SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM
F24051564
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM
F24051564
Dilahirkan pada tanggal 8 September 1987
di Blora
Menyetujui,
Bogor, 6 September 2009
Mengetahui,
RINGKASAN
Alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur dan berjuta terima kasih kepada
Alloh Subhanahu wa ta’alla atas rahmat, karunia, dan kemudahan yang telah
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat meyelesaikan penelitian dengan
judul “Identifikasi Penyebab dan Upaya Pengurangan Aftertaste Pahit pada
Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai
Cookies Keladi” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Tekonologi
Pertanian. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rosululloh
Muhammad Solallohu alaihi wassalam.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih pada
semua yang telah membantu, mendukung, dan membimbing penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai, terutama kepada :
1. Orang tua, Ibu, atas sayang, doa, nasehat, dan semangat yang tiada henti.
2. Dr. Ir. Dahrul Syah selaku Dosen Pembimbing I atas kesabaran dalam
membimbing, membantu, dan mendukung penulis selama 3 tahun
menempuh pendidikan di Departemen Ilmu dan Tekonologi Pangan IPB.
Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam limpahan RahmatNya.
3. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Selaku Dosen Pembimbing II atas saran,
bimbingan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama
penelitian. Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam limpahan
RahmatNya.
4. Dra. Waysima, MSc. atas nasehat dan kesediaan menjadi dosen penguji.
5. Seluruh Dosen dan staf Departemen Ilmu dan Tekonologi Pangan atas
ilmu-ilmu yang telah diajarkan.
6. Adik, Muhammad Habib Hawari, atas semua yang diberikan selama
menemani orang tua sampai saat ini. Mbah Yi, Lek To, Lek Yun, Lek Lis,
Lek Har, matur suwun doane.
7. Pak Warto dan Pak Ghofar atas bantuan dalam mendapatkan bahan baku
penelitian.
8. Sahabatku, Marina Noor Prathivi, Riyanti Ekafitri, RH. Fitri Faradilla,
Rika Novayanti, Dewi Kurniasih, dan Riska Rudiyanti, makasih banget
atas semua bantuan, dukungan, semangat, dan waktu kalian. Makasih
sudah mengertiku yang susah dimengerti ini. Semoga kita selalu dalam
limpahan kasih sayang-Nya. I will miss u full.
9. Joko Rurianto, sahabat, kakak, adik, makasih atas semua dukungan dan
semangatmu, serta contoh kesabarannya. Sahabat, Ragil Andika
Yuniawan, terima kasih atas ilmu, waktu, guyonan, dan kesebelan yang
kamu berikan. Makasih atas semuanya. ^^
10. Kakak tingkat sebimbingan, Mbak Anggita, Mbak Angel, Kak Gilang, dan
teman sebimbingan, Rizal Fahmi_dun, makasih atas bantuan, masukan,
dan pengalaman yang telah diberikan.
11. Temen-temen kos SQ, Siti Natasha, Puty Jubedah, Lina Dorami, Una
Jelita, Mumpita Aurelia, dan Cham2 Cempaka. Temen-temen kos Bisma,
Fatma, Faiz, Mega, Mala, Laras.
12. Sahabat di kampung halaman, Wulan, Esthi, Khalimi, Windi, Aan, Ocha,
Imam faruq, Mundi, Panda, Isni, Ninik. Miss u all.
13. Para Laboran Departemen ITP, Bu Rub, Pak Wahid, Pak Jun, Pak Iyas,
Pak Deni, Pak Gatot, Bu Antin, Bu Sri, Pak Nur, dan Pak Sob.
14. Teman-teman seperjuangan ITP’42, icha cendol, ike, fera, haris, om, basil,
papa aji, veni, shanty, bombay, muji, witong, uni, tiu, twi, tiwi, wahyu,
khrisia, galih jawa, galih pinky, kamlit, tata, irene, eping, uci, cha2, syam,
arya, susan, nina, dan semuanya yang nggak bisa disebut satu-satu,
makasih atas pengalaman dan kenangan hidup yang begitu berharga. We
are the best.
Penulis
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara agraris dengan tingkat pertumbuhan
penduduk yang tinggi. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, pada tahun
2008 jumlah penduduk Indonesia mencapai ±470 juta jiwa (BPS, 2008).
Bahan pangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat Indonesia masih didominasi oleh beras dan tepung terigu. Di lain
sisi, sampai tahun 2009 ini tepung terigu merupakan barang impor yang
mencapai 5.5 juta ton/tahun dan harganya selalu mengalami kenaikan dari
waktu ke waktu. Oleh karena itu, diperlukan diversifikasi pangan sumber
karbohidrat, yang merupakan bagian terbesar pangan yang dikonsumsi
masyarakat Indonesia, untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap
beras dan tepung terigu sehingga juga dapat meningkatkan ketahanan pangan
Indonesia.
Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan
diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi.
Di Indonesia ubi jalar merupakan salah satu tanaman pangan palawija sumber
karbohidrat yang penanamannya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan
hampir seluruh produksi ubi jalar nasional digunakan sebagai bahan makanan
(Deptan, 2006).
Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1993) dan
Suismono (1995), dari 100 gram ubi jalar dapat dihasilkan 123-360 kalori dan
protein sebanyak 1.1-1.8%. Ubi jalar memiliki kandungan nutrisi yang baik,
umur relatif pendek, tingkat produksi tinggi, dan beberapa potensi lain.
Dalam bentuk tepung, tepung ubi jalar diketahui memiliki kadar karbohidrat
dan kalori yang setara dengan tepung terigu (Antarlina, 1998).
Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras
maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan memiliki tingkat
produktivitas rata-rata mencapai 12 ton/Ha, lebih besar daripada produktivitas
gabah (±4.5 ton/Ha) atau ubi kayu (±8 ton/Ha) yang masa panennya lebih
lama dibandingkan dengan masa panen ubi jalar. Menurut catatan Badan
Pusat dan Statistik (BPS) tahun 2008, produksi ubi jalar dari tahun ke tahun
tidak mengalami kenaikan yang signifikan dan jumlah produksinya jauh di
bawah tanaman umbi-umbian lain seperti ubi kayu, tetapi cenderung naik
setiap tahun. Ubi jalar mempunyai prospek yang baik bila dikelola dengan
pola agribisnis dan agroindustri yang baik. Data perkembangan produksi ubi
jalar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data tingkat produksi ubi jalar di Indonesia dari tahun 2004 hingga
tahun 2008
Tahu Tingkat produksi
n (ton)
2004 1.889.222
2005 1.991.478
2006 1.973.642
2007 1.995.070
2008 1.997.551
Sumber : BPS (2008)
B. TUJUAN
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengurangi aftertaste pahit
pada cookies ubi jalar tanpa mengubah karakteristik teksturnya. Secara
umum tujuan ini dapat dirinci menjadi 3 tujuan khusus berikut :
1. mengidentifikasi penyebab aftertaste pahit dan memberi solusi untuk
meminimumkan aftertaste pada cookies ubi jalar.
2. mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan
sebagai bahan baku cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit minimum.
3. mempelajari pengaruh penambahan flavor coklat untuk mengurangi atau
menyamarkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. COOKIES KELADI
Cookies keladi atau yam cookies merupakan cookies yang berasal
dari Malaysia yang dibuat menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku
utama. Nama keladi diperoleh karena penggunaan umbi keladi sebagai salah
satu indgredien dalam pembuatan cookies tersebut. Pada cookies keladi, umbi
keladi yang digunakan sebagai ingredien ditambahkan pada adonan cookies
tidak dalam bentuk tepung tetapi dalam bentuk konsetrat umbi keladi atau
serbuk umbi keladi. Penambahan umbi keladi dalam bentuk tersebut akan
mempengaruhi karakteristik aroma dan tekstur cookies keladi yang
dihasilkan. Beberapa cookies keladi produksi Malaysia dapat dilihat pada
Gambar 1.
(a) (b)
Gambar 1. Cookies keladi : (a) produksi Teck Seong Food Industries,
(b) produksi Ever Delicious Food Industries.
B. UBI JALAR
1. Botani Ubi Jalar
Ubi jalar (sweet potato) atau ketela rambat diduga berasal dari Benua
Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal
tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian
tengah. Dalam bahasa latin ubi jalar disebut Ipomoea batatas. Tanaman ini
masuk dalam ordo Solanaceae dengan famili Convolvulaceae. Dalam famili
ini, hanya ubi jalar yang merupakan tanaman penghasil pati, memiliki umbi
yang manis, dan ditanam dengan area panen sangat luas (Woolfe,1992).
Gambar umbi ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 2.
(a) (b)
Gambar 2. Ubi jalar : (a) varietas Cilembu, (b) varietas Emen
Tabel 2. Kandungan gizi utama umbi-umbian dan padi (per 100 gram)
Berdasarkan berat kering (%) Energi
Tanaman
Karbohidrat Protein Lemak Serat (kj)
Ubi Jalar 85,5 5,0 1,0 3,3 479
Ubi Kayu 92,5 1,8 0,5 2,5 643
Talas 83,8 6,6 - 1,7 475
Padi 88,6 8,0 0,9 0,2 1.478
Sumber: Widodo et al. (1996)
Tabel 3. Komponen gizi ubi jalar per 100 gram bahan segar
Kandungan gizi Ubi jalar Ubi jalar Ubi jalar
meraha putiha kuningb
Kalori (kal) 123 123 360
Karbohidrat (g) 27,9 27,9 32,3
Protein (g) 1,8 1,8 1,1
Lemak (g) 0,7 0,7 0,4
Air (g) 68,5 68,5 68,5
Serat kasar (g) 0,9 1,2 1,4
Abu (g) 0,4 1,2 0,3
Kadar gula (g) 0,4 0,4 0,3
% Bagian yang dapat dimakan 86,0 86,0 -
Sumber : a Direktorat Gizi Depkes RI (1993)
b
Suismono (1995)
Tabel 4. Komposisi kimia tepung ubi jalar dua varietas dengan dua cara
pengeringan
Komposisi kimia Ubi jalar SQ-27 Ubi jalar Ceret
(% berat basah) drum drier oven drum drier oven
Air 3,95 6,31 5,06 8,91
Abu 2,65 1,70 2,80 2,33
Protein 4,75 3,63 4,55 3,76
Lemak 4,44 1,01 5,32 1,26
Serat 1,91 4,99 2,13 5,90
Karbohidrat (by 82,30 82,36 80,14 77,84
different)
Sumber : Koswara et al. (2003)
Tabel 5. Kandungan gizi tepung ubi jalar, tepung terigu, dan tepung jagung
Kandungan gizi Tepung ubi Tepung Tepung
jalara terigua jagungb
Air (%) 7,00 7,00 -
Protein (%) 5,12 13.13 16,04
Lemak (%) 0,58 1,29 4,28
Abu (%) 3,22 0.54 1,32
Karbohidrat (%) 85,26 85,04 74,27
Serat (%) 1,95 0,62 -
Kalori (kal/100g) 366,89 375,79 -
Keterangan : - tidak tercantum data tentang kandungan gizi yang bersangkutan
Sumber : a Antarlina (1998)
b
Antarlina (1994)
C. RASA PAHIT
1. Penyakit pada Ubi Jalar
Penyakit pada ubi jalar dapat disebabkan karena serangan serangga,
fungi/cendawan, virus, nematoda, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh.
Penyakit-penyakit tersebut dapat terjadi pada tanaman ubi jalar sehingga
menyebabkan umbi menjadi pahit dan berbau busuk, layu, mengalami
kebusukan/kerusakan tanaman dan umbi, pengkerdilan tanaman, serta
ketidaknormalan lainya. Umbi yang terserang penyakit juga dapat
mengkontaminasi umbi yang sehat pada saat penyimpanan sehingga
menyebabkan pengkisutan atau pengeriputan kulit serta pecahnya jaringan
internal umbi (Elmer, 1987).
Kumbang Cylas formicarius F. merupakan hama utama pada ubi
jalar di dunia, baik di daerah tropika maupun subtropika. Hama Cylas
foemicarius F. ini dikenal juga dengan sebutan hama lanas. Hama lanas
terdapat pada hampir seluruh pertanaman ubi jalar di Amerika, Afrika, Asia
Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, dan kepulauan Pasifik. Di Indonesia,
hama ini terdapat di semua daerah penghasil ubi jalar (Supriyatin, 2001).
Hama ini dapat merusak umbi di lapangan dan pada saat penyimpanan.
Menurut Supriyatin (2001), pada musim kemarau, kehilangan hasil akibat
serangan hama lanas berkisar antara 10% hingga 80%. Kerusakan yang
ditimbulkan ditandai oleh adanya lubang-lubang kecil pada umbi dan
mengeluarkan bau busuk yang khas.
Larva Cylas formicarius merusak umbi dengan menggerek,
membuat lorong-lorong dan sisa gerekan ditumpuk di sekitar lubang
gerekan dalam umbi. Bagian umbi yang rusak karena serangan hama lanas
sering disebut sebagai bagian yang boleng. Ubi jalar yang terserang hama
lanas dapat dilihat pada Gambar 3.
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan kelompok senyawa yang mengandung atom
nitrogen basa dan dapat diekstrak menggunakan asam encer (Fessenden
dan Fessenden, 1995). Alkaloid mengandung C, H, N, dan pada
umumnya mengandung atom O. Menurut Hart (1990), alkaloid
merupakan senyawa nitrogen heterosiklik atau secara umum
mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa
dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid
berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai
kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan.
Sebagian besar alkaloid bersifat larut air. Alkaloid banyak ditemukan
pada akar, biji, kayu, serta daun pada tumbuhan dan umbi-umbian.
Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari
serangan hama dan pengatur kerja hormon.
Alkaloid dapat diproduksi oleh berbagai jenis organisme
termasuk bakteri, fungi, tumbuhan, dan hewan sebagai produk alami
(metabolit sekunder) organisme tersebut dan sebagai cadangan bagi
biosintesis protein. Menurut Dewanti dan Nuraida (2007), metabolit
sekunder merupakan hasil metabolisme makhluk hidup yang dikeluarkan
dan pada umumnya dihasilkan untuk mempertahankan hidup. Metabolit
sekunder ini dapat berupa flavor, antibiotik, dan toksin. Karena alkaloid
merupakan metabolit sekunder, banyak alkaloid yang dihasilkan
organisme bersifat toksik bagi organisme lain.
Beberapa alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Steroid alkaloid
(yang termasuk dalam terpenoid) seperti solanin dan tomatin pada
kentang dan tomat juga merupakan alkaloid. Solanin terbukti secara
ilmiah memberikan rasa pahit pada kentang.
b. Komponen Fenolik
Komponen fenolik telah terbukti menghasilkan rasa pahit pada
serealia dan sayur-sayuran. Kebanyakan senyawa fenolik merupakan
ester yang terbentuk dari quinic acid dan caffeic acid. Menurut Gibe
(2005), ubi jalar mengandung ester fenolik yang berfungsi sebagai
antioksidan seperti asam klorogenat, asam isoklorogenat dan asam
kaffeat. Komponen fenolik pada ubi jalar ini berfungsi untuk melawan
kehadiran free radical dan senyawa toksik. Kandungan komponen
fenolik dalam ubi jalar disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan komponen fenolik ubi jalar (mg/100g berat basah)
Bagian Asam Asam Asam Total
klorogenat isoklorogenat kaffeat
Umbi 11,2 7,1 0,3 18,6
Kulit 30,6 25,5 0,0 56,1
Daun 56,0 35,5 1,5 93,0
Sumber : Gibe (2005)
c. Phytoalexin
Phytoalexin adalah senyawa antimikroba dengan berat molekul
yang kecil yang yang terakumulasi dalam tanaman sebagai akibat dari
infeksi atau cekaman (Kuc 1995). Lebih dari 350 phytoalexin telah
dikarakterisasi secara kimia dari sekitar 30 famili tanaman. Phytoalexin
phenylpropanoid terdistribusi diantara famili Leguminosae, Solanaceae,
Convolvulaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Phytoalexin isoflavonoid
umum terdapat pada Leguminosae, sedangkan phytoalexin
sesquiterpenoid umum terdapat pada Solanaceae dan Convolvulaceae.
Phytoalexin terakumulasi pada situs infeksi dan menghambat
pertumbuhan dan bakteri in vitro, sehingga phytoalexin menjadi senyawa
pertahanan tanaman untuk melawan penyakit. Phytoalexin tidak selalu
bersifat antimikroba, meskipun terakumulasi pada saat infeksi hingga
level yang cukup untuk menghambat perkembangan beberapa fungi dan
bakteri (Kuc, 1995). Beberapa senyawa dalam kelompok alkaloid seperti
terpenoid dan glikosteroid termasuk dalam phytoalexins (Suwarno, 2008)
d. Terpenoid
Terpenoid atau isoterpenoid atau isoprenoid merupakan
hidrokarbon yang dihasilkan dari kombinasi beberapa unit isoprene
(Anonim, 2009). Struktur kimia isoprena dapat dilihat pada Gambar 4.
D. COOKIES
Cookies termasuk jenis biskuit, yang biasanya mengandung kadar
lemak dan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis biskuit lainnya,
seperti biskuit keras, crakers, dan wafer. Cookies memiliki kadar air yang
rendah (kurang dari 5%) sehingga teksturnya renyah, bila dikemas akan
terlindung dari kelembaban, dan memiliki umur simpan yang lama (Brown,
2000).
Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak
dengan sifat yang lebih renyah karena teksturnya yang kurang padat. Menurut
SNI (1992), cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,
berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan, dan penampang
potongannnya bertekstur padat. Cookies berbahan dasar non terigu termasuk
dalam golongan short dough (Manley, 2001). Syarat mutu cookies sampai
saat ini mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu biskuit menurut
Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2973-1992) dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2971-1992
Kriteria Syarat
Energi (kkal/100g) Minimum 400
Air (%) Maksimum 5
Protein (%) Minimum 9
Lemak (%) Minimum 9,5
Karbohidrat (%) Minimum 70
Abu (%) Maksimum 1,5
Serat kasar (%) Maksimum 0,5
Logam berbahaya Negatif
Bau dan rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
Sumber : BSN (1992)
a. Tepung
Tepung merupakan komposisi dasar pada produk bakery. Dalam
adonan, tepung berfungsi sebagai pembentuk tekstur, pengikat bahan-bahan
lain dan mendistribusikanya secara merata, serta berperan dalam membentuk
cita rasa (Matz dan Matz, 1978). Umumnya, cookies dibuat dari tepung
terigu. Tepung terigu yang biasanya digunakan untuk membuat cookies
adalah tepung terigu lunak, dengan kadar protein rendah (7-9%). Tepung
terigu lunak digunakan karena cenderung membentuk adonan yang lebih
lembut dan lengket. Adonan cookies memang tidak diinginkan terlalu
mengembang selama pemanggangan. Oleh karena itu, pada produk cookies,
tepung lain yang tidak mengandung gluten berpotensi sangat besar untuk
menggantikan tepung terigu (Manley, 1998).
b. Gula
Gula ditambahkan dengan tujuan memberi rasa manis. Gula dalam
bentuk sukrosa berfungsi lain sebagai pembentuk tekstur (pelembut), pemberi
warna, dan pengontrol penyebaran cookies. Karena gula dapat menurunkan
Aw bahan pangan, maka gula juga berfungsi sebagai pengawet. Dalam
pembuatan produk cookies, gula yang biasa digunakan adalah gula halus.
Penggunaan gula pasir dapat membuat tekstur cookies yang dihasilkan
menjadi lebih kasar karena rekristalisasi butiran gula yang ukurannya lebih
besar, sedangkan gula halus akan menghasilkan tekstur cookies yang lebih
halus (Matz dan Matz, 1978). Jumlah gula yang ditambahkan akan
mempengaruhi tekstur dan penampakan cookies. Menurut Matz dan Matz
(1978), semakin tinggi jumlah gula yang ditambahkan dalam adonan maka
semakin keras pula produk yang dihasilkan.
c. Lemak
Menurut Matz dan Matz (1978), lemak berfungsi untuk memberikan
efek shortening dengan memperbaiki struktur fisik cookies seperti volume
pengembangan, tekstur, kelembutan, dan memberi flavor karamel. Jenis
lemak yang digunakan akan mempengaruhi penyebaran dan penampakan
cookies. Menurut Almond (1992), penggunaan margarin akan menghasilkan
cookies dengan volume pengembangan yang lebih besar dan rasa yang lebih
lembut dan halus dibandingkan dengan butter yang menghasilkan akan
cookies dengan butiran-butiran yang lebih kasar serta volume cookies lebih
rendah.
d. Telur
Telur mempengaruhi tektur cookies karena memiliki sifat pengemulsi,
pengaerasi, pelembut, dan pengikat. Telur juga berfungsi meningkatkan nilai
gizi produk. Telur dapat mempengaruhi warna, rasa, dan melembutkan
tekstur cookies dengan daya emulsi yang terdapat pada kuning telur.
Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur.
Dalam pembuatan cookies, penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan
menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas cita rasa yang sangat
baik. Tetapi tekstur cookies tidak sebaik jika ditambahkan telur secara
keseluruhan. Oleh karena itu, agar adonan lebih kompak sebaiknya
ditambahkan putih telur secukupnya (Matz dan Matz, 1978).
e. Garam
Garam digunakan untuk membentuk efek rasa dan peningkat rasa.
Menurut Matz dan Matz (1978), penggunaan garam dalam sebagian besar
formula cookies paling banyak sebesar 1%.
f. Susu skim
Selain meningkatkan nilai gizi, susu berfungsi untuk memperbaiki
tekstur, memberi aroma, dan memperbaiki warna permukaan. Laktosa dalam
susu merupakan gula pereduksi yang dapat bereaksi dengan protein melalui
reaksi Maillard dan proses pemanasan, memberikan warna coklat yang
menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang.
g. Bahan pengembang
Menurut Codex Alimentarius Commission (2001) dikutip oleh Branen
et al. (2002), bahan pengembang merupakan senyawa kimia atau kombinasi
senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan sehingga
dapat meningkatkan volume adonan. Bahan pengembang berfungsi untuk
mengembangkan dan memperbaiki tekstur cookies. Bahan pengembang yang
biasa digunakan untuk membuat cookies adalah baking powder dan
ammonium bikarbonat. Menurut Matz dan Matz (1978), baking powder
bersifat cepat larut dalam suhu kamar dan tahan selama pengolahan.
Ammonium bikarbonat larut dalam air dan dapat terdekomposisi pada suhu
104oC (Stauffer, 2000). Ammonium bikarbonat biasa digunakan untuk
produk dengan kadar air kurang dari 5% seperti cookies dan crakers.
2. Proses Pembuatan Cookies
Proses pembuatan cookies meliputi tahap pembuatan adonan,
pencetakan, dan pemanggangan (Matz, 1992). Metode yang digunakan untuk
pencampuran adonan adalah metode krim. Pada metode ini bahan baku
dicampur secara bertahap. Pertama, pencampuran lemak dan gula, kemudian
ditambah pewarna dan flavor, lalu susu dan bahan kimia aerasi berikut garam.
Penambahan tepung dilakukan di paling akhir. Metode krim baik digunakan
dalam pembuatan cookies karena menghasilkan adonan yang bersifat
membatasi pengembangan gluten yang berlebihan seperti pada pembuatan
roti (Matz, 1992).
Pada tahap pencetakan, adonan cookies diratakan dengan ketebalan
tertentu kemudian dicetak. Adonan yang sudah dicetak ditata dalam loyang
yang telah diolesi lemak lalu dipanggang dalam oven. Matz dan Matz (1978)
menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan,
suhu pemanggangan dapat dibuat semakin tinggi (177-204oC). Suhu dan lama
pemanggangan akan mempengaruhi kadar air cookies.
Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas,
karena bagian luar cookies akan cepat matang sehingga menghambat
pemanggangan dan mengakibatkan permukaan cookies menjadi retak
(Manley,1998). Cookies hasil pemanggangan harus segera didinginkan untuk
menurunkan suhu dan mencegah terjadinya pengerasan akibat memadatnya
gula dan lemak. Waktu mendinginkan biasanya 2-3 kali lebih lama daripada
waktu pemanggangan (Manley, 1998).
E. FLAVOR
Flavor adalah gabungan persepsi yang diterima oleh indera manusia
yaitu bau, rasa, penampakan, sentuhan, dan bunyi pada saat mengkonsumsi
makanan. Tiga sensasi yang ditimbulkan flavor pada indera kita adalah rasa,
bau, dan tekstur (Lindsay di dalam Winarno, 2002).
Istilah flavoring digunakan untuk membedakan pengertian sifat
intrinsik produk yang berkaitan dengan flavor dengan bahan-bahan yang
ditambah dari luar untuk mengubah atau menghasilkan profil flavor tertentu
dari produk. Flavoring adalah senyawa kimia tunggal atau campuran, alami
atau sintetis, yang digunakan untuk memberikan sebagian atau keseluruhan
sensasi flavor tertentu pada makanan dan produk lain yang masuk ke dalam
mulut. Tujuan flavoring (Winarno, 2002) diantaranya adalah meningkatkan
daya tarik pangan, menstandarisasi flavor produk akhir, dan menguatkan
flavor awal yang lemah. Selain itu juga menggantikan flavor yang hilang
selama pengolahan, menutupi karakter-karakter yang tidak menyenangkan,
dan karena alasan ekonomi.
Menurut Burdock (1991), klasifikasi flavor berdasarkan legal status
adalah flavor natural (alami), flavor natural identikal, dan flavor artifisial.
Flavor dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu savory flavour, sweet flavour,
dan tobacco flavour. Savory flavour banyak digunakan pada industri mie
instan, sedangkan sweet flavour biasa digunakan untuk produk-produk
industri minuman (sirup dan sari buah), confectionary, dan produk bakery.
Untuk produk bakery seperti biskuit, cookies, dan crakers, jenis sweet flavour
yang sering dipakai adalah almond, butter, chocolate, vanila, karamel, dan
coconut (Winarno, 2002).
Menurut Manley (1998), biskuit dan produk bakery dapat ditambah
flavor dengan tiga metode yaitu : (1) ditambah flavor dalam adonan sebelum
dipanggang; (2) ditaburkan atau disemprotkan setelah dipanggang; (3) flavor
yang tidak ikut dipanggang seperti pelapisan krim, jam, icing, dan mallow.
Karena biskuit dan produk bakery diolah dengan pemanggangan dimana
penggunaan panasnya dapat mencapai 250oC, maka flavor yang dipilih harus
tahan panas, tidak rusak pada suhu 100oC sampai 300oC.
2. TAHAPAN PENELITIAN
Dari penelitian terkait yang telah dilakukan oleh Rianti (2008),
ditemukan permasalahan pada citarasa produk yaitu adanya aftertaste pahit
pada cookies ubi jalar. Aftertaste pahit pada produk akhir kemungkinan
berasal dari tepung ubi jalar yang digunakan.
Tepung ubi jalar yang digunakan pada penelitian Rianti (2008)
diperoleh dari hasil penepungan sawut ubi jalar yang dihasilkan oleh
Koperasi Unit Desa (KUD) Sugimukti, Cibungbulang. Ubi jalar yang
digunakan dalam penelitian merupakan ubi jalar putih varietas Emen. Ubi
jalar varietas Emen merupakan ubi jalar paling baik setelah ubi jalar varietas
Sukuh untuk diolah menjadi tepung ubi jalar.
Sebelum dijadikan sawut, ubi jalar mengalami penyortiran secara
manual. Sawut ubi jalar Cibungbulang dibuat dengan tidak membuang bagian
ubi yang rusak dan terserang penyakit jika bagian ubi yang rusak dan
berpenyakit dirasa masih sedikit. Jika mayoritas bagian ubi jalar telah rusak
dan berpenyakit, ubi tersebut dibuang dan tidak dijadikan bahan baku sawut.
Selain itu, sawut ubi jalar Cibungbulang juga diolah tanpa melakukan
pengupasan kulit. Berawal dari hal tersebut, dibuat beberapa hipotesis yang
kemudian ingin dibuktikan pada penelitian pendahuluan dan penelitian
lanjutan. Hipotesis tersebut yaitu :
Hipotesis 1 : aftertaste pahit pada cookies disebabkan karena tepung ubi jalar
dibuat dari ubi jalar yang terserang hama lanas
Hipotesis 2 : aftertaste pahit pada cookies disebabkan karena tepung ubi
jalar dibuat dari ubi jalar yang tidak mengalami pengupasan
kulit umbi
Hipotesis 3 : semakin tinggi tingkat serangan lanas, maka aftertaste pahit
pada cookies ubi jalar juga semakin kuat
1. PENELITIAN PENDAHULUAN
a. Analisis Fisikokimia Tepung Ubi Jalar
Pada tahap pendahuluan dilakukan 4 macam perlakuan terhadap
ubi jalar yang akan dibuat sawut ubi jalar. Keempat jenis perlakukan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
ubi jalar
dicuci
disawut
ditiriskan
Sawut kering
diayak 80 mesh
tepung ubi
jalar
Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar
Margarin (80 g)
gula halus (45 g)
Kacang (30 g)
dicampur dengan mixer
kecepatan tinggi, 2 menit
Air (30 g)
Tepung ubi vanili (0,7 g)
jalar (100 g) garam (0,2 g)
dicampur dengan mixer NaHCO3 (0,5 g)
kecepatan rendah, 8 menit
dicetak
2. PENELITIAN UTAMA
Tabel 10. Kemungkinan jenis perlakuan dalam pembuatan tepung ubi jalar
pada panelitian lanjutan
Perlakuan dalam pembuatan tepung ubi jalar
Hipotesis pembuangan bagian ubi
yang diterima yang boleng Pengupasan kulit
1 √ X
2 X √
1 dan 2 √ √
Keterangan :
a = berat cawan dan sampel akhir(g)
b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)
Keterangan :
a = berat labu dan sampel akhir (g)
b = berat labu kosong (g)
c = berat sampel awal (g)
d. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC, 1995)
Sejumlah kecil sampel 1-2 gram ditimbang dan dimasukkan ke
dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1,9 gram K2SO4, 40 mg HgO,
dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan
menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara
perlahan-lahan. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6
kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi dan
ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3.
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan
H3BO3 dan dua tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam
alkohol dan 1 bagian biru metil 0,2% dalam alkohol). Ujung tabung
kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Isi erlenmeyer diencerkan
sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai
terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan
dengan menggunakan metode yang sama seperti pada penetapan sampel.
Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus :
(ml HCL sampel- ml HCL blanko) x N HCL x 14.007 x 100
Kadar N (%) =
mg sampel
2. Analisis Fisik
a. Derajat Putih Tepung, Whitenessmeter
Pengukuran derajat putih tepung dilakukan dengan menggunakan
alat whitenessmeter. Sampel dimasukkan ke dalam alat pada tempat yang
disediakan. Nilai derajat putih dapat dilihat pada monitor dan derajat putih
sampel akan semakin tinggi dengan semakin besarnya nilai yang tercantum
pada monitor.
derajat putih sampel
Derajat putih (%) = x 100%
110
c. Analisis Aw Cookies
Pengukuran Aw cookies dilakukan dengan menggunakan alat Aw
meter. Sampel dimasukkan ke dalam alat pada tempat yang disediakan.
Nilai Aw dapat dilihat langsung pada monitor setelah pengukuran selesai
yang ditandai dengan munculnya tulisan “complete” pada monitor.
d. Rendemen Cookies
Perhitungan rendemen tepung dilakukan dengan membandingkan
bobot akhir sampel setelah diproses dengan bobot awal sampel sebelum
diproses.
Berat cookies
Rendemen produk = x 100%
Berat adonan
1. PENELITIAN PENDAHULUAN
A. Analisis Fisikokimia Tepung Ubi Jalar
Tepung ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan
menggunakan metode penepungan kering. Pada metode penepungan kering,
ubi jalar diolah menjadi sawut ubi jalar kering terlebih dulu sebelum digiling
menjadi tepung ubi jalar.
Proses pembuatan tepung ubi jalar dimulai dengan mencuci ubi jalar
sampai tanah yang menempel pada permukaan luar ubi jalar hilang. Terhadap
ubi jalar ini kemudian dilakukan 4 macam perlakuan seperti yang tertera pada
Tabel 10. Ubi jalar kemudian disawut dengan alat penyawut, lalu direndam
dalam larutan Na-metabisulfit 0,3% selama 15 menit untuk mencegah reaksi
Browning Enzimatis yang dapat mengakibatkan warna tepung ubi jalar
menjadi lebih gelap. Setelah ditiriskan, sawut ubi jalar dijemur dalam Rumah
Kaca selama 2 jam sebelum siap dikeringkan dalam oven pengering. Proses
ini bertujuan untuk menurukan kadar air sawut. Pengeringan langsung
menggunakan oven pengering tanpa disertai pengeringan pendahuluan untuk
menurunkan kadar air akan menghasilkan sawut ubi jalar dengan warna yang
lebih gelap, karena adanya efek pemasakan yang mirip dengan proses
pengukusan. Sawut ubi jalar dikeringkan dalam oven pengering pada suhu
70oC selama 3 jam untuk menghasilkan sawut ubi jalar kering dengan kadar
air tertentu. Gambar sawut ubi jalar kering dapat dilihat pada Gambar 7.
Tepung 1 Tepung 2
Tepung 3 Tepung 4
Keterangan :
Tepung 1 : tanpa pembuangan kulit dan bagian ubi yang boleng
Tepung 2 : tanpa pembuangan kulit, dengan pembuangan bagian ubi yang
boleng
Tepung 3 : dengan pembuangan kulit dan bagian ubi yang boleng
Tepung 4 : dengan pembuangan kulit dan tanpa pembuangan bagian ubi yang
boleng
1. Analisis Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar
Analisis komposisi kimia tepung ubi jalar meliputi analisis kadar
air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Hasil
analisis kimia tepung ubi jalar disajikan pada Tabel 12.
Gambar 9. Whitenessmeter
Parameter warna
Jenis tepung
L a b
Tepung 1 (tanpa pembuangan kulit dan boleng) 93.96 -0.0018 0.6443
Tepung 2 (tanpa pembuangan kulit, dengan 95.24 -0.0022 0.4658
pembuangan boleng)
Tepung 3 (dengan pembuangan kulit dan 96.85 -0.0027 0.4373
boleng)
Tepung 4 (dengan pembuangan kulit, tanpa 95.72 -0.0044 0.7067
pembuangan boleng)
Cookies 1 Cookies 2
Cookies 3 Cookies 4
Keterangan :
Cookies 1 : dari tepung ubi jalar 1 (tanpa pembuangan kulit dan boleng)
Cookies 2 : dari tepung ubi jalar 2 (tanpa pembuangan kulit, dengan
pembuangan boleng)
Cookies 3 : dari tepung ubi jalar 3 (dengan pembuangan kulit dan boleng)
Cookies 4 : cookies dari tepung ubi jalar 4 (dengan pembuangan kulit,
tanpa pembuangan boleng
C. Pemisahan Ubi Jalar Kedalam Kelas Mutu Tertentu
Tabel 14. Kelas ubi jalar berdasarkan % bagian ubi yang rusak karena
serangan ham lanas
Kelas A B C D E
% bagian yang 0 0≤x<10 10≤x<20 20≤x<30 ≥30
rusak (x)
Status Diterima Reject
10<x≤20%
20<x≤30%
x>30%
Gambar 12. Ubi jalar yang yang terserang hama lanas berdasarkan persentase
bagian ubi yang rusak
2. PENELITIAN UTAMA
Untuk mengurangi aftertaste pahit yang ada pada cookies ubi jalar,
maka diperlukan informasi terlebih dahulu mengenai penyebab munculnya
aftertaste pahit tersebut. Penelitian utama dilakukan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi penyebab aftertaste pahit pada cookies ubi jalar.
mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai
bahan baku dalam pembuatan tepung dan cookies ubi jalar, melihat pengaruh
flavor coklat (cocoa powder) untuk mengurangi atau menyamarkan aftertaste
pahit pada cookies ubi jalar, serta melihat profil tekstur cookies ubi jalar
setelah mengalami perlakuan pengurangan aftertaste pahit dan
membandingkannya dengan profil tekstur cookies keladi yang dijadikan
sebagai standar.
Untuk menjawab tujuan tersebut, dilakukan beberapa uji sensori
(organoleptik). Uji sensori secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu uji
pembedaan (discrimination test), uji deskriptif (descriptive test), dan uji
afektif atau hedonik (affectitive test) (Meilgaard, et.al., 1999). Uji pembedaan
digunakan untuk menentukan perbedaan yang nyata diantara sampel. Uji
deskriptif digunakan untuk menentukan intensitas perbedaan diantara sampel,
sedangkan uji afektif digunakan untuk mengukur sikap subjektif panelis
terhada suatu produk berdasarkan alat sensorinya.
15
tingkat kesukaan terhadap
11.73(c)
12
9 7.94(b)
cookies
4.92(a) 5.4(a)
6
0
cookies cookies cookies cookies
1 2 3 4
rata-rata
5.84(b)
6
3 1.28(a)
0
x=0% 0<x≤10% 10<x≤20% 20<x≤30%
presentase bagian ubi yang boleng
Gambar 14. Skor rata-rata tingkat intensitas aftertaste pahit cookies ubi
jalar (selang 10%)
15
10.74(c)
intensitas aftertaste pahit
12
9 6.65(b)
rata-rata
6
2.68 (a)
3 1.61(a)
0
x=0% 0<x≤5% 5<x≤10% 10<x≤15%
presentase bagian ubi yang boleng (x)
Gambar 15. Skor rata-rata tingkat intensitas aftertaste pahit cookies ubi
jalar (selang 5%)
Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa skor rata-rata intensitas
aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dengan persentase bagian boleng
selang 5% berkisar antara 1.61-10.74, dengan kategori sangat tidak kuat
sampai kuat. Dari Gambar 15 dapat diperlihatkan juga bahwa penggunaan
ubi jalar yang memiliki jumlah bagian boleng yang semakin besar sebagai
bahwa baku tepung dan cookies ubi jalar, akan menghasilkan cookies ubi
jalar dengan intensitas aftertaste pahit yang semakin kuat.
Berdasarkan tabulasi data dan pengolahan hasil uji rating atribut
menggunakan analisis ragam, diperoleh informasi bahwa cookies A (dari
tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng x=0%) dan cookies F
(dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 0<x≤5%)
memiliki intensitas aftertaste pahit yang tidak berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5% (α=0.05). Namun, cookies A dan cookies F memiliki
intensitas aftertaste pahit yang berbeda nyata dengan cookies G dan
cookies H pada taraf signifikansi 5%.
Hal ini berarti aftertaste pahit tepung ubi jalar dengan persentase
bagian boleng 5<x≤10% dan 10<x≤15% berbeda nyata dengan tepung ubi
jalar dengan persentase bagian boleng x=0% dan 0<x≤5%. Dengan
demikian, diperoleh hasil bahwa tepung ubi jalar dengan persentase
bagian boleng lebih besar dari 5% memiliki aftertaste pahit yang dapat
dijadikan sebagai bahan baku cookies ubi jalar. Karena itu, kelas ubi jalar
optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku tepung ubi jalar
adalah ubi jalar dengan persentase bagian boleng (x) sebesar 0<x≤5%.
Gambar ubi jalar dengan persentase bagian boleng 0<x≤5% dapat dilihat
pada Gambar 16.
Gambar 16. Ubi jalar yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies
ubi jalar (persentase boleng 0<x≤5%)
0
cookies cookies cookies cookies cookies cookies
A F F1 F2 F3 F4
Gambar 17. Skor rata-rata tingkat kesukaan cookies ubi jalar (persentase
boleng 0<x≤5%, dengan penambahan flavor coklat)
15
12
tingkat kesukaan
0
cookies cookies cookies cookies cookies
G G1 G2 G3 G4
Gambar 18. Skor rata-rata tingkat kesukaan cookies ubi jalar (persentase
boleng 5<x≤10%, dengan penambahan flavor coklat)
Melalui Gambar 17 terlihat bahwa cookies A (dari tepung ubi
dengan boleng 0%, tanpa flavor coklat), cookies F1 (dari tepung ubi
dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 1%), dan cookies F2 (dari tepung
ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 2%) memiliki skor kesukaan
rata-rata yang berbeda nyata dengan cookies F (dari tepung ubi dengan
boleng 0<x≤5%, tanpa flavor coklat), cookies F3 (dari tepung ubi dengan
boleng 0<x≤5%, flavor coklat 3%), dan cookies F4 (dari tepung ubi
dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 4%). Apabila data pada Gambar 17
dihubungkan dengan data pada uji ranking sederhana sebelumnya, akan
diperoleh informasi bahwa tingkat aftertaste pahit berbanding lurus
dengan tingkat kesukaan rata-rata terhadap cookies ubi jalar. Namun,
dari Gambar 18 dapat diperoleh informasi bahwa penambahan flavor
coklat sebayak 1%, 2%, 3%, dan 4% tidak dapat meningkatkan skor
kesukaan terhadap cookies ubi jalar yang terbuat dari tepung ubi jalar
dengan persentase bagian boleng (x) sebesar 5<x≤10%.
Dari hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar ini dapat
digambarkan hubungan linier antara persentase bagian ubi jalar yang
boleng dengan tingkat kesukaan terhadap cookies ubi jalar. Hubungan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 19.
15
tingkat kesukaan
12
y = -0.849x + 12.73
9
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Gambar 19. Hubungan antara tingkat kesukaan cookies ubi jalar dengan
persentase bagian ubi jalar yang boleng
Jika tingkat kesukaan yang minimal ingin dicapai ditetapkan
pada angka 7 (dengan kategori kesukaan “netral”), akan didapatkan
persentase bagian ubi jalar boleng yang optimum namun dengan tingkat
kesukaan netral yaitu sebesar 6.75%.
a. Atribut Warna
Hasil uji rating hedonik terhadap atribut warna cookies ubi
jalar dapat dilihat pada Gambar 20.
15
skor kesukaan rata-rata terhadap
11.27(a)
12 9.92(b)
9.09(b)
atribut warna
9
6.15(c)
5.58(c)
6
0
0% 1% 2% 3% 4%
Konsentrasi flavor coklat
b. Atribut Aroma
Uji rating hedonik terhadap atribut aroma pada cookies ubi
jalar disajikan dengan lebih praktis melalui Gambar 21. Berdasarkan
Gambar 21 dapat diperoleh informasi bahwa cookies A2 (flavor coklat
2%) memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggi yakni sebesar 9.06
dengan tingkat kategori kesukaan “ agak suka”, kemudian disusul oleh
cookies A (tanpa flavor coklat) yang memiliki skor kesukaan 8.20,
cookies A1 (flavor coklat 1%) dengan skor kesukaan rata-rata 7.97,
cookies A3 (flavor coklat 3%) dengan skor kesukaan rata-rata 7.23,
dan terakhir cookies A4 (flavor coklat 4%) dengan skor kesukaan rata-
rata 7.12.
skor kesukaan rata-rata terhadap
15
12
8.2 (a,b) 9.06(a)
atribut aroma
0
0% 1% 2% 3% 4%
konsentrasi flavor cokelat
c. Atribut Rasa
Atribut sensori yang berikutnya dinilai pada uji rating hedonik
adalah rasa. Gambar 22 menyajikan hasil pengolahan data uji rating
hedonik terhadap atribut aroma pada cookies ubi jalar.
15
skor kesukaan rata-rata terhadap
12 10.73(a)
9.23(b) 9.73(a.b)
9
atribut rasa
6.16(c) 5.5(c)
6
0
0% 1% 2% 3% 4%
konsentrasi flavor cokelat
d. Keseluruhan (overall)
Setelah dilakukan penilaian terhadap atribut warna, aroma,
dan rasa, pada kelima cookies ubi jalar juga dilakukan penilaian
(overall). Hasil
tingkat kesukaan terhadap atribut keseluruhan (overall
pengolahan data uji rating hedonik terhadap atribut aroma pada
cookies ubi jalar disajikan pada Gambar 23.
terhadap atribut keseluruhan
15
skor kesukaan rata-rata
12 10(a)
8.61(b) 9.13(a,b)
9
6.42(c) 5.85(c)
6
0
0% 1% 2% 3% 4%
konsentrasi flavor cokelat
Gambar 24. Gambar grafik U2, U4, U8, U11, U12, U16, U17, dan U18
Langkah terakhir adalah merata-ratakan grafik U2, U4, U8, U11,
U12, U16, U17, dan U18, sehingga dihasilkan satu grafik tunggal cookies
ubi jalar. Gambar grafik tunggal cookies ubi jalar dapat dilihat pada
Gambar 25.
Gambar 26. Gambar cookies ubi jalar, cookies ubi jalar formula 3
(Rianti, 2008) dan cookies keladi (Rianti, 2008)
Tabel 15. Nilai koefisien korelasi dan point matched within +/- antara
cookies ubi jalar, cookies ubi jalar formula 3, dan cookies keladi
Cookies ubi jalar formula 3 Cookies ubi jalar
koefisien point matched koefisien point matched
korelasi within +/- korelasi within +/-
Cookies keladi 0.973 60.52% 0.930 60.26%
Cookies ubi jalar 0.989 81.75%
formula 3
Tabel 16. Parameter-parameter grafik cookies keladi dan cookies ubi jalar
Parameter Cookies keladi Cookies ubi jalar Cookies ubi
formula 3 jalar
Puncak maksimum 796.6 753.1 780.2
(g)
Luas area (g.s) 1.214 x 104 1.235 x 104 1.304 x 104
Gradient (g/s) 33.152 31.352 29.023
Jumlah puncak (+) 3 2 2
Jumlah puncak (-) 2 1 1
Gambar 27. Grafik tunggal cookies keladi (Rianti, 2008) dan cookies ubi jalar
Cookies keladi memiliki tiga buah puncak (+) dan dua puncak (-).
Puncak (+) pada grafik tunggal tekstur cookies keladi ini terjadi pada detik
ke 14.912 saat kedalaman 7.447 mm, detik ke 16.723 saat kedalaman 8.348
mm, dan detik ke 18.457 saat kedalaman 8.222 mm. Sedangkan puncak (-)
nya terjadi pada detik ke 15.401 saat kedalaman 7.697 mm dan detik ke
18.155 saat kedalaman 8.072 mm. Dari data ini dapat dikatakan bahwa
pada saat kedalaman cookies mencapai 7.447 mm sampai 8.348 mm,
cookies keladi ini mengalami fluktuasi tingkat kerenyahan produk yang
cukup besar, dan inilah yang diduga menyebabkan munculnya perbedaan
sensasi tekstur cookies pada saat digigit dan dirasakan oleh indera perasa
dalam mulut.
Grafik tunggal tekstur cookies keladi ubi jalar memiliki dua puncak
(+) yaitu pada detik 8.040 saat kedalaman 3.023 mm dan pada detik ke
14.398 dan saat kedalaman 6.247 mm, serta satu puncak (-) pada detik ke
12.310 saat mencapai kedalaman 4.145 mm. Secara keseluruhan dapat
ditarik kesimpulan bahwa tingkat kefluktuatifan grafik cookies ubi jalar
hampir serupa dengan cookies keladi. Menurut Seymour dan Hamann
(1988) yang dikutip Faridi (1994), semakin banyak jumlah puncak (+) dan
puncak (-) maka produk pangan memiliki fluktuasi grafik yang semakin
besar. Fluktuasi grafik tekstur mengindikasikan bahwa produk pangan yang
diukur memiliki tingkat kerenyahan yang tinggi.
I. ANALISIS PRODUK
1. Analisis Kimia
Analisis kimia yang dilakukan pada cokies bi jalar meliputi
analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Hasil
analisis kimia cookies ubi jalar dan cookies keladi (Rianti, 2008) dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil analisis kimia cookies keladi, cookie ubi jalar F3 dan
cookies ubi jalar (% b.k.)
Cookies Kadar Kadar Protein Lemak Karbohidrat
air abu
a) 2.37 0.91 7.46 22.00 69.63
Cookies keladi
Cookies ubi jalar 2.42 1.37 4.32 36.68 57.63
a)
F3
Cookies ubi jalar 2.51 1.49 4.70 36.11 57.70
Keterangan : a) Rianti, 2008
4. Analisis Fisik
Analisis fisik terhadap cookies ubi jalar meliputi analisis
rendemen cookies dan analisis Aw cookies . Rendemen cookies sangat
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang terdapat dalam adonan cookies .
Informasi mengenai rendemen dapat dimanfaatkan untuk menentukan
banyaknya bahan yang diperlukan dalam adonan cookies untuk
memperoleh cookies dalam jumlah tertentu. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh informasi bahwa nilai rendemen cookies ubi jalar
berkisar antara 86.44% sampai 86.89%.
Analisis Aw (aktifitas air) dalam cookies ubi jalar dilakukan
dengan menggunakan Aw meter. Berdasarkan analisis dengan Aw meter
diperoleh hasil bahwa cookies ubi jalar memiliki Aw 0.450. Nilai Aw ini
sudah berada di bawah o.65 yang merupakan Aw kritis untuk produk
pangan. Dengan kombinasi Aw dan kadar air yang rendah, cookies ubi
jalar dapat dikatakan cukup aman dari kerusakan mikrobiologi.
Kerusakan cookies ubi jalar lebih dikhawatirkan disebabkan karena kadar
lemak pada cookies yang sangat mungkin menyebabkan ketengikan.
Menurut Winarno (2008), pada Aw lebih besar dari 0.45 produk pangan
lebih mudah rusak karena mengalami reaksi oksidasi lipid dibandingkan
dengan kerusakan karena serangan mikroorganisme.
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Almond, Noel. 1992. Biscuits, Cookies, and Crackers. Elsevier Applied Science,
London, New York.
Antarlina, S.S. 1998. Utilization of sweet potato flour for making cookies and
cakes. In Hendroatmodjo, K.H., Y. Widodo, Sumarno, and B. Guritno
(Eds.). Research Accomplishment of Root Crops for Agricultural
Development in Indonesia. Research Institute for Legume and Tuber
Crops, Malang, Indonesia. p. 127-132.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Pedoman Pelabelan Produk Pangan.
http://www.bpom.go.id [4 September 2009]
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 01-
2973-1992). Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Cauvian, S. and L. Young. 2000. Bakery Food Manufacture And Quality. Water
Control And Effect. Balckwell science, UK.
Damardjati. 1994. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai salah satu bahan baku
dalam pembuatan bihun. Di dalam Winarto, A., Y. Widodo, S.S.
Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno (Eds.). Risalah Seminar
Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar Mendukung
Agroindustri. Balittan Malang. hlm. 115-119.
Damardjati, D.S. dan S. Widowati. 1994. Pemanfaatan ubi jalar dalam program
diversifikasi guna mensukseskan swasembada pangan. Di dalam
Winarto, A., Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno
(Eds.). Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen
Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balittan Malang. hlm. 1-25.
Departemen Pertanian. 2006. Palawija dan bahan pangan pokok hasil pertanian.
http://www.deptan.go.id [7 Agustus 2008]
Ellis, J.S., P.J. Keenan, W.G. Rathmell, and J. Friend. 1993. Inhibition of
Phytoalexin Accumulation In Potato Tuber Discs by Superoxide
Scavengers. Phytochemistry 34: 649-655
Faridi, H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Great Britanian,
Chapman and Hal, London.
Faridi, H. dan J.M. Faubion. 1990. Dough Rheology and Baked Product Texture.
An AVI Book, New York.
Horton, D., G. Prain, and P. Gregory. 1999. High level investment returns for
global sweet potato research and development. Circular 17(3):1- 11.
Manley, D. 1998. Biscuit, Cracker, Cookie Recipe for The Industry 4th Edition.
Woodhead Ltd., and CRC Press LLC.
Matz, S.A dan Matz, T.D. Matz. 1978. Cookies and Crakers Technology. The
AVI Publishing Co., Inc., Texas.
Meilgaard, Moten, G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation
Technique. CRC Press, New York.
Pratiwi, Mita Ariyani. 2008. Pemanfaatan Tepung Hotong (Setaria italica (L.)
beauv.) dan Pati Sagu Dalam Pembuatan Cookies. Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Rukmana. 1997. Ubi Jalar, Budidaya, dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.
Santosa, B.A.S, Widowati, dan S. Darmadjati. 1994. Evaluasi Sifat-Sifat Fisik dan
Kimia Tepung Dua Varietas Ubi Jalar. Risalah Seminar Penerapan
Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung
Agroindustri Balittan, Malang.
Shallberger, R. S. 1993. Taste Chemistry. Chapman & Hall. Geneva, New York.
Stauffer, C. E. 2000. Functional Additives for Bakery Foods 3rd edition. ABI
Book, New York.
Suismono. 1995. Kandungan Gizi Bahan Pangan Lokal. Cipta Karsa, Jakarta.
Supriyatin. 2001. Hama Boleng Pada Ubi Jalar dan Cara Pengendaliannya.
Palawija (no. 2): 22−29.
Sutrisno, E. dan E. Ananto. 1999. Peralatan Industri Tepung Ubi Jalar Untuk
Bahan Baku Industri Olahan. Balitkabi, Malang.
Winarno, F.G. 2002. Flavor Bagi Industry Pangan. M-Brio Press, Bogor.
Woolfe, J.A. 1999. Sweetpotato: an Untapped Food Resource. Chapman and Hall,
New York.
LAMPIRAN
Pertanyaan tambahan :
Jika kedua sampel berbeda, pada atribut sensori mana anda rasakan terdapat
perbedaan antar sampel? beri tanda check list (√) pada kolom di bawah ini :
Atribut Komentar
Warna
Aroma
Rasa
Aftertaste
Lampiran 2. Tabulasi data dan pengolahan data dengan analisis ”Chi-
square”pada cookies A dan cookies B
Jawaban * Sajian Crosstabulation
Sajian Total
AA/BB AB/BA
Jawaban sama 4 0 4
beda 0 4 4
Total 4 4 8
Chi-Square Tests
Sajian Total
BB/CC BC/CB
Jawaban sama 3 0 3
beda 1 4 5
Total 4 4 8
Chi-Square Tests
Sajian Total
BB/DD BD/DB
Jawaban sama 4 1 5
beda 0 3 3
Total 4 4 8
Chi-Square Tests
Nama : tanggal :
Produk : Cookies ubi jalar
Instruksi :
Urutkan sampel-sampel cookies ubi jalar di bawah ini berdasarkan tigkat
intensitas aftertaste pahit dari pahit yang paling tinggi (tulis angka 1 di
bawah kolom rangking) hingga yang paling tidak pahit (tulis angka 4 di
bawah kolom rangking). Ujilah masing-masing sampel, kemudian
netralkan mulut anda dengan tahu putih dan air minum sebelum
melakukan pengujian pada sampel selanjutnya. Beri rangking pada sampel
setelah melakukan pencicipan terhadap seluruh sampel.
Komentar: ………………………………………………………
…………………………………………………………………..
…………………………………………………………………..
…………………………………………………………………..
Lampiran 6. Tabulasi data hasil uji rangking sederhana terhadap aftertaste
pahit cookies ubi jalar
Mean Rank
cookies_1 1.25
cookies_2 2.88
cookies_3 3.88
cookies_4 2.00
Test Statistics(a)
N 8
Chi-Square 18.450
df 3
Asymp. Sig. .000
a Friedman Test
Lampiran 8. Kuesioner uji rating hedonik
Petunjuk :
1. Tuliskan kode masing-masing sampel sebelum melakukan pencicipan
2. Anda diminta untuk menilai tingkat kesukaan terhadap masing-masing
sampel dengan memberi tanda pada garis yang disediakan
Kode sampel :
Kode sampel :
Kode sampel :
Kode sampel :
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2 3
dengan boleng dan kulit 8 4.9188
dengan boleng, tanpa
kulit 8 5.4000
tanpa boleng, dengan
kulit 8 7.9375
tanpa boleng, tanpa kulit 8 11.7313
Sig. .410 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.308.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 11. Kuesioner Uji Rating Atribut
Nama : Tanggal :
Sampel : Cookies ubi jalar
Instruksi :
1. Lakukan pencicipan sampel satu persatu dari kiri ke kanan
2. cicipi kontrol terlebih dulu dan ingat-ingat karakteristik kontrol
tersebut
3. Lakukan pencicipan terhadap sampel.
4. Setelah mencicip satu sampel, diamkan selama ± 1 menit
5. Berikan penilaian anda terhadap aftertaste pahit contoh dengan cara
memberikan tanda garis (I) pada garis yang tersedia.
6. Selesai menilai, netralkan mulut dengan tahu putih dan air minum,
kemudian istirahatkan indera pancicip anda selama ± 3 menit sebelum
mencicip sampel berikutnya.
Kriteria : Aftertaste pahit
Kode sampel :
Kode sampel :
Kode sampel :
Kode sampel :
Lampiran 13. Hasil uji analisis sidik ragam aftertaste pahit cookies ubi
jalar selang 10% dan hasil uji lanjut Duncan
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2 3 4
boleng 0 % 8 1.2813
boleng 0-10% 8 5.8438
boleng 10-20% 8 10.5438
boleng 20-30% 8 13.7813
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .435.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 14. Tabulasi data hasil uji rating atribut aftertaste pahit cookies
ubi jalar (selang 5%)
Persentase bagian ubi jalar yang boleng (x)
Panelis
x=0% 0<x≤5% 5<x≤10% 10<x≤15%
1 3 3.05 9.1 12.4
2 0.45 0.5 5.7 12.9
3 4 6.5 12.8 14.7
4 0.5 2 10.1 11.6
5 0.15 0.85 2.1 10.1
6 3 5.9 8.8 11.3
7 0.3 0.6 0.8 7.4
8 1.5 2 3.8 5.5
rata-rata 1.6125 2.675 6.65 10.7375
Lampiran 15. Hasil uji analisis sidik ragam aftertaste pahit cookies ubi
jalar selang 5% dan hasil uji lanjut Duncan
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2 3
boleng 0 % 8 1.6125
boleng 0-5% 8 2.6750
boleng 5-10% 8 6.6500
boleng 10-15% 8 10.7375
Sig. .268 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 3.494.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 16. Tabulasi data hasil uji rangking sederhana aftertaste pahit
cookies ubi jalar (bagian boleng selang 10%)
Panelis cookies_A cookies_G cookies_G1 cookies_G2 cookies_G3 cookies_G4
1 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0
2 6.0 5.0 4.0 2.0 3.0 1.0
3 6.0 4.0 3.0 1.0 5.0 2.0
4 5.5 3.0 5.5 4.0 1.0 2.0
5 6.0 4.0 5.0 3.0 1.0 2.0
6 6.0 2.0 3.0 4.0 5.0 1.0
7 6.0 2.0 1.0 5.0 2.0 4.0
8 6.0 5.0 4.0 3.0 1.0 2.0
Lampiran 17. Tabulasi data hasil uji rangking sederhana aftertaste pahit
cookies ubi jalar (bagian boleng selang 5%)
cookies_A cookies_F cookies_F1 cookies_F2 cookies_F3 cookies_F4
Panelis
1 4.0 2.5 6.0 5.0 2.5 1.0
2 5.0 3.0 6.0 4.0 2.0 1.0
3 6.0 3.0 4.0 5.0 2.0 1.0
4 4.0 1.0 5.0 6.0 3.0 2.0
5 6.0 4.0 5.0 3.0 1.0 2.0
6 4.0 2.0 5.0 6.0 3.0 1.0
7 4.0 3.0 6.0 5.0 2.0 1.0
8 4.5 3.0 6.0 4.5 2.0 1.0
Lampiran 18. Hasil analisis uji Friedman (bagian boleng selang 10%)
Ranks
Mean Rank
cookies_A 5.94
cookies_G 3.81
cookies_G1 3.69
cookies_G2 3.13
cookies_G3 2.56
cookies_G4 1.88
Test Statistics(a)
N 8
Chi-Square 22.410
df 5
Asymp. Sig. .000
a Friedman Test
Lampiran 19. Hasil analisis uji Friedman (bagian boleng selang 5%)
Ranks
Mean Rank
cookies_A 4.69
cookies_F 2.69
cookies_F1 5.38
cookies_F2 4.81
cookies_F3 2.19
cookies_F4 1.25
Test Statistics(a)
N 8
Chi-Square 22.410
df 5
Asymp. Sig. .000
a Friedman Test
Lampiran 20. Tabulasi data hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar
(persentase bagian ubi yang boleng 0≤x<5%)
Lampiran 21. Tabulasi data hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar
(persentase bagian ubi yang boleng 5≤x<10%)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2 3
flavor cokelat 4% 30 5.5750
flavor cokelat 3% 30 6.1500
flavor cokelat 2% 30 9.0883
flavor cokelat 1% 30 9.9183
tanpa flavor cokelat 30 11.2667
Sig. .204 .068 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 3.039.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 23b. Hasil analisis uji rating hedonik atribut aroma
menggunakan ANOVA
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2
flavor cokelat 4% 30 7.1167
flavor cokelat 3% 30 7.2333
flavor cokelat 1% 30 7.9717
tanpa flavor cokelat 30 8.2033 8.2033
flavor cokelat 2% 30 9.0600
Sig. .052 .094
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 3.869.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 23c. Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa
menggunakan ANOVA
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2 3
flavor cokelat 4% 30 5.4950
flavor cokelat 3% 30 6.1567
flavor cokelat 1% 30 8.5667
flavor cokelat 2% 30 9.2600 9.2600
tanpa flavor cokelat 30 9.8333
Sig. .204 .183 .271
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 4.023.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 23d. Hasil analisis uji rating hedonik atribut keseluruhan
menggunakan ANOVA
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2 3
flavor cokelat 4% 30 5.8517
flavor cokelat 3% 30 6.6167
flavor cokelat 1% 30 8.4733
flavor cokelat 2% 30 8.9967 8.9967
tanpa flavor cokelat 30 9.8650
Sig. .084 .235 .050
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 2.884.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 24. Grafik hasil pengukuran tekstur pada 20 sampel cookies ubi jalar
ANOVA(b)
Lampiran 26. Hasil signifikansi regresi dari kombinasi gaya pada cookies
ubi 1
U1 U2
U3 U4
U5 U6
U7 U8
U9 U 10
U 11 U 12
U 13 U 14
U 15 U 16
U 17 U 18
U 19 U 20
Lampiran 28. Hasil signifikansi regresi dari kombinasi gaya pada cookies ubi jalar U1 sampai U20
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 U14 U15 U16 U17 U18 U19
U1
U2 0.004
U3 0.000 0.000
U4 0.000 0.000 0.000
U5 0.000 0.000 0.000 0.000
U6 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U7 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U8 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U9 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U10 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U11 0.000 0.000 0.000 0.000 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U12 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U13 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U14 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U15 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.004 0.000 0.000 0.000
U16 0.000 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U17 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.007 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U18 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U19 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U20 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Lampiran 29. Hasil koefisien korelasi dari kombinasi gaya pada cookies keladi U1 sampai U 20
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 U14 U15 U16 U17 U18 U19
U1
U2 0.931
U3 0.933 0.977
U4 0.938 0.922 0.948
U5 0.899 0.936 0.933 0.897
U6 0.764 0.836 0.819 0.836 0.920
U7 0.918 0.846 0.879 0.918 0.901 0.850
U8 0.907 0.945 0.941 0.902 0.963 0.920 0.893
U9 0.921 0.916 0.900 0.909 0.937 0.884 0.922 0.918
U10 0.939 0.871 0.891 0.899 0.912 0.796 0.948 0.871 0.906
U11 0.969 0.928 0.930 0.829 0.932 0.794 0.908 0.906 0.948 0.939
U12 0.956 0.931 0.961 0.941 0.903 0.798 0.895 0.917 0.902 0.912 0.920
U13 0.959 0.879 0.909 0.940 0.902 0.798 0.856 0.928 0.909 0.970 0.940 0.929
U14 0.889 0.813 0.813 0.858 0.885 0.793 0.908 0.801 0.909 0.952 0.905 0.804 0.929
U15 0.976 0.917 0.905 0.955 0.913 0.810 0.938 0.913 0.918 0.933 0.949 0.982 0.953 0.885
U16 0.920 0.905 0.870 0.893 0.914 0.835 0.878 0.868 0.964 0.910 0.937 0.858 0.906 0.934 0.893
U17 0.909 0.975 0.907 0.930 0.942 0.894 0.903 0.957 0.919 0.871 0.905 0.943 0.885 0.800 0.928 0.886
U18 0.960 0.914 0.913 0.932 0.929 0.839 0.918 0.890 0.968 0.958 0.968 0.912 0.969 0.943 0.946 0.964 0.908
U19 0.977 0.913 0.936 0.946 0.937 0.835 0.944 0.914 0.938 0.945 0.958 0.967 0.953 0.893 0.967 0.916 0.923 0.957
U20 0.962 0.933 0.946 0.947 0.923 0.795 0.889 0.911 0.909 0.934 0.957 0.950 0.954 0.876 0.961 0.913 0.917 0.961 0.958
Lampiran 30. Hasil perhitungan point matched within +/- pada kombinasi Ui dan Uj
U2 U3 U4 U6 U7 U8 U9 U11 U12 U13 U16 U17 U18
U2
U3 28.91
U4 54.90 22.22
U6 12.87 34.35 24.23
U7 26.43 15.40 16.79 30.30
U8 51.00 26.13 55.01 26.57 21.1
U9 30.00 21.88 13.32 12.15 33.46 28.33
U11 59.00 18.43 49.97 17.82 18.91 57.12 23.01
U12 37.34 13.07 66.23 12.99 13.54 57.26 31.86 35.07
U13 18.79 14.21 26.32 18.51 29.03 19.18 13.22 14.19 52.88
U16 65.07 27.88 73.44 24.58 12.35 59.72 11.09 42.21 34.40 52.35
U17 53.88 13.17 52.35 12.61 20.92 47.10 17.15 52.56 38.69 51.09 53.41
U18 64.12 15.05 56.70 22.47 11.59 40.87 19.73 19.23 40.70 49.63 44.34 49.99
U19 19.98 39.42 22.81 27.04 19.03 22.25 17.29 19.11 15.13 16.37 21.13 23.44 14.38