan Anova dan dilanjutkan dengan uji lanjut DNMRT untuk melihat
perbedaan antar perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Lemak
Kandungan lemak pada susu kedelai dan soygurt dapat dilihat pada Gambar 4.
Susu kedelai mengandung lemak sebesar 9,71% sedangkan soygurt yang dihasilkan
mengandung lemak berkisar antara 6,34-7,90%.
Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa kandungan lemak pada susu
kedelai berbeda nyata dengan kandungan lemak soygurt. Gambar 4 menunjukkan
bahwa terjadi penurunan kandungan lemak pada soygurt yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan selama fermentasi, lemak akan dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Menurut Wood (1985) di dalam Yusmarini (1997) hidrolisis trigliserida
oleh enzim lipase akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Gambar 4 juga
menunjukkan bahwa penambahan beberapa jenis gula berpengaruh tidak nyata
terhadap kandungan lemak soygurt, karena gula yang ditambahkan hanya akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan mikrobia dan meningkatkan citarasa soygurt.
Menurut Chandan & Shahani (1993), hidrolisis lemak memberikan kontribusi yang
kecil terhadap produk yogurt.
Penilaian Organoleptik
Hasil penilaian organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tingkat kesukaan)
terhadap soygurt yang dihasilkan beserta hasil uji lanjutnya disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penambahan beberapa
jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap warna soygurt. Nilai rata-rata warna yang
diberi oleh panelis berkisar antara 1,02- 1,13 (putih kekuningan). Hal ini disebabkan
karena kedelai yang digunakan untuk membuat susu kedelai berwarna kuning
sehingga susu dan soygurt yang dihasilkan menjadi putih kekuningan. Selain itu,
kandungan vitamin B2 (riboflavin) juga menyebabkan warna susu maupun soygurt
menjadi kekuningan seperti dikemukan oleh Winarno (1988) bahwa riboflavin dapat
memberikan warna lemak pada susu menjadi kekuningan. Penambahan beberapa
jenis gula tidak mempengaruhi warna soygurt karena gula yang ditambahkan hanya
akan dimanfaatkan oleh mikrobia sebagai sumber energi dan sebagian akan
digunakan untuk menghasilkan asam-asam organik. Selama fermentasi tidak terjadi
perubahan warna pada susu kedelai.
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penambahan beberapa
jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap aroma soygurt yang dihasilkan. Nilai
rata-rata aroma yang diberi oleh panelis berkisar antara 1,71-1,98 (beraroma langu).
Aroma langu merupakan bau khas dari kacang-kacangan. Timbulnya aroma langu
disebabkan oleh kerja enzim lipoksigenase yang terdapat pada biji kedelai. Aroma
langu muncul saat pengolahan yaitu setelah tercampurnya lipoksigenase dengan
lemak kedelai. Menurut Koswara (1995), aroma langu dapat dikurangi dengan jalan
melakukan penggilingan dengan air panas karena pada suhu tinggi enzim
lipoksigenase menjadi tidak aktif. Winarno (1993) menyatakan bahwa rasa dan aroma
langu adalah rasa yang tidak disenangi oleh berbagai golongan masyarakat dan ini
dapat diatasi dengan penambahan citarasa baru seperti vanila.
Proses fermentasi diharapkan juga dapat mengurangi aroma langu karena pada
proses fermentasi susu kedelai akan dihasilkan asam-asam organik yang dapat
meningkatkan citarasa. Namun, dari hasil penelitian ini didapat bahwa fermentasi
susu kedelai dengan penambahan beberapa jenis gula tidak mampu menutupi aroma
langu pada soygurt yang dihasilkan. Aroma langu lebih dominan dibandingkan
dengan dengan aroma dari asam-asam organik yang dihasilkan selama fermentasi.
Menurut Yusmarini et al, (1998) asam-asam organik yang terdapat pada soygurt yang
dibuat dengan penambahan sukrosa adalah asam laktat, asam sitrat, dan asam
suksinat.
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa soygurt yang dibuat
dengan penambahan sukrosa sebesar 7% (S) mempunyai rasa yang berbeda dengan
perlakuan lain. Nilai rata-rata yang diberikan oleh panelis untuk soygurt yang dibuat
dengan penambahan sukrosa 7% adalah 2,78 (tidak asam/berasa manis), sedangkan
perlakuan lain berkisar antara 1,42-1,64 (kurang asam hingga asam). Perbedaan ini
disebabkan antara lain karena sukrosa mempunyai tingkat kemanisan yang lebih
tinggi dibandingkan glukosa dan laktosa sehingga soygurt yang dihasilkan
mempunyai rasa manis dan tidak terlalu asam. Menurut Meyer (1978), tingkat
kemanisan gula yang tertinggi berturut-turut adalah fruktosa, sukrosa, glukosa,
galaktosa dan laktosa. Di samping itu, proses fermentasi sukrosa oleh S. thermophilus
dan L. bulgaricus lebih lama dibandingkan dengan glukosa dan laktosa. Dalam
jangka waktu 18 jam fermentasi, jumlah sukrosa yang terfermentasi lebih sedikit
sehingga jumlah asam yang dihasilkan juga sangat terbatas, hal ini terbukti dengan
masih tingginya nilai pH soygurt yang dihasilkan yakni 5,01, sedangkan pada
perlakuan lain jumlah gula yang terfermentasi relatif lebih banyak sehingga asam-
asam organik yang dihasilkan juga lebih banyak. Hal ini ditandai dengan rendahnya
pH soygurt yakni berkisar antara 3,96-4,01.
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa soygurt yang dihasilkan
dari penambahan beberapa jenis gula berbeda nyata dalam hal tingkat kesukaan. Nilai
rata-rata tingkat kesukaan yang diberikan oleh panelis untuk perlakuan yang
ditambah sukrosa 7% adalah 1,53 (antara suka dan kurang suka), sedangkan pada
perlakuan lain berkisar antara 2,11- 2,65 (kurang suka hingga tidak suka) seperti
terlihat pada Tabel 2.