Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 3

a. Reaksi-reaksi protein
1) Reaksi keamfoteran protein
Amfoter merujuk pada zat yang dapat bereaksi sebagai asam atau basa. Protein
mengandung gugus karboksil (COO) dan mengandung gugus amina (NH 2).
Ketika terkondensasi, gugus karboksil melepas OH- dan gugus amina melepas
H+.Asam ini dapat bereaksi dengan asam ataupun dengan basa, masing-masing
dengan menghasilkan suatu kaiton atau suatu anion.

Gambar 1. Reaksi amfoter


[ CITATION Fes922 \l 1033 ]
2) Reaksi dengan logam berat
Protein dapat bereaksi dengan logam berat seperti Pb, Zb, Cu, Fe, Hg. Protein
akan mengendap jika direaksikan dengan logam berat. Terbentuk endapat
dikarenakan protein berada dalam bentuk isoelektrik yang bermuatan negatif
[ CITATION Har031 \l 1033 ]
3) Reaksi Warna Protein
a. Reaksi Biuret
Reaksi biuret merupakan reaksi warna yang umum untuk gugus peptida
dan protein. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu karena
terbentuk senyawa kompleks antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida.
Banyaknya asam amino yang terikat pada ikatan peptida mempengaruhi hasil
reaksi. Senyawa dengan dipeptida memberikan warna biru, tripeptida
memberikan warna ungu, tetrapeptida serta peptida kompleks memberikan
warna merah. (Hidajati dkk, 2019).
Gambar struktur komplek Cu2+ senyawa peptida

b. Reaksi Xanthoprotein
Reaksi warna xantoprotein dapat terjadi karena reaksi nitrasi pada cincin
benzena dari asam amino penyusun protein. Tes dikatakan positif ditunjukkan
dengan warna kuning yang disebabkan terbentuknya suatu senyawa
polinotrobenzena dari asam amino protein. Reaksi ini positif untuk protein
yang mengandung asam amino dengan inti benzena, seperti tirosin, fenilalanin,
triptofan (Muchtadi, 1989).
c. Reaksi Ninhidrin
Asam amino bereaksi dengan ninhidrin untuk membentuk produk yang
disebut ungu ruhemann (Fessenden, 1986). Reaksi ninhidrin digunakan untuk
mendeteksi dan menduga asam amino secara kuantitatif dalam jumLah kecil.
Pemanasan dengan ninhidrin berlebih menghasilkan produk berwarna ungu
pada semua asam amino yang memiliki gugus α-amino bebas, sedangkan
produk yang dihasilkan oleh prolin berwarna kuning, karena pada molekul ini
terjadi substitusi gugus α-amino. Pada kondisi yang sesuai intensitas warna
yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi asam amino
secara kalorimetrik. Metode ini sangat sensitif bagi pengukuran konsentrasi
asam amino (Lehninger, 1995).
O O
O
R
OH pH = 7 N C
H C NH2 + o H
OH 100 C
COOH O O
O
d. Reaksi Millon
Pereaksi Millon melibatkan penambahan senyawa Hg ke dalam protein
sehingga pada penambahan logam ini akan menghasilkan endapan putih dari
senyawa merkuri. Untuk protein yang mengandung tirosin atau triptofan
penambahan pereaksi Millon menghasilkan warna merah. Namun pereaksi ini
tidak spesifik karena juga memberikan tes positif warna merah dengan adanya
senyawa fenol. (Hidajati dkk, 2019).
e. Reaksi Hopkin-cole
Reaksi warna protein ini menunjukkan positif apabila ditandai dengan
terbentuknya cincin ungu pada bidang batas antara larutan protein dengan
pereaksi. Pebentukan cincin ini dikarenakan terbentuknya kondensasi 2 inti
indol dari triptofan dengan aldehid. Aldehid disini diperoleh dari asam
glioksalat yang dipakai untuk test Adamkiewicz-Hopkins. Digunakan untuk
menguji adanya asam amino triptofan. Khususnya yang mengandung gugus
indol (Sudarmadji dkk, 1996).
f. Hidrolisis Protein dan Tes Adanya Belerang
Adanya penambahan alkali pada protein dapat menyebabkan terjadinya
hidrolisis ikatan peptida dari polimer protein. Hidrolisis ini menghasilkan
monomer – monomerasam amino dan sebagian gugus amino yang berubah
menjadi ammonia. Akibat hidrolisis tersebut jumLah gugus amino berkurang.
Jika dalam protein terdapat asam amino yang memiliki atom S seperti sistein
dan sistin dalam molekulnya maka asam amino ini dapat tereliminasi ke dalam
bentuk senyawa H2S. Penambahan garam Pb dalam suasana basa menjadi
endapan PbS yang mudah untuk diamati (Hidajati dkk, 2019).

b. Denaturasi protein
Denaturasi Protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik
bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier, dan kuaterner
struktural. Hasil denaturasi adalah hilangnya aktivitas biokimia yang terjadi didalam
senyawa protein itu sendiri. Denaturasi protein juga tidak mempengaruhi kandungan
struktur utama protein yaitu C, H, O, dan N. Protein yang larut dalam air akan
membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam
molekul protein akan membentuk muatan positif, sedangkan dalam suasana basa akan
membentuk ion negatif. Salah satu faktor yang menyebabkan denaturasi suatu protein
ialah perubahan temperatur[ CITATION Fes922 \l 1033 ].
1) Denaturasi oleh panas
Panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dan menyebabkan molekul penyusun
protein bergerak sangat cepat. Pemanasan mengakibatkan menurunnya
kemampuan mengikat air, sehingga memutuskan ikatan hidrogen [ CITATION
Fes922 \l 1033 ].
2) Denaturasi oleh asam basa
Pada saat mencapai pH isoelektris atau memiliki muatan positif dan negatif yang
sama, protein mengalami kekeruhan dan gumpalan. Asam dan basa dapat
mengacaukan jembatan garam dengan adanya mjatan ionik [ CITATION
Fes922 \l 1033 ].
3) Denaturasi oleh garam logam berat
Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa.
Garam logam berat umumnya mengandung Hg2+, Pb2+, Ag2+, Cd+2 dan logam
lainnya dengan berat atom yang besar[ CITATION Fes922 \l 1033 ].
c. Pengendapan Protein
Adanya berbagai gugus fungsional (NH2, NH, OH, CO) dan bentuk ion ganda
(zwitter ion) yang terdapat dalam struktur protein dapat menyebabkan terjadinya
reaksi pengendapan protein. Gugus-gugus fungsional tersebut mampu mengikat
molekul air melalui pembentukan ikatan hidrogen. Reaksi pengendapan dapat
terjadi dikarenakan penambahan bahan-bahan kimia seperti garam-garam dan
pelarut organik yang dapat merubah sifat kelarutan protein dalam air[ CITATION
Tim17 \l 1033 ].
 Pengendapan dengan amonium sulfat
Pengendapan yang diakibatkan oleh penambahan amonium sulfat pekat
menyebabkan terjadinya dehidrasi protein (kehilangan air). Akibat proses
dehidratasi ini molekul protein yang mempunyai kelarutan paling kecil akan mudah
mengendap. Protein yang diendapkan dengan cara ini tidak mengalami perubahan
kimia sehingga dapat dengan mudah dilarutkan kembali melalui penambahan air.
Pengendapan dengan cara ini bersifat reversibel[ CITATION Tim17 \l 1033 ].
 Pengendapan karena asam mineral pekat
Perlakuan asam mineral pekat pada protein dapat menyebabkan terbentuknya
senyawa garam dari reaksi asam dengan gugus amino protein. Pengaruh lainnya
dapat terjadi denaturasi irreversibel dan diperoleh endapan protein. Namun pada
umumnya pengendapan dengan penambahan asam mineral kuat (kecuali HNO 3
pekat) bersifat reversibel[ CITATION Tim17 \l 1033 ].
 Pengendapan protein oleh logam berat
Dasar reaksi pengendapan oleh logam berat adalah penetralan muatan.
Pengendapan dapat terjadi apabila protein berada dalam bentuk isoelektrik yang
bermuatan negatif. Dengan adanya muatan positif dari logam berat akan terjadi
reaksi netralisasi dari protein dan dihasilkan garam netral proteinat yang
mengendap. Endapan protein ini akan larut kembali pada penambahan alkali
(misalnya NH3 dan NaOH). Sifat pengendapan protein tersebut adalah
reversibel[ CITATION Tim17 \l 1033 ].
TUGAS 4
Reaksi dari protein antara lain:
1. Reaksi-reaksi protein
a) Reaksi keamfoteran protein
b) Reaksi dengan logam berat
c) Reaksi protein berdasarkan warna
 Reaksi Biuret
 Reaksi Xanthoprotein
 Reaksi Ninhidrin
 Reaksi Millon
 Reaksi Hopkin-cole
 Hidrolisis Protein dan Tes Adanya Belerang
2. Denaturasi protein
a) Denaturasi oleh panas
b) Denaturasi oleh asam basa
c) Denaturasi oleh garam logam berat
3. Pengendapan Protein
a) Pengendapan dengan amonium sulfat
b) Pengendapan karena asam mineral pekat
c) Pengendapan protein oleh logam berat
DAPUS
Fessenden, R. d. (1992). Kimia Organik, Jilid I, Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Hart, D. (2003). Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Tim Kimia Organik. (2017). Petunjuk Praktikum KImia Organik. Surabya: FMIPA UNESA.

Hidajati, Nurul, dkk. 2019. Buku Penuntun Praktikum Kimia Organik. Surabaya: Jurusan
Kimia FMIPA Unesa.

Sudarmadji, dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit
Liberty.
Lehninger, A.L, 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Muchtadi, 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Jenderal Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.

Anda mungkin juga menyukai