Anda di halaman 1dari 5

Penentuan angka penyabunan

Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan minyak secara


kasar .Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai karbon yang pendek berarti mempunyai
berat molekul yang relatif kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya
bila minya mempunyai berat molekul yang besar ,mka angka penyabunan relatif kecil . angka
penyabunan ini dinyatakan sebagai banyaknya (mg) NaOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan satu gram lemak atau minyak.

Penentuan Angka Penyabunan


Berbeda dengan penentuan kadar lemak, sample yang dipergunakan untuk
penentuan angka penyabunan adalah margarine dengan merk dagang Blue Band.
Penentuan bilangan penyabunan ini dapat dipergunakan untuk mengetahui sifat
minyak dan lemak. Pengujian sifat ini dipergunakan untuk membedakan lemak yang
satu dengan yang lainnya.
Selain untuk mengetahui sifat fisik lemak atau minyak, angka penyabunan juga
dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara
kasar.
Apabila sample yang akan diuji disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam
alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH
bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal
tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi dengan menggunakan asam, sehingga
jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui.

Sample yang dipakai saat praktikum adalah margarine sebanyak 1,5916 gram,
berdasarkan SNI, untuk pengujian angka penyabunan adalah antara 1,5 5,0 gram.
Kemudian menambahkan 50 mL larutan KOH yang terbuat dari 40 gram dalam 1
liter alkohol. Pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah Alkohol,
penambahan alkohol dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis
agar dapat membantu mempermudah reaksi dengan basa dalam pembentukan
sabun.
Untuk proses selanjutnya adalah ditutup dengan pendingin balik selama 30 menit.
Sampai proses penyabunan yang selesai. Selama proses ini yang perlu diperhatikan
adalah kerapatan dari karet penyumbat yang menyumbat mulut erlenmeyer,
kerapatan penyumbat perlu diperhatikan agar uap yang keluar saat proses
pemanasan tidak keluar. Dengan menggunakan kondensor atau pendingin balik,
uap yang dihasilkan dari pemanasan tersebut akan berubah menjadi embun dan
kembali mengalir ke dalam Erlenmeyer.
Proses selanjutnya adalah mendinginkan larutan dengan menggunakan es,
penggunaan es dalam proses pendinginan dimaksudkan untuk menurunkan suhu
larutan sehingga ketika titrasi tidak terlalu panas. Apabila Suhu larutan terlalu tinggi
maka dikhawatirkan terjadinya penguapan KOH. Selanjutnya dititrasi dengan HCl
0,5 N dan menggunakan indikator Phenolphtalein (PP). Untuk mengetahui kelebihan
larutan KOH, maka dilakukan titrasi blanko, yaitu titrasi tanpa adanya sample
dengan prosedur yang sama.
Kesalahan yang timbul pada saat titrasi adalah penentuan titik akhir, kesalahan ini
disebabkan karena perubahan warna yang seharusnya yerjadi adalah dari coklat
pekat, kemudian kuning, lalu berubah menjadi putih pucat. Perubahan warna dari
kuning ke putih tersebut tidak terlalu kontras dan menyebabkan titik akhir sulit
ditentukan.
Berdasarkan praktikum volume titrasi cukup banyak apabila dibandingkan dengan
kelompok lain dengan sample yang sama yaitu sebanyak 9,2 mL HCl yang terpakai.
Penentuan ini juga hanya dilakukan 1 kali (simplo), sehingga nilai rata-ratanya tidak
dapat diketahui.
Untuk mengetahui hasil pengujian tersebut benar atau tidak, maka perlu
dibandingkan dengan titrasi blanko yang dilakukan oleh kelompok lain, akan tetapi
dalam titrasi blanko juga terjadi kesalahan yaitu pelarut yang dipergunakan untuk
melarutkan KOH adalah aquadest, padahal pelarut yang seharusnya dipergunakan
adalah alkohol. Hal ini menyebabkan volume titrasi tinggi dan tidak terjadi
perubahan warna, perubahan warna yang terjadi seharusnya adalah dari merah
muda menjadi bening saat titik akhir tercapai, akan tetapi yang terjadi adalah
larutan menjadi semakin pekat dan tidak terjadi perubahan warna menjadi bening
kembali. Sehingga hasil titrasi sample tidak dapat dihitung, karena perbandingan
dengan titrasi blanko tidak dapat dilakukan.
Selain diakibatkan karena kesalahan dalam penggunaan pelarut, kesalahan titrasi
blanko ini dapat disebabkan karena proses penyabunan yang tidak sempurna,
kondisi peralatan yang tidak sesuai, dll.

KESIMPULAN
Berdasarkan data praktikum dan perhitungan maka dapat diketahui bahwa
penentuan kadar lemak dengan menggunakan metode Weibull dalam sampel
tepung pisang adalah 0,5885 %. Hasil tersebut belum dapat dikatakan mutlak
karena hanya dilakukan 1 kali, dan perbandingan hasil perhitungan dilakukan
dengan kelompok lain yang mengerjakan dengan metode dan sample yang sama.
Metode Weibull dilakukan untuk menghidrolisis lemak yang terikat dalam sample
sebelum proses ekstraksi dilakukan.
Hasil perhitungan angka asam lemak bebas (FFA) yang dilakukan duplo untuk
sampel I (sebanyak 28,2 gram) adalah 0,37026 %. Sementara sampel kedua (5
gram) adalah 0,09476 %. Kesalahan yang terjadi mengakibatkan nilai asam lemak
bebas yang sebenarnya tetap tidak diketahui, selisih nilai persentase yang
berjauhan menyebabkan nilai tersebut tidak dapat dirata-rata.
Berdasarkan data pengamatan dan hasil perhitungan, untuk penentuan bilangan
penyabunan tidak dapat ditentukan, hal ini dikarenakan kesalahan tidak hanya
terjadi pada sample tapi juga pada blanko. Dan menyebabkan data yang dihasilkan
tidak dapat dihitung, dan angka penyabunan tetap tidak diketahui.

G. DAFTAR PUSTAKA
Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia

http://btagallery.blogspot.co.id/2010/02/blog-post_4540.html

10.

DATA PENGAMATAN
Standarisasi HCl

Boraks (Na2B4O7.10H2O, Mr = 381,37 )


Parameter Kuantitas
Berat (W) 4,022 gram
Volume (V) 100 ml

Percobaan Volume HCl (mL)

I 5,8

II 6,0

Rata-rata 5,9

Angka penyabunan

Percobaan Minyak (gram) Volume HCl (b) Volume HCl (a)


ml ml
I 2,032 26,7 29

PERHITUNGAN
A. Standarisasi
W boraks = 4,022 gram
Mol boraks = W/Mr = 4,022 gram / 381,37 = 0,0105 mol
Normalitas boraks = x

= x

= 0,2109 N
Konsentrasi HCl
VHCl x NHCl = Vboraks x Nboraks
NHCl =

= 0,894 N
B. AngkaPenyabunan

AP =

= 56,947 mg

Pembahasan:
Pada modul praktikum kali ini praktikan melakukan percobaan dalam menentukan
angka penyabunan atau disebut juga bilangan saponifikasi. Angka penyabunan ini
dinyatakan sebagai banyaknya miligram basa (dalam percobaan ini menggunakan
KOH) yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Reaksi yang
terjadi selama proses penyabunan atau saponifikasi yaitu :
O O
|| ||
R C-O-CH2 R C O-K CH2OH

O O
|| ||
R - C O-CH + 3 KOH R C O-
K + CHOH

O O
|| ||
R C O-CH2 R C O -K CH2OH

(Trigliserida) (Kalium Hidroksida) (Sabun) (Gliserol)

Pada percobaan pertama, praktikan melakukan standarisasi HCl dengan cara


menitrasi larutan standar boraks yang telah dibuat (sebagai analit) dengan HCl sebagai
peniter dan bantuan indikator phenolptalein. Pada titrasi ini, volume Boraks yang
dipakai sebanyak 25mL lalu setelah dititrasi dengan HCl, didapat volume HCl pada saat
mencapai titik ekivalen (terjadi perubahan warna) yaitu sekitar 5,9 mL. Kemudian
melalui perhitungan didapat konsentrasi HCl sebesar 0,894 N.
Percobaan selanjutnya yaitu merefluks campuran antara sampel minyak
sebanyak2,032 gram dengan larutan KOH-Alkohol sebanyak 25 mL selama 1 jam.
Proses refluks bertujuan untuk mereaksikan sampel minyak dengan larutan KOH-
Alkohol agar proses saponifikasi tersebut dapat berlangsung secara sempurna. Karena
dalam proses saponifikasi tersebut, reaktan yang digunakan yaitu KOH-alkohol bersifat
mudah menguap bila dipanaskan, sehingga untuk mencegah reaktan tersebut menguap
selama proses pemanasan maka dilakukanlah proses refluks. Sedangkan ditambahkan
alkohol pada KOH bertujuan sebagai pelarut untuk memudahkan pencampuran KOH
dengan sampel minyak selama proses refluks.
Kemudian campuran hasil refluks dititrasi dengan HCl yang telah distandarisasi. Metoda
titrasi ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui jumlah total lemak dan asam lemak dalam
minyak. Titrasi yang dipakai adalah titrasi kembali, artinya KOH awal yang digunakan adalah
berlebih kemudian kelebihan KOH yang tidak bereaksi dengan lemak dititrasi dengan HCl
menggunakan indikator phenolptalein.
Setelah dititrasi didapat volume HCl yang digunakan pada saat titik akhir (terjadi
perubahan warna) yaitu 26,7 mL. Sedangkan titrasi untuk larutan KOH-Alkohol tanpa berisi
minyak (berfungsi sebagai larutan blanko) mencapai titik akhir pada saat volume HCl
yaitu 29mL. Sehingga melalui perhitungan dapat ditentukan angka penyabunan dari percobaan
ini sebesar 56,947 mg.
Angka penyabunan tersebut menunjukkan berat molekul lemak dan minyak secara kasar.
Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai karbon yang pendek berarti mempunyai berat
molekul yang relatif kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya bila
minyak mempunyai berat molekul yang besar, maka angka penyabunan relatif kecil.

I. KESIMPULAN
1. Konsentrasi HCl setelah dilakukan standarisasi adalah 0,894 N.
2. Diperlukan KOH sebanyak 183,2579 mg untuk setiap 1 gram minyak dalam proses saponifikasi

DAFTAR PUSTAKA
http://alexschemistry.blogspot.co.id/2013/12/laporan-praktikum-angka-penyabunan.html
http://btagallery.blogspot.com/2010/02/blog-post_4540.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1320/1/tkimia-Netti.pdf

Anda mungkin juga menyukai