Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH FISIOLOGI TUMBUHAN

GERAK PADA TUMBUHAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8:
ERDIANA LARASATI (E1A016015)
INE INDRIANI SARI (E1A016027)
NURUL FADHILAH (E1A016053)
SURYA PRATAMA (E1A016071)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan
makalah tepat pada waktunya yang berjudul ”Gerak Pada Tumbuhan”. Makalah ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Fisiologi
Tumbuhan.
Dalam penyusunan tugas ini penyusun mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak yang turut berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian makalah ini. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Drs. Lalu Zulkifli, M.si, Ph.D. selaku dosen pengampu mata kuliah
Fisiologi Tumbuhan dan atas bimbingan serta arahan yang bapak berikan dan rekan-
rekan mahasiswa teman sejawat yang turut memberikan dukungan baik berupa materil
maupun moril. Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
berbagai kekurangan dan kehilapan baik dalam hal penulisan maupun isi.
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian
yang bersifat membangun yang dapat menjadi bahan acuan dan pertimbangan bagi
penyusun sebagai penulis untuk kesempurnaan makalah ini dikemudian harinya.
Harapan penyusun sebagai penulis makalah, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca sekalian umumnya dan bagi penulis khususnya untuk memahami Gerak
Pada Tumbuhan.

Mataram, Juni 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
C. Tujuan .................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 4
A. Gerak Fototropisme ............................................................................................... 4
B. Gerak Grafitropisme .............................................................................................. 12
C. Gerak Nastik .......................................................................................................... 16
D. Gerak Tigmotropisme ........................................................................................... 22
E. Gerak Hidrotropisme ............................................................................................. 23
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 25
A. Kesimpulan............................................................................................................ 25
B. Saran ...................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Respon fototropis pada tumbuhan gandum (Avena sativa) koleoptil ........... 5
Gambar 1.2 Tanggapan fototropis akan terjadi setiap kali ada gradien cahaya
didirikan diseluruh batang atau axis koleoptil. ........................................... 6
Gambar 1.3. Spektrum aksi untuk Avena sativa koleoptil fototropisme ........................... 7
Gambar 1.4. Sel-sel mesofil (A) Penampang (B) Permukaan .......................................... 9
Gambar 1.5 Kurva respon-respons fototropik untuk Avena coleoptiles. ........................ 10
Gambar 1.6. Struktur domain dari fototropin dan neokrom. ............................................ 11
Gambar 2.1 Gravitropisme pada bibit jagung (Zea mays) ................................................ 13
Gambar 2.2. Diagram kisaran respons gravitropik pada tunas dan akar. ......................... 15
Gambar 2.3 Empat fase gravitropisme pada akar. ............................................................ 16
Gambar 3.1. Lokasi pulvini primer dan sekunder pada daun
Samanea samanan. .................................................................................... 18
Gambar 3.2 (A) Pulvini sekunder Phaseolus vulgaris. (B) Diagram skematis dari
pulvinus sekunder kacang dalam penampang. ........................................... 19
Gambar 3.3 Seismonasti pada Mimosa pudica. (A) Terbuka (B) Tertutup. .................... 21
Gambar 4.1. Gerak tigmotropisme pada sulur .................................................................. 23

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertukaran zat, pertumbuhan, perkembangbiakan serta gerak merupakan suatu
tanda atau sifat yang dimiliki organisme. Gerak merupakan salah satu cirri organism
untuk menanggapi adanya rangsangan dari lingkungan. Salah satu hal yang
membedakan tumbuhan dengan hewan adalah tumbuhan hidup umumnya menetap
atau menempel pada suatu tempat, sedangkan hewan dapat hidup bebas. Tumbuhan
tidak mempunyai system saraf dan indera, namun tumbuhan tersusun atas sel-sel yang
saling berdekatan dan berhubungan. Sementara itu, sel-sel yang saling berdekatan
menyebabkan tumbuhan menerima rangsangan atau tanggapan dari lingkungannya.
Gerak tumbuhan merupakan tanggapan yang kompleks terhadap rangsangan, terutama
rangsangan dari lingkungan yang berorientasi pada cahaya dan gravitasi (Advinda,
2018:155).
Kekuatan gerakan biasanya tidak terkait dengan tanaman. Namun gerakan
merasuki kehidupan tanaman hijau. Gerakan tanaman sebagian besar lambat dan
disengaja, tetapi merupakan faktor kunci dalam menentukan orientasi tanaman di
ruang angkasa. Tanaman yang telah ditempatkan secara tidak sengaja dalam posisi
horizontal akan mengarahkan ulang akar mereka dan menembak ke vertikal. Tanaman
rumah akan bengkok, muncul untuk mencari cahaya yang masuk melalui jendela.
Daun secara berkala dapat naik dan turun sepanjang hari dan malam, sementara yang
lain melacak matahari saat bergerak melintasi langit. Daun-daun Venus menjepit pada
serangga yang malang. Walaupun sebagian besar gerakan tanaman relatif lambat,
mereka tetap berfungsi penting dengan memposisikan organ untuk penyerapan nutrisi
dan air dan intersepsi optimal sinar matahari, atau (dalam kasus flap) mendapatkan
nutrisi seperti itu. sebagai nitrogen melalui daun.Ada dua kategori utama pergerakan
pada tanaman, berdasarkan pada kekhasan mekanismenya. Gerakan pertumbuhan
tidak dapat dipulihkan. Mereka muncul sebagai hasil dari pertumbuhan diferensial
dalam suatu organ atau antara dua organ yang berbeda. Gerakan turgor bersifat
reversibel, dihasilkan dari perubahan volume sederhana dalam sel-sel tertentu paling
sering pada organ khusus yang disebut pulvinus. Dalam masing-masing kelompok,
kita dapat membedakan lebih jauh antara nutation, tropism, dan gerakan nastik
(Hopkins and Norman, 2009:391).

1
Tumbuhan tidak mempunyai organ khusus sebagai penerima rangsang atau
reseptor. Gerakan pada tumbuhan relatif tidak terlihat, gerakan tumbuhan hanya
dilakukan oleh sebagian tubuh tumbuhan dan tidak seluruhnya, tetapi hal itu juga
termasuk gerak. Gerak tumbuhan begitu perlahan lahan sehingga kadang kadang tidak
terlihat oleh mata biasa. Kemampuan bergerak ini adalah salah satu ciri ciri mahluk
hidup disamping ciri yang lain seperti: pertumbuhan, reproduksi, metabolisme, dan
lain-lain. Banyak tanaman rendah, terutama yang bersel satu dapat bergerak dalam arti
kata berpindah pindah tempat. Banyak bakteri, alga bersel satu, spermatozoid bangsa
lumut dan paku dapat bergerak dengan bebasnya, seakan akan mereka itu hewan
hewan gesit. Gerak tanaman rendah semacam itu sering disebut gerak lokomotoris
(gerak pindah tempat). Lain halnya dengan gerakan yang dilakukan oleh tumbuhan
tinggi karena tidak dapat melakukan pergerakan pindah tempat seluruh tubuhnya
(Harahap, 2012: 46).
Tumbuhan telah mengembangkan berbagai macam respons yang memungkinkan
mereka beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang bervariasi mereka menemukan
diri mereka tumbuh. Salah satu respons tersebut adalah respons fototropik yaitu
pembengkokan organ tanaman ke arah (batang dan daun) atau jauh dari (akar) sumber
cahaya biru terarah. Cahaya, selain sebagai sumber energi penting bagi tanaman, juga
memberikan banyak isyarat untuk pertumbuhan dan perkembangan yang tepat.
Fototropisme adalah salah satu dari beberapa respons fotor tanaman mampu
mekanisme untuk mengubah pertumbuhan dan perkembangan mereka untuk
perubahan intensitas cahaya, kualitas dan arah. Fototropisme, atau kelengkungan arah
organ dalam menanggapi perbedaan lateral dalam intensitas cahaya dan atau kualitas,
mewakili satu dari respons yang paling cepat dan jelas secara visual (Pedmale, et all,
2010: 1).
Merujuk pada Capon (2005), dalam Botany for Gardener, Revised Edition,
bahwa fotografi time – lapse mempersingkat pengambilan gambar dalam waktu
berjam- jam atau berhari-hari menjadi berdurasi menit bahkan detik. Melalui teknik ini,
kita dapat melihat aspek tumbuhan menakjubkan yang lain, yaitu pergerakan
tumbuhan, seperti pula perkecambahan biji, mekar dan menutupnya bunga, dan ritme
pertumbuhan tumbuhan. Dengan mengatur kecepatan pengambilan gambar, ujung
batang dapat terlihat tumbuh dalam pergerakan bergelombang atau spiral tidak benar –
benar lurus. Pergerakan ini disebut sebagai gerakan nasti, yang merupakan hasil dari
pertumbuhan sel dalam posisi yang berubah – ubah di ujung batang, menghasilkan arah
2
pertumbuhan ujung batang yang berbeda pula. Gerakan nasti dikontrol oleh hormone,
namun ada gerakan lain yang merupakan respon tumbuhan terhadap stimulus eksternal,
disebut sebagai gerakan tropisme.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas,
antara lain:
1. Bagaimana gerak fototropisme?
2. Bagaimana gerak gravitropisme?
3. Bagaimana gerak nastik?
4. Bagaimana gerak tigmotropisme?
5. Bagaimana gerak hidrotropisme?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah, antara lain:
1. Untuk mengetahui gerak fototropisme.
2. Untuk mengetahui gerak gravitropisme.
3. Untuk mengetahui gerak nastik.
4. Untuk mengetahui gerak trigmotropisme.
5. Untuk mengetahui gerak hidrotropisme.

3
BAB II
PEMBAHASAN

Gerak tumbuhan merupakan tanggapan yang kompleks terhadap rangsangan,


terutama rangsangan dari lingkungan yang berorientasi pada cahaya dan gravitasi. Pada
dasarnya, tumbuhan merupakan makhluk hidup yang juga bergerak meski pasif, dan
umumnya secara kasat mata, pergerakan tumbuhan tidak dapat kita saksikan langsung,
karena terjadi sangat lambat. Tumbuhan melakukan pergerakan karena berbagai tujuan
dan penyebab, baik menggerakkan seluruh bagian tubuhnya ataupun beberapa bagian
saja. Beberapa gerak yang dilakukan oleh tumbuhan, dihasilkan sebagai respon
tumbuhan terhadap sejumlah rangsangan dari luar maupun lingkungannnya. Secara
umum, berdasarkan sumber stimulusnya, gerak tumbuhan dikelompokkan menjadi
gerak endonom dan etionom. Sedangkan Hopkins (2009), membagi gerak tumbuhan
dalam dua kelompok berdasarkan mekanismenya, yaitu gerak tumbuh (growth
movement) yang bersifat irreversibel dan gerak turgor (turgor movement) yang bersifat 3
reversible. Selain itu, berdasarkan penelitian-penelitian terbaru bahwa gerak pada
tumbuhan dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu Gerak Pertumbuhan (Growth
Movement), Gerak Turgor (Turgor Movement), Gerak Taksis (Taxic Movement), dan
kelompok Gerak Lainnya (Harahap, 2012; Hopkins and Norman, 2009; Schooley,
1997; Stern, et all, 2012).
A. Gerak Fototropisme
Sejumlah respons pertumbuhan diferensial telah dideskripsikan untuk
tanaman yang lebih tinggi, termasuk respons fototropik dan gravitropik, modifikasi
struktur kait apikal dan gerakan nastik. Respon fototropik, atau lengkungan terarah
dari berbagai organ dalam menanggapi perbedaan lateral dalam intensitas dan atau
kualitas cahaya, adalah umum untuk sebagian besar semua spesies tanaman.
Fototropisme adalah masalah fisiologi tanaman klasik yang telah menarik minat
dari ahli botani sejak pertengahan abad kesembilan belas. Studi Darwin tentang
fototropisme, diterbitkan dalam bukunya The Power of Movement di Tanaman
pada tahun 1881, dikreditkan dengan mengatasi keasyikan ahli botani berbahasa
Inggris dengan biologi deskriptif dan taksonomi dan merangsang minat dalam
aspek yang lebih dinamis fungsi tanaman. Sel elongasi di phototropically
dirangsang koleoptil rumput juga menyebabkan penemuan hilang tentang hormon
tanaman. Banyak ditemukan tanaman rumah yang mengarah ke cahaya yang
4
merupakan contoh sehari-hari dari fenomena yang disebut dengan fototropisme
(Gambar 1.1) (Hopkins and Norman, 2009; Liscum and Emily, 2000).
Tanggapan tropis mungkin baik positif atau negatif. Jika tanaman merespon
ke arah stimulus (misalnya, menuju sumber cahaya) itu dikatakan positif. Jika
tumbuh jauh dari stimulus itu dikatakan negatif. Apakah respon fototropis positif
atau negatif tergantung pada sifat dari organ atau umurnya. Misalnya, koleoptil,
hipokotil, dan bagian elongating batang dan organ udara lainnya adalah untuk
sebagian besar positif phototropic sedangkan sulur kebanyakan tanaman memanjat
yang negatif phototropic. Daun biasanya plagiotropic, yang berarti mereka
berorientasi pada sudut menengah untuk cahaya. Akar, di sisi lain, sebagian besar
nonphototropic, meskipun beberapa mungkin menunjukkan respon lemah negatif.
Batang ivy (Hedera helix) adalah negatif phototropic selama tahap remaja
bayangan-mencintai, tapi cabang yang lebih tua menjadi positif fototropis. Daun
ivy (Cymbalaria muralis) menjadi fototropik negatif setelah pembuahan. Perilaku
menarik ini membantu menempatkan pematangan polong ke celah-celah di dinding
tempat tanaman biasanya ditemukan (Hopkins and Norman, 2009: 392).

Gambar 1.1 Respon fototropis pada tumbuhan gandum (Avena sativa)


koleoptil.
(Sumber: Hopkins and Norman, 2009: 392)

Fototropisme sering didefinisikan sebagai respon terhadap cahaya


unilateral, dan sehingga di laboratorium. Dalam kondisi pertumbuhan normal,
namun, respon lentur akan terjadi bahkan pada tanaman yang menerima cahaya dari
semua sisi. Semua yang diperlukan adalah bahwa tingkat memengaruhi
didistribusikan merata. Dalam percobaan dengan koleoptil rumput bilateral
diterangi, misalnya, sedikit 20 persen perbedaan dalam tingkat memengaruhi pada
dua sisi organ akan menginduksi respon lentur (Gambar 1.2). Dengan demikian

5
cahaya dapat disajikan secara sepihak (seperti di sebagian besar percobaan
laboratorium), bilateral, dari semua sisi, dan bahkan dari atas, memberikan hanya
itu gradien yang dibuat di organ. Fototropisme demikian respon pertumbuhan
gradien cahaya (Hopkins and Norman, 2009: 392).
Besarnya gradien cahaya di organ seperti koleoptil tergantung pada sifat
optik jaringan serta perbedaan cahaya insiden. Sebuah gradien cahaya di organ bisa
di intensifkan dengan cara penyaringan. Pigmen, termasuk namun tidak terbatas
pada fotoreseptor itu sendiri, akan melemahkan cahaya saat melewati organ.
Cahaya juga dapat dilemahkan oleh hamburan, refleksi, atau difraksi dalam sel-sel
atau saat lewat antara sel. Dengan demikian gradien di sel-sel individual, diukur
dengan menggunakan fi probe beroptic mikro, dapat bervariasi dari 5: 1 50: 1.
Untuk lebih rumit, organ seperti sebagai koleoptil berfungsi pipa sebagai cahaya.
Ini berarti bahwa cahaya diterapkan ke ujung, misalnya, akan ditularkan melalui
koleoptil ke sel lanjut bawah organ. Jadi stimulus phototropic masih jauh dari hal
yang sederhana. complexinteractions ini antara terang dan sifat optik jaringan telah
menyebabkan signifikan kesulitan-tidak bis di eksperimental merancang serta
interpretasi yang dihasilkan tersebut data (Hopkins and Norman, 2009: 392).

Gambar 1.2 Tanggapan fototropis akan terjadi setiap kali ada gradien
cahaya didirikan di seluruh batang atau axis koleoptil.
(Sumber: Hopkins and Norman, 2009: 392)
Sejak 1930-an, spectra aksi untuk fototropisme telah berulang kali
ditentukan untuk sejumlah organisme, tetapi telah paling menyeluruh
didokumentasikan untuk koleoptil gandum (Avena sativa) dan jagung (Zea mays)
dan pada jamur spyromyces. Tindakan Spektra untuk koleoptil gandum dan
Phycomyces hampir identik, yang menunjukkan bahwa mereka homolog, jika tidak
umum, fotoreseptor. Semua spektrum aksi fototropis lain yang serupa dan secara

6
konsisten menunjukkan dua puncak di daerah biru dari spektrum dekat 475 nm dan
450 nm dan puncak kecil atau bahu pada 420 nm (Gambar 23.3). Selain itu ada
puncak aksi luas dalam UV-A daerah dekat 370 nm. Tindakan spektrum untuk
kedua gandum dan Phycomyces fototropisme menunjukkan puncak tambahan di
wilayah 280 nm, menunjukkan bahwa fotoreseptor yang mungkin kromoprotein.
Pada awal tahun 1940-an, itu menyarankan bahwa fotoreseptor bisa menjadi
molekul seperti Ribo flavin. Di sisi lain, ada beberapa hasil fisiologis yang
dikesampingkan karotenoid sebagai fotoreseptor untuk fototropisme jauh sebelum
pigmen yang bertanggung jawab, phototropin, itu akhirnya ditemukan dan terbukti
menjadi flavo-protein. biosintesis karotenoid, misalnya, dapat diblokir, baik oleh
mutasi atau dengan pengobatan bibit dengan herbisida atau flurazon, yang
menghambat desaturase enzim phytoene (Hopkins and Norman, 2009: 393).

Gambar 1.3. Spektrum aksi untuk Avena sativa koleoptil


fototropisme.
(Sumber: Hopkins and Norman, 2009: 393)

Respon cahaya biru fototropis berbeda dari respon biru cahaya dimediasi
oleh fitokrom dan kriptokrom yang dibahas dalam bab sebelumnya. Fitokrom dan
kriptokrom adalah respon morfogenik yang mengubah pola pertumbuhan dan
perkembangan. Dampak daril fototropisme, di sisi lain, ia mengarahkan
pertumbuhan dan sudut daun menuju cahaya yang datang untuk memaksimalkan
intersepsi cahaya untuk fotosintesis. Pembengkokan koleoptil dan hipokotil hanya

7
bagian yang paling terlihat dari sindrom biru-cahaya yang lebih besar yang
digunakan tanaman untuk mengoptimalkan fotosintesis. Tanaman juga
menggunakan cahaya biru untuk mengendalikan pembukaan stomata dan
memfasilitasi pertukaran gas serta untuk merelokasikan kloroplas dalam sel
(Hopkins and Norman, 2009: 393).
Telah lama diketahui bahwa pembukaan stomata berada di bawah kontrol
cahaya. Di satu sisi, cahaya yang diserap oleh klorofil (yaitu, lampu merah)
merangsang pembukaan stomata dan jelas tergantung pada reaksi fotosintesis
dalam kloroplas sel penjaga. Namun, ada system kedua, jauh lebih sensitif, sistem
yang didorong oleh rendahnya tingkat cahaya biru. Sebagian besar bukti
menunjukan peran dominan respon cahaya biru pada fase pembukaan stomata,
seperti ketika stomata membuka saat fajar, sebelum awal fotosintesis. Tanaman
juga menggunakan cahaya biru untuk mengendalikan respon penghindaran cahaya
tinggi kloroplas dalam sel mesofil. Dalam cahaya rendah, kloroplas selalu
berkumpul di sepanjang dinding sel yang sejajar dengan permukaan, (yaitu, dinding
periklinal) yang tegak lurus terhadap cahaya insiden (Gambar 1.4). Dalam cahaya
yang tinggi, seperti sinar matahari langsung, kloroplas menghindari potensi
kerusakan oleh berbaris di sepanjang dinding antiklinal (yaitu, sejajar dengan
cahaya insiden). Redistribusi kloroplas tampaknya dalam menanggapi gradien
cahaya melalui sitoplasma, sehingga fotoreseptor yang bertanggung jawab mungkin
locatedin sitoplasma, tidak kloroplas. Mekanisme redistribusi belum ditemukan,
tapi sitoskeleton umumnya terlibat dalam bergerak organel dalam sel dan mungkin
terlibat dalam gerakan kloroplas juga. tidak kloroplas. Mekanisme redistribusi
belum ditemukan, tapi sitoskeleton umumnya terlibat dalam bergerak organel
dalam sel dan mungkin terlibat dalam gerakan kloroplas juga. tidak kloroplas.
Mekanisme redistribusi belum ditemukan, tapi sitoskeleton umumnya terlibat
dalam bergerak organel dalam sel dan mungkin terlibat dalam gerakan kloroplas
juga (Hopkins and Norman, 2009: 393).

8
Gambar 1.4. Sel-sel mesofil (A) Penampang (B) Permukaan.
(Sumber : Hopkins and Norman, 2009: 394)

Mungkin tidak ada aspek fototropisme yang mengindikasikan kompleksitas


proses ini, sama halnya dengan upaya untuk mendefenisikan hubungan antara
pengaruh dan respon. Fototropisme dicirikan oleh kurva respon yang sedikit
berbeda , tidak seperti kebanyakan respon fotobiologis (Hopkins and Norman,
2009: 393).
Kurva respon Fluence umumnya diperoleh dengan memonitor respon organ
terhadap jumlah total cahaya yang berbeda (pengaruh), biasanya dengan
menggunakan lajut pengaruh tunggal tetapi memvariasikan waktu presentasi.
Gambar 1.5 menunjukkan kurva pengaruh-respon ditentukan untuk fototropis
Avena koleoptil yang menggambarkan respon klasik terhadap peningkatan
pengaruh. Ada kenaikan awal ke puncak pertama, yang disebut kelengkungan
positif. Dengan meningkatnya pengaruh, kelengkungan akan menurun, ke titik
bawah ini bahkan dapat mengakibatkan membungkuk jauh dari sumber cahaya.
Penurunan ini dan respon negatif disebut kelengkungan negatif. Perhatikan bahwa
pertama kelengkungan negatif belum tentu '' negatif '' dalam arti membungkuk jauh
dari cahaya. Ini mungkin hanya sebuah respon positif berkurang. Setelah wilayah
pertama kelengkungan negatif, kurva respon naik ke dalam apa yang disebut
kelengkungan positif. Dalam beberapa kasus, kelengkungan negatif dan bahkan
kelengkungan positif ketiga telah dilaporkan. kelengkungan positif juga dikenal
sebagai ujung kelengkungan, karena dibatasi ke puncak koleoptil. Kedua
kelengkungan positif juga disebut kelengkungan basal karena kelengkungan meluas
lebih ke arah wilayah basal koleoptil (Hopkins and Norman, 2009: 394).
Fototropisme dicirikan oleh kurva respons fluen yang agak aneh, tidak
seperti kebanyakan respons fotobiologis. Kurva respons fluen umumnya diperoleh

9
dengan memonitor respons organ terhadap jumlah total cahaya yang berbeda
(pengaruh), biasanya dengan menggunakan laju pengaruh tunggal tetapi
memvariasikan waktu presentasi. Gambar 1.5 menunjukkan kurva respons-respons
pada tanaman Avena yang ditentukan melalui coleoptiles, phototropism yang
mengilustrasikan respons klasik terhadap peningkatan pengaruh. Ada kenaikan
awal ke puncak pertama, yang disebut kurva positif pertama. Dengan meningkatkan
pengaruh, melengkung ke bawah garis, sehingga titik ini bahkan dapat
mengakibatkan cahaya menjauh sumber. Penurunan dan respons negatif ini disebut
sebagai kurvatur negatif pertama. Kurvatur negatif pertama tidak selalu ‘‘negatif “
dalam arti membungkuk keluar dari cahaya malam. Mungkin akan meningkatkan
respons positif secara positif. Mengikuti wilayah kelengkungan negatif pertama,
kurva respons kembali naik menjadi apa yang disebut kelengkungan positif kedua.
Dalam beberapa kasus, negatif kedua dan bahkan kelengkungan positif ketiga telah
dilaporkan. Kelengkungan positif pertama juga dikenal sebagai kelengkungan
ujung, karena terbatas pada puncak coleoptiles. Kelima kurva positif disebut
kelengkungan basa karena kelengkungan meluas lebih ke arah daerah basal dari
coleoptiles (Hopkins and Norman, 2009: 394).

Gambar 1.5. Kurva respon-respons fototropik untuk Avena coleoptiles.


(Sumber : Hopkins and Norman, 2009: 395)

Fotoreseptor yang sangat menarik baru-baru ini telah diisolasi dari pakis
Adiantum Capillus veneris. Neochrome yang dirancang (sebelumnya dikenal
sebagai phy3), fotoreseptor ini memiliki sifat-sifat baik phytochrome maupun
fototropin (Gambar 1.6). Urutan asam amino dari domain terminal-amino
menunjukkan homologi yang signifikan dengan domain pengikatan kromofor
phytochrome. Lebih lanjut, ketika gen diekspresikan dalam ragi dan protein yang

10
dimurnikan direkonstitusi dengan kromofor phycocyanobilin, itu menunjukkan
perilaku photoreversible fitokrom yang khas. Tetapi neokrom juga memiliki dua
domain LOV, yang mengikat FMN, dan domain serine / treonine kinase di
terminal-C yang hampir identik dengan fototropin. Neochrome diperlukan untuk
fototropisme di Adiantum, yang diatur oleh cahaya merah maupun biru.
Neochrome jelas merupakan fotoreseptor hibrida yang memediasi respons cahaya
merah, jauh-merah, dan biru. Yang aneh, bagaimanapun, adalah bahwa Adiantum
juga memiliki dua fototropin yang berfungsi penuh seperti rekan-rekan pabrik
mereka yang lebih tinggi dan, sekali lagi seperti rekan-rekan pabrik mereka yang
lebih tinggi, phot2 semata-mata bertanggung jawab untuk memediasi gerakan
penghindaran kloroplas cahaya tinggi (Hopkins and Norman, 2009: 397).

Gambar 1.6. Struktur domain dari fototropin dan neokrom.


(Sumber: Hopkins and Norman, 2009: 397)

Aktivitas dalam rantai sinyal fototropin baru sekarang mulai 'terungkap'.


Beberapa faktor yang lebih penting dalam aktivitas tersebut, antara lain yaitu (1)
Autofosforilasi fototropin berperan penting dalam respons fototropik, mungkin
dengan memprakarsai kaskade fosforilasi. Studi yang menggunakan mutan gen
PHOT1 telah menunjukkan bahwa protein tampaknya terlipat sedemikian rupa
sehingga situs fosforilasi diblokir oleh domain LOV2 dalam gelap. Penyerapan
cahaya biru oleh kromofor menginduksi perubahan konformasi protein sehingga
situs fosforilasi tersedia dan aktif. Peran domain LOV1 tidak jelas. Mutan yang
tidak memiliki domain LOV1 telah menunjukkan bahwa LOV1 tidak diperlukan
untuk fosforilasi tetapi kehadirannya meningkatkan aktivitas kinase. (2) Fototropin
mungkin terlibat dalam regulasi gen. Tidak ada substrat yang langsung
terfosforilasi oleh fototropin di planta yang telah diidentifikasi, tetapi ada beberapa
protein yang berinteraksi dengan fotoreseptor dan diperlukan untuk respon yang
tepat. Sebagai contoh, contoh protein HYPOCOTYL 3 (NPH3)

11
NONPHOTOTROPIC dari Arabidopsis dan protein homolog (disebut ortolog) dari
beras, COLEOPTILE PHOTOTROPISM 1 (CPT1), termasuk domain yang
merupakan karakteristik dari regulator transkripsi atau protein yang terlibat dalam
degradasi protein. Mutan nph3 dan cpt1, di mana protein ini hilang, tidak
menunjukkan respons fototropik. (3) Fototropin mengganggu transportasi auksin
kutub. Salah satu tantangan yang dikemukakan oleh fototropisme adalah untuk
menentukan apakah ada atau tidak ada hubungan antara penyerapan cahaya biru
oleh fototropin dan distribusi auksin asimetris yang diusulkan oleh hipotesis
Croodny-Went. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, distribusi auksin asimetris
telah ditunjukkan secara eksperimental. Eksperimen baru-baru ini berfokus pada
hubungan antara fototropin dan fasilitator auksin PIN1. PIN1 biasanya terlokalisasi
di ujung basal sel terkait xilem di mana ia berfungsi untuk memfasilitasi aliran
vertikal polar auksin. Ketika lokasi PIN1 pada hipokotil Arabidopsis dipantau oleh
mikroskop imunokuinosensia setelah stimulus fototropik, lokasi basal PIN1 pada
tanaman wildtype terganggu di sel-sel kortikal di sisi naungan hipokotil. Gangguan
serupa tidak diamati pada fot1 mutan. Hasil ini menunjukkan bahwa lentur
fototropik dimulai oleh penurunan yang dimediasi fototropin dalam transpor
vertikal auksin. Ini akan mengarah pada retensi atau penyerapan auksin, dan
akibatnya pertumbuhan yang meningkat, pada sel-sel yang secara langsung terlibat
dalam pelengkungan fototropik (Hopkins and Norman, 2009: 397-398).

B. Gerak Gravitropisme
Gravitropisme adalah gerak pertumbuhan ke arah atau menjauhi tarikan
gravitasi bumi, di mana gerak ke arah gravitasi bumi disebut gravitropisme positif,
sedangkan gerakan pertumbuhan menjauhi gravitasi bumi disebut gravitropisme
negatif. Akar biasanya bersifat gravitropik positif. Akar primer umumnya lebih
tegak dibandingkan dengan akar sekunder yang kadang tumbuh membentuk sudut
hampir mendatar. Akar tersier dan akar tingkat berikutnya tidak bersifat gravitropik
sama sekali dan tumbuh dengan arah tak beraturan. Jadi sistem perakaran saat
tumbuh berdampingan dapat menjelajahi tanah lebih luas dibandingkan bila semua
akar tumbuh lurus ke bawah. Salah satu hormon yang berperan dalam mekanisme
gravitropisme adalah hormon auksin, yang berfungsi untuk pemanjangan sel akar,
di mana distribusi auksin pada sel akar diatur oleh gen-gen tertentu pada tumbuhan.
Batang dan tangkai bunga biasanya bersifat gravitropil negatif, namun responsnya
12
sangat beragam. Batang utama atau batang pohon bisanya tumbuh 180o dari pusat
gravitasi bumi, sedangkan cabang, tangkai daun, rimpang, dan stolon biasanya
lebih mendatar (Hopkins and Norman, 2009:398).
Tumbuhan merespon stimulus gravitasi, dan gerakan yang diciptakan
disebut gravitropisme. Akar utama dari tumbuhan selalu mengarah ke arah stimulus
gravitasi, yang disebut sebagai gravitropisme positif, sedangkan pucuk tumbuhan
yang membentuk sumbu batang utama akan mengarah berlawanan dari stimulus
ini, disebut gravitropisme negative. Pergerakan ini diduga disebabkan oleh gerakan
amiloplas yang mengandung massa tepung (starch) yang besar tertarik oleh
grvitasi, dan terpusat pada ujung akar, menyebabkan akar mengarah pada gravitasi.
Hal lain yang dapat berperan dalam pergerakan ini adalah pengaruh ABA, peran
respon mitokondria dan diktiosome, serta beberapa protein plasma yang esensial
dalam merespon gravitasi (Stern, 2012 : 202).
Gravitropisme mungkin merupakan salah satu fenomena tanaman yang
paling jelas dan familiar bagi kebanyakan orang (Gambar 2.1), bibit tua berumur
empat hari ditempatkan pada posisi horizontal selama 3 jam. Perhatikan bahwa
tunas menunjukkan gravitropisme negatif dan akar menunjukkan gravitropisme
positif. Semua orang menyadari bahwa tunas selalu tumbuh 'naik' dan akar selalu
1
tumbuh 'turun'. Cabang-cabang lateral dari sebagian besar pohon dan semak tidak
0
tumbuh, melainkan tumbuhan tersebut tumbuh keluar dalam posisi horizontal.
Stolon tanaman stroberi (Fragaria) dan buttercup (Ranunculus) juga tumbuh secara
horizontal di sepanjang permukaan tanah (Hopkins and Norman, 2009:398).

Gambar 2.1. Gravitropisme pada bibit jagung (Zea mays).


(Sumber: Hopkins and Norman, 2009:398)

Gaya gravitasi ada di mana-mana dan tidak bervariasi seperti gaya lainya,
tidak bervariasi seperti suhu. Gravitasi tidak dapat dihidupkan dan dimatikan,
seperti cahaya saat fajar dan senja. Selain itu, gravitasi bukanlah stimulus

13
unilateral, tidak ada komponen gradien dalam gravitasi. Sel-sel di sisi bawah
batang atau akar mengalami gaya gravitasi yang sama dengan yang di sisi atas.
Akibatnya, kemungkinan gravitasi dapat dideteksi hanya dengan gerakan beberapa
struktur atau struktur di dalam sel gerakan yang membentuk asimetri awal dalam
sel dan diterjemahkan dalam bentuk tekanan. Massa dan pergerakan struktur apa
pun yang terlibat harus konsisten dengan sensitivitas dan kecepatan respons
gravitasi dan harus ada mekanisme untuk mentransduksi sinyal tekanan menjadi
sinyal biokimia yang dapat mengarah pada respons pertumbuhan yang berbeda
(Hopkins and Norman, 2009:399).
Akar dan pucuk sumbu tanaman utama sejajar dengan arah tarikan gravitasi.
Keselarasan seperti itu dikatakan orthogravitropic. Akar utama, yang tumbuh
menuju pusat bumi, menunjukkan gravitasi positif. Tunas, yang tumbuh jauh dari
pusat bumi, menunjukkan gravitasi negatif. Organ-organ seperti stolon, rimpang,
dan beberapa cabang lateral, yang tumbuh pada sudut kanan terhadap tarikan
gravitasi, dikatakan diagravitropik. Organ-organ yang berorientasi pada beberapa
sudut menengah (antara 0◦ dan 90◦ ke vertikal) dikatakan plagiogravitropik. Batang
lateral dan akar lateral umumnya plagiogravitropik. Organ-organ yang
menunjukkan sedikit atau tidak ada kepekaan terhadap gravitasi dikatakan
agravitropik (Hopkins and Norman, 2009:399).
Keuntungan untuk tanaman respon pertumbuhan gravitropik positif dan
negatif cukup jelas. Bibit dapat mengambil orientasi acak di tanah, tetapi untuk
memastikan kelangsungan hidup, tunas, dengan struktur fotosintesisnya, harus di
atas tanah untuk memanfaatkan sinar matahari. Sistem akar harus tetap berada di
tanah untuk mengamankan penjangkaran dan pasokan nutrisi dan air yang andal.
Akar primer paling sering menunjukkan respons ortogravitropik yang sangat
positif. Namun, akar sekunder (yaitu, cabang cabang tingkat pertama), cenderung
tumbuh lebih horizontal sedangkan akar tersier umumnya agravitropik. Hirarki
respons gravitasi ini memastikan bahwa sistem akar lebih efektif mengisi ruang
yang tersedia dan dengan demikian secara efisien menambang tanah air dan nutrisi
(Gambar 2.2). Dengan cara yang sama, hierarki respons ortogravitropik negatif,
diagravitropik, dan plagiogravitropik negatif dalam sistem pemotretan membantu
mengurangi naungan timbal balik dan memastikan penangkapan sinar matahari
yang lebih efisien untuk mendorong fotosintesis (Hopkins and Norman, 2009:399).

14
Gambar 2.2. Diagram kisaran respons gravitropik pada tunas dan akar.
(Sumber: Hopkins and Norman, 2009:399)

Gravitropisme pada akar tumbuhan selalu tumbuh kearah bawah meskipun


sumbu batang berada dalam keadaan horizontal. Sifat itu disebut gravitropisme
(geotropisme) dan berlangsung di ujung akar. Dalam sel-sel kolumela pada kaliptra
terdapat butir pembentuk pati yakni amiloplas yang amat berperan dalam
mengenali gaya tarik bumi (g). Di belakang sel-selnya tumbuh memanjang (daerah
perpanjangan) dan merupakan daerah pembentukan lengkungan auksin terdapat
dalam jumlah besar di bagian bawah daerah pemanjangan yang melengkung itu.
Diduga bahwa auksin yang ditemukan dalam akar secara alami, berperan dalam
menghasilkan pertumbuhan melengkung. Ion kalsium (nomor atom 20) amat
penting dalam gravitropisme akar dan dapat mempengaruhi arah pertumbuhan. Jika
ion kalsium dibubuhkan kepada akar secara tidak merata, maka akar akan
melengkung ke daerah dengan jumlah maksimum terbesar. Pada akar yang
terangsang oleh gaya tarik bumi kalium dalam sel mampu bergerak ke bawah. Hal
itu dibuktikan dengan menempatkan mikro elektroda di dekat akar tanaman
percobaan yang berorientasi vertikal. Ditunjukan bahwa arus listrik yang mengalir
mengikuti pola simetris sepanjang akar dan dekat ujung masuk ke dalam air. Jika
akar diletakkan dalam posisi datar pola arus menjadi asimetris. Arus sepanjang
bagian atas kaliptra mengalir ke luar melalui ujung sedangkan arus di batuan bawah
mengalir ke dalam kaliptra. Terbukti pula bahwa arus disebabkan arus ion hidrogen
(H+) (Hopkins and Norman, 2009: 400).
Gravitropisme akar terjadi dalam empat fase berturut-turut yaitu persepsi,
transduksi, transmisi, dan respons pertumbuhan (Gambar 2.3). Meskipun waktu

15
aktual dapat bervariasi tergantung pada kondisi percobaan, fase persepsi awal
terjadi dalam mungkin satu detik dari mengarahkan akar dari vertikal dan
melibatkan mekanisme biofisik (mis., Tekanan) untuk merasakan arah tarikan
gravitasi. Fase transduksi, terjadi antara 1 dan 10 detik setelah reorientasi,
melibatkan konversi tunggal biofisik menjadi sinyal biokimia. Fase transmisi
terjadi antara 10 detik dan 10 menit reorientasi dan melibatkan redistribusi auksin
di dalam ujung akar. Respons pertumbuhan, karena distribusi auksin yang tidak
merata, menyebabkan kelengkungan akar ke arah yang lebih vertical (Hopkins and
Norman, 2009:401).

Gambar 2.3. Empat fase gravitropisme pada akar.


(Sumber: Hopkins and Norman, 2009:401)

Gravitasi dirasakan oleh sel-sel columella di tutup akar, ketika orientasi akar
berubah pada medan gravitasi, perubahan tersebut dirasakan pada penutup akar
dengan mengendapkan amiloplas terhadap membran intraseluler seperti retikulum
endoplasma. Sinyal biologis secara fisik telah beralih ke kesehatan kimiawi melalui
penanggung jawab seperti ion hidrogen, ion kalsium, dan relokasi fasilitator
transportasi auksin (lingkaran merah). Sinyal kemudian ditransmisikan ke zona
perpanjangan akar melalui perubahan aliran auksin (panah) yang menghasilkan
respons kelengkungan. N = nucleus (Hopkins and Norman, 2009:401).

C. Gerak Nastik
Selain gerakan terarah dari tropisme, banyak tanaman dan bagian tanaman,
terutama daun, menunjukkan gerakan nastic, di mana arah gerakan tidak terkait
dengan komponen vektor dari stimulus. Respons Nastic mungkin melibatkan
pertumbuhan diferensial, dalam hal ini pergerakannya permanen. Atau gerakan
mungkin reversibel, disebabkan oleh perubahan turgor di organ motor khusus.
Gerakan nasti utamanya disebabkan oleh diferensiasi pertumbuhan, atau dalam
beberapa kasus, disebabkan oleh perubahan turgor pada sel – sel khusus pada
16
bagian tumbuhan tertentu. Epinasti merupakan pembengkokan organ tumbuhan ke
arah bawah, sering terjadi pada petiole, sebagai respon ketidakseimbangan aliran
auksin terhadap etilen melalui petiole. Gerak nasti yang melibatkan perubahan
tekanan turgor meliputi sleep movement dan contact movement (Hopkins and
Norman, 2009; Taiz & Zeiger, 2003).
Epinasty dan thermonasty (hyponasty) adalah contoh respon nastik yang
melibatkan pertumbuhan diferensial. Epinasty adalah pembengkokan organ ke
bawah, biasanya tangkai daun dan daun yang ujungnya condong ke tanah. Akan
tetapi, ini bukan respons terhadap gravitasi, tetapi tampaknya bergantung pada
aliran auksin yang tidak merata melalui sisi atas dan bawah tangkai daun. Epinasty
juga merupakan respons umum terhadap etilen atau jumlah auksin yang berlebihan.
Respon sebaliknya, yang disebut hyponasty, jarang terjadi tetapi dapat diinduksi
oleh giberelin. Contoh khas dari thermonasty adalah pembukaan dan penutupan
berulang dari beberapa kelopak bunga, seperti tulip dan crocus. Meskipun sifatnya
berulang, gerakan termonastik bersifat permanen dan hasil dari pertumbuhan
diferensial secara bergantian pada dua permukaan kelopak (Hopkins and Norman,
2009: 406).
Gerakan nastik yang paling dramatis adalah semua gerakan turgor, yang
secara luas dapat dipisahkan menjadi tiga kategori: (1) gerakan daun ritmis santai di
tanaman nyctinastic, (2) gerakan seismonastik yang sangat cepat dalam jumlah
spesies yang terbatas, dan (3) thigmonastic atau keriting thigmotropik dari
pelengkap mirip benang di tanaman memanjat dan tanaman merambat. Respons
nyctinastik dan seismonastik bergantung pada gerakan turgor diferensial dalam
organ motorik khusus, yang disebut pulvinus (pl. Pulvini). Pulvinus adalah struktur
bulat yang paling sering ditemui dalam keluarga tanaman yang ditandai dengan
daun majemuk, seperti Leguminoseae dan Oxalidaceae (Gambar 3.1 dan 3.2). Ini
terjadi pada pangkal tangkai daun (pulvinus primer), pinna (pulvinus sekunder),
atau pinnule (pulmonus tersier). Pulvinus mengandung sejumlah sel motor besar
berdinding tipis, yang mengubah posisi daun dengan mengalami perubahan turgor
yang dapat dibalik (Hopkins and Norman, 2009; Taiz and Zeiger, 2003).

17
Gambar 3.1. Lokasi pulvini primer dan sekunder pada daun
Samanea samanan.
(Sumber: Hopkins and Norman, 2009: 406)

Gerakan niktinastik paling jelas pada daun yang mengambil posisi berbeda di
malam hari dari yang diambil pada siang hari. Biasanya daun atau selebaran berada
pada posisi horizontal, atau terbuka, pada siang hari dan menganggap orientasi yang
lebih vertikal, atau tertutup, pada malam hari. Daun utama tanaman kacang biasa
menunjukkan gerakan nyctinastic yang sangat kuat tetapi ini juga dapat dilihat di
Coleus, tanaman doa, dan tanaman kebun dan rumah umum lainnya. Pengamatan
gerakan nyctinastic dapat ditelusuri kembali sejauh tulisan Pliny di Yunani kuno. Ahli
botani Swedia C. Linnaeus (pada 1775) menciptakan istilah 'tidur tanaman' untuk
menggambarkan gerakan nyctinastic dan mereka umumnya disebut sebagai gerakan
tidur hari ini. Pergerakan tidur kacang sangat menonjol dalam penemuan jam biologis
endogen (Hopkins and Norman, 2009: 406).
Gerakan tidur telah dipelajari oleh beberapa ahli botani abad ke-18 dan 19,
termasuk Darwin. Namun, proses ini telah dipelajari secara luas oleh Ruth Satter dan
rekan-rekannya di Samanea samanan, anggota Leguminoseae dengan daun majemuk
ganda (Gambar 3.2). Di Samanea pinnae berpasangan dan pinnules biasanya
dipisahkan dan menyebar terpisah, sedangkan pada penutupan mereka melipat satu
sama lain. Di Samanea, pinnules berpasangan melipat secara basipetally (ke bawah),
tetapi pada spesies lain, seperti Mimosa pudica dan Albizzia julibrissin, penutupan
pinnules berpasangan adalah ke atas, atau acropetal. Daun majemuk ganda dari
Mimosa, Albizzia, dan Samanea semuanya memiliki tiga pulvini, tetapi daun

18
sederhana Phaseolus (kacang) hanya memiliki dua. Ini adalah pulvinus sekunder yang
umumnya menunjukkan perubahan yang lebih cepat atau dramatis dan akibatnya telah
dipelajari paling luas (Gambar 3.2). Mereka juga relatif besar (diameter 2-3 mm,
panjang 4-7 mm di Samanea) dan perubahan kelengkungan mudah terlihat dengan
mata telanjang (Hopkins and Norman, 2009; Taiz dan Jeiger,2003).
Semua respons nyctinastic bergantung pada perubahan turgor reversibel di
pulvinus. Bentuk pulvinus biasanya berbentuk silindris, dengan alur-alur melintang
yang menonjol yang memudahkan pembengkokan, pada sisi-sisi adaxial dan abaxial
(Gambar 3.2 A). Ini berisi inti vaskular sentral dengan xilem dan floem dikelilingi
oleh jaringan sclerenchyma. Jaringan vaskular mengasumsikan susunan linear ketika
melewati pulvinus, tampaknya meningkatkan fleksibilitas wilayah pulvinar. Di luar
inti vaskular adalah korteks yang terdiri dari 10 hingga 20 lapisan sel parenkim. Sel-
sel korteks luar memiliki dinding tipis dan elastis dan menunjukkan perubahan besar
dalam ukuran dan bentuk selama gerakan. Ini disebut sel motorik. Perubahan ukuran
dan bentuk sel-sel motorik bertanggung jawab atas pergerakan daun (Hopkins and
Norman, 2009: 406).

Gambar 3.2. (A) Pulvini sekunder Phaseolus vulgaris. (B) Diagram


skematis dari pulvinus sekunder kacang dalam penampang.
(Sumber: Hopkins and Norman, 2009: 407)

Sisi berlawanan dari pulvinus dikenal sebagai daerah ekstensor dan


lantai (Gambar 3.2 B). Wilayah ekstensor dibentuk oleh sel-sel motorik yang
kehilangan turgor selama gerakan penekukan, atau 'penutupan'. ’Sel-sel
motorik di wilayah lantai mendapatkan turgor selama penutupan dan
kehilangan turgor selama pembukaan. Dengan demikian, pembengkakan sel
motor ekstensor dan penyusutan sel motorik exor meluruskan pulvinus dan

19
membuka atau menyebar terpisah daun atau daun. Posisi relatif daerah
ekstensor dan lantai di pulvinus (apakah adaxial atau abaxial, misalnya) akan
dibalik, tergantung pada apakah penutupannya basipetal atau acropetal
(Hopkins and Norman, 2009: 407).
Pergerakan nyctinastic sensitif terhadap cahaya biru, status fisiologis
fitokrom, dan ritme endogen. Meskipun mekanisme persepsi sinyal dan
bagaimana tiga rangsangan ini berinteraksi tidak diketahui, jelas bahwa kedua
reseptor dan sistem yang merespons (sel-sel motorik) terletak di pulvinus
paling tidak beberapa sel terpisah. Diketahui bahwa phytochrome dapat
'mengatur ulang' jam endogen yang mengatur osilasi daun nyctinastic (Hopkins
and Norman, 2009: 407).
Seismonasty adalah respon terhadap stimulasi mekanik. Sejumlah
terbatas tanaman polongan yang memiliki pulvini dan menunjukkan gerakan
nyctinastic juga menunjukkan respons terhadap stimulasi mekanik. Fenomena
ini dikenal sebagai seismonasti. Karena tanaman seismonastik merespons
sentuhan, kadang-kadang dianggap thigmonastic. Namun, tanaman
seismonastik menanggapi berbagai rangsangan yang lebih luas termasuk
goncangan atau angin, jatuhnya hujan, luka karena pemotongan, dan panas
yang hebat atau terbakar. Contoh tanaman seismonastik yang paling dikenal
adalah semak tropis Mimosa pudica (Gambar 3.3). Keuntungan bertahan hidup
dari respons semacam itu tidak pasti. Beberapa orang berpendapat bahwa
karena tanaman ini tumbuh di daerah yang gersang dan terekspos di mana
mereka terpapar angin kering, pelipatan daun mungkin merupakan cara untuk
mengurangi kehilangan air. Lainnya menyarankan bahwa itu adalah cara
perlindungan dari herbivora besar atau serangga. Namun, satu hal yang jelas
responsnya sangat cepat. Ketika pulvinus dirangsang secara langsung,
pembengkokan dimulai dalam waktu kurang dari satu detik (Hopkins and
Norman, 2009; Taiz dan Jeiger, 2003).
Respon pamungkas, gerakan daun, tentu saja melibatkan pergerakan sel
motor pulvini sama seperti gerakan nyctinastic. Namun, ada tiga karakteristik
penting dari respons seismonastik yang telah melayani untuk memusatkan
perhatian pada langkah-langkah awal transduksi sinyal. Yang pertama adalah
kecepatan respons. Kedua, seismonasty mengikuti prinsip ‘‘semua-atau-tidak
sama sekali”, yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang jelas antara
20
intensitas stimulus dan luasnya respons. Ketiga, eksitasi disebarkan dari tempat
stimulasi. Kesamaan karakteristik ini dengan transmisi saraf hewan telah
menimbulkan harapan bahwa tanaman juga mungkin mampu mentransmisikan
rangsangan dalam bentuk perubahan potensial. Memang sekarang telah
ditetapkan dengan baik bahwa hampir setiap bagian dari tanaman Mimosa
dapat merasakan rangsangan dan mengirimkannya sebagai pulsa listrik ke
pulvini. Meskipun tanaman tidak memiliki jaringan saraf diskrit, tampaknya
tabung ayakan floo dapat dan berfungsi sebagai saluran untuk transmisi sinyal.
Stimulasi tangkai daun menghasilkan depolarisasi cepat yang diperbanyak
secara basipetal sepanjang tabung saringan pada kecepatan sekitar 2 cm s1.
Struktur unik tabung ayakan dengan kontinuitas protoplasmiknya melalui pelat
ayakan tampaknya cocok untuk transmisi sinyal listrik. Penampilan potensial
aksi berkorelasi dengan serapan proton yang cepat, menunjukkan bahwa
protonfluks bertanggung jawab atas depolarisasi. Ketika potensial aksi
mencapai pulvinus, tampaknya merangsang pembongkaran cepat baik K + dan
gula ke dalam apoplast. Air akan mengikuti dan hilangnya turgor yang
dihasilkan akan menyebabkan keruntuhan sel-sel motorik (Hopkins and
Norman, 2009; Taiz dan Jeiger,2003).

Gambar 3.3 Seismonasti pada Mimosa pudica. (A) Terbuka (B)


Tertutup.
(Sumber: Hopkins and Norman, 2009:410)

Peneliti lain telah menemukan bahwa zat yang diisolasi dari getah
floem Mimosa dan spesies lain akan merangsang penutupan Mimosa pulvini
ketika diterapkan pada ujung batang. Zat aktif telah diidentifikasi sebagai

21
turunan asam glikat glikosilasi (4-0-β-d-gluko-piranosil-6-sulfat)). Disebut
'turgorin,' zat ini telah diisolasi dari 14 tanaman tingkat tinggi yang
menunjukkan gerakan nyctinastic. Telah disarankan bahwa turgorin dapat
menimbulkan potensi aksi dengan cara yang mirip dengan neurotransmitter
hewan, asetilkolin (Hopkins and Norman, 2009: 410).

D. Gerak Tigmotropisme
Mekanisme gerak tigmotropisme adalah adaptasi yang memungkinkan
tanaman mengubah tingkat pertumbuhan, mengubah morfologi, menghasilkan
tropisme, menghindari hambatan, mengontrol perkecambahan, melekat pada
struktur pendukung, menginfeksi tanaman inang, memfasilitasi penyerbukan,
mempercepat pergerakan serbuk sari, spora, atau biji, dan menangkap mangsa.
Tigmotropisme adalah gerak bagian tumbuhan karena adanya rangsangan sentuhan
satu sisi atau persinggungan. Respons terhadap gangguan mekanis dapat terjadi
dengan kecepatan yang mengesankan dan bahkan Stimulus tigmo mungkin cukup
halus misalnya, menyentuh daun Mimosa akan menyebabkan pelipatan daun
dimulai dalam 1 detik, mengganggu rambut pemicu pada daun perangkap Venus
akan menyebabkan perangkap untuk menutup dalam 1 detik, dan menyentuh
rambut pemicu dalam kandung kemih Utricularia menyebabkan jebakan untuk
menutup dalam perkiraan 0,01 detik. Respon gerak tigmo ditemukan di seluruh
jajaran kerajaan tumbuhan, dari jamur hingga alga, lumut, pakis, dan tanaman
tingkat tinggi. Contoh gerak tigmotropisme yaitu gerak membelit ujung batang atau
sulur dari cucurbitaceae dan, passiflora. Contoh tanaman yang bersulur adalah
ercis, anggur, markisa, semangka dan mentimun (Harahap, 2012; Jaffe, et all,
2002).
Tigmotropisme merupakan arah gerak tumbuh yang terjadi oleh respons
terhadap sentuhan. Tigmotropisme umumnya ditemukan pada tumbuhan pemanjat
dan pembelit, pada suatu struktur organ mereka yang disebut sulur (tendril). Gerak
ini terjadi pula pada beberapa tumbuhan berbunga dan fungi. Sulur akan terus
tumbuh memanjang mencari struktur pendukung untuk mengokohkan tegaknya
tanaman tersebut. Sulur sangat sensitif terhadap sentuhan. Terjadinya kontak antara
sulur dengan suatu benda akan merangsang sulur tersebut tumbuh membengkok ke
arah benda yang tersentuh tadi, disebabkan teljadi perbedaan kecepatan
pertumbuhan karena di duga sel-sel yang terkena kontak sentuhan akan
22
memproduksi ABA yang menghambat pertumbuhan sedangkan sisi yang
berlawanan menghasilkan auksin sehingga pertumbuhannya menjadi lebih cepat.
Akibatnya sulur membelok dan meliliti sumber sentuhan. Respon sulur sebagian
melibatkan perubahan turgor. Di duga telah terjadi perubahan kandungan ATP dan
fosfat anorganik yang cepat akibat rangsangan sentuhan pada sulur (Harahap, 2012;
Jaffe, et all, 2002).
Selain itu, merujuk pada Taiz & Zeiger (2005), dalam buku Plant
Physiology, Fifth Edition, bahwa auksin berperan pula dalam tigmotropisme.
Distribusi auksin yang tidak merata dapat saja menyebabkan pergerakan ini terjadi.
Merujuk pada percobaan yang dilakukan oleh Mark Jaffe yang dikutip dalam
Chamovitz (2012), dalam buku What a Plant Knows : A Field Guide to the Sense,
bahwa peran auksin dalam pergerakan ini mirip dengan peran auksin pada
fototropisme, dimana tumbuhan pemanjat yang ditempatkan ditempat terang lebih
mampu melakukan tigmotropisme dibandingkan ditempat gelap.

1
2

Gambar 4.1. Gerak tigmotropisme pada sulur.


(Sumber: Stern, et all,2012: 201)

E. Gerak Hidrotropisme
Hidrotropisme adalah gerak bagian tumbuhan karena rangsangan air. Jika
gerakan itu mendekati air maka disebut hidrotropisme positif. Misalnya, akar
tanaman tumbuh bergerak menuju tempat yang banyak airnya di tanah. Jika
tanaman tumbuh menjauhi air disebut hidrotropisme negatif. Misal gerak pucuk
batang tumbuhan yang tumbuh ke atas air. Contoh umum lainnya dari gerak
hidrotropisme ini adalah akar yang tumbuh membengkok kearah daerah yang
memiliki level kelembaban lebih tinggi. Respon tumbuhan tanaman ditentukan oleh
stimulus gradient atau konsentrasi air (kelembaban). Kelembaban menyebabkan

23
membeloknya akar ke daerah yang mengandung air dengan konsentrasi yang lebih
besar. Hal ini sangat membantu tumbuhan dalam meningkatkan efisiensinya dalam
ekosistem (Harahap, 2012; Schooley, 1997).
Terdapat peneliti yang mengungkapkan bahwa ujung akar sama sekali tidak
memiliki kemampuan mengindera air. Hidrotropisme sulit untuk diobservasi, dan
gravitropisme biasanya lebih berperan dalam pergerakan akar menuju air di tanah.
Oleh karena itu pengamatan terkait hidrotropisme belum banyak berkembang,
karena bagian tumbuhan yang mendapat pengaruh adalah akar dan hal tersebut
sangat sulit diteliti. Tetapi jika dibandingkan dengan pengaruh gravitasi,
pertumbuhan akar ke bawah lebih di mungkinkan karena adanya rangsangan
gravitasi di bandingkan rangsangan air (Eapen, et all, 2005; Harahap, 2012:
Takahashi, et all, 2003).

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan makalah berdasarkan tujuan dan pembahasan sebagai berikut:
1. Fototropisme merupakan respons pertumbuhan terhadap gradien cahaya, meskipun
di laboratorium biasanya dipelajari dengan menjadikan organ sebagai cahaya
unilateral. Fototropisme adalah respons terhadap cahaya biru dan UV-A; dimediasi
oleh flopoprotein yang disebut fototropin, yang terletak di membran plasma.
2. Gravitropisme adalah gerak pertumbuhan ke arah atau menjauhi tarikan gravitasi
bumi, di mana gerak ke arah gravitasi bumi disebut gravitropisme positif,
sedangkan gerakan pertumbuhan menjauhi gravitasi bumi disebut gravitropisme
negatif.
3. Tumbuhan menunjukkan berbagai respons nastic. Salah satu yang paling menonjol
adalah gerakan periodik daun yang dikenal dengan gerakan tidur, atau nyctinasty.
4. Tigmotropisme merupakan arah gerak tumbuh yang terjadi oleh respons terhadap
sentuhan. Tigmotropisme umumnya ditemukan pada tumbuhan pemanjat dan
pembelit, pada suatu struktur organ mereka yang disebut sulur (tendril).
5. Hidrotropisme adalah gerak bagian tumbuhan karena rangsangan air. Jika gerakan
itu mendekati air maka disebut hidrotropisme positif.

B. Saran
Penulis mengharapkan agar pembaca memperhatikan factor-faktor pada gerak
tumbuhan dalam memelihara tanaman dilingkungan sekitar.

25
DAFTAR PUSTAKA

Advinda, Linda. 2018. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta: CV Budi Utama.

Capon, Brian. 2005. Botany for Gardeners, Revised Edition. USA: Timber Press.

Chamovitz, Daniel. 2012. What a Plant Knows : A Field Guide to the Sense. USA:
American.

Eapen, et al. 2005. Hydrotropism : Root Growth Responses to Water. Journal of Plant
Science. Volume 10, Number 1.

Harahap, Fauziah. 2012. Fisiologi Tumbuhan: Suatu Pengantar. Medan: Universitas


Medan Press.

Hopkins, William G., and Norman P. A. Huner. 2009. Introduction to Plant Physiology
Fourth Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Jaffe, Mordecai J., A. Carl Leopold And Richard C. Staples. Thigmo Responses In Plants
and Fungi. American Journal of Botany. Volume 89, Number 3.

Liscum, Emmanuel and Emily L. Stowe-Evans. 2002. Phototropism: A ‘‘Simple’’


Physiological Response Modulated by Multiple Interacting Photosensory-response
Pathways. Journal Photochemistry and Photobiology. Volume 72, Number 3.

Pedmale, Ullas V., et all. 2010. Phototropism: Mechanism and Outcomes. Journal
BioOne- The Arabidopsis Book. Number 8. Doi: 10.1199/tab.0125.

Taiz, Lincoln, and Eduardo Zeiger. 2002. Plant Physiology Thrid Edition. Sunderland:
Sinauer Associates.

Taiz, Lincoln, and Eduardo Zeiger. 2005. Plant Physiology Fifth Edition. Sunderland:
Sinauer Associates.

26
Takashi, et al. 2003. Hydrotropism Interact with Gravitropism by Degrading Amyloplas in
Seedling Root of Arabidopsis and Radish. Journal of Plant Physiology.
Volume, 132, Number 2.

Schooley, James. 1997. Introduction to Botany. USA : Delmar Publisher.

Stern, et al. 2012. Introductory : Plant Biology, Eleventh Edition. USA : McGraw – Hill.

2
1

27

Anda mungkin juga menyukai