FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2023
i
PENGARUH TEPUNG UMBI PORANG (Amorphophallus
oncophyllus Prain) DAN KONSENTRASI EMULSIFIER
TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA DAN
ORGANOLEPTIK COOKIES SEBAGAI MAKANAN
FUNGSIONAL
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2023
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
PENGARUH TEPUNG UMBI PORANG (Amorphophallus
oncophyllus Prain) DAN KONSENTRASI EMULSIFIER
TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA DAN
ORGANOLEPTIK COOKIES SEBAGAI MAKANAN
FUNGSIONAL
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui :
iv
RINGKASAN
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
Functional food is a type of food that in addition to filling and providing a source
of energy also has health benefits such as helping to reduce the risk of disease,
helping cure disease, helping diet programs and others. One of the functional
foods that can be made is cookies from porang flour which has a high nutritional
content. To improve the physical characteristics of porang flour cookies, it is
necessary to add emulsifier concentration. The purpose of this study was to
determine the effect of chemical and organoleptic characteristics and to determine
the best formulation of porang flour and the addition of emulsifier concentration
in cookies. This study used a factorial complete randomized design using two
factors, namely the use of porang flour and emulsifier concentration, and three
replications. The use of porang flour was 0%, 25%, 50%, and 75%. Emulsifier
concentration is 1% and 2%. The best treatment of cookie samples based on
chemical and organoleptic characteristics is P1E2 (0% porang flour: 2%
emulsifier) with 7.94% moisture content and 8.69% protein content. As for the
liking value of cookies, the color is 5.76% (yellow), taste 5.80% (sweet), aroma
5.20% (typical of cookies), and texture 5.68% (crispy).
vii
RIWAYAT HIDUP
viii
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Teknologi
Industri Pertanian penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Jurusan
Budidaya Pertanian dari bulan Juli 2023 hingga Agustus 2023 dengan judul
“Pengaruh Tepung Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain) Dan
Konsentrasi Emulsifier Terhadap Karakteristik Kimia Dan Organoleptik Cookies
Sebagai Makanan Fungsional” di bawah bimbingan Ir. Suparno M.Si dan Dr. Ir.
Herry Palangka Jaya, MP.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunianya lah penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Tepung Umbi Porang
(Amorphophallus oncophyllus Prain) Dan Konsentrasi Emulsifier Terhadap
Karakteristik Kimia Dan Organoleptik Cookies Sebagai Makanan Fungsional”.
Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian yang telah penulis laksanakan sebagai
tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi di program studi Teknologi Industri
Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka
Raya.
Selama penelitian dan penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan yang
penulis alami, namun berkat bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Hal itu disadari karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan serta petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda RAM. Ruslan Darus dan Ibunda tercinta Umi Hasanah serta kak
Nurthoibah, kak Syifa Aulia dan abang saya Ilham Sidik yang saya sayangi
terimakasih sudah memberikan semangat, membiayai saya dan mendoakan
saya dari awal kuliah sampai selesai.
2. Ir. Suparno, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penulis
x
menyelesaikan studi, memberikan arahan dan dorongan kepada penulis
sehingga penyusunan Tugas Akhir (skripsi) ini berjalan dengan baik.
3. Dr. Ir. Herry Palangka Jaya, MP selaku Dosen Pembimbing II atas segala
bimbingan, masukan, serta saran selama penulis menyelesaikan studi,
melaksanakan proses perbaikan, memberikan arahan dan dorongan kepada
penulis sehingga penyusunan Tugas Akhir (skripsi) ini berjalan dengan baik.
4. Erni Dwi Puji Setyowati, STP., M.Sc selaku Dosen Pembahas I, atas segala
saran dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir (skripsi) dengan baik.
5. Ir. Wijantri Kusumadati, MP selaku Dosen Pembahas II, atas segala saran dan
bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir (skripsi) dengan baik.
6. Ibu Ellen Christ Tambunan, S.TP., M.Sc, selaku Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, telah membantu pelayanan proses administrasi
dalam menyelesaikan studi akhir penulisan, serta Memberi Semangat Selama
proses Penyelesaian Skripsi Ini.
7. Ir. Robertho Imanuel, M.P selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya atas petunjuk dan nasihatnya
kepada penulis.
8. Dr. Ir Sosilawaty, MP selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Palangka
Raya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Bapak dan Ibu Dosen dan seluruh Staff Tata Usaha, Jaminan Mutu
Pendidikan, Laboratorium dan Perpustakaan Fakultas Pertanian, Universitas
Palangka Raya, yang telah membantu pelayanan proses administrasi dalam
menyelesaikan studi akhir penulis.
10. Teman baik saya, Septian Yosep, Agung Setiawan, Willi Parisma P.H,
Amstrong Silaban, Jumana, Fitrianie, Sinta Priani Siregar, Tresia Novita Sari,
Shevilla Khabila, Septriasi Ananda Permata Putri, Monica Etrisia, Cristia
Anugrahni dan Muhammad Fahrian Mahmudi yang selalu membantu,
memberikan semangat, dukungan dan doa. Serta selalu menemani dan
mendengarkan keluh kesah penulis.
xi
11. Teman-teman saya Retno Hariyanti, Galih Hartoko, Yeremia Asa, Yenica,
Zikri, Tamada, Netty, Jenny dan teman-teman yang lainnya tidak dapat saya
sebutkan satu per satu yang sudah membantu dan memberikan semangat
selama perkuliahan penulis.
12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2019, serta masih banyak lagi pihak-
pihak yang sangat berpengaruh dalam proses penyelesaian skripsi yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
xii
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... iv
RINGKASAN.............................................................................................. v
ABSTRACT .................................................................................................. vi
ABSTRAK................................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP...................................................................................... viii
KATA PENGANTAR................................................................................. ix
DAFTAR ISI................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................... 3
1.5 Hipotesis Penelitian....................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umbi Porang.................................................................................. 4
2.2 Emulsifier....................................................................................... 7
2.3 Cookies........................................................................................... 8
2.4 Makanan Fungsional...................................................................... 10
2.5 Gula Stevia..................................................................................... 11
2.6 Margarin......................................................................................... 12
2.7 Kuning Telor.................................................................................. 13
2.8 Baking powder............................................................................... 13
2.9 Susu Bubuk.................................................................................... 14
2.10 Garam............................................................................................. 14
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat........................................................................ 15
xiii
3.2 Alat Dan Bahan.............................................................................. 15
3.3 Rancangan Penelitian..................................................................... 15
3.4 Pelaksanaan Penelitian................................................................... 15
3.5 Variabel Pengamatan..................................................................... 22
3.6 Analisis Data.................................................................................. 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Fisik.......................................................................... 27
4.2 Kadar Serat.................................................................................... 28
4.3 Rendemen...................................................................................... 30
4.4 Kadar Air....................................................................................... 31
4.5 Kadar Protein................................................................................. 33
4.6 Kadar Abu...................................................................................... 35
4.7 Organoleptik (Uji Hedonik)........................................................... 37
4.8 Organoleptik (Uji Mutu)................................................................ 42
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................... 48
5.2 Saran.............................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
1
I. PENDAHULUAN
makanan sehat yang berbahan dasar umbi porang. Diketahui umbi porang adalah
jenis umbi yang tidak dapat langsung dikonsumsi melainkan harus dilakukan
pengolahan terlebih dahulu. Silmi et al (2016) menerangkan bahwa subtitusi
tepung porang dan tepung terigu mempengaruhi tekstur biskuit menjadi terlalu
padat dan kasar yang disebabkan oleh kandungan glukomanan didalam tepung
porang. Perlu adanya penambahan bahan yang dapat membuat tekstur cookies
menjadi lebih lembut dan halus seperti penambahan emulsifier.
Emulsifier adalah bahan tambahan yang umumnya digunakan untuk
membantu mempertahankan emulsi pada pembuatan adonan kue kering. Noviar et
al (2015) menjelaskan penggunaan emulsifier berfungsi untuk memperbaiki
kualitas roti, donat dan kue kering berfungsi untuk memperbaiki kualitas dan
karakteristik penanganan adonan. Emulsifier yang biasanya digunakan untuk
pembuatan cookies adalah lecithin, lecithin adalah sumber alami yang biasanya
diperoleh dari sumber seperti telur, kedelai atau minyak nabati. Emulsifier pada
pembuatan cookies mempengaruhi kelembutan dan kekenyalan sehingga cookies
yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang lebih homogen dan lebih lembut.
Pemanfaatan tepung porang dalam pembuatan cookies sebagai makanan
fungsional yang memiliki kandungan gizi yang baik dan disukai oleh masyarakat,
maka diperlukan formulasi yang tepat antara penggunaan tepung porang dan
emulsifier agar mendapatkan karakteristik kimia dan organoleptik yang sesuai
dengan standar mutu cookies. Perlu diadakan penelitian terkait pemanfaatan
tepung porang sebagai bahan pembuatan cookies dengan penambahan emulsifier.
Klarifikasi
Kriteria Uji
Mutu I Mutu II Mutu III
Kadar Air ≤ 13 13 – 15 15 - 16
Kadar Glukomanan ≥ 25 20 - 24 15 - 19
Kadar Abu ≤4 4-5 5 - 6,5
Kadar Protein ≤5 5 - 13 14
Kadar Karbohidrat - - -
Kadar Lemak - - -
Sumber: (SNI 7939:2013).
2.2 Emulsifier
Emulsifier atau zat pengemulsi adalah zat untuk membantu menjaga
kestabilan emulsi minyak dan air. Secara umum bahan pengemulsi terdiri dari
emulsifier alami dan emulsifier buatan (sintetis). Pengemulsi alami dibuat dari
bahan-bahan yang berasal dari alam. Misalnya dari biji kedelai, kuning telur dan
sebagainya. Adapun bahan pengemulsi buatan atau sintetis ini berasal dari
rekayasa manusia untuk menghasilkan jembatan antara minyak dan air. Meskipun
disebut sintetis, tetapi tidak sepenuhnya berasal dari bahan sintetis. Hanya proses
pembuatannya saja yang dirancang secara buatan manusia, tetapi bahan-bahannya
sering berasal dari bahan alami (Dalton et al., 2016).
8
kedelai digunakan sebagai sumber protein dari pada sumber lemak. Berikut dapat
dilihat rumus struktur lesitin pada gambar 3.
2.3 Cookies
Kue kering sangatlah disukai oleh seluruh kalangan masyarakat mulai dari
anak-anak, remaja hingga dewasa. Salah satu kue kering yang banyak diminati
adalah kue Cookies. Cookies termasuk kedalam jenis makanan ringan berbentuk
kue kering yang sama seperti biskuit, walaupun terlihat sama tetapi kedua jenis
kue kering ini memiliki beberapa perbedaan yaitu dari segi tekstur nya dimana
cookies memiliki tekstur yang renyah di bagian luar dan lembut di dalam
sedangkan biskuit umumnya memiliki tekstur yang renyah dan rapuh. Perbedaan
dari segi rasa antara cookies dan biskuit adalah cookies memiliki rasa yang lebih
manis dan kaya akan gula, biskuit memiliki rasa yang lebih netral dan tidak terlalu
manis. Perbedaan dari segi mengkonsumsinya pada cookies umumnya dimakan
langsung sebagai cemilan, sedangkan pada biskuit umumnya dikonsumsi
berbarengan dengan kopi atau teh (Haryanto et al., 2020).
Prinsip pembuatan cookies dan pembentukkan kerangka cookies dibagi
menjadi 3 tahap yaitu pembuatan adonan, pencetakan dan pemanggangan.
Pembentukkan kerangka cookies diawali sejak pembuatan adonan. Selama
pencampuran terjadi penyerapan air oleh protein terigu sehingga terbentuk gluten
yang akan membentuk struktur cookies sampai terbentuk adonan yang homogen,
10
tahapan yang kedua pencetakan dan terakhir adalah pemanggangan (Arifin &
Azizah., 2017).
Adonan cookies sederhana dibuat dari mentega, tepung dan gula. Bahan-
bahan baku yang digunakan untuk pembutan cookies secara garis besar bisa
digolongkan menjadi dua kategori, yang petama adalah bahan-bahan yang
berfungsi sebagai pengikat dan pembentuk struktur cookies, seperti tepung (terigu
dan porang) air, garam, susu tanpa lemak. Sedangkan golongan kedua adalah
bahan-bahan sebagai pelembut tekstur seperti margarine, gula, emulsifier, baking
powder dan kuning telur (Sari & Wijayanti., 2019).
Cookies yang dihasilkan harus sesuai dengan syarat mutu produk yang
telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia agar aman untuk dikonsumsi,
Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku di
Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2986-2009), seperti
pada tabel 3.
Tabel 3. Syarat Mutu Cookies
Kriteria Uji
Klasifikasi
Kalori (Kalori/100gr) Minimum 400
Air (%) Maksimum 6
Protein (%) > 5% dan < 10%
Lemak (%) > 15% dan <25%
Karbohidrat (%) Minimum 60
Abu (%) Maksimum 1,5
Serat Kasar (%) Minimum 1,5
Kadar Gula (%) Maksimum 35
Logam Berbahaya Negatif
Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
Gula stevia adalah sejenis pemanis alami yang berasal dari tanaman Stevia
rebaudiana. Tanaman ini telah lama digunakan sebagai pengganti gula di Amerika
Selatan, dan gula stevia yang diekstrak dari daunnya telah menjadi semakin
populer sebagai alternatif pemanis di berbagai negara. Kandungan utama dalam
gula stevia adalah senyawa yang disebut steviol glycosides, yang memberikan
rasa manis pada tanaman ini. Steviol glycosides terdiri dari beberapa komponen
utama, termasuk stevioside, rebaudioside A, rebaudioside C, dan dulcoside A.
Stevioside adalah komponen yang paling melimpah dalam gula stevia dan
memberikan rasa manis yang kuat (Rahayu, 2016).
Manfaat dari mengkonsumsi gula stevia yaitu gula stevia hampir tidak
memiliki kalori, sehingga bisa menjadi alternatif yang baik untuk orang yang
ingin mengurangi asupan kalori dan gula dalam diet mereka. Gula stevia memiliki
efek minimal terhadap gula darah, sehingga dapat menjadi pilihan yang baik bagi
individu dengan diabetes atau yang ingin menjaga stabilitas gula darah. Beberapa
penelitian telah menunjukkan potensi manfaat gula stevia terkait pengendalian
tekanan darah, pengurangan risiko penyakit kardiovaskular, dan potensi sifat
antiinflamasi dan antioksidan (Rahayu & Murdiati, 2019).
Selain itu gula stevia memiliki kekuatan manis yang jauh lebih tinggi
daripada gula sukrosa, sehingga jumlah yang lebih sedikit diperlukan untuk
memberikan rasa manis yang sama. Bahkan gula stevia 200 kali lebih manis
dibanding gula biasa. Gula stevia dapat digunakan sebagai pengganti gula dalam
13
2.6 Margarin
Margarin memiliki beberapa fungsi penting dalam pembuatan makanan
cookies, margarin dapat menambah kelembutan pada cookies karena kandungan
air dan lemaknya yang memberikan tekstur yang lembut dan empuk, margarin
juga dapat meningkatkan volume cookies karena adanya udara yang terperangkap
di dalamnya saat margarin dikocok. Kandungan lemak pada margarin
memberikan rasa dan aroma yang khas pada cookies. Margarin memiliki sifat
yang stabil sehingga dapat memperpanjang masa simpan cookies. Penggunaan
margarin lebih sehat dibandingkan dengan mentega, sebagian besar margarin
mengandung sedikit hingga nol kadar kolesterol, sedangkan mentega mengandung
kadar kolesterol yang cukup tinggi (Sembiring et al., 2020).
2.7 Telur
Telur adalah bahan tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan
makanan, termasuk cookies. Telur berfungsi sebagai agen pengikat dalam adonan
cookies. Protein dalam telur membantu mengikat bahan-bahan lainnya, seperti
tepung dan gula, sehingga membentuk adonan yang kohesif. Telur juga
memberikan kelembutan dan tekstur pada cookies. Telur juga memberikan
kelembaban pada adonan cookies. Ini membantu mencegah cookies menjadi
terlalu kering dan membuatnya tetap lezat dan kenyal. Telur memberikan kilau
dan warna keemasan pada permukaan cookies saat dipanggang. Ini memberikan
tampilan yang menarik secara visual. Hal ini didukung oleh penelitian oleh
(Satheesh et al., 2016) yang menunjukkan bahwa penambahan telur pada cookies
dapat meningkatkan kandungan protein, lemak, dan mineral. Penggunaan telur
pada cookies juga dapat meningkatkan kualitas fisik cookies, seperti kekerasan,
14
warna, dan tekstur. Hal ini didukung oleh penelitian oleh (El-Nagar et al., 2015)
yang menunjukkan bahwa penambahan telur pada cookies dapat meningkatkan
kekerasan, elastisitas, dan warna cookies. Namun, penggunaan telur pada cookies
juga dapat mempengaruhi rasa cookies. Penelitian oleh (Manzoor et al., 2018)
menunjukkan bahwa penambahan kuning telur pada cookies dapat mempengaruhi
rasa cookies, terutama pada konsentrasi tinggi.
2.10 Garam
15
Dimana :
YijK : Hasil pengamatan dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada
taraf ke-j dalam ulangan ke-k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek faktor S pada taraf ke-i
βj : Efek faktor P pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j
ijk : Efek galat dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf
18
Formulasi (gr)
Bahan
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Tepung
100 75 50 25 100 75 50 25
Terigu
Tepung
- 25 50 75 - 25 50 75
Porang
Emulsifier 2,5 2,5 2,5 2,5 5,1 5,1 5,1 5,1
Margarin 60 60 60 60 60 60 60 60
Gula
12 12 12 12 12 12 12 12
Stevia
Telur 50 50 50 50 50 50 50 50
Baking
2 2 2 2 2 2 2 2
powder
Susu
20 20 20 20 20 20 20 20
Bubuk
Garam 1 1 1 1 1 1 1 1
Chocochip 10 10 10 10 10 10 10 10
Total 257,5 257,5 257,5 257,5 260,1 260,1 260,1 260,1
Pencucian Umbi
Air Bersih Porang Air kotor
Tepung Porang
Konsentrasi Emulsifier
E1 = 1 % Penambahan Emulsifier
E2 = 2 %
Pencetakan Adonan
Diameter 2 cm
Tinggi 1.5 cm
Pengovenan Adonan
Suhu 1500C
Selama 60 Menit
Cookies
x− y
Kadar serat kasar = ×100 %
z
x = Berat kertas saring + Residu
y = Berat Kertas Saring
z = Berat Sampel
2.15.5 Rendemen
Analisa rendemen menurut (AOAC, 2005) adalah perbandingan berat
kering produk yang dihasilkan dengan berat bahan sebelum. Adapun tahapan
analisa rendemen, yaitu siapkan sampel cookies yang akan dianalisis, pastikan
sampel cookies mewakili variasi produk yang ingin diteliti, catat berat total
sampel cookies sebelum dan setelah proses, selanjutnya dihitung dengan
Persamaan
Berat Akhir (a)
Rendemen= ×100 %
Berat Awal (b)
keterangan: R = rendemen
a = berat cookies
b = berat bahan
(a) (b)
Gambar 7. (a) Umbi Porang dan (b) Tepung Porang
taraf kepercayaan 5%. Hasil uji BNJ terhadap nilai rata-rata kadar serat cookies
tepung porang dan penambahan konsentrasi emulsifier dapat dilihat pada tabel 8.
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji nilai tengah BNJ (5%)
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa hasil rata-rata kadar serat cookies
menunjukkan bahwa perlakuan P1 (0% porang) tidak berbeda nyata dengan
perlakuan P2 (25% porang) sedangkan berbeda nyata dengan perlakuan P 3 (50%
porang) dan perlakuan P4 (75% porang). Hal ini menunjukan hasil analisi kadar
serat cookies dengan penambahan tepung porang cenderung meningkat.
Berdasarkan tabel diatas nilai kadar serat cookies tertinggi terdapat pada
perlakuan P4 (75% porang) yaitu 3,7133% yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan P3 (50% porang) yaitu 3,5775%. Sedangkan pada perlakuan P 2 (25%
porang) memiliki nilai kadar serat yaitu 3,2992% yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan P1 (0% porang) yaitu 3,1225% yang memiliki nilai kadar serat
paling kecil. Hasil data diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan
tepung porang pada cookies, maka akan menghasilkan kadar serat yang semakin
tinggi. Kadar serat yang dihasilkan berada diatas standar mutu cookies yang
ditentukan (SNI 01-2986-2009) yaitu minimum kadar serat cookies 1,5%,
sehingga kadar serat pada cookies yang dihasilkan masih memenuhi standar SNI.
Semakin besar tepung porang yang ditambahkan, maka proses adsorpsi air akan
semakin meningkat yang menyebabkan pembentukan serat kasar pada saat proses
pengeringan akan semakin meningkat (Suci et al., 2023). Menurut Tjandraatmadja
et al (2017) menyatakan tepung porang memiliki kandungan nutrisi seperti kadar
lemak 0,02%, Karbohidrat 43,57%, protein 3,34% dan kadar serat 2,5% dalam
31
100 gram. Sedangkan dalam 100 gram tepung terigu terdapat kandungan kadar
lemak 1,49%, karbohidrat 77,3%, protein 8,9% dan kadar serat 1%.
4.3 Rendemen
Berdasarkan data analisis rendemen hasil analisa ragam cookies dapat
dilihat bahwa interaksi faktor penambahan tepung porang (P) dan faktor
konsentrasi emulsifier (E) tidak berpengaruh nyata. Faktor tunggal konsentrasi
emulsifier juga tidak berpengaruh nyata pada cookies yang dihasilkan, sedangkan
faktor tunggal penambahan tepung porang (P) berpengaruh nyata pada taraf 5%
terhadap cookies yang dihasilkan. Data hasil analisa BNJ taraf 5% dapat dilihat
pada tabel 9.
Sampel Rendemen (%)
P1 82,43a
P2 82,64a
P3 82,90a
P4 85,10b
BNJ 5% 1,59
Tabel 9. Nilai Rata-rata Rendemen Pada Cookies
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji nilai tengah BNJ (5%)
Rendemen adalah persentase yang diperoleh dari perbandingan antara
produk akhir dengan bahan baku yang dgunakan. Hasil analisa BNJ taraf 5%
pada rendemen cookies menyatakan bahwa P1 (0% porang) tidak berbeda nyata
dengan P2 (25% porang) dan P3 (50% porang), sedangkan berbeda nyata dengan
P4 (75% porang) serta sebaliknya, sedangkan P2 tidak berbeda nyata dengan P1
(0% porang) dan P3 (50% porang), berbeda nyata dengan perlakuan P 4 (75%
porang) begitupun sebaliknya. Pada perlakuan P3 (50% porang), berbeda nyata
dengan perlakuan P4 (75% porang) serta sebaliknya.
Nilai rendemen tertinggi berada pada perlakuan P 4 (75% porang) dengan
nilai 85,10% dan berurutan diikuti dengan P 3 (50% porang) 82,90%, P2 (25%
porang) 82,64% dan P1 (0% porang) yang memiliki nilai rendemen terkecil yaitu
82,43%. Hasil analisa data rendemen cookies menunjukan bahwa nilai terbaik
32
rendemen terhadap cookies adalah perlakuan P4. Dari data-data diatas dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi tepung porang dan semakin rendah tepung
terigu dapat mempengaruhi nilai rendemen dari produk cookies yang dihasilkan.
Pada Standar Nasional Indonesia tidak ada menyatakan tentang standar atau
batasan nilai rendemen pada produk cookies. Menurut I Wayan et al (2017)
menyatakan bahwa perbedaan tinggi dan rendahnya rendemen suatu bahan pangan
sangat dipengaruhi oleh kandungan air suatu bahan pangan.
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji nilai tengah BNJ (5%)
Berdasarkan hasil analisa ragam kadar protein pada cookies tepung porang
dengan penambahan konsentrasi emulsifier didapatkan hasil analisa yaitu interaksi
antara faktor komposisi tepung porang dan faktor konsentrasi emulsifier
berpengaruh nyata terhadap kadar protein pada cookies dangan taraf kepercayaan
5%. Maka dari itu data tersebut dilanjutkan keuji BNJ taraf kepercayaan 5% untuk
mengetahui perbedaan antara masing-masing perlakuan. Data hasil analisa BNJ
taraf kepercayaan 5% terhadap kadar protein cookies dapat dilihat pada tabel 11.
Sampel Protein (%)
P4E1 7,62a
P3E1 7,64a
P1E1 8,12b
P2E1 8,12b
P4E2 8,30c
P3E2 8,34c
P2E2 8,56d
P1E2 8,69e
BNJ 5% 0,05
Tabel 11. Nilai Rata-rata Kadar Protein Pada Cookies
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji nilai tengah BNJ (5%)
Berdasarkan data tabel 10 nilai rata-rata kadar protein terhadap cookies
menunjukan bahwa perlakuan dengan nilai kadar protein terkecil adalah perlakuan
P4E1 (75% tepung porang:1% emulsifier) yaitu 7,62% yang tidak berpengaruh
nyata terhadap perlakuan P3E1 (50% tepung porang:1% emulsifier) yang bernilai
7,64%, sedangkan berbeda nyata dengan perlakuan P 1E1 (0% tepung porang:1%
emulsifier) dengan nilai 8,12%, perlakuan P2E1 (25% tepung porang:1%
emulsifier) sebesar 8,12%, perlakuan P4E2 (75% tepung porang:2% emulsifier)
dengan nilai 8,30%, perlakuan P3E2 (50% tepung porang:2% emulsifier) memiliki
36
nilai 8,34%, perlakuan P2E2 (25% tepung porang:2% emulsifier) nilai sebesar
8,56% dan perlakuan P1E2 (0% tepung porang:2% emulsifier) yang memiliki nilai
terbesar yaitu 8,69% serta sebaliknya. Nilai rata-rata dari hasil analisa kadar
protein cookies tepung porang dengan penambahan konsentrasi emulsifier
menghasilkan nilai yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2986-
2009) yaitu bernilai diatas 5% dan dibawah 10%, diduga dari tabel rata-rata nilai
kadar protein cookies dapat dilihat bahwa nilai yang berada ditengah diantara 5%
dan 10% adalah perlakuan P1E1 (0% tepung porang:1% emulsifier) dan P2E1 (25%
tepung porang:1% emulsifier) yang memiliki nilai 8,12% yang berarti pada
analisa kadar protein perlakuan P1E1 dan P2E1 adalah perlakuan terbaik.
Hasil analisa rata-rata nilai kadar protein pada cookies tepung porang dan
penambahan konsentrasi emulsifier menunjukan bahwa tepung porang
memberikan pengaruh pada naik turunnya nilai kadar protein pada cookies,
semakin besar tenambahan tepung porang pada pembuatan cookies maka akan
menghasilkan nilai kadar protein yang semakin rendah, begitupun sebaliknya
semakin rendah penambahan tepung porang maka akan menghasilkan kadar
protein yang lebih tinggi. Pada dasarnya, tepung porang memiliki kandungan
protein yang rendah yaitu sebesar 3,34% (Widjanarko et al., 2015). Menurut
(Anggraeni et al., 2014) menyatakan kadar protein tepung porang yaitu 1,47%.
Hal ini menjadi salah satu faktor menurunnya kadar protein kefir seiring
meningkatnya level tepung porang yang ditambahkan.
Selain tepung porang, penambahan konsentrasi emulsifier lesitin pada
pembuatan cookies menunjukan bahwa memberikan hasil yang berpengaruh pada
kadar protein cookies yang dihasilkan, semakin banyak konsentrasi lesitin yang
digunakan maka akan menghasilkan nilai kadar protein yang semakin tinggi dan
begitupung sebaliknya semakin rendah konsentrasi emulsifier lesitin maka
semakin rendah pula kadar proteinnya. Hal ini sesuai dengan penelitian (Ristantri
et al., 2015) yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi lesitin
menyebabkan kadar protein meningkat dan kadar air menurun. Minyak dalam
lesitin relatif lebih rendah dibandingkan dari jenis kacang-kacangan dan kadar
37
protein yang relatif tinggi akan menyebabkan kedelai digunakan sebagai sumber
protein daripada sumber lemak.
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji nilai tengah BNJ (5%)
Berdasarkan data pada tabel 11. Nilai rata-rata kadar abu pada cookies
dapat dilihat bahwa perlakuan P1 (0% tepung porang) memiliki nilai 1,84% yang
berbeda nyata terhadap perlakuan P2 (25% tepung porang) yang memiliki nilai
2,46%, perlakuan P3 (50% tepung porang) dengan nilai 3,19% dan perlakuan P 4
(75% tepung porang) dengan nilai yaitu 3,77% serta sebaliknya. dapat dilihat
bahwa perlakuan dengan nilai terkecil terdapat pada perlakuan P 1 (0% tepung
porang) yaitu 1,84%, sedangkan untuk perlakuan dengan nilai kadar abu tertinggi
berada pada perlakuan P4 (75% tepung porang) dengan nilai 3,77%. Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi penggunaan tepung porang pada
pembuatan cookies maka akan menghasilkan nilai kadar abu yang semakin tinggi,
sebaliknnya semakin sedikit penggunaan tepung porang maka semakin dikit pula
nilai kadar abu didalam cookies. Menurut pendapat Sari dan Widjanarko (2015),
komponen bahan makanan sebagian besarnya, yaitu sebanyak 96% terdiri atas
bahan organik dan air, dan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Hasil
penelitian (Rahyu et al., 2023) menunjukkan penambahan konsentrasi tepung
porang yang semakin banyak menyebabkan kadar abu bakso menjadi semakin
meningkat. Penyebab terjadinya peningkatan kadar abu ini yaitu kadar abu yang
terkandung dalam tepung porang itu sendiri sudah cukup tinggi berdasarkan hasil
analisis bahan baku, yaitu sebesar 1.89%. Hasil rata-rata nilai kedar abu pada
cookies tepung porang dengan penambahan konsentrasi emulsifier menunjukan
bahwa nilai rata-rata kadar abu cookies tidak memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-2986-2009) yaitu maksimum 1,5%. Perlakuan yang paling
mendekati nilai SNI adalah perlakuan P1 (0% tepung porang) yaitu 1,84%. Hal ini
kemungkinan terjadi dikarenakan pada pembuatan tepung porang kurang terjaga
kebersihannya.
denang nilai signifikasinya dibawah dari 0,05 yang berarti pada setiap perlakuan
terdapat perbedaan yanng signifikan. Hasil uji organoleptik penerimaan warna
disajikan pada gambar 9.
6 5.72 5.76
5.48 5.36
4.96 4.84
5 4.56 4.6
Warna
1
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)
Dari data analisa diatas dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan
tepung porang maka akan semakin menghasilkan warna yang tidak disukai oleh
para panelis. Warna dari tepung porang sendiri adalah coklat sedangkan warna
tepung terigu adalah putih, hal ini lah yang menyebabkan warna dari cookies yang
dihasilkan berwarna gelap. Penyebab warna tepung porang coklat karena adanya
kandungan karoten yang dijumpai pada umbi porang mencapai 40 mg/kg
(Wootton et al., 1993). Menurut (Ramadhan et al., 2021) pencoklatan pada
makanan terjadi karena reaksi enzimatis makanan yang mengandung senyawa
fenolik. Menurut (Zhao et al., 2010) umbi porang juga mengandung enzim
polyphenol oxidases (PPO) dan senyawa fenolik termasuk tanin.
4.7.2 Tekstur
Salah satu dari pengujian orgoleptik adalah tekstur, dimana tekstur
merupakan indikator terpenting dalam produk makanan. Tekstur adalah ciri khas
dari bahan makanan yang timbul akibat proses akumalsi antara sifat fisik yang
terdiri dari ukuran, bentuk dan jumlah dari semua unsur pembentuk produk yang
dievaluasi oleh alat indra manusia baik dengan pengelihatan dan peraba.
Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya sebesar 0,16 yang berarti lebih besar dari 0,05
sehingga pada setiap perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji
organoleptik penerimaan tekstur disajikan pada gambar 10.
7
6 5.52 5.68
5.28 5.44 5.4
5.16 5.16
4.92
5
Tekstur
1
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)
41
4.7.3 Aroma
Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya sebesar 0,04 yang berarti dibawah dari 0,05 sehingga
pada setiap perlakuan terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji organoleptik
penerimaan aroma disajikan pada gambar 11.
7.00
6.00
5.04 5.20 5.04
4.88 4.96 4.96
5.00 4.60
4.40
Aroma
4.00
3.00
2.00
1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)
4.7.4 Rasa
Rasa merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan suatu produk
dapat diterima atau tidak oleh konsumen. Rasa merupakan sesuatu yang diterima
oleh lidah. Dalam pengindraan cecapan manusia dibagi empat cecapan utama
yaitu manis, pahit, asam dan asin serta ada tambahan respon bila dilakukan
modifikasi (Zuhra, 2006).
Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya sebesar 0,08 yang berarti lebih besar dari 0,05
sehingga pada setiap perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji
organoleptik penerimaan rasa disajikan pada gambar 12.
43
7.00
3.00
2.00
1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)
Dengan melakukan uji organoleptik warna, kita dapat mengukur sejauh mana
warna cookies sesuai dengan standar atau spesifikasi yang ditetapkan. Hal ini
dapat membantu memastikan konsistensi warna dalam produksi, mengidentifikasi
perubahan warna yang tidak diinginkan, dan memastikan produk tetap menarik
bagi konsumen dari segi penampilan.
Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya dibawah dari 0,05 sehingga pada setiap perlakuan
terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji organoleptik mutu warna disajikan
pada gambar 13.
7.00
6.00
5.00
Mutu Warna
4.24 4.20
4.00 3.68 3.72
1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)
berada pada perlakuan P4E2 (75% tepung porang:2% emulsifier) dan perlakuan
P4E1 (75% tepung porang:1% emulsifier) dengan nilai 2,12% yang memiliki
kriteria warna coklat. Berdasarkah nasil uji organoleptik kesukaan terhadap warna
cookies nilai tertinggi berada pada perlakuan P 1E2 (0% tepung porang:2%
emulsifier) yang memiliki kriteria warna kuning.
6.00
5.00
Mutu Tekstur
3.00
2.00
1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)
(75% tepung porang : 1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu tekstur cookies
berturut-turut yaitu 3,60% dan 3,64%. Sedangkan pada perlakuan P 1E2 (0%
tepung porang : 2% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu tekstur sebesar
4,00% yang menunjukan kriteria cookies yang dihasilkan memiliki tekstur renyah,
sedangkan pada perlakuan P2E2 (25% tepung porang : 2% emulsifier), P3E2 (50%
tepung porang : 2% emulsifier) dan P4E2 (75% tepung porang : 2% emulsifier)
memiliki nilai rata-rata mutu tekstur cookies berturut-turut yaitu 3,84%, 3,92%
dan 3,80% yang menandakan kriteria dari tekstur cookies tersebut adalah agak
renyah. Hasil analisa uji organoleptik kesukaan terhadap tekstur cookies
menyatakan bahwa perlakuan P1E2 (0% tepung porang : 2% emulsifier) yang
paling disukai oleh panelis, dimana tekstur dari cookies tersebut adalah renyah.
Menurut (Febrianto & Sutardi, 2017) kandungan kadar lemak mempengaruhi
tekstur cookies, kadar lemak yang lebih tinggi cenderung akan menghasilkan
cookies yang lebih renyah. Hal ini berhubungan dengan kandungan kadar lemak
pada tepung terigu yang lebih tinggi dengan nilai yaitu 1,49%, sedangkan kadar
lemak pada tepung porang hanya sebesar 0,02%. Secara langsung, lesitin tidak
secara signifikan mempengaruhi tekstur atau kerenyahan cookies. Namun,
penggunaan lesitin dapat memiliki efek sekunder pada tekstur cookies. Misalnya,
dengan membantu emulsifikasi lemak, lesitin dapat mempengaruhi konsistensi
dan distribusi lemak dalam adonan. Ini dapat memengaruhi tekstur cookies akhir.
7.00
6.00
5.00
Mutu Aroma 4.08 4.04 3.96 3.92 4.04 4.00 3.92 3.96
4.00
3.00
2.00
1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)
P3E1 (50% tepung porang : 1% emulsifier) dan perlakuan P4E1 (75% tepung porang
: 1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu cookies berturut-turut yaitu 3,96%
dan 3,92% yang menunjukan kriteria rasa mutu cookies tersebut adalah agak
manis. P1E2 (0% tepung porang : 2% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu rasa
cookies yaitu 4,04% yang berarti memiliki kriteria rasa cookies manis, perlakuan
P2E2 (25% tepung porang : 2% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu rasa
cookies 4,00% yang memiliki rasa cookies manis, sedangkan pada perlakuan P3E2
(50% tepung porang : 2% emulsifier) dan perlakuan P4E2 (75% tepung porang :
2% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu cookies berturut-turut yaitu 3,92%
dan 3,96% yang menunjukan kriteria rasa mutu cookies tersebut adalah agak
manis. Rasa pada cookies biasanya dipengaruhi oleh oleh bahan yang memiliki
rasa manis seperti gula, susu, coklat dan lain-lain. Sedangkan emulsifier tidak
terlalu berpengaruh terhadap rasa manis pada cookies, namun dalam beberapa
kasus, lesitin mungkin memberikan sedikit sentuhan kekhasan rasa, tetapi
biasanya sangat lemah dan tidak dominan. Tepung porang umumnya tidak
memberikan pengaruh rasa manis pada cookies.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian yang dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Interaksi faktor komposisi tepung porang dan faktor konsentrasi emulsifier
berpengaruh nyata terhadap kadar air dan kadar protein dari cookies yang
dihasilkan, faktor tunggal komposisi tepung porang berpengaruh nyata
terhadap kadar abu, kadar serat dan rendemen cookies, sedangkan pada
faktor tunggal konsentrasi emulsifier tidak berpengaruh nyata terhadap
analisa kimia cookies.
2. Interaksi antara faktor komposisi tepung porang dan faktor konsentrasi
emulsifier tidak berpengaruh nyata terhadap analisa organoleptik cookies.
Faktor tunggal konsentrasi emulsifier tidak berpengaruh nyata terhadap
analisa organoleptik. Sedangkan faktor tunggal komposisi tepung porang
berpengaruh nyata terhadap hedonik warna, hedonik rasa dan mutu warna.
50
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait analisa masa simpan cookies
tepung porang dan penambahan emulsifier agar mengetahui berapa lama masa
kadaluarsa cookies.
51
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, A., & Azizah, N. (2017). Karakteristik Sensori dan Nilai Gizi Cookies
dengan Penambahan Tepung Daun Kelor. Jurnal Teknologi Pangan dan
Gizi, 16(2), 187-194.
Arizka, A. A., & Daryatmo, J. (2015). Perubahan Kelembaban Dan Kadar Air Teh
Selama Penyimpanan Pada Suhu Dan Kemasan Yang Berbeda. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, vol 4(4).
Anggraeni, D. A., Simon, B. W., dan Ningtyas, D. W. (2014). Proporsi Tepung
Porang (Amorphophallus Muelleri Blume): Tepung Maizena Terhadap
Karakteristik Sosis Ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 (3).
Anggraeni, D. A., Widjanarko, S. B., & Ningtyas, D. W. (2014). The Effect of
Porang Flour (Amorphophallus muelleri): Cornstarch Flour towards
Chicken Saussage Characteristic. 2(3), 214–223.
AOAC. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical
Chemist. Washington D.C. : Benyamin Franklin Statio
Buchari, L., & Darmadji, P. (2017). Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap
Karakteristik Kimia dan Fisik Cookies Berbahan Dasar Tepung
Kedelai. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 5(3), 683-692.
Clyde, E. 2005. Emulsifiers for the Food Industry, Chapter 8. Bailey’s Industrial
Oil and fat.
Dalton, A., Sugiyono, & Syamsir, E. (2016). Pengaruh Penambahan Emulsifier
terhadap Mutu Sensori Roti Tawar selama Penyimpanan.
Damayanti, S., Bintoro, V. P., & Setiani, B. E. (2020). Pengaruh Penambahan
Tepung Komposit Terigu, Bekatul Dan Kacang Merah Terhadap Sifat
Fisik Cookies. Journal of Nutrition College. Vol. 9 (3).
El-Nagar, G., Hamed, A. M., & Mahmoud, S. A. (2015). Effect of egg yolk on the
quality of Cookies. Journal of food and dairy sciences, 6(10), 463-469.
Fatimah, A., Wulandari, Y., & Utami, R. (2018). Pengaruh Penambahan Susu
Bubuk pada Karakteristik Fisik, Sensori, dan Kandungan Gizi Cookies.
Jurnal Gizi dan Pangan, 13(1), 55-62.
Fatmawati, S., & Nurgraheni, Setyani. K.D. (2016). Ekstraksi Berbantu
Ultrasonik dan Penetapan Kadar Glukomanan dalam Umbi Porang
(Amorphophallus oncophyllus Prain ex Hook.f.). Media Farmasi
IndonesiaVol 11 No. 2.
Febrianto, D. A., Rohman, A., & Sutardi, T. (2017). The Effect of Konjac
Glucomannan on the Physicochemical and Sensory Properties of
Semisweet Biscuits. International Food Research Journal, 24(5), 2244-
2250.
52
LAMPIRAN
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
EXP Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Serat P1E1 .227 3 . .983 3 .747
P2E1 .292 3 . .923 3 .463
P3E1 .276 3 . .942 3 .537
P4E1 .219 3 . .987 3 .780
P1E2 .276 3 . .942 3 .537
P2E2 .269 3 . .949 3 .567
P3E2 .285 3 . .932 3 .497
57
Serat
a,b
Tukey HSD
Subset
(P+T) N 1 2
P1 6 3.1225
P2 6 3.2992
P3 6 3.5775
P4 6 3.7133
Sig. .055 .177
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .012.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b. Alpha = ,05.
Rendemen
a,b
Tukey HSD
Subset
(P+T) N 1 2
P1 6 82.4333
P2 6 82.6483
P3 6 82.9000
P4 6 85.1033
Sig. .925 1.000
59
Kadar Air
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
(E*P) N 1 2 3 4 5 6
P1E2 3 7.9467
P2E2 3 7.9567
P1E1 3 8.3567 8.3567
P3E2 3 8.7967
P4E1 3 9.3000
P3E1 3 10.1500
P2E1 3 10.6900
P4E2 3 11.5700
Sig. .117 .080 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
BNJ = q(p:dbg:α) x
√ KTG
r
= (3;16;0,05) X
√ 0,028
3
= 3,65 x 0,055
= 0,203
Kadar Abu
Tukey HSDa,b
Subset
(P+T) N 1 2 3 4
P1 6 1.8400
P2 6 2.4683
P3 6 3.1933
P4 6 3.7733
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,023.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
b. Alpha = ,05.
BNJ = q(p:dbg:α) x
√ KTG
r
= (3;16;0,05) X
√ 0,023
3
= 3,65 x 0,050
= 0,1845
62
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
(E*P) Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kadar Protein P1E1 .175 3 . 1.000 3 1.000
P2E1 .175 3 . 1.000 3 1.000
P3E1 .175 3 . 1.000 3 1.000
P4E1 .232 3 . .980 3 .726
P1E2 .253 3 . .964 3 .637
P2E2 .219 3 . .987 3 .780
P3E2 .184 3 . .999 3 .927
P4E2 .175 3 . 1.000 3 1.000
a. Lilliefors Significance Correction
Kadar Protein
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
(E*P) N 1 2 3 4 5
P4E1 3 7.6267
P3E1 3 7.6500
P1E1 3 8.1200
P2E1 3 8.1200
P4E2 3 8.3000
P3E2 3 8.3033
P2E2 3 8.5667
P1E2 3 8.6967
Sig. .996 1.000 1.000 1.000 1.000
63
BNJ = q(p:dbg:α) x
√ KTG
r
= (3;16;0,05) X
√ 0,002
3
= 3,65 x 0,014
= 0,054
Lampiran 9. Analisa Organoleptik Hedonik Rasa
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
RASA P1E1 .267 25 .000 .826 25 .001
P2E1 .191 25 .020 .916 25 .042
P3E1 .259 25 .000 .787 25 .000
P4E1 .260 25 .000 .800 25 .000
P1E2 .227 25 .002 .876 25 .006
P2E2 .258 25 .000 .786 25 .000
P3E2 .260 25 .000 .868 25 .004
P4E2 .273 25 .000 .862 25 .003
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa,b
RASA
Kruskal-Wallis H 12.495
Df 7
Asymp. Sig. .085
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP
64
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
AROMA P1E1 .208 25 .007 .809 25 .000
P2E1 .302 25 .000 .837 25 .001
P3E1 .196 25 .015 .863 25 .003
P4E1 .248 25 .000 .830 25 .001
P1E2 .250 25 .000 .843 25 .001
P2E2 .241 25 .001 .848 25 .002
P3E2 .208 25 .007 .809 25 .000
P4E2 .322 25 .000 .752 25 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa,b
AROMA
Kruskal-Wallis H 14.307
Df 7
Asymp. Sig. .046
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TEKSTUR P1E1 .320 25 .000 .786 25 .000
P2E1 .265 25 .000 .817 25 .000
P3E1 .242 25 .001 .888 25 .010
P4E1 .231 25 .001 .890 25 .011
P1E2 .346 25 .000 .809 25 .000
P2E2 .327 25 .000 .710 25 .000
P3E2 .311 25 .000 .839 25 .001
P4E2 .248 25 .000 .899 25 .017
a. Lilliefors Significance Correction
65
Test Statisticsa,b
TEKSTUR
Kruskal-Wallis H 10.420
df 7
Asymp. Sig. .166
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
WARNA P1E1 .288 25 .000 .862 25 .003
P2E1 .233 25 .001 .886 25 .009
P3E1 .209 25 .006 .896 25 .015
P4E1 .227 25 .002 .913 25 .035
P1E2 .223 25 .002 .865 25 .003
P2E2 .338 25 .000 .826 25 .001
P3E2 .317 25 .000 .840 25 .001
P4E2 .200 25 .011 .901 25 .019
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa,b
WARNA
Kruskal-Wallis H 27.825
df 7
Asymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
M_AROMA P1E1 .244 25 .000 .833 25 .001
P2E1 .208 25 .007 .809 25 .000
P3E1 .242 25 .001 .813 25 .000
66
Test Statisticsa,b
M_AROMA
Kruskal-Wallis H 1.595
df 7
Asymp. Sig. .979
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
M_RASA P1E1 .370 25 .000 .714 25 .000
P2E1 .396 25 .000 .671 25 .000
P3E1 .311 25 .000 .805 25 .000
P4E1 .286 25 .000 .872 25 .005
P1E2 .416 25 .000 .697 25 .000
P2E2 .380 25 .000 .750 25 .000
P3E2 .359 25 .000 .789 25 .000
P4E2 .295 25 .000 .852 25 .002
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa,b
M_RASA
Kruskal-Wallis H 8.995
df 7
Asymp. Sig. .253
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP
67
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
M_WARNA P1E1 .276 25 .000 .781 25 .000
P2E1 .319 25 .000 .821 25 .001
P3E1 .336 25 .000 .757 25 .000
P4E1 .230 25 .001 .805 25 .000
P1E2 .281 25 .000 .786 25 .000
P2E2 .288 25 .000 .847 25 .002
P3E2 .336 25 .000 .757 25 .000
P4E2 .230 25 .001 .805 25 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa,b
M_WARNA
Kruskal-Wallis H 115.670
df 7
Asymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP
Test Statisticsa,b
M_TEKSTUR
Kruskal-Wallis H 12.439
df 7
Asymp. Sig. .087
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP