Anda di halaman 1dari 10

Studi Kasus OA

Seorang wanita berusia 69 tahun (75kg/ 165cm) datang ke klinik dengan keluhan nyeri kedua lutut
yang semakin parah dalam beberapa tahun terakhir dengan lutut kanan lebih parah sakitnya dari
pada lutut kiri. Tidak terdapat kondisi spesifik yang menyebabkan nyeri muncul namun nyeri
tersebut semakin parah jika digunakan melakukan aktivitas dan nyeri berkurang bila digunakan
beristirahat. Nyeri terasa tajam seperti tusukan jika melakukan aktivitas namun saat istirahat nyeri
menjadi lebih ringan.

Pasien awalnya mendapatkan terapi modifikasi aktivitas, terapi fisik, dan NSAID yang dirasa
cukup mampu mengatasi nyeri hingga beberapa tahun. Meskipun demikian, nyeri menjadi semakin
berat dan pasien bahkan memerlukan beberapa kali injeksi kortikosteroid intraartikular yang
mampu memperbaiki gejala hingga beberapa bulan namun pada injeksi yang terakhir dirasa hanya
mampu mengurangi rasa sakit selama dua minggu saja. Oleh sebab itu pasien datang ke 11klinik
untuk mendiskusikan kondisinya.

Berdasarkan pemeriksaan fisik diketahui bahwa lutut kanan pasien terasa nyeri saat dilakukan
palpasi namun tidak terdapat luka. Kekuatan otot asien cukup baik dan ligamen cukup stabil. Commented [da1]: . . objective

.. subjective
Hasil pemeriksaan x-rays menunjukkan adanya bilateral osteoartritis bagian anteroposterior dan
lateral.

Dokter mendiagnosis bahwa nyeri yang dialami oleh pasien merupakan nyeri neural sehingga
dokter meresepkan coditam untuk mengatasi nyeri pasien.

Pertanyaan

1. Jelaskan struktur anatomi yang dapat membantu stabilitas sendi pasien ini!
Jawab:o
Struktur anatomi yang dapat membantu stabilitas pasien adalah tekstur tulang
subkondral normal ditandai dengan bentuk halus, padat. Lalu tulang kartilago juga tebal
dan normal. Kemudian jarak antara kartilago harus bagus, terdapat cairan sinovial yang
cukup, lalu tekstur kapsul yang tipis dan bagus.
Stabilitas suatu sendi adalah kemampuan sendi untuk menahan terjadinya dislokasi. Secara
spesifik, stabilitas sendi adalah kemampuan sendi untuk menahan pergeseran salah satu
tulang terhadap tulang lainnya, sambil mencegah injury pada ligamen, otot, tendon otot
disekitar sendi. Pada pasien ini, berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
memiliki kekuatan otot dan ligamen yang baik di mana keduanya berperan dalam stabilitas
sendi lutut pasien (Putz and Pabst, 2008).
Ligamen memberikan stabilitas pasif pada sendi selama istirahat dan juga selama
bergerak. Saat bergerak ligamen bekerja menjaga gerakan yaitu membatasi dan mencegah
gerakan yang berlebihan. Ligamen yang terlibat adalah Medial Collateral Ligament
(MCL), Lateral Collateral Ligament (LCL) yang berfungsi mengendalikan gerakan
menyamping dari lutut dan mencegah gerakan yang tidak biasa; serta Anterior Cruciate
Ligament (ACL) dan Posterior Cruciate Ligament (PCL) yang berfungsi mencegah tulang
tibia bergeser ke depan terhadap tulang femur, dan juga memberikan stabilitas rotasional
pada lutut (Putz and Pabst, 2008).
Sendi lutut juga mempunyai stabilisasi aktif yaitu otot-otot di sekitar daerah lutut.
Otot-otot pada lutut dibagi dalam dua group otot yaitu group otot ekstensor (bagian
anterior) dan grup otot fleksor (bagian posterior). Yang termasuk grup otot ekstensor yaitu
quadriceps yang terdiri dari rectus femoris, vastus medialis, vastus lateralis, dan vastus
intermedius. Keempat otot ini bersatu membentuk satu tendon yang berinsertio pada
tuberositas tibia. Sedangkan yang termasuk dalam grup otot fleksor adalah hamstring,
gastrocnemius dan pes anserinus (Putz and Pabst, 2008).

2. Jelaskan mengapakah rasa nyeri yang dialami pasien hingga ke tingkat saraf (nyeri
neural)!sub
Jawab:
Nyeri neuropatik terjadi akibat disfungsi sistem saraf (Pinzon, 2014). Nyeri
neuropatik didefinisikan sebagai nyeri yang timbul akibat cedera/ lesi yang mengenai
sistem somatosensorik (Pinzon, 2012).

Sendi yang biasanya dipersarafi (1) mengalami gangguan persarafan dan aktivasi dari
jaringan fibres nyeri-sensing artikular di OA (2) Hal ini dapat menyebabkan sensitisasi
sentral dari daerah CNS tulang belakang dan supraspinal. persistent firing in joint fibres
sensitizes spinal cord ( keadaan yang terus-menerus dalam serat sendi mengakibatkan
sumsum tulang belakang tersensitisasi/ semakin peka) (Thakur et al, 2014).
Nyeri yang terjadi pada kondisi OA disebabkan karena nyeri dari neurovaskularis di dalam
dan sekitar sendi yaitu sinovium, kapsul, ligamen, otot dan tulang subchondral. Mekanisme
dari nyeri neural ini adalah nyeri inflamasi yang dipicu oleh lokasi di dalam sinovium dan
jaringan lemak dan neuropatik yang melibatkan jalur nyeri lokal dan terpusat.
Pada area sendi terdapat saraf-saraf. Akibat kondisi OA dimana terjadi penipisan cairan
sinovial sehingga terjadinya gesekan antar tulang. Gesekan antar tulang tersebut lama
kelamaan menyebabkan inflamasi ataupun osteofit dimana efek dari gesekan, inflamasi,
dan osteofit dapat mengganggu saraf yang berada di area tersebut dan bahkan
menyebabkan kerusakan pada saraf tersebut sehingga terjadi nyeri neural yang merupakan
nyeri terpusat (central).

3. Jelaskan bagaimana rasionalitas pemberian coditam sebagai analgesik untuk pasien ini!
Jawab:a
Tujuan pengobatan adalah untuk (Zegaria, 2006):
Meningkatkan kekuatan sendi
Memelihara atau meningkatkan gerakan sendi
Mengurangi keterbatasan akibat penyakit
Mengurangi rasa nyeri
(Hansen, 2005)
(Ira, 2014)
(Sinusas, 2012)
Coditam berisi Paracetamol 500 mg + Codein 30 mg.
Berdasarkan algoritma diatas, setelah pasien memperoleh terapi NSAID dan kemudian
terapi tersebut tidak lagi adekuat maka dapat dilakukan penggantian jenis NSAID
kemudian selanjutnya dapat dilakukan penggantian terapi dengan injeksi kortikosteroid
dan jika tidak juga adekuat dapat diberikan analgesik opioid untuk terapi jangka panjang.
Selain itu disebutkan pula bahwa opioid dapat diberikan sebagai terapi osteortritis jika
pasien sudah tidak merespon terapi dengan paracetamol maupun NSAID atau pasien tidak
dapat mentoleransi efek samping dari paracetamol maupun NSAID (Sinusas, 2012).
Seperti hal nya keadaan pasien ini dimana pasien telah memperoleh terapi dengan NSAID
namun tidak adekuat dan telah memperoleh terapi injeksi kortikosteroid tetapi saat ini
sudah tidak lagi adekuat sehingga pemberian coditam yang berisi kombinasi parasetamol
dengan kodein (opioid) dirasa cukup rasional.
Selain itu jika ditinjau dari mekanisme kerja obat ini dimana analgetik opioid bekerja di
sentral dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi
penghambatan pelepasan transmitter dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.
Paracetamol juga memiliki mekanisme menghambat sintesa prostaglandin yang berfungsi
meningkatkan sensasi rasa nyeri dengan cara memblok kerja siklooksigenase pusat
(Hansen, 2005). Melalui mekanisme obat tersebut maka nyeri neural yang merupakan nyeri
dari sistem saraf pusat dapat teratasi.
Algoritma pengobatan yang dapat dibuat adalah pada kondisi nyeri neuropatik perifer,
karena sangat terbatasnya data untuk nyeri neuropatik sentral. Jika pengurangan nyeri
merupakan fokus utama, urut-urutan pemilihan terapi adalah: TCA > Opioid > Tramadol
> Gabapentin/Pregabalin. Jika unsur keamanan dan perbaikan kualitas hidup
dipertimbangkan, urut-urutan pemilihan terapi adalah: Gabapentin/ Pregabalin > Tramadol
> Opioid > TCA. Penggunaan kombinasi kodein dengan parasetamol baik digunakan untuk
mengatasi nyeri berat namun dengan tingkatan yang paling ringan diantara kondisi nyeri
berat (Pinzon, 2014).
Berdasarkan argument-argumen tersebut maka dapat disimpulkan bahwa resep yang
diberikan dokter untuk pasien mengenai coditam sudah rasional dengan penggunaan 1-2
tablet tiap 4-6 jam sehari.

4. Jelaskan efek samping obat yang diperoleh pasien tersebut!


Jawab: a
Efek samping dari coditam adalah : Pusing, gangguan penglihatan, depresi mental,
hipotensi, depresi nafas, sedasi, koma euforia, disforia, lemah, agitasi, gugup, delirium,
insomnia, mual, muntah, hipotensi, konstipasi, reaksi hipersensitif (Aberg et al, 2009).

5. Apabila lutut pasien mengalami inflamasi maka terapi apa yang anda rekomendasikan dan
jelaskan mengapa terapi tersebut sesuai untuk kondisi tersebut!
Jawab:p
Untuk mengatasi inflamasi pasien dapat dilanjutkan pemberian kortikosteroid dimana
kortikosteroid bekerja sebagai antiinflamasi yang kuat, dapat diberikan secara suntik pada
sendi . Ini adalah tindakan untuk jangka pendek, tidak disarankan untuk lebih dari 2-3 x
suntik per tahun. Tidak diberikan per oral (National Institute of Arthritis and
Musculoskeletal and Skin Diseases, 2002). Jenis obet kortikosteroid yang diberikan adalah
deksametason.
Namun jika pasien sudah tidak lagi mengalami inflamasi atau kortikosteroid tidak lagi
adekuat maka dapat dipertimbangkan pemberian asam hyaluronat dimana Asam
hyaluronidase dapat disuntikkan di sendi dan biasanya digunakan pada pasien osteoarthritis
pada lutut. Zat ini adalah komponen dari sendi serta terlibat dalam lubrikasi dan nutrisi
sendi (National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases, 2002).
Sehingga harapannya pemberian asam hyaluronat dapat memperbaiki fisiologis sendi dari
pasien yang merupakan penyebabterjadinya nyeri dan inflamasi yang dialami pasien.
Selain itu Pemberian injeksi intraartikular asam hialuronat dengan dosis 16 mg (2-2,5 ml)
pada lutut 1 minggu sekali untuk pemberian 5-6 kali (5-6 minggu). As. Hialuronat memiliki
efek viscoelastic, antinflamasi, anabolik, analgesik, dan potensial chondroprotective,
meningkatkan viskositas cairan sinovial (Felson, 2006).

6. Jelaskan rekomendasi dan edukasi yang diperlukan untuk pasien ini!


Jawab:p
Dalam program ini pasien belajar memahami OA :
Proses penyakit osteoarthritis beserta faktor resiko nya.
Prognosis hingga mencapai keadaan pasien saat ini.
Pilihan terapi yaitu pemberian coditam, kortikosteroid, dan asam hyaluronat dimana
edukasi mengenai pilihan terapi ini berupa informasi cara penggunaan obat dan efek
samping yang mungkin timbul.
Selain itu belajar mengurangi rasa sakit dimana hal ini dapat dilakukan dengan mengenali
kondisi dan tanda-tanda terjadinya kekambuhan sehingga pasien dapat mencegah
kekambuhan dengan mengurangi aktivitas atau dengan bersiap-siap utuk mengkonsumsi
obat (coditam) atau melakukan terapi nonfarmakologis (seperti menggunakan handuk
hangat atau kantung es) untuk mengatasi nyeri atau kekambuhan yang timbul.
latihan fisik dan relaksasi dimana hal ini merupakan terapi nonfarmakologis yang dapat
membantu keberhasilan terapi osteortritis. Latihan fisik yang dilakukan dapat berupa
latihan fisiki yang ringan seperti jalan kaki, berenang, dsb.

7. Jelaskan pemantauan yang diperlukan untuk pasien ini!


Jawab:p
Pemantauan efikasi terapi dapat dilakukan dengan menguji womac index dan atau laquesne
index. Secara umum yang perlu dipantau untuk mengetahui efikasi terapi adalah:
Durasi, frekuensi, dan intensitas nyeri maupun inflamasi
Dipantau sumber nyeri
Dipantau sendi-sendi yang terlibat
Dimonitoring kelanjutan terapi

Pemantauan efek samping dilakukan dengan:

Dimonitoring efek ketergantungan untuk penggunaan codein


Dipantau fungsi hepar melalui kadar kreatinin pasien untuk penggunaan
paracetamol
Dipantau keadaan moonface dan resiko infeksi untuk penggunaan kortikosteroid
Dipantau kondisi konstipasi paisen akibat penggunaan codein. Jika terjadi maka
paisen dianjurkan untuk mengatasinya dengan banyak makan makanan berserat
Pantau gangguan kulit akibat efek samping penggunaan coditam
Pantau efek sedasi yang timbul dan monitoring pasien ketika efek sedasi timbul
agar tidak melakukan aktivitas yang berbahaya
Dipantau nilai RR pasien untuk mengetahui timbulnya efek samping depresi nafas
akibat penggunaan kodein
Monitoring tekanan darah pasien untuk mencegah hipotensi akibat penggunaan
kodein
Monitoring terjadinya toksisitas opioid dan jika terjadi, berikan nalokson atau
natrokson sebagai antidotum
Pantau vitamin D
`

Anda mungkin juga menyukai