Anda di halaman 1dari 3

EDIBLE FILM

1. Tujuan
2. Dasar teori
Plastik merupakan pengemas makanan yang banyak digunakan karena ekonomis,
tetapi keberadaan plastik sangat tidak aman karena memiliki beberapa kelamahan yaitu
menyebabkan terjadinya transfer senyawasenyawa dari degradasi polimer, residu pelarut,
dan biopolimerisasi ke bahan pangan sehingga dapat menimbulkan resiko toksis. Selain itu
plastik juga merupakan bahan yang sukar dirombak secara biologis (nonbiodegradable)
sehinga banyak mencemari lingkungan (Indraswasti, 2017).
Salah satu hal yang perlu diperhatikan setelah proses produksi bahan pangan adalah
penyimpanan produk pangannya. Bahan pangan disimpan untuk memperpanjang masa
simpan dan mencegah pembusukan. Kualitas makanan yang turun dapat terjadi karena
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain suhu, kelembaban atau kekeringan, udara,
cahaya dan lama waktu penyimpanan. Salah satu solusi yang jelas adalah untuk melindungi
makanan dari perubahan ini sampai mereka siap untuk konsumsi melalui aplikasi edible film,
yang dapat mencegah kontaminasi, pertumbuhan mikroba, dan serangan hama (Pavlath,
2009).
Edible film adalah sediaan lapis tipis yang berasal dari bahan polimer murni hasil
pertanian seperti polipeptida (protein), polisakarida (karbohidrat), dan lipida (Kusnadi dan
Budyanto 2015). Ketiga polimer tersebut mempunyai sifat termoplastik, sehingga
mempunyai potensi untuk dibentuk atau dicetak sebagai film kemasan. Keunggulan polimer
ini adalah bahannya yang berasal dari sumber yang terbarukan (renewable) dan dapat
dihancurkan secara alami (biodegradable) (kusnadi,dkk. 2015).
Edible film diunggulkan dalam pembuatannya karena dapat didaur ulang secara
alami (biodegradable) serta memiliki nilai estetika yang tinggi. Berbeda dengan sediaan
plastik yang tidak dapat dihancurkan secara alami (nonbiodegradable) yang dapat
menyebabkan beban bagi lingkungan khususnya pada negara-negara yang tidak melakukan
daur ulang (recycling) (siah, dkk. 2015).
film dipengaruhi dengan adanya amilopektin, sedangkan amilosa mempengaruhi
kekompakannya (Guilbert dan Biquet, 1990). Kadar amilosa yang tinggi pada pati
menghasilkan edible filmyang kuat dan lentur (Lourdin et, al, dalam Thirathumthavorn
dan Charoenrein, 2007).
Dalam pembuatan edible film, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah: suhu,
konsentrasi polimer, dan plasticizer.
1. Suhu Perlakuan suhu diperlukan untuk membentuk edible film yang utuh, tanpa adanya
perlakuan panas kemungkinan terjadinya interaksi molekuler sangatlah kecil. Sehingga pada
saat film dikeringkan akan menjadi retak dan berubah menjadi potongan-potongan kecil.
Perlakuan panas diperlukan untuk membuat pati tergelatinisasi, sehingga terbentuk pasta
pati yang merupakan bentuk awal dari edible film. Kisaran suhu gelatinisasi pati rata-rata
64,50 C - 700 C ( Mc Hugh dan Krochta, 1994 ).
2. Konsentrasi Polimer Konsentrasi pati ini sangat berpengaruh, terutama pada sifat fisik
edible film yang dihasilkan dan juga menentukan sifat pasta yang dihasilkan. Menurut
Krochta dan Johnson ( 1997 ), semakin besar konsentrasi pati maka jumlah polimer penyusun
matrik film semakin banyak sehingga dihasilkan film yang tebal.
3. Plasticizer Plasticizer ini merupakan bahan nonvolatile, yang ditambahkan ke dalam
formula film akan berpengaruh terhadap sifat mekanik dan fisik film yang terbentuk karena
akan mengurangi sifat intermolekuler dan menurunkan ikatan hidrogen internal. Plasticizer
ini mempunyai titik didih tinggi dan penambahan plasticizer dalam film sangat penting
karena diperlukan untuk mengatasi sifat rapuh film yang disebabkan oleh kekuatan
intermolekuler ekstensif . Menurut Krochta dan Jonhson ( 1997 ), plasticizer polyol yang
sering digunakan yakni seperti gliserol dan sorbitol. Konsentrasi gliserol 1 - 2 % dapat
memperbaiki karakteristik film.
3. Metodologi
4. Data pengamatan
5. Pembahasan
Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi makanan (coating) atau
diletakkan di antara komponen yang berfungsi sebagai penahan terhadap transfer massa
seperti kadar air, oksigen, lemak, dan cahaya atau berfungsi sebagai pembawa bahan
tambahan pangan (Krochta, 1997).

Karakteristik edible film dapat diketahui dengan melakukan beberapa pengujian diantaranya
adalah … … … …

Menurut Luthana et al., (2013) gliserol merupakan plasticizer yang cocok digunakan untuk
bahan yang bersifat hidrofilik. Peran gliserol sebagai plasticizer yakni meningkatkan
fleksibilitas film, permukaan film lebih halus, selain itu gliserol dapat meningkatkan
kemampuan edible film dalam mengurangi laju transmisi uap air.
Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus, selain itu gliserol
dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan zat terlarut (Winarno,
1995).

Pengeringan dilakukan untuk menguapkan pelarut, maka akan diperoleh edible film. Suhu
yang digunakan akan mempengaruhi waktu pengeringan dan kenampakan edible film yang
dihasilkan.

Edible film dari pati singkong dibuat dengan cara melarutkan pati singkong dalam akuades
sebanyak 100 ml dengan kombinasi perlakuan konsentrasi pati singkong (1%, 2%, 3%, dan 4%
b/v). Campuran diaduk dengan magnetic stirrer dan dipanaskan dengan hot plate sampai
suhu 700 C selama 15 menit. Selanjutnya larutan ditambah plasticizer gliserol sebanyak 30%
(b/b pati). Pemanasan dipertahankan pada suhu 700 C, sambil dilakukan pengadukan.
Pencetakan dilakukan dengan cara menuang 100 ml larutan film ke dalam plat kaca yang
telah dilapisi mika dengan ukuran 20 x 20 x 2 cm3 . Setelah dilakukan pencetakan, tahap
selanjutnya adalah pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 500 C selama 10 – 12
jam. Setelah itu tahap pendinginan selama 10 menit pada suhu ruang, film kemudian dilepas
dari plat kaca dan disimpan dalam wadah plastik berisi silika gel. Kemudian dilakukan analisis
film, yaitu yang meliputi analisis ketebalan film, tensile strength film, % elongast film dan laju
transmisi uap air film.

6. Kesimpulan
7. Daftar Pustaka
Indraswati, Denok. 2017. “Pengemas Makanan”.Forum Ilmiah Kesehatan. Ponorogo
Pavlath, Atilla E; dan Orts, William. 2009. “Edible Films and Coatings: Why, What, and How?”.
Edible Films and Coatings for Food Applications. Chapter 1. Western Regional
Research Center. USA
Kusnadi J, Budyanto P. Antibacterial Active Packaging Edible Film Formulation with Addition
Teak ( Tectona grandis ) Leaf Extract. Int J Life Sci Biotechnol Pharma Res.
2015;4(2):79–84.
Siah, W.M., Aminah, A. and Ishak A. Edible films from seaweed. Int Food Res J 22(6) 2230-
2236. 2015;22(6):2230–6.
Gontard,N., Guilbert.,S., dan Cuq,J.L., 1993. Water and Glyserol as Plasticizer Afect
Mechanical and Water Barrier Properties of an Edible Wheat Gluten Film.J.Food
Science.58(1):206-211.
Thirathumthavorn, D and S. Charoenrein. 2007. Aging Effect on Sorbitol and Noncrystallizing
Sorbitol-plasticized Tapioca Starch Film. Starch 59:493-497.
Kusnadi J, Budyanto P. Antibacterial Active Packaging Edible Film Formulation with Addition
Teak ( Tectona grandis ) Leaf Extract. Int J Life Sci Biotechnol Pharma Res.
2015;4(2):79–84.
Luthana, Y. 2013. Review Lengkap Tentang Edible Film, Pembuatannya Dari Bubuk Pektin
Cincau, dan Aplikasinya. Online. (Https://Yisluth.Wordpress.Com/2010/12/1
7/Review-Lengkap-Tentang- Edible-FilmPembuatannya-Dari-Bubuk-Pektin-
CincauDan- Aplikasinya/). Diakses tanggal: 8 maret 2017
Mc Hugh, T. H and J. M. Krochta, 1994. Permeability Properties of Edible Film, dalam Krochta,
J. M. , E. A. Baldwin and M.O. Nisperos – Carriedo ( Eds ), Edible Coating and Film to
Improve Food Quality, Technomic Pulb. Co. Inc. , Lancester, Basel
Krochta, J. M. ,and C. M. ,Johnson, 1997. Edible Film and Biodegradable Polymer Film
Challenger and Opportunities, Food Tech, 51 ( 2 ); 61- 74
Winarno, F. G. ,1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Krochta and De Mulder Johnston. 1997. Edible and Biodegradable Polymers Film: Changes &
Opportunities. Food Technology (51).

Anda mungkin juga menyukai