Anda di halaman 1dari 9

REVIEW JURNAL

MATA KULIAH TEKNOLOGI BIO ENERGI


(BIOETANOL, BIODIESEL, BIOGAS)

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Nama :
 Akmalul Imam 061940412408
 Damianus Tri Handoko 061940412412
 Muhammad Aprideansyah 061940412421
Kelas : 5 EGM

Dosen Pembimbing : Ir. Jaksen, M.Si.

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK ENERGI

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG

TAHUN 2021
“ Pembuatan Bioetanol Dari Alga Codium Geppiorum Dan Pemanfaatan Batu Kapur Nusa Penida
Teraktivasi Untuk Meningkatkan Kualitas Bioetanol ”

Peringkas - Akmalul Imam


- Damianus Tri Handoko
- Muhammad Aprideansyah
Tanggal 15 Desember 2021
NIM - 061940412408
- 061940412412
- 061940412421

Penulis I Wayan Karta, Ni Made Puspawati dan Yenni Ciawi


Tahun 2015

Pembuatan Bioetanol Dari Alga Codium Geppiorum Dan Pemanfaatan


Judul
Batu Kapur Nusa Penida Teraktivasi Untuk Meningkatkan Kualitas
Bioetanol
Jurnal Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry
Vol/Halaman Vol. 3,No. 12, Mei 2015

Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi penambahan ragi tape


dan waktu fermentasi terhadap kadar etanol dalam pembuatan bioetanol
Tujuan Penelitian
berbahan alga Codium geppiorum dan pengaruh variasi suhu aktivasi dan
massa batu kapur Nusa Penida dalam meningkatkan kadar etanol.
Subjek Penelitian Bioetanol alga Codium geppiorum
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan pola 3 x4 yang terdiri dari dua faktor dan
Metode penelitian ini dibantu dengan menggunakan software SPSS 17.0.
Penelitian ini termasuk ke dalam True Experiment dengan tahapan
pembuatan etanol dan pemurnian lanjutan dengan batu kapur.
Hasil penelitian dan pengolahan data dari kadar etanol hasil fermentasi
menunjukkan nilai Fhitung > Ftabel (38,212 > 2,51) dengan probabilitas
Hasil dan 0,000 yang berarti adanya interaksi antara konsentrasi ragi dan lama
Pembahasan waktu fermentasi. Perlakuan yang optimum diperoleh pada W3D3
(waktu 7 hari dan konsentrasi 20%) yaitu dengan rata-rata kadar etanol
3,03% dengan massa sampel alga 25 gram. Waktu fermentasi lebih lama
memberikan kesempatan kepada mikrobia yang ada di ragi tape untuk
berkembang biak lebih banyak. Konsentrasi ragi yang semakin inggi
menandakan jumlah khamir pada ragi tape yang ditambahkan untuk
mengubah gula menjadi alkohol semakin banyak, sehingga kadar alkohol
yang dihasilkan juga semakin tinggi. Hasil penelitian dehidrasi etanol
menunjukkan nilai Fhitung > Ftabel (3,082 > 2,51) dengan probabilitas
0,022, yang berarti terdapat interaksi antara suhu aktivasi dan massa batu
kapur dalam dehidrasi etanol. Perlakuan yang optimum adalah M1T1
(massa 50 gram dan suhu 800oC) dengan rata-rata kadar etanol 99,15 %.
Bioetanol hasil fermentasi yang telah didestilasi dengan kadar tertinggi
(28,91%) mengalami peningkatan kadar menjadi 83,78% setelah
didehidrasi dengan batu kapur teraktivasi optimum. Gambar 2
menunjukkan bahwa perlakuan optimum yang memberikan nilai
dehidrasi etanol tertinggi adalah M1T1 (massa 50 gram dan suhu 800
oC). Berdasar gambar tersebut, dapat diperoleh penjelasan bahwa batu
kapur tanpa teraktivasi tidak meningkatkan kadar etanol tetapi
menurunkan kadarnya sehingga menjadi lebih rendah daripada kadar
etanol umpan 92,51 %. Hal ini karena, selain terjadi penyerapan air, juga
terjadi penyerapan etanol. Pada suhu 800oC, penggunaan variasi massa
50 gram, 75 gram, dan 100 gram menghasilkan kadar etanol yang
berbeda. Massa 50 gram menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi
dibandingkan dengan 75 gram dan 100 gram. Hal ini karena pada massa
50 gram etanol yang terserap lebih sedikit dibandingkan dengan massa
lainnya. Pada gambar tersebut massa 100 gram dengan berbagai variasi
suhu memberikan nilai kadar etanol yang lebih rendah karena
kemungkinan etanol banyak yang terperangkap dalam struktur batu
kapur teraktivasi.
Hasil dari penelitian ini dapat menentukan berapa kandungan ragi tape
Keunggulan
yang cocok untuk mikroba berkembang biak dan berkaitan dengan lama
waktu fermentasi akan membuat etanol menjadi lebih baik sehingga hasil
mendekati teoritis dan hidrolisis menghasilkan substrat yang tinggi maka
akan membuat konsentrasi gula akan menghasilkan produktivitas etanol
yang tinggi.
Hasil pembuatan bioetanol dengan bahan alga Eucheuma spinosum
Kekurangan
menghasilkan kadar 15,26 % pada destilat dan pada waktu batu kapur
tanpa aktivasi kadar etanolnya turun.
“ Pembuatan Biodiesel dari Ampas Kelapa dengan Metode Transesterifikasi In-situ dan Katalis
Kalsium Oksida”

Peringkas - Akmalul Imam


- Damianus Tri Handoko
- Muhammad Aprideansyah
Tanggal 15 Desember 2021
NIM - 061940412408
- 061940412412
- 061940412421

Penulis Tutik Muji Setyoningrum, Afriando Ryan Maulana dan Suryo Wahyu
Adhiguna
Tahun 2019

Pembuatan Biodiesel dari Ampas Kelapa dengan Metode


Judul
Transesterifikasi In-situ dan Katalis Kalsium Oksida

Jurnal Eksergi
Vol/Halaman Vol. 16, No. 1, Juni 2019

Untuk mengetahui keefektifan pemanfaatan ampas kelapa dengan


metode transesterifikasi In-situ dan katalis Kalsium Oksida untuk
Tujuan Penelitian
pembuatan biodiesel.

Subjek Penelitian Biodiesel ampas kelapa


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah transesterifikasi In-
situ dan katalis kalsium oksida.
Metode
Berdasarkan hasil sokletasi minyak dalam 40g ampas kelapa diperoleh
8,8462 g minyak. Trigliserida yang teridentifikasi adalah gliseril
Hasil dan tridodekanoat dengan total 91,71 % area. Jika persen area tersebut
Pembahasan digunakan sebagai kadar trigliserida dalam minyak kelapa, maka jumlah
mol gliseril tridodekanoat sebesar 0,0127 gmol. Berdasarkan
stoikiometri reaksi, transesterifikasi antara satu gmol gliseril
tridodekanoat dengan tiga gmol metanol sebagai reaktan dan kalsium
oksida sebagai katalis basa akan menghasilkan tiga gmol metil
dodekanoat (biodiesel) dan satu gmol gliserol, sehingga jumlah mol
biodiesel yang seharusnya terbentuk adalah 0,0381 gmol. Hasil uji GC-
MS biodiesel pada variabel volume metanol : massa ampas kelapa yang
dilakukan di Laboratorium GCMS, Fakultas MIPA, Universitas Gadjah
Mada dapat dilihat pada Gambar 2. Yield biodiesel dapat ditingkatkan
dengan memberikan jumlah metanol yang berlebih untuk menggeser
kesetimbangan ke arah produk (biodiesel). Qian (2008) melaporkan
bahwa peningkatan rasio molar methanol terhadap biji kapas dari 85:1
sampai 135:1 mampu meningkatkan konversi minyak dari 70 % sampai
98 %. Hasil penelitian yang diilustrasikan dalam Gambar 2
mengindikasikan rasio volume metanol terhadap massa ampas kelapa
(ml/g) memiliki dampak yang cukup signifikan pada yield biodiesel.
Yield biodiesel meningkat dari 46,74 % sampai 91,34 % seiring
peningkatan rasio dari 5:1 sampai 15:1. Meskipun demikian, yield
biodiesel sedikit berkurang ketika rasio melebihi 15:1 dan terus
berkurang sampai 20:1. Penurunan yield biodiesel dapat disebabkan oleh
konsentrasi katalis CaO yang semakin berkurang seiring meningkatnya
rasio (Liu, 2008). CaO semakin sering bertumbukan dengan methanol,
tetapi semakin jarang dengan minyak. Oleh karena itu, rasio optimum
yang diperoleh adalah 15:1 dengan yield biodiesel 91,34 %. Yield
biodiesel meningkat dari 41,87 % sampai 96,43 % seiring peningkatan
rasio dari 1,5 % sampai 3,5 %. Meskipun demikian, yield biodiesel
berkurang ketika rasio melebihi 3,5 % dan terus berkurang sampai 4,5 %.
Penurunan yield biodiesel dapat disebabkan oleh kemampuan sisi aktif
katalis dalam menyerap biodiesel. Peningkatan rasio berarti
meningkatkan jumlah katalis dalam campuran selama reaksi
berlangsung, sehingga katalis juga akan lebih sering bertumbukan
dengan biodiesel dan menyerap sebagian biodiesel tersebut. (Zhu, 2006).
Oleh karena itu, rasio optimum yang diperoleh adalah 3,5 % dengan
yield biodiesel 96,43 %. Hasil uji beberapa sifat fisis biodiesel pada
variable optimum yang dilakukan di Pusat Antar Universitas, Universitas
Gadjah Mada ditunjukkan pada Tabel 1. Penelitian ini meninjau salah
satu syarat mutu biodiesel, yaitu titik nyala (flash point). BSN telah
menetapkan titik nyala biodiesel yang layak digunakan minimal 100 °C.
Hasil uji titik nyala menunjukkan 116 °C, sehingga dapat dinyatakan
bahwa titik nyala biodiesel dari ampas kelapa ini telah memenuhi standar
nasional Indonesia (SNI).

Hasil penelitian ini sangat baik karena yield biodiesel menunjukan titik
Keunggulan
nyalanya sebesar 116 0C dan dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa
biodiesel tersebut memenuhi standar di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metanol yang pada hal ini bukan merupakan
Kekurangan
pelarut yang baik untuk minyak.
“Pembuatan Biogas Dari Limbah Campuran Eceng Gondok Dan Kotoran Sapi Dengan
Proses Hidrolisis Asam Sulfat”

Peringkas - Akmalul Imam


- Damianus Tri Handoko
- Muhammad Aprideansyah
Tanggal 15 Desember 2021
NIM - 061940412408
- 061940412412
- 061940412421

Penulis Kiagus Ahmad Roni, Netty Herawati dan Siti Amira Anggraini
Tahun 2020

Pembuatan Biogas Dari Limbah Campuran Eceng Gondok Dan


Judul
Kotoran Sapi Dengan Proses Hidrolisis Asam Sulfat

Jurnal TEKNO
Vol/Halaman Vol. 17, No. 2, Oktober 2020

Mengetahui kualitas dari biogas yang dihasilkan terhadap komposisi bahan


baku yang mempengaruhi.
Tujuan Penelitian

Subjek Penelitian Biogas Campuran Eceng Gondok dan Kotoran Sapi


Metode yang digunakan dalam penelitian ini proses hidrolisis asam
sulfat dan menggunakan dua analisa yaitu analisa COD dan TSS.
Metode
Kenaikan volume biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
biostarter yang ditambahkan, lama waktu fermentasi eceng gondok,
Hasil dan perbandingan eceng gondok dan air serta faktor – faktor lainnya.
Pembahasan Penelitian ini memfokuskan variasi campuran eceng gondok dan
kotoran sapi yang paling banyak menghasilkan volume biogas,
lama fermentasi eceng gondok dan komposisi eceng gondok dan air
yang paling optimum. Komposisi eceng gondok dan kotoran sapi 50%:50%
menghasilkan biogas yang paling banyak yaitu 302 mL. Waktu fermentasi
selama 7 hari merupakan waktu yang paling baik untuk menghasilkan biogas
yang paling banyak. Selama waktu 3 hari mikroba yang tumbuh selama
proses pembusukkan baru mengalami tahap adaptasi. Jangka waktu
fermentasi 4 hari – 7 hari mikroba yang tumbuh semakin banyak. Akan tetapi,
bila sudah memasuki waktu lebih dari 7 hari maka mikroba sudah mulai mati
sehingga proses fermentasi sudah tidak efektif lagi. Selain itu juga
perbandingan komposisi eceng gondok dan air yang paling optimum yaitu 1 :
3 karena substrat yang semakin encer memiliki keunggulan untuk mengurangi
konsentrasi inhibitor menjadi semakin kecil shingga proses pertumbuhan
mikroba akan semakin cepat. Jadi, berdasarkan keenam grafik dapat diketahui
bahwa kondisi yang paling optimum untuk menghasilkan biogas yaitu pada
perbandingan komposisi eceng gondok dan air 1 : 3, lama fermentasi 7 hari
dan komposisi campuran eceng gondok dan kotoran sapi 50% : 50%.

Hasil penelitian dapat mengetahui bahwa campuran eceng gondok dan


Keunggulan
kotoran sapi 50% : 50%, akan biogas 302 mL dengan waktu fermentasi
selama 7 hari.
Apabila mikroba terlalu banyak akan menyebabkan nilai TSS menurun.
Kekurangan
Pada sampel dengan perbandingan 1:1 dan 1:2 Dengan variasi
campuran eceng gondok dan kotoran sapi sebanyak 80% : 20% dan
70% : 30% akan menghasilkan gas yang masih mengandung air dan hal
tersbut membuat gas akan cepat habis.

Anda mungkin juga menyukai