Anda di halaman 1dari 14

ANALISA KADAR MSG PADA PRODUK BAKSO

DAGING SAPI DENGAN METODE HPLC

Noer Hanani 155070501111008


Monica Andika Putri 155070501111031
Habsari Yusrindra Siwi 155070500111010
Ni Putu Ayu Meldayani 155070507111005
Zalfa Hibatullah Rahadatul Aisy 155070500111024
Savira Septiarini 155070501111017

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia konsumsi makanan bakso sapi sudah sangat biasa di kalangan umum, terlebih
dengan perkembangan indsutri pangan yang menyediakan berbagai macam produk daging bakso
sapi olahan yang siap masak atau fast food. Glutamat secara alami terdapat pada makanan yang
mengandung protein. Saat ini Monosodium glutamat (MSG) dapat diperoleh dengan proses
fermentasi menggunakan pati, atau tebu sebagai bahan baku. Ini adalah tambahan penting untuk
meningkatkan rasa makanan aditif ini selaras dengan rasa garam dan asam, dan kontribusinya pada
makanan manis itu buruk. Hanya dalam bentuk inilah glutamat bisa meningkatkan rasa makanan.
Monosodium glutamat adalah garam natrium dari asam amino non-esensial. Bahan ini
dijual sebagai bahan kristal putih halus yang mirip dengan garam atau gula. MSG banyak
digunakan sebagai penambah rasa dalam berbagai olahan makanan (misalnya sup, mie, kecap, dll)
Konsentrasi palatabilitas optimal untuk MSG adalah antara 0,2% dan 0,8%, dan dosis palatable
terbesar untuk manusia adalah sekitar 60 mg / kg berat badan.
Penggunaan MSG telah menjadi kontroversial sejak tahun 1980 dan banyak pertanyaan
telah diajukan sejak saat itu tentang keamanannya. Ketika orang-orang tertentu mengkonsumsi
makanan yang mengandung MSG, gejala dapat terjadi seperti sakit kepala, mual, tekanan wajah,
sesak, dan nyeri dada. Faktanya bahwa bahan MSG ini diklasifikasikan tidak ada batas maksimum
yang dapat ditambahkan (not specified), berdasarkan PerKBPOM No. 23 Tahun 2013 Tentang
Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Penguat Rasa. Namun demikian terdapat
beberapa referensi yang menunjukkan bahwa di atas jumlah tertentu MSG memiliki kemungkinan
menimbulkan efek toksik, dan ini terkait dengan beberapa penyakit miokard dan hati. Hal ini juga
telah menyarankan bahwa asam amino eksitasi (asam glutamat dan aspartat) mungkin memainkan
peran sentral dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Telah dilaporkan pula bahwa MSG sebagai
dapat menjadi faktor yang memberatkan penyakit neurodegeneratif lainnya, misalkan Alzheimer,
amyotrophic lateral sclerosis.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas, kami menganggap bahwa kuantifikasi
glutamat dalam makanan berguna dan dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas keamanan
pangan. Ada banyak metode untuk menentukan aditif ini pada makanan, misalnya teknik
amperometrik, enzimatik, spektrometri, dan teknik kromatografi cair sehingga dapat digunakan
untuk menentukan aditif ini pada daging dan produk daging. Semua metode tersebut terdapat
sejumlah kekurangan, seperti prosedur preparasi sampel yang terlalu merepotkan dan terutama
merugikan ekonomi. Ini menekankan perlunya metode analisis sederhana dan mudah untuk
pengukuran MSG yang akurat dan andal, dengan menggunakan metode High Pressure Liquid
Chromatography (HPLC).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pada latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Apakah metode HPLC adalah metode yang valid dan dapat digunakan sebagai metode
analisa untuk mengetahui kadar MSG dalam daging bakso sapi secara kualitatif dan
kuantitatif ?
b. Apakah kadar MSG dalam daging bakso sapi terstandar telah sesuai dengan kadar yang
dianjurkan ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bahwa metode HPLC ini adalah metode yang valid dan dapat digunakan
sebagai metode analisa untuk mengetahui kadar MSG dalam daging bakso sapi secara
kualitatif dan kuantitatif, serta untuk mengetahui kesesuaian kadar MSG dalam daging bakso
sapi terstandar dengan kadar yang dianjurkan.
1.4 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat agar metode HPLC ini dapat diterima dan digunakan sebagai
metode analisa untuk pengukuran kadar MSG pada daging bakso sapi yang sederhana, mudah,
akurat dan handal. Serta dapat digunakan dalam laboratorium food quality control.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monosodium Glutamate


Monosodium glutamate (MSG) adalah bahan aditif yang banyak digunakan sebagai
penguat rasa pada makanan. MSG meningkatkan cita rasa masakan dengan memberikan
rasa gurih pada daging sapi, daging ayam, seafood dan sayuran. Monosodium glutamate
berbentuk kristal putih yang mudah mengalir atau serbuk kristalin. Senyawa ini tidak
berbau dan berasa seperti daging. Jumlah MSG yang digunakan untuk masakan adalah 0,2-
0,9 % b/b (Rowe, 2009). Dosis maksimal MSG untuk manusia adalah sekitar 60 mg/kg
berat badan (Walker dan Lupien, 2000).
Monosodium glutamate adalah excitotoxin, yang mana merupakan senyawa kimia
yang dapat mengeksitasi sel saraf dan dapat menyebabkan kematian. Senyawa ini dapat
memperparah berbagai kelainan neurologis seperti penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Penggunaan monosodium glutamate pada makanan menjadi kontrovesi karena dapat
menyebabkan berbagai efek samping. Efek samping yang dapat ditimbulkan MSG antara
lain kejang, kerusakan sel otak, alergi, ruam, serangan asma, sakit kepala, dan tumor otak.
Selain itu, MSG juga sering menyebabkan gejala seperti sakit kepala, kesemutan, wajah
kemerahan, otot kaku, dan menjadi lemah. Prevalensi dari gejala-gejala tersebut yaitu
sebesar 1-2% dari populasi umum (Mustafa, dkk., 2015).

Gambar 1. Struktur Monosodium Glutamate (Rowe, 2009)


Rumus molekul : C5H8NO4Na
Berat molekul : 169,13 g/mol
Kelarutan : larut dalam air, sedikit larut dalam etanol (95%)
pKa : 7,0 (dalam larutan 0,2% b/v)
Densitas : 1,62 g/cm3
(Rowe, 2009).
2.2 Bakso
Bakso merupakan makanan khas Cina yang sudah populer di Indonesia.
Kepopuleran ini karena bakso memiliki berbagai variasi yang dapat memenuhi selera dan
daya beli masyarakat. Bakso sapi merupakan salah satu jenis bakso yang menyertakan
daging sapi sebagai bahan bakunya. Rasa daging sapi inilah yang paling digemari diantara
jenis bakso lainnya. Rasa bakso sapi dipengaruhi oleh komposisi terigu dan daging sapi
yang digunakan. Selain mempengaruhi rasa tentu juga mempengaruhi harga jual.
Keragaman cara penyajian, rasa, harga jual menyebabkan pembeli mudah memilih bakso
yang sesuai dengan selera.
Bakso tradisional Indonesia atau lebih dikenal dengan bakso diproduksi dari
campuran daging yang ditumbuk halus dengan garam, tepung tapioka, dan bawang putih.
Adonan kemudian dibuat bulat menyerupai bola pingpong dimasak dalam air mendidih dan
disajikan dengan mie, tahu goreng atau kukus yang diisi dengan daging cincang. Kualitas
bakso ditentukan oleh daging yang digunakan sebagai bahan baku dan kandungan daging
tersebut dibandingkan dengan patinya. Pada umumnya bakso yang bermutu tinggi, kadar
patinya rendah yaitu sekitar 15% dari total adonan. Semakin tinggi kandungan patinya
semakin rendah mutu bakso yang dihasilkan, sehingga harganya akan semakin murah
(Winarno, 1997).
Menurut SNI 01-3818-1995 bakso adalah produk makanan berbentuk bulatan atau
lain, yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%)
dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta bahan
tambahan makanan yang izinkan. Syarat mutu bakso menurut SNI yaitu bau bakso yang
normal atau bau khas dari daging yang digunakan, rasa yang gurih, warna yang normal
(keabu-abuan), teksturnya yang kenyal, tidak mengandung bahan tambahan makanan yang
berbahaya.
Bakso memiliki cita rasa gurih yang sangat kuat. Salah satu bahan yang digunakan
untuk menambah rasa pada produk makanan ini adalah monosodium glutamat. Bahan aditif
ini ditambahkan ke dalam produk makanan oleh penjual agar rasa bakso lebih enak dan
lebih disukai konsumen.
2.3 Teknik Preparasi Sampel
2.3.1 Sampel padat
MSG harus dipisahkan dari konstituen lain dalam produk makanan. Isolasi
MSG dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Metode ekstraksi yaitu sampel
ditambahkan air suling kemudian dicampur hingga homogen. Kemudian campuran
sampel dengan air tersebut disaring menggunakan corong Buchner dan vakum.
Prosedur ini diulang hingga diperoleh volume sampel sesuai dengan yang
diinginkan. Ekstrak dari makanan tersebut diambil sejumlah 10 mL kemudian
ditambahkan trichloroetylene 2 mL dan disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit. Fase organik dari hasil ekstraksi ini dibuang dan fase aqueous
digunakan untuk analisis HPLC. (Rodriguez, dkk., 2003).
Teknik preparasi yang terpilih adalah sampel padat dengan metode HPLC
karena sampel yang akan digunakan adalah bakso (padat), mampu memisahkan
molekul-molekul dari suatu campuran dengan daya memisah yang tinggi, waktu
analisa cukup cepat, analisis HPLC sudah tepat karena sampel tidak mudah
menguap dan zat yang tidak stabil.
2.3.2 Sampel serbuk
Sampel yang berupa serbuk ditimbang secara akurat sebanyak 1 g dan
dipindahkan ke labu ukut 100 mL, kemudian ditambahkan akuades sebanyak 50
mL dan disonikasi selama 15 menit hingga serbuk terlarut sempurna. Setelah itu
ditambahkan air sampai tanda batas dan dikocok. Larutan sampel selanjutnya
disaring menggunakan kertas saring Whatmanns No. 42. Sebanyak 1 mL filtrat
dipipet ke dalam labu ukur 10 mL dan diencerkan dengan metanol hingga tanda
batas dan digunakan untuk analisis HPTLC (Krishna, dkk., 2010).
2.3.3 Sampel cairan
Apabila sampel berupa cairan, dibuat larutan dengan konsentrasi yang
sesuai dengan cara mengambil sejumlah sampel dengan berat yang cukup dan
dilarutkan dengan 25 ml aquades (Acebal, dkk., 2008).
2.4 Metode Analisis
Pengukuran kadar MSG pada makanan secara kuantitatif berguna untuk
mengevaluasi kualitas dan keamanan dari produk makanan tersebut. Terdapat beberapa
metode analisis yang dapat dilakukan untuk mengukur bahan aditif pada produk makanan,
antara lain amperometri, enzimatik, spektrofotometri, teknik kromatografi, dan lain-lain.
Berikut adalah beberapa metode analisis MSG:
2.4.1 Metode HPLC
Metode HPLC digunakan untuk mengidentifikasi karena metode ini sudah
terbukti reproduksibel dan dapat digunakan untuk kontrol kualitas produk
makanan. Setelah sampel dipreparasi, untuk mendeteksi analit pada panjang
gelombang 254 nm harus dilakukan metode derivatisasi asam glutamat.
Derivatisasi dilakukan karena MSG itu sendiri memiliki struktur asam amino.
Derivatisasi dapat meningkatkan sensitivitas dari analisis dan mengurangi
terjadinya reaksi yang tidak diinginkan antara analit dengan bahan lain. Beberapa
reagen yang dapat digunakan untuk derivatisasi antara lain dinitrophenyl (DNP),
phenylthiohydantion (PTH), ortophtaldehyde (OPA), dan dinitroflorobenzene
(DNFB), dan dansyl chloride (DNS). pH diatur hingga mencapai 7,5 8
menggunakan natrium bikarbonat 5%. Kemudian, sampel ditambahkan dengan
salah satu reagen derivatisasi, dan dikocok pada keadaan gelap pada suhu 40oC
selama 3 jam. Selanjutnya dilakukan ekstraksi untuk menghilangkan reagen
derivatisasi. Setelah didapatkan residu analit, residu tersebut dilarutkan dalam
metanol kemudian diinjeksikan ke HPLC. Kondisi percobaan menggunakan HPLC
yaitu suhu 25o C, laju alir pelarut 1,2 mL/menit, panjang gelombang detektor
ultraviolet 254 nm, dan fase gerak yang digunakan adalah asetonitril 25% dan asam
asetat glasial 75% (Rodriguez, dkk., 2003).
2.4.2 Metode HPTLC
Metode HPTLC merupakan metode yang akurat, presisi, cepat, selektif, dan
sensitif untuk menentukan kadar MSG pada produk makanan yang berbeda. Pada
metode HPTLC dibutuhkan standar MSG untuk mengetahui analit yang terdapat
pada sampel. Kromatografi lapis tipis dilakukan menggunakan plat silica gel 60
GF254 yang sudah dicuci dengan metanol. Kemudian larutan standar dan larutan
sampel ditotolkan pada plat KLT dengan lebar totolan 8 mmm dengan jarak antar
totolan 9 mm menggunakan aplikator Camag Linomat IV. Kemudian plat dieluasi
dengan fase gerak metanol-kloroform-asam format 5:5:1 di dalam chamber KLT.
Setelah eluasi selesai, selanjutnya dilakukan derivatisasi plat KLT dengan larutan
ninhidrin 1% dalam aseton dan dikeringkan pada suhu 60OC selama 5 menit.
Pengukuran kadar MSG pada standar dan sampel dilakukan dengan menggunakan
Camag TLC Scanner III. Kemudian didapatkan kadar dari MSG pada beberapa
sampel makanan (Krishna, dkk., 2010).
2.4.3 Metode Spektrofotometri
Metode spektrofotometri adalah metode yang sederhana dan telah banyak
diterapkan di berbagai laboratorium. Metode ini juga termasuk metode yang murah.
Kelebihan lain dari metode ini adalah reprodusibilitas dan akurasi yang baik. Pada
metode ini, dilakukan analisis menggunakan selection valve (SV), merupakan
solusi yang dapat digunakan dengan menggunakan larutan buffer di dalam reaksi
coil (R) dan mencapai aliran sel. Setelah 17 detik sampel dimasukkan, dihasilkan
data yang terbaca di 190 nm dan 320 nm. Kemudian diulangi lagi. Masing-masing
sampel membutuhkan waktu 18 detik. Digunakan jenis packed kolom dengan
ukuran 4 cm, diameter internal 0,7 cm diisi dengan asetat dan diletakkan sebelum
SV (Acebal, dkk., 2008).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Zat Aditif dalam makanan

Penguat rasa Pemanis

Penyedap rasa dan


aroma (flavour) Penguat rasa (flavour enhancer)

MSG (Monosodium Glutamate)

Jumlah konsumsi MSG oleh masyarakat Indonesia


setiap hari (15g/hari)

Kadar maksimum yang Efek yang ditimbulkan jika


diperbolehkan dalam melebihi kadar masimum :
makanan 0.2-0.9% halusinasi dan persepsi yang
menyimpang, sakit kepala, dyspnea,
mual atau muntah, dan dermatitis.

Analisis MSG dalam bakso sapi

Metode Validasi

Amperometrik HPLC Spektrofotometri Enzymatik

Kualitatif Kuantitatif
3.2 Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka konsep yang diekspresika dengan metode HPLC
secara kualitatif untuk menganalisis kadar MSG pada bakso sapi dapat diajukan dua
hipotesis :
1. Metode HPLC dapat digunakan sebagai metode yang untuk mengukur kadar msg pada
daging bakso sapi.
2. Terdapat kadar MSG dalam daging bakso yang memiliki kadar sesuai rentang kadar
maksimal MSG yang ditetapkan dalam makanan.
BAB IV
METODE

4.1 Bahan
Trichloroethylene; Sodium bicarbonate (5 % w/v); 2,4 dinitrofluorobenzene
(DNFB); Diethylether; Hydrochloric acid (6 M); Metil alkohol; Asam amino L-glutamin
(SIGMA); Standar asam L-glutamat: 500 mg/ 100 ml; bakso daging sapi.
4.2 Alat
Mixer laboratorium (diameter 3,18 mm); Chromatograph High Performance Liquid
(HPLC): Honick-500; Analytical Column: reversed phase ODS-Hypersil (5 m), 200 m x
4.6 mm; Hewlett- Packard U.V visible detector: KNK-029-757; Konick Registrer C-
R6A, Chromatopac Shimadzu.
4.3 Preparasi Standar
100 mg MSG dilarutkan dalam 100 mL labu ukur. Pengenceran larutan baku dibuat
dengan air deionisasi untuk menghasilkan 200, 150, 100, 75, 50, 25, 20, 10, 5 mg / L larutan
standar MSG.
4.4 Preparasi Sampel
Hal ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak air dimana monosodium glutamat akan
dipisahkan dari unsur bakso lainnya. Aliquot sampel (20 g) diekstraksi dengan homogenisasi
dengan 20-30 mL air suling. Bubur yang dihasilkan, disaring melalui filter Buchner dan vakum
metalik. Prosedur ini diulang beberapa kali sampai terkumpul 100 mL. Sebanyak 10 mL
aliquot ekstrak ini dan 2 mL trikloretilena ditambahkan ke dalam tabung sentrifugasi, diaduk
dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit. Fase organik dibuang dan fasa air
digunakan untuk analisis kromatografi.
4.5 Metode Analisis
a) Pre-column derivatization
PH fase organik tersebut disesuaikan sampai 7,50-8,00 dengan menambahkan sejumlah
natrium bikarbonat 5%. Sampel aliquot kecil (0,50 mL) dipindahkan ke tabung reaksi dan 10
L 2,4-DNFB ditambahkan, kemudian campuran dikocok dalam kondisi gelap pada suhu 40C
selama 3 jam. DNFB yang berlebih dikeluarkan dengan mengekstraksinya menggunakan dietil
eter. Fraksi air yang tersisa diasamkan dengan 50 L asam hidroklorida 6 M dan asam DNP-
amino diekstraksi dengan dietil eter sampai eter tidak lagi menjadi berwarna. Eter diuapkan
dan residu diambil dalam 0,50 mL metanol dan disuntikkan ke dalam perangkat HPLC.
b) Semua operasi kromatografi dibuat pada suhu kamar (25 C) dengan menggunakan laju
alir pelarut 1,2 mL / menit. Detektor ultraviolet dipasang pada 254 nm. Fase gerak
disiapkan dari 25% asetonitril dan 75% asam asetat glasial (1% b / v).
c) Kurva kalibrasi: Aliquot larutan standar yang berbeda diproses sebagai sampel. Kisaran
konsentrasi yang akan digunakan adalah dari 14.45 sampai 144.50 mg monosodium
glutamat / 100 g bakso. Sehingga diperoleh data kurva kalibrasi.

4.6 Pengolahan Data Analisis


Setelah diperoleh data berupa kurva kalibrasi antara peak area dan konsentrasi, maka
dilakukan pengolahan data dengan metode validasi seperti akurasi, presisi, linearitas, LOD,
dan LOQ. Uji akurasi tersebut merupakan kedekatan hasil yang dianalisis dengan hasil/nilai
yang sebenarnya dengan persyaratan % recovery yaitu 98-102% dan uji presisi merupakan
derajat kedekatan hasil uji dari satu seri pengukuran berulang pada sampel yang homogen
dengan persyaratan %RSD yaitu <2%. Selain itu dalam pengolahan data analisis dilakukan
pengecekan pada nilai LOD (limit of detection) dan LOQ (limit of quantification) dengan
perhitungan LOD= 3xN/B dan LOQ= 10xN/B dimana N merupakan nilai standart deviasi.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Monosodium L-glutamate (MSG) merupakan bahan tambahan pangan penguat rasa
yang dapat meningkatkan rasa makanan, banyak dijumpai di makanan berprotein. . Jumlah
MSG yang digunakan untuk masakan adalah 0,2-0,9 % b/b (Rowe, 2009). Dosis maksimal
MSG untuk manusia adalah sekitar 60 mg/kg berat badan (Walker dan Lupien, 2000).jika
melebihi dosis maksimum pemakaian dan konsentrasi dapat menimbulakn beberapa efek
samping seperti kejang, kerusakan sel otak, alergi, ruam, serangan asma, sakit kepala, dan
tumor otak.
Sehingga perlu dilakukan quality control pada makanan yang biasa menggunakan
MSG salah satunya bakso.
Metode analisis validasi yang digunakaan adalah preparasi HPLC. Metode
preparasi HPLC dipilih karan memiliki beberapa kelebihan seperti mampu memisahkan
molekul-molekul dari suatu campuran dengan daya memisah yang tinggi,waktu analisa
yang terbilang cepat dan hasil analisa yang tepat karena sampel tidak mudah menguap.
DAFTAR PUSTAKA

Alnokkari, Afraa; Mounir Ataie; Zaid Alasaf. 2013. Colorimetric Determination of Monosodium
Glutamate in Food Samples Using L-glutamate Oxidase. University of Damascus.
Damascus. 19 (6) : 1069-1072.
Peraturan Kepala BPOM No. 23 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Penguat Rasa.
Acebal, C. C., Lista, A. G, Fernandez Band, B.S. 2008. Simultaneous determination of flavor
enhancers in stock cube samples by using spectrophotometric data and multivariate
calibration. Food Chemistry, No. 106: hal 811-815.
Krishna, V. N., Karthika D., Surya D. M., Rubini M. F., Vishalini M., Pradeepa Y. J. 2010.
Analysis of Monosodium l-Glutamate in Food Products by High-Performance Thin Layer
Chromatography. Journal Young Pharm, Vol. 2, No. 3: hal. 297-300.
Mustafa, S., Saleem, Y., Hameed, S. 2015. Determination of Monosodium Glutamate Content in
Selected Traditional Meat Dishes. International Journal of Scientific & Engineering
Research, Vol. 6, No. 9: hal. 569-572.
Rodriguez, M.S., Gonzales, M. E., Centurion, M. E. 2003. Determination of Monosodium
Glutamate in Meat Products. The Journal of the Argentine Chemical Society, Vol. 91, No.
4/6: hal. 41-45.
Rowe, R. C., Paul J. S., Marian, E. Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, edisi ke-6.
Pharmaceutical Press, UK.
Walker, R. dan Lupien, J. R. 2000.The safety evaluation of monosodium glutamate.The Journal
of Nutrition, Vol. 30, No.4: hal. 10491053.
Winarno, F.G . 1997. Keamanan Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Harwood, R. J., 2006, Hydropropopyl Methylcellulose, In: Rowe, R. C., Shesky, P. J., and
Owen, S. C.(eds.), Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition, 346,
Pharmaceutical Press, UK.
Rodriguez et.al. 2003. Determination of Monosodium Glutamate in Meat Products: 2-4.
Veny, Krishna., Karthika.,Surya Devi., Rubini M., Vishalin M., dan Pradeepa. 2010. Analysis of
MSG in food Product by HPLC. Journal of Young Pharmaceutical 2(3);293230

Anda mungkin juga menyukai