Anda di halaman 1dari 7

Tipis Teori

Film dapat diartikan sebagai lapisan tipis dari material. Biasanya


tersusun dari polimer yang memungkinkan untuk menguatkan secara mekanik
pada stand yang terstruktur. Tiap sheet adalah film yang tipis. Film dapat
berbentuk wadah, bungkus, kapsul, kantong, atau pelindung lapisan luar
selama proses di pabrik. Coating adalah bagian dari film secara langsung
dimanfaatkan pada permukaan bahan material. Coating merupakan bagian
terakhir dalam pengemasan produk (Han, 2005). Edible film dan coating
dihasilkan dari edible biopolimer dan food grade bahan pengawet. Biopolimer
bisa dari protein, polisakarida (karbohidrat), dan lemak. Edible film dan
coating berpengaruh pada kualitas produk makanan, melindungi produk dari
kerusakan fisika, kimia, dan biologi. Dapat juga melindungi produk dari
perpindahan kelembaban, pertumbuhan mikroba dari permukaan, induksi
cahaya yang menyebabkan perubahan kimia dan oksidasi nutrisi dan
sebagainya (Ardiansyah, 2011).
Edible film merupakan alternatif bahan pengemas pangan yang dalam 10
tahun terakhir mendapat perhatian serius dari para ahli pangan. Edible film ini
di kembangkan sebagai pengganti bahan pengemas sintetis seperti polyethilene,
polystilene dan polyvinil chorida yang banyak menimbulkan dampak yang
tidak baik bagi lingkungan karena tidak dapat terdegradasi secara biologis
(Gennadios, 1992). Edible film didefinisikan adalah pembungkus yang dapat di
makan. Karena di gunakan untuk membungkus bahan pangan oleh karena itu
harus aman dan saniter. Edible film mempunyai potensi besar dalam berbagai
macam penggunaan dapat melapisi permukaan makanan, memisahkan
komponen – komponen yang berbeda, atau berperan sebagai kantong atau
pembungkus (Gontard,1993).
Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat
dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai
penghambat transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lemak, dan zat
terlarut) dan atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif. Edible film harus
mempunyai sifat-sifat yang sama dengan film kemasan seperti plastik, yaitu
harus memiliki sifat menahan air sehingga dapat mencegah kehilangan
kelembaban produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu,
mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna,
pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna,
pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan
(Kim, 2002).
Edible film terbuat dari komponen polisakarida, lipid dan protein. Edible
film yang terbuat dari hidrokoloid menjadi barrier yang baik terhadap transfer
oksigen, karbohidrat dan lipid. Pada umumnya sifat dari hidrokoloid sangat
baik sehingga potensial untuk di jadikan pengemas. Sifat film hidrokoloid
umumnya mudah larut dalam air sehingga menguntungkan dalam
pemakaiannya. Penggunaan lipid sebagian bahan pembuat film secara sendiri
sangat terbatas karena sifat yang tidak larut dari film yang di hasilkan
(Krochta, dan Mulder, 1997). Kelompok hidrokoloid meliputi protein dan
polisakarida, selulosa dan turunannya merupakan sumber daya organik yang
memiliki sifat yang baik untuk pembuatan film yang sangat efisien sebagai
barrier terhadap oksigen dan hidrokarbon dan bersifat barrier terhadap uap air
sehingga dapat digunakan dengan penambahan lipid. Meskipun edible film
tidak dapat mengganti secara total fungsi dari pengemas sintetik, namun edible
film memiliki potensi untuk mengurangi bahan pengemas sintetik. Edible film
secara umum dapat di definisikan sebagai lapisan tipis yang di buat dari bahan
– bahan yang layak untuk di makan yang melapisi pada permukaan bahan yang
di kemas (Bourtoom, 2008).
Umumnya film yang dibuat dari hidrokoloid memiliki sifat mekanis yang
baik, namun tidak efisien sebagai penahan uap air karena bersifat hidrofilik.
Untuk mengatasi hal tersebut pada pembuatan edible film sering ditambahkan
bahan plasticizer. Plastik edible yang dibentuk dari polimer murni bersifat
rapuh sehingga digunakan plasticizer untuk meningkatkan fleksibilitasnya.
Selama waktu penyimpanan maupun penggunaannya, plastik edible dapat
mengalami perubahan sifat, dan tidak diharapkan berlangsung cepat. Sifat
mekanik ini dipengaruhi oleh lama penyimpanan plastik edible (Rahim dan
Santoso, 2010).
Menurut Suryaningrum dkk (2005) edible film mempunyai banyak
keuntungan jika dibandingkan dengan pengemas sintetik yang tidak dapat
dimakan yaitu:
1) Edible film dapat dikonsumsi bersamaan dengan produk yang dikemas,
tidak ada pembuangan pengemas sehingga ramah terhadap lingkungan.
2) Jika film tidak dikonsumsi, film tersebut dapat didaur ulang atau dapat
terdegradasi oleh mikroorganisme.
3) Film dapat berfungsi sebagai suplemen gizi pada makanan terutama film
yang dibuat dengan bahan dasar protein.
4) Film sangat baik digunakan untuk mikroenkapsulasi aroma bahan
makanan dan dapat memperbaiki sifat-sifat organoleptik makanan yang
dikemas dengan memberi variasi komponen (pewarna, pemanis, pemberi
aroma) yang menyatu dengan makanan.
5) Film dapat digunakan sebagai pengemas satuan (individu) dari bahan
makanan yang berukuran kecil seperti kacang, biji-bijian, dan strawberry.
6) Edible film dapat diterapkan pada sistem pengemasan berlapis-lapis
dengan edible film sebagai pengemas bagian dalam dan pengemas non
edible dibagian luar.
Plastik dan bahan edible lain di kombinasikan dengan film-Forming
biopolimer untuk modifikasi properti fisikal atau fungsional pada film. Film
tersusun secara mekanisme dari biopolimer seperti intermolekular seperti
ikatan kovalen (disufida dan rantai silang) dan elektrostastik hidrofobik atau
ion interaksi. Pembuatan edible film maupun coating dapat dilakukan dengan
cara koaservasi (coaservation), pemisahan pelarut (solvent removal) dan
pemadatan larutan (solidification of melt).Produser fabrikasi mengindikasikan
susunan film secara mekanisme dibentuk dalam fabrikasi pada proses
pengemasan makanan, yaitu pH modifikasi, penambahan garam, pemanasan
modifikasi enzimatik, pengeringan menggunakan pelarut makanan bertingkat,
dan penambahan bahan kimia lainnya (Bourtoom, 2008).
Menurut Suryaningrum dkk (2005) Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pembentukan edible film antara lain:
a. Suhu
Perlakuan panas diperlukan untuk membentuk pasta atau gel yang
merupakan bentuk awal edible film. Suhu pemanasan akan menentukan
sifat mekanik edible film yang terbentuk pada akhirnya menentukan sifat
fisik dari pasta yang terbentuk.
b. Konsentrasi pati
Konsentrasi pati memberikan kontribusi terhadap kadar amilosa dalam
larutan pati sehingga berpengaruh terhadap sifat pasta yang dihasilkan.
c. Plasticizer dan bahan aditif lain
Konsentrasi plasticizer dan bahan aditif lain yang ditambahkan ke dalam
formula film akan berpengauh terhadap sifat film yang terbentuk dari pati
atau kitosan.
Sifat Fisik-Kimia Edible Film yaitu Ketebalan film, Tensile strength
(MPa)/ kekuatan renggang putus (%) dan Daya larut (%). Ketebalan juga
sangat mempengaruhi sifat fisik dan mekanik edible film, seperti tensile
strength, elongation, dan water vapor transmission rate (WVTR). Faktor yang
dapat mempengaruhi ketebalan edible film adalah konsentrasi padatan terlarut
pada larutan pembentuk film dan ukuran pelat pencetak. Semakin tinggi
konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan film akan meningkat. Sebagai
kemasan, semakin tebal edible film maka kemampuan penahanannya semakin
besar, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang
(Krochta, dan Mulder, 1997).
Tensile Strength adalah ukuran untuk kekuatan film secara spesifik,
merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap bertahan
sebelum putus/sobek. Pengukuran ini untuk mengetahui besarnya gaya yang
diperlukan untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap luas area film. Sifat
tensile strength tergantung pada konsentrasi dan jenis bahan penyusun edible
film terutama sifat kohesi structural (Krochta, dan Mulder, 1997).
Daya larut merupakan salah satu sifat fisik edible film yang
menunjukkan persentase berat kering terlarut setelah dicelupkan dalam air
selama 24 jam . Daya larut film sangat ditentukan oleh sumber bahan dasar
pembuatan film. Edible film berbahan dasar pati tingkat kelarutannya
dipengaruhi oleh ikatan gugus hidroksi pati. Makin lemah ikatan gugus
hidroksil pati, makin tinggi kelarutan film. Edible film dengan daya larut yang
tinggi menunjukkan film tersebut mudah dikonsumsi. Kadang-kadang pati
mengalami masalah terhadap kelarutannya, dalam hal ini setelah mengalami
gelatinisasi. Kelarutan edible film juga dipengaruhi oleh gliserol, selain sebagai
plasticizer (Han, 2005).

Aplikasi edible film


Edible film telah banyak diproduksi di berbagai industri, seperti industri
makanan, industri farmasi, industri kosmetik, dan industri pertanian. Olahan
edible film dapat digunakan untuk pengemasan produk-produk pangan seperti
sosis, buah-buahan, sayuran segar, produk convectionary, daging dan ayam
beku, produk hasil laut, dan pangan semi basah. Selain itu, edible film juga
dapat digunakan sebagai sediaan penyegar mulut, pemberi gambar/logo pada
kue makanan, pada snack yang diberi bumbu sebagai pengikat atau adhesif dari
bumbu yang diberikan, meningkatkan penampilan produk bakery
(menggantikan pelapisan dengan telur) (Hijriawati, 2016).

Kriteria edible film yang baik mampu melindungi produk dari kerusakan
yang disebabkan oleh oksigen, kelembaban, aroma, flavour, dan minyak
sehingga mampu memperbaiki dan menjaga kualitas dari pangan tersebut.
Edible film dapat dikatakan telah memenuhi syarat apabila memiliki ketebalan
<0,250 mm. Edible film yang terlalu tebal akan mempengaruhi bahan yang
dikemas, seperti mengubah aroma, rasa, dan tingkat fleksibelnya. Kelarutan
edible film tergantung dari jenis produk atau pangan yang ingin dikemas.
Semakin rendah nilai kelarutan maka edible film semakin baik bagi produk
agar tidak mudah rusak. Sebaliknya semakin tinggi nilai kelarutan suatu edible
film maka semakin mudah terurai dan mudah untuk dikonsumsi. Edible film
yang baik harus memiliki sifat ketahanan terhadap air yang baik. Proses
penyerapan air yang semakin kecil dan kemampuan menahan air yang semakin
tinggi, menyebabkan produk terhindar dari kerusakan yang diakibatkan oleh
air. Laju perpindahan uap air edible film yang baik adalah yang memiliki
kemampuan menyerap air lebih kecil agar produk terhindar dari kerusakan
yang disebabkan oleh kelembaban, oksigen, dan cahaya (Mulyadi dkk., 2018).
Sedangkan menurut Garnida (2006), kriteria edible film yang baik adalah
memiliki kekuatan tarik dan persen elongasi yang tinggi, karena hal ini akan
mempengaruhi kekuatan edible film terhadap kontak fisik dengan benda lain
sehingga tidak mudah sobek dan bahan yang dilapisi menjadi tahan lama.

Ardiansyah, Riyan. 2011. Pemanfaatan Pati Umbi Garut untuk Pembuatan


Plastik Biodegradable. Universitas Indonesia. Depok
Bourtoom T. 2008. Edible Films And Coatings: Characteristics And Properties.
Journal International Food Research Vol. 15(3): 237-248.
Gennadios, A. 1992. Edible Film, Influence of The Main Process Variable On
Properties, Using Response Surface Methodolgy. J. Food Tech Vol. 57(1):
190 – 195.
Gontard N, Guilbert. 1993. Water and Glycerol as Plasticizer effect Mechanical
and water Vapor barrier properties of an edible Wheat Gluten Film. J
Food Sci Vol. 58(1): 206-211.
Han. 2005. Innovations in Food Packaging. Elsevier Ltd.
Hijriawati, Mega dan Ellin Febrina. 2016. Edible Film Antimikroba. Jurnal
Farmaka Vol. 1(1): 8-16.
Kim, K.W. 2002. Mechanical Properties, Water Vapor Permeabilities and
Solubilities of Highly Carboxymethylated Starch- Based Edible Films.
J.Food Science Vol. 67(1): 218-222.
Krochta, J. M.,and Mulder J, 1997. Edible Film and Biodegradable Polymer Film
Challenger and Opportunities. Food Tech Vol. 51(2): 61-74
Krochta, J.M., Baldwin, E.A., dan NisperosCarriedo M.O. 1994. Edible Coatings
and Films to Improve Food Quality. Technomis Publishing.Co.Inc.
Lancester: Bosel.
Rahim, A., N., Alam, Haryadi, dan Santoso. 2010. Pengaruh Konsentrasi Pati
Aren dan Minyak Sawit terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Edible Film.
J.Agroland Vol. 17(1): 38-4.
Suryaningrum Dwi TH, Jamal Basmal, dan Nurochmawati, 2005. Studi
Pembuatan Edible Film dari Karaginan. J. Penelitian Perikanan Indonesia
Vol. 11(4): 1-13.
Mulyadi, Agus., Faizah Hamzah, Farida Hanum Hamza. 2018. Pemanfaatan Biji
Alpukat (Persea americana Mill.) dengan Penambahan Lilin Lebah
(Beeswax) pada Pembuatan Edible Film. Jom Faperta Vol. 5(2): 1-9.
Garnida, Yudi. 2006. Pembuatan Bahan Edible Coating Dari Sumber Karbohidrat,
Protein Dan Lipid Untuk Aplikasi Pada Buah Terolah Minimal. Jurnal
Infomatek Vol. 8(4): 207 – 222.

Anda mungkin juga menyukai