Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Analisa Oksidimetri/Reduktometri


1.2 Tanggal Praktikum : 07 November 2019
1.3 Pelaksana Praktikum : Kelompok 6 (A1)
1. Nur Annisa NIM.180140011
2. Mahfuddara NIM.180140020
3. Lailatul Munawarah NIM.180140027
4. Zuriatina Zaira NIM.180140036
5. Hary Purnomo Agy NIM.180140116
1.4 Tujuan Praktikum : 1. Penentuan suatu zat kimia terjadi redoks
2. Untuk menentukan kadar Fe dalam garam-
garam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Oksidimetri/Reduktometri adalah salah satu macam titrasi. Oksidometri/


reduktometri adalah metode titrimetri berdasarkan reaksi reduksi dan oksidasi dari
titran dan titrat. Oksidimetri/reduktometri digunakan untuk analisis logam dalam
suatu persenyawaan dan analisis senyawa organik (Fessenden, 1989).

2.1 Oksidimetri
Oksidimetri merupakan salah satu jenis reaksi kimia yang digunakan analisis
volumetrik adalah reaksi oksidasi reduksi. Jenis reaksi ini melibatkan adanya transfer
elektron antara oksidator dan reduktor. Istilah oksidasi mengacu pada setiap
perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi
digunakan untuk setiap penurunan biloks. Oksidator adalah senyawa dimana atom
yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,
atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Banyak titrasi redoks
dilakukan dengan indikator warna.
Dalam banyak prosedur analitik, analit ada dalam lebih dari satu keadaan
oksidasi dan harus diubah menjadi keadaan oksidasi tunggal sebelum dilakukan
titrasi. Preaksi redoks yang digunakan harus mampu mengubah analit secara lengkap
dan cepat kedalam oksidasi yang diinginkan. Titrasi redoks merupakan salah satu
cara penentuan berbagai senyawa yang mudah, cepat, dan tepat. Akan tetapi, sebelum
titrasi redoks dapat dijalankan, senyawa yang akan ditentukan harus diubah
seluruhnya terlebih dahulu menjadi bentuk tereduksinya atau bentuk oksidasinya.
Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam.
Kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat bereaksi dengan
cara yang berbeda-beda, tergantung dari pH larutannya. Kekuatannya sebagai
oksidator juga berbeda-beda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda
itu. Reaksi yang bermacam ragam ini disebabkan oleh keragaman valensi mangan,
dari 1 sampai 7 yang semuanya stabil kecuali valensi 1 dan 5.
Kebanyakan titrasi dilakukan dalam keadaan asam disamping itu ada beberapa
titrasi yang sangat penting dalam suasana basa untuk bahan-bahan organik. Daya
oksidasi MnO4- dalam keadaan ini lebih kecil sehingga letak kesetimbangan kurang
menguntungkan. Untuk menarik kesetimbangan kearah titrasi, titrat ditambah Ba2+
yang dapat mengendapkan ion MnO4- sebagai BaMnO4. Selain menggeser
kesetimbangan kekanan, pengendapan ini juga mencegah reduksi MnO42- itu lebih
lanjut.
Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari 100 tahun. Kebanyakan titrasi
dilakukan dengan cara langsung atas analat yang dapat dioksidasi seperti misalnya
Fe2+, asam garam oksalat yang dapat larut, dan sebagainya. Beberapa ion logam yang
tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung, antara lain: ion-ion Ca, Ba, Sr,
Pb, Zn, dan Hg (II) yang mula-mula diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan
disaring dan dicuci, dilarut dalam asam sulfat berlebih sehingga terbentuk asam
oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dapat dihitung
banyaknya ion logam yang bersangkutan.
Kalium permanganat mampu mengoksidasi air sebagai berikut:
4MnO4- + 2H2O 4MnO2 + 3O2 + 4OH-..........................(2.1.2)
Konstan kesetimbangan reaksi ini juga besar, tetapi lajunya kecil. Tampak
bahwa asam akan menggeser reaksi ke kanan, selain itu MnO2 merupakan katalisator.
Tak heran bila buret bekas KMnO4 sering tampak kecoklat-coklatan akbiat MnO2
yang terbentuk. Kristal KMnO4 untuk pembuatan larutan sudah sering terkontaminasi
dengan MnO2, disamping itu MnO2 juga mudah terbentuk didalam larutan karena
adanya berbagai bahan organik.
Penyebab-penyebab kesalahan pada titrasi ini adalah:
1. Larutan peniter KMnO4 pada buret. Apabila percobaan dilakukan dalam
waktu yang lama, larutan KMnO4 yang terkena sinar akan terurai menjadi
MnO2 sehingga pada titrasi akhir akan diperolah pembentukan presipitat
cokelat dan yang seharusnya adalah larutan berwarna merah.
2. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4.
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan KMnO4 yang telah
ditambahkan asam sulfat dan telah dipanaskan.
3. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan KMnO4 yang telah
ditambahkan asam sulfat yang telah dipanaskan mungkin akan terjadi
kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai
menjadi air (W.Harjadi, 1986).

2.2 Reduktometri
Reduktometri adalah teknik titrasi yang menggunakan titran sebagai suatu
reduktor. Salah satu teknik ini adalah iodometri. Iodometri dibedakan menjadi
iodometri langsung dan iodometri tidak langsung. Pada iodometri langsung I2
langsung digunakan sebagai titran dan bahan yang dianalisis digunakan sebagai titrat.
Iodometri tidak langsung adalah metode titrasi berdasarkan reduksi zat analat oleh ion
iodium sehingga timbul I2. Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat,
karena dalam metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2, I2
inilah yang dititrasi dengan natrium thiosulfat (R.A.Day, 1986).
Daya reduksi ion iodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan. Reaksi
S2O3 = I2 berlangsung baik dari segi kesempurnaan berdasarkan potensial redoks
masing-masing. Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik karena oksidator
lain tidak mengubah S2O3 menjadi S4O6 melainkan SO3.
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang di titrasi
itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula coklat agak tua, menjadi
lebih muda lalu kuning, kuning muda dan seterusnya, maka titik akhir dapat
ditentukan dengan cukup jelas. Namun lebih muda dan lebih tegas bila ditambahkan
amilum kedalam larutan sebagai indikator. Amilum dengan I2 membentuk suatu
kompleks berwarna biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I2 sedikit sekali. Pada
titik akhir iod, iod yang terikat itu pun hilang bereaksi dengan titran sehingga warna
biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas. Penambahan
amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila iod sudah
tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning-muda. Maksudnya ialah agar
amilum tidak membungkus iod dan menyebabkannya sukar lepas kembali. Hal itu
akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan
tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil
penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir.
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat, sehingga hanya zat-zat yang
merupakan reduktor yang cukup kuat dapat di titrasi. Amilum, dengan perubahan dari
tak berwarna menjadi biru. Iod sebagai zat padat sukar larut dalam air, yaitu hanya
sekita 0,0013 mol per liter pada 250C , tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI
karena membentuk ion I3-, maka larutan dibuat dengan KI sebagai pelarut. Larutan
iod ini tidak stabil, sehingga standarisasi perlu dilakukan berulang kali.
Ketidakstabilan iod disebabkan oleh penguapan iod. Reaksi iod dengan karet, gabus,
dan bahan organik lain yang mungkin masuk dalam larutan lewat debu dan asap, dan
oksidasi oleh udara pada pH rendah, oksidasi ini dipercepat oleh cahaya dan panas.
Maka larutan hendaknya disimpan dalam botol berwarna gelap di tempat sejuk juga
harus dihindarkan kontak dengan bahan organik maupun gas mereduksi seperti SO2
dan H2S. Sebagai oksidator lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna. Karena
itu, sering dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kearah reaksi antara lain
dengan mengatur pH atau menambahkan bahan pengkompleksan seperti yang
dilakukan pada titrasi Fe2+. Larutan baku iod sering di standarisasi dengan larutan
natrium thiosulfat.
Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134mol/liter pada 250C) namun larut
cukup banyak dalam larutan-larutan yang mengandung ion iodida, dengan konstanta
kesetimbangan sekitar 710 pada 250C. Suatu kelebihan kalium iodida ditambahkan
untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan keatsiran iodin. Biasanya
sekitar 3 sampai 4 % berat KI ditambahkan kedalam larutan 0,1 N dan botol yang
mengandung larutan ini disumbat dengan baik (Keenan R, 1992).
Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu
atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan
kloroform, dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari
titrasi-titrasi. Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih
umum dipergunakan karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak
sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin. Mekanisme pembentukan kompleks
yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa molekul-molekul
iodin tertahan di permukaan, suatu konstituen dari kanji. Larutan-larutan kanji dengan
mudah di dekomposisinya oleh bakteri, dan biasanya sebuah substansi, seperti asam
borat, ditambahkan sebagai bahan pengawet.
Standarisasi larutan thiosulfat, larutan tersebut tidak stabil pada jangka waktu
yang cukup lama, sehingga natrium karbonat seringkali ditambahkan sebagai bahan
pengawet. Sejumlah substansi dapat dipergunakan sebagai standar-standar primer
untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodin adalah standar yang paling jelas namun jarang
dipergunakan dikarenakan kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan yang
lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi
kuat (Hart H, 2003).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan adalah :
1. Neraca digital 1 buah
2. Labu ukur 100ml 1 buah
3. Pipet tetes 1 buah
4. Erlenmeyer 1 buah
5. Hot plate 1 buah
6. Statif 1 buah
7. Buret 1 buah
8. Spatula 1 buah
9. Kaca arloji 1 buah
10. Termometer 1 buah
11. Corong 1 buah
12. Aluminium Foil 1 buah
13. Gelas Kimia 1 buah
14. Bola Penghisap 1 buah
15. Pipet Volume 1 buah

3.1.2 Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan sebagai berikut:
1. FeCl2 (Besi Klorida) 2 ml
2. H2SO4 30% 3 ml
3. KI 20% 5 ml
4. NaHCO3 1 gram
5. Tio 0,1 N Secukupnya
6. Kanji 3 tetes
7. Aquadest Secukupnya

3.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut.
1. Ditimbang dengan teliti 2 gram besi klorida dan dimasukkan ke dalam labu
ukur yang berukuran 100 ml. larutan dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan
kedalam erlenmeyer yang ditutup menggunakan aluminium foil.
2. Kemudian dibubuhi dengan 3 ml H2SO4 30%, 5 ml KI 20%, dan 1 gram
NaHCO3 sampai terbentuk CO2.
3. Labu ditutup dan di biarkan 10 menit, kemudian ditambahkan larutan kanji
(air dipanaskan sampai 70oC dan selanjutnya dimasukkan kanji dan diaduk
hingga tercampur dengan sempurna) dan dititrasi kembali.
4. Di titrasi dengan tio sampai warna coklat berubah menjadi kuning. Titrasi
dihentikan dan tambahkan amilum (larutan kanji) dan akan berubah warna
menjadi biru.
5. Titrasi dilanjutkan lagi dengan tio sampai berwarna biru dan akan berubah
menjadi warna putih.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil dari percobaan ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Hasil percobaan analisa Oksidimetri/Reduktometri
No Cara Kerja Hasil Pengamatan
1. 2 ml larutan FeCl2 + 3 ml H2SO4 Saat dicampurkan 5 ml KI, campuran
30% + 5 ml KI kedalam yang berada didalam erlenmeyer
erlemenyer berubah warna sementara dengan warna
coklat. Kemudian warnanya berubah
kembali menjadi warna kuning.
2. Kemudian ditambahkan 1 gram Terdapat gas CO2 didalam campuran,
NaHCO3 kedalam erlenmeyer, yang ditandai dengan timbulnya
dan tutup dengan aluminium foil gelembung-gelembung gas dalam
campuran.
3. Campuran didiamkan selama 10 Terlihat endapan berwarna kuning pada
menit didalam erlenmeyer bagian bawah erlenmeyer.
4. Kemudian campuran ditambah 3 Terdapat endapan berwarna coklat
tetes amilum dalam campuran.
5 Lalu campuran dititrasi dengan Campuran berwarna kuning keruh
tio 0,1 N sampai end point dengan menghasilkan volume titran 1,5
ml
6 Kemudian campuran Terdapat endapan kuning, dan
ditambahkan dengan 3 tetes campuran cenderung berwarna kuning
amilum sebagai indikator bening.
7. Kemudian campuran dititrasi Campuran menjadi lebih bening dari
kembali dengan tio 0,1 N sampai sebelumnya. Dan menghasilkan volume
end point titran sebanyak 3 ml.

4.2 Pembahasan
Pada percobaan analisa oksidimetri/reduktometri dengan menganalisa kadar
Fe dalam sampel. 2 ml larutan FeCl2 ditambahkan 3 ml H2SO4 30%. Penambahan
H2SO4 pada larutan FeCl2 berfungsi untuk menambahkan kadar asam pada sampel.
Kemudian ditambahkan 5 ml KI, setelah ditambahkan KI larutan berubah menjadi
warna kuning, hal ini dikarenakan KI yang bereaksi dengan udara akan berubah
menjadi warna kuning. Setelah itu ditambahkan 1 gram NaHCO3, kemudian
terbentuk gelembung-gelembung yang disebabkan oleh NaHCO3 bereaksi dengan
bahan-bahan tadi dan membentuk gas karbondioksida (CO2). Erlenmeyer kemudian
ditutup dan didiamkan selama 10 menit agar CO2 yang ada pada erlenmeyer tidak
bereaksi dengan O2 yang ada pada lingkungan. Karena apabila ada O2 berlebih dapat
menyebabkan kesalahan pada titrasi. Selanjutnya larutan titrasi ditambahkan dengan
amilm terlebih dahulu sebanyak 3 tetes. Setelah itu dititrasi menggunakan thio
(Na2S2O3) hingga tercapai titik end point dengan menghasilkan volume titran
sebanyak 1,5 ml dengan warna kuning keruh. Lalu campuran ditambahkan 3 tetes
amilum lagi yang berfungsi sebagai indikator perubahan warna sehingga perubahan
warna yang terjadi dapat diamati dengan jelas. Kemudian setelah itu dititrasi kembali
menggunakan thio (Na2S2O3) sampai titik end point hingga campuran berubah
menjadi bening.
Dari hasil yang diperoleh dari praktikum, dapat diketahui bahwa pada
percobaan ini merupakan reaksi oksidasi dan reduksi. Dimana reaksi oksidasi terjadi
ditandai dengan adanya perubahan warna pada campuran. Sedangkan pada reaksi
reduksi ditandai dengan adanya gelembung gas CO2 yang dihasilkan dari
penambahan NaHCO3 pada campuran. Setelah melakukan percobaan dapat diketahui
bahwa kadar FeCl2 sebesar 11,38% dan kadar Fe sebesar 5,017%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat pada percobaan ini adalah :
1. Titrasi adalah suatu prosedur yang digunakan dalam kimia untuk penentuan
konsentrasi atau kadar suatu zat yang tidak diketahui kadarnya dengan
menggunakan zat yang telah diketahui kadarnya.
2. Titrasi dilakukan dengan menggunakan metode analisa iodometri, yaitu
metode titrasi redoks yang melibatkan iodin dan Na2S2O3.
3. Dalam percobaan, adanya perubahan warna yang terjadi pada campuran
adalah reaksi oksidasi.
4. Dalam percobaan, adanya gelembung gas yang dihasilkan dari penambahan
NaHCO3 pada campuran menandakan bahwa reaksi tersebut adalah reaksi
reduksi.
5. Kadar %FeCl2 yang didapatkan yaitu sebesar 11,38% dan kadar %Fe yang
terkandung yaitu sebesar 5,017%.

5.2 Saran
Pada titrasi dalam percobaan ini adalah titrasi iodometri, titrasi iodometri
dilakukan pada pH antara 5 dan 9, maka kesalahan oksigen menjadi kecil, namun
sebaiknya jangan membiarkan larutan untuk dititrasi tergeletak terlalu lama,
sebaiknya secepatnya dititrasi setelah penambahan KI.

Anda mungkin juga menyukai