Anda di halaman 1dari 138

SKRIPSI

IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN


AFTERTASTE PAHIT PADA COOKIES UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)
DENGAN KARAKTERISTIK TEKSTUR MENYERUPAI
COOKIES KELADI

ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM


F24051564

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN
AFTERTASTE PAHIT PADA COOKIES UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)
DENGAN KARAKTERISTIK TEKSTUR MENYERUPAI
COOKIES KELADI

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM
F24051564

2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN


AFTERTASTE PAHIT PADA COOKIES UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)
DENGAN KARAKTERISTIK TEKSTUR MENYERUPAI
COOKIES KELADI

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM
F24051564
Dilahirkan pada tanggal 8 September 1987
di Blora

Tanggal lulus : 4 September 2009

Menyetujui,
Bogor, 6 September 2009

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ir. Sutrisno Koswara, MSi.


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.


Ketua Departemen
Enny Rahmawati Septianingrum. F24051564. Identifikasi Penyebab dan Upaya
Pengurangan Aftertaste Pahit pada Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan
Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi. Di bawah bimbingan Dahrul
Syah dan Sutrisno Koswara.

RINGKASAN

Ubi jalar merupakan tanaman palawija yang mudah dibudidayakan dan


memiliki tingkat produktifitas cukup tinggi. Ubi jalar mengandung karbohidrat
dalam jumlah tinggi sehingga berpotensi besar dikembangkan sebagai bahan
pangan sumber karbohidrat dalam upaya diversifikasi pangan. Cookies merupakan
makanan ringan sumber karbohidrat yang umumnya diolah dengan bahan baku
tepung terigu. Oleh karena itu, pemanfaatan ubi jalar dalam upaya diversifikasi
pangan dapat dilakukan melalui penggunaannya sebagai bahan baku cookies,
menggantikan tepung terigu. Cookies keladi merupakan salah satu cookies buatan
Malaysia yang digemari konsumen karena memiliki rasa yang enak serta tekstur
yang renyah. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam hal pengolahan ubi jalar
menjadi produk cookies, diantaranya oleh Rianti (2008), pengolahan ubi jalar
menjadi cookies menghasilkan produk akhir yang memiliki aftertaste pahit.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : (1) mengidentifikasi sumber
masalah penyebab aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dan memberi solusi
untuk meminimumkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar, (2) mendapatkan
standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies
ubi jalar dengan aftertaste pahit minimum pada produk akhir, dan (3) mempelajari
pengaruh penambahan flavor coklat untuk mengurangi atau menyamarkan
aftertaste pahit pada cookies ubi jalar.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Tahapan pada penelitian pendahuluan yaitu analisis fisikokimia
tepung ubi jalar, pembuatan cookies ubi jalar, dan pemisahan ubi jalar ke dalam
kelas mutu tertentu. Penelitian utama meliputi identifikasi penyebab aftertaste
pahit, penentuan kelas mutu ubi jalar optimum dengan aftertaste pahit minimum,
pengaruh flavor coklat untuk mengurangi aftertaste pahit cookies ubi jalar,
penentuan tingkat kesukaan cookies ubi jalar, penetapan standar tekstur cookies
ubi jalar, dan evaluasi kesesuaian tekstur cookies ubi jalar dengan cookies keladi,
profil tekstur cookies keladi, dan analisis produk.
Berdasarkan hasil uji pembedaan sederhana, aftertaste pahit pada cookies
ubi jalar disebabkan karena penggunaan ubi jalar yang terserang hama lanas
(boleng) dan adanya kulit luar ubi jalar pada proses pembuatan tepung ubi jalar.
Dari uji ranking intensitas aftertaste pahit dan uji rating hedonik diketahui bahwa
cookies ubi jalar yang dibuat dari tepung ubi jalar yang memiliki bagian yang
boleng dan tidak dilakukan penghilangan kulit ubi jalar, memiliki tingkat
aftertaste pahit paling tinggi serta mempunyai tingkat kesukaan paling rendah.
Hal ini berarti adanya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dapat menurunkan
tingkat penerimaan konsumen terhadap cookies ubi jalar. Bagian ubi jalar yang
boleng lebih kuat memberikan aftertaste pahit pada cookies dibandingkan dengan
kulit ubi jalar.
Hasil uji rating atribut aftertaste pahit cookies ubi jalar menunjukkan, ubi
jalar dengan persentase bagian ubi jalar yang boleng (x) sebesar 0<x≤5%
merupakan kelas ubi jalar optimum yang dapat dijadikan sebagai bahan baku
dalam pembuatan tepung ubi jalar, karena menghasilkan cookies ubi jalar dengan
aftertaste pahit sangat rendah pada taraf signifikansi 5% (α=0.05). Dengan
menghubungkan data tingkat kesukaan dan persentase bagian ubi jalar yang
boleng, diperoleh informasi bahwa pada persentase bagian ubi jalar yang boleng
sebesar 6.75%, masih dapat dihasilkan cookies ubi jalar dengan tingkat kesukaan
yang cukup namun memiliki tingkat aftertaste pahit yang rendah.
Penambahan flavor coklat (cocoa powder) dengan konsentrasi 1% dan 2%
pada cookies ubi jalar yang terbuat dari tepung ubi jalar dengan persentase bagian
ubi jalar yang boleng sebesar 0<x≤5%, terbukti dapat menurunkan tingkat
aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Hal ini diduga karena adanya komponen
theobromin dalam flavor coklat yang mampu menutupi aftertaste pahit pada
cookies ubi jalar dengan citarasa khas coklat yang disukai konsumen. Penggunaan
flavor coklat sebesar 2% dapat meningkatkan tingkat kesukaan pada atribut aroma
cookies ubi jalar. Selain itu, penggunaan flavor coklat sebesar 2% juga
menghasilkan cookies ubi jalar dengan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa dan
atribut keseluruhan yang tidak berbeda nyata dengan cookies ubi jalar tanpa flavor
coklat pada taraf signifikansi 5%. Karakteristik kesukaan panelis terhadap coklat
juga diduga menjadi faktor yang akan mempengaruhi respon kesukaan panelis
terhadap cookies ubi jalar yang ditambah flavor coklat.
Evaluasi kesesuaian tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan pada
penelitian ini dengan cookies keladi (Rianti, 2008) menghasilkan nilai koefisien
korelasi sebesar 0.930 dengan point matched within +/- sebesar 60.26%.
Pengukuran parameter kesesuaian tekstur lainnya, yaitu puncak maksimum dan
luas area, menunjukkan bahwa cookies keladi memiliki puncak maksimum dan
luas area berturut-turut sebesar 796.6 g dan 1.214 x 104 g.s, sedangkan cookies
ubi jalar memiliki nilai puncak maksimum dan luas area berturut-turut sebesar
780.2 g dan 1.304 x 104 g.s. Dari nilai keempat parameter kesesuaian tekstur
diatas, dapat diperoleh informasi bahwa cookies ubi jalar yang dihasilkan
memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi dengan cookies keladi. Hal ini berarti,
perbedaan perlakuan penepungan dan teknik pengeringan (metode oven) yang
dilakukan pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur cookies ubi
jalar yang dihasilkan.
Cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki Aw rendah yaitu sebesar 0.450,
berasa dibawah Aw kritis bahan pangan, sehingga relatif aman dari kerusakan
mikroorganisme. Cookies ubi jalar memiliki kadar air sebesar 2.51%, abu 1.49%,
protein 4.70%, lemak 36.11%, dan karbohidrat sebesar 57.70%. Cookies ubi jalar
yang dihasilkan termasuk kategori pangan berkalori karena mampu menghasilkan
kalori sebesar 574.59 kkal/100 gram atau menyumbang 28.73% dari kebutuhan
kalori orang dewasa per hari.
RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Enny


Rahmawati Septianingrum dilahirkan pada tanggal 8
September 1987 dan merupakan anak pertama dari
pasangan Sri Gunarti dan Sunardi (Alm.). Penulis
menempuh pendidikan di SD Tempelan I Blora (1993-
1999), SMP Negeri I Blora (1999-2002), dan SMA
Negeri I Blora (2002-2005). Pada tahun 2005 penulis
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI. Pada
bulan Agustus tahun 2006, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Institut Pertanian Bogor, dengan mayor Teknologi Pangan dan
Supporting Course sebagai penunjang.
Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi panitia Wisuda Sarjana
dan Wisuda Diploma FATETA (2006-2007), pengajar mata kuliah Kalkulus I
pada bimbingan belajar GUMATIKA (2006) dan Himitepa Corporation (2007),
panitia HACCP dan ISO 22000 (2007), panitia BAUR Departemen ITP (2007),
panitia suksesi HIMITEPA (2007), pengurus majalah pangan “Emulsi” divisi
Keuangan dan HRD (2007-2008), panitia pelatihan ISO 9001:2000 dan
22000:2005 (2008), dan trainer pengolahan Bakery BEM F (2008). Pelatihan dan
seminar yang pernah diikuti penulis selama kuliah antara lain Seminar “Job
Preparation vs Agrotechnopreneur”
Agrotechnopreneur” (2007), Pelatihan Sistem Manajemen Halal
(2008), Pelatihan ISO 9001:2000 dan 22000:2005 (2008), Seminar Mahasiswa
Teknologi Pangan dan Gizi Tingkat Nasional (2008), dan Pelatihan “Fruit and
Vegetable Juice for Health” (2008).
Untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan, penulis mengerjakan
penelitian dan skripsi dengan judul “Identifikasi Penyebab dan Upaya
Pengurangan Aftertaste Pahit pada Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan
Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi”, dibawah bimbingan Dr. Ir.
Dahrul Syah, MSc. dan Ir. Sutrisno Koswara, MSi.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur dan berjuta terima kasih kepada
Alloh Subhanahu wa ta’alla atas rahmat, karunia, dan kemudahan yang telah
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat meyelesaikan penelitian dengan
judul “Identifikasi Penyebab dan Upaya Pengurangan Aftertaste Pahit pada
Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai
Cookies Keladi” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Tekonologi
Pertanian. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rosululloh
Muhammad Solallohu alaihi wassalam.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih pada
semua yang telah membantu, mendukung, dan membimbing penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai, terutama kepada :
1. Orang tua, Ibu, atas sayang, doa, nasehat, dan semangat yang tiada henti.
2. Dr. Ir. Dahrul Syah selaku Dosen Pembimbing I atas kesabaran dalam
membimbing, membantu, dan mendukung penulis selama 3 tahun
menempuh pendidikan di Departemen Ilmu dan Tekonologi Pangan IPB.
Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam limpahan RahmatNya.
3. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Selaku Dosen Pembimbing II atas saran,
bimbingan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama
penelitian. Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam limpahan
RahmatNya.
4. Dra. Waysima, MSc. atas nasehat dan kesediaan menjadi dosen penguji.
5. Seluruh Dosen dan staf Departemen Ilmu dan Tekonologi Pangan atas
ilmu-ilmu yang telah diajarkan.
6. Adik, Muhammad Habib Hawari, atas semua yang diberikan selama
menemani orang tua sampai saat ini. Mbah Yi, Lek To, Lek Yun, Lek Lis,
Lek Har, matur suwun doane.
7. Pak Warto dan Pak Ghofar atas bantuan dalam mendapatkan bahan baku
penelitian.
8. Sahabatku, Marina Noor Prathivi, Riyanti Ekafitri, RH. Fitri Faradilla,
Rika Novayanti, Dewi Kurniasih, dan Riska Rudiyanti, makasih banget
atas semua bantuan, dukungan, semangat, dan waktu kalian. Makasih
sudah mengertiku yang susah dimengerti ini. Semoga kita selalu dalam
limpahan kasih sayang-Nya. I will miss u full.
9. Joko Rurianto, sahabat, kakak, adik, makasih atas semua dukungan dan
semangatmu, serta contoh kesabarannya. Sahabat, Ragil Andika
Yuniawan, terima kasih atas ilmu, waktu, guyonan, dan kesebelan yang
kamu berikan. Makasih atas semuanya. ^^
10. Kakak tingkat sebimbingan, Mbak Anggita, Mbak Angel, Kak Gilang, dan
teman sebimbingan, Rizal Fahmi_dun, makasih atas bantuan, masukan,
dan pengalaman yang telah diberikan.
11. Temen-temen kos SQ, Siti Natasha, Puty Jubedah, Lina Dorami, Una
Jelita, Mumpita Aurelia, dan Cham2 Cempaka. Temen-temen kos Bisma,
Fatma, Faiz, Mega, Mala, Laras.
12. Sahabat di kampung halaman, Wulan, Esthi, Khalimi, Windi, Aan, Ocha,
Imam faruq, Mundi, Panda, Isni, Ninik. Miss u all.
13. Para Laboran Departemen ITP, Bu Rub, Pak Wahid, Pak Jun, Pak Iyas,
Pak Deni, Pak Gatot, Bu Antin, Bu Sri, Pak Nur, dan Pak Sob.
14. Teman-teman seperjuangan ITP’42, icha cendol, ike, fera, haris, om, basil,
papa aji, veni, shanty, bombay, muji, witong, uni, tiu, twi, tiwi, wahyu,
khrisia, galih jawa, galih pinky, kamlit, tata, irene, eping, uci, cha2, syam,
arya, susan, nina, dan semuanya yang nggak bisa disebut satu-satu,
makasih atas pengalaman dan kenangan hidup yang begitu berharga. We
are the best.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini,


oleh sebab itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2009

Penulis
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara agraris dengan tingkat pertumbuhan
penduduk yang tinggi. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, pada tahun
2008 jumlah penduduk Indonesia mencapai ±470 juta jiwa (BPS, 2008).
Bahan pangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat Indonesia masih didominasi oleh beras dan tepung terigu. Di lain
sisi, sampai tahun 2009 ini tepung terigu merupakan barang impor yang
mencapai 5.5 juta ton/tahun dan harganya selalu mengalami kenaikan dari
waktu ke waktu. Oleh karena itu, diperlukan diversifikasi pangan sumber
karbohidrat, yang merupakan bagian terbesar pangan yang dikonsumsi
masyarakat Indonesia, untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap
beras dan tepung terigu sehingga juga dapat meningkatkan ketahanan pangan
Indonesia.
Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan
diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi.
Di Indonesia ubi jalar merupakan salah satu tanaman pangan palawija sumber
karbohidrat yang penanamannya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan
hampir seluruh produksi ubi jalar nasional digunakan sebagai bahan makanan
(Deptan, 2006).
Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1993) dan
Suismono (1995), dari 100 gram ubi jalar dapat dihasilkan 123-360 kalori dan
protein sebanyak 1.1-1.8%. Ubi jalar memiliki kandungan nutrisi yang baik,
umur relatif pendek, tingkat produksi tinggi, dan beberapa potensi lain.
Dalam bentuk tepung, tepung ubi jalar diketahui memiliki kadar karbohidrat
dan kalori yang setara dengan tepung terigu (Antarlina, 1998).
Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras
maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan memiliki tingkat
produktivitas rata-rata mencapai 12 ton/Ha, lebih besar daripada produktivitas
gabah (±4.5 ton/Ha) atau ubi kayu (±8 ton/Ha) yang masa panennya lebih
lama dibandingkan dengan masa panen ubi jalar. Menurut catatan Badan
Pusat dan Statistik (BPS) tahun 2008, produksi ubi jalar dari tahun ke tahun
tidak mengalami kenaikan yang signifikan dan jumlah produksinya jauh di
bawah tanaman umbi-umbian lain seperti ubi kayu, tetapi cenderung naik
setiap tahun. Ubi jalar mempunyai prospek yang baik bila dikelola dengan
pola agribisnis dan agroindustri yang baik. Data perkembangan produksi ubi
jalar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data tingkat produksi ubi jalar di Indonesia dari tahun 2004 hingga
tahun 2008
Tahu Tingkat produksi
n (ton)
2004 1.889.222
2005 1.991.478
2006 1.973.642
2007 1.995.070
2008 1.997.551
Sumber : BPS (2008)

Sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar berpeluang menjadi bahan


pangan penting dalam upaya penganekaragaman pangan dan dapat
mengurangi konsumsi beras pada saat krisis pangan seperti sekarang,
meskipun konsumsi beras tidak semuanya dapat disubstitusi oleh ubi jalar.
Dari gambaran diatas terlihat bahwa ubi jalar mempunyai potensi untuk
dikembangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan dengan
berbasiskan pada produk tepung.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa tepung ubi jalar bisa
digunakan sebagai bahan pengganti tepung terigu yang saat ini harganya
semakin mahal, seperti pada pembuatan roti dan cookies. Cookies merupakan
salah satu produk pengan berbahan dasar tepung, sehingga dapat menjadi
prospek bagi pemanfaatan bahan pangan non-terigu yang mengandung
banyak karbohidrat, khususnya ubi jalar.
Cookies keladi merupakan cookies yang berasal dari Malaysia yang
terbuat dari tepung terigu dan umbi keladi. Cookies keladi dikenal memiliki
rasa yang enak, aroma yang khas umbi keladi, kemasan yang praktis dan
unik, serta tekstur yang renyah dan sangat disukai. Karena beberapa alasan
tersebut, pada penelitian sebelumnya, cookies keladi digunakan sebagai
standar bagi cookies ubi jalar untuk diserupakan teksturnya. Dari penelitian
Rianti (2008) yang berjudul “Kajian Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea
batatas L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi”,
diperoleh informasi bahwa cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki
aftertaste pahit. Hal ini merupakan masalah yang harus diselesaikan terlebih
dulu sebelum dapat memproduksi cookies ubi jalar secara komersial.

B. TUJUAN
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengurangi aftertaste pahit
pada cookies ubi jalar tanpa mengubah karakteristik teksturnya. Secara
umum tujuan ini dapat dirinci menjadi 3 tujuan khusus berikut :
1. mengidentifikasi penyebab aftertaste pahit dan memberi solusi untuk
meminimumkan aftertaste pada cookies ubi jalar.
2. mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan
sebagai bahan baku cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit minimum.
3. mempelajari pengaruh penambahan flavor coklat untuk mengurangi atau
menyamarkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. COOKIES KELADI
Cookies keladi atau yam cookies merupakan cookies yang berasal
dari Malaysia yang dibuat menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku
utama. Nama keladi diperoleh karena penggunaan umbi keladi sebagai salah
satu indgredien dalam pembuatan cookies tersebut. Pada cookies keladi, umbi
keladi yang digunakan sebagai ingredien ditambahkan pada adonan cookies
tidak dalam bentuk tepung tetapi dalam bentuk konsetrat umbi keladi atau
serbuk umbi keladi. Penambahan umbi keladi dalam bentuk tersebut akan
mempengaruhi karakteristik aroma dan tekstur cookies keladi yang
dihasilkan. Beberapa cookies keladi produksi Malaysia dapat dilihat pada
Gambar 1.

(a) (b)
Gambar 1. Cookies keladi : (a) produksi Teck Seong Food Industries,
(b) produksi Ever Delicious Food Industries.

Di Malaysia sendiri, cookies ini merupakan salah satu makanan


ringan yang sangat digemari masyarakat Malaysia karena memiliki rasa yang
enak, aroma wangi khas umbi keladi, cara konsumsi yang mudah karena
dikemas satu per satu dengan praktis, serta memiliki tekstur yang renyah.
Karena alasan-alasan tersebut, cookies keladi ini ingin diukur karakteristik
teksturnya kemudian dijadikan sebagai standar tekstur agar dapat dihasilkan
cookies berbahan baku lain yang memiliki tekstur menyerupai cookies keladi.
Di Indonesia sendiri, cookies keladi sangat terkenal dan banyak dijumpai
terutama di daerah-daerah di pulau Sumatera yang banyak berbatasan dengan
Malaysia, namun cookies ini juga sudah mulai tersedia di pasar-pasar
makanan ringan di Jakarta.

B. UBI JALAR
1. Botani Ubi Jalar
Ubi jalar (sweet potato) atau ketela rambat diduga berasal dari Benua
Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal
tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian
tengah. Dalam bahasa latin ubi jalar disebut Ipomoea batatas. Tanaman ini
masuk dalam ordo Solanaceae dengan famili Convolvulaceae. Dalam famili
ini, hanya ubi jalar yang merupakan tanaman penghasil pati, memiliki umbi
yang manis, dan ditanam dengan area panen sangat luas (Woolfe,1992).
Gambar umbi ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)
Gambar 2. Ubi jalar : (a) varietas Cilembu, (b) varietas Emen

Umbi ubi jalar adalah akar yang membesar sebagai tempat


menyimpan cadangan makanan bagi tanaman ubi jalar. Warna kulit dan
daging umbi bervariasi mulai dari putih, krem, merah muda, jingga, kuning,
dan ungu tua tergantung jenis dan kandungan pigmen yang terdapat pada
kulit dan daging umbi.
Rukmana (1997) menyebutkan bahwa tanaman ubi jalar
membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab untuk pertumbuhan,
dimana daerah paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah bersuhu
21-27oC dengan kelembaban udara antara 50-60%. Di Indonesia yang
beriklim tropik, tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga
ketinggian 500 m dpl (Najiati, 1998). Pertumbuhan dan produksi yang
optimal untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering (kemarau).
Pada musim kemarau, varietas yang sama akan menghasilkan kadar tepung
yang lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan.
Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi
bahan makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di
Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah
sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang
kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan
sepanjang tahun.

2. Komposisi Kimia Ubi Jalar


Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan penghasil
karbohidrat, protein, lemak, serat yang tinggi diantara jenis umbi-umbian.
Kandungan zat gizi dalam 100 gram umbi-umbian dan padi disajikan pada
Tabel 2. Selain untuk pangan, ubi jalar juga digunakan untuk pakan, bahan
baku industri pembuatan tepung, gula cair, makanan ternak, alkohol, dan
makanan siap saji. Sedangkan umbi segar juga telah di ekspor ke Singapura,
Malaysia dan Jepang (Widodo et al., 1996).

Tabel 2. Kandungan gizi utama umbi-umbian dan padi (per 100 gram)
Berdasarkan berat kering (%) Energi
Tanaman
Karbohidrat Protein Lemak Serat (kj)
Ubi Jalar 85,5 5,0 1,0 3,3 479
Ubi Kayu 92,5 1,8 0,5 2,5 643
Talas 83,8 6,6 - 1,7 475
Padi 88,6 8,0 0,9 0,2 1.478
Sumber: Widodo et al. (1996)

Ubi jalar merupakan tanaman pangan yang berpotensi sebagai


pengganti beras dalam program diversifikasi pangan karena efisien dalam
menghasilkan energi, vitamin, dan mineral, serta efisien berdasarkan
produktivitas per hektar per hari dibandingkan dengan tanaman pangan lain.
Komposisi kimia ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi, dan musim
tanam (Lingga et. al., 1996). Dari segi nutrisi, ubi jalar merupakan sumber
energi yang baik, mengandung sedikit protein, tetapi merupakan bahan
pangan sumber vitamin dan mineral berkualitas tinggi (Horton et al., 1999).
Ubi jalar merah mengandung vitamin A dalam bentuk provitamin A sampai
7000 IU/100g, sedangkan ubi jalar kuning mengandung provitamin A
sebesar 900 IU/100g (Damarjati dan Widowati, 1994). Kandungan mineral
kalsium dan vitamin A pada ubi jalar merupakan yang terbaik dibandingkan
dengan beras, ubi kayu, dan jagung kuning (Woolfe, 1992). Komponen gizi
dalam ubi jalar selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen gizi ubi jalar per 100 gram bahan segar
Kandungan gizi Ubi jalar Ubi jalar Ubi jalar
meraha putiha kuningb
Kalori (kal) 123 123 360
Karbohidrat (g) 27,9 27,9 32,3
Protein (g) 1,8 1,8 1,1
Lemak (g) 0,7 0,7 0,4
Air (g) 68,5 68,5 68,5
Serat kasar (g) 0,9 1,2 1,4
Abu (g) 0,4 1,2 0,3
Kadar gula (g) 0,4 0,4 0,3
% Bagian yang dapat dimakan 86,0 86,0 -
Sumber : a Direktorat Gizi Depkes RI (1993)
b
Suismono (1995)

Selain mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh,


ubi jalar juga mengandung zat anti gizi yakni tripsin inhibitor, dengan
jumlah 0,26-43,6 IU/100g ubi jalar segar. Adanya tripsin inhibitor akan
menutup gugus aktif enzim tripsin sehingga aktivitas enzim tersebut
terhambat dan tidak dapat melakukan fungsinya sebagai pemecah protein.
Namun, aktivitas tripsin inhibitor ini dapat dihilangkan dengan pengolahan
sederhana yakni dengan pengukusan, perebusan, dan pemasakan. (Santosa,
et al., 1994)

3. Karbohidrat Ubi Jalar


Ubi jalar merupakan sumber energi yang baik dalam bentuk
karbohidrat. Hal ini ditunjukan dengan kadar protein dan lemak pada ubi
jalar jumlahnya rendah, tetapi mengandung karbohidrat dalam jumlah cukup
banyak (Lingga et al., 1996). Kandungan karbohidrat pada ubi jalar
bervariasi antara 6,17% sampai 38,75% tergantung kultivar. Komponen
karbohidrat utama pada ubi jalar adalah amilosa dan amilopektin. Rasio
amilosa dan amilopektin pada ubi jalar secara umum adalah 1 : 3 atau 1 : 4.
Kandungan amilopektin yang tinggi dan amilosa yang rendah diduga
bertanggung jawab terhadap karakteristik tekstur ubi jalar (Hammet dan
Barrantine di dalam Woolfe, 1999).
Menurut Woolfe (1999), kandungan total gula pada ubi jalar akan
mengalami perubahan setelah pemasakan dan jumlahnya berbeda-beda
tergantung kultivar. Kandungan total gula ubi jalar setelah pemasakan
cenderung meningkat dibandingkan dengan ubi jalar mentah. Hidrolisis pati
menjadi dekstrin akan menyebabkan peningkatan kadar maltosa secara
drastis. Akan tetapi gula dalam ubi jalar tetap didominasi oleh sukrosa.
Setelah mengkonsumsi ubi jalar, karbohidrat didalamnya memiliki
kecenderungan menyebabkan timbulnya flatulensi. Menurut Damardjati
(2003), flatulensi ini disebabkan oleh gas flatus yang merupakan hasil
samping dari fermentasi karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh
mikroflora usus, antara lain resistant starch, oligosakarida tak tercerna, dan
polisakarida non pati seperti serat makanan. Karbohidrat yang dikandung
ubi jalar masuk dalam klasifikasi Low Glycemix Index (LGI, 54) sehingga
sangat cocok untuk penderita diabetes. karena tidak secara drastis
menaikkan gula darah, berbeda halnya dengan sifat karbohidrat dengan
glycemix index tinggi, seperti beras dan jagung. Sebagian besar serat ubi
jalar merupakan serat larut, yang menyerap kelebihan lemak/kolesterol
darah, sehingga kadar lemak/kolesterol darah tetap normal (Muchtadi,
2001).

4. Tepung Ubi Jalar


Proses pembuatan tepung ubi jalar cukup sederhana. Pembuatan
tepung ubi jalar meliputi proses pembersihan, pengupasan, penghancuran
(pengirisan), dan pengeringan sampai kadar air tertentu. Menurut Sugiyono
(2003), tepung ubi jalar dapat dibuat dengan dua cara yaitu pertama ubi
diiris tipis lalu dikeringkan (chips/sawut kering) kemudian ditepungkan, dan
kedua ubi jalar diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan dan ditepungkan.
Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa
metode pengeringan, diantaranya pengeringan menggunakan sinar matahari
(Santosa et. al., 1994) dan pengeringan menggunakan alat pengering seperti
mesin pengering sawut ubi jalar (Sutrisno dan Ananto, 1999), oven, serta
drum drier (Koswara et al., 2003). Tepung ubi jalar juga dapat diproduksi
dengan pengering semprot ataupun pengering bertingkat dari irisan-irisan
ubi jalar yang telah dibuat (Rukmana, 1997). Metode pengeringan yang
digunakan mempengaruhi mutu tepung ubi jalar yang dihasilkan. Tabel 4
memperlihatkan perbedaan komposisi kimia tepung dari dua varietas ubi
jalar dengan metode pengeringan oven dan drum drier.

Tabel 4. Komposisi kimia tepung ubi jalar dua varietas dengan dua cara
pengeringan
Komposisi kimia Ubi jalar SQ-27 Ubi jalar Ceret
(% berat basah) drum drier oven drum drier oven
Air 3,95 6,31 5,06 8,91
Abu 2,65 1,70 2,80 2,33
Protein 4,75 3,63 4,55 3,76
Lemak 4,44 1,01 5,32 1,26
Serat 1,91 4,99 2,13 5,90
Karbohidrat (by 82,30 82,36 80,14 77,84
different)
Sumber : Koswara et al. (2003)

Tepung ubi jalar memiliki kegunaan yang sangat beragam, baik


sebagai bahan baku industri pangan maupun industri kimia. Kandungan gizi
tepung ubi jalar dibandingkan dengan tepung gandum dan tepung jagung
dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan gizi tepung ubi jalar, tepung terigu, dan tepung jagung
Kandungan gizi Tepung ubi Tepung Tepung
jalara terigua jagungb
Air (%) 7,00 7,00 -
Protein (%) 5,12 13.13 16,04
Lemak (%) 0,58 1,29 4,28
Abu (%) 3,22 0.54 1,32
Karbohidrat (%) 85,26 85,04 74,27
Serat (%) 1,95 0,62 -
Kalori (kal/100g) 366,89 375,79 -
Keterangan : - tidak tercantum data tentang kandungan gizi yang bersangkutan
Sumber : a Antarlina (1998)
b
Antarlina (1994)
C. RASA PAHIT
1. Penyakit pada Ubi Jalar
Penyakit pada ubi jalar dapat disebabkan karena serangan serangga,
fungi/cendawan, virus, nematoda, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh.
Penyakit-penyakit tersebut dapat terjadi pada tanaman ubi jalar sehingga
menyebabkan umbi menjadi pahit dan berbau busuk, layu, mengalami
kebusukan/kerusakan tanaman dan umbi, pengkerdilan tanaman, serta
ketidaknormalan lainya. Umbi yang terserang penyakit juga dapat
mengkontaminasi umbi yang sehat pada saat penyimpanan sehingga
menyebabkan pengkisutan atau pengeriputan kulit serta pecahnya jaringan
internal umbi (Elmer, 1987).
Kumbang Cylas formicarius F. merupakan hama utama pada ubi
jalar di dunia, baik di daerah tropika maupun subtropika. Hama Cylas
foemicarius F. ini dikenal juga dengan sebutan hama lanas. Hama lanas
terdapat pada hampir seluruh pertanaman ubi jalar di Amerika, Afrika, Asia
Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, dan kepulauan Pasifik. Di Indonesia,
hama ini terdapat di semua daerah penghasil ubi jalar (Supriyatin, 2001).
Hama ini dapat merusak umbi di lapangan dan pada saat penyimpanan.
Menurut Supriyatin (2001), pada musim kemarau, kehilangan hasil akibat
serangan hama lanas berkisar antara 10% hingga 80%. Kerusakan yang
ditimbulkan ditandai oleh adanya lubang-lubang kecil pada umbi dan
mengeluarkan bau busuk yang khas.
Larva Cylas formicarius merusak umbi dengan menggerek,
membuat lorong-lorong dan sisa gerekan ditumpuk di sekitar lubang
gerekan dalam umbi. Bagian umbi yang rusak karena serangan hama lanas
sering disebut sebagai bagian yang boleng. Ubi jalar yang terserang hama
lanas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Ubi jalar putih yang terserang hama lanas


Umbi yang rusak akibat serangan hama akan menghasilkan terpen yang
menyebabkan umbi terasa pahit sehingga tidak dapat dikonsumsi dan
dikhawatirkan berbahaya bagi kesehatan.
Black rot juga merupakan penyakit pada ubi jalar. Penyakit ini
disebabkan oleh fungi Ceratocystis fimbriata dan bersifat sangat dekstruktif.
Ciri ubi jalar terinfeksi black rot adalah terdapat sesuatu pada permukaaan
ubi berbentuk agak bundar, berukuran kecil, agak cekung, disertai spot
berwarna gelap (coklat). Jika basah, spot gelap ini akan berubah warna
menjadi hitam kehijauan sampai hitam dan menjadi keabu-abuan jika kering
Menurut Sikora (2004), jaringan umbi yang dekat dengan spot berwarna
gelap di atas akan memiliki rasa yang pahit dan akhirnya bagian dalam umbi
akan busuk. Ubi jalar yang kelihatan sehat saat dipanen dapat terserang
kebusukan ini pada saat penyimpanan, selama transportasi, atau saat berada
di pasar.
Di Indonesia sendiri, areal pertanian ubi jalar lebih sering mengalami
serangan hama lanas dibandingkan dengan serangan fungi black rot.
Serangan hama lanas dapat mengalami peningkatan yang sangat signifikan
terutama pada saat musim kemarau.

2. Komponen Penyebab Rasa Pahit


Secara umum, rasa pahit biasanya disebabkan oleh senyawa kimia
seperti alkaloid dan fenolik. Tetapi beberapa komponen organik seperti
amida dan thiourea (thioamida) serta terpen juga berkontribusi
menyebabkan rasa pahit (Shallenberger, 1993).

a. Alkaloid
Alkaloid merupakan kelompok senyawa yang mengandung atom
nitrogen basa dan dapat diekstrak menggunakan asam encer (Fessenden
dan Fessenden, 1995). Alkaloid mengandung C, H, N, dan pada
umumnya mengandung atom O. Menurut Hart (1990), alkaloid
merupakan senyawa nitrogen heterosiklik atau secara umum
mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa
dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid
berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai
kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan.
Sebagian besar alkaloid bersifat larut air. Alkaloid banyak ditemukan
pada akar, biji, kayu, serta daun pada tumbuhan dan umbi-umbian.
Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari
serangan hama dan pengatur kerja hormon.
Alkaloid dapat diproduksi oleh berbagai jenis organisme
termasuk bakteri, fungi, tumbuhan, dan hewan sebagai produk alami
(metabolit sekunder) organisme tersebut dan sebagai cadangan bagi
biosintesis protein. Menurut Dewanti dan Nuraida (2007), metabolit
sekunder merupakan hasil metabolisme makhluk hidup yang dikeluarkan
dan pada umumnya dihasilkan untuk mempertahankan hidup. Metabolit
sekunder ini dapat berupa flavor, antibiotik, dan toksin. Karena alkaloid
merupakan metabolit sekunder, banyak alkaloid yang dihasilkan
organisme bersifat toksik bagi organisme lain.
Beberapa alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Steroid alkaloid
(yang termasuk dalam terpenoid) seperti solanin dan tomatin pada
kentang dan tomat juga merupakan alkaloid. Solanin terbukti secara
ilmiah memberikan rasa pahit pada kentang.

b. Komponen Fenolik
Komponen fenolik telah terbukti menghasilkan rasa pahit pada
serealia dan sayur-sayuran. Kebanyakan senyawa fenolik merupakan
ester yang terbentuk dari quinic acid dan caffeic acid. Menurut Gibe
(2005), ubi jalar mengandung ester fenolik yang berfungsi sebagai
antioksidan seperti asam klorogenat, asam isoklorogenat dan asam
kaffeat. Komponen fenolik pada ubi jalar ini berfungsi untuk melawan
kehadiran free radical dan senyawa toksik. Kandungan komponen
fenolik dalam ubi jalar disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan komponen fenolik ubi jalar (mg/100g berat basah)
Bagian Asam Asam Asam Total
klorogenat isoklorogenat kaffeat
Umbi 11,2 7,1 0,3 18,6
Kulit 30,6 25,5 0,0 56,1
Daun 56,0 35,5 1,5 93,0
Sumber : Gibe (2005)

c. Phytoalexin
Phytoalexin adalah senyawa antimikroba dengan berat molekul
yang kecil yang yang terakumulasi dalam tanaman sebagai akibat dari
infeksi atau cekaman (Kuc 1995). Lebih dari 350 phytoalexin telah
dikarakterisasi secara kimia dari sekitar 30 famili tanaman. Phytoalexin
phenylpropanoid terdistribusi diantara famili Leguminosae, Solanaceae,
Convolvulaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Phytoalexin isoflavonoid
umum terdapat pada Leguminosae, sedangkan phytoalexin
sesquiterpenoid umum terdapat pada Solanaceae dan Convolvulaceae.
Phytoalexin terakumulasi pada situs infeksi dan menghambat
pertumbuhan dan bakteri in vitro, sehingga phytoalexin menjadi senyawa
pertahanan tanaman untuk melawan penyakit. Phytoalexin tidak selalu
bersifat antimikroba, meskipun terakumulasi pada saat infeksi hingga
level yang cukup untuk menghambat perkembangan beberapa fungi dan
bakteri (Kuc, 1995). Beberapa senyawa dalam kelompok alkaloid seperti
terpenoid dan glikosteroid termasuk dalam phytoalexins (Suwarno, 2008)

d. Terpenoid
Terpenoid atau isoterpenoid atau isoprenoid merupakan
hidrokarbon yang dihasilkan dari kombinasi beberapa unit isoprene
(Anonim, 2009). Struktur kimia isoprena dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur kimia isoprena


Menurut Shallenberger (1993), terpenoid merupakan golongan senyawa
turunan karbohidrat yang beberapa berperan membentuk flavor suatu
bahan pangan. Beberapa senyawa dalam salah satu kelompok terpen,
diterpen, merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap rasa
pahit (bitter). Beberapa senyawa sesquiterpen seperti (+) 6S 1’S –
hernandulcin berkontribusi memberikan rasa manis hingga tingkat
kemanisan 1000 kali sukrosa. Akan tetapi epimernya, (+) 6S, 1R –
epihernandulcin sama sekali tidak manis
Sesquiterpen termasuk dalam salah satu kelas terpen, yang terdiri
dari 3 unit isoterpene dengan rumus molekul C15H24. Sesquiterpen dapat
bersifat asiklik, monosiklik, bisiklik, dan trisiklik. Oleh karena itu,
beberapa sesquiterpen berperan memberi rasa manis, sedangkan beberapa
yang lainnya bertanggung jawab terhadap hadirnya rasa pahit. Selain (+)
6S, 1R – epihernandulcin, masih banyak senyawa sesquiterpen lain yang
bertangung jawab terhadap rasa pahit atau menjadi prekursor biosintesis
senyawa penghasil rasa pahit (Shallenberger, 1993). Sebagai contohnya
adalah dehydroipomeamarone, sesquiterpeoid pada ubi jalar, yang
merupakan prekursor ipomaemarone (Oguni dan Uritani,2003 ).
Ipomaemarone adalah phytoalexin, berbentuk furano-terpenoid,
pada ubi jalar yang terkena penyakit black rot akibat infeksi dari fungi
Ceratocystis fimbriata (Oguni dan Uritani, 2003). Ubi jalar yang terkena
serangan hama kumbang penggerek Cylas formicarius pada ubi jalar
dapat menghasilkan phytoalexin dalam bentuk senyawa sesquiterpen
yang rasanya pahit (Palaniswami dan Chattopadhyays, 2005). Menurut
Uritani et. al. (1995), larva Cylas formicarius merusak umbi ubi jalar
secara internal dan menyebabkan terjadinya produksi senyawa terpenoid
yang berkontribusi menghasilkan rasa pahit pada umbi ubi jalar. Sampai
saat ini belum diketahui secara rinci nama senyawa terpenoid pada ubi
jalar yang terserang hama lanas, namun senyawa sesquiterpen dapat
bersifat toksik apabila dikonsumsi oleh mamalia.

D. COOKIES
Cookies termasuk jenis biskuit, yang biasanya mengandung kadar
lemak dan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis biskuit lainnya,
seperti biskuit keras, crakers, dan wafer. Cookies memiliki kadar air yang
rendah (kurang dari 5%) sehingga teksturnya renyah, bila dikemas akan
terlindung dari kelembaban, dan memiliki umur simpan yang lama (Brown,
2000).
Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak
dengan sifat yang lebih renyah karena teksturnya yang kurang padat. Menurut
SNI (1992), cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,
berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan, dan penampang
potongannnya bertekstur padat. Cookies berbahan dasar non terigu termasuk
dalam golongan short dough (Manley, 2001). Syarat mutu cookies sampai
saat ini mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu biskuit menurut
Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2973-1992) dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2971-1992
Kriteria Syarat
Energi (kkal/100g) Minimum 400
Air (%) Maksimum 5
Protein (%) Minimum 9
Lemak (%) Minimum 9,5
Karbohidrat (%) Minimum 70
Abu (%) Maksimum 1,5
Serat kasar (%) Maksimum 0,5
Logam berbahaya Negatif
Bau dan rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
Sumber : BSN (1992)

1. Bahan Baku Cookies


Menurut Matz dan Matz (1978), bahan baku yang biasa digunakan
dalam pembuatan cookies antara lain tepung, gula, lemak, susu skim, telur,
garam, leavening agent (baking soda), dan flavor.

a. Tepung
Tepung merupakan komposisi dasar pada produk bakery. Dalam
adonan, tepung berfungsi sebagai pembentuk tekstur, pengikat bahan-bahan
lain dan mendistribusikanya secara merata, serta berperan dalam membentuk
cita rasa (Matz dan Matz, 1978). Umumnya, cookies dibuat dari tepung
terigu. Tepung terigu yang biasanya digunakan untuk membuat cookies
adalah tepung terigu lunak, dengan kadar protein rendah (7-9%). Tepung
terigu lunak digunakan karena cenderung membentuk adonan yang lebih
lembut dan lengket. Adonan cookies memang tidak diinginkan terlalu
mengembang selama pemanggangan. Oleh karena itu, pada produk cookies,
tepung lain yang tidak mengandung gluten berpotensi sangat besar untuk
menggantikan tepung terigu (Manley, 1998).

b. Gula
Gula ditambahkan dengan tujuan memberi rasa manis. Gula dalam
bentuk sukrosa berfungsi lain sebagai pembentuk tekstur (pelembut), pemberi
warna, dan pengontrol penyebaran cookies. Karena gula dapat menurunkan
Aw bahan pangan, maka gula juga berfungsi sebagai pengawet. Dalam
pembuatan produk cookies, gula yang biasa digunakan adalah gula halus.
Penggunaan gula pasir dapat membuat tekstur cookies yang dihasilkan
menjadi lebih kasar karena rekristalisasi butiran gula yang ukurannya lebih
besar, sedangkan gula halus akan menghasilkan tekstur cookies yang lebih
halus (Matz dan Matz, 1978). Jumlah gula yang ditambahkan akan
mempengaruhi tekstur dan penampakan cookies. Menurut Matz dan Matz
(1978), semakin tinggi jumlah gula yang ditambahkan dalam adonan maka
semakin keras pula produk yang dihasilkan.

c. Lemak
Menurut Matz dan Matz (1978), lemak berfungsi untuk memberikan
efek shortening dengan memperbaiki struktur fisik cookies seperti volume
pengembangan, tekstur, kelembutan, dan memberi flavor karamel. Jenis
lemak yang digunakan akan mempengaruhi penyebaran dan penampakan
cookies. Menurut Almond (1992), penggunaan margarin akan menghasilkan
cookies dengan volume pengembangan yang lebih besar dan rasa yang lebih
lembut dan halus dibandingkan dengan butter yang menghasilkan akan
cookies dengan butiran-butiran yang lebih kasar serta volume cookies lebih
rendah.
d. Telur
Telur mempengaruhi tektur cookies karena memiliki sifat pengemulsi,
pengaerasi, pelembut, dan pengikat. Telur juga berfungsi meningkatkan nilai
gizi produk. Telur dapat mempengaruhi warna, rasa, dan melembutkan
tekstur cookies dengan daya emulsi yang terdapat pada kuning telur.
Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur.
Dalam pembuatan cookies, penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan
menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas cita rasa yang sangat
baik. Tetapi tekstur cookies tidak sebaik jika ditambahkan telur secara
keseluruhan. Oleh karena itu, agar adonan lebih kompak sebaiknya
ditambahkan putih telur secukupnya (Matz dan Matz, 1978).

e. Garam
Garam digunakan untuk membentuk efek rasa dan peningkat rasa.
Menurut Matz dan Matz (1978), penggunaan garam dalam sebagian besar
formula cookies paling banyak sebesar 1%.

f. Susu skim
Selain meningkatkan nilai gizi, susu berfungsi untuk memperbaiki
tekstur, memberi aroma, dan memperbaiki warna permukaan. Laktosa dalam
susu merupakan gula pereduksi yang dapat bereaksi dengan protein melalui
reaksi Maillard dan proses pemanasan, memberikan warna coklat yang
menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang.

g. Bahan pengembang
Menurut Codex Alimentarius Commission (2001) dikutip oleh Branen
et al. (2002), bahan pengembang merupakan senyawa kimia atau kombinasi
senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan sehingga
dapat meningkatkan volume adonan. Bahan pengembang berfungsi untuk
mengembangkan dan memperbaiki tekstur cookies. Bahan pengembang yang
biasa digunakan untuk membuat cookies adalah baking powder dan
ammonium bikarbonat. Menurut Matz dan Matz (1978), baking powder
bersifat cepat larut dalam suhu kamar dan tahan selama pengolahan.
Ammonium bikarbonat larut dalam air dan dapat terdekomposisi pada suhu
104oC (Stauffer, 2000). Ammonium bikarbonat biasa digunakan untuk
produk dengan kadar air kurang dari 5% seperti cookies dan crakers.
2. Proses Pembuatan Cookies
Proses pembuatan cookies meliputi tahap pembuatan adonan,
pencetakan, dan pemanggangan (Matz, 1992). Metode yang digunakan untuk
pencampuran adonan adalah metode krim. Pada metode ini bahan baku
dicampur secara bertahap. Pertama, pencampuran lemak dan gula, kemudian
ditambah pewarna dan flavor, lalu susu dan bahan kimia aerasi berikut garam.
Penambahan tepung dilakukan di paling akhir. Metode krim baik digunakan
dalam pembuatan cookies karena menghasilkan adonan yang bersifat
membatasi pengembangan gluten yang berlebihan seperti pada pembuatan
roti (Matz, 1992).
Pada tahap pencetakan, adonan cookies diratakan dengan ketebalan
tertentu kemudian dicetak. Adonan yang sudah dicetak ditata dalam loyang
yang telah diolesi lemak lalu dipanggang dalam oven. Matz dan Matz (1978)
menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan,
suhu pemanggangan dapat dibuat semakin tinggi (177-204oC). Suhu dan lama
pemanggangan akan mempengaruhi kadar air cookies.
Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas,
karena bagian luar cookies akan cepat matang sehingga menghambat
pemanggangan dan mengakibatkan permukaan cookies menjadi retak
(Manley,1998). Cookies hasil pemanggangan harus segera didinginkan untuk
menurunkan suhu dan mencegah terjadinya pengerasan akibat memadatnya
gula dan lemak. Waktu mendinginkan biasanya 2-3 kali lebih lama daripada
waktu pemanggangan (Manley, 1998).

E. FLAVOR
Flavor adalah gabungan persepsi yang diterima oleh indera manusia
yaitu bau, rasa, penampakan, sentuhan, dan bunyi pada saat mengkonsumsi
makanan. Tiga sensasi yang ditimbulkan flavor pada indera kita adalah rasa,
bau, dan tekstur (Lindsay di dalam Winarno, 2002).
Istilah flavoring digunakan untuk membedakan pengertian sifat
intrinsik produk yang berkaitan dengan flavor dengan bahan-bahan yang
ditambah dari luar untuk mengubah atau menghasilkan profil flavor tertentu
dari produk. Flavoring adalah senyawa kimia tunggal atau campuran, alami
atau sintetis, yang digunakan untuk memberikan sebagian atau keseluruhan
sensasi flavor tertentu pada makanan dan produk lain yang masuk ke dalam
mulut. Tujuan flavoring (Winarno, 2002) diantaranya adalah meningkatkan
daya tarik pangan, menstandarisasi flavor produk akhir, dan menguatkan
flavor awal yang lemah. Selain itu juga menggantikan flavor yang hilang
selama pengolahan, menutupi karakter-karakter yang tidak menyenangkan,
dan karena alasan ekonomi.
Menurut Burdock (1991), klasifikasi flavor berdasarkan legal status
adalah flavor natural (alami), flavor natural identikal, dan flavor artifisial.
Flavor dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu savory flavour, sweet flavour,
dan tobacco flavour. Savory flavour banyak digunakan pada industri mie
instan, sedangkan sweet flavour biasa digunakan untuk produk-produk
industri minuman (sirup dan sari buah), confectionary, dan produk bakery.
Untuk produk bakery seperti biskuit, cookies, dan crakers, jenis sweet flavour
yang sering dipakai adalah almond, butter, chocolate, vanila, karamel, dan
coconut (Winarno, 2002).
Menurut Manley (1998), biskuit dan produk bakery dapat ditambah
flavor dengan tiga metode yaitu : (1) ditambah flavor dalam adonan sebelum
dipanggang; (2) ditaburkan atau disemprotkan setelah dipanggang; (3) flavor
yang tidak ikut dipanggang seperti pelapisan krim, jam, icing, dan mallow.
Karena biskuit dan produk bakery diolah dengan pemanggangan dimana
penggunaan panasnya dapat mencapai 250oC, maka flavor yang dipilih harus
tahan panas, tidak rusak pada suhu 100oC sampai 300oC.

F. TEKSTUR PRODUK PANGAN


1. Definisi
Tekstur merupakan salah satu faktor penting penentu penerimaan
produk pangan oleh konsumen selain penampakan dan flavor. Jika salah
satu dari ketiga faktor tersebut tidak memenuhi harapan konsumen, produk
menjadi kurang disukai dan bila dikonsumsi akan menimbulkan respon
negatif dari konsumen. Menurut Brean (1980) sebagaimana dikutip Faridi
dan Faubion (1990), tekstur merupakan atribut sensori yang dipersepsikan
oleh indera manusia melalui sentuhan, penglihatan, dan pendengaran.
Tekstur bukan merupakan atribut berdimensi tunggal, tetapi
merupakan atribut multidimensional, dimana atribut tekstural produk
pangan dapat didefinisikan sebagai : (1) merupakan kelompok atribut-
atribut fisik, (2) merupakan turunan dari struktur produk, (3) merupakan
atribut mekanikal dan reologikal produk, (4) dipersepsikan oleh indera
peraba, dan (5) pengukuran objektif dari atribut tekstural biasanya
melibatkan fungsi dari massa, jarak, tekanan, dan waktu.
Faridi dan Faubion (1990) mengutip Szczesniak (1963) menyatakan
bahwa, parameter-parameter tekstur yang digunakan untuk
mengklasifikasikan atribut tekstur secara sensori terdiri dari tiga kategori,
yaitu : (1) karekteristik mekanikal, yaitu reaksi bahan pangan terhadap
tekanan yang dipersepsikan oleh indera kinestetik, meliputi kekerasan,
kohesivitas, viskositas, dan kerenyahan; (2) karakteristik geometrikal, yaitu
karakteristik yang berhubungan dengan ukuran, bentuk, dan orientasi
partikel yang dipersepsikan oleh syaraf pengecap dalam mulut atau dengan
sentuhan, meliputi gritty, grainy, flaky, stringy, dan smooth; dan (3)
karakteristik lain, meliputi mouthfeel yang berhubungan dengan persepsi
terhadap lemak dan air selama proses pengunyahan dan penelanan.

2. Pengukuran Tekstur Secara Objektif


Menurut Bourne (1989) sebagaimana dikutip Faridi (1994), beberapa
langkah efektif dalam evaluasi tekstural produk pangan secara
objektif/instrumental, diantaranya : (1) mempertimbangkan semua prinsip
yang dapat dilakukan dalam pengukuran tekstur, (2) memilih prinsip
pengujian yang paling cocok dengan sifat produk, (3) memilih instrumen
yang menggunakan prinsip pengujian di atas, dan (4) melakukan prosedur
pengujian dengan benar agar didapatkan korelasi yang tinggi dengan
pengukuran tekstur secara sensori. Pengukuran tektur produk pangan secara
objektif sangat bervariasi dalam prinsip pengujian dan alat yang digunakan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode pengukuran
tekstur secara intrumental yang tepat dan akurat yaitu sifat alami produk,
tujuan pengujian, tingkat ketepatan pengukuran yang diinginkan, jenis
pengujian (destruktif atau non-destruktif), biaya yang dibutuhkan, waktu
pengujian yang dibutuhkan, dan lokasi pengujian.
Sifat alami produk berkaitan dengan jenis bahan yang digunakan
(renyah, berongga, omogen, plastis, berpasir, heterogen, dan lain-lain). Sifat
alami produk akan mempengaruhi prinsip pengukuran yang digunakan.
Tujuan pengukuran dapat berupa bagian dari proses quality control,
pengembangan produk, penentuan standar, atau untuk tujuan penelitian.
Ukuran sampel yang besar dan jumlah sampel yang banyak akan
memberikan tingkat ketepatan yang lebih tinggi, tetapi membutuhkan
banyak produk, menghasilkan rentang gaya yang tinggi, dan membutuhkan
waktu yang lama, sehingga dibutuhkan penyesuaian antara biaya dan waktu
yang dibutuhkan dengan ketepatan pengukuran yang diinginkan. Jenis uji
destruktif akan merusak sampel sehingga sampel tidak bisa digunakan lagi
untuk pengukuran selanjutnya atau untuk tujuan lain, sedangkan pengujian
non-destruktif tidak merusak sampel sehingga pengukuran selanjutnya dapat
menggunakan sampel yang sama. Biaya yang dibutuhkan meliputi biaya
pembelian, operasional dan perawatan, serta biaya operator yang
mengoperasikan alat.
Scott-Blair (1958) dalam Rosenthal (1999) mengklasifikasikan
pengukuran tekstur secara instrumental dalam tiga kategori, yaitu : (1)
pengukuran fundamental, yaitu metode yang mengukur atribut reologi atau
fisik seperti viskositas dan modulus elastik, (2) pengukuran imitatif, yaitu
metode pengukuran yang didesain dengan mengimitasi proses pengunyahan
di dalam mulut manusia, dimana proses metode ini paling banyak dilakukan
dengan Texture Profile Analysis (TPA), dan (3) pengukuran empiris, yaitu
metode yang mengukur atribut mekanik produk dengan mengkombinasikan
beberapa tipe prinsip pengujian seperti penetrasi, kompresi, dan
pemotongan. Prinsip pengukuran dalam evaluasi produk pangan secara
instrumental sangat bervariasi. Beberapa prinsip pengukuran yang biasa
digunakan untuk pengukuran tekstur produk bakery, termasuk cookies
disajikan pada Tabel 8.
Selain melakukan pemilihan metode pengukuran secara instrumental
yang tepat, faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas data dalam
pengukuran tekstur juga harus diperhatikan. Christensen dan Vickers di
dalam Faridi (1994) menyebutkan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi variabilitas data, yaitu : (1) kondisi pengukuran
(kelembaban, suhu, tekanan uap, laju deformasi, dan waktu respon dari
recorder), dan (2) faktor internal dari produk itu sendiri yang meliputi umur
produk, bahan yang digunakan, kadar air, kandungan lemak, ukuran dan
bentuk, keseragaman pemanggangan, dan pencampuran. Faktor-faktor
tersebut dapat menyebabkan perbedaan hasil pengukuran yang dilakukan
pada jenis alat yang sama, antar jenis alat yang berbeda, dan antara
pengukuran instrumental dengan evaluasi secara sensori.
Tabel 8. Prinsip pengukuran tekstur produk bakery
Prinsip Variabel yang Produk
diukur
Deformation Gaya atau jarak Roti dan produk beragi lainya
Snapping Gaya Crakers dan cookies
Puncture/probing Gaya Sebagian besar produk non-
ragi
Sawing Waktu Crakers dan cookies
Density Volume Roti dan cake
Texture press Gaya Crakers, pastries
Texture profile Beberapa variabel Semua produk
analysis
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

1. BAHAN DAN ALAT


Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies ubi jalar pada
penelitian ini antara lain ubi jalar, margarin, gula halus, room butter, susu
skim, garam, soda kue, serbuk kacang, vanili, air, telur, dan flavor coklat.
Bahan-bahan kimia digunakan untuk analisis antara lain n-heksana, K2SO4,
HgO, NaOH, CuSO4 H2SO4 pekat, Na2S2O3, H3BO3, HCl, alkohol 95%,
indikator metylen blue, indikator metylen red ,dan air destilata.
Alat yang digunakan untuk membuat tepung ubi jalar dan cookies ubi
jalar antara lain disc mill, ayakan (80 mesh), baskom, mixer, alat cetak,
loyang alumunium, timbangan, kuas kue, dan oven pemanggang. Sedangkan
alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain texture analyzer, jangka
sorong, whiteness meter, kromameter minolta, cawan alumunium, cawan
porselen, gelas piala, labu erlenmeyer, sudip, gelas pengaduk, labu kjeldahl,
labu soxhlet, pipet mohr, pipet tetes, bulb, neraca analitik, dan alat-alat untuk
uji organoleptik.

2. TAHAPAN PENELITIAN
Dari penelitian terkait yang telah dilakukan oleh Rianti (2008),
ditemukan permasalahan pada citarasa produk yaitu adanya aftertaste pahit
pada cookies ubi jalar. Aftertaste pahit pada produk akhir kemungkinan
berasal dari tepung ubi jalar yang digunakan.
Tepung ubi jalar yang digunakan pada penelitian Rianti (2008)
diperoleh dari hasil penepungan sawut ubi jalar yang dihasilkan oleh
Koperasi Unit Desa (KUD) Sugimukti, Cibungbulang. Ubi jalar yang
digunakan dalam penelitian merupakan ubi jalar putih varietas Emen. Ubi
jalar varietas Emen merupakan ubi jalar paling baik setelah ubi jalar varietas
Sukuh untuk diolah menjadi tepung ubi jalar.
Sebelum dijadikan sawut, ubi jalar mengalami penyortiran secara
manual. Sawut ubi jalar Cibungbulang dibuat dengan tidak membuang bagian
ubi yang rusak dan terserang penyakit jika bagian ubi yang rusak dan
berpenyakit dirasa masih sedikit. Jika mayoritas bagian ubi jalar telah rusak
dan berpenyakit, ubi tersebut dibuang dan tidak dijadikan bahan baku sawut.
Selain itu, sawut ubi jalar Cibungbulang juga diolah tanpa melakukan
pengupasan kulit. Berawal dari hal tersebut, dibuat beberapa hipotesis yang
kemudian ingin dibuktikan pada penelitian pendahuluan dan penelitian
lanjutan. Hipotesis tersebut yaitu :
Hipotesis 1 : aftertaste pahit pada cookies disebabkan karena tepung ubi jalar
dibuat dari ubi jalar yang terserang hama lanas
Hipotesis 2 : aftertaste pahit pada cookies disebabkan karena tepung ubi
jalar dibuat dari ubi jalar yang tidak mengalami pengupasan
kulit umbi
Hipotesis 3 : semakin tinggi tingkat serangan lanas, maka aftertaste pahit
pada cookies ubi jalar juga semakin kuat

1. PENELITIAN PENDAHULUAN
a. Analisis Fisikokimia Tepung Ubi Jalar
Pada tahap pendahuluan dilakukan 4 macam perlakuan terhadap
ubi jalar yang akan dibuat sawut ubi jalar. Keempat jenis perlakukan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis perlakuan pada pembuatan sawut ubi jalar


Jenis Pembuangan bagian ubi Pengupasan kulit
perlakuan yang boleng umbi
1 X X
2 √ X
3 √ √
4 X √
Dari 4 macam perlakuan tersebut, akan dibuat tepung ubi jalar sehingga
dihasilkan 4 jenis tepung ubi jalar. Diagram alir pembuatan tepung ubi
jalar dapat dilihat pada Gambar 5.

ubi jalar

dicuci

dilakukan perlakuan terhadap bagian ubi yang boleng dan kulit

disawut

direndam dalam Na-metabisulfit 3 %, 15 menit

ditiriskan

dijemur dalam rumah kaca, 2 jam

dikeringkan dalam oven, 170oC, 3 jam

Sawut kering

digiling dengan disc mill

diayak 80 mesh

tepung ubi
jalar
Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar

b. Pembuatan Cookies Ubi Jalar


Formulasi cookies ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari hasil formulasi cookies ubi jalar pada penelitian
Rianti (2008). Rianti (2008) mendapatkan formulasi cookies ubi
jalar tepilih berdasarkan tahapan trial and error dengan
mempertimbangkan faktor-faktor pembentukan tekstur sehingga
dihasilkan cookies ubi jalar dengan tekstur yang sesuai dengan standar
tekstur cookies keladi. Diagram alir pembuatan cookies ubi jalar dapat
dilihat pada Gambar 6.

Margarin (80 g)
gula halus (45 g)

dicampur dengan mixer


kecepatan tinggi, 10 menit
Room butter Susu skim
(0,5 g) (10 g)
dicampur dengan mixer
kecepatan tinggi, 5 menit

Kacang (30 g)
dicampur dengan mixer
kecepatan tinggi, 2 menit
Air (30 g)
Tepung ubi vanili (0,7 g)
jalar (100 g) garam (0,2 g)
dicampur dengan mixer NaHCO3 (0,5 g)
kecepatan rendah, 8 menit

dicetak

dioles dengan putih telur

dipanggang pada 120oC, 1 jam

didinginkan Cookies ubi

Gambar 6. Diagram alir pembuatan cookies ubi jalar (Rianti, 2008)

c. Pemisahan Ubi Jalar Kedalam Kelas Mutu Tertentu

Pemisahan ubi jalar kedalam kelas tertentu berdasarkan tingkat


serangan hama lanas didasarkan pada banyaknya (%) bagian ubi jalar yang
rusak karena hama lanas. Sebelum ubi jalar dapat dipisahkan kedalam
kelas-kelas mutu tertentu, dilakukan survei lapang ke areal pertanaman ubi
jalar Cibungbulang. Penetapan kelas mutu ubi jalar berdasarkan pada hasil
survei lapang yang dibuhungkan dengan literature yang mendukung.

2. PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan


hipotesis 1, hipotesis 2, dan hipotesis 3. Pada tahap ini juga dilakukan
pengukuran tekstur secara objektif terhadap cookies ubi jalar yang diharapkan
tetap memiliki tekstur menyerupai standar, yaitu cookies keladi. Tahapan-
tahapan pada penelitian utama yaitu :

A. Identifikasi Penyebab Aftertaste Pahit Cookies Ubi Jalar


Empat macam tepung ubi jalar yang dihasilkan pada tahap
pendahuluan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan cookies,
sehingga akan dihasilkan 4 macam cookies ubi jalar yang selanjutnya
disebut cookies 1, cookies 2, cookies 3, dan cookies 4. Cookies ini
kemudian dijadikan sampel pada beberapa uji organoleptik untuk
mengetahui penyebab aftertaste pahit yang ada pada cookies ubi jalar dan
melihat pengaruh aftertaste pahit cookies ubi jalar terhadap tingkat
kesukaan, beberapa uji organoleptik yang dilakukan yaitu :

1. Uji Pembedaan Sederhana (Simple Different Test)


Cookies 1, 2, 3, dan 4 akan dijadikan sampel untuk diuji
aftertaste pahitnya dengan menggunakan uji pembedaan sederhana.
Uji ini dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu antara cookies 1 dan
cookies 2, antara cookies 2 dan cookies 3, dan antara cookies 3 dan
cookies 4. Dengan menyamakan semua faktor mempengaruhi citarasa
produk, dalam hal ini cookies ubi jalar, dari uji pembedaan sederhana
ini akan diperoleh hasil mengenai pengaruh tepung ubi jalar sebagai
penyebab munculnya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Melalui
uji ini, dapat diketahui hipotesis 1 dan hipotesis 2 dapat diterima atau
ditolak.
2. Uji Ranking Sederhana dan Rating Hedonik
Uji ranking sederhana merupakan metode uji organoleptik yang
digunakan untuk membandingkan atribut sensori tertentu dari beberapa
sampel, misalnya aftertaste pahit. Cookies 1, 2, 3, dan 4 juga akan
dijadikan sampel untuk diuji tingkat aftertaste pahitnya menggunakan
uji ranking sederhana. Dari uji ini dapat diperoleh data mengenai
ranking masing-masing cookies ubi jalar berdasarkan tingkat aftertaste
pahitnya, dari yang paling tinggi hingga paling rendah.
Setelah diuji ranking sederhana, cookies 1, 2, 3, dan 4 juga
diuji rating hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap
tersebut. Dari uji ini akan diperoleh informasi mengenai skor kesukaan
keempat cookies tersebut dan menetahui apakah adanya aftertaste
pahit pada cookies ubi jalar mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap
cookies ubi jalar.

B. Penentuan Kelas Mutu Ubi Jalar Optimum dengan Aftertaste Pahit


Minimum
Penentuan kelas mutu ubi jalar optimum dengan aftertaste pahit
minimum diawali dengan pembuatan tepung ubi jalar dari masing-masing
kelas mutu ubi jalar berdasarkan tingkat serangan hama boleng (Tabel 9).
Ada 3 kemungkinan perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian utama
seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kemungkinan jenis perlakuan dalam pembuatan tepung ubi jalar
pada panelitian lanjutan
Perlakuan dalam pembuatan tepung ubi jalar
Hipotesis pembuangan bagian ubi
yang diterima yang boleng Pengupasan kulit
1 √ X
2 X √
1 dan 2 √ √

Dari proses pembuatan tepung ubi jalar, maka dihasilkan empat


jenis tepung dari masing-masing kelas mutu ubi jalar yang selanjutkan
disebut tepung ubi jalar A, B, C, dan D (sesuai kelas mutunya). Keempat
tepung ubi jalar ini kemudian akan dijadikan sebagai bahan baku dalam
pembuatan cookies ubi jalar. Terhadap cookies yang dihasilkan kemudian
dilakukan uji rating intensitas untuk dapat menentukan kelas mutu ubi
jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies tetapi
dengan aftertaste pahit minimum. Uji rating intensitas dilakukan terhadap
cookies dari masing-masing kelas ubi jalar, yang selanjutnya disebut
cookies A, cookies B, cookies C, dan cookies D. Hipotesis 3 diterima jika
terdapat perbedaan nyata terhadap aftertaste pahit antara cookies A dengan
cookies B, C, dan D. Jika hipotesis 3 diterima, dari hasil uji rating
intensitas akan diperoleh standar kelas maksimal yang menghasilkan
cookies ubi jalar dengan tingkat aftertaste pahit yang rendah dan dapat
diterima. Panelis yang digunakan dalam uji rating intensitas adalah panelis
terlatih sebanyak 8 orang.

C. Pengaruh Flavor Coklat untuk Mengurangi Aftertaste Pahit Cookies


Ubi Jalar
Uji ranking sederhana dilakukan untuk melihat pengaruh
penambahan flavor coklat untuk menyamarkan dan atau mengurangi
aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Penambahan flavor coklat pada
cookies dilakukan dalam beberapa konsentrasi, yaitu konsentrasi 1%, 2%,
3%, dan 4% (Pratiwi, 2008). Uji rating hedonik dilakukan terhadap
cookies ubi jalar setelah dilakukan uji ranking sederhana. Panelis yang
digunakan dalam uji ranking sederhana dan uji rating hedonik kali ini
adalah panelis terlatih sebanyak 8 orang.

D. Penentuan Tingkat Kesukaan Cookies Ubi Jalar


Uji rating hedonik dilakukan terhadap cookies ubi jalar dari tepung
ubi jalar yang telah mengalami penghilangan terhadap penyebab-penyebab
aftertaste pahit pada cookies, dan dilakukan penambahan flavor coklat
dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4% (Pratiwi, 2008). Panelis yang
digunakan dalam uji ranking sederhana ini adalah panelis semi terlatih
sebanyak 30 orang. Data hasil uji rating atribut dianalisa dengan ANOVA
menggunakan uji lanjut Duncan.
E. Penetapan Standar Tekstur Cookies Ubi Jalar
Setelah diperoleh cookies dengan aftertaste pahit yang rendah dan
memiliki skor kesukaan yang baik, dilakukan pengukuran tekstur cookies
secara objektif dengan alat Texture Analyzer TA.XT2i. Pada pengukuran
digunakan jenis probe silinder. Sebelum pengukuran, dilakukan kalibrasi
ketinggian probe dan setting kondisi pengukuran. Kurva hasil pengukuran
tekstur cookies kemudian dibandingkan dengan kurva standar tekstur
cookies keladi.
Kurva standar tekstur cookies ubi jalar dibuat melalui langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Perata-rataan lima grafik hasil pengukuran masing-masing sampel
2. Membuat kombinasi gaya antara Grafik i dan Grafik j pada setiap
sampel, dengan i≠j
3. Analisis regresi linier dari kombinasi gaya
4. Perhitungan koefisien korelasi dari kombinasi gaya
5. Perhitungan point matched within +/-
6. Perata-rataan grafik hasil pengolahan pada langkah 3, 4, dan 5.

3. ANALISA DAN PENGUKURAN


1. Analisis Kimia
a. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam
desikator, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (kurang dari 5 gram)
dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta
isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100oC selama kurang lebih 6 jam
atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isi didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air ditentukan dengan
rumus :
c – (a - b)
Kadar air (% b.b) = x 100 %
c
Keterangan :
a = berat cawan dan sampel akhir(g)
b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)

b. Kadar Abu (AOAC, 1995)


Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g
sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya
sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi,
kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC
selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel
kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
(a - b)
Kadar abu (% b.b) = x 100 %
c

Keterangan :
a = berat cawan dan sampel akhir(g)
b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)

c. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 1995)


Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-
110oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk
tepung ditimbang sebanyak 5 g, dibungkus dengan kertas saring dan
dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut
heksana.
Refluks dilakukan 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada dalam
labu lemak didestilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstrusi dipanaskan dalam suhu 100oC hingga beratnya konstan,
didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
(a - b)
Kadar lemak (% b.b) = x 100 %
c

Keterangan :
a = berat labu dan sampel akhir (g)
b = berat labu kosong (g)
c = berat sampel awal (g)
d. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC, 1995)
Sejumlah kecil sampel 1-2 gram ditimbang dan dimasukkan ke
dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1,9 gram K2SO4, 40 mg HgO,
dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan
menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara
perlahan-lahan. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6
kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi dan
ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3.
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan
H3BO3 dan dua tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam
alkohol dan 1 bagian biru metil 0,2% dalam alkohol). Ujung tabung
kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Isi erlenmeyer diencerkan
sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai
terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan
dengan menggunakan metode yang sama seperti pada penetapan sampel.
Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus :
(ml HCL sampel- ml HCL blanko) x N HCL x 14.007 x 100
Kadar N (%) =
mg sampel

Kadar protein (% b.b) = % N x faktor konversi (6.25)

e. Kadar Karbohidrat (by difference), Apriyantono et. al., 1989


Kadar Karbohidrat (% b.b) = 100% - (P + KA + A + L)
Keterangan :
P = kadar protein (%)
KA = kadar air (%)
A = abu (%)
L = kadar lemak (%)

2. Analisis Fisik
a. Derajat Putih Tepung, Whitenessmeter
Pengukuran derajat putih tepung dilakukan dengan menggunakan
alat whitenessmeter. Sampel dimasukkan ke dalam alat pada tempat yang
disediakan. Nilai derajat putih dapat dilihat pada monitor dan derajat putih
sampel akan semakin tinggi dengan semakin besarnya nilai yang tercantum
pada monitor.
derajat putih sampel
Derajat putih (%) = x 100%
110

b. Warna (Metode Hunter)


Pengukuran warna tepung dilakukan dengan menggunakan alat
kromameter. Warna tepung dibaca dengan detektor digital, kemudian angka
hasil pengukuran akan terbaca pada layar. Pada alat ini yang terukur adalah
nilai L, a, b
L = nilai yang menunjukkan kecerahan (berkisar antara 0 - 100)
a = merupakan warna campuran merah-hijau
a positif (+) antara 0 - 100 untuk merah
a negatif (-) antara 0 - (-80) untuk hijau
b = merupakan warna campuran biru-kuning
b positif (+) antara 0 - 70 untuk biru
b negatif (-) antara 0 - (-80) untuk kuning
Pada pengukuran warna dengan kromameter diperoleh nilai Y, x, dan
y, sehingga diperlukan konversi menjadi nilai L, a, dan b. Rumus konversi
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Z = Y(1-(x+y))/y
L = 10Y0.5
17.5 (1.02x-y)
a =
Y0.5
7 (Y-0.847x)
b =
Y

c. Analisis Aw Cookies
Pengukuran Aw cookies dilakukan dengan menggunakan alat Aw
meter. Sampel dimasukkan ke dalam alat pada tempat yang disediakan.
Nilai Aw dapat dilihat langsung pada monitor setelah pengukuran selesai
yang ditandai dengan munculnya tulisan “complete” pada monitor.
d. Rendemen Cookies
Perhitungan rendemen tepung dilakukan dengan membandingkan
bobot akhir sampel setelah diproses dengan bobot awal sampel sebelum
diproses.
Berat cookies
Rendemen produk = x 100%
Berat adonan

e. Analisis Profil Tekstur Cookies Menggunakan Texture Analyzer


TA.XT2i
Dipilih jenis probe silinder untuk mengukur tekstur sampel,
kemudian probe dipasang pada alat Texture Analyzer TA.XT2i. lakukan
kalibrasi ketinggian probe dan setting kondisi pengukuran. Setting texture
analyzer pada pengukuran cookies dapat dilihat pada Tabel 11. Setelah
dilakukan setting, sampel cookies ditempatkan pada texture analyzer,
kemudian lakukan pengukuran tekstur cookies tersebut.
Tabel 11. Setting texture analyzer pada pengukuran cookies
Test mode Measure force in compression
Option Return to start
Parameters Pre-test speed 2.0 mm/s
Test speed 0,5 mm/s
Post-test speed 10,0 mm/s
Distance 10 mm
Triger Type Auto
Force 5g
Unit Force Grams
Distance Millimeters

3. Analisis Sensori (Aftertaste Pahit)


a. Uji Pembedaan Sederhana
Metode ini terutama digunakan ketika pengujian tidak bisa
dilakukan dengan penyajian 3 sampel atau lebih. Pada uji ini, digunakan
8 orang panelis terlatih.
Panelis menerima dua sampel berkode yang berasal dari sampel
yang sama atau dua sampel berbeda. Panelis diminta untuk
membandingkan kedua sampel yang disajikan kemudian menilai apakah
kedua sampel sama atau berbeda. Pengolahan data dilakukan
menggunakan software SPSS dengan program ANOVA (Analysis of
Variance) dengan metode perhitungan “chi-square”. Uji pembedaan
sederhana efektif digunakan untuk membedakan karakteristik sensori
antar sampel karena adanya perubahan ingredien atau proses.

b. Uji Ranking Sederhana


Pada uji ranking sederhana, sampel diberi kode berupa tiga digit
angka acak dimana setiap panelis menerima empat sampel cookies
berkode. Setiap panelis akan menerima empat sampel dengan kode,
urutan penyajian, serta kombinasi penyajian yang berbeda satu dengan
yang lain.
Pada uji ranking intensitas ini, digunakan sebanyak 8 orang
panelis terlatih. Panelis diminta untuk melakukan pengujian terhadap
tingkat aftertaste pahit sampel cookies satu per satu, kemudian
mengurutkan intensitas aftertaste pahit cookies ubi jalar dari yang paling
tinggi hingga yang terendah (meranking). Hasil uji organoleptik dengan
uji ranking sederhana juga diolah dengan program SPSS dengan uji
Friedman’s.

c. Uji Rating Atribut


Pada uji rating intensitas panelis terlatih akan menerima empat
buah sampel berkode yang merupakan cookies A, B, C, dan D. Sampel
diberi kode berupa tiga digit angka acak dimana setiap panelis menerima
empat sampel berkode. Digunakan sebanyak 8 orang panelis terlatih.
Setiap panelis akan menerima empat sampel dengan kode, urutan
penyajian, serta kombinasi penyajian yang berbeda satu dengan yang
lain.
Panelis diminta untuk melakukan pengujian terhadap intensitas
aftertaste pahit dari keempat sampel cookies kemudian memberikan
penilaiannya pada skala garis yang ada. Hasil uji organoleptik dengan uji
rating intensitas diolah dengan SPPS melalui program statistik ANOVA
dan apabila terdapat perbedaan intensitas aftertaste pahit terhadap
sampel dilakukan uji lanjut Duncan.
d. Uji Rating Hedonik
Pada uji hedonik, semua sampel disajikan secara bersama-sama
dalam 1 kali penyajian. Sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak.
Setiap panelis akan menerima empat sampel dengan kode, urutan
penyajian, serta kombinasi penyajian yang berbeda satu dengan yang
lain. Panelis yang digunakan dalam uji rating hedonik adalah panelis
tidak terlatih sebanyak 30 panelis.
Penelis diminta untuk menilai dan memberi skor kesukaan pada
masing-masing sampel yang diinterpretasikan melalui skala garis, dari
sangat tidak suka sampai sangat suka. Pengolahan data hasil uji rating
hedonik dilakukan dengan SPPS melalui program statistik ANOVA
apabila terdapat perbedaan tingkat kesukaan terhadap sampel dilakukan
uji Duncan sebagai uji lanjut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENELITIAN PENDAHULUAN
A. Analisis Fisikokimia Tepung Ubi Jalar
Tepung ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan
menggunakan metode penepungan kering. Pada metode penepungan kering,
ubi jalar diolah menjadi sawut ubi jalar kering terlebih dulu sebelum digiling
menjadi tepung ubi jalar.
Proses pembuatan tepung ubi jalar dimulai dengan mencuci ubi jalar
sampai tanah yang menempel pada permukaan luar ubi jalar hilang. Terhadap
ubi jalar ini kemudian dilakukan 4 macam perlakuan seperti yang tertera pada
Tabel 10. Ubi jalar kemudian disawut dengan alat penyawut, lalu direndam
dalam larutan Na-metabisulfit 0,3% selama 15 menit untuk mencegah reaksi
Browning Enzimatis yang dapat mengakibatkan warna tepung ubi jalar
menjadi lebih gelap. Setelah ditiriskan, sawut ubi jalar dijemur dalam Rumah
Kaca selama 2 jam sebelum siap dikeringkan dalam oven pengering. Proses
ini bertujuan untuk menurukan kadar air sawut. Pengeringan langsung
menggunakan oven pengering tanpa disertai pengeringan pendahuluan untuk
menurunkan kadar air akan menghasilkan sawut ubi jalar dengan warna yang
lebih gelap, karena adanya efek pemasakan yang mirip dengan proses
pengukusan. Sawut ubi jalar dikeringkan dalam oven pengering pada suhu
70oC selama 3 jam untuk menghasilkan sawut ubi jalar kering dengan kadar
air tertentu. Gambar sawut ubi jalar kering dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Sawut ubi jalar kering


Sawut kering yang dihasilkan digiling dengan menggunakan disc
mill kemudian diayak menggunakan ayakan berukuran 80 mesh sehingga
dihasilkan tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar yang dihasilkan dapat dilihat
pada Gambar 8.

Tepung 1 Tepung 2

Tepung 3 Tepung 4

Gambar 8. Tepung ubi jalar

Keterangan :
Tepung 1 : tanpa pembuangan kulit dan bagian ubi yang boleng
Tepung 2 : tanpa pembuangan kulit, dengan pembuangan bagian ubi yang
boleng
Tepung 3 : dengan pembuangan kulit dan bagian ubi yang boleng
Tepung 4 : dengan pembuangan kulit dan tanpa pembuangan bagian ubi yang
boleng
1. Analisis Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar
Analisis komposisi kimia tepung ubi jalar meliputi analisis kadar
air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Hasil
analisis kimia tepung ubi jalar disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil analisis kimia tepung ubi jalar (% b.k)


Komposisi Tepung 1 Tepung 2 Tepung 3 Tepung 4 Tepung Ubi
Kimia Jalar a)
Air (%) 8.33a 8.10b 7.84c 8.23d 7.42
Abu (%) 1.72a 1.51b 1.60a,b 1.51b 1.48
Protein (%) 3.21a 3.52b 3.28c 3.28c 3.35
Lemak (%) 0.68a 0.61c 0.64b 0.62b,c 0.61
Karbohidrat 94.39 94.36 94.48 94.59 94.56
(%)
Keterangan : a) Rianti, 2008

Pada Tabel 12 ditunjukkan bahwa tepung ubi jalar yang


dihasilkan memiliki kadar air dibawah kadar air aman untuk tepung-
tepungan yaitu 14%. Hal ini berarti tepung ubi jalar yang dihasilkan
relative aman dari kerusakan karena mikroorganisme. Pada Tabel 12 juga
dapat dilihat hasil analisis ANOVA menggunakan uji Duncan.
Berdasarkan hasil analisis uji Duncan diperoleh informasi bahwa keempat
jenis tepung ubi jalar memiliki kadar air yang berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%. Secara keseluruhan nilai proksimat pada masing-masing
tepung ubi jalar yang diikuti oleh huruf yang sama berarti memiliki kadar
yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Demikian pula
sebaliknya, nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti memiliki
kadar yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%.
Dapat dilihat pula pada Tabel 12 bahwa tepung ubi jalar yang
dihasilkan pada penelitian Rianti (2008). Dari Tabel tersebut diperoleh
informasi bahwa tepung ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini
memiliki nilai kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar
karbohidrat yang nilainya tidak jauh dari nilai komposisi kimia tepung ubi
jalar Rianti (2008). Namun, tepung ubi jalar yang dihasilkan pada
penelitian ini memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan dengan tepung
ubi jalar Rianti (2008). Perbedaan kadar air tepung yang cukup tinggi ini
diduga disebabkan karena perbedaan teknik pengeringan dalam pembuatan
tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar Rianti (2008) diolah dengan teknik
pengeringan menggunakan rotary dryer, sedangkan tepung ubi jalar pada
penelitian ini dibuat dengan teknik pengeringan oven dengan kombinasi
pengeringan dalam rumah kaca sebagai pengeringan pendahuluan.
Pengeringan dengan menggunakan rotary dryer cenderung akan
menghasilkan tepung ubi jalar dengan kadar air lebih rendah, karena pada
rotary dryer sawut ubi jalar basah pada tabung pengering mengalami
perputaran akibat gerak rotasi tabung, sehingga air pada sawut basah
tersebut akan mengalami penguapan lebih optimal dibandingkan dengan
pengeringan menggunakan oven.

2. Analisis Fisik Tepung Ubi Jalar


Analisis fisik yang dilakukan terhadap tepung ubi jalar meliputi
pengukuran derajat putih tepung dan warna tepung. Derajat putih tepung
diukur dengan menggunakan whitenessmeter. Penampakan whitenessmeter
dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Whitenessmeter

Prinsip pengukuran derajat putih tepung dengan whitenessmeter


adalah berdasarkan perbandingan jumlah sinar yang dipantulkan oleh
permukaan bahan pangan (diffuse relfection) dengan sinar yang
dipantulkan oleh permukaan berwarna (standar), seperti BaSO4 atau MgO.
Pada penelitian ini, pengukuran derajat putih tepung ubi jalar digunakan
BaSO4 sebagai standar dengan milai derajat putih sebesar 110.
Hasil pengukuran memberikan hasil nilai derajat putih tepung ubi
jalar 1, tepung ubi jalar 2, tepung ubi jalar 3, dan tepung ubi jalar 4
berturut-turut adalah 85.7%, 91.5%, 94.7%, dan 90.2%. Dari nilai tersebut
dapat diketahui bahwa tepung ubi jalar 3 memiliki tingkat keputihan
tertinggi, disusul oleh tepung ubi 2, tepung ubi 1, dan tepung ubi 4.
Nilai derajat putih tepung ubi jalar sangat dipengaruhi oleh
terikut-tidaknya kulit dan atau bagian ubi jalar yang boleng pada saat
pengolahan tepung ubi jalar. Adanya kulit dan atau bagian ubi jalar yang
boleng diduga akan menurunkan derajat utih tepung karena kulit ubi jalar
lebih mudah mengalami pencoklatan selama pengeringan, sedangkan
bagian umbi yang boleng pada dasarnya memang berwarna hitam (gelap).
Hal ini dapat dibuktikan dari nilai derajat putih tepung ubi jalar 3 (dengan
pembuangan kulit dan bagian ubi yang boleng), dimana tepung ubi jalar 3
memiliki nilai paling derajat putih paling tinggi. Dalam pengolahan tepung
ubi jalar 3 ini, ubi jalar mengalami pengupasan kulit disertai pembuangan
bagian ubi yang boleng.
Pengukuran warna tepung ubi jalar dilakukan menggunakan
Chromameter CR-200. Penampakan Chromameter CR-200 dapat dilihat
pada Gambar 10.

Gambar 10. Chromameter CR-200

Pada pengukuran warna dengan Chromameter CR-200 diperoleh nilai Y,


x, dan y, sehingga diperlukan konversi hasil pengukuran ke dalam nilai
nilai L, a, dan b. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai L, a, dan b pada
empat macam tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai L, a, dan b pada empat macam tepung ubi jalar

Parameter warna
Jenis tepung
L a b
Tepung 1 (tanpa pembuangan kulit dan boleng) 93.96 -0.0018 0.6443
Tepung 2 (tanpa pembuangan kulit, dengan 95.24 -0.0022 0.4658
pembuangan boleng)
Tepung 3 (dengan pembuangan kulit dan 96.85 -0.0027 0.4373
boleng)
Tepung 4 (dengan pembuangan kulit, tanpa 95.72 -0.0044 0.7067
pembuangan boleng)

Pada pengukuran warna tepung, jika nilai L yang semakin tinggi


menunjukkan tingkat kecerahan tepung juga semakin tinggi. Berdasarkan
data pada Tabel 13 diketahui bahwa nilai kecerahan, nilai a, dan nilai b
keempat jenis tepung ubi jalar pada penelitian ini berturut-turut adalah
93.96-96.85, -0.0018-(-0.0044), dan 0.4373-0.7067. Secara umum,
keempat tepung ubi jalar yang dihasilkan memiliki nilai a negatif yang
berarti tepung-tepung ubi jalar tersebut lebih cenderung berwarna hijau,
dan memiliki nilai b positif yang berarti tepung ubi jalar tersebut
cenderung memiliki warna kuning. Nilai kecerahan tepung ubi jalar pada
penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan beberapa penelitian
mengenai tepung ubi jalar sebelumnya. Pada penelitian Honestin (2007)
dan Rianti (2008), nilai kecerahan tepung ubi jalar yang dihasilkan
berturut-turut adalah 59.74-64.69, dan 44.29.
Tepung ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki nilai
kecerahan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya perlakuan
pendahuluan berupa perendaman sawut ubi jalar dalam larutan Na-
metabisulfit 0.3% yang mencegah terjadinya reaksi Browning enzimatik
penyebab warna sawut menjadi coklat, sehingga warna tepung ubi jalar
yang dihasilkan juga lebih cerah. Tidak dilakukan pengukuran terhadap
sawut ubi jalar, namun diduga bahwa nilai kecerahan tepung ubi jalar
korelasi positif dengan nilai kecerahan sawut ubi jalar. Tingginya nilai
kecerahan tepung ubi jalar juga diduga karena adanya perlakuan
pemanasan pendahuluan dalam Rumah Kaca dapat memberikan efek
Bleaching terhadap sawut ubi jalar. Pengeringan dalam rumah kaca
bertujuan untuk menurunkan kadar air sawut ubi jalar, sehingga waktu
pengeringan sawut ubi jalar dalam oven pengering menjadi semakin
singkat. Menurut Santosa et al. (1994) diacu dalam Honestin (2007),
waktu pengeringan yang makin lama dan suhu pengeringan yang semakin
tinggi akan menyebabkan penurunan tingkat kecerahan warna tepung ubi
jalar.

B. Pembuatan Cookies Ubi Jalar


Pada pengolahan cookies ubi jalar, digunakan formulasi terpilih
dari penelitian Rianti (2008). Proses pembuatan cookies ubi jalar yang
dilakukan pada penelitian ini juga mengikuti standar proses pembuatan
cookies ubi jalar pada penelitian Rianti (2008). Empat macam tepung ubi
jalar yang dihasilkan pada proses pembuatan tepung ubi jalar akan
dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan cookies ubi jalar.
Pembuatan cookies ubi jalar dimulai dengan proses pencampuran
dan pengadukan bahan-bahan. Pertama diawali dengan pembuatan krim
yang dilakukan dengan mencampur margarin dan gula halus menggunakan
mixer dengan kecepatan tinggi selama 10 menit. Pembentukan krim baik
dilakukan untuk cookies yang dicetak (Matz dan Matz, 1978). Setelah
krim terbentuk, dilakukan penambahan room butter dan susu skim.
Pencampuran ini dilakukan selama 5 menit dengan kecepatan tinggi.
Kemudian ditambahkan butiran kacang tanah yang telah disangrai dengan
kecepatan tinggi selama 2 menit. Terakhir ditambahkan tepung ubi jalar,
air, baking soda, garam, dan vanili kemudian diaduk dengan kecepatan
rendah selama 8 menit. Penggunaan kecepatan rendah bertujuan untuk
mencegah reaksi pencoklatan berlebihan akibat panas yang dihasilkan dari
putaran mixer. Adonan yang dihasilkan kemudian dibentuk lembaran
dengan tinggi kurang lebih 1.4-1.5 cm, lalu dicetak dengan cetakan
berdiameter 2 cm. Dimensi adonan cookies yang akan dipanggang
ditentukan dari pengukuran dimensi cookies keladi yang digunakan
sebagai standar dalam penelitian Rianti (2008), yaitu dengan diameter
2.8115 cm dan tinggi 1.5623 cm.
Proses kedua setelah pencampuran dan pengadukan bahan adalah
proses pemanggangan. Pemanggangan dilakukan dengan menggunakan
direct-fired oven, dimana produk mengalami pemanasan langsung dari gas
atau pemanas elektrik yang terdapat dalam oven. Proses pemanggangan
dilakukan selama 1 jam pada suhu 120oC. Waktu dan suhu pemanggangan
ini diperoleh berdasarkan trial and error pada penelitian Rianti (2008).
Pemanggangan dilakukan pada suhu yang relatif rendah dan dalam waktu
relatif lama dibandingkan dengan produk cookies pada umumnya
disebabkan karena dimensi adonan cookies yang tebal. Adonan yang tebal
memerlukan suhu yang lebih rendah selama pemanggangan karena suhu
yang lebih tinggi dapat menyebabkan ”case hardening”, dimana bagian
luar produk telah keras (matang) namun bagian dalam produk masih
mentah. Bagian dalam produk yang masih mentah disebabkan karena
transfer panas ke dalam bahan terhalang oleh permukaan bahan yang keras
karena telah matang terlebih dahulu (Cauvain dan Young, 2000). Karena
suhu pemanggangan yang lebih rendah, maka waktu pemanggangan juga
menjadi semakin lama. Setelah proses pemanggangan selesai, segera
dilakukan proses pendinginan untuk menurunkan suhu dan mengeraskan
cookies .
Menurut Matz dan Matz (1978), setelah proses pemanggangan
selesai, cookies harus segera didinginkan dengan tujuan untuk
menurunkan suhu produk dan untuk mengeraskan cookies . Pengerasan
tekstur cookies ini terjadi akibat proses memadatnya komponen lemak dan
gula yang terdapat dalam cookies . Selama proses pemanggangan
berlangsung, akan terjadi proses aerasi dalam adonan yang dapat
meningkatkan ukuran produk secara perlahan-lahan. Selain itu, selama
proses tersebut juga terjadi proses kehilangan air dalam jumlah besar
akibat proses pemanasan dalam oven, serta terjadi peristiwa non enzymatic
browning akibat reaksi Maillard yang terjadi karena adanya protein, gula,
dan panas (Faridi, 1994). Cookies ubi jalar yang dihasilkan dapat dilihat
pada Gambar 11.

Cookies 1 Cookies 2

Cookies 3 Cookies 4

Gambar 12. Cookies ubi jalar

Keterangan :
Cookies 1 : dari tepung ubi jalar 1 (tanpa pembuangan kulit dan boleng)
Cookies 2 : dari tepung ubi jalar 2 (tanpa pembuangan kulit, dengan
pembuangan boleng)
Cookies 3 : dari tepung ubi jalar 3 (dengan pembuangan kulit dan boleng)
Cookies 4 : cookies dari tepung ubi jalar 4 (dengan pembuangan kulit,
tanpa pembuangan boleng
C. Pemisahan Ubi Jalar Kedalam Kelas Mutu Tertentu

Berdasarkan hasil survei dari areal pertanaman ubi jalar


Cibungbulang diperoleh informasi bahwa apabila ubi jalar memiliki
bagian yang boleng sebesar sepertiga bagian (>33%) maka ubi jalar
tersebut tidak dijual ke pasar. Penetapan kelas mutu ubi jalar juga
didasarkan pada informasi bahwa pada saat panen ubi jalar di Indonesia
dapat mengalami kerusakan akibat serangan hama lanas hingga mencapai
100% bobot basah, dengan tingkat serangan rata-rata sebesar 10-20%,
tergantung musim dan kondisi tanah (Lukitowati, 2008). Tabel 14
memperlihatkan pengkelasan ubi jalar berdasarkan tingkat serangan hama
lanas.

Tabel 14. Kelas ubi jalar berdasarkan % bagian ubi yang rusak karena
serangan ham lanas
Kelas A B C D E
% bagian yang 0 0≤x<10 10≤x<20 20≤x<30 ≥30
rusak (x)
Status Diterima Reject

Penampakan ubi jalar yang yang terserang hama lanas berdasarkan


persentase bagian ubi yang rusak dapat dilihat pada Gambar 12.
0% 0<x≤10%

10<x≤20%

20<x≤30%

x>30%

Gambar 12. Ubi jalar yang yang terserang hama lanas berdasarkan persentase
bagian ubi yang rusak
2. PENELITIAN UTAMA

Untuk mengurangi aftertaste pahit yang ada pada cookies ubi jalar,
maka diperlukan informasi terlebih dahulu mengenai penyebab munculnya
aftertaste pahit tersebut. Penelitian utama dilakukan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi penyebab aftertaste pahit pada cookies ubi jalar.
mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai
bahan baku dalam pembuatan tepung dan cookies ubi jalar, melihat pengaruh
flavor coklat (cocoa powder) untuk mengurangi atau menyamarkan aftertaste
pahit pada cookies ubi jalar, serta melihat profil tekstur cookies ubi jalar
setelah mengalami perlakuan pengurangan aftertaste pahit dan
membandingkannya dengan profil tekstur cookies keladi yang dijadikan
sebagai standar.
Untuk menjawab tujuan tersebut, dilakukan beberapa uji sensori
(organoleptik). Uji sensori secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu uji
pembedaan (discrimination test), uji deskriptif (descriptive test), dan uji
afektif atau hedonik (affectitive test) (Meilgaard, et.al., 1999). Uji pembedaan
digunakan untuk menentukan perbedaan yang nyata diantara sampel. Uji
deskriptif digunakan untuk menentukan intensitas perbedaan diantara sampel,
sedangkan uji afektif digunakan untuk mengukur sikap subjektif panelis
terhada suatu produk berdasarkan alat sensorinya.

A. IDENTIFIKASI PENYEBAB AFTERTASTE PAHIT


Uji organoleptik yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
aftertaste pahit pada cookies ubi jalar adalah uji pembedaan sederhana.
Selain itu juga dilakukan uji ranking sederhana dan rating hedonik untuk
melihat pengaruh aftertaste pahit pada cookies terhadap tingkat kesukaan
cookies.

1. Uji Pembedaan Sederhana Cookies Ubi Jalar


Kepahitan pada cookies ubi jalar terdeteksi pada bagian belakang
lidah, bagian belakang langit-langit mulut, dan faring. Oleh karena itu,
rasa pahit tersebut muncul setelah penelanan makanan dan intensitasnya
lebih kuat sebagai aftertaste (Fenwick et al. di dalam Rouseff, 1990).
Analisis organoleptik dengan metode uji pembedaan sederhana
efektif digunakan untuk membedakan karakteristik sensori antar sampel
karena adanya perubahan ingredien atau proses. Metode uji ini terutama
digunakan ketika pengujian tidak bisa dilakukan dengan penyajian 3
sampel atau lebih, menggunakan uji segitiga atau uji dou-trio. Untuk
produk pangan yang memiliki flavor atau aftertaste yang kuat, uji
pembedaan sederhana sangat cocok digunakan (Meilgaard et. al, 1999).
Pengolahan data uji pembedaan sederhana dilakukan menggunakan
program komputer SPSS dengan metode perhitungan Chi-square.
Pada tahap ini, uji pembedaan sederhana dilakukan sebanyak tiga
kali yaitu antara cookies 1 dan cookies 2, antara cookies 2 dan cookies 3,
serta antara cookies 2 dan cookies 4. Sebanyak 8 orang panelis terlatih dari
Laboratorium Jasa Analisis IPB diminta untuk membandingkan kedua
sampel yang disajikan kemudian menilai apakah kedua sampel sama atau
berbeda. Selanjutnya, jika panelis mendeteksi adanya perbedaan antara
kedua sampel, kemudian panelis diminta untuk memberikan informasi
mengenai atribut sensori mana yang menyebabkan adanya perbedaan
antara kedua sampel yang disajikan. Uji ini dilakukan menggunakan booth
tertutup agar tidak terjadi bias. Pada uji pembedaan sederhana ini
digunakan penetral berupa tahu putih yang telah digoreng dan dibuang
kulit luarnya. Kuesioner uji pembedaan sederhana dapat dilihat pada
Lampiran 1. Tabulasi data pengujian dan pengolahannya dengan analisis
”Chi-square” pada ketiga penyajian dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai
dengan Lampiran 4.
Pada Lampiran 2 dapat diperoleh informasi bahwa cookies 1 (dari
tepung ubi tanpa pembuangan kulit dan boleng) berbeda nyata dengan
cookies 2 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit tetapi dengan
pembuangan boleng) pada taraf signifikansi 5%. Dari hasil uji antara
cookies 1 dan cookies 2 ini, seluruh panelis yang menerima dua cookies
berbeda dan menilai bahwa kedua cookies berbeda, menyatakan bahwa
kedua cookies memiliki perbedaan pada atribut aroma, rasa, dan aftertaste
pahit. Hal ini menunjukkan bahwa, perlakuan bagian ubi jalar yang boleng
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap munculnya aftertaste
pahit pada cookies ubi jalar.
Menurut Supriyatin (2001), beberapa kerusakan pada umbi ubi
jalar seperti serangan hama lanas (boleng) dapat menyebabkan
terbentuknya senyawa terpen yang dapat menyebabkan rasa pahit. Bagian
ubi jalar yang boleng akan terasa pahit, begitu pula dengan bagian lain di
sekitar bagian yang boleng. Senyawa terpen penyebab rasa pahit yang
terdapat pada bagian ubi jalar yang boleng akan menyebabkan bagian
umbi di sekitar bagian yang boleng tersebut juga ikut terasa pahit. Bagian
umbi yang rusak ini apabila dipotong maka akan berubah warna menjadi
hijau kehitaman. Di awal telah disebutkan bahwa pada saat suatu tanaman
mengalami infeksi atau cekaman akibat gangguan dari luar, tanaman
tersebut akan menghasilkan phytoalexin, yaitu suatu senyawa antimikroba
dengan berat molekul yang kecil yang terakumulasi dalam tanaman
sebagai akibat dari infeksi atau cekaman (Kuc 1995). Menurut Ellis, et. al.
(1993), phytoalexin merupakan senyawa pertahanan tanaman untuk
melawan penyakit yang disebabkan oleh fungi dan bakteri. Phytoalexin
dapat terakumulasi pada bagian-bagian tanaman yang mengalami infeksi
atau gangguan dari luar. Menurut Suwarno (2008), beberapa senyawa
dalam kelompok terpenoid, glikosteroid, dan alkaloid termasuk dalam
phytoalexins. Phytoalexin pada ubi jalar yang terserang hama lanas
merupakan senyawa kelompok alkaloid terpenoid yang larut air, namun
belum diketahui secara lebih rinci mengenai karakteristik lain dari
senyawa tersebut (Palaniswami dan Chattopadhyays, 2005).
Melalui tabel Chi-Square Tests pada Lampiran 3 dapat diperoleh
informasi bahwa cookies 2 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit tetapi
dengan pembuangan boleng) berbeda nyata dengan cookies 3 (dari tepung
ubi dengan pembuangan kulit dan boleng) pada taraf signifikansi 5 %.
Selain itu, seluruh panelis yang menerima dua cookies berbeda dan
menilai bahwa kedua cookies berbeda, menyatakan bahwa kedua cookies
memiliki perbedaan pada atribut aroma, rasa, dan aftertaste pahit. Dengan
demikian, cookies 2 berbeda nyata dengan cookies 3 menunjukkan bahwa
kulit ubi jalar secara signifikan memberikan pengaruh terhadap
munculnya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar yang dihasilkan.
Menurut Gibe (2005), ubi jalar mengandung ester fenolik yang
berfungsi sebagai antioksidan seperti asam klorogenat, asam isoklorogenat
dan asam kaffeat. Komponen fenolik ini terdapat pada bagian kulit, umbi,
dan daun ubi jalar. oleh karena itu, aftertaste pahit yang ada pada cookies
ubi jalar yang tidak mengalami pembuangan kulit ubi jalar diduga
disebabkan karena komponen fenolik yang terdapat pada kulit ubi jalar.
Pada Lampiran 4 dapat diperoleh informasi bahwa cookies 2 (dari
tepung ubi tanpa pembuangan kulit tetapi dengan pembuangan boleng)
berbeda nyata dengan cookies 4 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit
tetapi tanpa pembuangan boleng) pada taraf signifikansi 5%. Tiga dari
empat panelis yang menerima dua cookies berbeda dan menilai bahwa
kedua cookies berbeda, menyatakan bahwa kedua cookies memiliki
perbedaan pada atribut aroma, rasa, dan aftertaste pahit. Hasil pengujian
ini memberikan informasi bahwa perlakuan tanpa pembuangan bagian ubi
jalar yang boleng dan perlakuan tanpa pembuangan kulit ubi jalar akan
menghasilkan cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit yang berbeda
secara signifikan. Oleh karena itu, dari hasil uji pembedaan sederhana ini
dapat ditarik hasil bahwa hipotesis 1 dan hipotesi 2 dapat diterima.

2. Pengaruh Aftertaste Pahit Terhadap Tingkat Kesukaan Cookies Ubi


Jalar
Untuk melihat pengaruh aftertaste pahit terhadap tingkat
kesukaan cookies ubi jalar, dilakukan uji ranking sederhana dan rating
hedonik pada cookies ubi jalar 1, 2, 3, dan 4. Uji ranking sederhana
merupakan uji organoleptik yang digunakan untuk mengurutkan
(meranking) sampel berdasarkan tingkat (intensitas) suatu atribut sensori
tertentu pada sampel. Menurut Meilgaard et al. (1999), uji ranking
sederhana merupakan uji yang tepat digunakan untuk membandingkan
beberapa sampel berdasarkan pada atribut sensori tertentu. Meilgaard et
al. (1999) menyatakan bahwa uji ranking sederhana merupakan metode uji
organoleptik yang tidak menghabiskan banyak waktu dan sangat cocok
digunakan untuk sampel yang membutuhkan pre-sorting atau screening
untuk kepentingan analisis selanjutnya.
Setelah dilakukan uji pembedaan sederhana, empat macam
cookies ubi jalar yang dihasilkan pada saat pembuatan cookies juga
dijadikan sampel pada uji ranking sederhana untuk diranking intensitas
aftertaste pahitnya. Dari uji ranking ini akan diperoleh urutan (ranking)
cookies ubi jalar berdasarkan intensitas aftertaste pahit pada cookies dari
yang paling tinggi sampai yang paling rendah.
Pada uji ranking sederhana ini sampel disajikan sekaligus. Setiap
sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak dimana setiap panelis
menerima empat sampel cookies berkode. Setiap panelis akan menerima
sampel dengan kode, urutan penyajian, dan kombinasi penyajian yang
berbeda satu sama lain. Sebanyak 8 orang panelis terlatih yang berasal dari
Laboratorium Jasa Analisis IPB diminta untuk melakukan pengujian
terhadap tingkat aftertaste pahit sampel cookies satu per satu, kemudian
mengurutkan intensitas aftertaste pahit cookies ubi jalar dari yang paling
tinggi hingga yang terendah. Uji ini dilakukan menggunakan booth
tertutup agar tidak terjadi bias. Pada uji ranking sederhana ini digunakan
penetral berupa tahu putih yang telah digoreng dan dibuang kulit luarnya.
Kuesioner uji ranking sederhana dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabulasi
data hasil uji ranking sederhana terhadap aftertaste pahit cookies ubi jalar
dan hasil uji Friedman terhadap aftertaste pahit cookies ubi jalar dapat
dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.
Berdasarkan tabulasi data hasil uji ranking sederhana (Lampiran
6), didapatkan nilai jumlah peringkat sampel keempat cookies ubi
jalar,yaitu cookies 1, cookies 2, cookies 3, dan cookies 4 berturut-turut
adalah 10, 23, 31, dan 16. Tabel “Mean Rank” yang muncul berdasarkan
pengolahan data menggunakan uji Friedman yang ada pada Lampiran 7
memberikan informasi bahwa keempat sampel cookies ubi jalar memiliki
perbedaan tingkat aftertaste pahit yang signifikan pada taraf signifikansi
5% (α=0.05). Urutan (ranking) cookies ubi jalar berdasarkan intensitas
aftertaste pahit dari yang tertinggi sampai terendah adalah cookies 1 (dari
tepung ubi tanpa pembuangan kulit dan boleng), cookies 4 (dari tepung ubi
dengan pembuangan kulit tetapi tanpa pembuangan boleng), cookies 2
(dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit tetapi dengan pembuangan
boleng), dan cookies 3 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit dan
boleng).
Cookies 1 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit dan boleng)
memilki tingkat aftertaste pahit paling tinggi disebabkan karena adanya
bagian ubi jalar yang boleng yang ikut selama pengolahan tepung ubi jalar.
Bagian ubi jalar yang boleng karena serangan hama lanas ini mengandung
senyawa terpen yang dapat menyebabkan rasa pahit pada ubi jalar
(Supriyatin, 2001). Di samping itu, selain tidak melakukan pembuangan
terhadap bagian ubi yang boleng, tepung ubi jalar 1 dibuat dengan tanpa
melakukan pembuangan kulit ubi jalar. Ubi jalar diketahui mengandung
antioksidan dalam kelompok senyawa fenolik seperti asam klorogenat,
asam isoklorogenat dan asam kaffeat (Gibe 2005). Menurut Woolfe
(1999), komponen fenolik telah terbukti menghasilkan rasa pahit.
Cookies 4 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit tetapi tanpa
pembuangan boleng) memilki intensitas aftertaste pahit yang lebih tinggi
dibandingkan dengan cookies 2 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit
tetapi dengan pembuangan boleng). Hal ini berarti bahwa bagian ubi jalar
yang boleng berkontribusi lebih tinggi dibandingkan dengan kulit ubi jalar
terhadap munculnya aftertaste pahit pada produk cookies ubi jalar.
Sedangkan cookies 3 yang diolah dari tepung ubi jalar 3 (dengan
pembuangan kulit dan pembuangan bagian ubi yang boleng) memiliki
tingkat aftertaste pahit yang paling rendah. Hal ini relevan karena kulit ubi
yang mengandung komponen fenolik serta bagian ubi yang boleng yang
mengandung senyawa terpen penyebab rasa pahit sudah tidak terdapat
dalam tepung, sehingga pemanfaatan tepung ini untuk dijadikan cookies
juga menghasilkan cookies dengan aftertaste pahit paling rendah. Dengan
demikian menjadi jelas mengapa cookies 3 (dari tepung ubi dengan
pembuangan kulit dan boleng) memilki peringkat paling rendah
berdasarkan intensitas aftertaste pahit yang terdapat pada cookies .
3. Uji Rating Hedonik Cookies Ubi Jalar
Uji rating hedonik merupakan salah satu uji organoleptik yang
digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap suatu produk
pangan, baik secara keseluruhan (overall) atau berdasarkan atribut sensori
tertentu (Meilgaard, 1999).
Pada uji ini, sampel ujinya adalah cookies ubi jalar 1, cookies ubi
jalar 2, cookies ubi jalar 3, dan cookies ubi jalar 4 yang dihasilkan saat
pembuatan cookies ubi jalar pada tahap sebelumnya. Sampel disajikan
sekaligus. Setiap sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak dimana
setiap panelis menerima empat sampel cookies berkode. Setiap panelis
akan menerima sampel dengan kode, urutan penyajian, dan kombinasi
penyajian yang berbeda satu sama lain. Panelis yang digunakan adalah
panelis terlatih yang berasal dari Laboratorium Jasa Analisis IPB. Uji ini
dilakukan menggunakan booth tertutup agar tidak terjadi bias. Panelis
diminta untuk menilai tingkat kesukaan terhadap cookies ubi jalar
menggunakan skala garis. Pada uji ini juga digunakan penetral berupa tahu
putih yang telah digoreng dan dibuang kulit luarnya. Kuesioner uji rating
hedonik dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabulasi data hasil uji rating
hedonik cookies ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 9.
Pengolahan data
data uji rating hedonik menghasilkan nilai kesukaan
rata-rata terhadap cookies ubi jalar yang disajikan pada Gambar 13.

15
tingkat kesukaan terhadap

11.73(c)
12

9 7.94(b)
cookies

4.92(a) 5.4(a)
6

0
cookies cookies cookies cookies
1 2 3 4

Gambar 13. Skor rata-rata tingkat kesukaan cookies ubi jalar


Dari Gambar 13 dapat diketahui bahwa cookies 3 (dari tepung ubi dengan
pembuangan kulit dan boleng) memiliki tingkat kesukaan paling tinggi
dibandingkan dengan cookies ubi jalar yang lain. Jika diubah kedalam
skala kategorial, cookies 3 memiliki skor kesukaan dengan kategori
“suka”. Hasil uji rating hedonik menunjukkan terdapat perbedaan yang
nyata diantara keempat jenis cookies ubi jalar. Oleh karena itu dilakukan
uji lanjut Duncan (Lampiran 10).
Hasil uji lanjut Duncan memberi informasi bahwa cookies 3
berada pada subset yang berbeda dengan cookies 1, cookies 2, dan cookies
4. Hal ini berarti tingkat kesukaan cookies 3 berbeda nyata dengan cookies
ubi jalar yang lain pada taraf signifikansi 5%. Cookies 2 (dari tepung ubi
tanpa pembuangan kulit tetapi dengan pembuangan boleng) memiliki
tingkat kesukaan dibawah cookies 3, kemudian disusul oleh cookies 4 (dari
tepung ubi dengan pembuangan kulit tetapi tanpa pembuangan boleng),
dan cookies 1 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit dan boleng).
Namun, dari hasil uji lanjut Duncan diketahui bahwa tingkat kesukaan
cookies 4 tidak berbeda nyata dengan cookies 1 pada taraf signifikansi 5%.
Pada uji ranking sederhana yang telah dilakukan sebelumnya,
diperoleh hasil bahwa cookies 1 memiliki aftertaste pahit tertinggi,
kemudian diikuti oleh cookies 4, cookies 2, dan terakhir cookies 3. Hasil
tersebut berbanding lurus dengan hasil uji rating hedonik. Oleh karena itu,
diduga bahwa aftertaste pahit pada cookies ubi jalar berpengaruh terhadap
skor kesukaan cookies ubi jalar. Hal ini sesuai dengan Setyaningtyas
(2008) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa aftertaste pahit pada
produk pangan sangat mempengaruhi tigkat kesukaan panelis terhadap
produk. Lebih lanjut dalam penelitiannya, Setyaningtyas (2008)
menyatakan bahw aftertaste pahit dapat menurunkan kesukaan panelis
terhadap produk.
B. PENENTUAN KELAS MUTU UBI JALAR OPTIMUM DENGAN
AFTERTASTE PAHIT MINIMUM

Dari tahap uji pembedaan sederhana sebelumnya diperoleh hasil


bahwa penyebab aftertaste pahit pada cookies ubi jalar adalah adanya
bagian ubi jalar yang boleng dan karena terikutnya kulit ubi jalar dalam
proses pembuatan tepung ubi jalar. Oleh karena itu, pada tahap ini, tepung
ubi jalar dibuat dengan melakukan pembuangan terhadap kulit ubi jalar
dan bagian ubi jalar yang boleng hanya dilakukan pada saat akan dilakukan
uji rating hedonik. Untuk mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum
yang dapat diterima sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung dan
cookies ubi jalar, dilakukan uji rating atribut (aftertaste pahit) cookies per
kelas ubi jalar.
Uji rating atribut merupakan suatu alat untuk menentukan
intensitas suatu atribut sensori tertentu (rasa, aroma, kerenyahan, dan lain-
lain) terhadap suatu produk (Rahayu, 1998). Menurut Meilgaard (1999),
metode uji rating cocok digunakan pada saat tes objektif diperlukan untuk
menentukan pada atribut sensori mana beberapa sampel memiliki variasi.
Atribut sensori yang ingin diukur intensitasnya dalam uji rating atribut kali
ini adalah aftertaste pahit. Uji rating atribut ini bertujuan untuk
menentukan intensitas aftertaste pahit pada cookies per kelas ubi jalar. Dari
hasil uji ini diharapkan akan diperoleh informasi standar kelas ubi jalar
dengan tingkat serangan lama sampai berapa persen yang masih bisa
dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung dan cookies ubi
jalar.
Ubi jalar sebelumnya dipisahkan kedalam kelas-kelas mutu
tertentu sesuai dengan tingkat serangan hama lanas. Kelas ini dibuat
berdasarkan persentase (%) bagian ubi jalar boleng yang dibuang. Kelas A
merupakan kelompok ubi jalar dengan persentase (%) bagian ubi jalar
boleng sebesar 0%, kelas B merupakan kelompok ubi jalar dengan jumlah
bagian ubi jalar boleng sebesar 0<x≤10%, kelas C merupakan kelompok
ubi jalar dengan jumlah bagian ubi jalar boleng sebesar 10<x≤20%, dan
kelas D merupakan kelompok ubi jalar dengan jumlah bagian ubi jalar
boleng sebesar 20<x≤30%. Dari masing-masing kelas ubi jalar ini
kemudian diolah menjadi tepung ubi jalar dengan metode penepungan.
Tepung ubi jalar dari masing-masing kelas ubi jalar tersebut lalu dijadikan
sebagai bahan baku dalam pembuatan cookies ubi jalar. Pembuatan tepung
ubi jalar dan cookies ubi jalar dilakukan dengan metode yang sama seperti
metode yang digunakan pada penelitian pendahuluan. Pada akhirnya akan
didapatkan empat macam cookies ubi jalar yaitu : 1). Cookies A (dari
tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng(x)=0%), 2). Cookies B
(dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 0<x≤10), 3).
Cookies C (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng
10<x≤20%), 4). Cookies D (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian
yang boleng 20<x≤30%). Empat macam cookies ubi jalar inilah yang akan
menjadi sampel pada uji rating atribut.
Pelaksanaan uji rating atribut dilakukan oleh 8 orang panelis
terlatih dari Lembaga Jasa Analisis (LJA) IPB. Pengujian dilakukan pada
booth tertutup untuk menghindari terjadinya bias antar panelis. Sampel
disajikan secara bersamaan dimana setiap sampel diberi kode berupa tiga
digit angka acak, kemudian disajikan dengan urutan dan kombinasi sampel
yang berbeda antar panelis satu dengan panelis yang lain. Panelis diminta
untuk melakukan penilaian terhadap intensitas aftertaste pahit dari masing-
masing sampel cookies ubi jalar yang disajikan. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan skala garis dengan tujuan untuk memudahkan panelis
memberikan penilaiannya terhadap besarnya intensitas aftertaste pahit yang
panelis rasakan pada sampel cookies . Uji ini dilakukan menggunakan
booth tertutup agar tidak terjadi bias. Pada uji ini digunakan penetral
berupa tahu putih yang telah digoreng dan dibuang kulit luarnya. Kuesioner
uji rating atribut dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabulasi data hasil uji
rating atribut aftertaste pahit cookies ubi jalar disajikan pada Lampiran 12,
sedangkan hasil uji analisis ragam aftertaste pahit cookies ubi jalar selang
10% dan hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat Lampiran 13. Gambar 14
memperlihatkan skor rata-rata tingkat intensitas aftertaste pahit keempat
cookies ubi jalar dari masing-masing kelas mutu selang 10%.
15 13.78(d)

intensitas aftertaste pahit


12 10.54(c)

rata-rata
5.84(b)
6

3 1.28(a)

0
x=0% 0<x≤10% 10<x≤20% 20<x≤30%
presentase bagian ubi yang boleng

Gambar 14. Skor rata-rata tingkat intensitas aftertaste pahit cookies ubi
jalar (selang 10%)

Skor rata-rata intensitas aftertaste pahit pada cookies ubi jalar


yang diuji berkisar antara 1.28-13.78, dengan kategori sangat tidak kuat
sampai sangat kuat. Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa cookies A (dari
tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng x=0% memiliki
intensitas rata-rata aftertaste pahit sangat tidak kuat, sedangkan cookies D
(dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 20<x≤30%)
merupakan cookies dengan intensitas aftertaste pahit sangat kuat. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan ubi jalar yang memiliki jumlah bagian
boleng yang semakin besar sebagai bahwa baku tepung dan cookies ubi
jalar, akan menghasilkan cookies ubi jalar dengan intensitas aftertaste
pahit yang semikin kuat.
Berdasarkan tabulasi data dan pengolahan hasil uji rating atribut
menggunakan analisis ragam (Lampiran 9 dan 10), diperoleh hasil bahwa
keempat sampel cookies ubi jalar A, B, C, dan D memiliki intensitas
aftertaste pahit yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% ((α=0.05).
Hal ini berarti aftertaste pahit tepung ubi jalar dengan persentase bagian
boleng 0<x≤10%, 10<x≤20%, dan 20<x≤30% berbeda nyata dengan
tepung ubi jalar dengan persentase bagian boleng x=0%. Oleh
Oleh karena itu
dari hasil ini belum dapat diperoleh kelas ubi jalar optimum yang dapat
dijadikan sebagai bahan baku cookies ubi jalar.
Dari hasil uji rating di atas, maka dilakukan pengecilan selang
persentase bagian ubi jalar yang boleng dari 10% menjadi 5%. Tujuannya
adalah untuk mengetahui sampai pada persentase bagian boleng
berapakah ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan tepung dan cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit yang
dapat diterima. Pengecilan selang ini kemudian akan menghasilkan empat
macam cookies ubi jalar, yaitu : 1). Cookies A (dari tepung ubi jalar
dengan jumlah bagian yang boleng x=0%), 2). Cookies F (dari tepung ubi
jalar dengan jumlah bagian yang boleng 0<x≤5%), 3). Cookies G (dari
tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 5<x≤10%), 4).
Cookies H (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng
10<x≤15%). Keempat cookies ini kemudian dijadikan sampel pada uji
rating atribut tahap dua. Tabulasi data hasil uji rating atribut aftertaste
pahit cookies ubi jalar selang 5% disajikan pada Lampiran 14. Hasil uji
analisis ragam aftertaste pahit cookies ubi jalar selang 5% dan hasil uji
lanjut Duncan dapat dilihat Lampiran 15.
Gambar 15 memperlihatkan skor rata-rata intensitas aftertaste
pahit keempat cookies ubi jalar dari masing-masing kelas mutu dengan
selang perbedaan bagian ubi boleng sebesar 5%.

15
10.74(c)
intensitas aftertaste pahit

12

9 6.65(b)
rata-rata

6
2.68 (a)
3 1.61(a)

0
x=0% 0<x≤5% 5<x≤10% 10<x≤15%
presentase bagian ubi yang boleng (x)

Gambar 15. Skor rata-rata tingkat intensitas aftertaste pahit cookies ubi
jalar (selang 5%)
Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa skor rata-rata intensitas
aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dengan persentase bagian boleng
selang 5% berkisar antara 1.61-10.74, dengan kategori sangat tidak kuat
sampai kuat. Dari Gambar 15 dapat diperlihatkan juga bahwa penggunaan
ubi jalar yang memiliki jumlah bagian boleng yang semakin besar sebagai
bahwa baku tepung dan cookies ubi jalar, akan menghasilkan cookies ubi
jalar dengan intensitas aftertaste pahit yang semakin kuat.
Berdasarkan tabulasi data dan pengolahan hasil uji rating atribut
menggunakan analisis ragam, diperoleh informasi bahwa cookies A (dari
tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng x=0%) dan cookies F
(dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 0<x≤5%)
memiliki intensitas aftertaste pahit yang tidak berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5% (α=0.05). Namun, cookies A dan cookies F memiliki
intensitas aftertaste pahit yang berbeda nyata dengan cookies G dan
cookies H pada taraf signifikansi 5%.
Hal ini berarti aftertaste pahit tepung ubi jalar dengan persentase
bagian boleng 5<x≤10% dan 10<x≤15% berbeda nyata dengan tepung ubi
jalar dengan persentase bagian boleng x=0% dan 0<x≤5%. Dengan
demikian, diperoleh hasil bahwa tepung ubi jalar dengan persentase
bagian boleng lebih besar dari 5% memiliki aftertaste pahit yang dapat
dijadikan sebagai bahan baku cookies ubi jalar. Karena itu, kelas ubi jalar
optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku tepung ubi jalar
adalah ubi jalar dengan persentase bagian boleng (x) sebesar 0<x≤5%.
Gambar ubi jalar dengan persentase bagian boleng 0<x≤5% dapat dilihat
pada Gambar 16.
Gambar 16. Ubi jalar yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies
ubi jalar (persentase boleng 0<x≤5%)

C. PENGARUH FLAVOR COKLAT UNTUK MENGURANGI


AFTERTASTE PAHIT COOKIES UBI JALAR

a. Uji Ranking Sederhana (Simple Ranking Test) Cookies Ubi Jalar


Uji ranking sederhana merupakan salah satu uji organoleptik
yang dapat digunakan untuk membandingkan atribut sensori dari
beberapa sampel (Meilgaard et. al., 1999). Di awal telah dijelaskan
bahwa uji ini juga merupakan uji organoleptik yang cepat dan bisa
dilakukan sekaligus pada beberapa contoh.
Uji ranking sederhana pada tahap penelitian utama ini
digunakan untuk melihat pengaruh penambahan flavor coklat untuk
mengurangi dan atau menyamarkan aftertaste pahit pada cookies ubi
jalar. Flavor coklat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk
coklat atau cocoa powder. Cocoa powder diperoleh melalui proses
penghalusan bungkil (cocoa cake). Produk Cocoa powder yang
diperdagangkan biasanya telah ditambahkan gula dan vanilla didalamnya
untuk menghasilkan citarasa yang lebih bervariatif (Mulato, 2002).
Cocoa powder masih mengandung komponen flavonoid dalam jumlah
sedikit serta theobromin. Flavonoid dan theobromin ini merupakan
komponen penyebab flavor dan cita rasa khas pada produk coklat,
termasuk rasa coklat yang sedikit pahit yang digemari konsumen. Oleh
karena itu, apabila rasa pahit dari cocoa powder tersebut dapat diterima
konsumen, penggunaan flavor coklat disini diharapkan dapat menutupi
rasa pahit pada cookies ubi jalar akibat penggunaan tepung ubi jalar yang
mengandung bagian ubi jalar yang boleng.
Dari uji rating atribut diperoleh hasil bahwa ubi jalar dengan
persentase bagian ubi yang boleng lebih dari 5% memiliki aftertaste
pahit yang tidak dapat diterima konsumen. Oleh karena itu, pada uji
ranking sederhana ini digunakan tepung ubi jalar dengan persentase
bagian ubi yang boleng (x) sebesar x=0%, 0<x≤5% dan 5<x≤10%.
Uji ranking sederhana ini dilakukan dua kali, pertama pada
kelas ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang boleng 0<x≤5% dan
yang kedua pada kelas ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang
boleng 5<x≤10%. Tepung ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang
boleng x=0% digunakan sebagai pembanding pada setiap uji. Sebelum
dilakukan uji ranking sederhana, ketiga jenis tepung ubi jalar harus
diolah menjadi cookies ubi jalar terlebih dahulu.
Pada uji ranking sederhana yang pertama, sampel yang
digunakan ada 6 buah, yaitu :
1. Cookies A : tepung ubi dengan boleng 0%, tanpa flavor coklat
2. Cookies F : tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, tanpa flavor coklat
3. Cookies F1 : tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 1%
4. Cookies F2 : tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 2%
5. Cookies F3 : tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 3%
6. Cookies F4 : tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 4%
Sedangkan sampel uji ranking sederhana kedua adalah sebagai berikut :
1. Cookies A : tepung ubi dengan boleng 0%, tanpa flavor coklat
2. Cookies G : tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, tanpa flavor coklat
3. Cookies G1 : tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, flavor coklat 1%
4. Cookies G2 : tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, flavor coklat 2%
5. Cookies G3 : tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, flavor coklat 3%
6. Cookies G4 : tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, flavor coklat 4%
Semua sampel disajikan secara bersamaan, dimana tiap sampel diberi
kode berupa tiga digit angka acak. Sebanyak 8 orang panelis terlatih dari
Lembaga Jasa Analisis IPB diminta untuk menncicipi dan menilai seluruh
sampel, kemudian mengurutkan (meranking) keenam sampel cookies ubi
jalar berdasarkan intensitas aftertaste pahit pada cookies ubi jalar
tersebut. Uji ini dilakukan dengan menggunakan booth tertutup agar tidak
terjadi bias. Pada uji ranking sederhana ini juga digunakan penetral
berupa tahu putih yang telah digoreng dan dibuang kulit luarnya. Tabulasi
data hasil uji ranking sederhana aftertaste pahit cookies ubi jalar bagian
pertama dan kedua dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran17. Pada
Lampiran 18 dan Lampiran 19 dapat dilihat hasil analisis uji ranking
sederhana yang pertama dan kedua menggunakan uji Friedman.
Berdasarkan analisis hasil uji ranking sederhana yang pertama
dengan menggunakan uji Friedman (Lampiran 18) diperoleh hasil bahwa
urutan ranking keenam cookies ubi jalar berdasarkan tingkat aftertaste
pahitnya dari yang paling tinggi hingga paling rendah adalah cookies F4,
cookies F3, cookies F, cookies A, cookies F2, dan terakhir cookies F1.
Sedangkan pada uji ranking sederhana yang kedua, urutan ranking
cookies ubi jalar berdasarkan tingkat aftertaste pahit dari paling tinggi ke
yang paling rendah adalah cookies G4, cookies G3, cookies G2, cookies
G1, cookies G, dan cookies A.
Pada uji ranking sederhana yang pertama, cookies F1 (dari
tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 1%) memiliki tingkat
aftertaste pahit yang paling rendah, dan berarti lebih rendah dibandingkan
dengan cookies A (dari tepung ubi dengan boleng 0%, tanpa flavor
coklat) dan cookies F (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, tanpa
flavor coklat). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan flavor coklat
sebanyak 1% dapat mengurangi aftertaste pahit cookies ubi jalar.
Demikian pula pada cookies F2 (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%,
flavor coklat 2%) yang memiliki aftertaste pahit lebih kecil dibandingkan
dengan cookies A dan cookies F.
Hal ini berarti penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 2%
juga dapat mengurangi aftertaste pahit cookies ubi jalar yang terbuat dari
tepung ubi jalar dengan persentase boleng 0<x≤5%. Hal ini diduga karena
komponen flavonoid dan theobromin yang memegang peranan dalam
menentukan cita rasa pahit yang khas pada produk coklat mampu
menutupi aftertaste pahit pada produk cookies yang relatif kurang kuat.
Namun selain itu, hasil analisis sensori terhadap tingkat aftertaste pahit
cookies ubi jalar ini juga dipengaruhi oleh faktor internal dari panelis,
yaitu respon panelis terhadap rasa pahit yang terdapat pada flavor coklat
itu sendiri.
Namun, penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 3% dan
4% tidak mampu menurunkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Hal
ini dibuktikan dengan ranking cookies F3 (dari tepung ubi dengan boleng
0<x≤5%, flavor coklat 3%) dan cookies F4 (dari tepung ubi dengan
boleng 0<x≤5%, flavor coklat 4%) yang lebih tinggi dibandingkan
dengan cookies F (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, tanpa flavor
coklat).
Pengolahan data uji ranking sederhana yang kedua menggunakan
uji Friedman (Lampiran 19) memperoleh hasil bahwa cookies A (dari
tepung ubi dengan boleng 0%, tanpa flavor coklat) memiliki peringkat
aftertaste pahit paling rendah dibandingkan dengan kelima cookies ubi
jalar lainnya. Di samping itu, cookies G (dari tepung ubi dengan boleng
5<x≤10%, tanpa flavor coklat) juga memiliki peringkat aftertaste pahit
yang lebih rendah dibandingkan dengan cookies G1, G2, G3, dan G4
(dari tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, dengan flavor coklat 1%, 2%,
3%, dan 4%). Berbeda dari hasil uji ranking sederhana pada cookies ubi
jalar dari tepung ubi dengan persentase boleng 5<x≤10%, hal diatas
menunjukkan bahwa penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 1%,
2%, 3%, dan 4% tidak mampu mengurangi aftertaste pahit pada cookies
ubi jalar yang dibuat dari tepung ubi jalar dengan persentase bagian yang
boleng sebesar 5<x≤10%. Hal ini diduga karena pengaruh besarnya
konsentrasi flavor coklat yang digunakan, dimana pada penambahan
flavor coklat sebesar 3% dan 4% akan dihasilkan cookies ubi jalar dengan
karakteristik rasa pahit khas coklat yang lebih kuat, sehingga penilaian
penelis terhadap rasa pahit pada cookies ubi jalar juga ikut terpengaruh.
b. Uji Rating Hedonik Cookies Ubi Jalar
Setelah dilakukan uji ranking sederhana, cookies -cookies yang
dijadikan sampel pada uji ranking sederhana juga dijadikan sampel untuk
diuji tingkat kesukaannya menggunakan uji rating hedonik.
hedonik. Uji rating
menggunakan 8 orang panelis terlatih. Tabulasi
hedonik ini dilakukan menggunakan
data uji rating hedonik ini disajikan pada Lampiran 20 dan Lampiran 21.
Hasil uji rating hedonik berupa skor rata-rata tingkat kesukaan dapat
dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.

15 12.48(a) 11.62(a) 12.17(a)


12
tingkat kesukaan

9.01(b) 8.68(b) 8.3(b)


9

0
cookies cookies cookies cookies cookies cookies
A F F1 F2 F3 F4

Gambar 17. Skor rata-rata tingkat kesukaan cookies ubi jalar (persentase
boleng 0<x≤5%, dengan penambahan flavor coklat)

15

12
tingkat kesukaan

6 4.09(a) 3.99(a) 3.88(a) 3.89(a) 3.74(a)

0
cookies cookies cookies cookies cookies
G G1 G2 G3 G4

Gambar 18. Skor rata-rata tingkat kesukaan cookies ubi jalar (persentase
boleng 5<x≤10%, dengan penambahan flavor coklat)
Melalui Gambar 17 terlihat bahwa cookies A (dari tepung ubi
dengan boleng 0%, tanpa flavor coklat), cookies F1 (dari tepung ubi
dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 1%), dan cookies F2 (dari tepung
ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 2%) memiliki skor kesukaan
rata-rata yang berbeda nyata dengan cookies F (dari tepung ubi dengan
boleng 0<x≤5%, tanpa flavor coklat), cookies F3 (dari tepung ubi dengan
boleng 0<x≤5%, flavor coklat 3%), dan cookies F4 (dari tepung ubi
dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 4%). Apabila data pada Gambar 17
dihubungkan dengan data pada uji ranking sederhana sebelumnya, akan
diperoleh informasi bahwa tingkat aftertaste pahit berbanding lurus
dengan tingkat kesukaan rata-rata terhadap cookies ubi jalar. Namun,
dari Gambar 18 dapat diperoleh informasi bahwa penambahan flavor
coklat sebayak 1%, 2%, 3%, dan 4% tidak dapat meningkatkan skor
kesukaan terhadap cookies ubi jalar yang terbuat dari tepung ubi jalar
dengan persentase bagian boleng (x) sebesar 5<x≤10%.
Dari hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar ini dapat
digambarkan hubungan linier antara persentase bagian ubi jalar yang
boleng dengan tingkat kesukaan terhadap cookies ubi jalar. Hubungan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 19.

15
tingkat kesukaan

12
y = -0.849x + 12.73
9

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

bagian ubi jalar yang boleng (%)

Gambar 19. Hubungan antara tingkat kesukaan cookies ubi jalar dengan
persentase bagian ubi jalar yang boleng
Jika tingkat kesukaan yang minimal ingin dicapai ditetapkan
pada angka 7 (dengan kategori kesukaan “netral”), akan didapatkan
persentase bagian ubi jalar boleng yang optimum namun dengan tingkat
kesukaan netral yaitu sebesar 6.75%.

D. PENENTUAN TINGKAT KESUKAAN COOKIES UBI JALAR


Di awal telah dijelaskan bahwa uji rating hedonik merupakan uji
organoleptik yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan
terhadap suatu produk pangan. Tingkat kesukaan yang diukur dapat
merupakan kesukaan terhadap satu atribut tertentu maupun kesukaan
terhadap produk pangan secara keseluruhan (Meilgaard, 1999).
Uji rating hedonik pada tahap penelitian utama ini dilakukan
terhadap cookies ubi jalar yang ditambah dengan flavor coklat dengan
konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4% (Pratiwi, 2006). Cookies ubi jalar yang
ditambah flavor coklat ini merupakan cookies yang terbuat dari tepung
ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang boleng sebesar 0% (tanpa
bagian yang boleng) dan juga dengan melakukan pengupasan terhadap
kulit ubi jalar. Empat macam cookies ubi jalar tersebut kemudian disebut
sebagai cookies A1, cookies A2, cookies A3, dan cookies A4. Selain itu
juga dibuat cookies ubi jalar dari tepung ubi jalar tanpa boleng dan
dengan pengupasan kulit ubi, tetapi tanpa penambahan flavor coklat.
Cookies ubi jalar ini kemudian disebut dengan cookies A. Cookies A
disini digunakan sebagai pembanding untuk melihat pengaruh
penambahan flavor coklat terhadap tingkat kesukaan.
Cookies ubi jalar A, A1, A2, A3, dan A4 disajikan bersama-sama
dalam satu kali penyajian. Tiap cookies diberi kode berupa tiga digit
angka acak, dan setiap panelis diberi empat sampel cookies dengan kode,
urutan, dan kombinasi penyajian yang berbeda antara panelis satu dnegan
panelis yang lain. Pada uji hedonik kali ini digunakan 30 panelis tidak
terlatih. Panelis diminta untuk mencicipi sampel satu persatu, kemudian
menilai tiap sampel cookies sesuai dengan atribut kesukaan yang diminta
untuk dinilai. Atribut sensori dari cookies ubi jalar yang dinilai
kesukaannya meliputi warna, aroma, rasa, dan sensori secara keseluruhan.
Uji ini dilakukan menggunakan booth tertutup agar tidak terjadi bias.
Kuesioner uji rating hedonik ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabulasi
data hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran
22, sedangkan hasil analisis uji rating hedonik menggunakan analisis
ragam (Analysis of Variance atau ANOVA) dapat dilihat Lampiran 23.

a. Atribut Warna
Hasil uji rating hedonik terhadap atribut warna cookies ubi
jalar dapat dilihat pada Gambar 20.

15
skor kesukaan rata-rata terhadap

11.27(a)
12 9.92(b)
9.09(b)
atribut warna

9
6.15(c)
5.58(c)
6

0
0% 1% 2% 3% 4%
Konsentrasi flavor coklat

Gambar 20. Skor rata-rata tingkat kesukaan terhadap atribut warna


cookies ubi jalar

Berdasarkan Gambar 20 dapat diperoleh informasi bahwa


cookies A (tanpa flavor coklat) memiliki skor kesukaan rata-rata
tertinggi yakni sebesar 11.27 dengan tingkat kategori kesukaan “suka”.
Setelah cookies A, cookies A1 (flavor coklat 1%) memiliki tingkat
skor rata-rata
kesukaan terhadap atribut warna tertinggi kedua dengan skor
9.92, kemudian disusul oleh cookies A2 (flavor coklat 2%) dengan
skor kesukaan rata-rata 9.09, lalu cookies A3 (flavor coklat 3%)
dengan skor kesukaan rata-rata 6.15, dan terakhir cookies A4 (flavor
coklat 4%) dengan skor kesukaan rata-rata 5.58.
Dari Gambar 20 dapat dilihat bahwa semakin tinggi
konsentrasi flavor cokleat yang ditambahnkan pada cookies ubi jalar,
maka skor kesukaan rata-rata terhadap atribut warna akan semakin
rendah. Ini menunjukkan bahwa penambahan flavor coklat pada
cookies ubi jalar tidak dapat menaikkan skor kesukaan terhadap
cookies ubi jalar. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi
konsentrasi flavor yang ditambahkan maka warna dari cookies ubi jalar
juga akan semakin gelap.
Analisis ragam (Lampiran 23a) terhadap kelima cookies
menunjukkan atribut warna pada kelima jenis cookies ubi jalar
berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi 5%
(α=0.05). Berdasarkan analisis ragam juga diperoleh hasil bahwa
cookies A memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut warna
yang berbeda nyata dengan cookies A1 dan cookies A2 serta cookies
A3 dan cookies A4, pada taraf signifikansi 5%.
Namun, analisis ragam menunjukkan bahwa skor kesukaan
terhadap atribut warna dari cookies A1 tidak berbeda nyata dengan
cookies A2 tetapi berbeda nyata dengan cookies A3 dan cookies A4
pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa, pada taraf
signifikansi 5%, penambahan flavor coklat sebanyak 1% tidak
signifikan mempengaruhi skor kesukaan terhadap atribut warna pada
cookies ubi jalar dibandingkan dengan penambahan flavor coklat
sebesar 2%. Demikian halnya dengan penambahan flavor coklat
sebesar 3% dan 4%.
Tingkat kesukaan terhadap atribut warna cookies sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi flavor coklat yang ditambahkan. Semakin
tinggi flavor coklat yang ditambahkan maka tingkat kesukaan terhadap
atribut warna cookies ubi jalar akan semakin menurun akibat warna
cookies yang semakin gelap.

b. Atribut Aroma
Uji rating hedonik terhadap atribut aroma pada cookies ubi
jalar disajikan dengan lebih praktis melalui Gambar 21. Berdasarkan
Gambar 21 dapat diperoleh informasi bahwa cookies A2 (flavor coklat
2%) memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggi yakni sebesar 9.06
dengan tingkat kategori kesukaan “ agak suka”, kemudian disusul oleh
cookies A (tanpa flavor coklat) yang memiliki skor kesukaan 8.20,
cookies A1 (flavor coklat 1%) dengan skor kesukaan rata-rata 7.97,
cookies A3 (flavor coklat 3%) dengan skor kesukaan rata-rata 7.23,
dan terakhir cookies A4 (flavor coklat 4%) dengan skor kesukaan rata-
rata 7.12.
skor kesukaan rata-rata terhadap

15

12
8.2 (a,b) 9.06(a)
atribut aroma

7.97(b) 7.23(b) 7.12(b)


9

0
0% 1% 2% 3% 4%
konsentrasi flavor cokelat

Gambar 21. Skor rata-rata tingkat kesukaan terhadap atribut aroma


cookies ubi jalar

Analisis ragam (Lampiran 23b) terhadap kelima cookies


menunjukkan atribut aroma pada kelima jenis cookies ubi jalar
berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi 5%
=0.05). Berdasarkan analisis ragam juga diperoleh hasil bahwa
(α=0.05).
cookies A2 memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut aroma
yang tidak berbeda nyata dengan cookies A, tetapi berbeda nyata
dengan cookies A1, cookies A3, dan cookies A4. Sedangkan cookies
A, memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut aroma yang tidak
berbeda nyata dengan cookies A2 dan cookies A1, pada taraf
signifikansi 5%. Analisis ragam juga menunjukkan bahwa skor
kesukaan terhadap atribut aroma dari cookies A3 tidak berbeda nyata
dengan cookies A4 tetapi berbeda nyata dengan cookies A, cookies A1,
dan cookies A2 pada taraf signifikansi 5%.
Dari Gambar 21 dapat diperoleh informasi bahwa
penambahan flavor cokleat dengan konsentrasi 2% dapat
meningkatkan tingkat kesukaan terhadap atribut aroma pada cookies
ubi jalar. Hal ini dibuktikan dengan skor rata-rata kesukaan terhadap
atribut aroma dari cookies A2 (flavor coklat 2%) lebih tinggi
dibandingkan dengan cookies A (tanpa flavor coklat).
Peningkatan skor kesukaan terhadap atribu aroma cookies
diduga dipengaruhi oleh adanya senyawa theobromin pada coklat yang
dapat mempengaruhi aroma khas coklat pada produk cookies ubi jalar.
Theobromin ini dikenal sebagai senyawa yang memegang peranan
dalam menghasilkan cita rasa dan flavor khas pada produk olahan biji
coklat (Mulato, 2002).

c. Atribut Rasa
Atribut sensori yang berikutnya dinilai pada uji rating hedonik
adalah rasa. Gambar 22 menyajikan hasil pengolahan data uji rating
hedonik terhadap atribut aroma pada cookies ubi jalar.

15
skor kesukaan rata-rata terhadap

12 10.73(a)
9.23(b) 9.73(a.b)
9
atribut rasa

6.16(c) 5.5(c)
6

0
0% 1% 2% 3% 4%
konsentrasi flavor cokelat

Gambar 22. Skor rata-rata tingkat kesukaan terhadap atribut rasa


cookies ubi jalar
Pada Gambar 22 dapat diperoleh informasi bahwa cookies A
(tanpa flavor coklat) memiliki skor kesukaan rata-rata paling tinggi
yaitu sebesar 10.73 dengan tingkat kategori kesukaan “suka”. Setelah
itu disusul oleh cookies A2 (flavor coklat 2%) dengan skor kesukaan
rata-rata 9.73, cookies A1 (flavor coklat 1%) dengan skor kesukaan
rata-rata 9.26, cookies A3 (flavor coklat 3%) dengan skor kesukaan
rata-rata 6.16, dan terakhir cookies A4 (flavor coklat 4%) dengan skor
kesukaan rata-rata 5.50.
Analisis ragam (Lampiran 23c) terhadap kelima cookies
menunjukkan bahwa atribut rasa pada kelima jenis cookies ubi jalar
berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi 5%
(α=0.05). Berdasarkan analisis ragam juga diperoleh hasil bahwa
cookies A memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut aroma
yang tidak berbeda nyata dengan cookies A2. Ini berarti penambahan
flavor coklat sebanyak 2% memberikan pengaruh terhadap tingkat
kesukaan pada atribut rasa yang tidak berbeda dengan tanpa
penambahan flavor coklat. Dari analisis ragam juga diketahui bahwa
cookies A1 memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut rasa yang
tidak berbeda nyata dengan cookies A2 pada taraf signifikansi 5%,
namun berbeda nyata dengan cookies A1 serta cookies A3 dan cookies
A4. Selain itu, diketahui juga bahwa skor rata-rata kesukaan terhadap
atribut rasa dari cookies A3 tidak berbeda nyata dengan cookies A4
tetapi berbeda nyata dengan cookies A, cookies A1, dan cookies A2
pada taraf signifikansi 5%.
Dari Gambar 22 juga dapat diperoleh informasi bahwa
penambahan flavor cokleat dengan konsentrasi 2% tidak dapat
meningkatkan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa pada cookies ubi
jalar. Hal ini ditunjukkan dengan skor kesukaan cookies A2 (flavor
coklat 2%) tidak berbeda nyata dengan cookies A (tanpa flavor coklat).
Selain itu, diketahui pula bahwa penambahan flavor coklat dengan
konsentrasi 1%, 3% dan 4% justru menurunkan tingkat kesukaan
terhadap atribut rasa dari cookies ubi jalar. Karena itu, secara umum
dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan flavor coklat pada
cookies ubi jalar tidak mampu menaikkan tingkat kesukaan terhadap
rasa cookies ubi jalar.

d. Keseluruhan (overall)
Setelah dilakukan penilaian terhadap atribut warna, aroma,
dan rasa, pada kelima cookies ubi jalar juga dilakukan penilaian
(overall). Hasil
tingkat kesukaan terhadap atribut keseluruhan (overall
pengolahan data uji rating hedonik terhadap atribut aroma pada
cookies ubi jalar disajikan pada Gambar 23.
terhadap atribut keseluruhan

15
skor kesukaan rata-rata

12 10(a)
8.61(b) 9.13(a,b)
9
6.42(c) 5.85(c)
6

0
0% 1% 2% 3% 4%
konsentrasi flavor cokelat

Gambar 23. Skor rata-rata tingkat kesukaan terhadap atribut


keseluruhan (overall) cookies ubi jalar

Berdasarkan Gambar 23, diketahui bahwa cookies A (tanpa


flavor coklat) memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggi terhadap
atribut keseluruhan yaitu sebesar 10.00 dengan tingkat kategori
kesukaan “agak suka”. Setelah itu, cookies yang memiliki tingkat
kesukaan paling tinggi setelah cookies A adalah cookies A2 (flavor
coklat 2%) dengan skor kesukaan rata-rata 9.13, kemudian disusul oleh
cookies A1 (flavor coklat 1%) dengan skor kesukaan rata-rata 8.61,
cookies A3 (flavor coklat 3%) dengan skor kesukaan rata-rata 6.42,
dan terakhir cookies A4 (flavor coklat 4%) dengan skor kesukaan rata-
rata 5.85.
Dari analisis ragam (Lampiran 23d) terhadap kelima cookies
ubi jalar, diperoleh informasi bahwa atribut keseluruhan dari kelima
cookies ubi jalar berpengaruh nyata terhadap besarnya skor kesukaan
pada cookies pada taraf signifikansi 5% (α=0.05). Analisis ragam yang
dilakukan terhadap kelima cookies ubi jalar juga memberikan
informasi bahwa cookies A memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap
atribut keseluruhan yang tidak berbeda nyata dengan cookies A2. Hal
ini menunjukkan bahwa penambahan flavor coklat sebanyak 2% tidak
memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan tingkat kesukaan
terhadap atribut keseluruhan.
Dari analisis ragam diketahui pula bahwa cookies A1
memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut keseluruhan yang
tidak berbeda nyata dengan cookies A2 pada taraf signifikansi 5%.
Namun, cookies A1 memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut
keseluruhan yang berbeda nyata dengan cookies A1 serta cookies A3
dan cookies A4. Selain itu, diketahui juga bahwa skor rata-rata
kesukaan terhadap atribut keseluruhan dari cookies A3 tidak berbeda
nyata dengan cookies A4. Tetapi cookies A3 dan cookies A4 berbeda
nyata dengan cookies A, cookies A1, dan cookies A2 pada taraf
signifikansi 5%.
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis ragam
terhadap kesukaan pada atribut keseluruhan dari cookies ubi jalar,
dapat diperoleh informasi bahwa penambahan flavor coklat dengan
konsentrasi 2% tidak dapat meningkatkan tingkat kesukaan terhadap
atribut keseluruhan pada cookies ubi jalar. Hal ini dapat dilihat dari
skor kesukaan cookies A2 (flavor coklat 2%) yang tidak berbeda nyata
dengan cookies A (tanpa flavor coklat). Selain itu, penambahan flavor
coklat dengan konsentrasi 1%, 3% dan 4% juga tidak dapat
meningkatkan tingkat kesukaan terhadap atribut keseluruhan namun
justru menurunkan tingkat kesukaan terhadap atribut keseluruhan dari
cookies ubi jalar.
Secara umum, dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan
flavor coklat pada cookies ubi jalar tidak mampu menaikkan tingkat
kesukaan terhadap cookies ubi jalar. Hal ini diduga berkaitan dengan
komponen flavonoid dan theobromin yang masih terkandung pada
cocoa powder. Kedua komponen yang bertanggung jawab terhadap
citarasa dan flovor khas pada produk coklat ini kemungkinan
memberikan citarasa tertentu yang dapat menurunkan tingkat kesukaan
terhadap cookies ubi jalar apabila ditambahkan dalam konsentrasi
tertentu, dalam hal ini pada konsentrasi 3% dan 4%. Namun, factor
lain yang diduga juga mempengaruhi skor kesukaan adalah
karakteristik kesukaan panelis secara alami pada coklat. Dari 30 orang
panelis yang digunakan, 23 panelis menyatakan suka terhadap rasa
coklat dan 7 orang panelis sangat suka terhadap rasa coklat. Oleh
karena itu, skor kesukaan terhadap cookies ubi jalar sangat dipengaruhi
oleh respon kesukaan panelis terhadap rasa coklat.

E. STANDAR TEKSTUR COOKIES KELADI


Cookis keladi merupakan cookies yang digemari oleh konsumen
karena selain dikenal memiliki rasa yang enak (gurih), cookies keladi juga
memiliki tekstur renyah yang sangat disukai konsumen. Oleh karena itu,
dalam penelitian penelitian Rianti (2008), ditetapkan formulasi cookies ubi
jalar dengan menggunakan cookies keladi sebagai standar tekstur untuk
diserupakan teksturnya. Pada penelitian Rianti (2008), cookies keladi yang
digunakan sebagai standar tekstur cookies merupakan produk buatan
Malaysia yang diproduksi oleh Perusahaan Teck Seong Food Industries
SDN. BHD. Tetapi, sejak terjadinya kasus formalin pada produk-produk
pangan impor (2009), pemerintah Indonesia membatasi masuknya produk
pangan impor ke Indonesia, dan cookies keladi produksi Teck Seong Food
Industries ini termasuk produk pangan yang sudah tidak diijinkan masuk ke
Indonesia karena produk tersebut tidak mempunyai nomer registrasi ML
yang direkomendasikan oleh BPOM RI dan label halal dari Majelis Ulama
Malaysia. Oleh karena itu, data pengukuran cookies keladi yang dijadikan
sebagai standar tekstur merupakan data sekunder hasil penelitian Rianti
(2008).

Pada penelitiannya, Rianti (2008) melakukan pengukuran terhadap


dimensi cookies yang meliputi diameter dan tinggi cookies . Menurut
Christensen dan Vickers (1981) yang dikutip Faridi (1994), ukuran produk
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan variabilitas data
pengukuran tekstur. Sehingga dengan pengukuran dimensi ini, salah satu
faktor penyebab variasi pada tekstur dapat dihilangkan. Bentuk produk juga
merupakan salah satu faktor penyebab variasi tekstur. Oleh karena itu,
bentuk cookies ubi jalar dibuat sama dengan bentuk cookies keladi.
Pada penelitian ini cookies ubi jalar yang akan mengalami
pengukuran tekstur untuk mendapatkan kurva standar. Kurva tunggal
cookies ubi jalar ini kemudian akan dibandingkan dengan kurva standar
cookies keladi produksi Teck Seong Food Industries (data sekunder) untuk
melihat kesesuaian teksturnya dengan standar cookies keladi. Pengukuran
kesesuaian ini dilakukan untuk melihat pengaruh proses pengolahan tepung
ubi jalar terhadap tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan.

F. PENGUKURAN TEKSTUR COOKIES UBI JALAR


Tekstur merupakan salah satu atribut sensori yang sangat penting
pada produk pangan serta dapat mempengaruhi penerimaan dan kesukaan
konsumen terhadap produk. Semua produk bakery memiliki tekstur yang
bervariasi antar sampel, antar kemasan, dan antar shift produksi (Bourne,
1989 di dalam Faridi, 1994). Mengingat hal tersebut, pengukuran tekstur
cookies secara objektif menjadi hal yang kompleks karena kondisi struktur
cookies yang heterogen dan kurang konsisten. Cookies juga memiliki
tekstur yang sangat bervariasi pada setiap bagian cookies , mulai tepi
hingga tengah, dari atas sampai bawah. Perbedaan tekstur tersebut dapat
disebabkan oleh struktur cookies yang remah (crumb) akibat tingginya
kandungan lemak pada saat pembuatan cookies , serta oleh kadar air yang
terdapat pada cookies . Hal ini dapat menjadi penyebab timbulnya variasi
data hasil pengukuran secara statistik sehingga akan menyulitkan
didapatkannya tekstur cookies yang dapat mewakili tekstur cookies secara
keseluruhan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan langkah-
langkah untuk dapat menghasilkan kurva tunggal yang dapat dijadikan
kurva standar sebagai acuan profil tekstur cookies sebagaimana yang
dilakukan Rianti (2008).
Cookies ubi jalar yang akan diukur teksturnya merupakan cookies
ubi jalar yang terbuat dari tepung ubi jalar yang mengalami pengupasan
kulit luar ubi jalar dan tidak mengandung bagian ubi jalar yang terserang
hama lanas (boleng). Prosedur pengukuran tekstur cookies ubi jalar sama
dengan prosedur pengukuran tekstur cookies keladi. Pengukuran dilakukan
terhadap 20 sampel cookies ubi jalar yang dipilih secara acak. Pengukuran
dilakukan pada lima titik secara acak pada setiap sampel cookies ubi jalar.
Gambar grafik hasil pengukuran cookies ubi jalar dapat dilihat pada
Lampiran 24.
Untuk mendapatkan grafik tunggal cookies ubi jalar, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah perata-rataan kelima grafik tekstur
pada setiap sampel. Namun, sebelum dirata-ratakan perlu dilakukan analisis
regresi linier menggunakan uji sidik ragam (ANOVA) terhadap kombinasi
gaya (g) kelima grafik tekstur pada setiap sampel. Berdasarkan hasil uji
sidik ragam siketahui bahwa regresi setiap kombinasi gaya signifikan pada
taraf signifikansi 5%, sehingga kelima grafik pada setiap sampel layak
untuk dirata-ratakan. Contoh hasil uji sidik ragam grafik 1 dan grafik 2
pada U1 dapat dilikhat pada Lampiran 25. Berdasarkan hasil uji sidik
ragam diperoleh hasil bahwa setiap kombinasi gaya signifikan pada taraf
signifikansi 5%. Contoh hasil uji sidik ragam antara U1 dan U2 dapat
dilihat pada Lampiran 26. Grafik hasil rata-rata ini kemudian disebut grafik
U1 sampai dengan grafik U20. Gambar grafik U1 hingga U20 dapat dilihat
pada Lampiran 27. Tabulasi data hasil uji sidik ragam terhadap kombinasi
gaya pada Ui sampai Uj dengan i≠j disajikan pada Lampiran 28.
Langkah selanjutnya adalah perhitungan nilai koefisien korelasi
kombinasi gaya (g) dari grafik U1 sampai U20. Lampiran 29 menampilkan
tabulasi data hasil perhitungan koefisien korelasi setiap kombinasi grafik
Ui dan Uj dengan i≠j.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai koefisien korelasi grafik U1
hingga U20, diperoleh populasi grafik yang memiliki nilai koefisien
korelasi lebih dari 0.9. grafik-grafik tersebut antara lain U2, U3, U4, U6,
U7, U8, U9, U11, U12, U13, U16, U17, U18, dan U19. Langkah
selanjutnya adalah perhitungan point matched within +/- dari grafik-grafik
U2, U3, U4, U6, U7, U8, U9, U11, U12, U13, U16, U17, U18, dan U19.
Tabulasi data hasil perhitungan nilai point matched within +/- dapat dilihat
pada Lampiran 30. Berdasarkan hasil perhitungan point matched within +/-
diperoleh kelompok grafik yang mempunyai nilai point matched within +/-
lebih dari 50%. Kelompok grafik tersebut yaitu U2, U4, U8, U11, U12,
U16, U17, dan U18. Gambar grafik U2, U4, U8, U11, U12, U16, U17, dan
U18 dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Gambar grafik U2, U4, U8, U11, U12, U16, U17, dan U18
Langkah terakhir adalah merata-ratakan grafik U2, U4, U8, U11,
U12, U16, U17, dan U18, sehingga dihasilkan satu grafik tunggal cookies
ubi jalar. Gambar grafik tunggal cookies ubi jalar dapat dilihat pada
Gambar 25.

Gambar 25. Gambar tunggal cookies ubi jalar

G. EVALUASI KESESUAIAN TEKSTUR COOKIES UBI JALAR


DENGAN COOKIES KELADI

Untuk melihat kesesuaian tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan


pada penelitian ini serta untuk mengetahui pengaruh proses pembuatan
tepung ubi jalar terhadap tekstur cookies yang dihasilkan, maka dilakukan
perbandingan antara grafik tunggal cookies ubi jalar dengan grafik tunggal
cookies keladi produksi Teck Seong Food Industries dan grafik tunggal
cookies ubi jalar formula 3 pada penelitian Rianti (2008). Grafik tunggal
cookies keladi produksi Teck Seong Food Industries dan grafik tunggal
cookies ubi jalar formula 3 yang dijadikan pembanding dalam penelitian ini
merupakan data sekunder. Gambar grafik cookies ubi jalar, cookies ubi
jalar formula 3 dan cookies keladi dapat dilihat pada Gambar 26.
cookies ubi jalar, cookies ubi jalar formula 3, cookies keladi

Gambar 26. Gambar cookies ubi jalar, cookies ubi jalar formula 3
(Rianti, 2008) dan cookies keladi (Rianti, 2008)

Perbandingan ketiga grafik di atas dilakukan dengan program


texture expert. Hasil perbandingan ketiga grafik yang meliputi nilai
koefisien korelasi dan point matched within +/- disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai koefisien korelasi dan point matched within +/- antara
cookies ubi jalar, cookies ubi jalar formula 3, dan cookies keladi
Cookies ubi jalar formula 3 Cookies ubi jalar
koefisien point matched koefisien point matched
korelasi within +/- korelasi within +/-
Cookies keladi 0.973 60.52% 0.930 60.26%
Cookies ubi jalar 0.989 81.75%
formula 3

Koefisien korelasi menunjukkan hubungan linier antara kedua


grafik. Koefisien korelasi lebih dari 0.9 menunjukkan hubungan linier yang
kuat. Point Matched Within +/- menunjukkan banyaknya titik pada grafik
pertama yang bersinggungan dengan grafik kedua. Pada penilaian evaluasi
cookies ubi jalar dan cookies keladi yang dihasilkan, digunakan standar
point matched within +/- sebesar lebih dari 60%.
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa grafik cookies ubi jalar
dan cookies keladi memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.930 dan point
matched within +/- sebesar 60.26%, sedangkan cookies ubi jalar formula 3
dan cookies keladi memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.973 dan point
matched within +/- sebesar 60.52%. Hal ini menunjukkan bahwa tekstur
cookies ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki hubungan
linier dan tingkat kesesuaian yang tinggi dengan cookies keladi.
Berdasarkan perhitungan dengan texture expert juga diperoleh nilai
koefisien korelasi dan point matched within +/- antara cookies ubi jalar
dengan cookies ubi jalar formula 3 masing-masing sebesar 0.989 dan
81.75%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses pengolahan
tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap tekstur
cookies ubi jalar yang dihasilkan.
Selain dilihat dari nilai koefisien korelasi dan point matched within
+/-, parameter-parameter penting pada grafik tekstur cookies ubi jalar
dibandingkan dengan cookies keladi dan cookies ubi jalar formula 3 dapat
dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Parameter-parameter grafik cookies keladi dan cookies ubi jalar
Parameter Cookies keladi Cookies ubi jalar Cookies ubi
formula 3 jalar
Puncak maksimum 796.6 753.1 780.2
(g)
Luas area (g.s) 1.214 x 104 1.235 x 104 1.304 x 104
Gradient (g/s) 33.152 31.352 29.023
Jumlah puncak (+) 3 2 2
Jumlah puncak (-) 2 1 1

Menurut Seymour dan Hamann (1988) yang dikutip Faridi (1994),


puncak maksimum dan luas area merupakan parameter yang dapat
menginterpretasikan tingkat kekerasan produk. Karena itu, semakin tinggi
puncak maksimum dan semakin besar luas area grafik tekstur suatu produk,
maka produk tersebut memiliki tekstur yang semakin keras.
Menurut Court dan Road (1994) di dalam Faridi (1999), gradient
dari suatu grafik tekstur produk pangan dapat dijadikan sebagai parameter
untuk menunjukkan tingkat kerenyahan. Gradient bernilai positif
menunjukkan bahwa produk memiliki kerenyahan yang cenderung
meningkat yang ditunjukkan dengan kecenderungan gaya (g) yang
meningkat sebagai fungsi yang berbanding lurus dengan waktu (s).
Sedangkan gradient bernilai negatif menunjukkan bahwa produk memiliki
kerenyahan yang cenderung menurun, yang ditunjukkan dengan
kecenderungan menurunnya gaya (g) sebagai fungsi yang berbanding
terbalik terhadap waktu (s). Jumlah puncak (+) dan puncak (-) juga dapat
dijadikan sebagai parameter untuk menunjukkan tingkat kerenyahan dan
besarnya fluktuasi tekstur dalam suatu produk pangan.
Secara umum, tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan dalam
penelitian ini memiliki nilai parameter puncak maksimum, luas area,
gradient, puncak (+), dan puncak (-) yang mendekati tekstur cookies keladi
dan cookies ubi jalar formula 3 yang dihasilkan pada penelitian Rianti
(2008). Dengan demikian, apa yang dilakukan dalam penelitian ini telah
berhasil mengurangi citarasa aftertaste pahit pada cookies ubi jalar tanpa
mengubah tekstur cookies yang dihasilkan.

H. PROFIL TEKSTUR COOKIES


Profil tekstur cookies pada grafik tekstur dapat dilihat dari
beberapa parameter, antara puncak maksimum, luas area, gradient, jumlah
puncak (+), dan jumlah puncak (-). Perbandingan grafik tunggal cookies
keladi dan cookies ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 27.
puncak (+) cookies ubi jalar
puncak (-) cookies keladi

Gambar 27. Grafik tunggal cookies keladi (Rianti, 2008) dan cookies ubi jalar

Cookies keladi memiliki tiga buah puncak (+) dan dua puncak (-).
Puncak (+) pada grafik tunggal tekstur cookies keladi ini terjadi pada detik
ke 14.912 saat kedalaman 7.447 mm, detik ke 16.723 saat kedalaman 8.348
mm, dan detik ke 18.457 saat kedalaman 8.222 mm. Sedangkan puncak (-)
nya terjadi pada detik ke 15.401 saat kedalaman 7.697 mm dan detik ke
18.155 saat kedalaman 8.072 mm. Dari data ini dapat dikatakan bahwa
pada saat kedalaman cookies mencapai 7.447 mm sampai 8.348 mm,
cookies keladi ini mengalami fluktuasi tingkat kerenyahan produk yang
cukup besar, dan inilah yang diduga menyebabkan munculnya perbedaan
sensasi tekstur cookies pada saat digigit dan dirasakan oleh indera perasa
dalam mulut.
Grafik tunggal tekstur cookies keladi ubi jalar memiliki dua puncak
(+) yaitu pada detik 8.040 saat kedalaman 3.023 mm dan pada detik ke
14.398 dan saat kedalaman 6.247 mm, serta satu puncak (-) pada detik ke
12.310 saat mencapai kedalaman 4.145 mm. Secara keseluruhan dapat
ditarik kesimpulan bahwa tingkat kefluktuatifan grafik cookies ubi jalar
hampir serupa dengan cookies keladi. Menurut Seymour dan Hamann
(1988) yang dikutip Faridi (1994), semakin banyak jumlah puncak (+) dan
puncak (-) maka produk pangan memiliki fluktuasi grafik yang semakin
besar. Fluktuasi grafik tekstur mengindikasikan bahwa produk pangan yang
diukur memiliki tingkat kerenyahan yang tinggi.

I. ANALISIS PRODUK

Analisis terhadap produk dilakukan terhadap cookies ubi jalar yang


diolah dari tepung ubi jalar dengan pengupasan kulit umbi, tanpa terdapat
bagian umbi yang terserang lanas (boleng), dan tanpa penambahan flavor
coklat.

1. Analisis Kimia
Analisis kimia yang dilakukan pada cokies bi jalar meliputi
analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Hasil
analisis kimia cookies ubi jalar dan cookies keladi (Rianti, 2008) dapat
dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil analisis kimia cookies keladi, cookie ubi jalar F3 dan
cookies ubi jalar (% b.k.)
Cookies Kadar Kadar Protein Lemak Karbohidrat
air abu
a) 2.37 0.91 7.46 22.00 69.63
Cookies keladi
Cookies ubi jalar 2.42 1.37 4.32 36.68 57.63
a)
F3
Cookies ubi jalar 2.51 1.49 4.70 36.11 57.70
Keterangan : a) Rianti, 2008

Kadar air sangat mempengaruhi karakteristik produk pangan,


antara lain dari segi cita rasa dan keawetannya. Menurut Labuza dan
Katz (1981) di dalam Faridi (1994), semakin tinggi jumlah air bebas
dalam suatu bahan pangan maka tingkat kerenyahan produk akan
semakin berkurang. Hal ini terlihat pada nilai kadar air kedua cookies ,
dimana cookies ubi jalar yang memiliki kadar air lebih rendah memiliki
tingkat kerenyahan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan cookies
keladi. Syarat mutu cookies berdasarkan SNI maksimal memiliki kadar
air kurang dari 5%. Dengan demikian, kedua jenis cookies telah
memenuhi standar.
Menurut Soebito (1993), abu merupakan jumlah komponen
yang tidak menguap, tetap tinggal setelah pembakaran dan pemijaran
senyawa organik. Kadar abu menurut SNI-01-2973-1992 tentang biskuit,
kadar abu maksimal pada cookies adalah 1.5%. Dari tabel 17 dapat
dilihat bahwa baik cookies ubi jalar maupun cookies keladi memiliki
kadar abu yang memenuhi SNI.
Kadar protein pada cookies ubi jalar diduga berasal dari susu
skim, sedangkan kadar protein cookies keladi diduga berasal dari tepung
terigu sebagai bahan dasar cookies . Menurut SNI, kadar protein
minimum pada cookies ubi jalar adalah 9%. Pada Tabel 17 terlihat
bahwa baik cookies keladi maupu cookies ubi jalar memiliki kadar
protein yang tidak memenuhi kualifikasi SNI. Lemak sangat
mempengaruhi cita rasa dan tekstur produk pangan. Semakin tinggi
jumlah lemak dalam produk pangan, maka tekstur produk juga akan
semakin lembut. Adanya lemak dalam produk pangan juga ikut
menyumbang memberikan peningkatan nilai kalori produk. Berdasarkan
SNI, jumlah lemak dalam produk cookies minimal mencapai 9.5%.
Karena itu cookies keladi dan cookies ubi jalar sama-sama memenuhi
kualifikasi yang ditetapkan pada SNI SNI-01-2973-1992 tentang biskuit.
Karbohidrat merupakan komponen paling tinggi dalam cookies
keladi dan cookies ubi jalar, dimana kadar karbohidrat cookies keladi
lebih tinggi dibandingkan dengan cookies ubi jalar. Namun kadar
karbohidrat ketiga cookies yang diukur tidak memenuhi kadar
karbohidrat yang disyaratkan dalam SNI yaitu sebesar 70%.
Meskipun cookies keladi dan cookies ubi jalar yang dihasilkan
memiliki perbedaan kadar kadar protein, kadar lemak, dan kadar
karbohidrat yang cukup tinggi, kedua cookies memiliki tingkat
kemiripan tekstur yang tinggi. Penggunaan tepung terigu sebagai bahan
dasar cookies keladi bertanggung jawab terhadap tekstur cookies keladi
yang renyah. Protein gluten pada tepung terigu mampu memerangkap
udara, menghasilkan pengembangan adonan cookies yang baik sehingga
tekstur cookies yang dihasilkan akan renyah (tidak keras). Pada cookies
ubi jalar, yang dibuat dari 100% tepung ubi jalar, penggunaan lemak
dalam jumlah tinggi dapat membantu melembutkan tekstur cookies ubi
jalar. Sehingga, tekstur cookies keladi menjadi lebih lembut dan renyah.
Menurut Almond (1992), penggunaan margarin akan menghasilkan
cookies dengan volume pengembangan yang lebih besar dan tekstur
yang lebih lembut dan halus.

4. Analisis Fisik
Analisis fisik terhadap cookies ubi jalar meliputi analisis
rendemen cookies dan analisis Aw cookies . Rendemen cookies sangat
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang terdapat dalam adonan cookies .
Informasi mengenai rendemen dapat dimanfaatkan untuk menentukan
banyaknya bahan yang diperlukan dalam adonan cookies untuk
memperoleh cookies dalam jumlah tertentu. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh informasi bahwa nilai rendemen cookies ubi jalar
berkisar antara 86.44% sampai 86.89%.
Analisis Aw (aktifitas air) dalam cookies ubi jalar dilakukan
dengan menggunakan Aw meter. Berdasarkan analisis dengan Aw meter
diperoleh hasil bahwa cookies ubi jalar memiliki Aw 0.450. Nilai Aw ini
sudah berada di bawah o.65 yang merupakan Aw kritis untuk produk
pangan. Dengan kombinasi Aw dan kadar air yang rendah, cookies ubi
jalar dapat dikatakan cukup aman dari kerusakan mikrobiologi.
Kerusakan cookies ubi jalar lebih dikhawatirkan disebabkan karena kadar
lemak pada cookies yang sangat mungkin menyebabkan ketengikan.
Menurut Winarno (2008), pada Aw lebih besar dari 0.45 produk pangan
lebih mudah rusak karena mengalami reaksi oksidasi lipid dibandingkan
dengan kerusakan karena serangan mikroorganisme.

5. Analisis Nilai Energi


Penentuan nilai energi cookies ubi jalar dihitung berdasarkan
faktor konversi Atwater dan nilai kadar karbohidrat, kadar lemak, dan
kadar protein pada cookies ubi jalar. Berdasarkan perhitungan, nilai
energi pada cookies ubi jalar adalah sebesar 574.59 kkal/100 gram. Hal
ini berarti bahwa dengan mengkonsumsi cookies ubi jalar sebanyak 100
gram per hari, dapat mencukupi sebanyak 28.73% kebutuhan tubuh akan
kalori untuk satu hari (bersadarkan kebutuhan 2000 kkal/hari untuk
orang dewasa).
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (2003) tentang
Pedoman Pelabelan Produk Pangan, terdapat 4 jenis pangan menurut
kadar kalorinya. Pangan berkalori merupakan pangan yang minimal
mengandung kalori sebesar 300 kkal/hari, pangan berkalori rendah
adalah pangan yang mengandung kurang dari 40 kkal/sajian, pangan
kurang kalori mengandung setidaknya 25% kalori lebih rendah dari
produk sejenis, sedangan pangan tanpa kalori merupakan pangan yang
mengandung kalori kurang dari 5 kkal/sajian. Oleh karena itu, cookies ubi
jalar yang dihasilkan termasuk dalam ketegori pangan berkalori.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil penelitian pendahuluan dengan menggunakan beberapa uji


organoleptik menunjukkan bahwa aftertaste pahit pada cookies ubi jalar
disebabkan karena penggunaan ubi jalar yang memiliki bagian yang boleng
(terserang hama lanas) sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung ubi jalar.
Aftertaste pahit pada cookies ubi jalar juga disebabkan oleh pengikutan kulit
luar ubi jalar selama pembuatan tepung. Walaupun, tingkat aftertaste pahit
pada cookies yang dibuat dari ubi jalar dengan bagian ubi yang boleng lebih
kuat dibandingkan dengan aftertaste pahit karena kulit ubi jalar. Oleh karena
itu, bagian ubi jalar yang boleng dan kulit luar ubi jalar sebaiknya tidak
diikutkan dalam pengolahan tepung ubi jalar, karena dapat menghasilkan
aftertaste pahit pada tepung ubi jalar.
Penetapkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung ubi jalar dilakukan melalui uji
organoletik dengan metode uji rating atribut. Hasil uji organoleptik
menunjukkan bahwa ubi jalar yang terserang lanas tetapi masih dapat
digunakan sebagai bahan baku tepung ubi jalar dengan aftertaste pahit yang
sangat rendah adalah ubi jalar dengan tingkat serangan hama lama optimum
sebesar 5%. Namun, dengan membuat hubungan linier antara tingkat
kesukaan terhadap cookies dengan persentase bagian ubi yang boleng
diperoleh hasil bahwa, sampai persentase bagian ubi yang boleng sebesar
6.75% cookies ubi jalar masih dinilai memiliki tingkat kesukaan yang bisa
diterima, dengan kategori kesukaan “netral”. Penggunaan flavor coklat dengan
konsentrasi 1% dan 2% berpengaruh nyata untuk mengurangi atau
menyamarkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar pada tepung ubi jalar
dengan persentase bagian ubi yang boleng (x) sebesar 0<x≤5%. Namun, pada
tingkat serangan yang lebih tinggi, penggunaan flavor coklat tidak
menunjukkan perubahan terhadap tingkat aftertaste pahit cookies .
Evaluasi kesesuaian tekstur cookies ubi jalar dengan tekstur cookies
keladi yang dijadikan sebagai standar dalam penelitian ini menghasilkan nilai
koefisien korelasi sebesar 0.930 dengan point matched within +/- sebesar
60.26%. Hal ini berarti bahwa perbedaan perlakuan penepungan dan teknik
pengeringan metode oven yang dilakukan pada penelitian ini tidak
berpengaruh nyata terhadap tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan
dibandingkan dengan cookies ubi jalar yang dihasilkan dari tepung ubi jalar
yang dibuat dengan metode pengeringan menggunakan rotary dryer. Dengan
demikian, upaya pengurangan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar telah
berhasil dilakukan tanpa banyak mengubah karakteristik tekstur cookies yang
dihasilkan.
Cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki Aw rendah yaitu sebesar
0.45, yang berada dibawah Aw kritis bahan pangan. Dengan demikian,
cookies ubi jalar ini relatif aman dari kerusakan mikroorganisme. Cookies ubi
jalar memiliki kadar air sebesar 2.51%, abu sebesar 1.49%, protein sebesar
4.70%, lemak sebesar 36.11%, dan karbohidrat sebesar 57.70%. Apabila
dibandingkan dengan SNI-01-2973-1992 tentang biskuit, nilai kadar protein
dan kadar karbohidrat pada cookies ubi jalar tidak memenuhi kualifikasi yang
telah ditentukan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional). Cookies ubi jalar
yang dihasilkan mampu menghasilkan kalori sebesar 574.59 kkal/100 gram
atau menyumbang 28.73% dari kebutuhan kalori orang dewasa per hari,
sehingga dapat dikategorikan sebagai pangan berkalori.

B. SARAN

Aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dapat dikurangi dengan


melakukan pembuangan kulit ubi jalar dan memanfaatkan ubi jalar dengan
persentase bagian yang boleng sampai 6.75% sebagai bahan baku dalam
pembuatan tepung ubi jalar. Penggunaan flavor coklat sampai konsentrasi 2%
dapat mengurangi aftertaste pahit pada cookies ubi jalar, sehingga tingkat
penerimaan konsumen terhadap cookies dapat meningkat.
Untuk meningkatkan rendemen tepung ubi jalar, diperlukan teknik
penepungan lain yang massih dapat memanfaatkan bagian ubi jalar yang
boleng tetapi tidak menimbulkan aftertaste pahit pada tepung ubi jalar dan
produk akhir.
Cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang sangat
tinggi. Meskipun memiliki Aw yang rendah dan relatif aman dari kerusakan
mikroorganisme, namun dengan kadar lemak yang tinggi cookies ubi jalar
sangat berpotensi untuk mudah mengalami ketengikan. Oleh karena itu,
diperlukan informasi mengenai umur simpan cookies ubi jalar.
DAFTAR PUSTAKA

Almond, Noel. 1992. Biscuits, Cookies, and Crackers. Elsevier Applied Science,
London, New York.

Anonim, 2009. Terpenoids. http://www.wikipedia.org.id [27 Agustus 2009]

Antarlina, S.S. 1998. Utilization of sweet potato flour for making cookies and
cakes. In Hendroatmodjo, K.H., Y. Widodo, Sumarno, and B. Guritno
(Eds.). Research Accomplishment of Root Crops for Agricultural
Development in Indonesia. Research Institute for Legume and Tuber
Crops, Malang, Indonesia. p. 127-132.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis, 16th Edition. AOAC International,


Gaithersburg, Maryland.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Pedoman Pelabelan Produk Pangan.
http://www.bpom.go.id [4 September 2009]

Badan Pusat Statistik. 2008. Data produksi komoditas pertanian 2000-2008.


http://www.bps.go.id [19 Juli 2009]

Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 01-
2973-1992). Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Branen, A. L., P. M. Davidson, S. Salminen, dan J. H. Thorngate. 2002. Food


Additives 2nd. Marcel Dekker Inc., New York.

Brown, A. 2000. Understanding Food : Principles and preparation. Wodsworth


Inc., Belmont.

Burdock, G. A. 1991. Flavor and Fragnance Material. Allured Publishing Co.,


New York.

Cauvian, S. and L. Young. 2000. Bakery Food Manufacture And Quality. Water
Control And Effect. Balckwell science, UK.

Damardjati. 1994. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai salah satu bahan baku
dalam pembuatan bihun. Di dalam Winarto, A., Y. Widodo, S.S.
Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno (Eds.). Risalah Seminar
Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar Mendukung
Agroindustri. Balittan Malang. hlm. 115-119.

Damardjati, D.S. dan S. Widowati. 1994. Pemanfaatan ubi jalar dalam program
diversifikasi guna mensukseskan swasembada pangan. Di dalam
Winarto, A., Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno
(Eds.). Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen
Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balittan Malang. hlm. 1-25.
Departemen Pertanian. 2006. Palawija dan bahan pangan pokok hasil pertanian.
http://www.deptan.go.id [7 Agustus 2008]

Dewanti, R. dan L. Nuraida. 2007. Prinsip-prinsip Fermentasi. Di dalam : Slide


Kuliah Teknologi Fermentasi Pangan. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1993. Daftar Komposisi Bahan


Makanan. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.

Ellis, J.S., P.J. Keenan, W.G. Rathmell, and J. Friend. 1993. Inhibition of
Phytoalexin Accumulation In Potato Tuber Discs by Superoxide
Scavengers. Phytochemistry 34: 649-655

Elmer, O. H. 1987. Diseases of Sweet Potato. Texas State University of


Agriculture and Applied Science, Manhattan.

Faridi, H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Great Britanian,
Chapman and Hal, London.

Faridi, H. dan J.M. Faubion. 1990. Dough Rheology and Baked Product Texture.
An AVI Book, New York.

Fennema, O. R. 1997. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York.

Fenwick, G.R., C. L. Curl, N. M. Griffiths, R. K. Heaney, dan K. R. Price. 1990.


Bitter Principles In Foods Plants. Di dalam Rouseff, R. L. 1990.
Bitterness In Food And Beverages. Elsevier Science Publishing
Company, Inc., New York.

Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1995. Kimia Organik. Erlangga, Jakarta.

Gibe, P. Bengie. 2005. Sweet Potato Contains Anti-aging Nutrients.


http://www.pcarrd.go.id. [ 9 Juli 2008]

Hart, Harold. 1990. Kimia Organik. Erlangga, Jakarta.

Honestin. 2007. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomea


batatas). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Horton, D., G. Prain, and P. Gregory. 1999. High level investment returns for
global sweet potato research and development. Circular 17(3):1- 11.

Kato, N, H. Imaseki, N. Nakashima, T. Akazawa, I. Uritani. 1997. Isolation of a


New Phytoalexin-like compound, Ipomeamaronol, from Black-rot
Fungus Infected Sweet Potato Root Tissue, and its Structural
Elucidation. Department of Agricultural Chemistry, Faculty of
Agriculture, Nagoya University Chikusa, Nagoya, Aichi 464, Japan.
Koswara, S., Subarna, dan Rohmatul. 2003. Diversifikasi Pangan Berbasis Ubi
Jalar. Laporan Penelitian Rusnas Diversifikasi Pangan Tahun I
2002/2003, Pusat Studi Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Kuc, J. 1995. Phytoalexins, Stress Metabolism, and Disease Resistance in Plants.


Annual Review of Phytopathology. 33: 275-297.

Lingga, P. 1996. Pertanaman Umbi-umbian. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lukitowati. 2008. Budidaya Ubi Jalar. UNS Press, Surakarta.

Manley, D. 1998. Biscuit, Cracker, Cookie Recipe for The Industry 4th Edition.
Woodhead Ltd., and CRC Press LLC.

Matz, S. A. 1992. Bakery Technology and Engineering 3rd Edition. Pan-tech


International Inc., Texas.

Matz, S.A dan Matz, T.D. Matz. 1978. Cookies and Crakers Technology. The
AVI Publishing Co., Inc., Texas.

Meilgaard, Moten, G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation
Technique. CRC Press, New York.

Muchtadi, D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan Untuk Mencegah


Timbulnya Penyakit Degeneratif. J. Tek. Dan Ind. Pan. 12 : 61-71.

Mulato, 2002. Pengolahan Biji Kakao. Tunas Persada Press, Makasar.

Najiati. 1998. Budidaya Tanaman Palawija. Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Oguni, Itaro dan I. Uritani. 2003. Dehydroipomaemarone as an Intermediate in the


Biosythesis of Ipomaemarone, a Phytoalexin from Sweet Potato Root
Infected with Ceratocystis fimbriata. Plant Physiol. 53: 649-652.

Palaniswami, M. S. dan Chattopadhyays. 2005. Ecology-based Integrated


Management of the Sweetpotato Weevil in India. Di dalam :
Proceedings of the 2nd International Symposium on Sweetpotato and
Cassava. 14-17 Juni 2005, Kuala Lumpur, Malaysia.

Pratiwi, Mita Ariyani. 2008. Pemanfaatan Tepung Hotong (Setaria italica (L.)
beauv.) dan Pati Sagu Dalam Pembuatan Cookies. Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Rahayu, W.P. 1998. Penilaian Organoleptik. Bogor : Institut Pertanian Bogor.


Rianti, Anggita Widhi. 2008. Kajian Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea
batatas L.) Dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi.
Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Rosenthal, A.J. 1999. Food Texture, Measurement, and Perception. An Aspen


Publication, Maryland.

Rouseff, R.L. 1990. Bitterness in Foods and Beverages. Elsevier Science


Publishing Company, Inc., New York.

Rukmana. 1997. Ubi Jalar, Budidaya, dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.

Santosa, B.A.S, Widowati, dan S. Darmadjati. 1994. Evaluasi Sifat-Sifat Fisik dan
Kimia Tepung Dua Varietas Ubi Jalar. Risalah Seminar Penerapan
Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung
Agroindustri Balittan, Malang.

Setyaningtryas, A.G. 2008. Formulasi Produk Pangan Darurat Berbasis Tepung


Ubi Jalar, Tepung Pisang, Dan Tepung Kacang Hijau Menggunakan
Teknologi Intermediate Moisture Food (IMF). Skripsi. Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Tekonologi Pertanian. IPB.

Shallberger, R. S. 1993. Taste Chemistry. Chapman & Hall. Geneva, New York.

Sikora. 2004. Effect of Metabolic Substanstion of Sweet Potato Attacked Weevil


in Sliced Sweet Potato. Agr. Biol. Chem. 32: 387-389.

Soebito. 1993. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Stauffer, C. E. 2000. Functional Additives for Bakery Foods 3rd edition. ABI
Book, New York.

Sugiyono. 2003. Teknologi Pengolahan Tepung Serealia Dan Umbi-Umbian.


Pusat Studi Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suismono. 1995. Kandungan Gizi Bahan Pangan Lokal. Cipta Karsa, Jakarta.

Supriyatin. 2001. Hama Boleng Pada Ubi Jalar dan Cara Pengendaliannya.
Palawija (no. 2): 22−29.

Sutrisno, E. dan E. Ananto. 1999. Peralatan Industri Tepung Ubi Jalar Untuk
Bahan Baku Industri Olahan. Balitkabi, Malang.

Suwarno, 2008. Phythoalexins. Jurnal Agronomi dan Hortikultura. 07: 221-229

Uritani, L, T. Saito, H. Honda,dan W.K. Kim. 1995. Induction of


furanoterpenoids in sweet potato ro ots by the larval components of
the sweetpotato weevils. Agric. Biol. Chem. 37: 1857-1862.
Widowati, S., B.A.S. Santosa, dan D.S. Darmadjati. 1994. Penggunaan Tepung
Ubi Jalar sebagai Salah Satu Bahan Baku dalam Pembuatan Bihun.
Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi Dan Pasca Panen Ubi
Jalar Mendukung Agroindustri. Balitan, Malang.

Winarno, F.G. 2002. Flavor Bagi Industry Pangan. M-Brio Press, Bogor.

. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press, Bogor.

Woolfe, J.A. 1992. Sweetpotato: an Untapped Food Resource. Cambridge Univ.


Press and the International Potato Center (CIP). Cambridge, UK.

Woolfe, J.A. 1999. Sweetpotato: an Untapped Food Resource. Chapman and Hall,
New York.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Uji Pembedaan Sederhana


UJI PEMBEDAAN SEDERHANA
Nama : tanggal :
Produk : Cookies ubi jalar
Instruksi :
1. Dihadapan anda terdapat dua buah sampel cookies. Cicipi sampel secara
berurutan dari sampel di sebelah kiri kemudian sampel sebelah kanan
2. Pencicipan hanya dilakukan SATU kali dan tidak diperkenankan mengulang
pencicipan
3. Netralkan indera pencicip anda tahu putih dan air minum , kemudian
istirahatkan indera pencicip selama ± 3 menit sebelum melakukan pencicipan
pada sampel yang lain
4. Identifikasi apakah ada perbedaan keseluruhan mutu sensori diantara kedua
sampel
5. Beri penilaian anda dengan tanda (√) pada kolom di bawah ini

Kedua sampel sama


Kedua sampel berbeda

Pertanyaan tambahan :
Jika kedua sampel berbeda, pada atribut sensori mana anda rasakan terdapat
perbedaan antar sampel? beri tanda check list (√) pada kolom di bawah ini :

Atribut Komentar
Warna

Aroma

Rasa

Aftertaste
Lampiran 2. Tabulasi data dan pengolahan data dengan analisis ”Chi-
square”pada cookies A dan cookies B
Jawaban * Sajian Crosstabulation

Sajian Total
AA/BB AB/BA
Jawaban sama 4 0 4
beda 0 4 4
Total 4 4 8

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 8.000(b) 1 .005
Continuity
4.500 1 .034
Correction(a)
Likelihood Ratio 11.090 1 .001
Fisher's Exact Test .029 .014
N of Valid Cases 8
a Computed only for a 2x2 table
b 4 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
2.00.

Lampiran 3. Tabulasi data dan pengolahan data dengan analisis ”Chi-


square” pada cookies B dan cookies C
Jawaban * Sajian Crosstabulation

Sajian Total
BB/CC BC/CB
Jawaban sama 3 0 3
beda 1 4 5
Total 4 4 8

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.800(b) 1 .028
Continuity
2.133 1 .144
Correction(a)
Likelihood Ratio 6.086 1 .014
Fisher's Exact Test .143 .071
N of Valid Cases 8
a Computed only for a 2x2 table
b 4 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
1.50.
Lampiran 4. Tabulasi data dan pengolahan data dengan analisis ”Chi-
square” pada cookies B dan cookies D
Jawaban * Sajian Crosstabulation

Sajian Total
BB/DD BD/DB
Jawaban sama 4 1 5
beda 0 3 3
Total 4 4 8

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.800(b) 1 .028
Continuity
2.133 1 .144
Correction(a)
Likelihood Ratio 6.086 1 .014
Fisher's Exact Test .143 .071
N of Valid Cases 8
a Computed only for a 2x2 table
b 4 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
1.50.
Lampiran 5. Kuesioner uji rangking sederhana

Nama : tanggal :
Produk : Cookies ubi jalar

Instruksi :
Urutkan sampel-sampel cookies ubi jalar di bawah ini berdasarkan tigkat
intensitas aftertaste pahit dari pahit yang paling tinggi (tulis angka 1 di
bawah kolom rangking) hingga yang paling tidak pahit (tulis angka 4 di
bawah kolom rangking). Ujilah masing-masing sampel, kemudian
netralkan mulut anda dengan tahu putih dan air minum sebelum
melakukan pengujian pada sampel selanjutnya. Beri rangking pada sampel
setelah melakukan pencicipan terhadap seluruh sampel.

Kode sampel rangking

Komentar: ………………………………………………………
…………………………………………………………………..
…………………………………………………………………..
…………………………………………………………………..
Lampiran 6. Tabulasi data hasil uji rangking sederhana terhadap aftertaste
pahit cookies ubi jalar

Panelis Peringkat aftertaste pahit cookies ubi jalar


Cookies 1 Cookies 2 Cookies 3 Cookies 4
1 1 3 4 2
2 1 2 4 3
3 1 4 3 2
4 1 3 4 2
5 2 3 4 1
6 1 3 4 2
7 1 2 4 3
8 2 3 4 1
Jumlah 10 23 31 16

Lampiran 7. Hasil uji friedman aftertaste pahit cookies ubi jalar


Ranks

Mean Rank
cookies_1 1.25
cookies_2 2.88
cookies_3 3.88
cookies_4 2.00

Test Statistics(a)

N 8
Chi-Square 18.450
df 3
Asymp. Sig. .000
a Friedman Test
Lampiran 8. Kuesioner uji rating hedonik

UJI RATING HEDONIK


Nama : Tanggal :
Produk : Cookies Ubi Jalar

Petunjuk :
1. Tuliskan kode masing-masing sampel sebelum melakukan pencicipan
2. Anda diminta untuk menilai tingkat kesukaan terhadap masing-masing
sampel dengan memberi tanda pada garis yang disediakan

Kode sampel :

Sangat tidak suka sangat suka

Kode sampel :

Sangat tidak suka sangat suka

Kode sampel :

Sangat tidak suka sangat suka

Kode sampel :

Sangat tidak suka sangat suka


Lampiran 9. Tabulasi data uji rating hedonik

Panelis cookies 1 cookies 2 cookies 3 cookies 4


1 6.1 7.85 12.6 6.45
2 3.2 8.85 11.05 7.2
3 3.8 9.5 11.95 5.3
4 6.7 11.1 12.95 5.2
5 6 5.9 11.3 3.85
6 4.2 7.3 10.95 5.25
7 5.7 6.9 13.15 6.05
8 3.65 6.1 9.9 3.9
Rata-rata 4.92 7.94 11.73 5.40

Lampiran 10. Hasil uji Duncan


Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 2057.749(a) 11 187.068 143.003 .000
Sampel 233.342 3 77.781 59.459 .000
Panelis 25.907 7 3.701 2.829 .030
Error 27.471 21 1.308
Total 2085.220 32
a R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .980)

Skor

Duncan
Sampel N Subset
1 2 3
dengan boleng dan kulit 8 4.9188
dengan boleng, tanpa
kulit 8 5.4000
tanpa boleng, dengan
kulit 8 7.9375
tanpa boleng, tanpa kulit 8 11.7313
Sig. .410 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.308.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 11. Kuesioner Uji Rating Atribut

UJI RATING ATRIBUT

Nama : Tanggal :
Sampel : Cookies ubi jalar

Instruksi :
1. Lakukan pencicipan sampel satu persatu dari kiri ke kanan
2. cicipi kontrol terlebih dulu dan ingat-ingat karakteristik kontrol
tersebut
3. Lakukan pencicipan terhadap sampel.
4. Setelah mencicip satu sampel, diamkan selama ± 1 menit
5. Berikan penilaian anda terhadap aftertaste pahit contoh dengan cara
memberikan tanda garis (I) pada garis yang tersedia.
6. Selesai menilai, netralkan mulut dengan tahu putih dan air minum,
kemudian istirahatkan indera pancicip anda selama ± 3 menit sebelum
mencicip sampel berikutnya.
Kriteria : Aftertaste pahit

Kode sampel :

Sangat tidak pahit sangat pahit

Kode sampel :

Sangat tidak pahit sangat pahit

Kode sampel :

Sangat tidak pahit sangat pahit

Kode sampel :

Sangat tidak pahit sangat pahit


Lampiran 12. Tabulasi data hasil uji rating atribut aftertaste pahit cookies
ubi jalar
(selang 10%)
Persentase bagian ubi jalar yang boleng (x)
Panelis
x=0% 0<x≤10% 10<x≤20% 20<x≤30%
1 2.05 6.75 11.4 15
2 0.25 5.85 8.8 13.15
3 2.8 7.2 13.45 15
4 0.4 5.3 10.65 11.85
5 1.2 3.9 9.55 13.1
6 2.25 6.5 11.55 14.7
7 0.2 4.9 9.15 12.95
8 1.1 6.35 9.8 14.5
rata-rata 1.28125 5.84375 10.54375 13.78125

Lampiran 13. Hasil uji analisis sidik ragam aftertaste pahit cookies ubi
jalar selang 10% dan hasil uji lanjut Duncan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 2727.484(a) 11 247.953 570.241 .000
Sampel 716.871 3 238.957 549.552 .000
Panelis 32.408 7 4.630 10.647 .000
Error 9.131 21 .435
Total 2736.615 32
a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .995)

Skor

Duncan
Sampel N Subset
1 2 3 4
boleng 0 % 8 1.2813
boleng 0-10% 8 5.8438
boleng 10-20% 8 10.5438
boleng 20-30% 8 13.7813
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .435.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 14. Tabulasi data hasil uji rating atribut aftertaste pahit cookies
ubi jalar (selang 5%)
Persentase bagian ubi jalar yang boleng (x)
Panelis
x=0% 0<x≤5% 5<x≤10% 10<x≤15%
1 3 3.05 9.1 12.4
2 0.45 0.5 5.7 12.9
3 4 6.5 12.8 14.7
4 0.5 2 10.1 11.6
5 0.15 0.85 2.1 10.1
6 3 5.9 8.8 11.3
7 0.3 0.6 0.8 7.4
8 1.5 2 3.8 5.5
rata-rata 1.6125 2.675 6.65 10.7375

Lampiran 15. Hasil uji analisis sidik ragam aftertaste pahit cookies ubi
jalar selang 5% dan hasil uji lanjut Duncan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1522.750(a) 11 138.432 39.622 .000
Panelis 168.573 7 24.082 6.893 .000
Sampel 414.566 3 138.189 39.552 .000
Error 73.370 21 3.494
Total 1596.120 32
a R Squared = .954 (Adjusted R Squared = .930)

Skor

Duncan
Sampel N Subset
1 2 3
boleng 0 % 8 1.6125
boleng 0-5% 8 2.6750
boleng 5-10% 8 6.6500
boleng 10-15% 8 10.7375
Sig. .268 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 3.494.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 16. Tabulasi data hasil uji rangking sederhana aftertaste pahit
cookies ubi jalar (bagian boleng selang 10%)
Panelis cookies_A cookies_G cookies_G1 cookies_G2 cookies_G3 cookies_G4
1 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0
2 6.0 5.0 4.0 2.0 3.0 1.0
3 6.0 4.0 3.0 1.0 5.0 2.0
4 5.5 3.0 5.5 4.0 1.0 2.0
5 6.0 4.0 5.0 3.0 1.0 2.0
6 6.0 2.0 3.0 4.0 5.0 1.0
7 6.0 2.0 1.0 5.0 2.0 4.0
8 6.0 5.0 4.0 3.0 1.0 2.0

Lampiran 17. Tabulasi data hasil uji rangking sederhana aftertaste pahit
cookies ubi jalar (bagian boleng selang 5%)
cookies_A cookies_F cookies_F1 cookies_F2 cookies_F3 cookies_F4
Panelis
1 4.0 2.5 6.0 5.0 2.5 1.0
2 5.0 3.0 6.0 4.0 2.0 1.0
3 6.0 3.0 4.0 5.0 2.0 1.0
4 4.0 1.0 5.0 6.0 3.0 2.0
5 6.0 4.0 5.0 3.0 1.0 2.0
6 4.0 2.0 5.0 6.0 3.0 1.0
7 4.0 3.0 6.0 5.0 2.0 1.0
8 4.5 3.0 6.0 4.5 2.0 1.0
Lampiran 18. Hasil analisis uji Friedman (bagian boleng selang 10%)

Ranks

Mean Rank
cookies_A 5.94
cookies_G 3.81
cookies_G1 3.69
cookies_G2 3.13
cookies_G3 2.56
cookies_G4 1.88

Test Statistics(a)

N 8
Chi-Square 22.410
df 5
Asymp. Sig. .000
a Friedman Test

Lampiran 19. Hasil analisis uji Friedman (bagian boleng selang 5%)

Ranks

Mean Rank
cookies_A 4.69
cookies_F 2.69
cookies_F1 5.38
cookies_F2 4.81
cookies_F3 2.19
cookies_F4 1.25

Test Statistics(a)

N 8
Chi-Square 22.410
df 5
Asymp. Sig. .000
a Friedman Test
Lampiran 20. Tabulasi data hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar
(persentase bagian ubi yang boleng 0≤x<5%)

Panelis cookies_A cookies_F cookies_F1 cookies_F2 cookies_F3 cookies_F4


1 13.5 10.9 11.35 12.7 8.9 9.1
2 11.45 9.9 11.9 12.3 8.1 7.3
3 12.65 8.1 12.95 12.3 7 7.2
4 12.3 10.65 11 12.3 7.9 7.25
5 13.7 9.9 13.15 13.05 11.65 10.1
6 11.9 8.3 10.75 11.2 9.1 8.85
7 12.1 7.2 9.95 11.1 9.3 9
8 12.25 7.1 11.9 12.4 7.5 7.6

Lampiran 21. Tabulasi data hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar
(persentase bagian ubi yang boleng 5≤x<10%)

Paneli cookies_ cookies_G cookies_G cookies_G cookies_G


s G 1 2 3 4
1 5.1 4.8 4.75 4.2 4.5
2 3.25 3 3.3 3.5 3.45
3 5.95 5.2 5.45 6.5 4.9
4 3 2.9 2.95 3 3.15
5 4.4 4.15 3.9 3.2 3.35
6 2.9 3.9 3.1 3.75 4.2
7 5.1 5.5 4.5 3.95 3.4
8 3.05 2.5 3.1 3 3
Lampiran 22a. Tabulasi data hasil uji rating hedonik atribut warna cookies ubi
jalar

Konsentrasi flavor cokelat pada sampel


Panelis 0% 1% 2% 3% 4%
1 12.1 8.6 7.1 7.3 6
2 8.6 9.3 10.7 9.4 9.1
3 14.1 12.5 12.6 10.4 7.7
4 5.85 6.1 6.95 4.6 6.7
5 10.3 9.4 8.65 6.45 4.7
6 7.4 6.8 6.25 4.35 3.5
7 12.85 10.6 8.2 5.2 3.85
8 10.9 11.2 11.6 4.25 4.5
9 12.5 11.8 9.9 5.2 3.65
10 10.2 8.5 6.95 5.35 5.2
11 13.6 13.4 13.3 6.2 6.25
12 12.65 12.3 11.8 8.25 6.9
13 13.1 12.3 11.3 8.25 10.4
14 14.35 10.4 7.65 4.3 1.85
15 10.7 10.1 9.4 2.4 2.5
16 15 6.85 4.3 0 1.25
17 13.15 12.6 12 10.65 9.7
18 10.2 9.1 5.1 9.8 9.2
19 9.7 9.4 9.65 4.4 4.5
20 14.3 13 12.4 6.15 4.6
21 8.8 8.1 7.9 5.6 4.5
22 12.4 11.6 9.6 6 4.2
23 5.2 5.9 6.8 4.5 4.5
24 10.8 9.6 9.45 8.2 7.7
25 10.4 5.1 4.3 2.2 2.3
26 11.7 11 8.8 5.5 3.4
27 10.5 9.9 9.25 7 6.9
28 12.45 10.9 9.4 8 7.5
29 9.9 8.35 10.1 7.5 7.3
30 14.3 13.3 11.4 7.1 6.95
rata-rata 11.27 9.92 9.09 6.15 5.58
Lampiran 22b. Tabulasi data hasil uji rating hedonik atribut aroma cookies ubi
jalar

Konsentrasi flavor cokelat pada sampel


Panelis 0% 1% 2% 3% 4%
1 7.4 6.85 6.6 6 5.5
2 8.1 8.85 9.95 11 9.5
3 5 6.4 12.3 6.9 8.2
4 10.2 10.1 11 9.5 11.5
5 5.9 5.8 4.3 3.4 2.2
6 10.4 10.1 6.5 5.2 5.6
7 10.7 10.1 7.4 6 5.9
8 7.5 6.3 7.1 10.5 10.5
9 11.4 11.4 6.45 5.1 4
10 8.3 8.2 9.35 8.9 11.5
11 12.2 11.4 10.1 5.7 4.4
12 8 8.15 8.6 7.6 8.3
13 8.5 8.15 11 5.1 3.5
14 1.2 1.2 1.1 4.7 2.7
15 8.7 8.5 8.85 3.4 2
16 7.5 6.75 12 5.5 5.3
17 12.9 11.8 11.5 12 8.3
18 6.2 6.25 7.3 6.5 5.5
19 9.9 8.8 8.45 7.7 8.9
20 7.35 6.9 11.5 7.9 10.7
21 6.8 6.85 13.3 7.3 8.2
22 6.5 6.3 12.5 9.2 6.25
23 6.2 7.3 9.75 5.3 8.3
24 8.15 7.9 12.6 8.35 9.05
25 11 7.1 9.95 9.9 5.2
26 4.8 8.8 11.6 9.95 10.3
27 11.2 8.5 8 7.8 9.7
28 6.4 6.95 7.25 5.7 7.1
29 8.3 7.9 6.3 4.8 5.9
30 9.4 9.7 9.45 10.1 9.55
rata-rata 8.20 7.97 9.06 7.23 7.12
Lampiran 22c. Tabulasi data hasil uji rating hedonik atribut rasa cookies ubi jalar
Konsentrasi flavor cokelat pada sampel
Panelis 0% 1% 2% 3% 4%
1 9.8 8.6 7.3 3 5.3
2 8.8 8.45 11 7.7 5.7
3 9.1 8.5 7.9 4 4.2
4 10.9 7.8 11.1 5 3.9
5 8.85 7.7 7.7 3.5 1.7
6 10.65 9.1 7.85 2.4 1.7
7 13.2 11.7 12.55 11.4 10.15
8 8.2 7.8 10.85 1.7 4
9 12.7 12.05 13.2 12.45 8.35
10 13.2 10.25 9.95 3 4.5
11 8.15 7.9 10.65 7.2 7.9
12 11.2 10.15 12.3 3 4.9
13 12.05 11.1 12.9 11.05 5
14 10.3 10 11.8 12.95 14.15
15 9.2 6.7 7 3.4 1.6
16 9.1 8.55 11.6 3.2 0
17 13.2 10.05 10.1 9.9 5.35
18 10.4 8.45 8.1 5.1 2.9
19 7.1 7.2 10.15 6.3 5.4
20 12.45 10.75 11.4 6.6 9.1
21 7.45 5.8 5.7 2.2 3.4
22 7.9 6.4 2.25 1.9 3.2
23 11.2 7.85 4.7 10.1 9
24 12 10.15 11.2 9.2 8.7
25 10.9 7.6 4.25 0.6 1.4
26 12.75 12.85 13.7 7.4 6
27 12.6 11.25 12.25 10.1 8.85
28 12.45 11.1 12.9 6.6 5.25
29 12.7 10.2 9.55 7.5 6.65
30 13.5 11 9.9 6.25 6.6
rata-rata 10.73 9.233 9.727 6.157 5.495
Lampiran 22d. Tabulasi data hasil uji rating hedonik atribut keseluruhan cookies
ubi jalar

Konsentrasi flavor cokelat pada sampel


Panelis 0% 1% 2% 3% 4%
1 13.1 7.6 5.65 1.3 1.2
2 7 4.3 6.5 3.35 3
3 6.25 6.5 4.9 3.4 1.9
4 10.75 7.8 8.45 4.45 4.4
5 11.5 8.5 9 8.15 7.25
6 13.4 12.9 12.75 11.6 7.35
7 13 10.6 11.2 6.35 6.2
8 11.85 10.8 11.5 8.3 8.9
9 12.2 11.75 11.9 9.5 7.5
10 10.3 4.5 3.95 9.25 8.9
11 8.5 7.9 8.05 7.1 6.2
12 9.15 2.1 2.2 2 2
13 14.5 8.3 9.4 8.1 4.6
14 8.9 6.7 4.15 3.7 3.95
15 9.6 8.05 7.2 3.3 5.35
16 10.6 9.7 9.95 5.8 9.5
17 13.35 11.9 12.1 9.7 5
18 8.4 6.7 9.75 6.2 6.1
19 8 8.2 9.95 6.75 8.2
20 6.1 7.7 10.35 8.1 3.5
21 10.95 10.5 12.2 5.25 7.1
22 5.4 6 6.85 5.25 6.2
23 6.6 7.7 9.05 10 7.5
24 6.9 7.45 8.7 6.35 5.85
25 7 9.1 8.95 6.9 5.5
26 10.25 10.55 11.9 3.4 5.5
27 11.7 10.9 12.25 5.7 7.1
28 12.7 12.55 12.2 7 5.9
29 10.1 9.9 11.05 9.5 6.3
30 12 11.05 11.85 6.75 7.6
rata-rata 10.00 8.61 9.13 6.42 5.85
Lampiran 23a. Hasil analisis uji rating hedonik atribut warna
menggunakan ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 11787.859(a) 34 346.702 114.066 .000
Panelis 483.497 29 16.672 5.485 .000
Sampel 721.201 4 180.300 59.320 .000
Error 352.579 116 3.039
Total 12140.438 150
a R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .962)

Skor

Duncan
Sampel N Subset
1 2 3
flavor cokelat 4% 30 5.5750
flavor cokelat 3% 30 6.1500
flavor cokelat 2% 30 9.0883
flavor cokelat 1% 30 9.9183
tanpa flavor cokelat 30 11.2667
Sig. .204 .068 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 3.039.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 23b. Hasil analisis uji rating hedonik atribut aroma
menggunakan ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 9927.502(a) 34 291.985 75.477 .000
Panelis 450.688 29 15.541 4.017 .000
Sampel 74.981 4 18.745 4.846 .001
Error 448.750 116 3.869
Total 10376.253 150
a R Squared = .957 (Adjusted R Squared = .944)

Skor

Duncan
Sampel N Subset
1 2
flavor cokelat 4% 30 7.1167
flavor cokelat 3% 30 7.2333
flavor cokelat 1% 30 7.9717
tanpa flavor cokelat 30 8.2033 8.2033
flavor cokelat 2% 30 9.0600
Sig. .052 .094
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 3.869.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 23c. Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa
menggunakan ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 10675.944(a) 34 313.998 78.059 .000
Panelis 958.063 29 33.037 8.213 .000
Sampel 445.439 4 111.360 27.684 .000
Error 466.618 116 4.023
Total 11142.563 150
a R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .946)

Skor

Duncan

Sampel N Subset
1 2 3
flavor cokelat 4% 30 5.4950
flavor cokelat 3% 30 6.1567
flavor cokelat 1% 30 8.5667
flavor cokelat 2% 30 9.2600 9.2600
tanpa flavor cokelat 30 9.8333
Sig. .204 .183 .271
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 4.023.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 23d. Hasil analisis uji rating hedonik atribut keseluruhan
menggunakan ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 10380.927(a) 34 305.321 105.861 .000
Sampel 336.505 4 84.126 29.168 .000
Panelis 538.590 29 18.572 6.439 .000
Error 334.563 116 2.884
Total 10715.490 150
a R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .960)

Skor

Duncan
Sampel N Subset
1 2 3
flavor cokelat 4% 30 5.8517
flavor cokelat 3% 30 6.6167
flavor cokelat 1% 30 8.4733
flavor cokelat 2% 30 8.9967 8.9967
tanpa flavor cokelat 30 9.8650
Sig. .084 .235 .050
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 2.884.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 24. Grafik hasil pengukuran tekstur pada 20 sampel cookies ubi jalar

Cookies Ubi 1 Cookes Ubi 2

Cookies Ubi 3 Cookies U bi 4


Cookies Ubi 5 Cookes Ubi 6

Cookies Ubi 7 Cookies U bi 8


Cookies Ubi 9 Cookes Ubi 10

Cookies Ubi 11 Cookies U bi 12


Cookies Ubi 13 Cookes Ubi 14

Cookies Ubi 15 Cookies U bi 16


Cookies Ubi 17 Cookes Ubi 18

Cookies Ubi 19 Cookies U bi 20


Lampiran 25. Hasil uji sidik ragam (ANOVA) pada analisis regresi linier
antara kombinasi grafik 1 dan grafik 2 pada cookies ubi 1

ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


1 Regression a
6748520.897 1 6748520.897 762.826 .000
Residual 894678.974 239 5420.865
Total 69862576.097 240
a Predictors: (Constant), grafik_1
b Dependent Variable: grafik_2

Lampiran 26. Hasil signifikansi regresi dari kombinasi gaya pada cookies
ubi 1

Grafik 1 Grafik 2 Grafik 3 Grafik 4


Grafik 1
Grafik 2 0.000
Grafik 3 0.000 0.000
Grafik 4 0.000 0.000 0.000
Grafik 5 0.000 0.00 0.000 0.000
Lampiran 27. Gambar grafik tekstur cookies ubi jalar U1 sampai U20

U1 U2

U3 U4
U5 U6

U7 U8
U9 U 10

U 11 U 12
U 13 U 14

U 15 U 16
U 17 U 18

U 19 U 20
Lampiran 28. Hasil signifikansi regresi dari kombinasi gaya pada cookies ubi jalar U1 sampai U20
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 U14 U15 U16 U17 U18 U19
U1
U2 0.004
U3 0.000 0.000
U4 0.000 0.000 0.000
U5 0.000 0.000 0.000 0.000
U6 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U7 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U8 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U9 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U10 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U11 0.000 0.000 0.000 0.000 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U12 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U13 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U14 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U15 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.004 0.000 0.000 0.000
U16 0.000 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U17 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.007 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U18 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U19 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U20 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Lampiran 29. Hasil koefisien korelasi dari kombinasi gaya pada cookies keladi U1 sampai U 20
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 U14 U15 U16 U17 U18 U19
U1
U2 0.931
U3 0.933 0.977
U4 0.938 0.922 0.948
U5 0.899 0.936 0.933 0.897
U6 0.764 0.836 0.819 0.836 0.920
U7 0.918 0.846 0.879 0.918 0.901 0.850
U8 0.907 0.945 0.941 0.902 0.963 0.920 0.893
U9 0.921 0.916 0.900 0.909 0.937 0.884 0.922 0.918
U10 0.939 0.871 0.891 0.899 0.912 0.796 0.948 0.871 0.906
U11 0.969 0.928 0.930 0.829 0.932 0.794 0.908 0.906 0.948 0.939
U12 0.956 0.931 0.961 0.941 0.903 0.798 0.895 0.917 0.902 0.912 0.920
U13 0.959 0.879 0.909 0.940 0.902 0.798 0.856 0.928 0.909 0.970 0.940 0.929
U14 0.889 0.813 0.813 0.858 0.885 0.793 0.908 0.801 0.909 0.952 0.905 0.804 0.929
U15 0.976 0.917 0.905 0.955 0.913 0.810 0.938 0.913 0.918 0.933 0.949 0.982 0.953 0.885
U16 0.920 0.905 0.870 0.893 0.914 0.835 0.878 0.868 0.964 0.910 0.937 0.858 0.906 0.934 0.893
U17 0.909 0.975 0.907 0.930 0.942 0.894 0.903 0.957 0.919 0.871 0.905 0.943 0.885 0.800 0.928 0.886
U18 0.960 0.914 0.913 0.932 0.929 0.839 0.918 0.890 0.968 0.958 0.968 0.912 0.969 0.943 0.946 0.964 0.908
U19 0.977 0.913 0.936 0.946 0.937 0.835 0.944 0.914 0.938 0.945 0.958 0.967 0.953 0.893 0.967 0.916 0.923 0.957
U20 0.962 0.933 0.946 0.947 0.923 0.795 0.889 0.911 0.909 0.934 0.957 0.950 0.954 0.876 0.961 0.913 0.917 0.961 0.958
Lampiran 30. Hasil perhitungan point matched within +/- pada kombinasi Ui dan Uj
U2 U3 U4 U6 U7 U8 U9 U11 U12 U13 U16 U17 U18
U2
U3 28.91
U4 54.90 22.22
U6 12.87 34.35 24.23
U7 26.43 15.40 16.79 30.30
U8 51.00 26.13 55.01 26.57 21.1
U9 30.00 21.88 13.32 12.15 33.46 28.33
U11 59.00 18.43 49.97 17.82 18.91 57.12 23.01
U12 37.34 13.07 66.23 12.99 13.54 57.26 31.86 35.07
U13 18.79 14.21 26.32 18.51 29.03 19.18 13.22 14.19 52.88
U16 65.07 27.88 73.44 24.58 12.35 59.72 11.09 42.21 34.40 52.35
U17 53.88 13.17 52.35 12.61 20.92 47.10 17.15 52.56 38.69 51.09 53.41
U18 64.12 15.05 56.70 22.47 11.59 40.87 19.73 19.23 40.70 49.63 44.34 49.99
U19 19.98 39.42 22.81 27.04 19.03 22.25 17.29 19.11 15.13 16.37 21.13 23.44 14.38

Anda mungkin juga menyukai