Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM ANALITIK 2A

PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS, BILANGAN


PEROKSIDA DAN BILANGAN ASAM (KONDUKTOMETRI) PADA
MINYAK GORENG HABIS PAKAI YANG DIGUNAKAN PEDAGANG
DAERAH SALATIGA

Oleh:

Teresa Febriyanti (652016001)

Thania Budianto (652016009)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018
Nama/NIM : Teresa Febriyanti (652016001)

Thania Budianto (652016009)

I. JUDUL

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida dan Bilangan Asam
(Konduktometri) pada Minyak Goreng Habis Pakai yang Digunakan Pedagang Daerah
Salatiga.

II. TUJUAN
1. Menentukan kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida pada minyak goreng
yang digunakan pedagang daerah Salatiga.
2. Menentukan titik akhir titrasi pada uji bilangan asam berdasarkan metode
konduktometri.
3. Menentukan nilai bilangan asam dengan metode konduktometri.

III. LANDASAN TEORI

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.


Masyarakat dari segala kalangan sering menyantap makanan gorengan sehingga kurang
lebih sebanyak 290 juta ton minyak dikonsumsi oleh masyarakat setiap tahunnya.
Minyak goreng yang digunakan secara berulang atau lebih dikenal dengan miyak
jelantah merupakan limbah minyak yang berasal dari berbagai jenis miyak goreng
bekas yang digunakan dalam rumah tangga, penjual makanan, penjual gorengan dan
sebagainya. Minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik
yang terjadi pada saaat proses penggorengan (Ketaren, 1986).

Penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang pada suhu tinggi (160-180oC)


akan mengakibatkan reaksi degradasi yang kompleks dan menghasilkan berbagai
senyawa hasil reaksi jika disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses
penggorengan. Reaksi degradasi tersebut akan menurunkan kualitas minyak dan
menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan (Yustinah, 2011). Penelitian Febriansyah
(2007) menyatakan bahwa jika jumlah minyak dalam makanan yang digoreng
mengalami kenaikan seiring semakin lamanya proses penggorengan maka akan terjadi
berbagai macam reaksi kimia seperti reaksi hidrolisis dan oksidasi yang dapat
menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas (Kumala, 2003).

Asam lemak bebas dalam minyak goreng adalah asam lemak berantai panjang
yang tidak teresterifikasi dan mengandung asam lemak jenuh berantai panjang.
Semakin banyak asam lemak bebas yang dikonsumsi maka akan meningkatkan kadar
Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah atau sering disebut sebagai kolesterol
jahat (Adrian, 2005). Rukmini (2007) menyatakan bahwa minyak goreng yang
memiliki kandungan asam lemak bebas lebih dari standar mutu yang ditetapkan, jika
dikonsumsi terus menerus dalam waktu yang lama maka akan mengakibatkan
atheroskelerosis, bertambahnya berat organ ginjal dan hati serta menimbulkan berbagai
macam penyakit yang cukup membahayakan. Kandungan asam lemak bebas (free fatty
acid, FFA) dalam minyak merupakan ukuran kualitas minyak, FFA dinyakan dengan
bilangan asam atau angka asam (Subiyantoro, 2003).

Untuk mengetahui kualitas dari suatu minyak, ada beberapa cara pengujian
yaitu penetapan bilangan peroksida, bilangan asam, bilangan iod, dan bilangan
penyabunan (Ketaren, 1986). Pada minyak jelantah terdapat material yang tidak
berguna yaitu senyawa peroksida, senyawa peroksida dapat menyebabkan
meningkatnya risiko terhadap beberapa penyakit seperti kasinoma (Rifqi dan Nabila,
2011). Nilai rujukan yang dipakai di Indonesia untuk minyak goreng adalah nilai dari
Standar Nasional Indonesi (SNI) seperti pada Tabel 1.

Bilangan peroksida merupakan banyaknya mili-equivalen oksigen aktif yang terdapat


dalam 1000 gram minyak atau lemak. Bilangan peroksida digunakan untuk mengetahui
tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi yang berlangsung jika terjadi
kontak antara minyak dengan oksigen. Semakin besar bilangan peroksida, maka semakin
besar pula derajat kerusakan minyak. Peroksida sendiri terbentuk dikarenakan asam
lemak tak jenuh yang dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya (proses oksidasi),
proses oksidasi akan menghasilkan berbagai senyawa off flavor serta off odor atau biasa
disebut dengan ketengikan. Bilangan peroksida VCO berdasarkan persyaratan dalam SNI.
7381-2008 yaitu maksimal 2,0 mg ek/kg (Ketaren, 1986).

Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas dalam minyak dan
dinyatakan dengan mg basa per 1 gram minyak. Bilangan asam juga merupakan
parameter penting dalam penentuan kualitas minyak. Bilangan ini menunjukkan
banyaknya asam lemak bebas yang ada dalam minyak akibat terjadi reaksi hidrolisis pada
minyak terutama pada saat pengolahan . Asam lemak merupakan struktur kerangka dasar
untuk kebanyakan bahan lipid. Bilangan asam adalah ukuran jumlah asam bebas yang
dihitung berdasar bobot molekul asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam
dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH 0,1 N yang dibutuhkan untuk menetralkan
asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak. Bilangan asam ini menyatakan
jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak, dan biasanya dihubungkan
dengan telah terjadinya hidrolisis minyak berkaitan dengan mutu minyak.

Prinsip kerja dari konduktometri ini adalah sel hantaran dicelupkan kedalam larutan
ion positif dan negative yang ada dalam larutan menuju sel hantaran menghasilkan sinyal
listrik berupa hambatan listrik larutan. Hambatan listrik dikonversikan oleh alat menjadi
hantaran listrik larutan. Konduktometri adalah suatu metoda analisi yang berdasarkan
kepada pengukuran daya hantar listrik yang dihasilkan oleh sepasang elektroda inert yang
mempunyai luas penampang (A) dan jarak tertentu (d). Daya hantar listrik tersebut
merupakan fungsi konsentrasi dari larutan elektrolit yang di ukur. Daya hantar listrik
berhubungan dengan pergerakan suatu ion di dalam larutan ion yang mudah bergerak
mempunyai daya hantar listrik yang besar.

IV. ALAT, BAHAN DAN METODE

ALAT

Alat yang digunakan pada uji asam lemak bebas dan bilangan peroksida adalah
neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg (Ohaus pionneer, PA 2214), spatula, buret,
statif + klem, labu ukur, gelas beaker, erlenmeyer, , pipet volume, pipet ukur, dan pipet
tetes.

Lalu alat yang digunakan pada titrasi konduktometri adalah neraca analitik
dengan ketelitian 0,1 mg (Ohaus pionneer, PA 2214), spatula, buret, statif + klem, labu
ukur, gelas beaker, erlenmeyer, , pipet volume, pipet ukur, pipet tetes, pH meter, dan
magnetic stirer.

BAHAN

Bahan yang digunakan pada uji asam lemak bebas dan titrasi konduktometri
adalah minyak dari beberapa pedagang di daerah Salatiga, etanol teknis, KOH p.a,
asam oksalat teknis, indikator PP, dan akuades.

Bahan yang digunakan pada uji kadar peroksida adalah minyak dari beberapa
pedagang di daerah Salatiga, asam asetat glacial, MC, KI 10% dan jenuh, K2Cr2O7,
indikator PP, indikator amilum, dan akuades.

METODE PENELITIAN

Standarisasi KOH

1. Dimasukkan 10 mL asam oksalat 0,1 M ke dalam erlenmeyer.


2. Ditambahkan 2-3 tetes indikator PP.
3. Dititrasi dengan KOH 0,1 M hingga larutan berubah warna menjadi merah muda.
4. Dicatat volume titrasi dan dilakukan langkah 1-3 secara triplo.

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas

1. Ditimbang 5 gram sampel minyak dalam erlenmeyer.


2. Ditambahkan 25 mL etanol pH 7.
3. Ditambahkan 2-3 tetes indikator PP.
4. Dititrasi larutan dengan KOH yang telah dibakukan hingga larutan berubah warna
menjadi merah muda.
5. Dilakukan langkah 1-4 secara triplo
*Untuk blanko, sampel diganti dengan akuades.

Standarisasi Na2S2O3

1. Dimasukkan 10 mL K2Cr2O7 0,005 M ke dalam erlenmeyer.


2. Ditambahkan 5 mL HCl pekat, 5 mL KI 10% dam 2-3 tetes amilum 1%.
3. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,05 M hingga warna biru tepat hilang.
4. Dicatat volume titrasi dan dilakukan langkah 1-3 secara triplo.

Penetapan Bilangan Peroksida

1. Ditimbang 5 gram sampel minyak dalam erlenmeyer.


2. Ditambahkan 15 mL CH3COOH : MC (9:6) lalu dihomogenkan
3. Ditambahkan 0,5 mL KI jenuh ke dalam erlenmeter.
4. Ditambahkan 30 mL akuades lalu dihomogenkan
5. Ditambahkan 1 mL amilum 1%.
6. Dititrasi dengan Na2S2O3 yang telah dibakukan hingga warna biru tepat hilang.
7. Dilakukan langkah 1-7 secara triplo.
*Untuk blanko, sampel diganti dengan akuades.

V. HASIL
 FFA

Standarisasi KOH

VKOH (mL) I II III


Vawal 0 0 3,6
Vakhir 31,2 30,6 34,7
Vditambahkan 31,2 30,6 31,1
Vrata-rata 31,15

a x Mas.oksalat x Vas.oksalat = b x MKOH x VKOH

2 x 0,1 M x 10 mL = 1 x MKOH x 31,15 mL

MKOH = 0,0642 M
MKOH = NKOH = 0,0642 N

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas

 Sampel A
VKOH (mL) I II III Blanko
Vawal 0 0,3 0,6 0,2
Vakhir 0,3 0,6 0,9 0,2
Vditambahkan 0,3 0,3 0,3 0,2
Vrata-rata 0,3 0,2

(Vtitrasi−Vblanko)x N KOH x BM minyak


%FFA = x 100%
Massa Sampel x 1000

(0,3−0,2)mL x 0,0642 N x 256 g/mol


= x 100%
5 gram x 1000
= 0,03%

 Sampel B
VKOH (mL) I II III Blanko
Vawal 4 4,5 5 0,2
Vakhir 4,5 5 5,6 0,2
Vditambahkan 0,5 0,5 0,6 0,2
Vrata-rata 0,53 0,2

(Vtitrasi−Vblanko) x N KOH x BM minyak


%FFA = x 100%
Massa Sampel x 1000

(0,53−0,2) mL x 0,0642 N x 256 g/mol


= x 100%
5 gram x 1000
= 0,11%

 Sampel C
VKOH (mL) I II III Blanko
Vawal 2,2 2,7 3,3 0,2
Vakhir 2,7 3,3 3,8 0,2
Vditambahkan 0,5 0,6 0,5 0,2
Vrata-rata 0,53 0,2

(Vtitrasi−Vblanko) x N KOH x BM minyak


%FFA = x 100%
Massa Sampel x 1000

(0,53−0,2) mL x 0,0642 N x 256 g/mol


= x 100%
5 gram x 1000
= 0,11%
 Sampel D
VKOH (mL) I II III Blanko
Vawal 3,9 4,8 6 0,2
Vakhir 4,8 5,8 7 0,2
Vditambahkan 0,9 1 1 0,2
Vrata-rata 0,96 0,2

(Vtitrasi−Vblanko) x N KOH x BM minyak


%FFA = x 100%
Massa Sampel x 1000

(0,96−0,2) mL x 0,0642 N x 256 g/mol


= x 100%
5 gram x 1000
= 0,25%

 Sampel E
VKOH (mL) I II III Blanko
Vawal 0 1,8 3,5 0,2
Vakhir 1,8 3,5 5,2 0,2
Vditambahkan 1,8 1,7 1,7 0,2
Vrata-rata 1,73 0,2

(Vtitrasi−Vblanko) x N KOH x BM minyak


%FFA = x 100%
Massa Sampel x 1000

(1,73−0,2) mL x 0,0642 N x 256 g/mol


= x 100%
5 gram x 1000
= 0,5%

 Sampel F
VKOH (mL) I II III Blanko
Vawal 0 0 0 0,2
Vakhir 3,8 3,9 3,8 0,2
Vditambahkan 3,8 3,9 3,8 0,2
Vrata-rata 3,83 0,20,2

(Vtitrasi−Vblanko) x N KOH x BM minyak


%FFA = x 100%
Massa Sampel x 1000

(3,83−0,2) mL x 0,0642 N x 256 g/mol


= x 100%
5 gram x 1000
= 1,19%

Standarisasi Na2S2O3
V Na2S2O3 (mL) I II III
Vawal 0 8 0
Vakhir 8 15 7,9
Vditambahkan 8 7 7,9
Vrata-rata 7,95

a x MK2Cr2O7 x VK2Cr2O7 = b x MNa2S2O3 x VNa2S2O3

6 x 5 x 10-3 M x 10 mL = 2 x M Na2S2O3 x 31,15

M Na2S2O3 = 0,0189 M

NNa2S2O3 = 2 x M Na2S2O3 = 0,0377 N

Penetapan Bilangan Peroksida

 Sampel A
VKOH (mL) I II III Blanko
Vawal 4,8 4,9 5 0
Vakhir 4,9 5 5,1 0
Vditambahkan 0,1 0,1 0,1 0
Vrata-rata 0,1 0

(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 ) 𝑥 𝑁𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑥 1000


Bilangan Peroksida = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
(0,1− 0) 𝑥 0,0377 𝑁 𝑥 1000
= 5𝑔

= 0,754 meq/kg

 Sampel C
VKOH (mL) I II III Blanko
Vawal 0 1,6 2,8 0
Vakhir 1,6 3,3 4,5 0
Vditambahkan 1,6 1,7 1,7 0
Vrata-rata 1,67 0

(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 ) 𝑥 𝑁𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑥 1000


Bilangan Peroksida = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
(1,67− 0) 𝑥 0,0377 𝑁 𝑥 1000
= 5𝑔

= 12,59 meq/kg
 Sampel D
VKOH (mL) I II III Blanko
Vawal 5,9 6,1 6,3 0
Vakhir 6,1 6,3 6,5 0
Vditambahkan 0,2 0,2 0,2 0
Vrata-rata 0,2 0

(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 ) 𝑥 𝑁𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑥 1000


Bilangan Peroksida = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
(0,2− 0) 𝑥 0,0377 𝑁 𝑥 1000
= 5𝑔

= 1,508 meq/kg

Sampel Minyak FFA Bilangan Peroksida


Hasil Spesifikasi Hasil Spesifikasi SNI
Penelitian SNI Penelitian
A (Kost) 0,03 % Maks 0,3 % 0,754 meq/kg Maks. 2 meq/kg
B (Cafe Rindang) 0,11 % Maks 0,3 % - Maks. 2 meq/kg
C (Rumah Tangga) 0,11 % Maks 0,3 % 12,59 meq/kg Maks. 2 meq/kg
D (Bancheese) 0,25 % Maks 0,3 % 1,508 meq/kg Maks. 2 meq/kg
E (Rumah Makan Padang) 0,5 % Maks 0,3 % - Maks. 2 meq/kg
F (Pondok Dahar) 1,19 % Maks 0,3 % - Maks. 2 meq/kg

 BILANGAN ASAM

Titik ujung = Volume titrasi + penambahan


(Vtitrasi−Vblanko) x N KOH x BM minyak
%FFA = x 100%
Massa Sampel x 1000

BM KOH
Bilangan Asam = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝐹𝐴 𝑥 BMasam lemak∶10

Sample A
Volume(I) mV (dE/dV)2 Volume(II) mV (dE/dV)2 Volume(III) mV (dE/dV)2
1 0 0 7 0 0 14 0 0
2 0 0 8 0 0 15 0 0
3 0,01 0,01 9 0,01 0,01 16 0,01 0,01
4 0,02 0 10 0,02 0 17 0,02 0
5 0,03 0 11 0,03 0 18 0,03 0
6 0,04 0 12 0,03 -0,01 19 0,04 0
13 0,04 0,01
Titrasi Titik Ujung
Konduktometri Sample
A
I 4
II 10
III 17
Rata-rata 10,33
V blanko 0,4
N KOH 0,00713
BM asam lemak 256,42
% FFA 0,36
Bilangan Asam 0,79

(dE/dV)2 A1
0.02
Axis Title

0.01 (dE/dV)2
y = -0.0003x +
0 0.0027
R²0 = 0.0171 5 Linear
10
-0.01 ((dE/dV)2)
Axis Title

(dE/dV)2 A2

0.05 (dE/dV)2
Axis Title

0 y = 0.0014
R² = 0
-0.05 0 5 10 15 Linear
Axis Title
((dE/dV)2)

(dE/dV)2 A3
0.02
Axis Title

0.01 (dE/dV)2
y = -0.0003x +
0 0.0064
R² =100.0171 20 Linear
0
-0.01 ((dE/dV)2)
Axis Title
SAMPLE C
Vol (I) mV (dE/dV)2 Vol (II) (dE/dV)2 Vol (III) mV (dE/dV)2
1 0 0 1 0 0 1 0 0
2 0 0 2 0 0 2 0 0
3 0 0 3 0 0 3 0 0
4 0,01 0,01 4 0,01 0,01 4 0,01 0,01
5 0,01 -0,01 5 0,02 0 5 0,01 -0,01
6 0,02 0,01 6 0,02 -0,01 6 0,02 0,01
7 0,03 0 7 0,03 0,01 7 0,03 0
8 0,03 -0,01 8 0,03 -0,01 8 0,04 0
9 0,04 0,01 9 0,04 0,01 9 0,04 -0,01

Titrasi Titik Ujung Konduktometri Sample C


I 4,5 7 10
II 14 16,5 19
III 22,5 25
Rata-rata 13,66 16,16 14,5
V blanko 0,4
N KOH 0,00713
BM asam lemak 256,42
% FFA 0,48 0,57 0,51
Bilangan Asam 1,05 1,25 1,12

(dE/dV)2 C1 (dE/dV)2 C2
0.05 0.05
Axis Title
Axis Title

y= y=
0 0.0002x (dE/dV)2 0 0.0002x (dE/dV)2
0 +…5 10 0 +…5 10
-0.05 -0.05
Axis Title Axis Title

(dE/dV)2 C3
0.02

0 (dE/dV)2
0 5 10
-0.02
SAMPLE D
Vol (I) mV (dE/dV)2 Vol (II) mV (dE/dV)2 Vol (III) mV (dE/dV)2
1 0 0 15 0 0 29 0 0
2 0 0 16 0 0 30 0 0
3 0 0 17 0 0 31 0 0
4 0,01 0,01 18 0,01 0,01 32 0 0
5 0,02 0 19 0,02 0 33 0,01 0,01
6 0,02 -0,01 20 0,02 -0,01 34 0,01 -0,01
7 0,03 0,01 21 0,03 0,01 35 0,02 0,01
8 0,03 -0,01 22 0,03 -0,01 36 0,02 -0,01
9 0,03 0 23 0,03 0 37 0,03 0,01
10 0,04 0,01 24 0,04 0,01 38 0,03 -0,01
11 0,04 -0,01 25 0,04 -0,01 39 0,04 0,01
12 0,05 0,01 26 0,05 0,01 40 0,04 -0,01
13 0,05 -0,01 27 0,05 -0,01 41 0,05 0,01
14 0,06 0,01 28 0,05 0 42 0,05 -0,01

Titrasi Titik Ujung Konduktometri Sample D


I 5 7,5 10,5 12,5 15
II 19 21,5 24,5 26,5
III 33,5 35,5 37,5 39,5 41,5
Rata-rata 13,66 16,16 14,5 26,16 28,25
V blanko 0,4
N KOH 0,00713
BM asam lemak 256,42
% FFA 0,48 0,57 0,51 0,94 1,01
Bilangan Asam 1,05 1,25 1,12 2,07 2,04

(dE/dV)2 D1 (dE/dV)2 D2
0.05 0.05
Axis Title

Axis Title

y = 7E-05x y=-
0+ 0.0002 (dE/dV)2 0 (dE/dV)2
0.0002x +
R²0 =… 10 20 0
0.0016… 10 20
-0.05 -0.05
Axis Title Axis Title

(dE/dV)2 D3
0.02

0 (dE/dV)2
0 10 20
-0.02
Sample E
Vol (I) mV (dE/dV)2 Vol (II) mV (dE/dV)2 Vol (III) Mv (dE/dV)2
1 0 0 7 0 0 13 0 0
2 0 0 8 0 0 14 0 0
3 0,01 0,01 9 0 0 15 0 0
4 0,02 0 10 0,01 0,01 16 0,01 0,01
5 0,02 -0,01 11 0,02 0 17 0,02 0
6 0,03 0,01 12 0,03 0 18 0,03 0

Titrasi Titik Ujung


Konduktometri Sample
E
I 4
II 11
III 17
Rata-rata 10,66
V blanko 0,4
N KOH 0,00713
BM asam lemak 256,42
% FFA 0,37
Bilangan Asam 0,81

(dE/dV)2 E1 (dE/dV)2 E2
0.05 0.02
Axis Title

(dE/dV)2
Axis Title

y = 0.0003x + (dE/dV)2 y = 0.0003x -


00.0007 0 0.001
R² =00.005 5 10 Linear R² = 00.017110 20 Linear
-0.05 -0.02
Axis Title ((dE/dV)2) Axis Title ((dE/dV)2)

(dE/dV)2 E3
0.02
Axis Title

y = 0.0003x - (dE/dV)2
0 0.0028
0 = 0.0171
R² 10 20 Linear
-0.02 ((dE/dV)2)
Axis Title
SAMPLE F
Volume mV (dE/dV)2 Volume mV (dE/dV)2 Volume mV (dE/dV)2
1 0 0 2 0 0 1 0 0
2 0,01 0,01 2 0,01 0,01 2 0,01 0,01
3 0,01 -0,01 3 0,01 -0,01 3 0,01 -0,01
4 0,02 0,01 4 0,02 0,01 4 0,02 0,01
5 0,02 -0,01 5 0,02 -0,01 5 0,02 -0,01
6 0,02 0 6 0,02 0 6 0,03 0,01
7 0,03 0,01 7 0,03 0,01 7 0,03 -0,01
8 0,03 -0,01 8 0,03 -0,01 8 0,03 0
9 0,03 0 9 0,03 0 9 0,03 0
10 0,03 0 10 0,03 0 10 0,04 0,01
11 0,03 0 11 0,04 0,01 11 0,04 -0,01

Titrasi Titik Ujung Konduktometri Sample E


I 2,5 4,5 7,5
II 13,5 15,5 18,5
III 24,5 26,5 28,5 32,5
Rata-rata 13,33 15,5 18,16 32,5
V blanko 0,4
N KOH 0,00713
BM asam lemak 256,42
% FFA 0,47 0,55 0,64 1,17
Bilangan Asam 1,03 1,22 1,40 2,58

(dE/dV)2 F1 (dE/dV)2 F2
0.02 0.02
0.01 y0.01
= 0.0002x -
Axis Title
Axis Title

y = -0.0003x (dE/dV)2 (dE/dV)2


0.0002
0
+ 00.0016
R² = 0.0052
0
R² = 0.0136
-0.01 10 20 Linear -0.01 0 10 20 Linear
-0.02 ((dE/dV)2) -0.02 ((dE/dV)2)
Axis Title Axis Title

(dE/dV)2 F3
0.02
0.01
Axis Title

y = -0.0004x (dE/dV)2
+00.0022
0
R² = 0.0182
-0.01 10 20 Linear
-0.02 ((dE/dV)2)
Axis Title
VI. PEMBAHASAN

Analisis kualitas minyak secara kimiawi dilakukan dengan menguji kadar asam
lemak bebas, bilangan peroksida dan bilangan asam. minyak merupakan trigliserida
jika terurai menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Kadar asam lemak bebas adalah
presentase jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak yang dinetralkan
dengan KOH. Penentu tingkat kerusakan minyak selanjutnya adalah bilangan peroksida.
Sebagian besar kerusakan minyak disebabkan oleh proses hidrolisis (secara enzimatik
maupun non-enzimatik) dan oksidasi. Pada proses oksidasi, akan terbentuk senyawa
peroksida yang mudah bereaksi lebih lanjut dan bersifat labil. Kemudian akan terbentuk
senyawa keton dan aldehid yang menyebabkan bau dan tengik pada minyak yang
menjadi pertanda bahwa minyak tersebut sudah rusak (Ketaren, 1986).

Penelitian ini menggunakan 6 jenis sampel minyak goreng dari berbagai


pedagang daerah Salatiga. Warna gelap pada minyak disebabkan adanya kerusakan
oksidatif dan juga adanya molekul karbohidrat dan protein yang sering disebut sebagai
Reaksi Maillard yaitu reaksi antara gugus karbonil dengan gugus amin dari protein.
Pemanasan yang terlalu tinggi dan berulang dapat menyebabkan terjadinya rekasi
polimerasi dan reaksi Maillard sehingga warna minyak menjadi gelap dan mengental.
Namun warna hitam pada minyak tidak berarti mengidinkasikan minyak tersebut
merupakan minyak jelantah, karena dimungkinkan perubahan warna tersebut
diakibatkan oleh adanya bumbu masakan yang digoreng pada makanan (Ketaren, 1986).

Kadar Asam Lemak Bebas

Pada penelitian ini digunakan metode alkalimetri untuk penetapan kadar asam
lemak bebas, prinsip metode alkalimetri adalah terjadinya reaksi netralisasi dikarenakan
adanya reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam yang terdapat dalam minyak
dengan ion hidroksida yang berasal dari basa yang digunakan sebagai pentiter.
Penelitian ini dilakukan secara triplo untuk setiap sampel, hal ini bertujuan untuk
memperoleh data yang akurat dan memperkecil kesalahan dalam proses titrasi. Asam
lemak bebas pada minyak ditetapkan kadarnya menggunakan titrasi dengan pereaksi
basa KOH. sebelum dilakukan uji kadar asam lemak bebas, larutan KOH yang akan
digunakan untuk mentitrasi sampel, harus distandarisasi terlebih dahulu. Hal tersebut
bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan KOH yang akurat, dikarenakan KOH
merupakan larutan baku sekunder dimana konsentrasinya tidak dapat ditentukan secara
akurat dengan menghitung dari berat zat terlarut yang dilarutkan dengan tepat,
melainkan harus ditentukan dengan metode titrasi terhadap larutan baku primer.
Larutan baku primer merupakan larutan baku yang konsentrasinya dapat ditentukan
dengan menghitung berat zat terlarut yang dilarutkan dengan tepat. Bahan kimia yang
dapat digunakan sebagai bahan membuat larutan standar primer harus benar-benar
dalam keadaan murni, stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat
higroskopis, serta memiliki berat ekivalen besar sehingga meminimalkan kesalahan
akibat penimbangan. Pada percobaan ini larutan yang digunakan sebagai baku primer
yaitu asam oksalat.
Setelah dilakukan prosedur standarisasi, diperoleh hasil konsentrasi KOH
sebesar 0,0642 M. Hasil tersebut cukup berbeda dengan perhitungan awal yaitu 0,1 M,
hal tersebut dimungkinkan disebabkan oleh pembuatan larutan baku primer yang
kurang tepat dan kurangnya ketelitian saat menimbang padatan asam oksalat yang
dilakukan pada neraca analit dengan ketelitian 2 dijit dibelakang koma.

Setelah larutan KOH distandarisasi dan diperoleh konsentrasinya selanjutnya


dilakukan penambahan etanol pada sampe. Penambahan etanol berfungsi untuk
melarutkan minyak atau lemak yang terdapat dalam sampel agar dapat bereaksi dengan
basa alkali. Etanol yang digunakan memiliki pH 7 dan konsentrasinya berkisat 95-96%.
Indikator yang digunakan untuk penentu titik akhir titrasi adalah indikator PP.
Alasan digunakannya indikator PP adalah karena indikator PP memiliki rentang pH
8-10. Hal tersebut cocok digunakan untuk titrasi asam lemak bebas (asam lemah)
dengan KOH (basa kuat) karena hasil akhir dari reaksi asam lemak bebas dengan
KOH adalah garam yang bersifat basa. Indikator ini akan berwarna bening pada
larutan asam dan netral sedangkan pada kondisi basa akan memunculkan warna
merah muda.

Hasil analisa asam lemak bebas dapat dilihat pada tabel hasil diatas. Pada
minyak A, B dan C memiliki nilai kadar FFA < 0,3% sehingga dapat dikatakam bahwa
minyak A, B dan C masih memenuhi standar mutu SNI dan memiliki kadar asam lemak
bebas yang rendah. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari warna minyak yang masih
berwana orange kekuningan. Sedangkan pada minyak D, E, F memiliki nilai kadar
FFA > 0,3% sehingga dapat dikatakan minyak D, E, dan F tidak lagi memenuhi standar
mutu SNI dan memiliki kadar asam lemak bebas yang tinggi. Hal tersebut dapat
ditunjukkan dari warna minyak yang sudah berubah warna menjadi cokelat atau bahkan
hitam.

Kadar asam lemak yang tinggi berarti terdapat banyak trigliserida yang terurai
menjadi asam lemak bebasnya. Rusaknya trigliserida disebabkan oleh pemanasan yang
tinggi secara berulang (Pakpahan et al, 2013). Karena minyak jelantah banyak
mengandung air maka trigliserida yang terdapat dalam minyak akan terhidrolisis
menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi trigliserida akan dipercepat karena
adanya beberapa faktor seperti panas, air, keasaman dan katalis (enzim). Semakin lama
reaksi tersebut berlangsung, makan akan semakin banyak pula kadar asam lemak bebas
yang terbentuk (Tim Penulis, 2001). Lamanya penyimpanan juga dapat menaikan kadar
asam lemak bebas. Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan ikatan trigliserida pecah lau membentuk gliserol dan asam lemak bebas
(Sutiah et al, 2008). Reaksi hidrolisis Trigliserida dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hidrolisis Trigliserida

Warna gelap dalam minyak disebabkan oleh terjadinya oksidasi antioksidan


atau tokoferol (Siti et al, 2001). Warna gelap terjadi akibat terbentuknya peroksida pada
ikatan tidak jenuh yang kemudian peroksida berdekomposisi menjadi senyawa karbonil
dan pada sebagian karbonil terbentuk polimerisasi.

Bilangan Peroksida

sebelum dilakukan uji bilangan peroksida, dilakukan proses standarisasi larutan


baku Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 untuk mengetahui konsentrasi Na2S2O3 yang
sebenarnya. metode yang digunakan adalah metode iodometri, metode tersebut
merupakan metode redoks dimana larutan baku Na2S2O3 digunakan sebagai titran. Jenis
penitarannya tergolong tidak langsung dimana ditambahkan zat ketiga yaitu KI untuk
membebaskan I2 bebas yang nantinya dititar dengan Tio. Suasana oksidasi KI menjadi
I2 akan optimum pada suasana asam, oleh karena itu ditambahkan HCl. Indikator yang
digunakan adalah indikator amilum, yang akan menghasilkan warna biru ketika
bereaksi dengan I2. Setelah dilakukan standarisasi tiosulfat, diperoleh konsentrasi
tiosulfat sebesar 0,0377 N. Hasil yang diperoleh ini dapat dikatakan tidak terlalu jauh
dari perhitungan (0,05 N)

setelah dilakukan standarisasi, selanjutnya dilakukan penambahan 15 mL


campuran MC dan asam asetat dengan perbandingan 6:9, tujuan dari penambahan
capuran tersebut adalah untuk menarik peroksida yang terdapat dalam minyak.
Penambahan KI jenuh bertujuan untuk bereaksi dengan oksigen agar melepaskan I2
bebas. Kemudian I2 bebas akan bereaksi dengan penitar secara iodometri dengan
Na2S2O3 yang sudah distandarisasi. Indikator yang digunakan adalah amilum,
penggunaan indikator tersebut dikarenakan amilum dapat bereaksi dengan I2 dan
memberikan warna biru, pada saat titik akhir titrasi warna larutan akan menjadi bening.
Reaksi yang terjadi pada uji bilangan peroksida adalah sebagai berikut:
Dari tabel hasil diatas dapat dikatakan bahwa minyak A dan D masih dibawah
standar maksimum kadar peroksida, sedangkan pada minyak C memiliki kadar
peroksida yang cukup tinggi dan melewati batas maksimum kadar peroksida yang
sudah ditetapkan yaitu diatas 2 meq/kg.

Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
sehingga akan terbentuk senyawa peroksida seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi Oksidasi Asam Lemak Tidak Jenuh

Bilangan peroksida yang tinggi menunjukkan bahwa minyak tersebut sudah


teroksidasi dan ditandai dengan rasa serta bau tengik. Proses oksidasi dapat dipercepat
dengan beberapa faktor seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida dan
juga logam berat seperti (Mn, Co, Cu, dan Fe). Proses oksidasi lemak oleh oksigen
dapat terjadi secara spontan jika mengalami kontak langsung dengan udara, untuk
kecepatan proses oksidasinya dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan dan juga tipe
lemaknya. Oleh sebab itu, minyak harus disimpan pada kondisi penyimpanan yang
bebas dari pengaruh logam, tidak dibiarkan di tempat terbuka karena akan kontak
langsung dengan oksigen, tidak terkena cahaya dan tidak disimpan pada suhu tinggi
(Ketaren, 1986).

Kerusakan minyak atau lemak dikarenakan pemanasan pada suhu tinggi


o
(>200 C) akan menjadi racun di dalam tubuh dan menimbulkan beberapa penyakit
seperti pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artherosclerosis) kanker, diarrhea
dan juga dapat menurunkan nilai cerna lemak. Minyak yang memiliki bilangan
peroksida yang cukup tinggi dapat meracuni tubuh dan juga dapat mempercepat proses
ketengikan.

Bilangan Asam

Pada analisis bilangan asam dengan metode konduktometri, menggunakan 5


jenis sampel minyak goreng dari berbagai pedagang daerah Salatiga, berbeda dengan
FFA yang menggunakan 6 jenis sampel. Hal ini terjadi disebabkan kurangnya waktu
saat melakukan titrasi sehingga hanya bisa menggunakan 5 sampel minyak. Metode
yang digunakan sama dengan penentuan % FFA (asam lemak bebas) hanya saja titrasi
dilakukan dengan magnetic stirer untuk menghomogenkan ketika sampel diteteskan
dengan larutan KOH dan pHmeter untuk mengukur nilai µS. Pada percobaan ini titrasi
konduktometri dilakukan dengan penambahan indikator. Hal ini bertujuan untuk
membandingkan titik akhir titrasi pada konduktometri dengan titik akhir titrasi
metode konvensional. Namun sebenarnya, titrasi ini tidak memerlukan indikator
sebagai penentu titik akhir titrasi, karena penentuan titik akhir titrasi dapat ditentukan
dari nilai daya hantar larutan tersebut.

Sampel Titik Ekuivalen Titik Ekuivalen


Konduktometri Konvensional
A 10,33 0,3
C 13,66 0,53
16,66
14,5
D 13,66 0,96
16,16
14,5
26,16
28,25
E 10,66 1,73
F 13,33 3,83
15,5
18,16
32,5

Dari data diatas, dapat diketahui bahwa titik ekuivalen dari konduktometri
dengan titik ekuivalen konvensional memiliki perbedaan yang signifikan. Adanya
perbedaan titik akhir titrasi pada metode konfuktometri dengan metode konvensional
disebabkan karena beberapa hal :

1. Titrasi konduktometri dilakukan 1 minggu setelah titrasi konvensional (tidak


dalam waktu yang bersamaan).
2. KOH yang digunakan untuk mentitrasi sampel pada metode konduktometri sudah
diencerkan 10x
Pada titik akhir titrasi konduktometri tersebut kemudian digunakan untuk menghitung
bilangan asam. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Sampel Titik Ekuivalen Bilangan Asam Spesifikasi SNI
Konduktometri Konduktometri
A 10,33 0,79 0,6 mg KOH/g
C 13,66 1,05
16,66 1,25
14,5 1,12
D 13,66 1,05
16,16 1,25
14,5 1,12
26,16 2,07
28,25 2,04
E 10,66 0,81
F 13,33 1,03
15,5 1,22
18,16 1,40
32,5 2,58

Dapat dilihat dari data sampel diatas, diperoleh semua sampel berada di bawah standar
mutu dari SNI, yaitu berada di bawah 0,6 mg KOH/g. Rendahnya bilangan asam ini dapat
diartikan setara dengan rendahnya kadar asam lemak bebas

VII. KESIMPULAN
- Kadar asam lemak bebas pada sampel minyak A, B, C, D, E, dan F berturut-turut
adalah 0,03%; 0,11%; 0,11%; 0,25%; 0,5%; 1,19%. Sedangkan untuk bilangan
peroksida pada sampel A, C dan D berturut-turut adalah 0,754 meq/kg, 12,59 meq/kg
dan 1,508 meq/kg.
- Rendahnya bilangan asam pada sampel mengakibatkan semua sampel berada di
bawah standar mutu dari SNI 0,6 mg KOH/g.
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, S. 2005. Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Yang
Beredar Di Kota Medan Tahun 2005. Skripsi yang Tidak Dipublikasikan. Medan:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Febriansyah, R. 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben


Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak pada Kacang Sulut
(Skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian ITB.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Kumala, M. 2003. Peran Asam Lemak Tak Jenuh Jamak Dalam Respon Imun. Jurnal
Indonesia Media Assosiasi. 2: 11-2.

Pakpahan JF, Tambunan T, Ritonga MY. 2013. Pengaruh Free Fatty Acid dan warna dari
minyak jelantah dengan adsorben serabut kelapa dan jerami. Jurnal Teknik Kimia
USU. 2(1): 31-36.

Panagan, A. T. 2010. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Merah (Allium Ascalonicum)


Terhadap Bilangan Peroksida dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Goreng. Jurnal
Penelitian Sains. 10: 06-05.

Rifqi T dan Nabila YA. 2011. Banana peels: An economical refining agent for carcinogenic
substance in waste cooking oil. APEC Youth Scientist Journal. 4(1): 62-73.

Rukmini, A. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam Menekan
Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi 2007. ISSN: 1978-9777.

Siti N.W., Dewanti, Tri W., Kuntanti. 2001. Studi tingkat kerusakan dan keamanan pangan
minyak goreng bekas (Kajian dari perbedaan jenis minyak goreng dan bahan pangan
yang digoreng). Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya.

Subiyantoro. 2003. Kajian pemucatan minyak goreng bekas dengan metode adsorbsi dan
pengkelatannya. Tugas Akhir. Fakultas Teknologi Pangan IPB.

Sutiah, K., Sofjan, F & Budi, W.S. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng dengan Parameter
Viskositas dan Indeks Bias. Berkala Fisika Vol 11. (2): 53-58.

Tim Penulis PS. 2001. Kelapa Sawit Usaha Budidaya: Pemanfaatan Hasil dan Aspek
Pemasaran Cetakan Ketiga Belas. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Yustinah. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari Sabut
Kelapa. Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia.

Anda mungkin juga menyukai