Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. TUJUAN PERCOBAAN
1. Membuat larutan baku primer dan sekunder untuk titrasi kompleksometri.
2. Melakukan titrasi kompleksometri dan mengamati perubahan yang terjadi pada
akhir titrasi.
3. Menghitung kesadahan total, kesadahan permanen, dan kesadahan temporer dari
sampel air.
I.2. TINJAUAN PUSTAKA
I.2.1. Titrasi Argentometri
Titrasi argentometri merupakan titrasi yang menggunakan larutan
AgNO3 (perak nitrat) sebagai titran dan menghasilkan endapan garam perak yang
sukar larut. Metode ini kerap digunakan dalam menentukan kadar halogenida dalam
suatu senyawa yang bereaksi dengan AgNO3 (perak nitrat) dan membentuk
endapan pada suasana tertentu. Endapan yang terbentuk dapat digunakan untuk
analisis jika reaksinya berlangsung cepat. Jika reaksi pengendapan berlangsung
lambat hingga kadang lewat jenuh, maka endapan tidak dapat digunakan untuk
analisis. Pada titrasi argentometri, analit yang telah ditambah indikator dititrasi
dengan larutan AgNO3 (perak nitrat). Untuk mengetahui kadar garam dalam analit,
maka diperlukan pengukuran volume larutan standar yang digunakan sehingga
seluruh Ag+ dapat tepat diendapkan (Day dan Underwood, 1998).
Argentometri dimana terbentuk endapan (ada juga argentometri
yang tergolong pembentukan kompleks) dibedakan menjadi tiga macam cara
berdasar indikator yang dipakai untuk penentuan titik akhir:
1. Cara Mohr (1856): indikator K2CrO4, titran ialah AgNO3.
Terutama untuk menentukan garam klorida untuk titrasi
langsung, atau menentukan garam perak dengan titrasi kembali
setelah ditambahkan larutan baku NaCl berlebih. pH harus diatur
supaya tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa (antara 6 sampai
10).
2. Cara Volhard: indikator yang digunakan adalah Fe3+, titran
KSCN atau NH4SCN. Untuk menentukan garam perak dengan

1
titrasi langsung, atau garam – garam klorida, bromida, iodida,
tiosianat, dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan baku
AgNO3 berlebih; juga untuk anion – anion lain yang lebih mudah
larut dari AgSCN, tetapi dengan usaha khusus. ph harus lebih
rendah, kira – kira 0.3 M H+, agar Fe3+ tidak terhidrolisa.
3. Cara Fajans: indikator yang digunakan ialah salah satu indikator
adsorpsi menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+, titran
AgNO3; pH tergantung dari macam anion dan indikator yang
dipakai.
(Harijadi, 1990)
Tabel I.1 Karakteristik Beberapa Indikator Adsorpsi
INDIKATOR ANALIT TITRAN KONDISI REAKSI
Diklorofluresein Cl- Ag+ pH = 4
Fluoresein Cl- Ag+ pH = 7 – 8
Eosin Br-,I-, SCN- Ag+ pH = 2
Torin SO42- Ba2+ pH = 1,5 – 3,5
Bromkresol Hijau SCN- Ag+ pH = 4 – 5
Metil Lembayung Ag+ Cl- Larutan asam
Rodamina 6 G Ag+ Br- HNO3 sampai 0,3 M
Ortokrom T Pb2- CrO42- Larutan netral 0,02 M
Bromfenol Biru Hg22+ Cl- Larutan 0,1 M
(Day dan Underwood, 1998)
I.2.2. Metode Mohr
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar ion klorida atau ion
bromida dalam suatu sampel. Dalam metode ini digunakan AgNO3 sebagai titran
dan K2CrO4 sebagai indikator. Metode ini hanya dapat dilakukan dalam kondisi
suasana netral dengan pH antara 6 – 10, tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa.
Dalam suasana asam, endapan Ag2CrO4 (perak kromat) akan larut membentuk
dikromat (Cr2O72-), sehingga tidak dapat ditentukan titik akhir titrasi tersebut.
Pengaturan pH perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Bila terlalu
tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O
sehingga titran terlalu banyak terpakai.
Pada analisa Cl- mula – mula terjadi reaksi:

2
Ag+ + Cl- ↔ AgCl
Sedangkan pada titik ahkir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+ + CrO4- ↔ Ag2CrO4
(Harjadi, 1990)
Indikator K2CrO4 yang digunakan akan bereaksi dengan AgNO3
membentuk endapan merah bata. Terbentuknya endapan tersebut dapat menentukan
titik akhir titrasi. Dimana pembentukan endapan tersebut dapat digunakan untuk
menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan antara analit dengan AgNO3
(Day dan Underwood, 1998).
Pada titrasi penentuan kadar Cl- dengan metode Mohr, Ag2CrO4
(perak kromat) lebih mudah larut daripada AgCl (perak klorida). Oleh karena itu,
endapan merah bata dari Ag2CrO4 (perak kromat) akan muncul setelah endapan
putih dari AgCl (perak klorida). Ion-ion perak yang ditambahkan ke dalam suatu
larutan yang mengandung ion klorida dengan konsentrasi besar dan ion kromat
dengan konsentrasi kecil, AgCl (perak klorida) yang terbentuk akan mengendap
terlebih dahulu daripada Ag2CrO4 (perak kromat) (Day dan Underwood, 1998).
I.2.3. Titrasi Blanko
Titrasi blanko digunakan untuk mengetahui seberapa besar volume
titran yang bereaksi dengan indikator yang digunakan pada titrasi argentometri
tersebut. Pada titrasi blanko, sampel tidak diikutsertakan sehingga hanya terjadi
reaksi antara titran dan indikator. Namun dalam titrasi blanko kondisi titrasi harus
diupayakan sama dengan kondisi titrasi sampel yang dilakukan. Oleh karena itu,
ditambahkan CaCO3 dalam jumlah kecil untuk membuat kondisi titrasi blanko
sama dengan titrasi yang sebenarnya. CaCO3 merupakan endapan berwarna putih
sehingga mirip dengan endapan putih AgCl yang ada pada titrasi sampel. Dengan
begitu, kondisi titrasi blanko sudah sama dengan kondisi titrasi sampel, dimana
terdapat endapan putih dan kemudian timbul endapan merah bata dari reaksi
indikator dan titran (Cairns, 2009).
I.2.4. Larutan Buffer/Penyangga
Larutan buffer/penyangga merupakan larutan yang digunakan untuk
mempertahankan besar pH selama reaksi terjadi, sehingga besar pH tidak berubah-
ubah dan mempengaruhi reaksi yang terjadi. Sebagai larutan penyangga seharusnya
hanya mengalami sedikit perubahan pH saat ditambahkan asam kuat atau basa kuat.
Hal ini disebabkan karena larutan buffer/penyangga mengandung asam dan basa

3
beserta asam dan basa konjugasinya yang dapat mengikat H+ dan OH-, sehingga
menjaga kondisi reaksi tetap konstan pada pH yang tetap.
Dalam titrasi argentometri digunakan NaHCO3 sebagai larutan
buffer/penyangga yang menjaga pH reaksi pada saat titrasi pH 6-10 dilakukan.
Penambahan NaHCO3 dilakukan dengan melarutkan langsung padatan NaHCO3
pada titrat. Penambahan ini dilakukan di setiap titrasi yang dilakukan baik pada
titrasi pembakuan, titrasi blanko, maupun titrasi sampel (Day dan Underwood,
1998)
.

4
Bab II
METODOLOGI PERCOBAAN

II.1. BAHAN DAN ALAT


II.1.1. Bahan
1. Seng Sulfat (Zn, Mr NaCl = 58,436 gr/mol)
2. Perak nitrat (AgNO3, Mr AgNO3 = 169,873 gr/mol)
3. Indikator kalium kromat (K2CrO4 5%, Mr K2CrO4 = 194,188 gr/mol)
4. Natrium bikarbonat (NaHCO3, Mr NaHCO3 = 84,0038 gr/mol)
5. Garam dapur
6. Kalsium karbonat (CaCO3, Mr CaCO3 = 100,084 gr/mol)
II.1.2. Alat

1. Botol timbang
2. Beaker glass
3. Batang pengaduk
4. Corong
5. Labu ukur
6. Kaca arloji
7. Gelas ukur
8. Pipet volume
9. Erlenmeyer
10. Buret
11. Statif dan klem
12. Botol semprot
13. Neraca analitik
14. Neraca kasar
II.2. PROSEDUR PERCOBAAN

II.2.1. Pembakuan Larutan AgNO3 dengan Larutan Standar NaCl

1. Dibuat larutan standar NaCl ± 0,05 N dengan teliti sebanyak 100 mL.
2. Dibuat larutan AgNO3 ± 0,05 N sebanyak 150 mL.

5
3. Diambil larutan standar NaCl sebanyak 10 mL menggunakan pipet volume dan
dimasukkan ke dalam labu titrasi/erlenmeyer.
4. Larutan diberi indikator K2CrO4 5% dan 0,5 gr NaHCO3 sebanyak 2 tetes.
5. Larutan dititrasi dengan larutan AgNO3 ± 0,05 N.
6. Dilakukan pencatatan volume larutan AgNO3 yang terpakai (V1 mL).
7. Dilakukan cara kerja no 3-6 sebanyak dua kali.
II.2.2. Titrasi Blanko

1. Sejumlah aquades dimasukkan dari buret ke dalam erlenmeyer dengan volume


kurang lebih sama dengan volume akhir titrasi (± 20 mL).
2. Aquades diberi indikator K2CrO4 5%, 0,5 gr NaHCO3 dan 0,5 gr CaCO3
sebanyak 2 tetes.
3. Dititrasi larutan dengan larutan AgNO3 ± 0,05 N.
4. Dilakukan pencatatan volume larutan AgNO3 yang terpakai (V2 mL).
5. Dilakukan cara kerja no 1-4 sebanyak dua kali.
II.2.3. Penentuan Kadar Cl- dalam Garam Dapur
1. Garam dapur ditimbang sebanyak ± 0,5 gr dengan teliti dan dilarutkan dengan
aquades sampai 100 mL.
2. Diambil larutan garam dapur sebanyak 10 mL menggunakan pipet volume dan
dimasukkan ke dalam labu titrasi/erlenmeyer.
3. Larutan garam diberi indikator K2CrO4 5% dan 0,5 gr NaHCO3 sebanyak 2
tetes.
4. Dititrasi larutan garam dapur dengan larutan AgNO3 ± 0,05 N.
5. Dilakukan pencatatan volume larutan AgNO3 yang terpakai (V3 mL).
6. Dilakukan cara kerja no 1-4 sebanyak dua kali
II.3. PROSEDUR PEMBUATAN LARUTAN

II.3.1. Pembuatan Larutan NaCl ± 0,05 N, 100 mL

N NaCl = 𝑛 × 𝑀 𝑁𝑎𝐶𝑙

0,05
M NaCl = M
1

M NaCl = 0,05 M

6
2Cl- → Cl2 + 2e-

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝐶𝑙 1
M NaCl = ×
𝑀𝑟 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑁𝑎𝐶𝑙

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝐶𝑙 1
0,05 𝑚𝑜𝑙⁄𝐿 = 𝑔𝑟 ×
58,436 ⁄𝑚𝑜𝑙 0,1 𝐿

Massa NaCl = 0,2922 gr

Dalam penimbangan diberi toleransi 10% dari 0,2922 gr

Batas atas (massa max) = 0,2922 𝑔𝑟 + (10% × 0,2922 𝑔𝑟)

= 0,3214 gr

Batas bawah (massa min) = 0,2922 𝑔𝑟 − (10% × 0,2922 𝑔𝑟)

= 0,2630 gr

Cara kerja:

1. Diambil NaCl sebanyak 0,2922 gr ± 10% (0,2630 gr ≤ 𝑥 ≤ 0,3214 gr).


2. Massa botol timbang ditimbang terlebih dahulu ke dalam neraca analitis kemudian
neraca analitis dibuat 0 pada perhitungan massanya pada botol timbang dengan
menekan tombol tengah pada neraca analitis (tetra).
3. Massa NaCl ditimbang dengan cara NaCl dimasukkan perlahan-lahan ke dalam botol
timbang yang berada dalam neraca analitis hingga diperoleh 0,2922 gr dengan toleransi
± 10%.
4. NaCl dilarutkan dengan aquades dalam beaker glass hingga mencapai < 100 ml setelah
didapatkan NaCl sebanyak 0,2922 gr dengan toleransi ± 10% (agar sisa NaCl yang ada
pada botol timbang dapat larut seluruhnya dengan aquades dalam beaker glass dengan
cara membilas botol timbang dengan aquades).
5. Larutan NaCl dituang pada beaker glass ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan
corong dan batang pengaduk.

7
6. Beaker glass dibilas dengan aquades, hasil bilasan dituang ke dalam labu ukur hingga
volumenya mencapai tepat garis batas (miniskus bawah).
7. larutan NaCl dikocok dalam labu ukur agar NaCl larut sempurna dalam aquades.

II.3.2. Pembuatan Larutan AgNO3 ± 0,05 N, 1 L

N AgNO3 = 𝑛 × 𝑀 𝐴𝑔𝑁𝑂3

0,05
M AgNO3 = M
1

M AgNO3 = 0,05 M

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑔𝑁𝑂3 1
M AgNO3 = ×
𝑀𝑟 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑔𝑁𝑂3

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑔𝑁𝑂3 1
0,05 𝑚𝑜𝑙⁄𝐿 = 𝑔𝑟 ×
169,873 ⁄𝑚𝑜𝑙 1𝐿

massa AgNO3 = 8,49 gr

Dalam penimbangan diberi toleransi 10% dari 8,49 gr

Batas atas (massa max) = 8,49 𝑔𝑟 + (10% × 8,49 𝑔𝑟)

= 9,34 gr

Batas bawah (massa min) = 8,49 𝑔𝑟 − (10% × 8,49 𝑔𝑟)

= 7,64 gr

Cara kerja:

1. Diambil AgNO3 sebanyak 8,49 gr dengan toleransi 10% menggunakan kaca arloji,
kemudian ditimbang dengan neraca kasar.
2. AgNO3 yang telah ditimbang sebanyak 8,49 gr dengan toleransi 10% dilarutkan dalam
beaker glass dengan aquades hingga didapat volume 1 L.

II.3.3. Pembuatan Indikator K2CrO4 5%, 50 mL

8
massa air = 𝜌𝑎𝑖𝑟 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟

𝑔𝑟
=1 ⁄𝑚𝐿 × 50 𝑚𝐿

= 50 gr

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐾2 𝐶𝑟𝑂4
% massa = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐾2 𝐶𝑟𝑂4 + 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟

𝑥 𝑔𝑟
5% = (𝑥+50) × 100%
𝑔𝑟

𝑥 𝑔𝑟
0,05 =
(𝑥+50) 𝑔𝑟

0,05x gr + 2,5 gr = x gr

x = 2,63 gr

II.4. Reaksi yang Terjadi


II.4.1. Pembakuan Larutan AgNO3 dengan Larutan Standar NaCl
1. AgNO3 + NaCl → AgCl (endapan putih) + NaNO3
2. 2 AgNO3 + K2CrO4 → Ag2CrO4 (endapan merah bata) + 2 KNO3
II.4.2. Titrasi Blanko
2 AgNO3 + K2CrO4 → Ag2CrO4 (endapan merah bata) + 2 KNO3
II.4.3. Penentuan Kadar Cl-
AgNO3 + Cl- → AgCl (endapan putih) +NO3-

9
BAB III
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
III.1. HASIL PERCOBAAN
A. Pembakuan Larutan AgNO3 dengan Larutan Standar NaCl
1. Larutan standar dibuat dengan cara menimbang natrium klorida sebanyak 0,2958
gr, kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan aquades sampai 100 mL.
Rumus kimia natrium klorida = 𝑁𝑎𝐶𝑙
BM natrium klorida = 58,436 gr/mol
2. Hasil titrasi
Tabel III.1. Hasil Titrasi Pembakuan AgNO3
Vol. natrium
Vol. AgNO3, mL Perubahan Warna
klorida, mL
10 10,8
Endapan putih-
10 10,8
endapan merah bata
Rata- rata : 10 10,8
B. Titrasi Blanko
Indikator yang digunakan : K2CrO4

Tabel III.2. Hasil Titrasi Blanko


Vol. aquades, mL Vol. AgNO3, mL Perubahan warna
10,8 1,6
Endapan putih-
10,8 1,7
endapan merah bata
Rata-rata: 10,8 1,65
C. Penentuan Kadar Cl- dalam Garam Dapur
1. Larutan sampel dibuat dengan cara menimbang garam dapur sebanyak 0,4969 gr,
kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan aquades sampai 100 mL.
2. Hasil titrasi
Indikator yang digunakan : K2CrO4

10
Vol. sampel, mL Vol. AgNO3, mL Perubahan warna
10 17,3
Endapan putih-
10 17,3
endapan merah bata
Rata-rata: 10 17,3
III.2. PENGOLAHAN DATA

III.2.1. Pembakuan Larutan AgNO3 dengan Larutan Standar NaCl


1. Menghitung Normalitas NaCl
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝐶𝑙 1
M NaCl = ×
𝑀𝑟 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑁𝑎𝐶𝑙
0,2958 𝑔𝑟 1
= 𝑔𝑟 ×
58,436 ⁄𝑚𝑜𝑙 0,1 𝐿

= 0,0506 M
N NaCl = 𝑛 × 𝑀 𝑁𝑎𝐶𝑙
= 1 × 0,0506 𝑀
= 0,0506 N
2. Menghitung Normalitas AgNO3 sebelum titrasi
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑔𝑁𝑂3 × 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴𝑔𝑁𝑂3
N AgNO3 =
𝑀𝑟 𝐴𝑔𝑁𝑂3 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑔𝑁𝑂3
8,5 𝑔𝑟 × 1
= 𝑔𝑟
169,873 ⁄𝑚𝑜𝑙 × 1 𝐿

= 0,05 N
3. Menghitung Normalitas AgNO3 setelah titrasi
Volume AgNO3 untuk mengendapkan NaCl
= V1 – V2
= 10,8 mL – 0,65 mL
= 10,15 mL

eq NaCl = eq AgNO3
N NaCl × Vol NaCl = N AgNO3 × Vol AgNO3
0,0506 N × 10 mL = N AgNO3 × 10,15 mL
N AgNO3 = 0,0499 N
III.2.2. Penentuan Kadar Cl- dalam Garam Dapur

Volume AgNO3 untuk mengendapkan sampel

11
= V3 – V2
= 17,3 mL – 0,65 mL
= 16,65 mL

eq Cl- dalam sampel = eq AgNO3


N Cl- × Vol Cl- = N AgNO3 × Vol AgNO3
N Cl- × 10 mL = 0,0499 N × 16,65 mL
N Cl- = 0,0831 N

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐶𝑙 − × 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐶𝑙 −
N Cl- =
𝑀𝑟 𝐶𝑙 − × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐶𝑙 −
𝑒𝑞 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐶𝑙 − × 1
0,0831 ⁄𝐿 = 𝑔𝑟
35,446 ⁄𝑚𝑜𝑙 × 0,1 𝐿

massa Cl- = 0,2945 gr

0,2945 𝑔𝑟
% Cl- = × 100%
0,4969 𝑔𝑟

= 59,26%

III.3. Pembahasan
Percobaan penentuan kadar NaCl (natrium klorida) dalam garam dapur ini
menggunakan titrasi argentometri yang melibatkan adanya endapan. AgNO3
berperan sebagai titran untuk mentitrasi garam dapur. Namun AgNO3 merupakan
baku sekunder tidak stabil, merupakan oksidator kuat, dan peka terhadap cahaya
(menjadi Ag2O), yang harus dibakukan dengan NaCl. Berikut reaksi yang terjadi saat
pembakuan berikut dengan reaksi dengan indikator :

AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)


Perak nitrat + Natrium klorida → Perak klorida (endapan putih) + Natrium nitrat
2Ag+(aq) + K2CrO4(aq) → Ag2CrO4(s) + 2K+(aq)
Ion perak + Kalium kromat → Perak kromat (endapan merah bata) + Ion kalium

Pembakuan AgNO3 dilakukan dengan menggunakan NaCl murni


dikarenakan konsentrasi AgNO3 belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu dilakukan
12
titrasi NaCl sebagai larutan baku primer (titrat) dengan AgNO3 sebagai larutan baku
sekunder (titran).Dari titrasi tersebut dapat diketahui volume AgNO3 yang bereaksi dengan
NaCl, sehingga dapat diketahui konsentrasi AgNO3 yang digunakan.
Untuk percobaan ini menggunakan indikator K2CrO4 5% yang digunakan
untuk mengetahui titik akhir titrasi. Indikator ini akan bereaksi dengan Ag+ dari titran dan
muncul endapan berwarna jingga. Dari munculnya endapan jingga inilah yang akan
menunjukkan titik akhir titrasi. Pengamatan endapan jingga yang timbul akan sulit
dikarenakan adanya endapan putih yang telah muncul terlebih dahulu dari reaksi antara
sampel yang mengandung Cl- dengan titran yang mengandung Ag+. Oleh karena itu, titrasi
dilakukan secara hati-hati dan perlahan serta sering-sering mengangkat erlemeyer untuk
melihat apakah endapan jingga sudah terbentuk atau belum. Jika erlemeyer tidak diangkat
maka endapan jingga tidak terlihat dengan jelas karena endapan-endapan tersebut berada di
bagian bawah erlenmeyer. Penambahan indikator harus disesuaikan karena kelebihan
indikator dapat menyebabkan endapan Ag2CrO4 terbentuk terlebih dahulu. Oleh karena itu,
penambahan indikator hanya 2 tetes saja, agar konsentrasi indikator yang ditambahkan
dalam jumlah yang sedikit. Ag2CrO4 yang terbentuk harus lebih mudah larut daripada
AgCl yang terbentuk, sehingga AgCl dapat mengendap terlebih dahulu baru kemudian
Ag2CrO4 mengendap. Kelarutan dari kedua senyawa endapan yang terbentuk itu dapat
dihitung sebagai berikut:
Ksp AgCl = 1,78 x 10-10 Ksp Ag2CrO4 = 1,29 x 10-12
AgCl ↔ Ag+ + Cl- Ag2CrO4 ↔ 2Ag+ + CrO42-
s s s s 2s s
Ksp AgCl = [ Ag+ ] x [ Cl- ] Ksp Ag2CrO4 = [ 2Ag+ ]2 x [ CrO42- ]
1,78 x 10-10 = s2 1,29 x 10-12 = 4s3
s = 1,33 x 10-5 s = 6,86 x 10-5
Dari perhitungan tersebut, didapatkan bahwa kelarutan (s) AgCl lebih
rendah dari Ag2CrO4, sehingga AgCl akan lebih mudah mengendap dalam titrasi tersebut.
Selain itu dalam percobaan ini juga digunakan NaHCO3 sebagai buffer dari
reaksi tersebut. Padatan NaHCO3 dilarutkan pada larutan sampel sehingga dalam larutan
sampel mengandung buffer untuk menjaga pH selama terjadi reaksi dalam titrasi. pH perlu
dijaga agar tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa, tetapi berada diantara pH 6 – pH 10.
Apabila terlalu asam, maka ion CrO42- akan berubah sebagian menjadi Cr2O72- karena
bereaksi dengan H+ (reaksi 1). Sedangkan apabila terlalu basa akan terbentuk endapan

13
AgOH karena terjadi reaksi dengan OH- dan selanjutnya dapat terurai menjadi Ag2O,
sehingga titran yang digunakan akan semakin banyak (reaksi2).
2 H+ + 2 CrO42- ⇌ Cr2O72- + H2O (reaksi 1)
2 Ag+ + 2 OH- ⇌ 2 AgOH↙ ⇌ Ag2O↙ + H2O (reaksi 2)
Pada percobaan ini, dilakukan titrasi blanko untuk mengetahui volume titran
AgNO3 yang bereaksi dengan indikator K2CrO4 saja, tanpa bereaksi dengan NaCl dalam
sampel. Titrasi blanko menggunakan larutan kosong yang hanya ditambah indikator,
NaHCO3, dan CaCO3.

2AgNO3(aq) + K2CrO4(aq) → Ag2CrO4(s)+ 2KNO3(aq)


Perak nitrat + Kalium kromat → Perak kromat (endapan merah bata) + Kalium nitrat

Titrasi ini berguna untuk pengkoreksi kesalahan yang terjadi pada titrasi
argentometri. Volume yang didapat dari titrasi blanko digunakan sebagai pengurang dari
volume yang didapat pada titrasi pembakuan dan titrasi sampel karena pada saat titrasi
argentometri kesalahan relatif yang disebabkan oleh mata sangat besar. Kejelian mata
dalam melihat endapan merah mata dirasa sangat kurang disebabkan oleh endapat putih
yang mempersulit identifikasi endapan merah. Titrasi blanko terdapat aquades sebagai
larutan kosong dan penambahan NaHCO3. Volume aquades berdasarkan volume total hasil
akhir titrasi yang sudah dilakukan (volum titran ditambahkan volume titrat dalam
erlenmeyer).Selain itu ditambahkan pula CaCO3. CaCO3 yang berupa endapan putih disini
berguna sebagai pengganti endapan putih AgCl pada titrasi sebenarnya, sehingga titrasi
blanko dapat dikondisikan seperti layaknya titrasi sebenarnya.
Garam dapur yang digunakan sebagai sampel dalam percobaan ini adalah
garam jenis garam halus Kapal Api. Garam dapur kapal api ini mengandung NaCl dengan
kadar 97,73%. Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa kualitas garam dapur tersebut
di atas standar yang telah ditentukan dalam SNI 01-3556-2000 tentang garam konsumsi
beryodium, dimana dalam SNI garam dapur minimal harus mengandung NaCl sebesar
94,7%.

14
Gambar III.1 Hasil Titrasi Pembakuan 1

Gambar III.2 Hasil Titrasi Pembakuan 2

Gambar III.3 Hasil Titrasi Blanko 1

15
Gambar III.4 Hasil Titrasi Blanko 2

Gambar III.5 Hasil Titrasi Sampel-1

Gambar III.6 Hasil Titrasi Sampel-

16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1. KESIMPULAN
1. Normalitas NaCl = 0,0506 N
2. Normalitas AgNO3 sebelum titrasi = 0,05 N
3. Normalitas AgNO3 setelah titrasi = 0,0499 N
4. Normalitas Cl- = 0,0831 N
5. Setelah melakukan titrasi didapatkan kadar Cl- sebesar 59,26%.

IV.2. SARAN
1. Garam dapur yang digunakan tidak higroskopis
2. Selalu memperhatikan titrasi sehingga tidak sampai titik ekivalen terlewat jauh.
3. Mengamati endapan dari bawah erlrnmeyer bukan dari atas erlenmeyer.

17
DAFTAR PUSTAKA
Day, R .A, Jr. dan Underwood, A.L.,1998, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi ke-6. Jakarta:
Erlangga.
Cairns, D. 2009. Intisari Kimia Farmasi, Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG.
Harjadi, W, 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta: PT. Gramedia.

18

Anda mungkin juga menyukai