Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Teknik Kimia USU JURNAL

ISSN : 2337-4888

TEKNIK KIMIA - USU

Vol. xx, No. x, Bulan Tahun | xx-xx


ISSN : 2337-4888
Departemen Teknik Kimia

Homepage: https://talenta.usu.ac.id/jtk Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik dan Daya Hambat Mikroba Pectin-Edible Film Dengan


Penambahan Filler Kulit salak (Salacca zalacca) Sebagai Pengemas Makanan

Characteristics and Microbial Inhibition of Pectin-Edible Film With the Addition of


Snakefruit Peel (Salacca zalacca) as Food Packaging

Nisaul Fadilah Dalimunthe*, M. Thoriq Al Fath, Tania Natasya, Khairunnisa Alifia Pulungan
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Jl. Alamamater, Kampus USU, Padang Bulan, Kota Medan, Kode pos 20155, Negara Indonesia
*Email: nisaul.fadilah@usu.ac.id

Abstrak
Edible film merupakan produk pengemas makanan biodegradable yang dapat dimakan. Edible film
berperan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas pangan. Salah satu bahan yang dapat
digunakan adalah pektin. Namun, edible film berbahan dasar pektin memiliki sifat mekanik yang
mudah rapuh. Sehingga, perlu dilakukan penambahan kulit salak sebagai filler untuk memperbaiki
sifat mekaniknya. Selain mengandung selulosa, kulit buah salak juga mengandung senyawa
alkaloid yang dapat berperan sebagai antimikroba. Pada penelitian ini, edible film dibuat dari
campuran kulit buah salak, pektin, gliserol CaCl 2.2H2O dan tween 80. Pembuatan edible film
dilakukan dengan melarutkan 0,015 g/mL pektin, kulit salak dengan variasi konsentrasi 0%. 2%;
3%; 4%; dan 6% (wt) dan tween 80 (0,5% dari berat total) dalam 200 mL larutan yang telah
mengandung 0,6 g plasticizer/g pektin. Kemudian campuran diaduk menggunakan magnetic stirer,
dicetak dan dikeringkan di oven pada suhu 50 oC selama 15 jam.. Setelah itu dilakukan uji
karakteristik edible film, meliputi ketebalan edible film, swelling, degradasi dan sifat antimikroba.
Hasil penelitian menunjukkan penambahan kulit buah salak berpengaruh terhadap ketebalan edible
film, swelling, degradasi dan sifat antimikroba. Adapun ketebalan yang diperoleh meningkat
seiring penambahan kulit buah salak, yaitu berkisar 0,024-0,0172 mm. Hasil swelling yang
diperoleh meningkat seiring dengan penambahan kulit buah salak yaitu 0,0409, 0,0303, 0,0234,
0,0201 dan 0,0137. Hasil degradasi terbaik diperoleh pada hari ke 5 yaitu dengan variasi
konsentrasi kulit buah salak sebesar 6%. Hasil penelitian aktivitas antimikroba menujukkan
penghambatan yang kuat pada bakteri (Escherichia coli). Penghambatan terbesar ditunjukkan
sampel edible film dengan variasi konsentrasi kulit salak sebesar 6% dengan zona hambat 20,8
mm.

Kata kunci: Edible Film, Karakteristik, Kulit Buah Salak, Mekanik, Pektin

Abstract
Edible film is a biodegradable food packaging product that can be consumed. Edible films play a
role in protecting and improving food quality. One of the materials that can be used is pectin.
However, pectin-based edible films have mechanical properties that are easily brittle. So, it is
necessary to add snakefruit peel as a filler to improve its mechanical properties. In addition to
containing cellulose, the snakefruit peel also contains alkaloid compounds that can act as
antimicrobials. In this study, edible film was made from a mixture of snakefruit peel, pectin,
glycerol CaCl 2.2H2O and tween 80. Edible film was made by dissolving 0.015 g/mL of pectin,
snakefruit peel with a concentration variation of 0%. 2%; 3%; 4%; and 6% (wt) and tween 80
(0.5% of the total weight) in 200 mL of a solution containing 0.6 g of plasticizer/g of pectin. Then
the mixture was stirred using a magnetic stirrer, printed and dried in an oven at 50 oC for 15
hours. After that, the characteristics of the edible film were tested, including the thickness of the
edible film, swelling, degradation and antimicrobial properties. The results showed that the
addition of snakefruit peel had an effect on the thickness of the edible film, swelling, degradation
and antimicrobial properties. The thickness obtained increased with the addition of snakefruit peel,
which was in the range of 0.024-0.0172 mm. The swelling results obtained increased with the
addition of snakefruit peel, namely 0.0409, 0.0303, 0.0234, 0.0201 and 0.0137. The best
degradation results were obtained on day 5, with variations in the concentration of snakefruit peel

Diterima : Tgl Bulan Tahun | Direvisi : Tgl Bulan Tahun | Disetujui : Tgl Bulan Tahun
1
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. xx, No. x (Bulan, Tahun) | xx-xx

by 6%. The results of the antimicrobial activity showed strong inhibition of bacteria (Escherichia
coli). The biggest inhibition was shown by edible film samples with a concentration variation of
6% snakefruit peel with an inhibition zone of 20.8 mm.

Keywords: Characterization, Edible Film, Mechanical, Pectin, Snakefruit Peel


Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. xx, No. x (Bulan, Tahun) | xx-xx

Pendahuluan pengemas yang ramah lingkungan dan


Proses pembungkusan makanan dengan bahan meningkatkan nilai fungsional produk pangan.
pengemas yang sesuai disebut Pengemasan Kombinasi perlakuan akan mampu menghasilkan
makanan (packaging) [1]. Packaging pada bahan edible film dengan karakteristik sifat yang baik dan
pangan berfungsi untuk mencegah atau mengurangi mampu memberikan perannya sebagai pengemas
kerusakan, melindungi bahan pangan dari gangguan alternatif produk-produk pangan.
fisik seperti gesekan, getaran dan benturan serta
bahaya pencemaran [2].
Teori
Edible merupakan salah satu jenis
Edible film adalah lapisan tipis yang melapisi
biodegradable film yang dapat dimakan, yang sering
makanan yang dapat dimakan dan dapat terurai
kita kenal dengan edible film. Edible sebagai
secara alami. Selain mudah terurai, edible film dapat
packaging merupakan salah satu jenis kemasan
dikombinasikan dengan komponen tertentu yang
yang ramah lingkungan. Keuntungan edible film
dapat menambah nilai fungsional kemasan itu
sebagai packaging adalah selain penampakan asli
sendiri, seperti penambahan antioksidan pada edible
produk dapat dipertahankan, juga dapat melindungi
film [9]. Pada Gambar 1 yang merupakan gambar
produk pangan, serta aman bagi lingkungan karena
edible film.
bersifat biodegradable yaitu dapat dikonsumsi
secara langsung [3].
Pektin merupakan salah satu bahan yang dapat
digunakan untuk membuat edible film karena
kemampuannya dapat membentuk gel encer dan
menstabilkan protein pektin digunakan secara luas
sebagai komponen fungsional pada makanan [4].
Edible film berbahan dasar pektin bersifat rapuh dan
memiliki permukaan yang halus, sehingga perlu
dilakukan penambahan kulit salak sebagai filler
untuk memperbaiki sifat mekanik dari edible film
tersebut [5].
Buah salak (Salacca zalacca) merupakan salah
satu jenis buah-buahan tropis asli Indonesia yang
tersebar di berbagai daerah dan panen terjadi
sepanjang tahun [6]. Dari Jurnal Dinas Tanaman
Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara
2013-2017 menunjukkan bahwa produksi salak di
Sumatera Utara mengalami peningkatan jumlah
produksi pada tahun 2014 sebesar 354.087 ton,
namun dari tahun 2014 hingga tahun 2016
mengalami penurunan jumlah produksi hingga
mencapai 118.619 ton, tetapi pada tahun 2017
kembali mengalami peningkatan jumlah produksi
salak Sumatera Utara sebesar 162.622 ton. Pada
umumnya masyarakat belum menyadari bahwa kulit
salak mempunyai banyak manfaat. Selama ini kulit
buah salak hanya dijadikan limbah yang tidak
termanfaatkan dan terbuang sebagai limbah organik
[7].
Kulit buah salak merupakan limbah yang
umumnya tidak terpakai lagi. Tetapi kulit buah
salak mempunyai kandungan nilai gizi berupa
protein, karbohidrat, air serta rendah lemak. Kulit
buah salak juga memiliki senyawa yang dapat
bermanfaat sebagai antimikroba. Hasil uji fitokimia
menunjukkan bahwa daging serta kulit buah salak
mengandung senyawa tanin, flavonoid, dan
alkaloid [8]. Ketiga senyawa tersebut berperan
penting untuk memperbaiki sifat mekanik dan
sebagai antimikroba dalam pembuatan edible film.
Kombinasi antimikroba dengan pengemas film dari
pektin dengan penambahan kulit salak sebagai filler
diharapkan dapat memperluas penggunaan bahan
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. xx, No. x (Bulan, Tahun) | xx-xx

Gambar 1. Edible Film 0,04 g/g pektin dalam 30 mL aquadest selama 30


menit (sedikit demi sedikit). Setelah larutan
Bahan utama pembentuk edible film adalah tercampur seluruhnya pengadukan dihentikan dan
hidrokoloid, lipid, dan komposit. Karbohidrat larutan dituang pada teflon kemudian dikeringkan
merupakan jenis hidrokoloid yang banyak dengan oven vakum pada suhu 50oC selama 15 jam.
digunakan dalam pembuatan edible film. Pektin Film yang sudah mengering disimpan pada
merupakan jenis karbohidrat yang dapat digunakan eksikator berisi silika gel selama 1 hari. Selanjutnya
dalam pembuatan edible film [3]. dilakukan analisis sifat-sifat fisik yakni meliputi
Pektin banyak digunakan sebagai komponen ketebalan, swelling, degradasi dan antimikroba
fungsional dalam makanan karena kemampuannya edible film [12].
membentuk gel air dan menstabilkan protein.
Menambahkan pektin ke dalam makanan Hasil
memengaruhi proses metabolisme dan pencernaan,
terutama penyerapan glukosa dan kadar kolesterol. 1. Ketebalan Edible Film
Selain itu, pektin dapat digunakan sebagai pelapis Tebal film diukur untuk mengetahui
yang sangat baik pada industri kertas dan tekstil rentangan perubahan tebal film karena adanya
serta sebagai pengental pada industri karet [10]. penambahan filler kulit buah salak. Ketebalan suatu
Dalam pembuatan edible film perlu ditambahkan film akan mempengaruhi sifat mekanik dari film
kulit buah salak sebagai bahan filler untuk yang dihasilkan, seperti kuat tarik dan persen
meningkatkan sifat mekanik edible film berbahan pemanjangan. Jika suatu film semakin tipis maka
dasar pektin yang bersifat rapuh [5]. Pada tabel 1 kemampuannya untuk meregang akan semakin
dapat dilihat standar karakteristik edible film besar sehingga akan mudah rusak saat digunakan
menurut Japanese Industrial Standard (JIS Z1707, [13]. Film yang dihasilkan pada pengemas makanan
1975). diharapkan dapat setipis mungkin agar nyaman saat
digunakan namun tetap mempunyai kekuatan
Tabel 1. Standar karakteristik edible film (JIS Z1707, mekanis yang baik.
1975) [5]

No Karakteristik Nilai Tabel 2. Hasil Pengukuran Ketebalan Film


Ketebalan Edible Film (mm)
1 Kuat tarik (kgf/cm2) ≥ 40
Filler
No Titik Titik Titik Titik Titik Rata –
2 Perpanjangan (%) ≥ 70% (%)
1 2 3 4 5 Rata
3 Ketebalan (mm) ≤ 0,25
1 0 0,02 0,03 0,04 0,03 0,02 0,028
4 Laju transmisi uap air ≤ 10
(g/m2.hari) 2 2 0,03 0,05 0,06 0,03 0,04 0,042

Metodologi Penelitian 3 3 0,05 0,05 0,06 0,07 0,04 0,054


Bahan baku yang digunakan dalam penelitian 4 4 0,06 0,07 0,08 0,05 0,06 0,064
ini adalah Gliserol, Kulit Buah Salak, Pektin,
CaCl2.2H2O, Silica gel, Tween 80. sedangkan 5 6 0,04 0,04 0,11 0,12 0,05 0,072
peralatan utama yang digunakan adalah ayakan 230
mesh, blender, magnetic stirer, hot plate, oven
listrik, timbangan, termometer dan cetakan. Pada Tabel 2 dapat dilihat jika hasil nilai
Percobaan ini dilakukan dengan variasi konsentrasi ketebalan edible film mengalami peningkatan
gliserol 0%, 2%, 3%, 4%, dan 6%. seiring dengan bertambahnya konsentrasi filler kulit
Kulit salak dicuci dengan air beberapa kali salak pada edible film. Data yang diperoleh
sampai bersih kemudian di keringkan dalam oven dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA)
dengan suhu 70oC sampai kering, lalu diblender untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
sampai terbentuk serbuk, kemudian diayak dengan perlakuan, bila terdapat perbedaan antar perlakuan
menggunakan mesh No. 230 [11]. akan dirumuskan dengan nilai p < 0,05 sedangkan
jika tidak terdapat perbedaan akan dirumuskan
Pembuatan edible film dilakukan dengan dengan nilai p > 0,05. Berdasarkan hasil ANOVA
melarutkan 0,015 g/mL pektin, kulit salak dengan yang diperoleh, diperoleh kesimpulan jika kulit
variasi konsentrasi 0%. 2%; 3%; 4% dan 6% (wt) buah salak memiliki pengaruh sebagai filler
dan tween 80 (0,5% dari berat total) dalam 200 mL terhadap ketebalan edible film dengan nilai p
larutan yang telah mengandung 0,6 g plasticizer/g sebesar 0,020 (p < 0,05).
pektin pada suhu kamar sambil diaduk dengan Secara teoritis, semakin tingginya
pengaduk merkuri selama 1,5 jam agar larutan konsentrasi komponen penyusun edible film maka
homogen. Larutan dipanaskan sampai 70°C akan meningkatkan total padatan sehingga
kemudian dimasukkan larutan CaCl 2.2H2O sebanyak meningkatkan ketebalan edible film. Peningkatan
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. xx, No. x (Bulan, Tahun) | xx-xx

konsentrasi bahan filler yang digunakan, akan


meningkatkan total padatan yang terdapat dalam Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa
edible film setelah dikeringkan, sehingga akan semakin besar konsentrasi filler maka nilai swelling
menghasilkan film yang semakin tebal [9]. Oleh akan semakin rendah. Selulosa yang terdapat dalam
karena itu, dapat disimpulkan jika kulit buah salak kulit buah salak sukar larut dalam air dan sulit
sebagai filler dengan variasi konsentrasi 0%, 2%, terdispersi. Selain itu, dengan penambahan
3%, 4% dan 6% sangat berpengaruh terhadap konsentrasi kulit buah salak ke dalam larutan film
ketebalan edible film. Perannya yang memiliki akan mengakibatkan kemampuan film untuk
bahan aktif di dalamnya (tanin, protein, karbohidrat, menyerap air akan terhalang oleh partikel kulit buah
vitamin C dan kandungan serat) dan bahan salak dan mengakibatkan kemampuan penyerapan
antimikroba (flavonoid) juga yang akan membangun air semakin rendah [15]. Dalam hal ini pengamatan
interaksi yang kuat dengan matriks edible film dan yang dilakukan sebanyak tiga kali celup dan
dapat terdispersi dengan baik di dalam matriks terdapat perubahan dengan nilai; konsentrasi filler
edible film. 0%; 2%; 3%; 4%; 6% berturut-turut yaitu 0,0409;
0,0303; 0,0234; 0,0201; 0,0137.
Sifat ketahanan film terhadap air dapat
2. Swelling Edible Film ditentukan dengan uji swelling, dimana semakin
Sifat ketahanan film terhadap air ditentukan dengan rendah nilai penyerapan air maka sifat film akan
uji swelling, yaitu persentase pembengkakan film semakin baik sedangkan semakin tinggi penyerapan
oleh adanya air. Analisa ini dilakukan untuk air maka sifat film akan mudah rusak [14]. Pada
mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta Gambar 2 menunjukkan bahwa dengan penyerapan
tingkatan atau keteraturan ikatan dalam polimer kadar air pada edible film pada konsentrasi 0%, 2%,
yang ditentukan melalui persentase penambahan 3%, 4% dan 6% mengalami penurunan, sehingga
berat polimer setelah terjadi penyerapan air [14]. edible film dengan adanya filler mengalami
Pada penelitian ini, uji swelling dilakukan untuk penyerapan air dengan baik.
melihat kemampuan swelling dari edible film
sebagai packaging dengan variasi konsentrasi filler 3. Uji Degradasi Edible Film
yang digunakan.
Uji degradasi merupakan uji yang
Tabel 3. Hasil Uji Swelling film digunakan untuk mengetahui kemampuan edible
film terurai dengan baik di lingkungan. Pada
Konsetrasi Sebelum Sesudah
penelitian ini menggunakan uji degradasi yaitu soil
Filler (%) Uji Uji burial test (metode penguburan). Uji degradasi
0 0,0120 0,0409 merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan edible film terurai dengan baik di
2 0,0158 0,0303 lingkungan. Pada penelitian ini menggunakan uji
degradasi yaitu soil burial test (metode penguburan)
3 0,0243 0,0234
[16].
4 0,0287 0,0201

6 0,0331 0,0137

(a) (b)
Gambar 3.1 Hasil Analisis Degradasi Edible Film
Konsentrasi Filler 0%:
(a) Hari Pertama; (b) Hari Kesembilan

Gambar 2. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Filler


Kulit Buah Salak Terhadap Sifat Swelling Edible Film
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. xx, No. x (Bulan, Tahun) | xx-xx

(a) (b) memutuskan ikatan-ikatan pada hidrokoloid dan


Gambar 3.2 Hasil Analisis Degradasi Edible Film plasticizer [17].
Konsentrasi Filler 2%:
(a) Hari Pertama; (b) Hari Ketujuh Berdasarkan teori di atas, hasil yang
didapat telah sesuai dengan teori. Kulit buah salak
sebagai filler memiliki pengaruh yang besar
terhadap edible film. Perannya sebagai bahan aktif
dan agen antimikroba juga membentuk interaksi
yang kuat dengan matriks edible film dan dapat
terdispersi dengan baik di dalam matriks edible film.

4. Sifat Antimikroba Edible Film


Pengujian aktivitas antimikroba edible film
(a) (b) dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan
Gambar 3.3 Hasil Analisis Degradasi Edible Film konsentrasi filler kulit buah salak dalam
Konsentrasi Filler 3%: menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk
(a) Hari Pertama; (b) Hari Ketujuh (escherichia coli). Analisis aktivitas mikroba edible
film dilakukan dengan menggunakan metode difusi
cakram. Isolat bakteri yang digunakan ialah
escherichia coli. Sampel yang diuji hanya memiliki
perbedaan komposisi pada kulit buah salak, hal ini
dilakukan untuk mempermudah pengamatan dan
melihat pengaruh kulit buah salak terhadap aktivitas
antimikroba edible film.
Pengaruh penambahan kulit buah salak
terhadap aktivitas antimikroba edible film
ditunjukkan pada Gambar 7.
(a) (b)
Gambar 3.4 Hasil Analisis Degradasi Edible Film
Konsentrasi Filler 4%:
(a) Hari Pertama; (b) Hari Keenam

Gambar 4 Pengaruh Penambahan Kulit Buah Salak


Terhadap Aktivitas Antibakteri Edible Film
(a) (b)
Gambar 3.5 Hasil Analisis Degradasi Edible Film
Konsentrasi Filler 6%: Dilihat dari Gambar 4 menunjukkan
(a) Hari Pertama; (b) Hari Kelima adanya aktivitas antimikroba pada semua variasi
sampel yang ditandai dengan terbentuknya zona
bening disekitar sampel. Hal ini menunjukkan
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa bahwa kulit buah salak yang diaplikasikan pada
pada konsentrasi 0% membutuhkan waktu 9 hari edible film mampu menghambat pertumbuhan
agar dapat terdegradasi secara sempurna. Hal ini mikroba [15]. Diameter zona hambat paling besar
dikarenakan edible film tanpa filler akan membuat diperoleh pada sampel dengan komposisi 6% kulit
bakteri di dalam tanah menjadi lebih cepat buah salak yaitu 20,8 mm. Sedangkan diameter
memutuskan rantai -rantai polimernya. Sedangkan zona hambat paling kecil diperoleh pada sampel
edible film penambahan kulit buah salak 6% dengan komposisi 0% kulit buah salak yaitu 6,0
memiliki kemampuan terdegradasi yang paling mm.
cepat yakni 5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa Sifat antimikroba edible film dipengaruhi
penambahan filler kulit buah salak dapat oleh penambahan kulit buah salak dan pemlastis
mempengaruhi laju degradasi edible film. Semakin gliserol. Kulit buah salak memiliki senyawa yang
tinggi konsentrasi filler, maka semakin sedikit dapat bermanfaat sebagai antimikroba. Dapat dilihat
waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk dari Hasil uji fitokimia bahwa kulit buah salak
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. xx, No. x (Bulan, Tahun) | xx-xx

mengandung senyawa alkaloid [8]. Alkaloid Pertanian, II (2), 50–58.


berperan sebagai senyawa yang bersifat sebagai [5] 11Yulistiani, F., Kurnia, D. R. D., Agustina,
antimikroba [18]. Oleh karena itu, dapat M., & Istiqlaliyah, Y. (2019). Pembuatan
disimpulkan bahwa kulit buah salak sebagai filler Edible Film Antibakteri Berbahan Dasar Pektin
mampu menujukkan penghambatan yang kuat pada Albedo Semangka, Sagu, dan Ekstrak Bawang
bakteri (Escherichia coli). Semakin tinggi Putih. Fluida, 12(1), 29–34.
konsentrasi filler, maka semakin besar zona hambat [6] Zubaidah, E., Austin, & Sriheryna, F. H.
pada edible film. (2015). Studi Aktivitas Antioksidan Cuka
Salak dari Berbagai Varietas Buah Salak
Kesimpulan (Salacca zalacca). Jurnal Teknologi Pertanian,
16(2), 89–96.
Kesimpulan yang dapat diambil pada
[7] Nasution, N. A. S. (2019). PEREKONOMIAN
percobaan yang telah dilakukan yaitu:
MASYARAKAT (Studi Kasus : Desa
1. Ketebalan film yang dihasilkan pada Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat ,
penelitian ini yaitu berkisar 0,024- 0,0172 Kabupaten Tapanuli Selatan).
mm. [8] Shabir, E. S., Rahmadani, A., Meylina, L., &
2. Uji swelling edible film pada konsentrasi Kuncoro, H. (2018). Uji Fitokimia Ekstrak
filler sebesar 0%, 2%, 3%, 4% dan 6% Kulit Buah Salak (Salacca zalacca) dan
mengalami kenaikan, sehingga edible film Pengaruh Ekstrak terhadap Pertumbuhan
dengan adanya filler mengalami Bakteri Streptococcus mutans dan Jamur
penyerapan air dengan baik. Candida albicans. Proceeding of Mulawarman
3. Hasil penelitian aktivitas antimikroba Pharmaceuticals Conferences, 8 (November),
kulit buah salak menunjukkan kulit buah 314–320.
salak mampu menujukkan penghambatan [9] 12Kusumawati, D. H., & Putri, W. D. R. (2013).
yang kuat pada bakteri (Escherichia coli). Karakteristik Fisik Dan Kimia Edible Film Pati
Penghambatan terbesar ditunjukkan Jagung Yang Diinkorporasi Dengan Perasan
sampel edible film dengan variasi Temu Hitam. Jurnal Pangan dan Agroindustri,
konsentrasi filler kulit salak sebesar 6% 1(1), 90–100.
dengan zona hambat 20,8 mm. [10] Qurrata, A., & Tusniyawati. (2019).
4. Degradasi dipengaruhi oleh gliserol dan Karakterisasi Fisik dan Mekanik Edible Film
selulosa. Semakin banyak selulosa dan dengan Penambahan Pektin Kulit Pisang
gliserol yang ditambahkan maka sampel Kepok (Musa Paradisiaca Linn). Prosiding :
edible film akan semakin mudah Konferensi Nasional Matematika dan IPA
terdegradasi. Hasil degradasi terbaik Universitas PGRI Banyuwangi, 1(1), 283–296.
diperoleh pada hari ke 5 yaitu dengan [11] Hanifah, H. N., Hadisoebroto, G., Apriani, R.,
variasi konsentrasi filler sebesar 6%. & Apriani, M. (n.d.). LABORATORIUM
FARMASI Jurusan Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Daftar Pustaka Universitas Al- Ghifari. 100.
[12] Wirawan, S. K., & Prasetya, A. (2012). FILM
[1] Siregar, S. H., & Irma, W. (2012). DARI PEKTIN. 14(1), 61–67.
Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai [13] Nisaul F. D. (2019). Pengaruh penambahan
Alternatif Bahan Baku Edible Film. Photon: karbonat hidrosiapatit (cha) terhadap
Jurnal Sain dan Kesehatan, 3(1), 15–21. karakteristik. Pengaruh penambahan karbonat
[2] Sucipta, I. N., Suriasih, K., & Kenacana, P. K. hidrosiapatit (cha) terhadap karakteristik.
D. (2017). Pengemasan pangan kajian [14] Budiman, J., Nopianti, R., & Lestari, S. D.
pengemasan yang aman, nyaman, efektif dan (2018). Karakteristik Bioplastik dari Pati Buah
efisien. Udayana University Press, 1–178. Lindur (Bruguiera gymnorrizha). Jurnal
[3] Murdinah, M., Darmawan, M., & Fransiska, D. FishtecH, 7(1), 49–59.
(2014). Karakteristik Edible Film dari [15] Setiawan, D. A., Argo, B. D., & Hendrawan,
Komposit Alginat, Gluten dan Lilin Lebah Y. (2015). Pengaruh konsentrasi dan preparasi
(Beeswax). Jurnal Pascapanen dan membran terhadap karakterisasi membran
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2(1), 19. kitosan. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis
[4] Manuhara, G. J., Kawiji., Heny, R. E. (2009). dan Biosistem, 3(1), 95–99.
Aplikasi Edible Film Maizena Dengan [16] Zuwanna, I., & Meilina, H. (2017). Pengemas
Penambahan Ekstrak Jahe Sebagai Antioksidan Makanan Ramah Lingkungan Berbasis Limbah
Alami Pada Coating Sosis Sapi Application of Cair Tahu ( Whey ) sebagai Edible Film.
Edible Film From Maizena With Ginger Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana
Extract As Natural Antioxidant on Beef (SNP) Unsyiah,1(1), 77–87.
Sausage Coating. Jurnal Teknologi Hasil [17] Putri, M. K., Karyantina, M., & Suhartatik, N.
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. xx, No. x (Bulan, Tahun) | xx-xx

(2021). Aktivitas antimikrobia edible film pati


kimpul (Xanthosoma sagittifolium) dengan
variasi jenis dan konsentrasi ekstrak jahe
(Zingiber officinale). J. Teknologi Industri
Pertanian, 15(1), 15–24.
[18] Sernita. (2022). UJI DAYA HAMBAT
FRAKSI n-HEKSAN EKSTRAK ETANOL
BUAH TOMAT (Lycopersicum esculentum
Mill.) TERHADAP PERTUMBUHAN
BAKTERI Staphylococcus aureus. Sernita,
IV(8.5.2017), 2003–2005.

Anda mungkin juga menyukai