Anda di halaman 1dari 15

Definisi

Rheumatoid artritis (RA) adalah kelainan inflamasi kronik dan


biasanya progresif dengan penyebab tidak diketahui yang dicirikan
oleh keterlibatan persendian simetrik poliarticular dan manifetasi
sistemik

Sumber : dipiro edisi 9


Prevalensi
Rheumatoid arthritis adalah bentuk paling umum dari
arthritis autoimun, yang mempengaruhi lebih dari 1,3
juta orang Amerika. Dari jumlah tersebut, sekitar 75%
adalah perempuan. Bahkan, 1-3% wanita mungkin
mengalami rheumatoid arthritis dalam hidupnya.
Di Indonesia kejadian RA lebih rendah dibandingkan
dengan negara maju seperti Amerika. Prevalensi kasus
rheumatoid arthritis di Indonesia berkisar 0,1% sampai
dengan 0,3% sementara di Amerika mencapai 3%
Patofisiologi Artritis Reumatoid

Sumber : dipiro edisi 9


Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui
secara pasti,
faktor metabolik, dan infeksi virus
Jenis kelamin perempuan (3: 1 perempuan untuk laki-laki)
Usia (puncak onset 35-50 tahun)
Merokok
Keturunan
Stress
Dipiro 4th edition
Faktor Resiko
Faktor genetik
Usia
Jenis kelamin
Infeksi (virus parvovirus, rubella, EBV, borellia
burgdorferi)
Merokok
Tujuan terapi
Mengurangi atau menghilangkan rasa sakit

Melindungi struktur artikular

Mengontrol komplikasi sistemik

Mencegah hilangnya fungsi sendi


Meningkatkan atau mempertahankan
kualitas hidup Dipiro, Pharmacotherapy
Principles & Practice 4th
Algoritma Terapi
Monitoring dan Evaluasi
Tanda-tanda klinis dari perbaikan meliputi pengurangan pembengkakan
sendi, penurunan urat sampai ke palpasi sendi.
Perbaikan Gejala termasuk pengurangan nyeri sendi dan kekakuan pagi,
onset dengan waktu yang panjang untuk timbulnya kelelahan di sore
hari, dan perbaikan kemampuan untuk melakukan aktifitas setiap hari.
Radiografi sendi Berkala mungkin berguna dalam menilai perkembangan
penyakit.
Pemantauan laboratorium adalah nilai yang kecil dalam menilai respon
terhadap terapi, tetapi sangat penting Untuk mendeteksi dan mencegah
efek obat yang merugikan
Tanyakan pasien tentang adanya gejala yang mungkin berhubungan
dengan efek samping Obat
Studi kasus Rheumatoid :
Seorang wanita 45 tahun didiagnosis rheumatoid arthritis lima tahun yang lalu. Dia
sangat terpukul dengan diagnosis, karena dia selalu menganggap dirinya sehat,
dan selalu memperhatikan pola makan dan olahraga.
Sejarah :
Wanita ini mengalami nyeri poliartikular yang parah dikarenakan arthritis
reumatoid, terutama di pergelangan tangan, siku dan bahu. Beliau ingin tetap
memakai obat herbal dan mencoba untuk mengatasi nyeri tersebut dengan
berbagai macam obat bebas. Akhirnya ia memakai obat Tylenol dalam bentuk
sediaan tablet sejumlah 1-2 tablet peroral tiap 4 jam. Ia merasakan efek
penghilangan nyeri selama 1 tahun, tetapi kondisinya semakin memburuk, dan ia
mulai mengalami malalignment di jari-jarinya.
Berdasarkan hasil diskusi dengan sesama penderita RA lainnya ia disarankan
untuk mengkonsumsi Vioxx 25 mg sekali sehari, ia tidak melanjutkan terapi obat
tersebut setelah enam bulan karena disatu sisi ia tidak minum obat secara patuh,
hingga merasakan efek samping pada saluran pencernaan.
Rujukan :

Pada kasus ini, rujukan dibuat oleh rheumatologist dimana pasien mendapatkan
terapi dengan prednisone 7,5 mg sekali sehari. Setelah mengkonsumsi obat
tersebut pasien memiliki respon awal yang sangat baik, namun harus
menghentikan penggunaan steroid setelah tiga bulan dikarenakan pasien
mengalami beberapa efek samping seperti hipertensi, kenaikan berat badan, dan
penampilan cushingoid (moon face). Dianjurkan oleh rheumatologist untuk
pemeriksaan dengan X-rays kemudian dari pemeriksaan tersebut menunjukan
bahwa adanya kerusakan sendi dan erosi ringan sampai sedang serta penyempitan
ruang sendi terutama di tangan. Rheumatologist menganjurkan kepada pasien agar
pasien mendapatkan memulai pengobatan awalnya dengan methotrexate serta
dengan tambahan infliximab (Remicable).
Pasien mengalami peningkatan perubahan yang signifikan dalam hal : nyeri sendi,
bengkak, maupun tanda-tanda kekauan, peradangan serta fleksibilitas dan
mobilitas (gerakan). Kemudian dari pemeriksaan sinar-X selanjutnya menunjukan
bahwa metotreksat yang dikombinasi infliximab telah menstabilkan keutuhan sendi,
mencegah erosi lebih lanjut dan penyempitan ruang sendi.
Penyelesaiian Kasus :

Terapi Farmakologis :
1. Penggunaan analgetik dan AINS hanya mengurangi nyeri dan mempertahankan fungsi
sendi tetapi tidak dapat mencegah kerusakan tulang rawan sendi tulang .
2. NSAID dan atau kortikosteroid mungkin digunakan untuk mengurangi gejala-gejala jika
diperlukan. Mereka menyediakan peningkatan yang relatif cepat dibandingkan dengan
APP, yang mungkin memakan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum
manfaat terlihat. Namun, NSAID tidak berdampak pada perkembangan penyakit, dan
kortikosteroid memiliki potensi untuk komplikasi jangka panjang. NSAID bertindak
terutama menghambat sintesis prostaglandin yang hanya sebagian kecil dari kaskade
inflamasi. Mereka memiliki sifat analgesik maupun sifat antiinflamasi dan mengurangi
kekauan tetapi tidak memperlambat perkembangan penyakit atau mencegah erosi
tulang atau deformitas sendi. Kedua obat-obatan tersebut jarang digunakan sebagai
monoterapi untuk RA, melainkan dapat digunakan sebagai tambahan dalam
pengobatan(Dipiro, 2008).
3. Penggunaan Prednisone dihentikan dikarenakan pasien mengalami beberapa efek
samping seperti : hipertensi, kenaikan berat badan, dan penampilan cushingoid (moon
face).
4. Terapi lini pertama APP ( Antireumatik Pemodifikasi Penykit)/ DMARDs (Disease Modifying
Antirheumatic Drug) termasuk metotreksat , hydroxychloroquine, sulfasalazine, dan
leflunomide. Urutan pemilihan agen tidak didefinisikan secara jelas, namu metotreksat
sering dipilih awalnya karena data jangka panjang menunjukan hasil yang lebih bik
dibandingkan dengan APP lainnya dan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan agen
biologis (Dipiro, 2008).
5. Saat ini dikenal obat antireumatik yang tidak hanya bersifat simtomatik tetapi dapat
menghambat proses memburuknya penyakit. Obat yang tergolong kelompok ini ialah
metotreksat. Metotreksat dianggap APP terpilih saat ini. Obat ini efektif pada dosis yang
jauh lebih kecil dari sebagai obat kanker sehingga efek samping berat jarang merupakan
maslah.
6. Karena infliximab merupakan protein alami, infliximab hancur didalam saluran GI dan
harus diberikan secara parenteral. Untuk mencegah pembentukan antibodi terhadap
protein asing ini, metotreksat harus diberikan oral dalam dosis yang digunakan untuk
mengobati RA selama pasien terus diberikan infliximab (Dipiro, 2008). Infliximab diberikan
dengan metotreksat dalam pengobatan rheumatoid arthritis . Di Amerika Serikat, obat ini
dapat digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis awal, untuk mengurangi tanda-
tanda dan gejala semula kerusakan struktural (Martindale). Dalam uji klinis kombinasi
infliximab dan metotreksat dapat menghentikan perkembangan kerusakan sendi (Dipiro,
2008).
Terapi Non Farmakologi (Dipiro, 2008) :
1. Istirahat yang cukup
2. Jika mengalami obesitas, maka
7. Infliximab dalam kombinasi dianjurkan untuk mengurangi berat
dengan metotreksat diberikan badan
dalam dosis 3 mg/kg, diulang 3. Terapi fisik dan penggunaan alat
pada 2 dan 6 minggu, kemudian pembantu dapat membantu menjaga
setiap 8 minggu sesudahnya. Di fungsi sendi
Amerika Serikat, dosis dapat 4. Pasien dengan penyakit yang parah
ditingkatkan hingga 10 mg/kg dapat mendapatkan keuntungan dari
atau diulang setiap 4 minggu prosedur operasi seperti :
pada mereka rengan respon tenosinovektomi, perbaikan tendon,
yang belum lengkap dan penggantian sendi
(Martindale). 5. Pendidikan pasien tentang penyakit
dan keuntungan dan pembatasan
terapi obat merupakan hal yang
penting.
Kesimpulan :
1. Penggunaan obat terdahulu untuk mengobati arthritis rematoid yaitu analgesik,
NSAID maupun kortikos teroid sebaiknya dihentikan dimana analgesik dan NSAID
tersebut kurang tepat untuk pengobatan karena obat-obatan tersebut hanya
mengurangi gejala-gejala namun tidak dapat memperlambat perkembangan penyakit
atau mencegah erosi tulang atau deformitas sendi. Selain itu, pasien mengalami
beberapa efek samping dari penggunaan kortikos teroid.
2. Terapi yang digunakan untuk mengobati arthritis rematoid sudah tepat dimana
dengan menggunakan kombinasi metotreksat dan infliximab dengan dosis masing-
masing yaitu 7,5-15 mg/minggu dan 3 mg/kg, diulang pada 2 dan 6 minggu,
kemudian setiap 8 minggu sesudahnya.
3. Metotreksat merupakan terapi lini pertama untuk pengobatan arthritis tematoid.
4. Kombinasi dari kedua obat tersebut akan mengurangi tanda-tanda dan gejala dan
menghentikan perkembngan kerusakan sendi.

Anda mungkin juga menyukai