Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab
B. TUJUAN PERCOBAAN
Sebelum melakukan percobaan, mahasiswa harus memahami lebuh dahulu
struktur protein. Selama melakukan percobaan ini diharapkan :
C. LANDASAN TEORI
Asam amino adalah molekul biologis yang penting yang berperan sebagai
blok pembangun untuk peptida dan protein. Karena asam amino mengandung baik
gugus asam maupun basa, asam ini bersifat amfoter dan cenderung untuk
melakukan pemisahan proton. Dalam larutan asam kuat (pH rendah), asam amino
terprotonasi dan molekulnya bermuatan lebih positif. Dalam larutan basa kuat (pH
tinggi), molekul kehilangan proton dan bermuatan lebih negatif. Pada beberapa
pH sedang, yang disebuttitik isoelektrik, molekulnya tidak bermuatan (Day &
Underwood, 2002: 177).
Asam amino mengandung dua gugus fungsi yang berlainan, yakni gugus
amin (-NH2) dan gugus karboksilat (-COOH) asam-asam amino dalam
mengandung gugus amin yang terikat pada atom karbon ∝, terhadap gugus
karboksil. Asam – asam amino juga berfungsi sebagai basa atau asam yang
membentuk garam dengan asam kuat atau basa kuat. Rumus struktur yang
menggambarkan kandungan gugus fungsi asam amino, yakni gugus amin dan
gugus karboksilat adalah sebagai berikut :
H H
-
R C COOH R C COO
+
NH 3 NH 3
A s a m a m in o A s a m a m in o b e n t u k d ip o la r
Kedua gugus amin dan karboksil di dalam suatu asam amino akan saling
bereaksi menghasilkan suatu ion yang dapat dinamakan dengan ion switter. Oleh
karena struktur dipolar ini maka asam-asam amino mempunyai sifat yaitu mudah
larut dalam air (Tim Dosen Kimia Organik, 2020: 17-18).
Gugus fungsi amida yang menghubungan dua asam amino disebut ikatan
peptida (petide linkage), dan molekul yang dihasilkannya dalah dipeptide –yang
dalam hal ini adalah diglisina. Karena kedua ujung molekul ini masih emiliki
gugus asam karboksilat dan amina, reaksi kondensasi lebih lanjut untuk
membnetuk suatu polipeptida, yaitu polimer yang terdiri atas banyak gugus asam
amino, mungkin terjadi (Oxtoby, 2003 : 326).
Uji kualitatif asam amino pada ekstrak daun papaya dilakukan dengan cara
menambahkan 5 tetes ninhidrin 2% ke dalam filtrate. Uji ninhidrin pada ekstrak
daun papaya menunjukkan hasil positif yaitu berwarna ungu dalam sebuah
percobaan. Warna ungu terbentuk setelah larutan uji dibiarkan selama beberapa
saat dengan pemanasan 80oC. Hal ini memungkinkan terjadi reaksi kimia, yaitu
reaksi antara asam amino dengan pereaksi ninhidrin ditambah pemanasan,
sehingga terbenuk warna ungu (Irianty, 2013 : 79).
Menurut Sumardjo (2006 : 186-187), bahwa penambahan bahan kimia
tertentu pada larutan protein yang semula tidak berwarna menjadi berwarna.
Reaksi pembentukan warna protein ini sering dipakai untuk menunjukkan adanya
protein atau protein tertentu, walaupun beberapa di antara reaksi-reaksi ini tidak
spesifik karena beberapa zat lain dengan reagen yang sama.
1. Reaksi Biuret
Jika larutan protein encer yang dibuat basa dengan larutan natrium
hidroksida ditambah dengan beberapa tetes larutan tembaga sulfat encer, larutan
tersebut akan terbentuk warna merah muda sampai violet.
2. Reaksi Ninhdrin
Zat pengoksidasi dari ninhidrin dengan larutan protein membentuk larutan
berwarna ungu, sampai biru. Reaksi ini berjalan dengan sempurna pada pH 5-7
dan sedikit pemanasan. Reaksi ini berlaku untuk semua protein, hasil antara
hidrolisisnya, dan hasil akhir hidrolisisnya, yaitu asam amino. Khusus untuk asam
amino prolin dan hidroksi prolin akan terbentuk warna kuning.
3. Reaksi Xanthoproteat
Protein yang mengandung asam amino jika ditambahkan dengan asam nitrat
pekat akan terbentuk gumpalan warna putih. Pada pemanasan, warna gumpalan
putih tersebut akan berubah menjadi kuning yang akhirnya berubah menjadi
jingga, jika ditambah dengan larutan basa.
4. Reaksi Hopkins-Cope
Asam glikosilat dan asam sulfat pekat dapat membentuk larutan pekat
berawrna violet pada penggojlokan dengan larutan protein yang mengandung
residu triptofan dalam struktur kimianya. Gelatin dan protein-protein lain yang
tidak mempunyai residu triptofan dalam struktur kimianya, dengan reaksi ini tidak
dapat membentuk warna violet pada penggojlokannya.
5. Reaksi Mollisch
Larutan protein majemuk yang mempunyai radikal prostetik karbohidrat,
yaitu glikoprotein atau mukoprotein, yang pada penggojlokannya secara hati-hati
dengan larutan alfanaftol dalam alcohol dan asam sulfat pekat akan membentuk
warna violet. Pada proses ini, glikoprotein atau mukprotein akan mengalami
hidrolisis menjadi protein sederhana dan karbohidrat.
Dalam pertumbuhan bakteri (L. Plantarum), bilamkonsentrasi starter
semakin tinggi maka pertumbuhan bakterinya meningkat, yang menyebabkan
kadar protein terlarut pada produk terasi semakin meningkat. Hal ini disebabkan
protein pada terasi sebagian besar mengalami proses hidrolisis. Makin banyak
protein yang terhidrolisis menghasilkan protein terlarut dan komponen aroma
yang menyebabkan bau khas terasi (Rosida, 2007 : 74).
Analisa kadar protein dilakukan dengan pengamatan terhadap sampel
protease kering. Kemudian dilakukan hidrolisis protein utnuk mendapatkan
protein terlarut. Protein terlarut yang dihasilkan direaksikan dengan reagen mix-
Lowry lalu campuran didiamkan selama beberapa menit (Witono, 2006 : 22).
Produk akhir hidrolisis protein adalah asam alfa-amino. Asam alfa-amino yang
ada dalam tubuh dapat berasal dari adsorpsi hasil hidrolisis protein makanan yang
segera diabsorpsi masuk ke dalam darah. Katabolisme atau biodegradasi protein
jaringan juga akan menghasilkan asam amino (Sumardjo, 2006 : 194-195).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Tabung reaksi 14 buah
b. Gelas kimia 100 mL 2 buah
c. Gelas kimia 600 mL 1 buah
d. Gelas ukur 10 mL 2 buah
e. Gelas ukur 25 mL 1 buah
f. Pipet tetes 10 buah
g. Termometer 110o C 1 buah
h. Kaca arloji 1 buah
i. Rak tabung 2 buah
j. Pembakar spritus 1 buah
k. Kaki tiga dan kasa asbes 2 set
l. Corong biasa 1 buah
m. Botol semprot 1 buah
n. Klem kayu 2 buah
o. Spatula 1 buah
p. Pinset 1 buah
q. Neraca analitik 1 buah
r. Lap kasar 1 buah
s. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan asam klorida 10% (HCl)
b. Larutan asam klorida 20% (HCl)
c. Larutan natrium nitrit 5% (NaNO2)
d. Larutan tembaga sulfat (CuSO4)
e. Larutan asam nitrat pekat (HNO3)
f. Asam L-aspartat 0,1 M (C3H6O2N)
g. Larutan Glisin 0,1 M (C2H5O2N)
h. Larutan tirosin 0,1 M (C9H11O3N)
i. Larutan natrium hidroksida 10% (NaOH)
j. Kasein (C18H122O6N)
k. Urea (NH2)2CO
l. Aquades (H2O)(l)
m. Es batu (H2O)(s)
n. Kertas lakmus merah
o. Kertas lakmus biru
p. Kertas saring
q. Korek api
r. Label
s. Tissue
E. PROSEDUR KERJA
1. Uji Kelarutan dan Sifat Amfoterik
a. 1). 2 mL H2O dimasukkan ke dalam tabung 1 yang berisi 0,1 gram
kasein.
2). Kemudian, pH diuji dengan kertas lakmus merah dan lakmus biru.
3). Lalu, kelarutannya diamati.
4). Setelah itu, percobaan diulangi dengan asam L-tirosin.
b. 1). 1 mL NaOH 10% dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,1
gram L-tirosin.
2). Kemudian, 2 mL H2O ditambahkan ke dalam tabung.
3). Lalu, pH diuji dengan kertas lakmu merah dan lakmus biru.
4). Setelah itu, tambahkan beberapa tetes HCl 10% ditambahkan ke
dalam tabung dan dikocok.
5). Lalu, pH diuji dengan kertas lakmus.
6). Kemudian, HCl 10% berlebih ditambahkan dan pH larutan diuji.
7). Terakhir, perubahan yang terjadi diamati.
c. 1). 5 mL H2O dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 0,1 gram kasein.
2). Kemudian, 2 mL NaOH 10% ditambahkan ke dalam tabung.
3). Lalu, tabung ditutup dengan aluminium foil dan dikocok.
4).Setelah itu, larutan yang diperoleh disimpan untuk percobaan
selanjutnya.
2. Reaksi dengan asam nitrat
a. 5 mL HCl 10% dimasukkan ke dalam tabung reaksi 1 yang berisi 0,1
gram glisin.
b. Kemudian, 5 mL HCl 10% ditambahkan ke dalam tabung kedua.
c. Setelah itu, tabung 1 dan 2 didinginkan sampai suhu 0℃.
d. Lalu, 1 mL NaNO2 5% ditambahkan ke dalam masing-masing tabung.
e. 1 mL NaNO2 5% dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2 mL kasein.
f. Kemudian, hasilnya diamati dan dicatat.
3. Uji Biuret
a. 1). 0,5 gram urea dipanaskan hingga meleleh pada tabung 1.
2). Kemudian, diuji dengan kertas lakmus dan baunya diamati.
3).Setelah itu, dipanaskan sampai pembentukan gas terhenti dan sisanya
mulai padat.
4). Lalu, larutan didinginkandan dilarutkan dengan air suling panas.
5). Selanjutnya, larutan disaring
6). Kemudian ditambahkan 2 mL NaOH 10% dan 3 tetes CuSO4 2%.
7). Terakhir, larutan dikocok dan diamati.
b. Larutan Pembanding
F. HASIL PENGAMATAN
1. Kelarutan dan sifat amfoterik
No
Perlakuan Hasil Pengamatan
.
1 sendok kristal glisin + 2 mL air suling Larutan bening
1 Larutan diuji dengan kertas lakmus Merah – merah
Biru – merah (asam)
1 sendok L-aspartat + 2 mL air suling Larutan keruh
2
Larutan diuji dengan kertas lakmus Biru - merah (asam)
0, 1 gram L-tirosin + 2 mL air suling Larutan keruh
3
Larutan diuji dengan kertas lakmus Biru - merah (asam)
Suspensi L-tirosin + 2 mL H2O + 2 mL Larutan orange
NaOH 20% Merah - biru (basa)
4 Larutan diuji dengan kertas lakmus
Ditambah HCl dan dengan diuji kertas
lakmus
1 sendok kasein + 5 mL H2O + 2 mL Larutan bening
5
NaOH 10%
2. Reaksi dengan asam nitrat
4. Uji Xanthoproteat
G. PEMBAHASAN
1. Kelarutan dan Sifat Amfoterik
Pada percobaan ini, glisini, L-Aspartat dan L-Tirosin ditambahkan air
suling. Diperoleh hasil, glisin yang larut, L-Tirosin yang larut (membentuk
suspense) dan L-Aspartat tidak alrut dalam air. Kebasaan gugus asam amino dan
karboksil di dalam asam amino akan saling bereaksi menghasilkan ion zwitter.
Karena addanya ion zwitter, maka asam-asam amino yang ada mudah larut dalam
air. Pada glisini, kertas lakmus merah tetap berwarna merah, maka larutan glisini
bersifat asam. Hal ini sesuai dengan teori, bahwa glisini bersifat asam. Adapun
persamaan reaksinya yaitu :
Pada L-Tirosin terdiri dari banyak atom karbon atau bersifat aromatic sehingga
sukar larut dalam air, karena berbentuk siklik yang mudah putus. Namun, dalam
percobaan ini, L-Tirosin larut dalam air. Sifat keasaman ditandai dengan tidak
berubahnya kertas lakmus merah yang dicelupkan L-Tirosin bersifat asam karena
adanya ion H+ yang terdisosiasi dan karbon yang berasal dari gugus karboksil.
Adapun persamaan reaksinya :
Kasein dilarutkan dalam aquades dan larutan NaOH 10%. Penambahan ini
berfungsi menghasilkan koloid. Hal ini berarti kasein mudah larut dalam air,
karena mengandung gugus benzena. Larutan yang dihasilkan tidak berwarna
(bening). Persamaan reaksi yang terjadi yaitu :
3. Uji Biuret
Uji biuret dilakukan untuk menguji adanya ikatan peptida. Urea
dipanaskan dan menghsilkan gas amina. Pemanasan ini dilakukan agar urea dapat
meleleh dan dapat dengan mudah diukur tingkat keasamannya. Pengujian tingkat
keasaman, diuji menggunakan kertas lakmus merah, kertas lakmus merah tersebut
berubah menjadi biru sehingga dapat disimpulkan bahwa larutan tersebut bersifat
basa. Kemudian ditambahkan air panas, lalu disaring. Kemudian filtratnya,
ditambahkan NaOH yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya endapan
(Cu(OH)2 yang memecah ikatan peptida. Dan penambahan CuSO4 sebagai donor
Cu2+. Persamaan reaksi yang terjadi yaitu :
Sebagai pembanding, urea dilarutkan dengan air, NaOH 10% dan CuSO 4.
NaOH ditambahkan untuk mencegah terbentuknya endapan (Cu(OH)2). Dan
CuSO4 sebagai donor Cu2+ dan menghasilkan larutan berwarna biru bening. Hal
ini menunjukkan tidak adanya ikatan peptida. Karena, senyawa yang direaksikan
bukan merupakan asam amino, yang bila direaksikan tidak akan membentuk
ikatan peptida. Reaksi yang terjadi yaitu :
Kasein dilarutkan dengan air dan ditambahkan CuSO4. Penambahan CuSO4 akan
menghasilkan larutan berawarna biru tua, berarti tidak terdapat ikatan peptida dan
tidak bereaksi sempurna. Adapun reaksi yang terjadi yaitu :
4. Uji Xanthoproteat
Uji xanthoproteat digunakan untuk membuktikan adanya gugus benzene
dalam protein. Pada uji ini, reaksi dicampurkan dengan asam nitrat. Penambahan
ini menjadikan larutan berwarna kuning. Setelah dipanaskan, larutan tetap kuning.
Hal ini mebuktikan bahwa dalam kasein terdpat protein yang apabila direaksikan
dengan asam nitrat akan terjadi reaksi nitrasi pada cincin benzene yang terdapat
pada molekul protein. Kemudian didinginkan dan ditambahkan NaOH 10%,
diperoleh larutan berwarna kuning. Reaksi yang terjadi adalah :
5. Hidrolisis Protein
Hidrolisis protein berfungsi untuk memecah protein menjadi asam-asam
amino. Pada percobaan ini, kasein dilarutkan dalam HCl kemudian direfluks. Pada
proses ini, terjadi hidrolisis kasein. Larutan yang dihasilkan dibagi dua masing-
masing 5 mL dan 7 mL. Tabung 1 didinginkan pada suhu kamar. Tabung 2
ditambah NaOH, untuk mencegah endapan Cu(OH)2. Pada tabung 1 larutan
berwarna coklat dan tabung 2 larutan berwarna putih. Hal ini tidak sesuai dengan
teori, yang seharusnya adalah ungu muda yang menandkan adanya ikatan peptida
dalam struktur protein. Tidak sesuai dengan teori, karena tidak berekasi sempurna.
Adapun reaksi yang terjadi yaitu :
Day, R.A. JR, dan A.L Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta : Erlangga.
Irianty, Rozanna Sari dan Khairat. 2013. Ekstrak Daun Pepaya Sebagai Inhibitor
Korosi pada Baja AISI 4140 dalam Medium Air Laut. Jurnal Tekonologi.
Vol. IV. No. 2. 77-82