Anda di halaman 1dari 36

Farmakologi

Obat Mata

1
Farmakokinetik
 ADME
 Obat dapat sampai ke mata:
 Lokal:
 Tetes mata
 Salep mata
 Injeksi Periokular
 Injeksi Intraokular
 Sistemik:
 Oral

2
Faktor yang mempengaruhi penetrasi
obat lokal ke dalam mata
 Konsentrasi obat & kelarutan: makin tinggi
konsentrasinya, penetrasinya makin baik, c/
pilocarpine 1-4% tapi terbatas dengan adanya
refleks mengedip
 Viskositas: penambahan metilselulosa & polivinil
alkohol meningkatkan penetrasi obat dengan cara
memperpanjang waktu kontak dengan kornea
 Kelarutan dalam lemak: makin larut dalam lemak,
penetrasi >>

3
Faktor yang mempengaruhi penetrasi
obat ke dalam mata

 Surfaktan: pengawet yang digunakan dalam


sediaan obat mata mengubah membran sel
kornea  meningkatkan permeabilitas obat,
mis. benzylkonium & thimerosal
 pH: pH normal air mata = 7.4, jika pH obat
jauh berbeda akan merangsang refleks
berkedip
 Tonisitas obat

4
Tetes Mata
 Tetes mata : paling sering
 Satu tetes = 50 µl
 volume conjunctival cul-de-sac 7-10 µl
 Untuk meningkatkan absorpsi obat tetes:
 tunggu 5-10 menit sebelum tetes sebelumnya
 tekan sakus lakrimal
 tutup kelopak mata selama 5 menit setelah
diberikan

5
Salep Mata
 Meningkatkan lama kontak obat pada
permukaan mata  efek lebih baik
 Kerugian = penglihatan kabur
 Obat harus sangat larut dalam lemak dan
juga larut dalam air untuk efek maksimum

6
Obat Sistemik
 Oral atau IV
 Faktor yang mempengaruhi penetrasi obat
sistemik ke jaringan mata:
 Kelarutan obat dalam lemak: kelarutan dalam
lemak makin tinggi, penetrasi makin baik
 Ikatan protein : ikatan protein rendah, efek>
 Inflamasi pada mata: bila ada radang, penetrasi
>

7
Farmakoterapi pada Mata
 Agonis kolinergik  Osmotik
 Kerja langsung  Analog prostaglandin
 Kerja tidak langsung  Anti inflamasi
 Reversibel  Kortikosteroid
 irreversibel  NSAID
 Antagonis kolinergik  Antialergi
 Agonis Adrenergik  Antijamur
 Antivirus
 Antagonis adrenergik  Obat untuk diagnostik
 Carbonyl anhidrase  Anestetik lokal
inhibitor  Lain-lain

8
Agonis Kolinergik
 Agonis kerja langsung:
 c/ pilokarpin, asetilkolin, karbakol

 Indikasi : miosis, glaukoma

 mekanisme:
 kontraksi otot sfingter siliaris  miosis
 Kontraksi otot siliaris longitudinal  Meningkatkan aliran aqueous
melalui trabecular meshwork
 Kontraksi otot silier sirkular  akomodasi
 Efek samping:
 Lokal: gangguan penglihatan (miopia), sakit kepala, katarak, retinal
detachment
 sistemik: lakrimasi, salivasi, spasme bronkus, mual, muntah, diare

9
Agonis kolinergik
 kerja tidak langsung (anti-
cholinesterases) :
 Lebih poten dengan durasi kerja lebih lama
 Inhibitor reversibel
 c/ fisostigmin
 Indikasi : glaukoma
 Efek samping pada SSP

10
Agonis Kolinergik
 kerja tidak langsung
(anticholinesterases):
 Irreversibel:
 c/ fosfolin iodida
 Indikasi: esotropia akomodasi
 Efek samping: kista iris &
katarak subkapsular anterior
 Kontraindikasi: glaukoma sudut
tertutup, asma, parkinsonisme
 Sebabkan apnea jika
digunakan bersama
suksinilkolin / prokain

11
Antagonis Kolinergik
 c/ tropicamide, cyclopentolate, homatropine, skopolamin, atropin
 Paralisis otot sfingter iris  midriasis
 Paralisis otot siliaris  siklopegia
 Digunakan untuk: fundoskopi, refraksi siklopegik, uveitis anterior
 Efek samping:
 lokal: reaksi alergi, penglihatan kabur
 sistemik: mual, muntah, pucat, kolaps pembuluh darah, konstipasi, retensi
urin, konfusi
 Terutama pada anak sebabkan flushing, demam, takikardia, atau delirium
 Diatasi dengan fisostigmin

12
Agonis Adrenergik
 Agonis nonselektif (α1, α2, β1, β2)
 c/ epinefrin
 indikasi: glaukoma
 Efek samping: sakit kepala, aritmia,
peningkatan pembuluh darah
 KI: glaukoma sudut tertutup

13
Agonis Adrenergik
 Agonis alfa-1
 c/ fenilefrin
 Digunakan untuk : midriasis (tanpa siklopegia),
decongestan
 ES:
 Peningkatan TD yang signifikan terutama pada bayi\
 Presipitasi glaukoma sudut tertutup pada pasien yang
sudutnya sempit

14
Agonis adrenergik
 Agonis Alfa-2
 c/ brimonidin, apraclonidin
 indikasi: glaukoma, profilaksis mencegah peningkatan
TIO setelah terapi glaukoma dengan laser
 Mekanisme: penurunan produksi aqueous production,
peningkatan aliran uveoscleral
 Efek samping:
 lokal: reaksi alergi, midriasis, retraksi kelopak
 sistemik: kekeringan pada mulut, sakit kepala, lesu, ngantuk,
hipotensi ortostatik, serangan vasovagal
 KI: bayi, pengguna MAOI

15
Antagonis adrenergik alfa
 c/ thymoxamine, dapiprazole
 Digunakan untuk membalikan dilatasi pupil
akibat fenilefrin
 Jarang digunakan

16
Beta-adrenergic blockers
 c/
 non-selektif: timolol,
levobunolol, metipranolol,
carteolol
 selectif: betaxolol (beta 1
“kardioselektif”)
 I: glaukoma
 Mekanisme: menurunkan
pembentukkan aqueous
humor oleh badan silier
 ES: bronkospasme
(betaxolol <<), gangguan
jantung

17
Carbonic anhydrase inhibitors
 c./ acetazolamide, methazolamide,
dichlorphenamide, dorzolamide, brinzolamide.
 I: glaukoma, edema makula sistoid, pseudotumor
serebri
 mekanisme: supresi aqueous
 ES: miopia, parastesia, anoreksia, keluhan GI, sakit
kepala, ganggauan merasa & menghidu, deplesi Na
& K, asidosis metabolik, batu ginjal, supresi SSTL
“anemia aplastik”
 KI: alergi sulfa, pengguna digitalis, hamil

18
Osmotik
 Dehidrasi badan silier  menurunkan TIO
signifikan
 c/
 Sirup gliserol 50% (sebabkan mual,
hiperglikemia)
 Manitol 20% IV (sebabkan kelebihan cairan &
tidak untuk gagal jantung)

19
Analog Prostaglandin
 c/ latanoprost, bimatoprost, travoprost,
unoprostone
 I: glaukoma
 Mekanisme: meningkatkan aliran uveoscleral
aqueous
 ES: iris menjadi gelap (heterochromia iridis),
pemanjangan & penebalan bulu mata, inflamasi
intraokular, edema makula

20
Antiinflamasi

kortikosteroid NSAID

21
22
kortikosteroid
 Topikal
 c/ fluorometholone, remixolone, prednisolon,
dexametason, hidrokortison
 mekanisme: inhibisi fosfolipase A2  inhibisi
penglepasan asam arakidonat dari fosfolipid
 I: pasca operasi, uveitis anterior, konjungtivitis allergi
parah, keratokonjungtivitis vernal, pencegahan & supresi
penolakan graft kornea, episkleritis, skleritis
 ES: mudah terinfeksi, glaukoma, katarak, ptosis,
midriasis, scleral melting, atrofi kulit

23
Kortikosteroid
 Sistemik:
 c/ prednisolon, kortison
 I: uveitis posterior, neuritis optik, arteritis temporal
dengan neuropati optik iskemik anterior
 ES:
 Lokal: katarak subkapsular posterior, glaukoma, retinopati
serosa sentral
 Sistemik: supresi aksis hipofisis-adrenal, hiperglikemia,
osteoporosis, ulkus peptik, psikosis

24
NSAID
 c/ ketorolak, diclofenak, flurbiprofen
 mekanisme: inaktivasi siklo-oksigenase
 Indikasi: pasca operasi, konjungtivitis alergi
ringan, episkleritis, uveitis ringan, edema
makula sistoid, sebelum operasi untuk
mencegah miosis selama operasi
 ES: stinging

25
Anti-alergi
 Hindari alergen, kompres dingin, lubrikasi
 Antihistamin (c/ pheniramine, levocabastine)
 Dekongestan (c/ naphazoline, phenylepherine, tetrahydrozaline)
 Mast cell stabilizers (c/ cromolyn, lodoxamide, pemirolast,
nedocromil, olopatadine)
 NSAID (c/ ketorolac)
 Steroid (c/ fluorometholone, remixolone, prednisolone)
 Kombinasi obat

26
Antibiotik
 Penicillins
 Cephalosporins
 Sulfonamides
 Tetracyclines
 Chloramphenicol
 Aminoglycosides
 Fluoroquinolones
 Vancomycin
 macrolides

27
Antibiotik
 Topikal untuk profilaksis (pre &
postoperasi) & terapi infeksi
bakteri pada mata
 Oral untuk terapi selulitis
preseptal
c/ amoksisilin + klavulanat
 Intravena untuk terapi selulitis
orbita
c/ gentamisin, sefalosporin,
vankomisin
 Intravitreal untuk endoftalmitis

28
Antibiotik
 Trachoma
 Tetrasiklin sistemik & topikal
 Eritromisin
 azitromisin.
 keratitis Bakterial (ulkus kornea
bakterial)  topikal
 Penisilin
 Sefalosporin
 Aminoglikosida
 Vankomisin
 Fluorokuinolon
 Konjungtivitis Bakterial  topikal
eritromisin, aminoglikosida,
fluorokuinolon, kloramfenikol

29
Antijamur
 I: keratitis jamur, endoftalmitis jamur
 Polien
 Kerusakan membran sel jamur
 c/ amfoterisin B, natamisin
 ES: nefrotoksisitas
 Imidazol
 Peningkatan permeabilitas membran sel jamur
 c/ mikonazol, ketokonazol
 Flusitosin
 Inhibisi sintesis DNA jamur

30
Antivirus
 Asiklovir
interaksi dengan timidin kinase
virus (selektif)  untuk
keratitis herpes
 Trifluridine
herpetic iritis
 Gansiklovir
intravena untuk retinitis CMV

31
Obat untuk Diagnostik Penyakit Mata
 Zat warna Fluorescein
 Tetes atau strip
 I: abrasi kornea, tonometri
applanasi, deteksi
kebocoran akibat luka,
angiografi fluorescein
 Hati-hati:
 Mewarnai lensa kontak
soft
 Terkontaminasi
Pseudomonas sp.

32
Obat untuk Diagnostik Penyakit Mata
 Zat warna rose bengal
 Mewarnai epitelium yang mati
 Digunakan pada: mata kering yang parah, keratitis herpes

33
Anestesi Lokal
 topikal
 c/propakain, tetrakain
 I: tonometri aplanasi, gonioskopi, mengeluarkan
benda asing, mencabut jahitan, pemeriksaan
pada pasien yang tidak bisa membuka matanya
karena kesakitan
 ES: toksik pada epitelium kornea, reaksi alergi
(jarang)

34
Anestesi Lokal
 Infiltrasi orbita
 peribulbar atau retrobulbar
 Anestesia & akinesia untuk bedah intraokular
 c/ lidokain, bupivakain

35
Sediaan Mata yang Lain
 Lubrikan
 Tetes atau salep
 Polivinil alkohol,
selulosa, metilselulosa
 Pengawet / tanpa zat
pengawet

36

Anda mungkin juga menyukai