**), Siti Fairuz***) ABSTRAK Hidrogel merupakan jaringan rantai polimer tiga dimensi dengan ikatan silang dan memiliki kapasitas mengembang (swelling) dengan menyerap air atau cairan biologis dan tidak larut serta tetap mempertahankan struktur tiga dimensinya. Salah satu metode pembuatan hidrogel adalah metode freezing and thawing cycle. Keuntungan metode ini adalah tidak menggunakan bahan kimia sebagai cross-linker, dimana adanya cross-linker ini dapat bermasalah pada biokompatibilitasnya. Desain penelitian ini adalah eksperimental. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat hidrogel Poly-N-vinylpyrrolidone (PVP) menggunakan metode freezing and thawing cycle. PVP dikombinasikan dengan Polivinil Alkohol dan Carboksimetil selulosa, dan kemudian disiapkan dengan siklus 3,4,5 pada freezing and thawing. Terdapat empat kombinasi PVP, PVA dan CMC dengan variasi konsentrasi. Empat formula ini juga ditambahkan Polietilen glikol, Gliserin dan Agar dalam jumlah yang sama. Hidrogel PVP 7% dan PVA 3% mempunyai nilai swelling lebih baik daripada PVP 2% dan PVA 8%, tetapi hidrogel dengan PVP 7% dan PVA 3% mempunyai fraksi gel lebih kecil daripada PVP 2% dan PVA 8%. Kombinasi PVP dan CMC tidak dapat membentuk hidrogel. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa hidrogel terbaik diperoleh dengan kombinasi PVP 7% dan PVA 3% dengan siklus 5 pada freezing and thawing. Kata kunci: hidrogel, cross link, metode freezing and thawing cycle, PVP, PVA, CMC ABSTRACT Hydrogels are three-dimensional network of polymer chains with cross link and expand capacity swelling by absorbing water or biological fluids and insoluble as well as retaining the three-dimensional structure. One of methods of producing hydrogel is freezing and thawing cycles method. The advantage of this method is not using chemicals as crosslinker, which is the cross-linker can be a problem on its biocompatibility. The design of this research is experimental. This research aims to produce Poly-N-vinylpyrrolidone (PVP) hydrogel by freezing and thawing cycle method. The PVP is combined with Polyvinyl Alcohol and Carboxymethylcellulose, and then prepared with 3,4,5 cycles of freezing and thawing. There are four combinations of PVP, PVA and CMC that varies in the concentration. Four of them are also added with Polyethylene Glycol, Glycerin and Agar in the same amount. Hydrogel prepared with PVP 7% and PVA 3% has better swelling ratio than PVP 2% and PVA 8%, but the gel fraction is smaller PVP 7% and PVA 3% than PVP 2% and PVA 8%. Combination of PVP and CMC is failed to form hydrogel. Overall, in this research shows that the best hydrogel was obtained by combination of PVP 7% and PVA 3% and prepared with 5 cycle of freezing and thawing. Keywords: hydrogel, cross link, freezing and thawing cycle method, PVP, PVA, CMC * Laboratorium Kimia Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya ** Laboratorium Farmasetika Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya *** Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
PENDAHULUAN Pembalut luka merupakan salah satu faktor yang berperan dan hampir selalu digunakan dalam penanganan luka. Tujuan dari penggunaan pembalut luka adalah untuk memberikan lingkungan
metode (Stasco,
freezing 2008).
and
thawing
cycle telah
Sebelumnya,
dilakukan pembuatan hidrogel PVP untuk pembalut luka secara kimia yaitu
menggunakan
cross-linker.
Namun,
penambahan cross-linker dalam beberapa kasus menyebabkan sitotoksisitas (Vrana, 2009). Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hidrogel dengan
yang optimal pada luka dan mempercepat penyembuhan luka (Andrianto, 2011).
Pembalut luka yang ideal adalah bersifat antibakteri, non-toksik, dapat menjaga kondisi yang lembab eksudat di dan area luka,
polimer PVP dapat dibuat menggunakan metode freezing and thawing cycle. METODE PENELITIAN
menyerap menghalangi
mampu enzim
pertumbuhan
protease yang dapat merusak jaringan baru. Selain itu, juga dapat melindungi luka dari infeksi, meningkatkan
Rancangan Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosains Fakultas Alam Matematika dan Ilmu
pertumbuhan jaringan (Mutia, 2009). Pembalut luka yang cukup banyak diproduksi adalah hidrogel. Hidrogel
merupakan jaringan rantai polimer tiga dimensi dengan ikatan silang dan memiliki kapasitas mengembang (swelling) dengan menyerap air atau cairan biologis dan tidak larut serta tetap mempertahankan struktur tiga dimensinya. Hidrogel memiliki karakteristik pembalut luka yang ideal (Boateng, 2007). Poly-N-vinylpyrrolidone (PVP) merupakan salah satu polimer sintetik yang sering digunakan untuk membuat hidrogel. PVP mempunyai sifat non-toksik, tidak menyebabkan alergi, mempunyai sifat mekanik yang baik dan biokompatibel (Mutia, 2009). Metode pembuatan hidrogel dapat dilakukan secara kimia dan fisik. Salah satu metode fisik yaitu menggunakan
Pengetahuan
Laboratorium
Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Waktu penelitian dimulai bulan Maret sampai Juni 2013. Variabel Penelitian Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi PVP (2% dan 7%), kombinasi PVP dengan CMC, kombinasi PVP dengan PVA dan jumlah siklus pada metode freezing and thawing cycle,
sedangkan variabel tergantung adalah rasio swelling, fraksi gel dan struktur pori hidrogel.
penelitian ini adalah PVP 90, PVA, CMC, PEG 400, Gliserin, Agar dan aquades. Sedangkan alat yang digunakan adalah mesin pembeku (freezer refrigator) -200C, timbangan analitik, stirrer mekanik, oven, Scanning Electron Microscopy (SEM), cawan petri dan kain kasa.
dalam cawan petri. Lalu, cawan petri yang telah berisi formula hidrogel diletakkan di freezer refrigerator pada suhu -200C selama 24 jam. Setelah proses freezing, dilakukan thawing larutan yang beku pada suhu ruang selama 24 jam. Perlakuan ini
Rancangan Formula Adapun rancangan formula pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1 Rancangan Formula
disebut satu siklus. Siklus yang digunakan pada penelitian ini yaitu 3,4 dan 5. Evaluasi Hidrogel Rasio Swelling Evaluasi rasio swelling dilakukan untuk mengetahui kapasitas penyerapan cairan yang dapat masuk ke dalam kerangka jaringan hidrogel. Adapun
prosedur evaluasi rasio swelling, awalnya dipotong hidrogel seberat 3 gram, lalu Prosedur Pembuatan Langkah awal pembuatan hidrogel yaitu penimbangan semua bahan yang akan digunakan seperti Poly-Nhidrogel dikeringkan pada suhu 500C 4 jam. Kemudian ditimbang sebagai W d. Selanjutnya hidrogel yang telah kering direndam dalam aquades 100 ml pada suhu ruang. Pada saat 1 jam pertama, 2 jam, 24 jam hidrogel ditimbang untuk mengetahui kemampuan swelling (W s) sampai dilakukan 48 jam perendaman. rasio Lalu, perhitunga swelling
Polietilen Glikol (PEG), gliserin dan agar. Lalu, dilarutkan bahan satu per satu, diawali melarutkan PVP dalam 30 ml aquades menggunakan stirrer mekanik pada suhu 1200C 20 menit. Lalu, dilarutkan bahan lainnya PVA/CMC dalam 50 ml aquades 1,5 jam. Larutan PVA/CMC ditambahkan PEG, glisein dan agar. Kemudian, larutan PVP
Fraksi Gel Evaluasi fraksi gel dilakukan untuk memprediksi ikatan silang antar polimer
yang terbentuk. Adapun prosedur evaluasi fraksi gel awalnya hidrogel dipotong
formula tersebut tidak dapat membentuk hidrogel. Dapat dilihat pada Gambar 1
seberat 3 gram. Lalu, hidrogel dikeringkan pada suhu 500C 4 jam. Lalu, ditimbang sebagai bobot kering awal (W 0).
Selanjutnya, hidrogel kering dibungkus dengan kain kasa dan direndam dalam aquades sampai terendam sempurna Gambar 1 Formula Awal
Ket: a) awal pembuatan, b) siklus 1 c) siklus 2, d) siklus 3, e) siklus 4, f) siklus 5
selam 24 jam. Hidrogel yang tersisa di kain kasa dikeringkan kembali dalam oven. Setelah itu, hidrogel ditimbang kembali sebagai bobot kering akhir (W 1). Lalu dilakukan perhitungan persentase fraksi gel menggunakan rumus berikut : %Fraksi gel = (Erizal, 2007) 1 100% 0
Formula 1 yang terdiri PVP 7%, PVA 3%, PEG 1%,gliserin 1% dan agar 1%. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 2.
untuk mengetahui morfologi hidrogel yaitu apakah sudah terbentuk jaringan antar polimer. Prosedur evaluasi struktur pori diawali dengan freeze drying pada
Formula 2 terdiri dari PVP 2%, PVA 8%, PEG 1%, gliserin 1% dan agar 1%. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3
hidrogel selama 5 hari. Lalu, sampel hidrogel dipotong sekitar 1x1 cm. Sampel hidrogel ditempatkan pada suatu plat untuk dianalisis. Selanjutnya dilakukan pemotretan menggunakan Scanning
Formula Hidrogel Komposisi formula awal yang dibuat pada penelitian ini terdiri dari PVP 10%, PEG 3% dan PEG 0,8%, akan tetapi
Formula 3 yang terdiri PVP 7%, CMC 3%, PEG 1%, gliserin 1% dan agar 1%. Hasilnya pada Gambar 4.
Formula 4 terdiri dari PVP 2%, CMC 8%, PEG 1%, gliserin 1% dan agar 1%. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5
pada waktu-waktu tertentu. Hasil evaluasi rasio swelling F1 dan F2 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Evaluasi Rasio Swelling
Evaluasi Formula Hidrogel Rasio Swelling Evaluasi rasio swelling dilakukan selama 48 jam. Pada evaluasi ini juga dilakukan penimbangan berat swelling pada saat 1 jam pertama, 2 jam, 24 jam dan 48 jam. Formula yang dapat dilakukan evaluasi rasio swelling hanya F1 dan F2, sedangkan dilakukan F3 dan F4 tidak dapat swelling
perhitungan
rasio
dikarenakan formula hidrogel larut dalam pelarut aquades saat tahap perendaman. Pada Gambar 6 dapat dilihat grafik penimbangan F1, sedangkan pada Adapun gambar kemampuan swelling dari hidrogel kering ke hidrogel swelling, dapat dilihat pada Gambar 5.8.
perhitungan fraksi gel dan Gambar 10 gambar hasil evaluasi fraksi gel. a b Tabel 3 Perhitungan Fraksi Gel
Formula dilakukan
dan
tidak
dapat adapun
evaluasi
swelling,
Ket : a) hidrogel F1 saat kering, b) hidrogel F1 saat direndam, c) hidrogel F2 saat kering d) hidrogel F2 saat direndam
Fraksi Gel Evaluasi fraksi gel dilakukan selama 24 jam pada tiap formula hidrogel. Sama seperti pada evaluasi rasio swelling, pada evaluasi fraksi gel yang dapat dievaluasi adalah F1 dan F2, sedangkan F3 dan F4 tidak dapat dilakukan perhitungan c Gambar 11 Evaluasi Fraksi Gel F3 dan F4
Ket : a) hidrogel F3 saat kering, b) hidrogel F3 saat direndam, c) hidrogel F4 saat kering, d) hidrogel F4 saat direndam
persentase fraksi gel karena hidrogel yang dibungkus kassa larut dalam rendaman aquades. Pada Tabel 3 dapat dilihat hasil
menggunakan SEM. Evaluasi dilakukan setelah sampel hidrogel mengalami 3 siklus. Untuk hidrogel dengan siklus 4 dan 5 tidak dilakukan evaluasi menggunakan SEM. Adapun hasil analisa menggunakan SEM hanya dilakukan pada F1 dan F2, sedangkan dilakukan. F3 dan F4 tidak dapat Gambar 14 Hidrogel F2 Menggunakan SEM dengan Pembesaran 8000 kali PEMBAHASAN
Adapun
gambar
evaluasi Formula Hidrogel Formula awal dengan komposisi PVP 90 10%, PEG 300 3% dan Agar 0,8% tidak bisa membentuk hidrogel. Setelah diberi perlakuan sampai 5 siklus, formula ini masih tidak dapat membentuk hidrogel. Formula yang dibuat tetap mencair
struktur pori F1 dengan pembesaran 1000 kali dan tegangan 15 kV dapat dilihat pada Gambar 12, sedangkan struktur pori F1 dengan pembesaran 3000 kali dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar struktur pori F2 dengan pembesaran 8000 kali dapat dilihat pada Gambar 14.
setelah di thawing. Hal ini dikarenakan bahan tambahan yang digunakan PEG dan Agar kurang bisa membentuk ikatan silang pada jaringan hidrogel. Selain itu, juga bisa disebabkan suatu polimer initiator PVP untuk
meningkatkan ikatan cross link antar polimer, sedangkan PEG dan Agar kurang bisa membantu PVP untuk membentuk hidrogel. Fungsi penambahan PVP pada
formula hidrogel adalah sebagai polimer yang membentuk ikatan silang sehingga hidrogel yang terbentuk nantinya tidak mudah larut dalam air dan mempunyai Gambar 13 Hidrogel F1 Menggunakan SEM dengan Pembesaran 3000 kali kemampuan swelling. Kekurangan PVP yaitu apabila digunakan sebagai polimer tunggal dalam hidrogel mempunyai sifat mekanik yang rendah (Maolin, 2000). Oleh
karena itu, dilakukan penambahan polimer PVA dan CMC pada formula hidrogel untuk membantu PVP membentuk suatu ikatan silang antar polimer dalam jaringan hidrogel. Selain itu, juga ditambahkan PEG yang berfungsi membantu
PVA yang digunakan pada formula ini. PVA merupakan polimer yang dapat membantu membentuk kristal pada
jaringan polimer sehingga jika kandungan PVA sedikit maka ikatan cross link antar polimer yang terbentuk tidak terlalu kuat yang menyebabkan kekuatan mekanik dari hidrogel tidak terlalu kuat. Kandungan PVP yang tinggi kurang membantu dalam membentuk ikatan cross link antar polimer dalam hidrogel. Hal ini dikarenakan
meningkatkan elastisitas dan kekuatan mekanik dari hidrogel PVP. Penambahan agar digunakan untuk membantu
meningkatkan sifat mekanik dari hidrogel. Penambahan gliserin berfungsi membuat hidrogel lebih elastis, meningkatkan daya lekat pada kulit dan sebagai anti-mikroba. Metode yang digunakan pada
polimer PVP membutuhkan suatu initiator untuk meningkatkan ikatan cross link antar polimer. F2 dapat membentuk hidrogel
pembuatan formula hidrogel PVP adalah metode secara fisik yaitu freezing and thawing cycle. Pada proses freezing and thawing cycle, kristal akan terbentuk pada saat pembekuan atau freezing.
sampai pada siklus ke-5, sama seperti F1. Secara visual hidrogel dengan siklus 3 sudah mempunyai kekuatan mekanik
yang cukup kuat. F2 memiliki kekuatan mekanik lebih kuat daripada F1. Hal ini bisa dikarenakan banyaknya kandungan PVA yang ditambahkan, sehingga dapat membantu PVP untuk dapat berikatan silang antar polimer membentuk jaringan hidrogel yang lebih kuat. F3 dan F4, dengan komposisi kombinasi PVP dan CMC. Pembuatan formula hidrogel menggunakan CMC,
Pembentukan kristal berfungsi sebagai pembentuk ikatan silang secara fisik untuk membuat bahan tidak larut dalam air (Vrana, 2009). F1 saat awal pembuatan, hidrogel masih belum terbentuk. Hal ini
dikarenakan belum terbentuknya ikatan cross link antar polimer. Saat siklus pertama, lembaran hidrogel sudah mulai terbentuk. Namun, kekuatan mekaniknya tidak terlalu kuat. Secara visual hidrogel dengan siklus 3 sudah mempunyai
hidrogel sulit terbentuk. Dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5, dimana pada saat awal pembuatan hidrogel tidak ada perbedaaan yang mencolok sampai pada siklus ke-5. Pada saat awal pembuatan hidrogel
kekuatan mekanik, hal ini terbukti ketika ditarik tidak mudah sobek, begitu juga pada siklus 4 dan 5. Namun, jika
sudah lengket, tidak mencair seperti pada formula yang ditambahkan PVA. Ketika dilanjutkan sampai siklus ke-5 hidrogel tetap lengket. F3 dan F4 tidak dapat
dibandingkan dengan F2, F1 memiliki ketebalan yang lebih tipis daripada F2. Hal ini bisa dikarenakan sedikitnya kandungan
membentuk hidrogel dikarenakan tidak terbentuk ikatan antar polimer CMC dan PVP pada saat proses freezing and thawing.
Pada evaluasi swelling F2 siklus 3, saat dilakukan penimbangan mulai 1 jam pertama terus meningkat swelling nya sampai dengan penimbangan jam ke-48. Hasil yang sama juga terjadi pada siklus
Evaluasi Formula Hidrogel Rasio Swelling Pada evaluasi swelling F1 siklus 3, saat dilakukan penimbangan mulai 1 jam pertama terus meningkat swelling nya sampai dengan penimbangan jam ke-24 yang ditunjukkan oleh peningkatan bobot penimbangan tersebut. pada interval ketika waktu
ke-4 dan 5. Pada F2, siklus 4 memberikan hasil penimbangan swelling yang lebih tinggi daripada siklus 3 dan 5 sampai pada 48 jam perendaman. Meningkatnya penimbangan swelling ini disebabkan
pada jam ke-48 ini cross link antar polimer yang terbentuk dari proses freezing and thawing masih kuat sehingga masih
Namun,
dilakukan
mampu untuk menyerap cairan yang lebih banyak dari sebelumnya. Gambar 7 menunjukkan grafik rasio sweling F2. Rasio swelling tertinggi ada pada siklus 4. Hal ini menunjukkan kemampuan hidrogel dalam menyerap cairan sangat baik pada siklus 4
penimbangan swelling pada jam ke-48 hasil penimbangan swelling nya menurun. Hal ini dikarenakan dalam kerangka
jaringan hidrogel sudah terlalu banyak cairan yang terserap dan adanya
kemungkinan terlarutnya jaringan antar polimer sehingga hidrogel tidak mampu lagi untuk menahan cairan dalam jumlah yang lebih banyak. Hasil yang sama juga ditemukan pada siklus ke-4 dan ke-5. Pada Gambar 6 menunjukkan
swelling dikarenakan ikatan cross link antar polimer yang terbentuk saat proses freezing and thawing terlalu banyak pada jaringan hidrogel atau ada kemungkinan ikatan antar polimernya tidak kuat
grafik rasio sweling F1. Rasio swelling terbesar ada pada siklus 5. Siklus 5 memberikan hasil rasio swelling yang baik dikarenakan ada kemungkinan pada siklus 5 cross link antar polimer yang terbentuk pada saat proses freezing and thawing lebih stabil dan atau tidak terlalu rapat, sehingga air yang terjerat oleh jaringan hidrogel lebih banyak dan hidrogel mampu mengembang serta mempertahankan
sehingga dapat terlarut selama proses pengujian. Hal inilah yang menyebabkan ketika dievaluasi swelling semakin sulit air diserap ke dalam jaringan hidrogel. Pada F2, siklus yang baik adalah siklus 4 dengan hasil swelling yang terus
meningkat dan rasio swelling yang tinggi. Formula dengan komposisi PVP dan CMC yaitu F3 dan F4 tidak dapat dilakukan penimbangan swelling dan
perhitungan
rasio
swelling.
Hal
ini
link antar polimer semakin menurun. Dapat dilihat dari hasil persentase fraksi gel, persentase meningkat sampai siklus ke 4, namun pada siklus ke 5 mengalami penurunan dari 92,58% menjadi 86,14%. Fraksi yang larut dari bahan polimer akan larut dan berdifusi keluar dari polimer yang menggembung. Pada evaluasi rasio
dikarenakan saat 1 jam pertama, hidrogel yang direndam dalam aquades mulai larut dalam rendaman aquades. Pada saat 24 jam setelah perendaman, hidrogel yang direndam larut hampir semuanya. Oleh karena itu, tidak didapatkan hasil evaluasi swelling pada formula dengan komposisi PVP dan CMC. Penambahan CMC
swelling F2, hasil siklus yang baik adalah siklus 4. Namun, jika dibandingkan
membuat hidrogel membentuk seperti gel, lebih lengket dan tidak elastis. F3 dan F4 ini larut dikarenakan tidak terbentuknya kristal saat proses freezing and thawing sehingga tidak terbentuknya ikatan cross link antar polimer PVP dan CMC yang menyebabkan formula hidrogel ini tidak mempunyai kemampuan untuk swelling. Fraksi Gel Fraksi gel merupakan pengukuran derajat ikat silang dari suatu hidrogel yang merupakan suatu ukuran apakah hidrogel benar-benar terbentuk. F1 siklus 3
dengan F1, nilai rasio swelling nya masih lebih tinggi pada F1. Berdasarkan data-data yang
diperoleh hasil evaluasi rasio swelling dan nilai fraksi gel yang diperoleh ada indikasi bahwa kemampuan swelling yang rendah diikuti dengan persentase fraksi gel yang tinggi. Jadi, formula hidrogel yang
optimum berdasarkan hasil fraksi gel dan rasio swelling adalah F1 siklus 5. Pada formula dengan komposisi PVP dan CMC yaitu F3 dan F4, sama seperti evaluasi rasio swelling, evaluasi fraksi gel juga tidak pada dapat
mempunyai persentase fraksi gel sebesar 83,77%, siklus 4 sebesar 86,24% dan siklus 5 sebesar 87,7%. Persentase fraksi gel tertinggi F1 adalah pada siklus 5 yaitu sebesar 87,7%. Pada F1, berdasarkan nilai fraksi gel yang diperoleh ada indikasi bahwa semakin tinggi siklus yang
dilakukan perhitungan persentase fraksi gel. Hal ini dikarenakan pada saat
dilakukan perendaman formula kering dalam kain kassa selama 24 jam, formula yang direndam larut dalam rendaman aquades. Oleh karena itu, tidak
diberikan maka semakin banyak ikatan silang yang terbentuk. Pada F2 menghasilkan persentase fraksi gel siklus 3 sebesar 90,55%, siklus 4 sebesar 92,58 dan siklus 5 sebesar 86,14%. Pada formula ini dengan
didapatkan hasil evaluasi fraksi gel pada F3 dan F4. Penambahan CMC membuat hidrogel membentuk seperti gel, lebih lengket dan tidak elastis. Formula dengan kombinasi PVP dan CMC ini larut
dikarenakan tidak terbentuknya jaringan antar polimer saat proses freezing and
thawing
yang
menyebabkan
formula
polimer pada hidrogel. Jika dihubungkan dengan rasio swelling, pori yang cukup besar ini mengindikasikan mudahnya
masuk cairan ke dalam jaringan hidrogel, sehingga memberikan hasil swelling yang tinggi. Sedangkan pada hasil fraksi gel akan memberikan persentase nilai yang rendah dikarenakan semakin sedikitnya polimer yang terlarut dalam cairan.
yang berpori atau berongga pada hasil analisa menggunakan SEM menunjukkan mudahnya penembusan air kedalam
Semakin tinggi hasil rasio swelling, maka hasil persentase fraksi gel semakin
jaringan polimer. Selain itu, dari analisa SEM dapat menunjukkan kerapatan cross link yang terbentuk. Formula hidrogel yang dievaluasi menggunakan SEM pada
rendah dan ukuran pori yang terbentuk semakin besar. Pada F2 dengan menggunakan
pembesaran 8000 kali dan tegangan 15 kV menghasilkan pori atau rongga yang tidak terlalu besar. Gambar pori F2 dapat dilihat pada Gambar 14. Ukuran pori berkisar mulai dari 0,625 m sampai 2,31 m. Rentang ukuran ini lebih kecil
penelitian ini adalah hidrogel dengan siklus 3, sedangkan hidrogel dengan siklus 4 dan 5 tidak dilakukan evaluasi menggunakan SEM. Hal ini untuk
mengetahui apakah pada siklus 3 ini sudah terbentuk ikatan cross link antar polimer atau belum. Pada F1 dilakukan pengamatan
dibandingkan dengan F1. Ukuran pori yang tidak terlalu besar ini dapat membuat kemampuan untuk menyerap cairan
hidrogel menggunakan pembesaran 3000 dan 1000 kali dengan tegangan 15 kV. Ikatan antar polimer terlihat dengan
menurun. Hal ini ditunjukkan oleh rasio swelling F2 yang lebih kecil daripada F1. Berdasarkan hasil penelitian diatas, hidrogel poly-N-vinylpyrrolidone (PVP)
adanya rongga atau pori pada hidrogel. Pada Gambar 13 dapat dilihat ukuran pori hidrogel F1 yang terbentuk cukup besar, ukurannya berkisar mulai dari 2,62 m sampai 5,32 m. Pada Gambar 5.12 dapat dilihat bahwa pori yang terbentuk tersebar merata hampir pada seluruh bagian. Jarak antar pori juga tidak terlalu berdekatan. Adanya pori ini menandakan terbentuknya ikatan cross link antar
dapat dibuat dengan metode freezing and thawing cycle jika dikombinasi dengan polimer lain. Diperlukan polimer pembantu lain untuk membantu polimer PVP
membentuk ikatan cross link sehingga terbentuk hidrogel. Dalam penelitian ini digunakan kombinasi dengan polimer PVA dan CMC. Namun, polimer yang dapat membantu polimer PVP dengan baik adalah PVA. Penambahan PVA sangat
membantu PVP dalam membentuk ikatan cross link antar polimer dalam jaringan hidrogel. Sedangkan penambahan CMC tidak dapat membantu PVP dalam
DAFTAR PUSTAKA
1. Andrianto, Robert. 2011. Perbedaan
Tingkat Penyebuhan Luka Tikus Wistar Antara Luka yang Dibalut dengan Kassa Tulle dan yang Dibalut dengan
membentuk hidrogel.
Pendidikan
Sarjana
Kedokteran,
Universitas Diponegoro 2. Mutia, Theresia. 2009. Peranan Serat Alam Untuk Bahan Baku Tekstil Medis Pembalut Luka (Wound Dressing). Bandung: Balai Besar Tekstil. hal. 81 3. Boateng, Joshua. 2007. Wound Healing Dressings and Drug Delivery Systems. UK : Institute of Pharmacy and Biomedical
hidrogel adalah FI dan F2. Formula yang optimum pada penelitian ini
adalah F1 dengan hasil rasio swelling dan fraksi gel optimum serta hasil SEM dengan ukuran pori 2,62 m - 5,32 m dibandingkan dengan formula yang lainnya. 2. F3 dan F4 dengan komposisi PVP dan CMC tidak dapat membentuk hidrogel. Walaupun penambahan tidak terbentuk. 3. Hidrogel PVP tidak dapat digunakan sebagai polimer tunggal apabila diberi siklus, perlakuan hidrogel tetap
Sciences, University of Strathclyde. p. 2.898 4. Stasko, Jolanta., Martis Kalnis., Anda Dzene and Velta Tupureina. 2009.
Material Science and Applied Chemistry, Riga Technical University, p.63 5. Vrana, Nihal Engin. 2009. Use of Poly Vinyl Alcohol (PVA) Cryogelation for Tissue Engineering: Composites, Scaffold
menggunakan
metode
pembuatan
Engineering, Dublin City University. p.68 6. Gulrez, Syed., Saphwan Al-Assaf and Glyn O Phillips. 2011. Preparation, Applications. Hydrogels: Methods of Characterisation Eropa: Glyn O and Phillips
disarankan pada peneliti selanjutnya untuk membuat variasi konsentrasi bahan yang digunakan. Selain itu, juga disarankan pada peneliti selanjutnya untuk membuat variasi siklus yang lebih banyak.
Hydrocolloids Research Centre Glyndwr University, p.118-122 7. Erizal dan Anik Sunarni. 2007. Sintesis Hidrogel Superabrbent Poli(akrilamida-koasam akrilat) dengan Teknik Iradiasi dan Karakteristiknya. Batan: LIPS, hal. 138 Wrexham United Kingdom.