Anda di halaman 1dari 12

TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN

OSTEOARTHRITIS

Kelas A2/ Kelompok 2


Alung Harjan (20405021125)
Novia Putri Anningsih (20405021126)
Novilka Dwi Hidayanti (20405021127)
Sasmitha Nirmala Sugiarto (20405021128)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2021

1
TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN KELOMPOK B2

KASUS

Seorang pasien, wanita, 42 tahun mendatangi apotek dengan keluhan nyeri pada lutut
kirinya. Pasien juga mengeluhkan kaku pada sendi lutut kirinya. Rasa nyeri bertambah
ketikan lutut digerakkan. Pasien menyatakan sudah memeriksakan diri ke dokter dan
didiagnosis mengalami osteoarthritis dan mendapatkan terapi berupa asetaminofen 500 mg, 4
kali sehari 1 tablet sesudah makan. Pasien telah meminum obat sesuai dengan anjuran dokter,
namun nyerinya masih terasa. Pasien mengaku tidak punya riwayat maag dan tidak pernah
mengalami kejadian alergi terhadap obat. Pasien diketahui rutin menggunakan suplemen
makanan berupa kombinasi glucosamine dan kondroitin, 1 kali sehari. Apoteker meminta
pasien utuk mengukur BB pasein dan diketahu BB pasien 85 kg dengan tinggi badan 165 cm.
Pasien meminta bantuan apoteker untuk mengatasi keluhannya.

Pertanyaan / Tugas Mahasiswa:

1. Bagaimanakah patofisiologi osteoarthritis?

Jawab :

Patofisologi

Osteoarthritis ditandai dengan faktor kerusakan sendi dan struktur sendi diarthrodial
yang ditandai oleh kerusakan progresif tulang rawan sendi, hilangnya artikular hialin
tulang rawan, penebalan tulang subkondral dan kapsul sendi, renovasi tulang,
pembentukan osteofit, sinovitis ringan, dan perubahan lainnya (Epstein et al, 2011).

Osteoarthritis terbentuk pada dua keadaan, yaitu (1) sifat kartilago sendi dan tulang
subkhondral normal, tetapi terjadi beban berlebihan terhadap sendi sehingga jaringan
rusak; (2) beban yang ada secara fisiologis normal, tetapi sifat kartilago sendi atau tulang
kurang baik. Penggunaan terus-menerus dari sendi mengakibatkan hilangnya tulang rawan
karena kontak dari tulang ke tulang yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya OA.
Akibat pergerakan dan aktivitas, tulang rawan yang melapisi persendian akan mengalami
kerusakan, sehingga tulang rawan sendi yang rusak akan merangsang/ mengiritasi jaringan
lunak sekitar sendi dan akan menyebabkan peradangan sendi serta mengiritasi jaringan .
Hal inilah yang akan memicu timbulnya pembengkakan sendi, keluhan nyeri, rasa kaku
dan sulit untuk digerakkan (Brandt, 2014). Penggunaan terus-menerus dari sendi

2
mengakibatkan hilangnya tulang rawan karena kontak dari tulang ke tulang yang pada
akhirnya menyebabkan terjadinya OA.

Gambar Karakteristik Tulang Diarthorial pada Osteoarthritis (Epstein et al., 2008)

2. Apakah tujuan terapi, strategi terapi, dan obat-obatan yang digunakan pada
osteoarthraitis?

3
a. Tujuan Terapi
1. Mengurangi/mengendalikan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
3. Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari hari (ketergantungan kepada orang
lain) dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi (Indonesian Rheumathology Association, 2014).

b. Strategi terapi
Terapi non farmakologi
1. Edukasi pasien
Agar rasa nyeri dapat berkurang, maka pasien sedianya mengurangi
aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak terlalu banyak menggunakan sendi lutut dan
lebih banyak beristirahat. Pasien juga disarankan untuk kontrol kembali sehingga
dapat diketahui apakah penyakitnya sudah membaik atau ternyata ada efek samping
akibat obat yang diberikan.
2. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya
hidup.
3. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal
penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25.
Diketahui : BB = 85 Kg, TB : 165 cm atau 1,65 m
BMI = BB/M2
= 85 Kg/1,65 m2
= 31,22
Pada pasien memiliki BB 85 kg dan TB 165 cm, pada perhitungan BMI di
dapatkan 31,22, pasien dalam kategori gemuk maka harus ada penurunan berat
badan minimal 5%.
4. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).
Latihan aerobik disarankan secara rutin 3-60 menit / hari minimal 5 hari dalam
seminggu, dimana aktifitas dapat dilakukan seperti jalan pelan, renang,dan
bersepeda santai.
5. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat.

4
6. Terapi okupasi untuk menemukan cara agar penderita dapat melakukan aktifitas
tanpa memberikan beban berlebih pada sendi (Indonesian Rheumatology
Association, 2014).
c. Obat-obatan yang digunakan pada OA :
1) First-Line Treatments
A. Analgesik Oral
a) Acetaminophen
b) Tramadol,Tramadol ER
c) Hidrocodon
d) Oxycodon
B. Analgesik Topikal
a) Capsaicin 0,025% / 0,15%
b) Diclofenac gel 1%, Diclofenac petch 1,3%, Diclofenac solution 1,5%,
Diclofenac solution 2%
C. Intra Articular Cortocosteroid
a) Triamcinolon
b) Metylprednisolon asetat
D. NSAIDs
a) Aspirin
b) Celecoxib
c) Diclopenac IR,Diclopenac SR
d) Diflunisal
e) Etodolac
f) Penoprofen
g) Flurbiprofen
h) Ibuprofen
i) Indomethacin,Indomethacin SR (Dipiro XI, 2020)
2) Second-Line Treatments
a. Analgesik Opioid
b.Duloxetin
c. Asam hyaluronat injeksi
d.Glucosamin dan kondroitin

5
6
3) Tabel Obat-obatan yang digunakan pada Osteoarthritis

7
8
(Dipiro XI, 2020)
3. Hubungkan obat-obatan yang digunakan dalam terapi osteoarthritis dengan
patofisiologinya?
Jawab:
Osteoarthritis terbentuk pada dua keadaan, yaitu (1) sifat kartilago sendi dan tulang
subkhondral normal, tetapi terjadi beban berlebihan terhadap sendi sehingga jaringan
rusak; (2) beban yang ada secara fisiologis normal, tetapi sifat kartilago sendi atau tulang
kurang baik. Penggunaan terus-menerus dari sendi mengakibatkan hilangnya tulang rawan
karena kontak dari tulang ke tulang yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya OA.
Akibat pergerakan dan aktivitas tulang rawan yang melapisi persendian akan mengalami
kerusakan, sehingga tulang rawan sendi yang rusak akan merangsang/ mengiritasi jaringan
lunak sekitar sendi dan akan menyebabkan peradangan sendi serta mengiritasi jaringan.
Hal inilah yang akan memicu timbulnya pembengkakan sendi, keluhan nyeri, rasa kaku
dan sulit untuk digerakkan (Brandt, 2014).
Untuk mengurangi keluhan nyeri pada sendi pasien sehingga dibutuhkan pereda nyeri
baik itu per oral maupun topikal. Lini pertama yang dapat digunakan dalam mengatasi
nyeri pasien adalah analgesik oral (parasetamol), analgesik topikal (capcaicin 0,025%),
dan NSAIDs (aspirin, celecosib jika pasien mempunyai riwayat lambung, diclofenak).
Selain itu pada kasus OA terdapat pembengkakan sendi sehingga membutuhkan terapi
kortikosteroid secara intra artikular (triamcinolon, methyl prednisolon). Jika dengan
pereda nyeri pada lini pertama, kondisi pasien tidak membaik maka bisa diberikan
analgesik lini kedua yaitu analgesik opioid (codein) dan duloxetin.

9
Osteoarthritis juga ditandai dengan faktor kerusakan sendi dan struktur sendi
diarthrodial yang ditandai oleh kerusakan progresif tulang rawan sendi, hilangnya artikular
hialin tulang rawan sehingga dapat diberikan injeksi asam hyaluronat. Asam hyaluronat
(HA) adalah komponen tulang rawan dan cairan sinovial yang terjadi secara alami.
Hyaluronate intra-artikular eksogen tersedia sebagai pengobatan untuk gejala OA lutut.
Tujuan dari HA intra-artikular adalah untuk menyediakan dan memelihara pelumasan
intra-artikular. HA mungkin juga memiliki anti-inflamasi, analgesik dan efek
kondroprotektif pada tulang rawan artikular dan sinovium sendi.
Rasa kaku dan sulit digerakan pada persendiaan pasien dapat diberikan kombinasi
glucosamin dan kondroitin. Pemilihan kombinasi dengan suplemen glukosamin dan
kondroitin yang secara alami ada dalam tulang rawan sendi tubuh berfungsi membantu
tulang tetap sehat dan sebagai pelumas sendi.

4. Apakah obat yang tepat untuk diberikan oleh apoteker pada pasien sesuai?
Jawab:
Terapi sudah sesuai yaitu pasien menerima obat parasetamol dengan dosis 500 mg 4 kali
sehari dan ditambah dengan kombinasi glucosamin dan kondroitin 1 kali sehari. Akan
tetapi pasien masih mengeluhkan nyeri, sehingga dibutuhkan peningkatan dosis
parasetamol menjadi 650 mg 4 kali sehari sesudah makan. Untuk dosis parasetamol pada
terapi OA adalah 325 mg- 650 mg tiap 4 sampai 6 jam dengan dosis maksimal 1 hari
adalah 4 g. Untuk suplemen glukosamin dan kondroitin tetap diberikan sehari 1 kali. Jika
pasien menginginkan penggatian obat dapat diberikan NSAIDs yaitu ibuprofen dengan
dosis 400 mg 3 – 4 kali sehari dengan dosis maksimal pada pasien OA adalah 1,200-3,200
mg per hari.

10
Tabel Rekomendasi Terapi Pengobatan Osteoarthritis

(Dipiro XI, 2020)

5. Bagaimana dampak penggunaan suplemen makanan terhadap progresivitas


osteoarthritis? Jelaskan menggunakan jurnal yang kuat !
Jawab:
Pemilihan kombinasi dengan suplemen seperti glukosamin dan kondroitin yang secara
alami ada dalam tulang rawan sendi tubuh berfungsi membantu tulang tetap sehat dan
sebagai pelumas sendi. Karena terapi medis osteoartritis hanya memiliki efisiensi sedang
dan merupakan terapi jangka pendek untuk pain control diperlukan obat dengan senyawa
yang memiliki efek dengan jangka panjang dan dapat mengatasi kerusakan sendi
(Anggraini et al., 2016). Suplemen yang paling banyak digunakan untuk osteoartritis
adalah glukosamin dan kondroitin. Literatur terdiri dari uji klinis kecil sampai rilis Uji
Coba Intervensi Artritis Glukosamin / Kondroitin (GAIT), yang mencakup lebih dari
1.500 pasien. Percobaan ini memiliki lima lengan yang membandingkan glukosamin saja,
kondroitin saja, kombinasi glukosamin dan kondroitin, celecoxib, dan plasebo. Hasilnya
hanya menguntungkan untuk kombinasi glukosamin dan kondroitin, yang tampaknya
efektif untuk osteoartritis lutut sedang hingga berat (Sinusa keith, 2012).

11
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, A., Lisni, A., Faujiah. R. 2016. Analisis Masalah Terkait Obat Pada Pasien
Lanjut Asia Penderita Osteortritis di Poli Ortopedi di Salah Satu Rumah Sakit di
Bandung. Kartika Jurnal, Vol. 4(2), 13-20.
Brandt, Kenneth D., 2014. Osteoarthritis In: Isselbacher, Kurt J., Braunwad, E.,
Wilson, Jean D., Martin, Joseph B., Fauci, Anthony S., Kasper, Dennis L.,
Harrison’s Rheumatology. Philadelphia: The McGraw Hill Company Inc, p.
1886-18891.
Dipiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2020,
Pharmacotherapy Handbook, Eleventh Edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris.
Epstein, BJ., Osteoarthritis in: Dipiro, JT., Gums, GJ., Hall, Karen., Burns, Marie A.,
Wells, Barbara G., Schwinghammer, Terry L., Malone, Patrick M., Koselar, Jill
M., Rotschafer., J., 2008. Pharmacoterapy Pinciples and Practice. 8th Ed. New
York: The McGraw-Hill Companies Inc, p. 879-890.
Indonesian Rheumatology Association. (2014). Diagnosis dan Penatalaksanaan
Osteoartritis. In Rekomendasi IRA untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan
Osteoartritis.
Lubis, A. M. T., Siagian, C., Wonggokusuma, E., Marsetyo, A. F., & Setyohadi, B.
(2017). Comparison of Glucosamine- Chondroitin Sulfate with and without
Methylsulfonylmethane in Grade I-II Knee Osteoarthritis: A Double Blind
Randomized Controlled Trial. Acta Medica Indonesiana, 49(2), 105–111.
Nagaoka, I., Igarashi, M., & Sakamoto, K. (2012). Biological Activities of
Glucosamine and Its Related Substances. In Advances in Food and Nutrition
Research (1st ed., Vol. 65).
Sinusa Keith.2012. Osteoarthritis: Diagnosis and Treatment. American Family
Physician. Volume 85, Number 01.

12

Anda mungkin juga menyukai