Anda di halaman 1dari 3

Angka penyabunan (saponification number) adalah jumlah miligram

kalium hidroksida (KOH) yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram


senyawa yang mengandung ester atau trigliserida. Angka penyabunan
umumnya digunakan dalam industri sabun untuk menentukan berapa banyak
alkali yang dibutuhkan untuk membuat sabun dari minyak atau lemak tertentu.
Angka penyabunan juga dapat digunakan dalam analisis kualitatif dan
kuantitatif senyawa ester.
hal yang pertama kali kita lakukan adalah merangkai alat refluks sesuai
dengan petunjuk yang ada. bahan utama yang akan kita refluks adalah minyak
seberat 2gram dan larutan KOH dalam etanol. alasan minyak digunakan dalam
bahan untuk percobaan ini karena minyak adalah senyawa hidrokarbon yang
tidak mudah larut dalam air, sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan uji
dalam percobaan ini. Selain itu, minyak juga mudah bereaksi dengan basa, yang
merupakan reagen yang digunakan dalam percobaan ini, sehingga dapat diukur
angka penyabunannya. Larutan KOH dalam etanol digunakan dalam percobaan
angka penyabunan karena KOH dapat bereaksi dengan asam lemak yang
terkandung dalam minyak atau lemak untuk membentuk sabun dan alkohol.
Proses ini disebut dengan saponifikasi, di mana gugus asam karboksilat pada
asam lemak bereaksi dengan gugus hidroksida pada KOH untuk membentuk
garam asam lemak (sabun) dan etanol. KOH dipilih sebagai basa karena
memiliki kekuatan yang cukup untuk memecah ikatan ester pada asam lemak,
sedangkan etanol digunakan sebagai pelarut karena memiliki kelarutan yang
baik dalam air dan mudah menguap sehingga mempercepat proses reaksi.
langkah selanjutnya adalah merefluks dengan pendingin balik selama 60
menit antara campuran 2 gr minyak dan larutam koh dalam etanol. Proses
refluks pendingin balik digunakan dalam campuran minyak dan KOH dalam
etanol untuk mempercepat reaksi saponifikasi, yaitu reaksi antara KOH dan
minyak untuk menghasilkan sabun dan gliserol. Dalam refluks pendingin balik,
campuran dipanaskan hingga mendidih dan kemudian kondensat dikembalikan
ke dalam campuran, memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat dan efisien.
Refluks pendingin balik juga digunakan untuk mencegah penguapan etanol
yang mudah menguap, dan juga untuk menjaga suhu agar tidak terlalu tinggi
yang dapat merusak komponen dari campuran. Namun, perlu diingat bahwa
proses yang tepat dalam pembuatan sabun tergantung pada berbagai faktor,
seperti jenis minyak yang digunakan, konsentrasi KOH, suhu, dan waktu reaksi,
sehingga langkah-langkah yang tepat harus diambil dengan hati-hati dan harus
disesuaikan dengan kondisi spesifik dari setiap proses.
hal yang kita lakukan selanjutnya adalah membuat larutan hcl 0.25N dan
menstandarisasi larutan hcl dengan no boraks. Penstandarisan larutan KOH
dengan menggunakan natrium borat (Na2B4O7) digunakan karena natrium
borat dapat digunakan sebagai standar primer untuk larutan asam dan basa.
Proses penstandarisan ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi larutan
KOH secara akurat.
hasil percobaa refluks didinginkan kemudian di titrasi dengan HCL 0,25N
dengan menggunakan indikator pp. Hal ini penting dilakukan karena sisa KOH
yang berlebihan dalam campuran reaksi dapat menyebabkan efek samping dan
mengurangi kualitas produk yang dihasilkan. Selain itu, dengan mengetahui
jumlah KOH yang digunakan dalam reaksi, kita dapat menghitung kadar asam
lemak bebas dalam minyak yang direaksikan. Kemudian kita titrasi larutan KOH
dalam etanol dengan HCL dengan menggunakan indicator PP. hal ini diperlukan
dalam percobaan angka penyabunan untuk menentukan jumlah KOH yang
diperlukan untuk mereaksikan senyawa trigliserida yang terkandung dalam
minyak atau lemak dengan alkali. Reaksi yang terjadi dalam percobaan ini
adalah reaksi saponifikasi, di mana senyawa trigliserida bereaksi dengan KOH
membentuk garam asam lemak dan gliserol. Dalam titrasi ini, HCl digunakan
sebagai zat pengisi yang mengalirkan listrik sehingga dapat mengukur jumlah
KOH yang terlarut dalam etanol. Indikator fenolftalein digunakan dalam titrasi
ini karena dapat membantu memantau perubahan warna selama titrasi terjadi.
Ketika titrasi mencapai titik ekivalen, warna larutan akan berubah dari merah
muda ke bening, menandakan bahwa semua KOH telah bereaksi dengan HCl.
Nama asam struktur Berat molekul
Asam butirat (C4H8O2) 88,106 g/mol
Asam palmitat (C16H32O2) 256,424 g/mol
Asam stearate (C18H36O2) 284,485 g/mol
Asam palmitoleate (C16H30O2) 238,345 g/mol
Asam oleat (C18H34O2) 282,461 g/mol
Asam linoleate (C18H32O2) 280,456 g/mol
Asam linolenat (C18H30O2) 278,451 g/mol

Dari perobaan ini kita dapat menghitung Mr asam lemak (R) yang
sebesar 876,9119 g/mol. Angka ini jauh lebih besar dari berat molekul rata-rata
dari semua asam lemak yang berada di atas. Hal ini mungkin disebabkan oleh
adanya senyawa-senyawa yang lebih kompleks atau senyawa-senyawa yang
lebih besar dalam sampel yang diuji. Ini juga dapat disebabkan beberapa factor,
yaitu jumlah dan jenis atom yang terkandung dalam molekul asam lemak
tersebut. Semakin banyak atom dalam molekul asam lemak, semakin besar
pula nilai Mr-nya. Selain itu, jika asam lemak memiliki rantai karbon yang
panjang, maka nilai Mr-nya juga akan semakin besar.

 Morrison, R.T. and Boyd, R.N. 1987. Organic Chemistry, 6th ed. Allyn and
Bacon, Inc., Boston.
 Smith, J.G. 1996. Introduction to Food Biochemistry. Chapman and Hall,
New York.
 Ramli, N. A., et al. (2018). Synthesis of biodiesel from crude palm oil
using KOH/etanol catalytic system: Optimization and kinetic studies.
Energy Conversion and Management, 174, 162-170.
 Janaun, J., & Ellis, N. (2010). Perspectives on biodiesel as a sustainable
fuel. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14(2), 1312-1320.
 J. Food Eng. 2008, 87, 271-279.
 Food Chem. 2013, 141, 2519-2525.
 J. Am. Oil Chem. Soc. 2014, 91, 407-416.
 Christian, G.D. (2003). Analytical Chemistry (6th ed.). Hoboken, NJ: John
Wiley & Sons.
 Handayani, S., Sari, R.P., & Wijayanti, D.A. (2017). Standarisasi KOH dalam
Etanol dengan HCl 0,25 N dengan Indikator Fenolftalein untuk Reaksi
Refluks Minyak. Jurnal Kimia Valensi, 3(1), 1-6.
 Harriott, P. and Moody, G. (2017). Chemistry for Pharmacy and the Life
Sciences, 2nd Edition. Boca Raton, FL: CRC Press.
 Morrison, R. T., & Boyd, R. N. (1992). Organic chemistry (5th ed.).
Prentice-Hall International.

Anda mungkin juga menyukai