Anda di halaman 1dari 7

PENDEKATAN TATALAKSANA OSTEOARTRITIS

dr. Aulia Prajwalita Nareswari Rahardjo


PENDAHULUAN
Osteoartritis (OA) merupakan bentuk penyakit arthritis, dengan proses penyakit
melibatkan keseluruhan sendi: tulang subkondral, ligamentum, kapsul, dan jaringan sinovial,
serta jaringan ikat periartikula.1 Area tubuh yang sering terkena meliputi vertebrae, panggul,
lutut, dan pergelangan kaku. Prevalensi OA lutut yang ditegakkan secara radiologis di Indonesia
cukup tinggi, mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita pada usia 40 s.d. 60 tahun.1,2
Faktor risiko OA meliputi obesitas, kelemahan otot, aktivitas fisik yang berlebihan atau kurang,
riwayat trauma sebelumnya, penurunan fungsi proprioseptif, faktor keturunan OA, dan faktor
mekanik.1 Keluhan utama pasien biasanya adalah nyeri saat aktivitas atau saat adanya
pembebanan pada sendi yang terkena. Pada penyakit dengan derajat lebih berat, nyeri yang
dirasakan pasien dapat timbul terus menerus sehingga mengganggu mobilitas pasien. 2
Penegakan diagnosis OA adalah umumnya klinis, dengan pendekatan pemeriksaan
reumatologi prinsip GALS (Gait, Arms, Legs, Spine). Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus
yang menentukan diagnosis OA. Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk menyingkirkan
diagnosis banding dan untuk monitoring terapi, namun tidak berhubungan langsung dengan
gejala klinis yang muncul.1
Terapi OA umumnya bersifat simptomatis. Penatalaksanaan OA terutama ditujukan untuk
kontrol/penghilangan nyeri, memperbaiki gerak dan fungsi sendi, serta meningkatkan kualitas
hidup.1 Diharapkan pula dengan tatalaksana yang baik dapat turut memodifikasi perjalanan
penyakit.
Artikel berikut menjelaskan pendekatan terkini tatalaksana OA, terutama berdasarkan
rekomendasi IRA (Indonesian Rheumatology Association) tahun 2014.
TUJUAN TATALAKSANA
Beberapa poin tujuan tatalaksana OA adalah sebagai berikut:1
1. Mengurangi/ mengendalikan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
3. Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari (ketergantungan kepada orang
lain) dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

STRATEGI TATALAKSANA OSTEOARTRITIS


Dalam deteksi dini, pencegahan, dan penatalaksanaan penyakit kronis ini secara umum,
diperlukan pengetahuan dan peranan dokter umum yang baik dan benar, khususnya dalam
sistem kesehatan nasional saat ini.
IRA (Indonesian Rheumatology Association) merekomendasikan untuk mengawali
pengobatan dengan terlebih dahulu dilakukan penilaian holistik kualitas hidup pasien. Penilaian
tersebut meliputi: (1) aspek holistik hidup (2) Kenyamanan pasien, meliputi persepsi pasien
tentang kehidupannya dan pemahaman pasien tentang OA; (3) Pekerjaan, meliputi
keterbatasan kerja, dan penyesuaian; (4) Interaksi emosional, meliputi mengatasi stress dan
depresi; (5) Interaksi intelektual; (5) Nyeri muskuloskeletal lainnya; (6) Penyakit kronik
penyerta; dan (7) Kemampuan pasien mengatasi nyeri.1
Pilihan terapi dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu: nonfarmakologi, farmakologi,
komplementarik dan alternatif, dan terapi bedah. Secara keseluruhan, terapi dimulai dari yang
paling sedikit invasif, kemudian bertahap ditingkatkan menjadi terapi yang lebih invasif dan
mahal.

Terapi Nonfarmakologi
IRA merekomendasikan bahwa terapi nonfarmakologi sebagai tahap pertama terapi pasien,
yang meliputi edukasi, program penatalaksanaan mandiri modifikasi gaya hidup, program
penurunan berat badan, program latihan aerobik low impact, terapi fisik, dan terapi okupasi.
a. Edukasi pasien dan program penatalaksanaan mandiri modifikasi gaya hidup (Tingkat
Bukti II)
Edukasi pasien serta program penatalaksanaan mandiri dapat memperbaiki luaran OA.
Pasien harus diberikan informasi tentang terjadinya OA, peranan pasien terhadap
penatalaksanaan penyakit serta harapan yang tepat. Program penatalaksanaan mandiri
dapat disertai dengan intervensi psikososial.
b. Program penurunan berat badan (Tingkat Bukti I)
Faktor risiko mayor pada OA adalah obesitas. Menurunkan berat badan dapat
memperbaiki fungsi dan nyeri pada OA.3,4 Disarankan pada pasien dengan IMT (Indeks
Massa Tubuh) >25 kg/m2, untuk mengikuti program penurunan berat badan minimal 5%
dan target IMT 18,5-25 kg/m2.
c. Program latihan aerobik (Tingkat Bukti I)
Program latihan aerobik disarankan secara kuat bagi penderita OA lutut. Tujuannya
adalah untuk memaksimalkan kapasitas sendi dan membantu menurunkan berat badan.
Perlu penguatan motivasi bagi pasien, karena tingkat komplians terapi ini buruk untuk
jangka panjang. Latihan aerobik boleh dilakukan dalam/luar ruangan atau secara
akuatik. Latihan yang diberikan bersifat low-impact dan dapat disesuaikan dengan
kondisi pasien.1,3
d. Terapi fisik dan okupasi (Tingkat bukti II)
Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep / pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for ambulation):
pakai tongkat pada sisi yang sehat. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan
konservasi energi, menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik
sehari-hari.

Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi nonfarmakologi diatas.
Rekomendasi IRA 2014 mengenai teapi farmakologi OA adalah sbb:
a. Pendekatan terapi awal: obat anti nyeri
- OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang: dapat diberikan salah satu obat
berikut jika tidak ada kontraindikasi (Tingkat Bukti II):
o Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
Obat ini merupakan pilihan pertama pada OA ringan-sedang. Bila respon baik
dapat dilanjutkan untuk analgesik jangka panjang bila diperlukan.
Rekomendasi dosis adalah 1 gram diberikan tiga Hindari dosis suboptimal
(500 mg/hari). Sangat aman juga pada OA lansia dengan penyakit komorbid
multiple. Tidak terkait toksisitas pada GI, kardiovaskular atau ginjal
o Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).
- OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dengan risiko sistem pencernaan (usia
>60 tahun, disertai komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat
perdarahan saluran cerna, konsumsi kortikosteroid dan/atau antikoagulan), dapat
diberikan salah satu obat berikut:
o Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
o Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
o Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif atau COX-2 inhibitor
dengan pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent). Dimulai
dengan dosis analgesik rendah dan dapat dinaikkan hingga dosis maksimal
hanya jika respons kurang efektif pada dosis rendah. Pemberian OAINS lepas
bertahap (misalnya Na-Diklofenak SR75 atau SR100) agar dipertimbangkan
untuk meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan pasien.
Penggunaan misoprostol atau proton pump inhibitor dianjurkan pada
penderita yang memiliki faktor risiko kejadian perdarahan sistem
gastrointestinal bagian atas atau dengan adanya ulkus saluran pencernaan.
- Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan
tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide 40
mg) untuk penanganan nyeri jangka pendek (1-3 minggu) dapat diberikan, selain
OAINS per oral. (Tingkat Bukti : II)

b. Pendekatan terapi alternatif


Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat, maka dipikirkan
pemberian:
- Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan memiliki
kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan OAINS, dapat diberikan
Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi).
- Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan (Tingkat bukti II) atau
kortikosteroid jangka pendek (1-3minggu) pada OA lutut. (Tingkat bukti II)
- Kombinasi : Manfaat kombinasi paracetamol-kodein meningkatkan efektifitas
analgesik hingga 5% dibandingkan paracetamol saja, namun efek sampingnya lebih
sering terjadi, lebih banyak berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-bukti penelitian
klinis menunjukkan kombinasi ini efektif untuk non-cancer related pain.

c. Injeksi intraartikular/intra lesi


Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan
modalitas terapi ini, mengingat adanya efek merugikan baik lokal maupun sistemik.
Pada dasarnya terdapat dua indikasi suntikan intra artikular, yakni penanganan
simtomatik dengan steroid (triamsinolone hexacetonide dan metilprednisolon), dan
viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk memodifikasi perjalanan penyakit. Dengan
pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan adalah dokter ahli reumatologi
atau dokter ahli penyakit dalam, dan dokter ahli lain, yang telah mendapatkan pelatihan.

Terapi Bedah1
Indikasi tindakan lanjutan yaitu: (1) Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis
inflamasi: bursitis, efusi sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik,
yang harus dirujuk ke dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi; dan (2) Adanya kecurigaan atau
terdapat bukti artritis infeksi , yang merupakan kasus gawat darurat, resiko sepsis tinggi
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:
a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau bertambah berat
setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan rekomendasi baik secara
non-farmakologik dan farmakologik (gagal terapi konvensional).
b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.
c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan tidur
(sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul gejala/gangguan psikiatri
karena penyakit yang dideritanya.
d. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut
e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial, distal patella
realignment, lateral release.
f. Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut terkunci/locking, tidak
dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya kelainan struktur sendi seperti robekan
meniskus: untuk kemungkinan tindakan artroskopi atau tindakan unicompartmental
knee replacement or osteotomy/realignment osteotomies.
g. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full,medial unicompartmental,
patellofemoral and rarely lateral unicompartmental) pada pasien dengan:
a. Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
b. Kekakuan sendi yang berat
c. Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.

EVALUASI EFEK SAMPING OBAT-OBATAN


Evaluasi terapi meliputi evaluasi efek terapeutik dan evaluasi efek samping obat. Evaluasi efek
terapeutik dilakukan dengan Laquesne Index dan WOMAC Index. Laquesne Index merupakan
metode evaluasi berdasarkan keluhan nyeri, jarak tempuh maksimal berjalan, dan kemampuan
aktivitas fisik sehari-hari. Sementara WOMAC Index menekankan pada derajat nyeri dan tingkat
kesulitan pasien saat melakukan aktivitas sehari-hari dengan menggunakan Visual Analog Score
(VAS).1,2
Evaluasi efek samping obat yang patut diperhatikan adalah efek gastroenteropati akibat
OAINS, meliputi dispepsia, ulserasi, dan perdarahan. Faktor risiko yang meningkatkan efek
samping ini adalah riwayat ulkus, perdarahan gastrointestinal, riwayat intoleransi OAINS,
pemakaian steroid serta antikoagulan, penyakit komorbid, pemakaian lebih dari satu OAINS,
merokok, dan konsumsi alkohol. Efek OAINS lainnya adalah hipertensi, gagal jantung kongestif,
gagal ginjal, dan hiperkalemia. Paracetamol juga dapat menyebabkan hepatotoksisitas dan
Opioid dapat memberikan efek samping nausea, vomitus, konstipasi, retensio urin, mental
confusion, drowsiness dan depresi pernafasan.1,2

TERAPI KOMPLEMEN DAN ALTERNATIF


Terapi komplemen dan alternatif secara khusus belum direkomendasikan oleh IRA.
Rekomendasi terbaru dari ACR tahun 2012 secara kondisional tidak merekomendasikan
pemberian kondroitin sulfat, glukosamin, dan capsaicin topikal untuk OA lutut. Pendapat para
panel ahli ini berdasarkan penelitian glucosamine/chondroitin arthritis intervention trial (GAIT)
dan beberapa meta-analisis yang menunjukkan heterogenitas besar pada efek pemberiannya
serta kurangnya preparat obat yang berkualitas dan disetujui FDA untuk diberikan terhadap
penderita OA. Selanjutnya, hasil dari penelitian terbaru gagal membuktikan efikasi klinis
pemberian glukosamin dan kondroitin sulfat.3
Pengobatan dengan akupuntur tradisional China atau penggunaan rangsangan elektrik
transkutan direkomendasikan secara kondisional hanya jika pasien dengan OA lutut mengalami
nyeri kronis sedang hingga berat dan merupakan kandidat tindakan artroplasti lutut total
namun pasien menolak prosedur, memiliki komorbiditas, atau menggunakan obat-obatan lain
yang menyebabkan kontraindikasi relatif atau absolut terhadap pembedahan, atau keputusan
oleh ahli bedah untuk tidak merekomendasikan prosedurnya.3
Krim capsaicin adalah analgesik topikal yang berasal dari cabai. Telah ditemukan lebih
unggul dari plasebo dalam mengobati nyeri osteoarthritis. Terapi ini tersedia secara luas, relatif
murah, dan dapat digunakan sebagai tambahan untuk perawatan osteoartritis standar. Secara
kondisional, terapi krim capcaisin merupakan salah satu terapi yang direkomendasikan untuk
OA tangan, namun terhadap OA lutut, terapi ini secara kondisional tidak direkomendasikan. 3

DAFTAR PUSTAKA
1. IRA. Rekomendasi IRA untuk diagnosis dan penatalaksanaan osteoarthritis. 2014.
Diunduh dari: http://www.reumatologi.or.id/reurek/download/24.diunduh tanggal: 3 Agustus
2014
2. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, dkk. Osteoartritis. dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
dkk [editor]. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009
3. Hochberg MC, Altman RD, April KT, dkk. American College of Rheumatology 2012
recommendations for the use of nonpharmacologic and pharmacologic therapies in
osteoarthritis of the hand, hip, and knee. Arthritis Care Res, 64: 465474.
doi:10.1002/acr.21596
4. Christensen R, Astrup A, Bliddal H, Weight loss : the treatment of choice for knee
osteoarthritis? A randomized trial. Osteoarthritis Cartilage 2005;13:20-27.
5. Sinusas K. Osteoarthritis : diagnosis and treatment. Am Fam Physician. 2012 Jan
1;85(1):49-56.

Anda mungkin juga menyukai