PENDAHULUAN
I.1. TUJUAN PERCOBAAN
1. Membuat larutan baku primer dan sekunder untuk titrasi asidimetri-alkalimetri.
2. Melakukan titrasi asidimetri-alkametri dan mengamati perubahan yang terjadi
pada akhir titrasi.
3. Menghitung konsentrasi larutan baku sekunder pada akhir titrasi.
4. Mengukur pH larutan pada titik akhir.
I.2. TINJAUAN PUSTAKA
I.2.1. Titrasi
Titrasi merupakan proses pengukuran volume titran yang dibutuhkan untuk
mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah titik dalam suatu titrasi dimana jumlah
ekivalen titrasi sama dengan jumlah ekivalen analit (Day dan Underwood, 1998).
Ekivalen berarti bahwa zat-zat yang direaksikan itu tepat saling
menghabiskan, sehingga tidak ada yang sisa (Harjadi, 1990). Larutan yang telah diketahui
konsentrasinya dengan tepat disebut dengan titrat. Titrat terdapat di Erlenmeyer pada saat
proses titrasi. Sedangkan larutan yang belum diketahui konsentrasinya disebut dengan
titran. Titran terdapat di buret pada saat proses titrasi. Proses titrasi dapat dilihat pada
Gambar I.1.
1
tersebut ditandai dengan terjadinya perubahan warna. Pada saat terjadinya perubahan
warna pada indikator maka titrasi dihentikan. Titik dalam suatu titrasi dimana suatu
indikator berubah warna dinamakan titik akhir titrasi. Pada setiap analisis, diharapkan titik
akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik
ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi. Oleh karena itu, pemilihan indikator
menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai, sehingga
pemilihan indikator yang tepat dapat membantu mengurangi resiko kesalahan titrasi.
Dengan melakukan titrasi, volume titran dapat diukur dengan teliti
menggunakan buret. Bila konsentrasi titran diketahui dengan tepat, maka jumlah mol titran
dapat dihitung. Karena jumlah titrat ekivalen dengan jumlah titran, maka jumlah mol titrat
dapat diketahui berdasarkan persamaan reaksi dan koefisiennya.
𝑁1 . 𝑉1 = 𝑁2 . 𝑉2
𝑀1 . 𝑛1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑛2 . 𝑉2
2
larutan baku primer sebagai titrat. Larutan baku primer dan sekunder ini memiliki
karakteristik yang berbeda.
1. Larutan baku primer
Larutan standar primer adalah larutan yang dibuat dengan tepat atau
teliti yang diperoleh dari hasil penimbangan dan pelarutan dengan volume
tertentu. Larutan baku primer ini harus dapat diketahui dengan tepat dan pasti
konsentrasinya. Larutan baku primer bersifat stabil. Syarat suatu larutan dapat
dikatakan larutan baku primer:
a) Mudah didapat, murni/mudah dimurnikan, kering, tahan selama
penyimpanan.
b) Tidak higroskopis (tidak mudah menyerap air).
c) Jumlah pengotor tidak lebih dari 0,02%.
d) Mempunyai Berat Ekivalen (BE) yang besar.
e) Bereaksi stoikiometri dengan sampelnya.
2. Larutan baku sekunder
Larutan baku sekunder adalah larutan yang normalitasnya baru
diketahui setelah dilakukan pembakuan (standardisasi) dengan standar primer. Larutan
baku sekunder bersifat tidak stabil.
I.2.3. Indikator
Indikator adalah suatu zat yang mampu mengubah warna yang berlainan dengan kehadiran
analit atau titran secara berlebihan (Day dan Underwood, 1998). Macam-macam jenis
indikator dapat dibedakan melalui trayek kerja pH indikator tersebut. Nama indikator dan
perubahan warnanya dapat dilihat pada Tabel I.1.
Tabel I.1 Indikator Asam Basa
3
Indikator Phenolptalein
Asidimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa
yang bersifat basa dengan menggunakan larutan baku primer asam. Pada prinsipnya,
analisis asidimetri menggunakan asam-basa kuat sebagai titrannya dan sebagai analitnya
adalah asam atau senyawa yang bersifat basa. Pada titrasi asidimetri pemilihan indikator
bergantung dari seberapa lemahnya asam yang digunakan, dan juga tergantung sedikit oleh
konsentrasi. Dalam percobaan digunakan larutan NaOH yang merupakan basa kuat dan
asam oksalat yang merupakan garam asam sehingga pH larutan pada titik ekivalen di atas
7. Pada percobaan asidimetri mengggunakan indikator phenolphthalein karena pH titik
akhir titrasi berada dalam trayek kerja pH phenolphthalein (8,0–9,6). Titrat yang telah
diberi indikator phenolphthalein (C20H14O4) akan berwarna merah muda dalam keadaan
basa dan tidak berwarna pada keadaan asam. Titrasi harus dihentikan jika larutan sudah
mengalami perubahan warna merah muda, karena pada kondisi tersebut merupakan kondisi
yang terdekat dengan titik ekivalen.
Karakteristik
Struktur Molekul C20H14O4
Massa molar 318.32 g mol−1
Berat jenis 1.277 g cm−3, pada 32 °C
Titik leleh 262.5 °C
Titik didih N/A
Daya larut dalam air Tidak dapat larut
4
Daya larut dalam Tidak larut dalam benzena,
pelarut yang lain sangat larut dalam eter dan
etanol
dibawah pH
Diatas pH 10.0
8.2
Tidak Fuchsia
⇌
berwarna (pink keunguan)
(Chang R. 2003)
Indikator Metil Merah (Day dan Underwood, 1990)
Alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam
dengan menggunakan larutan baku primer basa. Pada prinsipnya alkalimetri
menggunakan asam-basa kuat sebagai titrannya dan analitnya adalah basa atau
senyawa yang bersifat asam. Pada titrasi alkalimetri pemilihan indikator bergantung
dari seberapa lemahnya basa yang digunakan, dan juga tergantung sedikit oleh
konsentrasi. Dalam percobaan digunakan larutan baku HCl yang merupakan asam
kuat dan natrium boraks yang merupakan garam basa sehingga pH larutan pada titik
ekivalen di bawah 7. Pada percobaan alkalimetri menggunakan indikator metil merah
yang mempunyai trayek kerja pH antara 4,2–6,3. Dengan adanya indikator metil
merah (C15H15N3O2), titrat akan berwarna kuning dan berwarna merah muda pada
keadaan asam. Titrasi harus dihentikan jika larutan sudah mengalami perubahan
5
warna merah muda, karena pada kondisi tersebut merupakan kondisi yang terdekat
dengan titik ekivalen.
Tabel I.3. Karakteristik methyl red
Karakteristik
Struktur C15H15N3O2
Molekul
Massa molar 269,3 g mol−1
Berat jenis 0,791 g/cc
Titik leleh 179-182 °C
Penambahan metil merah pada larutan baku primer menyebabkan perubahan
warna menjadi kuning, dikarenakan dalam lingkungan suasana basa. Perubahan
warna akan terjadi setelah titrasi karena HCl yang dititrasikan mengubah suasana
menjadi suasana asam. Suasana asam tersebut akan menyebabkan metil merah
berubah warna menjadi merah.
Merah ↔ Kuning
6
NaOH + HCl → NaCl + H2O
Reaksi ionnya: H+ + OH- ↔ H2O
2. Asam kuat dengan basa lemah, misalnya:
HCl + NH4OH → NH4Cl + H2O
Reaksi ionnya: NH4OH + H+ ↔ NH4+ + H2O
3. Asam lemah dengan basa kuat, misalnya:
CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O
Reaksi ionnya: CH3COOH + OH- ↔ CH3COO- + H2O
4. Asam kuat dengan garam dari asam lemah (reaksi pembentukan asam
lemah), misalnya:
HCl + NH4BO2 ↔ HBO2 + NH4Cl
Reaksi ionnya: H+ + BO2- ↔ HBO2
5. Basa kuat dengan garam dari basa lemah (reaksi pembentukan basa
lemah), misalnya:
NaOH + NH4CH3COO ↔ NH4OH + CH3COONa
Reaksi ionnya: NH4+ + OH- ↔ NH4OH
(Harjadi, 1990)
Asidimetri-alkalimetri melibatkan titrasi basa bebas (basa yang terbentuk
karena hidrolisis garam dari asam lemah dengan suatu asam standar) dan reaksi asam
bebas (asam yang terbentuk dari hidrolisis garam dari basa lemah dengan suatu basa
standar) dimana reaksinya antara keduanya melibatkan ion hidrogen dan ion
hidroksida sehingga terbentuk air.
Dalam asidimetri-alkalimetri analat direaksikan dengan suatu bahan lain yang
diketahui jumlah molnya dengan tepat. Analat direaksikan dengan bahan lain sampai
jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen atau yang lebih sering disebut
sebagai titik ekivalen yang hanya dapat dilihat dengan adanya perubahan warna, baik
perubahan dari larutan tak berwarna menjadi warna tertentu atau dari berwarna
tertentu menjadi tidak berwarna, ataupun dari larutan yang berwarna tertentu menjadi
warna yang lain. Perubahan warna ini dapat terjadi dengan bantuan indikator-
indikator yang tepat atau berasal dari reaksi itu sendiri. Pada saat titran yang
ditambahkan telah mencapai titik ekivalen, maka penambahan titran harus
dihentikan, saat ini disebut titik akhir titrasi.
(Basset, 1994).
7
I.3.3. Asidimetri (Harijadi, 1990)
Pada titrasi asidimetri digunakan larutan standar primer asam yang akan
dititrasi oleh larutan basa. Analat direaksikan dengan bahan lain sampai jumlah zat-
zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen. Tercapainya titik ekivalen dapat dilihat
dengan bantuan indikator yang tepat atau indikator yang berasal dari reaksi itu
sendiri. Pada titik ekivalen, terjadi perubahan warna larutan, baik dari tak berwarna
berubah menjadi berwarna maupun dari suatu warna menjadi warna lain. Setelah titik
ekivalen tercapai, proses titrasi harus dihentikan karena saat itu adalah titik akhir
titrasi.
Proses penimbangan larutan standar primer, harus menggunakan neraca
analitis karena ketelitian neraca analitis sangat tinggi yaitu mampu menghitung
hingga empat angka dibelakang koma. Penggunaan neraca kasar untuk menimbang
larutan standar primer dirasa kurang tepat karena ketelitian penimbangannya hanya
dua angka dibelakang koma selain itu dalam proses penimbangan mudah
terkontaminasi udara sekitar sehingga nantinya akan mengakibatkan konsentrasi
larutan baku primer yang akan dicari menjadi kurang tepat.
Dalam titrasi asidimetri, NaOH digunakan sebagai larutan baku sekunder. Hal
ini dikarenakan NaOH tidak stabil dan mudah mengalami perubahan. NaOH bersifat
higroskopis sehingga menyerap uap air dari udara yang mengakibatkan NaOH lebih
mudah meleleh dalam ruang terbuka. Selain itu, NaOH juga bereaksi dengan CO2 di
udara membentuk Na2CO3. Kedua hal ini menyebabkan NaOH tidak murni lagi dan
bila ditimbang, sukar untuk mengetahui konsentrasi NaOH secara pasti, karena
jumlah H2O maupun CO2 yang diserap oleh NaOH tidak dapat ditentukan.
I.3.4. Alkalimetri (Harijadi,1990)
Pada titrasi alkalimetri digunakan larutan standar primer basa yang akan
dititrasi oleh larutan asam. Dalam titrasi ini, analat direaksikan dengan bahan lain
sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekuivalen. Tercapainya titik
ekuivalen dapat dilihat dengan bantuan indikator yang tepat atau indikator yang
berasal dari reaksi itu sendiri. Pada titik ekivalen, terjadi perubahan warna larutan,
baik dari tak berwarna berubah menjadi berwarna maupun dari suatu warna menjadi
warna lain. Setelah titik ekivalen tercapai, proses titrasi harus dihentikan karena saat
itu adalah titik akhir titrasi.
8
Dalam titrasi alkalimetri, HCl digunakan sebagai larutan baku sekunder
dalam percobaan alkalimetri dimana HCl adalah asam yang nantinya akan
mempertahankan nilai pH larutan di bawah 7. HCl disebut sebagai larutan baku
sekunder karena kemurnian HCl sulit didapat sebab di dalam larutan HCl tidak bisa
mengandung HCl 100%. Pada larutan HCl dapat dipastikan mengandung setidaknya
sedikit H2O, walaupun dalam jumlah yang kecil sekalipun sehingga menyebabkan
HCl tidak murni.
9
Bab II
METODOLOGI PERCOBAAN
5. Asam klorida (HCl, Mr HCl = 36,5 gr/mol, 𝜌 HCl = 1,19 gr/mL, kadar = 19%)
6. Indikator metil merah (mm, trayek pH = 4,2-6,3)
7. Indikator pH universal
II.1.2. Alat
1. Botol timbang
2. Beaker glass
3. Batang pengaduk
4. Corong
5. Labu ukur
6. Kaca arloji
7. Gelas ukur
8. Pipet volume
9. Erlenmeyer
10. Buret
11. Statif dan klem
12. Botol semprot
13. Neraca analitik
14. Neraca kasar
II.2.1. Asidimetri
10
1. Membuat larutan standar asam oksalat ± 0,1 N yang dibuat dengan teliti
sebanyak 100 mL.
2. Membuat larutan NaOH ± 0,1 N sebanyak 100 mL.
3. Mengambil larutan standar asam oksalat sebanyak 10 mL menggunakan pipet
volum dan dimasukkan ke dalam labu titrasi/erlenmeyer.
4. Memberi indikator phenolphthalein (pp) pada larutan sebanyak 2 tetes.
5. Menitrasi larutan dengan larutan NaOH ± 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna.
6. Melakukan cara kerja no 3-5 sebanyak 2 kali.
7. Mengukur pH larutan pada titik akhir titrasi.
II.2.2. Alkalimetri
1. Membuat larutan standar natrium boraks ± 0,1 N yang dibuat dengan teliti
sebanyak 100 mL.
2. Membuat larutan HCl ± 0,1 N sebanyak 100 mL.
3. Mengambil larutan standar natrium boraks sebanyak 10 mL menggunakan pipet
volum dan dimasukkan ke dalam labu titrasi/erlenmeyer.
4. Memberi indikator metil merah (mm) pada larutan sebanyak 2 tetes.
5. Menitrasi larutan dengan larutan HCl ± 0,1 N sampai terjadi perubahan warna.
6. Melakukan cara kerja no 3-5 sebanyak 2 kali.
7. Mengukur pH larutan pada titik akhir titrasi.
N 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = 𝑛 × 𝑀 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
0,1
M 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = M
2
M 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = 0,05 M
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻2 𝐶2 𝑂4 .2𝐻2 𝑂 1
M 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = ×
𝑀𝑟 𝐻2 𝐶2 𝑂4 .2𝐻2 𝑂 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐻2 𝐶2 𝑂4 .2𝐻2 𝑂
11
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻2 𝐶2 𝑂4 .2𝐻2 𝑂 1
0,05 𝑚𝑜𝑙⁄𝐿 = 𝑔𝑟 ×
126,07 ⁄𝑚𝑜𝑙 0,1 𝐿
= 0,6934 gr
= 0,5674 gr
Skema kerja:
12
II.3.2. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) ± 𝟎, 𝟏 𝑵, 800 mL
N NaOH = 𝑛 × 𝑀 𝑁𝑎𝑂𝐻
0,1
M NaOH = M
1
M NaOH = 0,1 M
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻 1
M NaOH = ×
𝑀𝑟 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻 1
0,1 𝑚𝑜𝑙⁄𝐿 = 𝑔𝑟 ×
40 ⁄𝑚𝑜𝑙 0,8 𝐿
= 3,52 gr
= 2,88 gr
Skema kerja:
0,1
M 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂 = M
2
13
M 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂 = 0,05 M
= 2,0965 gr
= 1,7153 gr
Skema kerja:
1. Mengambil natrium boraks (𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7. 10𝐻2 𝑂) sebanyak 1,9059 gr ± 10% (1,7153
gr ≤ 𝑥 ≤ 2,0965 gr).
2. Menimbang massa botol timbang terlebih dahulu ke dalam neraca analitis kemudian
neraca analitis dibuat 0 pada perhitungan massanya pada botol timbang dengan
menekan tombol tengah pada neraca analitis (tetra).
3. Menimbang massa natrium boraks dengan cara memasukkan natrium boraks perlahan-
lahan ke dalam botol timbang yang berada dalam neraca analitis hingga memperoleh
1,9059 gr dengan toleransi ± 10% .
4. Melarutkan natrium boraks dengan aquades dalam beaker glass hingga mencapai < 100
ml setelah mendapatkan natrium boraks sebanyak 1,9059 gr dengan toleransi ± 10%
(agar sisa natrium boraks yang ada pada botol timbang dapat larut seluruhnya dengan
aquades dalam beaker glass dengan cara membilas botol timbang dengan aquades).
14
5. Menuang larutan natrium boraks pada beaker glass ke dalam labu ukur 100 ml dengan
bantuan corong dan batang pengaduk.
6. Membilas beaker glass dengan aquades, hasil bilasan dituang ke dalam labu ukur
hingga volumenya mencapai tepat garis batas (miniskus bawah).
7. Mengocok larutan natrium boraks dalam labu ukur agar natrium boraks larut sempurna
dalam aquades.
N HCl = 𝑛 × 𝑀 𝐻𝐶𝑙
0,1
M HCl = M
1
M HCl = 0,1 M
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝐶𝑙 1
M HCl = ×
𝑀𝑟 𝐻𝐶𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐻𝐶𝑙
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝐶𝑙 1
0,1 𝑚𝑜𝑙⁄𝐿 = 𝑔𝑟 ×
36,5 ⁄𝑚𝑜𝑙 0,5 𝐿
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝐶𝑙
𝜌 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡
𝑔𝑟 1,825 𝑔𝑟
0,19 × 1,19 ⁄𝑚𝐿 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡
Skema kerja:
1. Mengambil larutan HCl pekat sebanyak 8,07 mL menggunakan pipet tetes dan
dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 mL.
2. Mengencerkan larutan HCl pekat yang telah diukur menggunakan gelas ukur dengan
aquades hingga volume mencapai 500 mL pada beaker glass 1 L.
15
BAB III
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
III.1. HASIL PERCOBAAN
A. Asidimetri
1. Larutan standar dibuat dengan cara menimbang asam oksalat sebanyak 0,6283 gr,
kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan aquades sampai 100 mL.
Rumus kimia asam oksalat = 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
BM asam oksalat = 126,07 gr/mol
2. Hasil titrasi
Indikator yang digunakan phenolphthalein (pp)
Vol asam oksalat, Vol NaOH,
Perubahan warna pH pada titik akhir
mL mL
tidak berwarna-
10 10,1 7
merah muda
tidak berwarna-
10 10,2 8
merah muda
tidak berwarna-
Rata-rata: 10 10,15 7,5
merah muda
B. Alkalimetri
1. Larutan standar dibuat dengan cara menimbang natrium boraks sebanyak 1,9024
gr, kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan aquades sampai 100 mL.
Rumus kimia natrium boraks = 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂
BM natrium boraks = 381,197 gr/mol
2. Hasil titrasi
Indikator yang digunakan metil merah (mm)
Vol natrium boraks, Vol HCl,
Perubahan warna pH pada titik akhir
mL mL
tidak berwarna-
10 11,7 4
merah muda
tidak berwarna-
10 11,8 3
merah muda
16
tidak berwarna-
Rata-rata: 10 11,75 3,5
merah muda
III.2.1. Asidimetri
= 0,0498 M
N 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = 𝑛 × 𝑀 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 2 × 0,0498 𝑀
= 0,0996 N
2. Menghitung Normalitas NaOH sebelum titrasi
massa NaOH = 3,26 gr
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑁𝑎𝑂𝐻
N NaOH =
𝑀𝑟 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻
3,26 𝑔𝑟 × 1
= 𝑔𝑟
40 ⁄𝑚𝑜𝑙 × 0,8 𝐿
= 0,1018 N
3. Menghitung Normalitas NaOH setelah titrasi
eq 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = eq NaOH
N 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 × Vol 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = N NaOH × Vol NaOH
0,0996 N × 10 mL = N NaOH × 10,15 mL
N NaOH = 0,0981 N
III.2.2. Alkalimetri
= 0,0499 M
17
N 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂 = 𝑛 × 𝑀 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂
= 2 × 0,0499 𝑀
= 0,0998 N
2. Menghitung Normalitas HCl sebelum titrasi
membuat larutan HCl 0,1 N sebanyak 500 mL: diambil dari HCl pekat dengan kadar
𝑔𝑟
19%, 𝜌 = 1,19 ⁄𝑚𝐿 sebanyak 8 mL
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝐶𝑙
𝜌 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡
𝑔𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝐶𝑙
0,19 × 1,19 ⁄𝑚𝐿 =
8 𝑚𝐿
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝐶𝑙 1
M HCl = ×
𝑀𝑟 𝐻𝐶𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐻𝐶𝑙
1,8088 𝑔𝑟 1
= 𝑔𝑟 ×
36,5 ⁄𝑚𝑜𝑙 0,5 𝐿
= 0,0991 M
N HCl = 𝑛 × 𝑀 𝐻𝐶𝑙
= 1 × 0,0991 𝑀
= 0,0991 N
3. Menghitung Normalitas HCl setelah titrasi
eq 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂 = eq HCl
N 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂 × Vol 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂 = N HCl × Vol HCl
0,0998 N × 10 mL = N HCl × 11,75 mL
N HCl = 0,0849 N
III.3. PEMBAHASAN
III.3.1. Asidimetri
Asidimetri adalah analisis (volumetri/titrimetri) yang menggunakan larutan
asam sebagai larutan baku primer dalam mengukur konsentrasi larutan basa. Dalam
percobaan asidimetri yang dilakukan, larutan baku primer 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 pada
erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH sebagai larutan baku sekunder pada
buret. Titrasi ini dilakukan dengan menambahkan indikator phenolphthalein (pp)
pada larutan 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 yang terdapat di erlenmeyer sebanyak 2 tetes.
18
Larutan baku primer 𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 adalah larutan yang telah diketahui
konsentrasinya dengan tepat dan teliti yang diperoleh dari hasil penimbangan dan
pelarutan dengan volume tertentu. Larutan baku primer ditempatkan dalam
erlenmeyer sebagai titrat. Larutan yang akan dicari konsentrasinya atau kadarnya
diletakkan dalam buret sebagai titran. Larutan yang akan dicari konsentrasinya atau
kadarnya diletakkan dalam buret agar volume yang didapatkan diketahui secara
analitis dari buret tersebut.
NaOH digunakan sebagai larutan baku sekunder dalam percobaan asidimetri.
Hal ini dikarenakan NaOH tidak stabil dan mudah mengalami perubahan. NaOH
bersifat higroskopis sehingga menyerap uap air dari udara yang mengakibatkan
NaOH lebih mudah meleleh dalam ruang terbuka. Selain itu, NaOH juga bereaksi
dengan CO2 di udara membentuk Na2CO3. Sehingga NaOH tidak dapat digunakan
sebagai baku primer melainkan sebagai larutan baku sekunder.
Penitrasi yang digunakan pada titrasi asidimetri adalah larutan baku primer
𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂. Asam oksalat ini mengikat dua molekul H2O yang menunjukkan
bahwa bentuk hidrat ini yang paling stabil, dimana asam oksalat hanya bisa
mengikat dua molekul H2O. Rumus asam oksalat juga stabil dengan dua molekul
H2O sehingga dapat memenuhi syarat sebagai baku primer.
Secara teoritis titik ekivalen titrasi asam lemah dengan basa kuat terjadi pada
pH lebih dari 7 dilihat dari kurva titrasi antara asam lemah dan basa kuat tersebut.
Indikator yang tepat adalah indikator yang trayek pHnya mencakup bagian curam
dalam kurva tersebut, sehingga indikator phenolphthalein (pp) sangat cocok untuk
mengindikasi perubahan pH pada titik ekivalen karena phenolphthalein (pp)
memiliki trayek pH 8,0 sampai 9,6. Dimana ketika pH mulai mencapai titik
ekivalen maka perubahan warna dapat terlihat. Perubahan warna yang terjadi di sini
adalah perubahan antara dua warna yaitu transparan/tidak berwarna menjadi merah
muda sehingga warna yang berada ditengah kedua warna tersebut adalah warna
merah muda transparan. Ketelitian praktikan dalam mengamati perubahan warna ini
juga menjadi faktor pengaruh hasil titrasi akhir.
Dalam percobaan yang dilakukan, konsentrasi NaOH didapat sebesar 0,0981
N. Pada akhir titrasi didapatkan pH larutan sebesar 7,5. pH larutan tersebut diukur
menggunakan indikator pH universal untuk mengetahui bahwa larutan hasil titrasi
tersebut sesuai dengan perkiraan titik ekivalen. Meskipun dapat diketahui perkiraan
19
perubahan pH secara kasat mata dari hasil perubahan warna larutan karena
penggunaan indikator phenolphthalein (pp).
III.3.2. Alkalimetri
Alkalimetri adalah analisis (volumetri/titrimetri) yang menggunakan larutan
basa sebagai larutan baku primer dalam mengukur konsentrasi larutan asam. Dalam
percobaan alkalimetri yang dilakukan, larutan baku primer 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂 pada
erlenmeyer dititrasi dengan larutan HCl sebagai larutan baku sekunder pada buret.
Titrasi ini dilakukan dengan menambahkan indikator metil merah (mm) pada
larutan 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂 yang terdapat di erlenmeyer sebanyak 2 tetes.
Larutan baku primer 𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂 adalah larutan yang telah diketahui
konsentrasinya dengan tepat dan teliti yang diperoleh dari hasil penimbangan dan
pelarutan dengan volume tertentu. Larutan baku primer ditempatkan dalam
erlenmeyer sebagai titrat. Larutan yang akan dicari konsentrasinya atau kadarnya
diletakkan dalam buret sebagai titran. Larutan yang akan dicari konsentrasinya atau
kadarnya diletakkan dalam buret agar volume yang didapatkan diketahui secara
analitis dari buret tersebut.
HCl digunakan sebagai larutan baku sekunder dalam percobaan alkalimetri.
Hal ini dikarenakan HCl yang tersedia tidak ada dalam wujud murni 100% tetapi
hanya 19%. HCl juga bersifat tidak stabil, penyimpananan tidak bisa dalam wujud
murni. Oleh karena angka kemurnian yang rendah dan tidak stabilnya HCl
mengakibatkan HCl tidak dapat digunakan sebagai baku primer melainkan sebagai
larutan baku sekunder.
Penitrasi yang digunakan pada titrasi asidimetri adalah larutan baku primer
𝑁𝑎2 𝐵4 𝑂7 . 10𝐻2 𝑂. Natrium boraks ini mengikat sepuluh molekul H2O yang
menunjukkan bahwa bentuk hidrat ini yang paling stabil, dimana asam oksalat
hanya bisa mengikat sepuluh molekul H2O. Rumus natrium boraks juga stabil
dengan sepuluh molekul H2O sehingga dapat memenuhi syarat sebagai baku
primer.
Secara teoritis titik ekivalen titrasi asam kuat dengan basa lemah terjadi pada
pH kurang dari 7 dilihat dari kurva titrasi antara asam kuat dan basa lemah tersebut.
Indikator yang tepat adalah indikator yang trayek pHnya mencakup bagian curam
dalam kurva tersebut, sehingga indikator metil merah (mm) sangat cocok untuk
mengindikasi perubahan pH pada titik ekivalen karena metil merah (mm) memiliki
20
trayek pH 4,2 sampai 6,3. Dimana ketika pH mulai mencapai titik ekivalen maka
perubahan warna dapat terlihat. Perubahan warna yang terjadi di sini adalah
perubahan antara dua warna yaitu kuning transparan menjadi merah muda sehingga
warna yang berada ditengah kedua warna tersebut adalah warna merah muda
transparan. Ketelitian praktikan dalam mengamati perubahan warna ini juga
menjadi faktor pengaruh hasil titrasi akhir.
Dalam percobaan yang dilakukan, konsentrasi HCl didapat sebesar 0,0849 N.
Pada akhir titrasi didapatkan pH larutan sebesar 3,5. pH larutan tersebut diukur
menggunakan indikator pH universal untuk mengetahui bahwa larutan hasil titrasi
tersebut sesuai dengan perkiraan titik ekivalen. Meskipun dapat diketahui perkiraan
perubahan pH secara kasat mata dari hasil perubahan warna larutan karena
penggunaan indikator metil merah (mm).
BAB IV
21
KESIMPULAN
IV.1. KESIMPULAN
IV.1.1. Asidimetri
1. Titrasi asidimetri berguna untuk mengukur konsentrasi larutan baku sekunder yang
berupa basa kuat (NaOH) yang ditritasi dengan larutan asam lemah
(𝐻2 𝐶2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂).
2. Titrasi asidimetri menggunakan indikator phenolphtalein (pp).
3. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, pada saat titik akhir tercapai terjadi
perubahan warna dari transparan/tidak bewarna menjadi merah muda.
4. Setelah titrasi berakhir didapatkan pH larutan menjadi 7,5.
5. Konsentrasi akhir NaOH yang didapatkan dari hasil percobaan sebesar 0,0981 N.
IV.1.2. Alkalimetri
1. Titrasi alkalimetri berguna untuk mengukur konsentrasi larutan baku sekunder yang
berupa asam kuat (HCl) yang ditritasi dengan larutan basa lemah
(Na2B4O7.10H2O).
2. Titrasi alkalimetri menggunakan indikator metil merah (mm).
3. Berdasarkan titrasi yang telah dilakukan, pada saat titik akhir tercapai terjadi
perubahan warna dari kuning transparan menjadi merah muda.
4. Setelah titrasi berakhir didapatkan pH larutan menjadi 3,5.
5. Konsentrasi akhir HCl yang didapatkan dari hasil percobaan sebesar 0,0849 N.
DAFTAR PUSTAKA
22
Day, R .A, Jr. dan Underwood, A.L.,1998, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi ke-6. Jakarta:
Erlangga.
Harjadi, W, 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta: PT. Gramedia.
Chang, R., 2003,Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti Jl. 2 Ed. 3. Jakarta.
Clarke, H.T. , 1941 , A Handbook of Organic Analysis, London : E.Arnold.
23