Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK

TEKNOLOGI PENGEMASAN

OLEH KELOMPOK 3:

Aldi Okta Bela 2106110575


Lia Nurdianti 2106111618
Raihanul Qalbi 2106113626
Ribka Pebriani Daely 2006126319
Royando Cibro 2106110572
Salsabila Khairumi 2106125776

Dosen Pengampu: Yossie Kharisma Dewi, S.TP., M.P

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
Jurnal 1
Judul Jurnal: Karakterisasi Edible film Dari Pati Jagung Dengan Plastisizer
Gliserol Dan Filler CMC Sebagai Bahan Pengemas Makanan
Jurnal: Jurnal Teknologi dan Inovasi Industri
Volume/Nomor: Vol. 3 No. 1
Halaman: 23-31
Tahun: 2022
Penulis: Edwin Azwar, Panji Asmara, dan Yuli Darni
Perlakuan
Perlakuan pada proses pembuatan edible film yaitu dengan menambahkan
CMC dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3% pada matriks pati jagung, air, dan
gliserol. Proses selanjutnya adalah dilakukan pengeringan pada suhu 60°C.
Metode

Pembuatan edible film dimulai dengan menimbang massa pati jagung sebesar
20 gram yang kemudian ditambahkan air hingga volume 150 ml, kemudian pati
dan air dilarutkan dalam beaker glass berisi magnetic stirrer. Setelah itu sampel
diaduk menggunakan hot plate dan diatur kecepatan pengadukan 380 rpm selama
10 menit. Ditambahkan gliserol dan diaduk 5 menit. Ditambahkan CMC dan
diaduk 5 menit. Kemudian hot plate diatur suhunya pada temperatur 75oC selama
10 menit sambil dilakukan pengadukan setelah itu larutan kemudian dituang
kecetakan dan didiamkan hingga suhu ruangan selanjutnya dimasukan di dalam
oven untuk dikeringkan dengan temperatur T=60oC selama 8 jam. Setelah
dikeringkan kemudian edible film dimasukan ke dalam desikator. Setelah itu
edible film dilepas dari cetakan kemudian di simpan dalam zip lock. Edible film
siap untuk dianalisis sifat fisis dan mekanik.
Hasil

Perpanjangan

Gambar 1. Pengaruh konsentrasi CMC terhadap pemanjangan edible film

Hasil jurnal 1 menunjukkan proses perpanjangan terjadi pada saat sampel


ditarik dari keadaan awal hingga terjadinya proses pemutusan. Hasil perpanjangan
dapat dilihat dari Gambar 2. Gambar 2 menunjukan bahwa nilai persen
pemanjangan tertinggi didapatkan pada sampel bioplastik dengan kandungan
CMC 3% dengan nilai 10,63468%. Parameter mutu edible film berdasarkan
Japanese Industrial Standard (JIS) 1975, persen pemanjangan edible film minimal
70 %. Hasil persen pemanjangan pada jurnal 1 ini masih belum memenuhi
standar, maka perlu dilakukan penambahan bahan lainnya untuk memenuhi
standar persen pemanjangan berdasarkan referensi dari jurnal-jurnal yang
berkaitan dengan penelitian tentang edible film.

Kelarutan Air

Gambar 2. Hasil uji kelarutan air

Hasil jurnal 1 menunjukkan kelarutan air untuk mengetahui kemampuan


edible film dalam menyerap air. Daya serap edible film pada penelitian ini
diharapkan seminim mungkin supaya mampu menjaga kualitas bahan yang
diselimuti. Hasil kelarutan air dapat dilihat dari Gambar 2. Gambar 5 dapat
dilihat bahwa hasil terbaik berada pada konsentrasi CMC 2 % dengan nilai
294,017094%. Nilai ini masih terlalu tinggi dikarenakan sampel terbuat dari
bahan pati yang bersifat hidrofilik sehingga mudah menyerap air. Selain
kandungan pati, gliserol juga memiliki kandungan gugus fungsi OH- yang bersifat
hidrofilik juga.

Jurnal 2

Judul Jurnal : Pengembangan Edible film Komposit Berbasis Pati


Jagung dengan Penambahan Minyak Sawit dan Tween 20
Jurnal : Jurnal Agritech
Volume / Nomor : Vol. 38 No. 2
Halaman : 119-124
Tahun : 2018
Penulis : Budi Santoso, Debby Amilita, Gatot Priyanto, Hermanto,
Sugito
Perlakuan

Perlakuan pada proses pembuatan edible film yaitu dengan penambahan


konsentrasi Tween 20 sebanyak (0,5%; 1,0%; dan 1,5%) dan penambahan minyak
sawit sebanyak (1%; 2%; 3%) v/v dengan proporsi berdasarkan jumlah pati.
Setelah tercampur homogen dan terjadi gelatinisasi sempurna dilakukan
pengurangan udara dalam larutan menggunakan pompa vakum (degassing)
selama 1 jam lalu dituang dalam cawan petri yang memiliki diameter 15 cm
sebanyak 30 mL. Suspensi dikeringkan dalam oven pada suhu 45 °C selama 24
jam.

Metode

Metode yang dilakukan dengan memasukkan pati jagung sebanyak 5 g dalam


beaker glass dan ditambahkan aquadest sampai batas 100 mL, suspensi pati
jagung diaduk dengan magnetic stirrer pada kecepatan 8 dan dipanaskan di atas
hot plate pada suhu 60 °C sampai terjadi gelatinisasi. HPMC sebanyak 1,6 g
dilarutkan dalam air panas sebanyak 80 mL per 100 mL suspensi pati jagung dan
ditambah gliserol sebanyak 3% dengan suhu yang dipertahankan. Suspensi pati
jagung yang telah ditambahkan gliserol dicampurkan dengan gel HPMC pada
suhu 60 °C dan diaduk sampai homogen hingga terbentuk gelatinisasi sempurna.
Penambahan Tween 20 sebanyak (0,5%; 1,0%; dan 1,5%)v/v 100 mL dan
selanjutkan minyak sawit sebanyak (1%; 2%; 3%) v/v dengan proporsi
berdasarkan jumlah pati. Setelah tercampur homogen dan terjadi gelatinisasi
sempurna dilakukan pengurangan udara dalam larutan menggunakan pompa
vakum (degassing) selama 1 jam lalu dituang dalam cawan petri yang memiliki
diameter 15 cm sebanyak 30 mL. Suspensi dikeringkan dalam oven pada suhu 45
°C selama 24 jam. Edible film dilepas dari cetakan kemudian dimasukan dalam
desikator selama 24 jam selanjutnya edible film siap untuk dianalisis.

Hasil

Ketebalan

Nilai rata-rata ketebalan edible film komposit yang dihasilkan berkisar antara
0,21-0,35 mm hal ini dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai ketebalan terendah pada
perlakuan A1B3 dan tertinggi A3B3. Edible film komposit yang dihasilkan
memenuhi standar Japan International Standard (JIS) 1975 yaitu maksimal 0,25
mm.

Gambar 3. Ketebalan edible film

Ketebalan edible film terendah pada perlakuan A1B3 dengan ketebalan


0,21 mm dan tertinggi A3B3 dengan ketebalan 0,35 mm. Hal ini disebabkan
konsentrasi minyak sawit 3% dan surfaktan Tween 20 sebesar 1,5% menunjukkan
bahwa semua gugus hidrofobik dari minyak sawit berikatan secara sempurna
dengan gugus hidrofobik dari surfaktan Tween 20. Formulasi matrik edible film
ini terdiri atas 2 fase yang berbeda sifatnya. Pati jagung, gliserol, dan HPMC
merupakan fase hidrofilik atau bersifat polar sedangkan minyak sawit adalah fase
hidropobik atau non polar. Sehingga untuk membentuk matrik edible film yang
stabil harus ditambahkan surfaktan yaitu Tween 20 dengan nilai HLB 16,7 yang
memiliki dua sifat bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat
hidropobik. Ikatan yang terbentuk pada matrik edible film komposit adalah pati
jagung, gliserol, dan HPMC akan saling berikatan membentuk ikatan komplek
dalam matrik edible film komposit karena ketiga senyawa ini memiliki sifat yang
sama dan gugus yang bebas dari ikatan komplek ini akan berikatan dengan Tween
20 pada bagian hidrofilik dan bagian hidropobik akan berikatan dengan asam
lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak sawit.

Ikatan komplek pati jagunggliserol-HPMC-Tween 20-minyak sawit


berpengaruh terhadap pertambahan total padatan matrik edible film komposit.
Makin tinggi total padatan maka makin meningkatkan ketebalan edible film
komposit yang dihasilkan.

Persen Pemanjangan

Persen pemanjangan edible film komposit yang diperoleh berkisar antara


4,67-23,33%. Persen pemanjangan edible film komposit yang dihasilkan belum
memenuhi standar JIS 1975 (minimal persen pemanjangan edible film 70%). Nilai
rata-rata persen pemanjangan edible film komposit disajikan pada Gambar 2.
Gambar 4. Persen pemanjangan edible film

Persen pemanjangan yang dihasilkan pada penelitian ini diketahui lebih tinggi
dibandingkan dengan persen pemanjangan yang dihasilkan pada penelitian jurnal
1. Diketahui persen pemanjangan tertinggi pada jurnal 1 sebesar 10,63468%,
sedangkan persen pemanjangan tertinggi pada jurnal 2 diketahui sebesar 23,33%.
Diketahui bahwa Tween 20 merupakan surfaktan dengan nilai HLB 16,7 yang
bersifat lebih dominan hidrofilik dibanding hidropobik. Semakin tinggi senyawa
hidrofilik persen pemanjangan makin tinggi.

Kelarutan

Perlakuan interaksi A1B2 menghasilkan edible film komposit dengan tingkat


kelarutan paling, perlakuan interaksi ini berbeda tidak nyata dengan A1B3. Hal ini
disebabkan ikatan komplek pati jagung-gliserol-HPMC-Tween 20-minyak sawit
membentuk matrik edible film komposit yang didominasi sifat hidrofilik, sehingga
mengakibatkan kelarutan edible film komposit meningkat. Kelarutan edible film
komposit yang dihasilkan antara 49,14-89,80% dan dapat dilihat pada Gambar 3
sebagai berikut.

Gambar 5. Kelarutan edible film

Persentase kelarutan yang dihasilkan pada penelitian jurnal 2 diketahui


lebih rendah dari hasil penelitian jurnal 1. Diketahui persentase kelarutan tertinggi
yang dihasilkan pada jurnal 1 sebesar 374,609%, sedangkan persentase kelarutan
tertinggi yang dihasilkan pada jurnal 2 sebesar 89,80%. Daya serap edible film
pada sebuah penelitian diharapkan seminim mungkin supaya mampu menjaga
kualitas bahan yang diselimuti.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian jurnal 1 dan 2 diketahui hasil terbaik adalah


edible film dengan penambahan minyak sawit dan tween 20, karena penambahan
minyak sawit dan tween 20 diketahui dapat meningkatkan persen pemanjangan
tertinggi sebesar 23,33 %, dan menurunkan persentase kelarutan air edible film
sebesar 89,80%. Hasil edible film yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan yang
digunakan pada proses pembuatan edible film.

Saran

Saran yang dapat diberikan penulis adalah dengan meningkatkan konsentrasi


bahan pada penelitian jurnal 1 dan jurnal 2, dan menambahkan bahan-bahan yang
dapat meningkatkan elastisitas edible film seperti protein, lipid, dan plasticizer,
karena persen pemanjangan dan kelarutan edible film pada jurnal 1 dan jurnal 2
belum memenuhi standar JIS 1975.
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, E., P. Asmara, dan Y. Darni. 2022. Karakterisasi edible film dari pati
jagung dengan plastisizer gliserol dan filler cmc sebagai bahan pengemas
makanan. Jurnal Teknologi dan Inovasi Industri. 3(1): 23-31.

Santoso, B., D. Amilita, G. Priyanto, H. Hermanto. 2018. Pengembangan Edible


film Komposit Berbasis Pati Jagung dengan Penambahan Minyak Sawit dan
Tween 20. Jurnal Agritech. 38(2): 119-124

Anda mungkin juga menyukai