Anda di halaman 1dari 15

KARAKTERISASI FISIK DAN MEKANIK EDIBLE FILM DENGAN PENAMBAHAN PEKTIN

KULIT PISANG KEPOK (MUSA PARADISIACA LINN)

Qurrata Ayun1, Tusniyawati2


1.2
Program Studi Kimia, Universitas PGRI Banyuwangi, Banyuwangi, Indonesia
korespondensi : (qu_rrata@yahoo.co.id)

Abstrak

Latar Belakang : Bahan pengemas dari plastik yang banyak digunakan dapat memberikan
perlindungan yang baik dalam pengawetan, karena bahan makanan pada umumnya sangat
sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas. Penurunan kualitas tersebut dapat
dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur. Salah satu cara untuk
mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan yang tepat.
Perkembangan jenis kemasan telah mengarah ke kemasan baru yang memiliki kemampuan
yang baik dalam mempertahankan mutu bahan pangan dan bersifat ramah lingkungan , salah
satunya adalah bahan kemasan edible film. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari tentang
pengaruh penambahan pektin kulit pisang kepok pada pembuatan edible film dengan cara
melihat dari karakteristik fisik dan kimianya.
Metode : Edible film dibuat dengan mencampurkan pektin dari ekstraksi kulit pisang
kepok (Musa paradisiaca linn) dengan pelarut etanol 96%. Massa kulit pisang kepok 6
g, pelarut HCl sebanyak 0,05 M dan variasi suhu dalam proses ekstraksi yaitu (700C,
750C, 800C, 850C, dan 900C). Penambahan platicizer dan gliserin dilakukan untuk
memperbaiki karakteristik fisik dan mekanik film pektin kulit pisang kepok.
Hasil : Karakteristik sifat fisik dan mekanik edible film pektin kulit pisang kepok
menunjukkan bahwa penambahan konsentarasi gliserin berpengaruh terhadap nilai
ketebalan tertinggi yaitu 70,56 mm dengan konsentrasi gliserin 12 g, nilai kelarutan
yang konstan terlihat pada gliserin 3 g dan 6 g yaitu 0,6%, nilai susut bobot tertinggi
19,31% pada konsentrasi gliserin 6 g, kadar air diperoleh nilai terendah 120 %
konsentrasi gliserin 9 g. Hasil gugus fungsional FT-IR menunjukkan bahwa ekstraksi
yang dihasilkan adalah pektin dan uji SEM menunjukkan perbandingan permukaan
film dengan konsentrasi 6 g dan 12 g tidak rata karena proses pembuatan yang tidak
homogen.

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 283


Kesimpulan : Karakteristik kimia pektin hasil ekstraksi limbah kulit pisang kepok
menunjukkan hasil yang signifikan

Kata kunci: Pektin Kulit Pisang, Edible Film, kulit pisang kepok

Abstract

Background : Plastic packaging materials that are widely used can provide good
protection in preservation, because food ingredients are generally very sensitive and
easily degraded. The decline in quality can be accelerated by the presence of oxygen,
water, light, and temperature. One way to prevent or slow down the phenomenon is by
proper packaging. The development of packaging types has led to new packaging that
has a good ability to maintain food quality and is environmentally friendly, one of which
is edible film packaging material. The purpose of this study was to study the effect of
the addition of kepok banana peel pectin on the making of edible film by looking at its
physical and chemical characteristics.
Method : Edible film is made by mixing pectin from the extraction of kepok banana
peels (Musa paradisiaca linn) with 96% ethanol solvent. Banana peel mass 6 g, HCl
solvent as much as 0.05 M and temperature variations in the extraction process
namely (700C, 750C, 800C, 850C, and 900C). The addition of platicizer and glycerin was
done to improve the physical and mechanical characteristics of the Kepok banana peel
film
Results : Characteristics of physical and mechanical properties of the banana peel
edible pectin film showed that the addition of glycerin concentration influenced the
highest thickness value of 70.56 mm with a glycerin concentration of 12 g, a constant
solubility value seen in glycerin 3 g and 6 g which was 0.6%, the highest value of
weight loss was 19.31% at 6 g glycerin concentration, the lowest water content was
obtained 120% glycerin concentration 9 g. The results of the FT-IR functional group
showed that the extraction produced was pectin and the SEM test showed that the
surface ratio of the films with concentrations of 6 g and 12 g was uneven due to the
non-homogeneous manufacturing process.
Conclusion : Chemical characteristics of pectin extracted from Kepok banana peel
waste showed significant results

Key words: Kepok banana peel, Edible Film, Pektin

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 284


PENDAHULUAN sebagainya. Dengan kemampuan yang
Bahan makanan pada umumnya dimilikinya maka edible film telah banyak
sangat sensitif dan mudah mengalami digunakan untuk meningkatkan umur simpan
penurunan kualitas karena faktor lingkungan, buah-buahan dan sayur-sayuran. Kelebihan
kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan lain dari pengemas edible film adalah
kualitas tersebut dapat dipercepat dengan kemampuannya untuk didegradasi dengan
adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur. mudah sehingga tidak menimbulkan
Salah satu cara untuk mencegah atau permasalahan lingkungan seperti sampah
memperlambat fenomena tersebut adalah plastik yang dapat mencemari lingkungan.
dengan pengemasan yang tepat. Edible film dapat dibuat dari tiga
Bahan pengemas dari plastik banyak jenis bahan penyusun yang berbeda yaitu
digunakan dengan sifat ekonomis dapat hidrokoloid, lipid, dan komposit dari keduanya
memberikan perlindungan yang baik dalam [7]. Beberapa jenis hidrokoloid yang dapat
pengawetan. Material sintetis yang terdiri dari dijadikan bahan pembuat edible film adalah
sekitar 60% polietilen dan 27% dari poliester protein,karbohidrat ,dan lipid. Dalam penelitian
diproduksi untuk membuat bahan pengemas ini menggunakan bahan dasar kulit pisang
plastik yang digunakan dalam produk makanan kepok karena kandungan yang lebih tinggi
[15]. Penggunaan material sintetis tersebut dibandingkan pisang yang lainnya. Dalam
berdampak pada pencemaran lingkungan. penelitian [14], menyatakan bahwa semua jenis
Plastik akan menjadi sampah yang sulit terurai. kulit pisang dapat diolah menjadi tepung.
Perkembangan jenis kemasan telah Pektin digunakan secara luas sebagai
mengarah ke kemasan baru yang memiliki komponen fungsional pada makanan karena
kemampuan yang baik dalam mempertahankan kemampuannya membentuk gel encer dan
mutu bahan pangan dan bersifat ramah menstabilkan protein. Penambahan pektin
lingkungan. Salah satu alternatif yang dapat pada makanan akan mempengaruhi proses
dipertimbangkan untuk tujuan tersebut adalah metabolisme dan pencernaan khususnya pada
bahan kemasan edible film. adsorpsi glukosa dan tingkat kolesterol. Selain
Edible film merupakan pengemas yang itu, pektin juga dapat membuat lapisan yang
mampu bertindak sebagai penghambat sangat baik yaitu sebagai bahan pengisi dalam
perpindahan uap air dan pertukaran gas (CO2 industri kertas dan tekstil, serta sebagai
dan O2), mempertahankan integrasi struktur pengental dalam industri karet [8].
bahan, menahan komponen flavor yang muda Plastik edible yang dibentuk dari
menguap, dan dapat pula digunakan sebagai polimer murni bersifat rapuh sehingga perlu
pembawa bahan tambahan pangan seperti digunakan plasticizer untuk meningkatkan
agensia antimikrobia, antioksidan, dan fleksibilitasnya. Edible film pektin dengan
penambahan bahan tambahan plasticizer

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 285


mempunyai sifat lebih fleksibel daripada film Sebanyak 6 g serbuk kulit pisang kepok
tanpa plasticizer [16]. yang sudah diayak dimasukkan ke dalam labu
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari ukur, sebagai pelarut digunakan asam klorida
tentang pengaruh penambahan pektin kulit 200 mL, sebanyak 0,05 M. Hotplate dihidupkan
o o o o
pisang kepok pada pembuatan edible film dengan variasi suhu 70 C, 75 C, 80 C, 85 C
o
dengan cara melihat dari karakteristik fisik dan dan 90 C dengan menggunakan pengaduk
kimianya. magnetik stirrer. Waktu ekstraksi selama 2 jam.
Setelah diekstraksi, bahan disaring dengan
METODE kertas saring dalam keadaan panas. Filtrat dari
Alat yang digunakan dalam penelitian hasil penyaringan ditambah dengan etanol 96%
ini meliputi : gelas ukur, beaker glass 250 mL, dengan perbandingan volume 1:1 sambil
termometer, neraca analitik, oven, hotplate, diaduk sehingga terbentuk endapan. Sampel
cetakan atau plat kaca, labu ukur, magnetic dipisahkan dari larutannya dengan cara
stirer, mikrometer mitutoya, blender, spatula, disaring dengan menggunakan kertas saring.
pengaduk. Alat pembuatan bubuk kulit pisang: Pemurnian sampel dilakukan dengan
pisau, baskom, blender, mortal, dan loyang menggunakan etanol secara 2 kali
atau plat plastik. pengulangan. Setelah itu dikeringkan di bawah
Bahan yang digunakan dalam sinar matahari langsung. Selama proses
penelitian ini meliputi : Serbuk kulit pisang kepok, ekstraksi dilakukan pengadukan dengan
Asam klorida (HCl) 0,05 M, gliserin, aquades, magnetic stirrer. Hasil optimum rendeman
tepung tapioka, etanol 96%, kertas saring. pektin cair digunakan untuk pembuatan edible
SKEMA KERJA film.
Preparasi Sampel Tahap Pembuatan Edible Film
1. Tahap Persiapan Bahan Pembuatan edible film ada dua jenis
Bahan yang dipakai adalah kulit pisang kepok larutan awalnya disiapkan terlebih dahulu, yaitu
yang diambil daging kulitnya, dicuci bersih pertama adalah larutan pektin kulit pisang
dengan air kemudian dipotong kecil-kecil. kepok sebanyak 2 mL. Bahan kedua berupa
Kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari larutan yang berisi tepung tapioka dengan
langsung sampai kering. Kulit pisang yang penambahan 10 g yang dilarutkan dalam 100
sudah kering lalu dihancurkan dengan mL aquades, kemudian dipanaskan dengan
menggunakan blender hingga menjadi serbuk, hotplate hingga larutan terbentuk menjadi gel
setelah itu diayak sehingga terbentuk bubuk (sampai warnanya berubah menjadi bening)
kulit pisang, kemudian digunakan untuk proses dan dilanjutkan dengan pengadukan
ekstraksi dan tepung kulit pisang. menggunakan magnetic stirrer. Kemudian
Tahap Ekstraksi Pektin dari Serbuk Kulit larutan tepung tapioka dicampur. Selanjutnya

Pisang Kepok ditambahkan gliserin dengan variasi sebanyak


0 g, 3 g, 6 g, 12 g, diaduk dan dipanaskan terus
sampai suhu 75ºC (selama 5 menit) hingga

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 286


bahan menjadi rata. Larutan dituang ke dalam aquades dan air yang terdapat pada
cetakan kaca dan dikeringkan menggunakan permukaan plastik dihilangkan dengan tissue
oven pada suhu 60ºC selama 24 jam. kertas, setelah itu baru dilakukan
Analisis Gugus Fungsional Pektin penimbangan. Sampel dimasukkan kembali ke
Data hasil FT-IR kemudian dalam wadah yang berisi aquades selama 10

dianalisis dengan memperhatikan bilangan detik. Kemudian sampel diangkat dari wadah
dan ditimbang kembali. Prosedur perendaman
gelombang pada spektra dan intensitasnya
dan penimbangan dilakukan kembali sampai
masing-masing. Bilangan gelombang inilah
diperoleh berat akhir sampel konstan (Ban et
yang mencirikan gugus fungsi yang ada
al., 2005). Selanjutnya air yang diserap oleh
pada pektin.
sampel dihitung melalui persamaan:
2. Tahap Pengujian Produk Edible Film
Air (%) =
Uji Ketebalan Edible Film
Ketebalan diukur menggunakan
mikrometer Mitutoyo (ketelitian 0,01 mm) Keterangan: W = berat edible film basah
dengan cara menempatkan film diantara Wo = berat edible film
rahang mikrometer. Untuk setiap sampel yang kering
akan diuji, ketebalan diukur pada setiap sudut Analisis SEM
yang berbeda, kemudian dihitung nilai rata – Dilakukan uji SEM untuk melihat
ratanya dan digunakan untuk menghitung kompabilitas campuran zat tambahan serta
ketebalannya. menunjukkan morfologi permukaan dari
Uji Kelarutan Edible Film (%)
film. Hasil proses pembuatan film
Uji kelarutan edible film merupakan
dilakukan pengujian struktur dengan SEM,
persen berat kering dari film yang terlarut
karena analisis SEM berfungsi untuk
setelah dicelupkan di dalam air.
menentukan bentuk (morfologi) serta
Uji Susut Bobot
Pada penelitian ini dilakukan uji
perubahan struktur dari suatu bahan

susut bobot pada fillet ikan. Susut bobot ini seperti patahan, lekukan, dan menentukan
dilakukan penimbangan dengan lama pori edible film.
penyimpanan 3 hari dengan variasi massa
penambahan gliserin (0 g, 3 g, 6 g, 9 g, 12 g). HASIL
Kadar Air Penyiapan Bahan Baku Kulit Pisang Kepok
Uji Ketahanan Air Edible Film dengan Bahan utama yang digunakan
Uji Daya Serap Air. Prosedur uji ketahanan air
dalam penelitian ini adalah kulit pisang
yaitu dengan menimbang berat awal sampel
kepok (Musa paradisiaca Linn) yang
yang akan diuji (W 0), kemudian dimasukan ke
terlebih dahulu dikeringkan menjadi serbuk
dalam wadah yang berisi aquades selama 10
sebelum diekstrak pektinnya. Setelah
detik. Sampel diangkat dari wadah yang berisi

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 287


kering, kulit pisang dihancurkan dengan penelitian grafik hubungan suhu, ekstraksi
penumbukan. Serbuk kulit pisang kepok pektin kulit pisang kepok maka
yang dihasilkan berwarna coklat kehitaman didapatkanlah grafik sebagai berikut:
selanjutnya digunakan untuk proses
ekstraksi.
Proses pengeringan ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air yang
terkandung dalam kulit pisang kepok.
Menurut Fitriani (2003) pektin yang
dihasilkan dengan menggunakan metode
pengeringan pada persiapan bahan
memiliki rendemen yang lebih besar dan Gambar 1. Grafik Hubungan Suhu,

rendemen yang dihasilkan semakin bagus Ekstraksi Pektin Kulit Pisang Kepok

dibandingkan dengan yang tidak Hasil penelitian ini menunjukkan

dikeringkan lebih dahulu (bahan yang bahwa temperatur, serbuk kulit pisang

masih dalam keadaan segar). Pengeringan kepok dengan variasi suhu (700C, 750C,

bahan baku dapat mempengaruhi laju 800C, 850C, dan 900C) berpengaruh

difusi larutan ke bahan menjadi lebih baik terhadap hasil ekstraksi untuk pembuatan

dibandingkan dalam keadaan segar, edible film. Prinsip ekstraksi pektin adalah

karena bahan segar memiliki kadar air perombakan protopektin yang tidak larut

yang tinggi sehingga dapat menyulitkan menjadi pektin yang dapat larut. Hasil ini

difusi larutan asam untuk mengekstrak lebih besar dibandingkan rendemen pektin

pektin dari bahan. kulit pisang kepok lainnya. Ekstraksi pektin

Ekstraksi Pektin Kulit Pisang dapat dilakukan dengan hidrolisis asam,

Ekstraksi pektin dilakukan setelah reaksi asam hidrolisis akan semakin cepat

diperoleh serbuk kulit pisang kepok apabila konsentrasi asam semakin tinggi

dengan variasi suhu yaitu,( 700C, 750C, dan sebaliknya Rona Joharni Nainggolan,

800C, 850C, dan 900C). Campuran yang Medan (1994). Suhu ekstraksi yang tinggi

diekstraksi disaring dengan menggunakan menyebabkan peningkatan energi kinetik

kertas saring untuk memisahkan larutan sehingga difusi pelarut kedalam sel

ampasnya. Hasil filtrat dari yang telah jaringann semakin meningkat. Hal ini

didapat kemudian dilakukan pencampuran berakibat terlepasnya pektin dari sel

dengan etanol 96% (1:1) dan didiamkan jaringan sehingga pektin yang dihasilkan

hingga terjadi endapan. Dari hasil semakin banyak, semakin lama waktu
yang dihasilkan dan semakin tinggi suhu

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 288


ekstraksi, rendemen pektin yang dihasilkan menjadi pektin yang larut dalam air
semakin besar (N. Nurdjanah dan S. ataupun membebaskan pektin dari ikatan
Usmiati, 2006 ). Tetapi pada penelitian ini dengan senyawa lain, misalnya selulosa
0
ekstraksi pada suhu 70 C rendemen pektin (Fitriani, 2003).
menghasilkan 4,86 % sesuai dengan Penggumpalan atau
Gambar grafik 4.2 Sedangkan pada suhu pengendapan pektin dapat dilakukan
900C rendemen pektin yang didapat dengan alkohol, aseton, garam metal
rendemen tertinggi diperoleh ekstraksi kalium sulfat dan aluminium sulfat (Morris,
0
sebanyak 11,19 % karena pada suhu 90 C 1951 dalam Fitriani, 2003). Untuk proses
dipengaruhi oleh suhu ektraksinya pencucian pektin dari kulit pisang kepok
sehingga pektin yang diperoleh sangat Ahda dan Berry (2008) menggunakan
banyak, rendemen pada ekstraksi suhu etanol 96%. Salah satu tujuan pencucian
0
85 C sebanyak 9,36% sangatlah optimum pektin adalah untuk menghilangkan klorida
sebab pada suhu 850C konsentrasi yang ada pada pektin. Sehingga pektin
asamnya lebih tinggi sehingga proses digunakan untuk edible film adalah pektin
hodrolisasi protopektin menjadi pektin cair yang telah diuji dengan FT-IR.
terjadi lebih intensif dibandingkan Hasil Uji Gugus Fungsional Pektin
rendemen pektin pada suhu 700C . Jadi Pengujian gugus fungsional pektin
dapat disimpulkan bahwa hasil rendemen dengan dilakukan spektrofotometer infra
0
pektin pada suhu 85 C akan digunakan merah (FT-IR). Pengujian ini dilakukan
untuk pembuatan edible film sebagai hasil pada sampel pektin cair, spektro hasil
rendemen optimumnya. analisa FTIR dapat dilihat pada gambar 2
Ekstraksi ini merupakan usaha
untuk melepaskan pektin yang terikat
dalam kulit pisang kepok dengan bantuan
bahan pelarut, yang berupa air yang
diasamkan dengan asam klorida (HCl). O-H C-H C=O C-O
(alif
Penggunaan asam klorida ini didasarkan atik
)
pada penelitian Ahda dan Berry (2008)
yang menghasilkan rendemen lebih
banyak (11,93%) dibandingkan dengan
menggunakan asam asetat (10,10%). Gambar 2. Spektrum FT-IR Pektin Kulit

Penggunaan asam dalam ekstraksi pektin Pisang (850C)

adalah untuk menghidrolisis protopektin Pengujian adanya pektin kulit pisang


kepok dalam destilat IR, terlihat pada

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 289


gambar, pita lebar dan kuat muncul pada
bilangan gelombang 3363,57 cm-1, ini
menandakan bahwa terdapat gugus
hidroksi (O-H) spektrum cairan pektin
dalam gugus ikatan hidrogen terjadi secara
meluas respon O-H muncul pada kira-kira
3500–3000 cm-1 (3,5µm – 3,0 µm). Karena Gambar 3. Nilai Ketebalan Edible Film
menurut (Sastrohamidjojo, 201) bilangan Pektin (mm)
gelombang untuk O-H adalah 3300–2500 Melalui hasil data penelitian ini
cm-1. Menurut (Supratman, 2008) bahwa penentuan ketebalan pada edible film
O-H dari asam karboksilat sangat khas dengan penambahan tepung tapioka,
-1
yaitu sekitar 3300 cm . Hampir semua ekstraksi pektin kulit pisang kepok dan
senyawa organik mengandung ikatan C-H variasi massa gliserin dapat dihitung
(alifatik) respon yang disebabkan oleh dengan menggunakan mikrometer.
aluran C-H nampak pada kira-kira 3000- Penentuan ketebalan dilakukan pada lima
-1
2800 cm (3,6-3,3µm) pada pita sisi yang berbeda yaitu bagian setiap sudut
-1
gelombang 2951,79-2840,14 cm . Di dan tengah pada edible film.
dalam spektrum cairan pektin juga terdapat Data gambar 3 diatas terlihat
gugus ikatan C=O (karbonil) adalah salah ketebalan edible film yang dihasilkan
satu pita dalam spektrum inframerah yang mengalami peningkatan seiring dengan
paling terbedakan ialah pita yang peningkatan konsentrasi gliserin sebagai
disebabkan oleh uluran karbonil. Pita ini plasticizernya. Penggunaan gliserin
merupakan peak yang kuat dan dijumpai sebagai plasticizer berfungsi untuk
-1
pada kira–kira 1820 – 1600 cm pada menjaga kandungan air dalam bahan
-1
gelombang 1649,24 cm . Pita serapan (Bourtoon, 2007). Banyaknya kandungan
pada gelombang 1112,51 - 1016,31 cm-1 air dalam film akan mempengaruhi
menunjukkan adanya vibrasi ulur C–O ketebalan film, yaitu semakin besar volume
(karboksil) dan vibrasi tekuk C–H (alifatik). air dalam edible film akan meningkatkan
Spektrum FTIR menunjukkan bahwa pektin ketebalan film yang luas permukaannya
mengandung gugus O-H, C-H alifatik, C=O sama.
karbonil dan C-O. Selain pengaruh kadar air dalam
Uji Ketebalan Edible Film Pektin Kulit Pisang
film, ketebalan film juga dipengaruhi oleh
Kepok
total massa padatan tepung yang
terkandung dalam larutan dan variasi

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 290


massa gliserin sebagai tambahan edible gliserin 6 g dan 12 g dengan pembesaran,
film. Ketebalan film pektin kulit pisang gambar 400x.
kepok yang dihasilkan mengalami Uji SEM dilakukan di Laboratorium
peningkatan seiring dengan peningkata Farmasi Universitas Jember. Hasil analisis
massa gliserin. Hal ini disebabkan karena morfologi permukaan edible film pektin kulit
semakin tebal film yang terbentuk dan, pisang kepok dapat dilihat pada gambar 4
semakin banyak jumlah massa gliserin, Berdasarkan hasil uji SEM pada gambar di
maka semakin rekat pula pada atas menunjukkan perbandingan antara
pengaplikasi edible film. massa gliserin (6 g dan 12 g). Terlihat
Ketebalan edible film yang bahwa permukaan struktur molekul film
dihasilkan dari beberapa massa gliserin nampak berbeda- beda. Pada edible film
antara lain yaitu, berdasarkan grfik yang dengan massa gliserin 6 g permukaan
diperoleh di atas menunjukkan bahwa nilai pori-pori film lebih sedikit, disebabkan oleh
ketebalan yang terbaik untuk pengemasan serat pektin dan gliserin yang tidak merata
dengan massa gliserin 6 g atara kisaran dalam pembuatan serta pengadukan
ketebalan 3,8304 mm pada edible film fillet edible film yang tidak terlarut sempurna.
ikan tongkol, karena keelastisan yang Dengan sedikitnya pori-pori yang terlihat
dihasilkan dan tidak mudah rapuh untuk atau kurang rapat strukturnya
dimanfaatkan sebagai bahan pengemas menyebabkan air akan terserap sedikit.
makanan. Sedangkan pada film dengan massa
Uji SEM gliserin 12 g terlihat pori-pori film nampak
Dalam pengujian edible film kulit lebih banyak dikarenakan akibat serat
pisang kepok sebagai pektin yang gliserin yang terlalu banyak sehingga
digunakan memiliki penampakan struktur kurang rapatnya struktur permukaan film
sebagai berikut: tersebut menyebabkan air akan terserap
banyak dan film yang digunakan lebih
rekat dalam pengaplikasi pada fillet ikan
tongkol.
Hasil analisis kedua sampel
tersebut menunjukkan perbandingan
antara film dengan gliserin 6 g dan gliserin

Gambar 4. Memperlihatkan hasil fotograpi 12 g. Pada gambar terlihat permukaan

hasil uji SEM dengan perbandingan massa edible film yang kurang halus dan berpori.
Permukaan yang tidak halus tersebut

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 291


mengindikasikan bahwa film kurang
homogen (tidak terlarut sempurna). Selain
itu terdapat pula permukaan yang
bergelombang dari film dan juga
gelembung udara yang terbentuk akibat
pengadukan kurang homogen.

Uji Kadar Air Gambar 5. Kurva Nilai Uji Kadar Air


Data penelitian ini uji kadar air atau Edible Film Pektin Dengan variasi
ketahanan air edible film dengan uji daya massa Gliserin (gram)
serap air. Prosedur uji ketahanan air yaitu
dengan menimbang berat awal sampel Dari hasil analisis penelitian grafik
yang akan diuji (W 0), kemudian dimasukan diatas bahwa diketahui semua perlakuan
ke dalam wadah yang berisi aquades tidak berpengaruh terhadap kadar air
selama 10 detik. Sampel diangkat dari edible film yang dihasilkan, nilai kadar air
wadah dan permukaan pada film edible film pektin kulit pisang kepok
dihilangkan dengan tisu kertas, setelah itu berkisar antara 120-145%. Hasil penelitian,
baru dilakukan penimbangan. Ketahanan Suryaningsih et al (2005) dalam
air pada edible film dilakukan dua kali pembuatan edible film dengan bahan
perendaman dengan waktu yang sama (10 hidrokoloid tapioka mempunyai nilai kadar
detik), kemudian dilakukan penimbangan air berkisaran antara 12,87-17,34% bila
sampai diperoleh nilai berat akhir sampel dibanding dengan hasil kadar air di atas
(Ban et al., 2005). Adapun uji kadar air maka, kadar air yang dihasilkan penelitian
bisa dilahat pada gambar 4.6 sebagai ini lebih besar.
berikut : Hal ini disebabkan karena
Hasil uji kadar air edible film pektin kemampuan konsentrasi gliserin yang
kulit pisang kepok dapat dilihat pada mempengaruhinya, sehingga massa
Gambar grafik 5 sebagai berikut : gliserin 12 g menghasilkan kadar air 145%
lebih besar dari kadar air lainnya dan pada
grafik diatas dengan massa gliserin 9 g
mengalami penurunan kadar air 120%.
Jadi disimpulkan bahwa edible film yang di
hasilkan memiliki kadar air yang tinggi

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 292


dibanding dengan hasil penelitian, 3 g dan 6 g dengan kelarutan 0,6 %
Suryaningrum et al (2005). menghasilkan nilai yang konstan.
Terbukti bahwa kadar air tertinggi Dari hasil penelitian dapat diketahui
dimiliki oleh massa gliserin 12 g (145%) bahwa tingkat kelarutan dari edible film
dan kadar air terendah dimiliki oleh pektin kulit pisang kepok dengan variasi
konsentrasi massa 9 g (120%). massa gliserin yang berbeda
Uji Kelarutan Edible film Pektin Kulit Pisang menghasilkan nilai yang diinginkan 0,6 %.
Kepok Pada penelitian sebelumnya edible film
Hasil Pengujian kelarutan edible dengan kelarutan dalam air yang tinggi
film pektin kulit pisang kepok ditunjukkan juga dikehendaki misalnya pada
pada grafik 6: pemanfaatannya bila dilarutkan dalam air
(Gontard et, al 1993). Hal ini juga
dilakukan Krochta el, at (1994) yaitu jika
penyerapan edible film pada makanan
yang berkadar air tinggi film yang tidak
larut dalam air, tetapi jika dalam
penyerapannya diinginkan sebagai
pengemas yang layak, maka kelarutan
Gambar 6. Kurva nilai kelarutan edible film yang tinggi (Tamaela dan Sherly, 2007).
pektin Uji Susut Bobot

Hasil penelitian ini pada


kenyataannya semakin banyak tepung
tapioka yang ditambahkan, maka akan
semakin meningkat tingkat kelarutan edible
film. Film dengan penambahan variasi
massa gliserin juga akan mempengaruhi
kelarutan pada flim tersebut yaitu dilihat
gambar 4.7 massa gliserin 0 g dengan
Gambar 7. Hasil uji susut bobot (3
kelarutan 0,7 % memiliki kelarutan yang
hari)
sangat cepat dibandingkan dengan
Pengamatan terhadap nilai susut
kelarutan edible film yang lainnya. Namun
bobot pada aplikasi edible film fillet ikan
dari hasil penelitian ini pada massa glserin
tongkol dengan variasi massa gliserin
mengalami peningkatan dengan lama

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 293


penyimpanan selam 3 hari. Susut bobot besar. Sebaliknya jika semakin sedikit
pada fillet ikan yang massa gliserin 3 g massa gliserin pori-pori permukaan film

relatif rendah sebab edible film mampu semakin tidak terlalu banyak tetapi
terlihat di permukaan film banyak pektin
menyerap air dari fillet ikan, sehingga ikan
yang tidak homogen.
menjadi kering. Edible film merupakan
b. Spektrum FTIR antara pektin standart
barrier yang baik terhadap air dan oksigen.
komersial dan hasil ekstraksi
Selain itu film juga dapat mengendalikan
menunjukkan kemiripan antara panjang
sifat mekanik, sehingga banyak digunakan gelombang berkisar 3500-3000 cm
-1

untuk pengemas makanan lainnya, seperti dengan bilangan panjang gelombang


produk konfeksionari, daging dan ayam penelitian terdahulu antara 3300-2500
-1
beku, sosis, produksi hasil laut dan pangan cm menurut (Supratman, 2008).
semi basah (Julianti & Nurminah, 2007). Karakteristik kimia pektin hasil ekstraksi

KESIMPULAN limbah kulit pisang kepok ini


menunjukkan hasil yang signifikan.
Dari hasil penelitian dan pembahasan
di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
DAFTAR PUSTAKA
1. Rendemen pektin optimum kulit pisang
0
kepok pada suhu 85 C waktu ekstraksi 2
jam dengan hasil rendemen sebanyak 9,36 1. Atmaja, Arfian Cahyadi. 2011. Kajian
%. Karakteristik Edible Film dari Pati Aren
2. Pengaruh peningkatan konsentrasi gliserin Kualitas Rendah. Skripsi . Jurusan
dan tepung tapioka terhadap sifat fisik Teknologi Industri Pertanian FTP UGM.
edible film : Gliserin memiliki pengaruh yang 2. Berry Satria H., Yusuf Ahda. 2009.
berlawanan terhadap waktu kelarutan film
Pengolahan Limbah Kulit Pisang
yaitu 0,6 % antara massa gliserin 3 g dan 6
Menjadi Pektin Dengan Metode
g, dimana peningkatan massa gliserin ini
Ekstraksi. Jurusan Teknik Kimia, Fak.
akan mempercepat waktu kelarutan dan
Teknik, Universitas Diponegoro
peningkatan tepung akan menambah total
zat terlarut di dalam film, sehingga Semarang.
menyebabkan ketebalan semakin 3. Bourtoom, T. 2007. Effect of Some
meningkat. Adapun kadar air pada film juga Process Parameters on The Properties
mempengaruhi pada aplikasi fillet ikan. of Edible Film Prepared From Starch.
3. Peningkatan konsenterasi sifat mekanik Department of Material Product
edible film : Technology.Songkhala. (online)
a. Semakin banyak massa gliserin terhadap
Avaliable
uji SEM, maka akan nampak serta pori –
at:http://vishnu.sut.ac.th/iat/food_innovat
pori permukaan film yang membentuk
ion/up/rice%20starch%20film.doc

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 294


4. Bukhori, Akhmad. 2011. Pengaruh 11. Murdianto, W. dkk. 2005. Sifat Fisik
Variasi Konsentrasi Gliserol Terhadap dan Mekanik Edibel Film dari Ekstrak
Karaktersitik Edible Film Berbahan Daun Janggelan (Mesona Palustri BI).
Tepung Jali (Cix lacryma-jobi L.). Jurnal. Fakultas Teknologi Pertanian,
Skripsi. Universitas Negeri Sebelas Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Maret Surakarta. 12. Prasetyaningrum, Aji; Nur Rokhati;
5. Buku Perpustakaan Daerah Deti Nitis Kinasih dan Fransiska Dita
Banyuwangi Tentang “Pemanfaatan Novia Wardhani.2010. Karakterisasi
Buah Pisang “. Bioactive Edible Film Dari Komposit
6. Coles, Richard ; McDowell, Derek dan Alginat Dan Lilin Lebah Sebagai
Kirwan, Mark J. 2003. Food Packaging Bahan Pengemas Makanan
Technology. CRC Press. USA. Biodegrdable. Jurusan Teknik Kimia
7. Donhowe, I.G. dan O. Fennema. 1994. Fakultas Teknik Universitas
Edible Films and Coatings Diponegoro. Semarang.
Characteristics, Formation, Definitions, 13. Sudaryati, H.P; Tri Mulyani S dan
and Testing Methods. Academic Press Egha Rodhu Hansyah. 2010. Sifat
Inc. London Fisik dan Mekanis Edible Film dari
8. Hariyati, Mauliyah Nur. 2006. Ekstraksi Tepung Porang. Jurnal Teknologi
dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Pertanian UPN Surabaya. Vol.11 No.3
Proses Pengolahan Jeruk Pontianak 196-201
(Citrus nobilis var microcarpa). Skripsi. 14. Sukriyadi, L. 2010. Kajian Sifat Kimia
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, dan Sifat Organoleptik Pada Tepung
Institut Pertanian Bogor. Kulit Pisang Dari Beberapa Varietas
9. Kusumasmarawati, A.D., 2007. Pisang (Skripsi). Ternate: Universitas
Pembuatan Pati Garut Butirat dan Khairun Ternate.
Aplikasinya dalam pembuatan Edible 15. Wahyu, Maulana Karnawidjaja. 2009.
Film. Tesis. Program Pascasarjana. Pemanfaatan Pati Singkong sebagai
Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Bahan Baku Edibel film. Bandung :
10. Lestari, Supri Harini Puji.2008. Jurusan Teknologi Industri Pangan,
Pengembangan Model Kemasan Fakultas Teknologi Industri Pertanian,
Pangan Olahan Sale Pisang dengan Universitas Padjajaran.
Metode Value Engineering. Tesis. 16. Yoshida, C.M.P and J.Atunes.(2004).
Teknologi Industri Pertanian. Characteriztion of Whey Protein

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 295


Emulsion Film.Brazilian Journal of Chemical Enginering,21:247-252

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 296


Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIBA 2019 297

Anda mungkin juga menyukai