Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KIMIA FARMASI II

MATERI I

“PRINSIP DAN INSTRUMENTASI SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis”

DISUSUN OLEH KEL 1:

INGGIT EVIZARD P. 1704103 SINTIA RAMADONA 1804027


HERNITA DUWI S. 1904004 HANIFA SABILA AFRA 1804034
WAWAN PUTRA Z. 1804010 MELIYA WINDARI S. 1804037
YULIA AFRIDA N. 1804015 DWI NURFADILAH 1804040
GUSTIYA NANDA P. 1804022 AFIFAH RAHAYU 1804054
DEA RINDI YANI C. 1804023 IRFAN PARROS 1804060
DINDA LESTARI 1804028

KELAS : A

DOSEN PENGAMPU : Apt, Elmitra, M.Farm

PROGRAM STUDI S1-FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2020
Prinsip dan Instrumentasi Spektrofotometri UV-Vis

A. Pengertian Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum
dengan panjang gelombangtertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energy relatif jika energy tersebutditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan
fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara
ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada
fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek
pada panjang gelombang tertentu.

B. Spektrofotometri Visible (Spektro Vis)


Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah
cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang
dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380
sampai 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh kita, entah itu putih,
merah, biru, hijau, apapun.. selama ia dapat dilihat oleh mata, maka sinar tersebut
termasuk ke dalam sinar tampak (visible). Sumber sinar tampak yang umumnya
dipakai pada spektro visible adalah lampuTungsten. Sample yang dapat dianalisa
dengan metode ini hanya sample yang memilii warna. Hal ini menjadi kelemahan
tersendiri dari metode spektrofotometri visible. Oleh karena itu, untuk sample yang
tidak memiliki warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan
reagent spesifik.

C. Prinsip Kerja Spektrofotometri


Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu daerah
akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya yang
diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa yang diteliti. Spektrum
elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar
gamma gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang mikro.
Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar tampak umumnya
terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang lebar, semua molekul dapat
menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak. Oleh karena itu mereka mengandung
electron, baik yang dipakai bersama atau tidak, yang dapat dieksitasi ke tingkat yang
lebih tinggi. Panjang gelombang pada waktu absorbsi terjadi tergantung pada
bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul. Elektron dalam satu ikatan kovalen
tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan energy tinggi, atau panjang gelombang
pendek, diperlukan eksitasinya.
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini
memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Selain
itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung dicatat
oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah
diregresikan. Secara sederhana instrument spektrofotometeri yang disebut
spektrofotometer terdiri dari :
a. Sumber cahaya –monokromatis –sel sampel –detector-read out

Gambar 1. Pembacaan spektrofotometer


Fungsi masing-masing bagian :
1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan
berbagai macam rentang panjang gelombang.
2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah
cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatismenjadi cahaya
monokromatis. Padagambar di atas disebut sebagai pendispersi atau penyebar
cahaya. dengan adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya dengan
panjang gelombang tunggal yang mengenai sel sampel. Pada gambar di atas
hanya cahaya hijau yang melewati pintu keluar.Proses dispersi atau penyebaran
cahaya seperti yang tertera pada gambar.

Gambar 2. Proses dispersi cahaya

3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel


- UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya
terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika
memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan
plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada
spektrofotometer sinar tampak (VIS). Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang
dengan lebar 1 cm.
- IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya dioleskan pada dua
lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam bentuk larutan dimasukan ke
dalam sel natrium klorida. Sel ini akan dipecahkan untuk mengambil kembali
larutan yang dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya
mahal.
4.Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik. Macam-macam detector yaitu Detektor foto
(Photo detector),Photocell, misalnya CdS, Phototube, Hantaran foto, Dioda foto,
Detektor panas
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik
yang berasal dari detector. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam
spektrofotometri adalah :
a. Pada saat pengenceran alat alat pengenceran harus betul-betul bersih tanpa
adanya zat pengotor
b. Dalam penggunaan alat-alat harus betul-betul steril
c. Jumlah zat yang dipakai harus sesuai dengan yang telah ditentukand.Dalam
penggunaan spektrofotometri uv, sampel harus jernih dan tidak keruh
e. Dalam penggunaan spektrofotometri uv-vis, sampel harus berwarna.
Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki
energi yang samadengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya
perubahan tenaga. Jika sinar monokromatik dilewatkan melalui suatu lapisan
larutan dengan ketebalan(db), maka penurunan intesitas sinar (dl) karena melewati
lapisan larutan tersebut berbanding langsung dengan intensitas radiasi (I),
konsentrasi spesies yang menyerap (c), dan dengan ketebalan lapisan larutan (db).
Secara matematis, pernyataan ini dapat dituliskan :
-dI =kIcdb
Bila diintergralkan maka diperoleh persamaan ini :
I = I0e-kbc
dan bila persamaan di atas diubah menjadi logaritma basis 10, maka akan
diperoleh persamaan :
I = I010-kbc
dimana : k/2,303 = a,
maka persamaan di atas dapat diubah menjadi persamaan :
Log I0/I = abc atau A = abc (Hukum Lambert-Beer)
Dimana :
A= Absorban
a= absorptivitas
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Bila Absorbansi (A) dihubungkan dengan Transmittan (T) = I/I0 maka dapat
diperoleh A=log 1/T . Absorptivitas(a) merupakan suatu konstanta yang tidak
tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai
larutan sampel. Tetapi tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan
panjang gelombang radiasi ( Hariadi Arsyad, 2013)
D. Hukum Lambeert-Beer
Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-beer
atau Hukum Beer, berbunyi:
“Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang
diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi
eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung
banyaknya cahaya yang hamburkan:
T = atau %T =x 100 %
dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:
A= -log T = -log
dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas cahaya
setelah melewati sampel.
Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai:
A=a . b . catauA =ε . b . c
dimana:
A= absorbansi
b / l = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm)
c = konsentrasi larutan yang diukur
ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam molar)
a= tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).

Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan


spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko,
yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat
pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun
kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal padapengukuran dengan absorbansi sangat rendah
atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai
dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau
pemekatan).(Sri Suyono, 2013).
E. Warna Komplementer
Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yangberwarna maka
radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secaraselektif dan radiasi
sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi maksimum darilarutan berwarna terjadi
pada daerah warna yang berlawanan dengan warna yangdiamati, misalnya larutan
berwarna merah akan menyerap radiasi maksimum padadaerah warna hijau. Dengan
kata lain warna yang diserap adalah warnakomplementer dari warna yang diamati.

F. Proses Absorbsi Cahaya Pada Spektrofotometer

G. Cara Perawatan dan Penyimpanan Alat

1. Sebelum digunakan, biarkan mesin warming-up selama 15-20 menit


2. Spektrofotometer sebisa mungkin tidak terpapar sinar matahari langsung, karena
cahaya dari matahari akan dapat mengganggu pengukuran.
3. Simpan spektrofotometer di dalam ruangan yang suhunya stabil dan diatas meja
yang permanen.
4. Pastikan kompartemen sampel bersih dari bekas sampel.
5. Saat memasukkan kuvet, pastikan kuvet kering.
6. Lakukan kalibrasi panjang gelombang dan absorban secara teratur.
MATERI II

“KALIBRASI INSTRUMEN SPEKTROFOTOMETER”

DISUSUN OLEH KEL 2:

Jesti Nasova 1804050 Riska nurpita putri 1804021


Badrya 1804033 Nia marza 1804017
Triyunitha desriyeni 1804005 Nesi elmita 1804055
Feliani marta putri 1804031 Faturrahman aby 1704092
Vella safitri 1804045 Annisa laura 1504067
Afrilia mayang sari 1804053 Ifda lenia 1804025
Agustia amliza 1804009

KELAS : A

DOSEN PENGAMPU : Apt, Elmitra, M.Farm

PROGRAM STUDI S1-FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2020
KALIBRASI INSTRUMEN SPEKTROFOTOMETER

Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan untuk menetapkan hubungan, dalam


kondisi tertentu antara suatu nilai besaran yang ditunjukan oleh peralatan ukur atau
sistem pengukuran, atau nilai yang dipresentasikan oleh bahan ukur atau bahan acuan
dengan nilai terkait yang direalisasikan oleh standar. Kalibrasi menentukan perbedaan
(deviasi)antara pembacaan alat ukur atau bahan ukur(yang digunakan sebagai
standar)dengan (taksiran) nilai benar.Hasil kalibrasi dapat berupa penetapan koreksi yang
berkaitan dengan penunjukan alat ukur.Kalibrasi dapat juga menetapkan sifat metrologis
lainnya, termasuk efek besaran berpengaruh.Hasil kalibrasi direkam dalam dokumen
yang biasa disebut sertifikat kalibrasi.Deviasi atau penyimpangan dapat dinyatakan
sebagai koreksi atau kesalahan (error) dengan model matematis

Spektrofotometer UV-VIS adalah salah satu metode instrumenyang paling sering


diterapkan dalam analisis kimia untuk mendeteksi senyawa (padat/cair) berdasarkan
absorbansi foton. Agar sampel dapat menyerap foton pada daerah UV-VIS (panjang
gelombang foton 200nm –700nm), biasanya sampel harus diperlakukan atau derivatisasi,
misalnya penambahan reagendalam pembentukan garam kompleks dan lain
sebagainya.Unsur diidentifikasi melalui senyawa kompleksnya. Persyaratan kualitas dan
validitas kinerja hasil pengukuran spektrofotometer dalam analisis kimia didasarkan pada
acuan ISO 17025, Good Laboratory Practice(GLP) atau rekomendasi dari Pharmacopeia.
Dalam ISO 17025 (2005) butir 5.5 di nyatakan bahwa alat uji yang menentukan hasil
pengukuran harus dikalibrasi. Spektrofotometer UV-VIS merupakan alatutama maka
harus di kalibrasi.Kalibrasi instrumen Spektrofotometermeliputi: Akurasi Panjang
Gelombang , Akurasi fotometri, Resolution,Kebocoran sinar/Straylight, Base line
Stability, base line flatnest, danakurasi detektor.

Pengukuran kalibrasi Spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu UV 1800) di LPPT


UGM ini bertujuan untuk mengetahui unjuk kinerja instrumen apakah masih sesuai
dengan standar yang dipersyaratkan apa tidak. Dengan mengetahui unjuk kinerja alat
maka akan dapat menjamin mutu hasil data pengukuran dalam kegiatan penelitian
maupun pengujian.
MATERI III

“SERAPAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM “

DISUSUN OLEH KEL 3:

Sri Oktavia (1604084) Fuja Sukma (1804013)


Widia Chandra (1804026) Winda Piliandani (1804014)
Salsabila (1604129) Ela Ayu W (1804038)
Fransischa Yolanda P (1804001) Erin Ehda R (1804042)
Oriza Syativa (1804002) Vela Syafitri (1804046)
Vania Maulidia (1804008) Lailatul Badri (1804059
Meilan Lestari (1804061)

KELAS : A

DOSEN PENGAMPU : Apt, Elmitra, M.Farm

PROGRAM STUDI S1-FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2020
Serapan Panjang Gelombang Maksimum

Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak.Yang dimaksud


sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat
oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki
energi sebesar 299–149 kJ/mol. Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom
dengan energi terendah disebut keadaan dasar (ground-state).Energi yang dimiliki sinar
tampak mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang
memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi. Cahaya yang diserap oleh suatu
zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia.Cahaya yang tampak atau
cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari disebut warna komplementer. Misalnya
suatu zat akan berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan
suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar
tampak. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut.

Warna komplementer
Panjang gelombang (nm) Warna warna yang diserap
(warna yang terlihat)

400 – 435 Ungu Hijau kekuningan

435 – 480 Biru Kuning

480 – 490 Biru kehijauan Jingga

490 – 500 Hijau kebiruan Merah

500 – 560 Hijau Ungu kemerahan

560 – 580 Hijau kekuningan Ungu

580 – 595 Kuning Biru

595 – 610 Jingga Biru kehijauan

610 – 800 Merah Hijau kebiruan

Pada spektrofotometer sinar tampak, sumber cahaya biasanya menggunakan lampu


tungsten yang sering disebut lampu wolfram.Wolfram merupakan salah satu unsur kimia,
dalam tabel periodik unsur wolfram termasuk golongan unsur transisi tepatnya golongan VIB
atau golongan 6 dengan simbol W dan nomor atom 74.Wolfram digunakan sebagai lampu
pada spektrofotometri tidak terlepas dari sifatnya yang memiliki titik didih yang sangat tinggi
yakni 5930 °C.
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang
gelombang dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang disebut λmaks. Hal ini
disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang sama, maka data yang
diperoleh makin akurat atau kesalahan yang muncul makin kecil.
Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi,
karena b atau l harganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu tetapan. Artinya
konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun
sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan makin rendah. (Hukum
Lamber-Beer dan syarat peralatan yang digunakan agar terpenuhi hukum Lambert-Beer Baca
Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis)
Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linear (A≈C) apabila nilai
absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai daerah berlaku
hukum Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubungan absorbansi
tidak linear lagi.Kurva kalibarasi hubungan antara absorbansi versus konsentrasi dapat dilihat
pada Gambar.

Faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi vs konsentrasi tidak linear:

1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu
larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk
warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun
kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau
sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan
kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).

Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam
bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna, sehingga analisis yang didasarkan
pada pembentukan larutan berwarna disebut juga metode kolorimetri.

Jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara memberi
reagen tertentu yang spesifik. Dikatakan spesifik karena hanya bereaksi dengan spesi yang
akan dianalisis. Reagen ini disebut reagen pembentuk warna (chromogenik reagent).
Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh reagen pembentuk warna:

1. Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam waktu


beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila disimpan. Oleh
sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru harus dibuat saat setiap
kali analisis.
2. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat.
3. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara stoikiometrik.
4. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan pengukuran.
5. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa, sehingga
warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen tersebut saja.
6. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam larutan
yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang dianalisa menjadi
suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga pembentukan warna yang
dikehandaki tidak sempurna.
7. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang
dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai.

Setelah ditambahkan reagen atau zat pembentuk warna maka larutan tersebut harus
memiliki lima sifat di bawah ini:

1. Kestabilan warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran absorbansi


dengan teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan menyusutnya warna larutan
(fading), disebabkan oleh oksidasi oleh udara, penguraian secara fotokimia, pengaruh
keasaman, suhu dan jenis pelarut. Namun kadang-kadang dengan mengubah kondisi
larutan dapat diperoleh kestabilan yang lebih baik.
2. Warna larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang cukup tinggi
(warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absortivitas molarnya (ε) besar. Hal ini
dapat dikontrol dengan mengubah pelarutnya. Dalam hal ini dengan memilih pereaksi
yang memiliki kepekaan yang cukup tinggi.
3. Warna larutan yang diukur sebaiknya bebas daripada pengaruh variasi-variasi kecil
kecil dalam nilai pH, suhu maupun kondisis-kondisi yang lain.
4. Hasil reaksi yang berwarna ini harus larut dalam pelarut yang dipakai.
5. Sistem yang berwarna ini harus memenuhi Hukum Lambert-Beer.
Menentukan konsentrasi sampel dengan cara kurva kalibrasi

Konsentrasi sampel dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan rumus yang diturunkan dari
hukum lambert beer (A= a . b . c atau A = ε . b . c). Namun ada cara lain yang dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu spesi yang ada dalam suatu larutan yakni
dengan cara kurva kalibarasi. Cara ini sebenarnya masih tetap bertumpu pada hukum
Lambert-Beer yakni absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penentuan konsentrasi zat dengan kurva
kalibarasi:

1. Maching kuvet : mencari dua buah kuvet yang memiliki absorbansi atau transmitansi
sama atau hampir sama. Dua buah kuvet inilah yang akan digunakan untuk analisis,
satu untuk blanko, satu untuk sampel. Dalam melakukan analisis Maching kuvet harus
dilakukan agar kesalahannya makin kecil.
2. Membuat larutan standar pada berbagai konsentrasi. Larutan standar yaitu larutan
yang konsentrasinya telah diketahui secara pasti. Konsentrasi larutan standar dibuat
dari yang lebih kecil sampai lebih besar dari konsentrasi analit yang diperkirakan.
3. Ambilah salah satu larutan standar, kemudian ukur pada berbagai panjang gelombang.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada panjang gelombang berapa, absorbansi yang
dihasilkan paling besar. Panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi paling
besar atau paling tinggi disebut panjang gelombang maksimum (lmaks).
4. Ukurlah absorbansi semua larutan standar yang telah dibuat pada panjang gelombang
maksimum.
5. Catat absorbansi yang dihasilkan dari semua larutan standar, kemudian alurkan pada
grafik absorbansi vs konsentrasi sehingga diperoleh suatu kurva yang
disebutkurvakalibarasi. Dari hukum Lambart-Beer jika absorbansi yang dihasilkan
berkisar antara 0,2-0,8 maka grafik akan berbentuk garis lurus, namun hal ini tidak
dapat dipastikan.

Misalkan absorbansi yang dihasilkan dari larutan standar yang telah dibuat adalah :
Absorbansi 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
konsentrasi 2 ppm 4 ppm 6 ppm 8 ppm 10 ppm 12 ppm 14 ppm 16 ppm
6. Ukurlah absorbansi larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Setelah diperoleh
absorbansinya, masukan nilai tersebut pada grafik yang diperoleh pada langkah 5.
Misalkan absorbansi yang diperoleh 0,6. Maka jika ditarik garis lurus konsentrasi
sampel akan sama dengan konsentrasi larutan standar 10 ppm. Selain dengan cara
diatas konsentrasi sampel dapat dihitung dengan persamaan regresi linear, absorbansi
sampel yang diperoleh dimasukan sebagai nilai y sehingga diperoleh nilai x. Nilai x
yang diperoleh merupakan konsentrasi sampel yang dianalisis.
MATERI IV

“KURVA KALIBRASI”

DISUSUN OLEH KEL 4:

M.HAFIZ EKO PUTRA 1504120 M.ROZA SAPUTRA 1804035


SUCI PERMATASARI 1704131 ASRINA ELHARISA 1804039
MELINDA HAFIZ 1804006 APRILIANURFADILAH.S 1804043
DIAN RESTASARI 1804011 RATIH MARSIXTIN 1804044
DWI FADILAH ZALRI 1804019 OKTAVIANA GUNAWAN 1804047
RATU ANUGRAHI.R 1808029 FADILA RAHMANI 1804062
RIZKI RAMADHAN.H 1804030

KELAS : A
DOSEN PENGAMPU : Apt, Elmitra, M.Farm

PROGRAM STUDI S1-FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2020
KURVA KALIBRASI

Spektrofotometer UV-Vis merupakan spektrofotometer berkas ganda sedangkan pada


spektrofotometer VIS ataupun UV termasuk spektrofotometer berkas tunggal. Pada
spektrofotometer berkas ganda blanko dan sampel dimasukan atau disinari secara bersamaan,
sedangkan spektrofotometer berkas tunggal blankodimasukan atau disinari secara terpisah.

Kurva kalibrasi merupakan pembuatan hubunganfungsional antara sinyal (absorbans)


dengankonsentrasi standar (analit)

Kalibrasi yang sederhana:

1. hubungan linier antarasinyal dan konsentrasi


2. persamaan garis lurus (y = a + bx)
3. metode kuadrat terkecil (leastsquaremethod)(teknik yang paling umum digunakan
untukmembuat garis/kurva dengan beberapa titikdata)teknik ini didasarkan pada
minimisasi kuadratdeviasi dari tiap titik data dan garisKurva kalibrasi bisa pula
digunakanlangsung untuk menentukankonsentrasi zat tanpa perlumenghitung k lebih
dulu.

Bagaimana mengetahui bahwa nantinya kurva kalibrasi yang di buat memiliki


kelinieran yang baik?
Koefisien korelasi deviasi dari tiap titik dengan titik pada garis
lurus yang diperoleh → dilambangkan sebagai r
Koefisien determinasi kuadrat dari koefisien korelasi → r2
kisaran nilai r2 dari 0 sampai 1, jika nilai r2 dari persamaan garis yang dibuat
mendekati 1 maka kurva yang dibuat memiliki kelinieran garis yang baik.
Tipe kalibrasi:
1. Kalibrasi eksternal
2. Penambahan standar
3. Standar internal

Menentukan konsentrasi sampel dengan cara kurva kalibrasi


Konsentrasi sampel dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan rumus yang
diturunkan dari hukum lambert beer (A= a . b . c atau A = ε . b . c). Namun ada cara lain
yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu spesi yang ada dalam suatu
larutan yakni dengan cara kurva kalibarasi. Cara ini sebenarnya masih tetap bertumpu
pada hukum Lambert-Beer yakni absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penentuan konsentrasi zat dengan
kurva kalibarasi:
1. Maching kuvet : mencari dua buah kuvet yang memiliki absorbansi atau transmitansi
sama atau hampir sama. Dua buah kuvet inilah yang akan digunakan untuk analisis,
satu untuk blanko, satu untuk sampel. Dalam melakukan analisis Maching kuvet harus
dilakukan agar kesalahannya makin kecil.
2. Membuat larutan standar pada berbagai konsentrasi. Larutan standar yaitu larutan
yang konsentrasinya telah diketahui secara pasti. Konsentrasi larutan standar dibuat
dari yang lebih kecil sampai lebih besar dari konsentrasi analit yang diperkirakan.
3. Ambilah salah satu larutan standar, kemudian ukur pada berbagai panjang gelombang.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada panjang gelombang berapa, absorbansi yang
dihasilkan paling besar. Panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi paling
besar atau paling tinggi disebut panjang gelombang maksimum (lmaks).
4. Ukurlah absorbansi semua larutan standar yang telah dibuat pada panjang gelombang
maksimum.
5. Catat absorbansi yang dihasilkan dari semua larutan standar, kemudian alurkan pada
grafik absorbansi vs konsentrasi sehingga diperoleh suatu kurva yang
disebut kurva kalibarasi. Dari hukum Lambart-Beer jika absorbansi yang dihasilkan
berkisar antara 0,2-0,8 maka grafik akan berbentuk garis lurus, namun hal ini tidak
dapat dipastikan.
6. Ukurlah absorbansi larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Setelah
diperolehabsorbansinya, masukan nilai tersebut pada grafik yang diperoleh pada
langkah 5.
MATERI V

“PENETAPAN KADAR BEBERAPA OBAT YANG DITETAPKAN DENGAN


SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS”

DISUSUN OLEH KEL V :

Nada Nursuhami 1404034 Syerly Marsyuri 1804052


Shamillah 1804012 Deltia Fitra Refanaz 1804049
Puti Syalsa Nesya Firza 1804003 Rani Fitri Warni Hamidi 1804018
Nelia Tri Kurnia 1804057 Nur Fauziah 1804032
Sri Ulan Dari 1804041 Berta Yulis Suriani 1804048
Sellia Fauzi 1804020 Kurnia Dwi Septiani 1804007
Nadia Choirunnisa 1804016

KELAS : A

DOSEN PENGAMPU : Apt, Elmitra, M.Farm

PROGRAM STUDI S1-FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2020
Penentuan Kafein dan Parasetamol dalam Sediaan Obat Sakit Kepala Secara Simultan
Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis

1. PENDAHULUAN
Salah satu campuran zat aktif yang paling sering dijumpai dalam sediaan obat sakit
kepala adalah parasetamol dan kafein. Parasetamol merupakan salah satu obat yang
paling umum digunakan diberbagai belahan dunia karena khasiatnya yang membantu
mencegah nyeri sendi, sakit gigi, sakit kepala seperti migrain, nyeri otot, dan juga
digunakan untuk menurunkan demam yang berasal dari virus dan bakteri.
Kafein (1, 3, 7, trimethylxanthine) merupakan sejenis alkaloid heterosiklik yang
termasuk dalam golongan methylxanthine. Menurut definisi artinya senyawa organik
yang mengandung nitrogen degan struktur dua cincin atau dua siklik .Kafein memiliki
berat molekul 194,19 g/mol dan fungsinya untukmenstimulasi susunan saraf pusat serta
dapat memperkuat efek analgetik parasetamol.
Penetapan kadar kafein dan parasetamol sediaan obat multikomponen dapat
dilakukan dengan metode titrimetri dan metode kromatografi cair kinerja tinggi.
Kelebihan menggunakan metode titrimetri yakni biaya yang digunakan relatif murah,
namunkekurangannyamemerlukan waktuanalisis yang lama dan kurang sensitif untuk
penentuanzat yang kadarnya kecil. Sedangkan metode kromatografi cair kinerja tinggi
yang memilikisensitifitas analisis yang tinggi namun memerlukan biaya yang relatif
mahal.
Tujuan dari penelitian ini untuk menetapkan kadarparasetamol dan kafein dalam
sediaan obat multikomponen dengan spektrofotometri UV-Vis secara simultan. Manfaat
penelitian ini yakni untuk memberikan alternatif metode penetapan kadar parasetamol dan
kafein dalam sediaan obat sakit kepala multikomponen.
2. METODE
2.1. Alat
Peralatan yang digunakandalam penelitian ini, meliputi seperangkat alat gelas,
Instrumen HitachiUH5300 spektrofotometer UV-Vis Double Beam, neraca analitik
Ohaus, magnetic stirrer, spatula, lumpang alu, dan pro pipet.
2.2. Bahan
Bahan-bahan yangdigunakan dalam penelitian ini, meliputi Sampel obat
Panadol, kafein standarpro analisiskadar 98-101%, parasetamol standar, metanol pro
analisiskadar 100%, kertas whatman No. 41,dan akuades yang diperoleh dari
Laboratorium Kimia Terapan Universitas Islam Indonesia.
2.3. Prosedur Kerja
2.3.1Pembuatan Larutan Baku Kafein 100 ppm
Serbuk kafein standar sebanyak 25 mg dilarutkan dengan 37,5 mL metanol.
Larutan tersebut diadukselama 15 menitmenggunakan magnetic stirrerkemudian
dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL. Larutan diencerkan menggunakan
akuades hingga volume 1/3 di bawah tanda batas. Sebelum ditepatkan, larutan
dalam labu ukur diseka terlebih dahulu agar tidak terjadi penambahan volume,
kemudian larutan dihomogenkan.
2.3.2Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 100 ppm
Serbuk parasetamolstandar sebanyak 25 mg dilarutkan dengan 37,5 mL
metanol. Larutan tersebut diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit
kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL. Larutan diencerkan
menggunakan akuades hingga volume 1/3 di bawah tanda batas. Sebelum
ditepatkan, larutan dalam labu ukur diseka terlebih dahulu agar tidak terjadi
penambahan volume, kemudian larutan dihomogenkan.
2.3.3Pembuatan Kurva Standar Kafein
Larutan deret standar dengan konsentrasi 6, 8, 10, 12, 14 ppm dibuat dari
larutan baku kafein 100 ppm yang dilarutkan dalam 10 mL metanol:akuades (1,5 :
8,5).
2.3.4Pembuatan Kurva Standar Parasetamol
Larutan deret standar dengan konsentrasi 4, 6,8, 10, 12 ppm dibuat dari
larutan baku parasetamol 100 ppm yang dilarutkan dalam 10 mL metanol:akuades
(1,5 : 8,5).
2.3.5Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum kafein yaknimengukur absorbansi
pada larutan standar kafein rentang panjang gelombang 250-300 nm
menggunakan spektrofotometer UV-VisDouble Beam.Penentuan panjang
gelombang maksimum parasetamol adalah mengukur absorbansi pada larutan
standar parasetamol rentang panjang gelombang 200-300 nm menggunakan
spektrofotometer UV-VisDouble Beam.
2.3.6Penentuan Nilai Koefisien Absorptivitas Molar
Larutan standar kafein 10 ppm dibuat dari larutan baku kafein 100 ppm yang
dilarutkan dalam 10 mL metanol:akuades (1,5 : 8,5). Larutan standar kafein 10
ppm dibaca absorbansinya menggunakan spektroftometer UV-Vis Double
Beampada panjang gelombangoptimum.Larutan standar parasetamol 10 ppm
dibuat dari larutan baku parasetamol 100 ppm yangdilarutkan dalam 10 mL
methanol;akuades (1,5 : 8,5). Larutan standar kafein 10 ppm dibaca
absorbansinya menggunakan spektroftometer UV-Vis Double Beampada panjang
gelombang optimum,
2.3.7Pembuatan Larutan Sampel 1000 ppm
Dua puluh tablet merek dagang digerus hingga halus. Tablet diserbukkan
lalu ditimbang sebanyak 0,1 gram. Serbuk sampel ditambahkan 15 mL metanol
dan diaduk menggunakan magnetic stirrerselama 15 menit. Larutan disaring
menggunakan kertas whatmann no. 41. Larutan diencerkanke dalam labu ukur
100 mLmenggunakan akuades hingga volume 1/3 di bawah tanda batas. Sebelum
ditepatkan, larutan dalam labu ukur diseka terlebih dahulu agar tidak terjadi
penambahan volume, kemudian larutan dihomogenkan.
2.3.8Penentuan Kadar Sampel
Larutan sampel pengenceran 80 kali dan 100 kali dibaca absorbansinya
menggunakan spektrofotometer UV-Vis Double Beampada panjang
gelombangoptimum.Penentuan kadar parasetamol dan kafein pada sampel
menggunakan persamaan 1 dan 2 :
A273=kafein273 Ckafein+ parasetamol273 Cparasetamol....(1)
A244=kafein244 Ckafein+ parasetamol244 Cparasetamol....(2)

Nilai diperoleh dari hukum Lambert Beer :


A=∑. b . C
Keterangan:
A adalah absorbansi larutan
∑adalah absortivitas molar (L/mg cm)
b adalah tebal kuvet (cm)
Cadalah konsentrasi larutan yang diukur (mg/L)
3. HASIL PENELITIAN
3.1Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Hasil absorpsi larutan campuran kedua zat tersebut pada panjang
gelombangmasing-masingmerupakan jumlah absorpsi dari masing-masing zat
tunggalnya. Kadar masing-masing zat ditentukan menggunakan metode simultan.
Penentuan parasetamol dan kafein dalam sediaan obat multikomponen menggunakan
spektrofotometri UV-Vissecara simultan [10]. Standar parasetamol dan kafein
dilarutkan dalam pelarut metanol:akuades (1,5:8,5). Larutan standar dibaca serapan
maksimumnya pada rentang panjang gelombang 220 nm-280 nm. Berdasarkan
Gambar 3dapat diketahui bahwa serapan maksimum parasetamol 244 nm dengan
absorbansi 0,868dan untuk kafein 273 nmdengan absorbansi 0,553
3.2Penetuan Linearitas
Linearitas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis mampu memperoleh
hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran
konsentrasi tertentu. Penentuan linearitas dapat dilakukan dengan membuat kurva
kalibrasi, yaitu membuat beberapaderet larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya[11].Penentuan linearitas standar kafein menggunakan larutan standar
kafeindengankonsentrasi 6, 8, 10, 12, 14 ppm diukur nilai absorbansinya sebanyak tiga
kali pembacaan pada panjang gelombang 273 nm dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel
I. Sedangkan penentuan linearitas standar parasetamol menggunakan larutan standar
parasetamol dengankonsentrasi 4, 6, 8, 10, 12ppm diukur nilai absorbansinya sebanyak
tiga kali pembacaan pada panjang gelombang 244 nm.
Berdasarkan kurva standar kafein, diperoleh persamaan regresi linear larutan
standar kafein diperoleh yaitu, y = 0,0506x+0,0144dimana y merupakan absorbansi
dan x sebagai konsentrasidengan nilai koefisien korelasi(R) adalah 0,9984 yang
menandakan bahwa terdapat hubungan antara absorbansi dan konsentrasi yang
diperoleh. Sedangkan larutan standar parasetamoldiperoleh persamaan regreasi
linearnya yaitu, y = 0,0709x+0,0174 dengan koefisien korelasi(R) adalah 0,9986. Nilai
koefisien korelasi menandakan adanya hubungan antara absorbansi dan konsentrasi
yang diperoleh.
3.3Penentuan Limit of Detection(LOD) dan Limit of Quantification(LOQ)
Limit of detection(LOD) adalah jumlah atau konsentrasi terkecildari analit dalam
sampel yang dapat dideteksi,namun tidak perlu diukur sesuai dengan nilai
sebenarnya.Limitof Quantification(LOQ) adalah konsentrasi atau jumlah terendah dari
analit dalam sampel yang dapat ditentukan secara kuantitatif dengan ketilitian dan
ketepatan yang baik .
Nilai limit deteksi (LOD) yang diperoleh pada pengujian ini untuk standar kafein
sebesar 0,9069 mg/L dan standar parasetamol sebesar 0,6490 mg/L. Sedangkan nilai
limit kuantisasi (LOQ) untuk standar kafein sebesar 3,0233 mg/L dan standar
parasetamol 2,1633 mg/L. Hasilyang diperoleh tergolong baik karenanilainyalebih
kecil dari konsentrasi sampel yakni 93,75 mg/L dan 888,02 mg/L.
3.4Penentuan Kadar Parasetamol dan Kafein secara Simultan
Analisis kuantitatif suatu komponen zat dalam campuran atau yang dikenal dengan
analisis multikomponen secara spektrofotometri dapat dilakukan teknik serapan
individual atau persamaan simultan, tergantung pada profil kurva serapan masing-
masing komponen. Jika profil kurva serapan masing-masing komponen saling tumpah
tindih keseluruhan maka dapat digunakan teknik persamaan simultan
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar kafein maupun parasetamol tidak
sesuai dengan kadar yang tertera pada kemasan yakni 83,33 mg/100 mg untuk
parasetamol dan 10,83 mg/100 mg untuk kafein.Kadar zat aktif parasetamol hasil
pengujian tidak sesuai dengan kadar zat aktif dalam sediaan obat menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV Tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
110%. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pelarut yang digunakan tidak mampu
melarutkan sediaan zat aktif dalam sampel.Selain itu, pengenceran larutan sampel juga
berpengaruh terhadap kadar yang diperoleh, semakin besar pengenceran maka semakin
kecil pula kadar yang dihasilkan.
Kadar parasetamol dan kafein yang diperoleh dengan metode konvensional nilainya
sangat kecil jika dibandingkan dengan kadar yang diperloeh menggunakan metode
simultan begitu juga dengan kadar pada kemasan sampel yakni 83,33 mg/100 mg
untuk parasetamol dan 10,83 mg/100 mg untuk kafein.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar
parasetamol dalam sampel dengan pengenceran 80 kali dan 100 kali berturut-turut sebesar
88,80 mg/100 mg dan 87,75 mg/100 mg. Sedangkan kadar kafein dalam sampel dengan
pengenceran 80 kali dan 100 kali berturut-turut sebesar 9,37 mg/100 mg dan 8,26 mg/100
mg. Kadar yang diperoleh pada pengujian tidak sesuai dengan kadar yang tertera pada
kemasan yang seharusnya 83,33 mg/100 mg untuk parasetamol dan 10,83 mg/100 mg
untuk kafein. Kadar parasetamol dan kafein yang diperoleh menggunakan metode
konvesinal sangat kecil.Oleh karena itu, untuk pengujian kadar zat dalam sediaan
multikomponen disarankan menggunakan metode simultan, menggunakan pelarut yang
sesuai dan mengetahui % recoveryuntuk keakuratan hasil.

Anda mungkin juga menyukai