Anda di halaman 1dari 87

SKRIPSI

PENGARUH TEPUNG UMBI PORANG (Amorphophallus


oncophyllus Prain) DAN KONSENTRASI EMULSIFIER
TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA DAN
ORGANOLEPTIK COOKIES SEBAGAI MAKANAN
FUNGSIONAL

AHMAD ALAM AKBAR


193020403013

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2023

i
PENGARUH TEPUNG UMBI PORANG (Amorphophallus
oncophyllus Prain) DAN KONSENTRASI EMULSIFIER
TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA DAN
ORGANOLEPTIK COOKIES SEBAGAI MAKANAN
FUNGSIONAL

AHMAD ALAM AKBAR


193020403013

Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Teknologi Industri Pertanian pada Jurusan
Budidaya Pertanian

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2023

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan


saya, didalam naskah SKRIPSI ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah
diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik disuatu perguruan
tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali secara tetulis dalam Naskah ini disebutkan dalam sumber
kutipan dan daftar pustaka.
Apalagi ternyata didalam Naskah SKRIPSI ini dapat dibuktikan terdapat
unsur PLAGIASI, maka saya bersedia SKRIPSI ini digugurkan dan gelar
akademik yang telah saya peroleh (SARJANAH TEKNOLOGI PERTANIAN)
dibatalkan serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Palangka Raya, Oktober 2023

Ahmad Alam Akbar


193020403013

iii
PENGARUH TEPUNG UMBI PORANG (Amorphophallus
oncophyllus Prain) DAN KONSENTRASI EMULSIFIER
TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA DAN
ORGANOLEPTIK COOKIES SEBAGAI MAKANAN
FUNGSIONAL

AHMAD ALAM AKBAR


193020403013

Program Studi Teknologi Industri Pertanian


Jurusan Budidaya Pertanian

Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Suparno M.Si Dr. Ir. Herry Palangka Jaya, MP


NIP: 19620928 199302 1 001 NIP: 19621214 199210 1 001

Mengetahui :

Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian


Dekan Ketua

Dr. Ir. Sosilawaty, M.P Ir. Robertho Imanuel, M.P


NIP. 19660326 199303 2 008 NIP. 19640308 198903 1 002

iv
RINGKASAN

AHMAD ALAM AKBAR, 193020403013 “Pengaruh Tepung Umbi Porang


(Amorphophallus oncophyllus Prain) Dan Konsentrasi Emulsifier Terhadap
Karakteristik Kimia Dan Organoleptik Cookies Sebagai Makanan
Fungsional”, Skripsi, Teknologi Industri Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. Dibawah bimbingan Suparno dan
Herry Palangka Jaya.

Umbi porang (Amorphophallus oncophyllus Prain) merupakan salah satu


tumbuhan yang memiliki kadar serat yang tinggi. Pemanfaatan dari umbi porang
sendiri masih sangatlah minim, sehingga perlu dilakuakan inovasi seperti
pembuatan cookies tepung porang. Penambahan emulsifier pada pembuatan
cookies diharapkan dapat memberikan hasil fisik cookies yang lembut dan renyah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristuk kimia
dan organoleptik serta mengetahui formulasi terbaik penggunaan tepung porang
dan penambahan konsentrasi emulsifier pada cookies. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan menggunakan dua faktor yaitu
penggunaan tepung porang dan konsentrasi emulsifier, serta tiga kali ulangan.
Penggunaan tepung porang 0%, 25%, 50%, dan 75%. Konsentrasi emulsifier yaitu
1% dan 2%. Perlakuan terbaik sampel cookies berdasarkan karakteristik kimia dan
organoleptik adalah P1E2 (0% tepung porang:2% emulsifier) dengan kadar air
7,94% dan kadar protein 8,69%. Sedangkan untuk nilai kesukaan terhadap
cookies yaitu warna 5,76% (Kuning), rasa 5,80% (manis), aroma 5,20% (khas
cookies), dan tekstur 5,68% (renyah).

v
ABSTRAK

PENGARUH TEPUNG UMBI PORANG (Amorphophallus oncophyllus


Prain) DAN KONSENTRASI EMULSIFIER TERHADAP
KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK COOKIES SEBAGAI
MAKANAN FUNGSIONAL

AHMAD ALAM AKBAR

Makanan fungsional adalah suatu jenis makanan yang selain untuk


mengenyangkan dan pemberi sumber energi juga memiliki manfaat bagi
kesehatan seperti membantu mengurangi resiko penyakit, membantuk
penyembuhan penyakit, membantu program diet dan lain-lain. Makanan
fungsional yang dapat dibuat salah satunya adalah cookies dari tepung porang
yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Untuk meningkatkan karateristik
fisik cookies tepung porang perlu ditambahkan konsentrasi emulsifier. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristuk kimia dan
organoleptik serta mengetahui formulasi terbaik penggunaan tepung porang dan
penambahan konsentrasi emulsifier pada cookies. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan menggunakan dua faktor yaitu
penggunaan tepung porang dan konsentrasi emulsifier, serta tiga kali ulangan.
Penggunaan tepung porang 0%, 25%, 50%, dan 75%. Konsentrasi emulsifier yaitu
1% dan 2%. Perlakuan terbaik sampel cookies berdasarkan karakteristik kimia dan
organoleptik adalah P1E2 (0% tepung porang:2% emulsifier) dengan kadar air
7,94% dan kadar protein 8,69%. Sedangkan untuk nilai kesukaan terhadap
cookies yaitu warna 5,76% (Kuning), rasa 5,80% (manis), aroma 5,20% (khas
cookies), dan tekstur 5,68% (renyah).

Kata kunci ; cookies, porang, emulsifier, makanan fungsional

vi
ABSTRACT

INFLUENCE OF PORANG (Amorphophallus oncophyllus Prain) UMBI


TURKEY AND EMULSIFIER CONCENTRATION ON CHEMICAL AND
ORGANOLEPTIC CHARACTERISTICS OF COOKIES AS
FUNCTIONAL FOODS

AHMAD ALAM AKBAR

Functional food is a type of food that in addition to filling and providing a source
of energy also has health benefits such as helping to reduce the risk of disease,
helping cure disease, helping diet programs and others. One of the functional
foods that can be made is cookies from porang flour which has a high nutritional
content. To improve the physical characteristics of porang flour cookies, it is
necessary to add emulsifier concentration. The purpose of this study was to
determine the effect of chemical and organoleptic characteristics and to determine
the best formulation of porang flour and the addition of emulsifier concentration
in cookies. This study used a factorial complete randomized design using two
factors, namely the use of porang flour and emulsifier concentration, and three
replications. The use of porang flour was 0%, 25%, 50%, and 75%. Emulsifier
concentration is 1% and 2%. The best treatment of cookie samples based on
chemical and organoleptic characteristics is P1E2 (0% porang flour: 2%
emulsifier) with 7.94% moisture content and 8.69% protein content. As for the
liking value of cookies, the color is 5.76% (yellow), taste 5.80% (sweet), aroma
5.20% (typical of cookies), and texture 5.68% (crispy).

Key words; cookies, porang, emulsifier, functional food

vii
RIWAYAT HIDUP

AHMAD ALAM AKBAR, dilahirkan pada tanggal 23 Mei 2001, di Pangkalan


Bun, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi
Kalimantan Tengah. Merupakan anak keempat dari empat bersaudara, lahir dari
pasangan Bapak RAM. Ruslan Darus dan Ibu Umi Hasanah.
Jenjang pendidikan dimulai dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri Mendawai
pada tahun 2007. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di
Madrasah Tsanawiyah Negeri Pangkalan Bun pada tahun 2013 dan tahun 2016
masuk ke Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Pangkalan Bun. Kemudian
pada tahun 2019 melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri melalui
jalur SBMPTN, mulai saat itu penulis duduk di bangku kuliah pada Perguruan
Tinggi Negeri Universitas Palangka Raya, Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya
Pertanian, Program Studi Teknologi Industri Pertanian. Selama kuliah penulis
aktif dibeberapa kegiatan akademik, penulis berpartisipasi sebagai Asisten
Praktikum Mata Kuliah Kimia Dasar, Biologi, Mikrobiologi Industri dan
Mikrobiologi Pertanian. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan kemahasiswaan
seperti, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ BDP) dan Kordinator pada
Himpunan Program Studi Teknologi Industri Pertanian (HMPS TIP).
Selama menempuh studi di Perguruan Tinggi Universitas Palangka Raya
penulis pernah mengikuti:
1. Kuliah Kerja Nyata-Kebangsaan ke X (KKN-K) pada Juli 2022 di Desa Petak
Batuah,Kecamatan Dadahup Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
2. Magang Studi Independen Bersertifikat (MSIB) pada September-Desember
2022 di PT. Bumitama Gunajaya Agro, Kabupaten Ketapang, Provinsi
Kalimantan Barat.
3. Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) fakultas Pertanian tahun 2022.

viii
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Teknologi
Industri Pertanian penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Jurusan
Budidaya Pertanian dari bulan Juli 2023 hingga Agustus 2023 dengan judul
“Pengaruh Tepung Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain) Dan
Konsentrasi Emulsifier Terhadap Karakteristik Kimia Dan Organoleptik Cookies
Sebagai Makanan Fungsional” di bawah bimbingan Ir. Suparno M.Si dan Dr. Ir.
Herry Palangka Jaya, MP.

ix
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunianya lah penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Tepung Umbi Porang
(Amorphophallus oncophyllus Prain) Dan Konsentrasi Emulsifier Terhadap
Karakteristik Kimia Dan Organoleptik Cookies Sebagai Makanan Fungsional”.
Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian yang telah penulis laksanakan sebagai
tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi di program studi Teknologi Industri
Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka
Raya.
Selama penelitian dan penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan yang
penulis alami, namun berkat bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Hal itu disadari karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan serta petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda RAM. Ruslan Darus dan Ibunda tercinta Umi Hasanah serta kak
Nurthoibah, kak Syifa Aulia dan abang saya Ilham Sidik yang saya sayangi
terimakasih sudah memberikan semangat, membiayai saya dan mendoakan
saya dari awal kuliah sampai selesai.
2. Ir. Suparno, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penulis

x
menyelesaikan studi, memberikan arahan dan dorongan kepada penulis
sehingga penyusunan Tugas Akhir (skripsi) ini berjalan dengan baik.
3. Dr. Ir. Herry Palangka Jaya, MP selaku Dosen Pembimbing II atas segala
bimbingan, masukan, serta saran selama penulis menyelesaikan studi,
melaksanakan proses perbaikan, memberikan arahan dan dorongan kepada
penulis sehingga penyusunan Tugas Akhir (skripsi) ini berjalan dengan baik.
4. Erni Dwi Puji Setyowati, STP., M.Sc selaku Dosen Pembahas I, atas segala
saran dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir (skripsi) dengan baik.
5. Ir. Wijantri Kusumadati, MP selaku Dosen Pembahas II, atas segala saran dan
bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir (skripsi) dengan baik.
6. Ibu Ellen Christ Tambunan, S.TP., M.Sc, selaku Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, telah membantu pelayanan proses administrasi
dalam menyelesaikan studi akhir penulisan, serta Memberi Semangat Selama
proses Penyelesaian Skripsi Ini.
7. Ir. Robertho Imanuel, M.P selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya atas petunjuk dan nasihatnya
kepada penulis.
8. Dr. Ir Sosilawaty, MP selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Palangka
Raya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Bapak dan Ibu Dosen dan seluruh Staff Tata Usaha, Jaminan Mutu
Pendidikan, Laboratorium dan Perpustakaan Fakultas Pertanian, Universitas
Palangka Raya, yang telah membantu pelayanan proses administrasi dalam
menyelesaikan studi akhir penulis.
10. Teman baik saya, Septian Yosep, Agung Setiawan, Willi Parisma P.H,
Amstrong Silaban, Jumana, Fitrianie, Sinta Priani Siregar, Tresia Novita Sari,
Shevilla Khabila, Septriasi Ananda Permata Putri, Monica Etrisia, Cristia
Anugrahni dan Muhammad Fahrian Mahmudi yang selalu membantu,
memberikan semangat, dukungan dan doa. Serta selalu menemani dan
mendengarkan keluh kesah penulis.

xi
11. Teman-teman saya Retno Hariyanti, Galih Hartoko, Yeremia Asa, Yenica,
Zikri, Tamada, Netty, Jenny dan teman-teman yang lainnya tidak dapat saya
sebutkan satu per satu yang sudah membantu dan memberikan semangat
selama perkuliahan penulis.
12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2019, serta masih banyak lagi pihak-
pihak yang sangat berpengaruh dalam proses penyelesaian skripsi yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan skripsi


ini yang harus terus diperbaiki, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata
penulis ucapkan terimakasih.

Palangka Raya, Oktober 2023


Penulis

Ahmad Alam Akbar

xii
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... iv
RINGKASAN.............................................................................................. v
ABSTRACT .................................................................................................. vi
ABSTRAK................................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP...................................................................................... viii
KATA PENGANTAR................................................................................. ix
DAFTAR ISI................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................... 3
1.5 Hipotesis Penelitian....................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umbi Porang.................................................................................. 4
2.2 Emulsifier....................................................................................... 7
2.3 Cookies........................................................................................... 8
2.4 Makanan Fungsional...................................................................... 10
2.5 Gula Stevia..................................................................................... 11
2.6 Margarin......................................................................................... 12
2.7 Kuning Telor.................................................................................. 13
2.8 Baking powder............................................................................... 13
2.9 Susu Bubuk.................................................................................... 14
2.10 Garam............................................................................................. 14
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat........................................................................ 15

xiii
3.2 Alat Dan Bahan.............................................................................. 15
3.3 Rancangan Penelitian..................................................................... 15
3.4 Pelaksanaan Penelitian................................................................... 15
3.5 Variabel Pengamatan..................................................................... 22
3.6 Analisis Data.................................................................................. 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Fisik.......................................................................... 27
4.2 Kadar Serat.................................................................................... 28
4.3 Rendemen...................................................................................... 30
4.4 Kadar Air....................................................................................... 31
4.5 Kadar Protein................................................................................. 33
4.6 Kadar Abu...................................................................................... 35
4.7 Organoleptik (Uji Hedonik)........................................................... 37
4.8 Organoleptik (Uji Mutu)................................................................ 42
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................... 48
5.2 Saran.............................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Umbi Porang Segar dan Tepung Porang........................ 6


Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Porang............................................................ 8
Tabel 3. Syarat Mutu Cookies........................................................................ 10
Tabel 4. Rancangan Acak Lengkap................................................................ 15
Tabel 5. Formulasi Pembuatan Cookies......................................................... 16
Tabel 6. Uji Skala Hidonik............................................................................. 25
Tabel 7. Uji Mutu Organoleptik..................................................................... 26
Tabel 8. Nilai Rata-rata Kadar Serat Pada Cookies........................................ 30
Tabel 9. Nilai Rata-rata Rendemen Pada Cookies......................................... 31
Tabel 10. Nilai Rata-rata Kadar Air Pada Cookies........................................ 32
Tabel 11. Nilai Rata-rata Kadar Protein Pada Cookies.................................. 35
Tabel 12. Nilai Rata-rata Kadar Abu Pada Cookies....................................... 37

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Umbi Porang................................................................................. 4


Gambar 2. Rumus Struktur Glukomanan....................................................... 7
Gambar 3. Rumus Struktur Lesitin................................................................. 8
Gambar 4. Steviol glycosides (C20H30O3)....................................................... 11
Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Porang.................................... 20
Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Coookies.............................................. 22
Gambar 7. Umbi Porang dan Tepung Porang................................................ 28
Gambar 8. Hasil variasi cookies dengan penambahan tepung porang dan
konsentrasi emulsifier.................................................................. 29
Gambar 9. Grafik Organoleptik Hedonik Rata-Rata Warna Cookies
Tepung Porang dan Penambahan Emulsifier............................... 39
Gambar 10. Grafik Organoleptik Hedonik Rata-Rata Tekstur Cookies
Tepung Porang dan Penambahan Emulsifier............................... 40
Gambar 11. Grafik Organoleptik Hedonik Rata-Rata Aroma Cookies
Tepung Porang dan Penambahan Emulsifier............................... 41
Gambar 12. Grafik Organoleptik Hedonik Rata-Rata Rasa Cookies Tepung
Porang dan Penambahan Emulsifier............................................ 42
Gambar 13. Grafik Organoleptik Mutu Rata-Rata Warna Cookies Tepung
Porang dan Penambahan Emulsifier............................................ 44
Gambar 14. Grafik Organoleptik Mutu Rata-Rata Mutu Tekstur Cookies
Tepung Porang dan Penambahan Emulsifier............................... 45
Gambar 15. Grafik Organoleptik Mutu Rata-Rata Aroma Cookies Tepung
Porang dan Penambahan Emulsifier............................................ 46
Gambar 16. Grafik Organoleptik Mutu Rata-Rata Rasa Cookies Tepung
Porang dan Penambahan Emulsifier............................................ 48

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Rendemen Tepung Porang.................................... 55


Lampiran 2. Perhitungan Kadar Serat............................................................ 55
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Cookies................................................ 55
Lampiran 4. Analisa Kadar Serat................................................................... 55
Lampiran 5. Analisa Rendemen Cookies....................................................... 57
Lampiran 6. Analisa Kadar Air Cookies........................................................ 58
Lampiran 7. Analisa Kadar Abu Cookies...................................................... 59
Lampiran 8. Analisa Kadar Protein................................................................ 61
Lampiran 9. Analisa Organoleptik Hedonik Rasa.......................................... 62
Lampiran 10. Analisa Organoleptik Hedonik Aroma.................................... 63
Lampiran 11. Analisa Organoleptik Hedonik Tekstur................................... 63
Lampiran 12. Analisa Organoleptik Hedonik Warna..................................... 64
Lampiran 13. Analisa Organoleptik Mutu Aroma......................................... 64
Lampiran 14. Analisa Organoleptik Mutu Rasa............................................. 65
Lampiran 15. Analisa Organoleptik Mutu Warna.......................................... 66
Lampiran 16. Analisa Organoleptik Mutu Tekstur........................................ 66
Lampiran 17. Dokumentasi Kegiatan Penelitian............................................ 67

xvii
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cookies adalah merupakan cemilan atau makanan ringan yang sangat
digemari oleh masyarakat dari segala kalangan mulai dari anak-anak, remaja
sampai orang tua, selain itu cookies adalah makan ringan yang praktis dan mudah
dinikmati di berbagai kesempatan atau sebagai hadiah dalam acara-acara tertentu.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2018) tingkat kesukaan konsumsi
cookies yaitu sebesar 33,31%. Cookies adalah cemilan kue kering yang terbuat
dari beberapa bahan yaitu tepung terigu, gula, mentega, telur, baking powder, susu
dan garam.
Cookies memiliki rasa yang manis dan banyak disukai tetapi ternyata
cookies memiliki beberapa kelemahan yang kurang baik untuk tubuh yaitu
memiliki kandungan kadar gula tinggi yang berasal dari gula pasir dalam
pembuatannya, cookies memiliki kandungan serat yang rendah. Kelemahan dari
cookies dapat diatasi dengan mengganti bahan pembuatnya seperti mengganti
tepung terigu dengan tepung porang yang memiliki kandungan karbohidrat lebih
rendah kadar lemak rendah dan tinggi serat (Arifin & Azizah 2017).
Tjandraatmadja et al (2017) menyatakan tepung porang memiliki
kandungan nutrisi seperti kadar lemak 0,02%, Karbohidrat 43,57%, protein 3,34%
dan kadar serat 2,5% dalam 100 gram. Sedangkan dalam 100 gram tepung terigu
terdapat kandungan kadar lemak 1,49%, karbohidrat 77,3%, protein 8,9% dan
kadar serat 1%. Hal ini menandakan bahwa kadar serat, kadar lemak dan kadar
karbohidrat dalam tepung umbi porang lebih baik dibandingkan dengan tepung
terigu. Verawati et al (2020) tepung porang juga memiliki kandungan
glukomanan 15,49% sehingga bagus dikonsumsi untuk tubuh. Pemanfaatan
tepung porang dalam pembuatan cookies dapat menjadikan cookies sebagai
makanan fungsional yang enak dan menyehatkan.
Menurut Betoret et al (2011) makanan fungsional adalah makanan yang
tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi, namun juga memiliki fungsi penting
lainnya seperti membantu penyembuhan penyakit. Hal ini menambah variasi jenis
2

makanan sehat yang berbahan dasar umbi porang. Diketahui umbi porang adalah
jenis umbi yang tidak dapat langsung dikonsumsi melainkan harus dilakukan
pengolahan terlebih dahulu. Silmi et al (2016) menerangkan bahwa subtitusi
tepung porang dan tepung terigu mempengaruhi tekstur biskuit menjadi terlalu
padat dan kasar yang disebabkan oleh kandungan glukomanan didalam tepung
porang. Perlu adanya penambahan bahan yang dapat membuat tekstur cookies
menjadi lebih lembut dan halus seperti penambahan emulsifier.
Emulsifier adalah bahan tambahan yang umumnya digunakan untuk
membantu mempertahankan emulsi pada pembuatan adonan kue kering. Noviar et
al (2015) menjelaskan penggunaan emulsifier berfungsi untuk memperbaiki
kualitas roti, donat dan kue kering berfungsi untuk memperbaiki kualitas dan
karakteristik penanganan adonan. Emulsifier yang biasanya digunakan untuk
pembuatan cookies adalah lecithin, lecithin adalah sumber alami yang biasanya
diperoleh dari sumber seperti telur, kedelai atau minyak nabati. Emulsifier pada
pembuatan cookies mempengaruhi kelembutan dan kekenyalan sehingga cookies
yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang lebih homogen dan lebih lembut.
Pemanfaatan tepung porang dalam pembuatan cookies sebagai makanan
fungsional yang memiliki kandungan gizi yang baik dan disukai oleh masyarakat,
maka diperlukan formulasi yang tepat antara penggunaan tepung porang dan
emulsifier agar mendapatkan karakteristik kimia dan organoleptik yang sesuai
dengan standar mutu cookies. Perlu diadakan penelitian terkait pemanfaatan
tepung porang sebagai bahan pembuatan cookies dengan penambahan emulsifier.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh karakteristik kimia cookies dengan menggunakan
berbagai formulasi tepung porang dan emulsifier?
2. Bagaimana uji organoleptik cookies dengan menggunakan berbagai
formulasi tepung porang dan emulsifier?
3. Bagaimana formula terbaik dalam pembuatan cookies yang berbahan
tepung porang dan emulsifier?
3

I.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang hendak dicapai pada penelitian pemanfaatan umbi
porang menjadi makanan fungsional cookies adalah:
1. Mengetahui pengaruh karakteristik kimia cookies dengan menggunakan
berbagai formulasi tepung porang dan emulsifier.
2. Mengetahui hasil uji organoleptik cookies dengan menggunakan berbagai
formulasi tepung porang dan emulsifier.
3. Menentukan formula terbaik dalam pembuatan cookies yang berbahan
tepung porang dan emulsifier.

I.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Penelitian bagi Masyarakat adalah:
1. Penyediaan makanan fungsional yang enak dan menyehatkan.
2. Memberikan variasi oalahan makanan baru yang berbahan dasar umbi
porang.

1.4.2 Manfaat Penelitian bagi Mahasiswa adalah:


1. Memberikan sumbangsih keilmuan terkhusus pada pembuatan cookies
berbahan dasar tepung porang.
2. Sebagai informasi bagi mahasiswa yang ingin penelitian pembuatan
produk berbahan dasar tepung porang.

I.5 Hipotesis Penelitian


Adapun hipotesis yang dapat diambil adalah:
1. Penggunaan tepung porang dan emulsifier berpengaruh pada karakteristik
kimia pada cookies.
2. Penggunaan tepung porang dan emulsifier berpengaruh pada hasil uji
organoleptik pada cookies.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umbi Porang


Umbi porang merupakan salah satu jenis tanaman dari marga
Amorphophalus yang termasuk kedalam suku talas-talasan (Araceae). Tanaman
ini memiliki nama latin Amorphophallus oncophyllus Prain. Tanaman tersebut
terdapat di daerah tropis dan sub-tropis. Umbi porang merupakan tanaman asli
Indonesia yang tumbuh liar di hutan-hutan Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua,
dan sekitarnya. Umbi porang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia
sebagai bahan pangan dan obat-obatan tradisional. Di Indonesia tanaman ini
belum banyak dibudidayakan dan hanya tumbuh secara liar di hutan-hutan,
sepanjang tepi sungai dan dilereng-lereng gunung. Pemanfaatannya baik untuk
industri pangan maupun non pangan masih sangat sedikit (Sarwono., 2017).

Gambar 1. Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain)

Umbi Porang memiliki senyawa glukomanan dengan kadar yang cukup


tinggi sekitar 16%-64% (basis kering). Umbi porang mengandung senyawa
karbohidrat kompleks yang disebut glucomannan. Senyawa ini memiliki
kemampuan menyerap air yang sangat tinggi dan berperan sebagai prebiotik alami
yang baik bagi kesehatan pencernaan. Selain itu, umbi porang juga mengandung
senyawa antioksidan, flavonoid, dan polifenol yang berpotensi sebagai obat
antiinflamasi dan antikanker. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa
konsumsi umbi porang dapat membantu menurunkan kadar gula darah pada
penderita diabetes tipe 2. Hal ini dikarenakan senyawa glucomanan yang terdapat
pada umbi porang dapat membentuk gel yang menghambat penyerapan glukosa
dari makanan ke dalam darah. Glukomanan mengatur laju penyerapan nutrisi di
5

usus halus. Akibatnya, glukomanan menurunkan lonjakan glukosa dan insulin


postprandial, serta meningkatkan sensitivitas insulin (Pratiwi et al., 2019).
Glukoman merupakan turunan karbohidrat berbentuk polisakarida yang
dapat larut di air dan dapat difermentasi. Seperti umbi-umbian lainnya, umbi
porang mengandung serat tinggi dan tidak mengandung lemak yang dapat
dimanfaatkan dalam menurunkan kadar kolesterol dan mencegah obesitas. Umbi
porang sangat cocok untuk dikonsumsi oleh penderita darah tinggi dan kencing
manis. Selain itu, umbi porang juga mengandung mineral dengan konsentrasi
tinggi seperti kalium, magnesium, fosfor, selenium, seng dan tembaga yang
bermanfaat bagi metabolisme (Pratiwi et al., 2019).
Selain itu kandungan kalsium oksalat yang dimiliki umbi porang menjadi
alasan tidak bisa dikonsumsi secara langsung karena dapat menimbulkan rasa
gatal di lidah dan mulut sehingga diperlukan cara atau metode untuk menurunkan
kadar kalsium oksalat, yakni dengan mereduksi kalsium oksalat. Kalsium oksalat
dapat direduksi dengan mencuci umbi porang hingga bersih dan dalam waktu
yang cukup lama. Metode perendaman menggunakan NaCl juga dapat mereduksi
kadar kalsium oksalat umbi porang , yaitu dengan nilai persentase reduksi
tertinggi yaitu dengan NaCl 15% menghasilkan peresentase reduksi sebesar
91,6%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak partikel Na + dan Cl- yang
terdapat didalam larutan maka semakin banyak pula ikatan yang terjadi yang
menghasilkan kalsium oksalat larut dalam air sehingga kadar kalsium oksalat
dalam sampel dapat tereduksi. Dalam bentuk makanan yang dapat dikonsumsi,
kandungan kalsium oksalat yang diizinkan sebesar 71 miligram/100 gram. Dalam
proses pengolahannya, umbi porang rentan dengan reaksi browning atau
pecoklatan sehingga dapat menurunkan kualitas olahan umbi porang. Penambahan
natrium bisulfit 1% pada tepung porang selama 10 menit dapat meningkatkan
derajat putih tepung umbi porang sebesar 67,89% (Ulfa & Nafiah., 2018). Berikut
dapat dilihat komposisi kandungan didalam umbi porang dan tepung porang dapat
dilihat pada tabel 1.
6

Tabel 1. Komposisi Umbi Porang Segar dan Tepung Porang


Kandungan per 100 gram (bobot basah)
Unsur Kimia
Umbi Segar (%) Tepung (%)
Air 83,38 6,80
Glukomanan 3.58 64.98
Pati 7.65 10.24
Protein 0.92 3.42
Lemak 0.02 -
Serat Pangan 2.50 5.90
Kalsium Oksalat 0.19 -
Abu 1.22 7.88
Timbal (Cu) 0.09 0.13
Sumber: (Handayani, et al. 2020).
Pramono et al (2019) tepung porang adalah salah satu produk olahan umbi
porang yang semakin populer di Indonesia. Tepung ini dihasilkan dengan cara
mengeringkan umbi porang kemudian dihaluskan menjadi serbuk halus. Tepung
umbi porang memiliki sifat fungsional yang unik seperti kemampuan membentuk
gel, meningkatkan kekenyalan, dan menyerap air sehingga sering digunakan
sebagai bahan tambahan dalam pembuatan makanan dan minuman. Beberapa
studi menunjukkan bahwa tepung umbi porang memiliki kandungan serat yang
tinggi dan rendah kalori, sehingga cocok digunakan sebagai bahan makanan bagi
orang yang memiliki masalah dengan berat badan atau diabetes. Menurut Haryani
et al (2018) tepung umbi porang juga mengandung senyawa inulin yang berperan
sebagai prebiotik, yakni dapat merangsang pertumbuhan bakteri baik dalam usus.
Salah satu kajian menunjukkan bahwa penggunaan tepung umbi porang dalam
pembuatan cookies dapat meningkatkan kandungan serat dan menurunkan kadar
gula darah pada penderita diabetes. Tepung umbi porang juga telah digunakan
sebagai bahan tambahan dalam pembuatan mi instan dan sosis untuk
meningkatkan kualitas produk. Berikut dapat dilihat syarat mutu tepung porang
berdasarkan (SNI 7939:2013) pada tabel 2.
7

Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Porang

Klarifikasi
Kriteria Uji
Mutu I Mutu II Mutu III
Kadar Air ≤ 13 13 – 15 15 - 16
Kadar Glukomanan ≥ 25 20 - 24 15 - 19
Kadar Abu ≤4 4-5 5 - 6,5
Kadar Protein ≤5 5 - 13 14
Kadar Karbohidrat - - -
Kadar Lemak - - -
Sumber: (SNI 7939:2013).

Gambar 2. Rumus Struktur Glukomanan

2.2 Emulsifier
Emulsifier atau zat pengemulsi adalah zat untuk membantu menjaga
kestabilan emulsi minyak dan air. Secara umum bahan pengemulsi terdiri dari
emulsifier alami dan emulsifier buatan (sintetis). Pengemulsi alami dibuat dari
bahan-bahan yang berasal dari alam. Misalnya dari biji kedelai, kuning telur dan
sebagainya. Adapun bahan pengemulsi buatan atau sintetis ini berasal dari
rekayasa manusia untuk menghasilkan jembatan antara minyak dan air. Meskipun
disebut sintetis, tetapi tidak sepenuhnya berasal dari bahan sintetis. Hanya proses
pembuatannya saja yang dirancang secara buatan manusia, tetapi bahan-bahannya
sering berasal dari bahan alami (Dalton et al., 2016).
8

Emulsifier makanan pada umumnya berbentuk semisolid yang


mengandung asam lemak seperti asam asam stearat, palmitat dan oleat serta mono
dan digliserida. Berikut ini adalah contoh-contoh emulsifier yang umum
digunakan dalam bahan pangan adalah mono dan digliserida, stearoyl lactylates,
propylene glycol ester, sorbitan esters, polysorbates, polyglycerol ester, ester-
ester sukrosa dan lesitin. Penelitian ini menggunakan emulsifier berupa lesitin,
lesitin adalah campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang terdiri dari
fosfatidil kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositol, dan komponen-komponen
lainnya. Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman.
Lesitin paling banyak diperoleh dari kedelai dan kuning telur. Biasanya digunakan
untuk emulsifier pada margarin, roti, kue dan lain-lain. Lesitin kedelai mampu
membuat kue kering memperoleh struktur yang remah, halus, seragam, tekstur
yang sesuai dengan karakteristik dari kue bangkit (Jariyah et al., 2018). Lesitin
kedelai merupakan hasil samping dari pengolahan minyak kedelai. Lesitin kedelai
mengandung asam lemak tidak jenuh yang memiliki kompatibilitas tinggi di
dalam tubuh dan penetrasi yang baik. Lesitin dari kedelai mengandung lemak
yang berperan sebagai antioksidan dan menekan pembentukan kolesterol di dalam
tubuh manusia. Lemak kedelai mengandung antioksidan alami yaitu tocopherol
atau vitamin E. Lesitin kedelai dapat dimanfaatkan sebagai emulsifier dalam
pengolahan pangan. Minyak dalam lesitin relatif lebih rendah dibandingkan dari
jenis kacang-kacangan dan kadar protein yang relatif tinggi akan menyebabkan
9

kedelai digunakan sebagai sumber protein dari pada sumber lemak. Berikut dapat
dilihat rumus struktur lesitin pada gambar 3.

2.3 Cookies
Kue kering sangatlah disukai oleh seluruh kalangan masyarakat mulai dari
anak-anak, remaja hingga dewasa. Salah satu kue kering yang banyak diminati
adalah kue Cookies. Cookies termasuk kedalam jenis makanan ringan berbentuk
kue kering yang sama seperti biskuit, walaupun terlihat sama tetapi kedua jenis
kue kering ini memiliki beberapa perbedaan yaitu dari segi tekstur nya dimana
cookies memiliki tekstur yang renyah di bagian luar dan lembut di dalam
sedangkan biskuit umumnya memiliki tekstur yang renyah dan rapuh. Perbedaan
dari segi rasa antara cookies dan biskuit adalah cookies memiliki rasa yang lebih
manis dan kaya akan gula, biskuit memiliki rasa yang lebih netral dan tidak terlalu
manis. Perbedaan dari segi mengkonsumsinya pada cookies umumnya dimakan
langsung sebagai cemilan, sedangkan pada biskuit umumnya dikonsumsi
berbarengan dengan kopi atau teh (Haryanto et al., 2020).
Prinsip pembuatan cookies dan pembentukkan kerangka cookies dibagi
menjadi 3 tahap yaitu pembuatan adonan, pencetakan dan pemanggangan.
Pembentukkan kerangka cookies diawali sejak pembuatan adonan. Selama
pencampuran terjadi penyerapan air oleh protein terigu sehingga terbentuk gluten
yang akan membentuk struktur cookies sampai terbentuk adonan yang homogen,
10

tahapan yang kedua pencetakan dan terakhir adalah pemanggangan (Arifin &
Azizah., 2017).
Adonan cookies sederhana dibuat dari mentega, tepung dan gula. Bahan-
bahan baku yang digunakan untuk pembutan cookies secara garis besar bisa
digolongkan menjadi dua kategori, yang petama adalah bahan-bahan yang
berfungsi sebagai pengikat dan pembentuk struktur cookies, seperti tepung (terigu
dan porang) air, garam, susu tanpa lemak. Sedangkan golongan kedua adalah
bahan-bahan sebagai pelembut tekstur seperti margarine, gula, emulsifier, baking
powder dan kuning telur (Sari & Wijayanti., 2019).
Cookies yang dihasilkan harus sesuai dengan syarat mutu produk yang
telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia agar aman untuk dikonsumsi,
Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku di
Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2986-2009), seperti
pada tabel 3.
Tabel 3. Syarat Mutu Cookies
Kriteria Uji
Klasifikasi
Kalori (Kalori/100gr) Minimum 400
Air (%) Maksimum 6
Protein (%) > 5% dan < 10%
Lemak (%) > 15% dan <25%
Karbohidrat (%) Minimum 60
Abu (%) Maksimum 1,5
Serat Kasar (%) Minimum 1,5
Kadar Gula (%) Maksimum 35
Logam Berbahaya Negatif
Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal

Sumber: (SNI 01-2986-2009)

2.4 Makanan Fungsional


11

Menurut (Nurwantoro et al., 2017) Makanan fungsional adalah jenis


makanan yang dirancang untuk memberikan manfaat kesehatan tambahan selain
nilai gizi dasar yang diberikan oleh makanan biasa. Makanan fungsional
mengandung bahan-bahan bioaktif yang telah terbukti memiliki efek positif pada
kesehatan dan dapat membantu mencegah atau mengurangi risiko penyakit.
Makanan fungsional seringkali mengandung nutrisi tambahan seperti vitamin,
mineral, serat, asam lemak omega-3, probiotik, atau antioksidan. Nutrisi tambahan
ini memberikan manfaat kesehatan yang spesifik, contohnya, makanan fungsional
dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menjaga kesehatan
pencernaan, mengatur gula darah, atau menurunkan risiko penyakit jantung.
Makanan fungsional dirancang dan diproduksi dengan tujuan spesifik untuk
memberikan manfaat kesehatan. Bahan-bahan dan formulasi makanan tersebut
dipilih dan dikembangkan secara khusus untuk mencapai tujuan tersebut.
Berikut ini adalah beberapa contoh makanan fungsional yaitu susu yang di
fermentasi dengan penambahan mikroba yang baik untuk tubuh sehingga diolah
menjadi yougurt yang baik untuk kesehatan, kacang kacangan yang kaya akan
serat, protein nabati, dan berbagai nutrisi lainnya, seperti antioksidan, yang dapat
membantu meningkatkan kesehatan jantung dan mengurangi risiko diabetes yang
diolah menjadi berbagai macam produk seperti sereal, kue kering tinggi serat dan
lain-lain.
Selain dari manfaat-manfaat dari makanan fungsional ternyata terdapat
juga persyaratan yang harus dipenuhi agar makanan fungsional yang dikonsumsi
dapat memberikan dampak yang baik terhadap tubuh. Makanan fungsional harus
aman dikonsumsi dalam jumlah yang direkomendasikan tanpa menimbulkan efek
samping yang berbahaya, bahan aktif dalam makanan fungsional harus mudah
diserap oleh tubuh manusia dan memberikan manfaat kesehatan yang diharapkan.
Makanan fungsional harus disertai dengan informasi yang jelas dan akurat
mengenai manfaat kesehatan yang diharapkan dari makanan fungsional harus
disediakan pada label produk (Nugrahani & Nurwantoro, 2020).

2.5 Gula Stevia


12

Gula stevia adalah sejenis pemanis alami yang berasal dari tanaman Stevia
rebaudiana. Tanaman ini telah lama digunakan sebagai pengganti gula di Amerika
Selatan, dan gula stevia yang diekstrak dari daunnya telah menjadi semakin
populer sebagai alternatif pemanis di berbagai negara. Kandungan utama dalam
gula stevia adalah senyawa yang disebut steviol glycosides, yang memberikan
rasa manis pada tanaman ini. Steviol glycosides terdiri dari beberapa komponen
utama, termasuk stevioside, rebaudioside A, rebaudioside C, dan dulcoside A.
Stevioside adalah komponen yang paling melimpah dalam gula stevia dan
memberikan rasa manis yang kuat (Rahayu, 2016).

Gambar 4. Steviol glycosides (C20H30O3)

Manfaat dari mengkonsumsi gula stevia yaitu gula stevia hampir tidak
memiliki kalori, sehingga bisa menjadi alternatif yang baik untuk orang yang
ingin mengurangi asupan kalori dan gula dalam diet mereka. Gula stevia memiliki
efek minimal terhadap gula darah, sehingga dapat menjadi pilihan yang baik bagi
individu dengan diabetes atau yang ingin menjaga stabilitas gula darah. Beberapa
penelitian telah menunjukkan potensi manfaat gula stevia terkait pengendalian
tekanan darah, pengurangan risiko penyakit kardiovaskular, dan potensi sifat
antiinflamasi dan antioksidan (Rahayu & Murdiati, 2019).
Selain itu gula stevia memiliki kekuatan manis yang jauh lebih tinggi
daripada gula sukrosa, sehingga jumlah yang lebih sedikit diperlukan untuk
memberikan rasa manis yang sama. Bahkan gula stevia 200 kali lebih manis
dibanding gula biasa. Gula stevia dapat digunakan sebagai pengganti gula dalam
13

berbagai produk makanan dan minuman, termasuk makanan ringan, makanan


penutup, dan makanan pembakaran. Gula stevia cukup stabil terhadap suhu yang
digunakan pada pengolahan makanan dan tidak mengalami browning atau
karamelisasi ketika dipanaskan, gula juga menjadi bahan utama yang dipakai
untuk membuat kue kering yang bermanfaat untuk pemberi rasa manis, pemberi
tekstur lembut, dan memberi warna sebuah produk (Pratiwi, 2020).

2.6 Margarin
Margarin memiliki beberapa fungsi penting dalam pembuatan makanan
cookies, margarin dapat menambah kelembutan pada cookies karena kandungan
air dan lemaknya yang memberikan tekstur yang lembut dan empuk, margarin
juga dapat meningkatkan volume cookies karena adanya udara yang terperangkap
di dalamnya saat margarin dikocok. Kandungan lemak pada margarin
memberikan rasa dan aroma yang khas pada cookies. Margarin memiliki sifat
yang stabil sehingga dapat memperpanjang masa simpan cookies. Penggunaan
margarin lebih sehat dibandingkan dengan mentega, sebagian besar margarin
mengandung sedikit hingga nol kadar kolesterol, sedangkan mentega mengandung
kadar kolesterol yang cukup tinggi (Sembiring et al., 2020).

2.7 Telur
Telur adalah bahan tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan
makanan, termasuk cookies. Telur berfungsi sebagai agen pengikat dalam adonan
cookies. Protein dalam telur membantu mengikat bahan-bahan lainnya, seperti
tepung dan gula, sehingga membentuk adonan yang kohesif. Telur juga
memberikan kelembutan dan tekstur pada cookies. Telur juga memberikan
kelembaban pada adonan cookies. Ini membantu mencegah cookies menjadi
terlalu kering dan membuatnya tetap lezat dan kenyal. Telur memberikan kilau
dan warna keemasan pada permukaan cookies saat dipanggang. Ini memberikan
tampilan yang menarik secara visual. Hal ini didukung oleh penelitian oleh
(Satheesh et al., 2016) yang menunjukkan bahwa penambahan telur pada cookies
dapat meningkatkan kandungan protein, lemak, dan mineral. Penggunaan telur
pada cookies juga dapat meningkatkan kualitas fisik cookies, seperti kekerasan,
14

warna, dan tekstur. Hal ini didukung oleh penelitian oleh (El-Nagar et al., 2015)
yang menunjukkan bahwa penambahan telur pada cookies dapat meningkatkan
kekerasan, elastisitas, dan warna cookies. Namun, penggunaan telur pada cookies
juga dapat mempengaruhi rasa cookies. Penelitian oleh (Manzoor et al., 2018)
menunjukkan bahwa penambahan kuning telur pada cookies dapat mempengaruhi
rasa cookies, terutama pada konsentrasi tinggi.

2.8 Baking powder


Baking powder merupakan bahan yang sering digunakan dalam pembuatan
cookies. Baking powder berfungsi sebagai pengembang adonan sehingga
membuat cookies menjadi lebih empuk. Selain itu, baking powder juga membantu
cookies agar tidak terlalu padat dan keras. Penelitian yang dilakukan oleh (Yamin
et al., 2018) menunjukkan bahwa penambahan baking powder pada cookies dapat
meningkatkan volume dan densitas cookies. Kadar air pada cookies yang
mengandung baking powder juga lebih rendah dibandingkan dengan cookies
tanpa baking powder. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Lee & Kim, 2018)
menunjukkan bahwa penambahan baking powder pada cookies dapat
meningkatkan kandungan protein, lemak, dan abu pada cookies. Selain itu, baking
powder juga berpengaruh pada tekstur dan sifat organoleptik cookies.

2.9 Susu Bubuk


Penambahan susu pada pembuatan cookies akan menghasilkan citarasa
yang baik dan menambah nilai gizi cookies. Pembuatan cookies biasanya
menggunakan susu bubuk yang merupakan hasil pengeringan dari susu segar.
Susu yang ditambahkan akan membentuk aroma, mengikat air, bahan pengisi,
membentuk struktur yang kuat akibat adanya protein berupa kasein. Susu
mengandung gula alami, yang dapat berkontribusi pada proses karamelisasi saat
cookies dipanggang. Ini dapat memberikan rasa yang lebih kaya dan kompleks
pada cookies, selain itu susu memberikan kelembutan pada tekstur cookies.
Komponen lemak dalam susu dapat membantu menghasilkan cookies yang lebih
lembut dan empuk (Fatimah et al., 2017).

2.10 Garam
15

Garam digunakan dihampir semua resep untuk memberikan dan


meningkatkan rasa. Konsentrasi yang paling efektif adalah sekitar 1-1,5%
berdasarkan berat tepung, tetapi pada tingkat lebih tinggi dari 2,5% akan
memberikan rasa yang tidak menyenangkan (Haryati & Munawaroh., 2018).
Garam adalah salah satu bahan pengeras yang dimana dapat membantu mengatur
kadar air dan menghasilkan tekstur cookies yang lebih konsisten., bila adonan
tidak memakai garam, maka adonan agak basah. Garam memperbaiki pori-pori
dan tekstur kue akibat kuatnya adonan, dan secara tidak langsung berarti
membantu pembentukan warna. Garam memiliki sifat antimikroba yang dapat
membantu memperlambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat
menyebabkan pembusukan pada kukis, hal ini dapat membantu meningkatkan
masa simpan kukis (Buchari & Darmadji., 2017).
16

III. METODE PENELITIAN

2.11 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Juli-Agustus
2023, bertempatan di laboratorium Teknologi Industri Pertanian Universitas
Palangka Raya, Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Palangka
Raya Dan Laboratorium Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Gajah
Mada.

2.12 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat pembuatan
tepung porang yaitu timbangan, pisau, baskom, cabinet dryer, miller, pengayak 80
mesh, toples plastik. Alat yang digunakan untuk pembuatan cookies yaitu mixer,
oven, loyang, baskom, cetakan cookies.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan
pembuatan tepung porang yaitu umbi porang yang didapat dari Kecamatan
Pangkalan Lada Kabupaten Kotawaringin Barat. Bahan-bahan untuk pembuatan
cookies yaitu tepung terigu, tepung porang, emulsifier, gula stevia, margarin, telur,
garam, susu bubuk dan baking soda.

2.13 Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang
terdiri dari 2 faktor yaitu komposisi tepung porang dengan tepung terigu dan
konsentrasi emulsifier lesitin yang dilakukan 3 kali ulangan, yaitu:
Faktor 1: Komposisi tepung porang dan tepung terigu, yaitu:
P1 = 0% tepung porang + 100% tepung terigu
P2 = 25% tepung porang dan 75% tepung terigu
P3 = 50% tepung porang dan 50% tepung terigu
P4 = 75% tepung porang dan 25% tepung terigu
Faktor 2: Penambahan Konsentrasi Emulsifier lesitin, yaitu:
E1 = 1%
E2 = 2 %
17

Maka dengan ini terdapat 8 perlakuan dengan 3 kali pengulangan sehingga


menjadi 24 satuan percobaan. Tabel rancangan acak lengkap faktorial dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rancangan Acak Lengkap Faktorial
Perlakuan Perlakuan Sampel
Ulangan
P/E E1 E2
1 P1E1U1 P1E2U1
P1 2 P1E1U2 P1E2U2
3 P1E1U3 P1E2U3
1 P2E1U1 P2E2U1
P2 2 P2E1U2 P2E2U2
3 P2E1U3 P2E2U3
1 P3E1U1 P3E2U1
P3 2 P3E1U2 P3E2U2
3 P3E1U3 P3E2U3
1 P4E1U1 P4E2U1
P4 2 P4E1U2 P4E2U2
3 P4E1U3 P4E2U3

Adapun model matematis Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dua


faktor yaitu (Rita, 2006):

Yijk = µ +αi +βj + (αβ)ij + ijk

Dimana :
YijK : Hasil pengamatan dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada
taraf ke-j dalam ulangan ke-k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek faktor S pada taraf ke-i
βj : Efek faktor P pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

 ijk : Efek galat dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf
18

ke-j dalam ulangan ke-k


Adapun komposisi bahan pada pembuatan cookies dapat dilihat pada tabel
5.
Tabel 5. Komposisi Bahan Pembuatan Cookies

Formulasi (gr)
Bahan
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Tepung
100 75 50 25 100 75 50 25
Terigu
Tepung
- 25 50 75 - 25 50 75
Porang
Emulsifier 2,5 2,5 2,5 2,5 5,1 5,1 5,1 5,1
Margarin 60 60 60 60 60 60 60 60
Gula
12 12 12 12 12 12 12 12
Stevia
Telur 50 50 50 50 50 50 50 50
Baking
2 2 2 2 2 2 2 2
powder
Susu
20 20 20 20 20 20 20 20
Bubuk
Garam 1 1 1 1 1 1 1 1
Chocochip 10 10 10 10 10 10 10 10
Total 257,5 257,5 257,5 257,5 260,1 260,1 260,1 260,1

2.14 Pelaksanaan Penelitian


Pelaksanaan penelitian ini dilakukan menjadi tiga tahap yaitu yang
pertama adalah Persiapan alat dan bahan serta pembuatan tepung porang, kedua
pembuatan cookies tepung porang dan emulsifier lesitin, ketiga adalah analisis
karakteristik kimia dan organoleptik cookies tepung porang dan emulsifier lesitin.
Berikut adalah tahapannya:

2.14.1 Persiapan Penelitian


Pada tahap ini langkah kegiatan yang dilakukan adalah menyiapkan apa
saja yang dibutuhkan pada saat penelitian seperti menyiapkan berkas atau surat
ijin yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian nantinya, mencari dan
menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan pada saat penelitian, mencari
19

referensi laboratorium yang dapat digunakan untuk pelaksanaan penelitian serta


analisis variabel penelitian.

2.14.2 Pembuatan Tepung Porang


Pembuatan tepung porang diawali dengan menyiapkan alat dan bahan.
Umbi porang yang digunakan dibeli dari Kecamatan Pangkalan Lada Kabupaten
Kotawaringin Barat, langkah pertama kupas umbi porang dari kulitnya, bersihkan
umbi porang menggunakan air, selanjutnya iris umbi porang dengan ukuran 2 mm
agar mudah dikeringkan, rebus irisan umbi porang dengan NaCl konsentrasi 15%
pada suhu 800C selama 25 menit, setelah itu dicuci menggunakan air bersih lalu
rendam dengan natrium bisulfit 0,02% selama 10 menit. Dicuci dan ditiriskan lalu
keringkan irisan umbi porang dengan cara dijemur dibawah matahari selama 2
hari, selanjutnya keringkan menggunakan oven selama 2 jam dengan suhu 55 0C
untuk menggurangi kadar air, selanjutnya giling irisan yang sudah kering
menggunakan blender hingga hancur, setelah itu saring hasil gilingan dengan
ayakan 80 mesh. Tepung porang telah siap dipakai (Tatik et al., 2020). Berikut
diagram alir proses pembuatan tepung porang.
20

Umbi Porang Segar

Pengupasan Umbi Porang


Kulit Umbi Porang

Pencucian Umbi
Air Bersih Porang Air kotor

Pengirisan Umbi Porang


Ketebalan 2 mm

Perenbusan Irisan Porang Air Bekas


Larutan NaCl 15%
Suhu 800C, Selama 25 menit Rendaman

Larutan Natrium Perendaman Irisan Porang


Air Bekas
Bisulfit 0,02% Selama 10 Menit Rendaman

Penjemuran Irisan Porang dengan


sinar matahari selama 2 hari

Pengovenan Oven Irisan Porang


Selama 2 Jam, Suhu 550C

Penggilingan Irisan Porang


Selama 2 Menit

Penggilingan Irisan Porang


Selama 2 Menit

Tepung Porang

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Porang


21

2.14.3 Pembuatan Cookies


Langkah pertama menyiapkan alat dan bahan seperti yang tertera diatas.
Bahan untuk pembuatan cookies ditimbang dan dipersiapkan terlebih dahulu,
yaitu tepung terigu, tepung porang, margarin, gula stevia, kuning telur, dan
baking powder. Margarin, gula stevia, kuning telur dan baking powder dicampur
menggunakan mixer selama 5 menit. Kemudian ditambahkan emulsifier sesuai
perlakuan, tepung terigu dan tepung porang sesuai perlakuan dan dilakukan
pengocokan menggunakan mixer selama 5 menit. Adonan yang dihasilkan
kemudian dicetak pada cetakan kue. Adonan dimasukkan dalam oven dengan
suhu 150 oC selama 60 menit. Setelah itu produk Cookies yang didapatkan
dikeluarkan dari oven dan didinginkan pada suhu ruang. Berikut ini adalah
diagram alir proses pembuatan Cookies (Sumarni et al., 2017).
22

Kuning Telur Tepung Porang


Baking powder
Susu Bubuk
Garam Pencampuran Adonan
Gula Stevia Selama 5 Menit
Margarin

Tepung Porang & Tepung Terigu


P1 = 0% Porang + 100% terigu
P2 = 25% porang + 75% terigu Pencampuran Adonan
P3 = 50% porang + 50% terigu Selama 5 Menit
P4 = 75% porang + 25% terigu

Konsentrasi Emulsifier
E1 = 1 % Penambahan Emulsifier
E2 = 2 %

Pencetakan Adonan
Diameter 2 cm
Tinggi 1.5 cm

Pengovenan Adonan
Suhu 1500C
Selama 60 Menit

Didinginkan pada Suhu Ruangan

Cookies

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Coookies


23

2.15 Variabel Penelitian


2.15.1 Uji Kadar Serat Kasar
Analisa kadar serat kasar menurut (Sudarmadji et al., 2007) sebagai
berikut, prosedur uji kadar serat kasar dengan menggunakan metode gravimetri.
Langkah pertama yaitu sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram lalu dimasukan ke
dalam erlenmeyer 500 ml, kemudian ditambah 50 ml H2SO4 1,25% panas dan
direflux selama 30 menit, setelah itu ditambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan
direflux selama 30 menit. Sampel yang telah dipanaskan kemudian disaring
dengan kertas saring whatman. Setelah disaring, lalu ditambah dengan 50 ml
H2SO4 1,25% dan 50 ml alkohol 36% sampai ada endapan, kemudian endapan
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C dan timbang sampai berat konstan.
Kadar serat dihitung dengan rumus

x− y
Kadar serat kasar = ×100 %
z
x = Berat kertas saring + Residu
y = Berat Kertas Saring
z = Berat Sampel

2.15.2 Uji Kadar Abu


Prosedur analisis kadar abu menurut (Sudarmadji et al., 2007) sebagai
berikut, pertama cawan porselin yang akan digunakan dioven terlebih dahulu
selama 30 menit pada suhu 100 – 1050C lalu didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (a gram). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan porselin
yang sudah dikeringkan (b gram), kemudian dibakar diatas nyala pembakar
sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan didalam tanur hingga
mencapai suhu 550-6000C. Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (c gram). Tahap ini diulangi hingga diperoleh berat yang
konstan. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar abu dengan rumus:
C−A
Kadar Abu = x 100%
B− A
Keterangan : A = bobot cawan porselin
B = bobot cawan dan sampel
24

C = bobot botol dan sampel setelah pengabuan


Uji kadar abu pada makanan penting dilakukan untuk mengetahui
kandungan mineral yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat membantu
menentukan nilai gizi makanan dan memastikan bahwa makanan tersebut aman
dikonsumsi.

2.15.3 Uji Kadar Air


Analisa kadar air menurut (AOAC, 2005) memiliki prosedur sebagai
berikut; botol timbang yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30
menit pada suhu 100 – 1050C lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (a
gram). Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang seberat 1 gram dalam cawan
kosong (b gram), botol timbang yang berisi sampel dimasukkan kedalam oven
selama 6 jam dan dihindarkan kontak dengan dinding oven, botol timbang
dipindahkan kedalam eksikator dan setelah dingin (± 30 menit) ditimbang. Botol
timbang kemudian dikeringkan kembali dalam oven selama 30 menit dan setelah
didinginkan dalam eksikator ditimbang kembali dan pekerjaan ini dilakukan
berulang kali hingga diperoleh berat konstan (c gram). Kadar air ditentukan
dengan rumus :
( C−A )
Kadar Air = × 100%
( B− A)
Keterangan : A = bobot cawan porselin (gram)
B = bobot cawan dan sampel (gram)
C = bobot botol dan sampel setelah dioven (gram)

2.15.4 Uji Kadar Protein


Prosedur analisa kadar protein menurut (Rosaini, et al. 2015) sebagai
berikut; Sampel sebanyak 1 g ditimbang, sampel dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl. Ditimbang 7 g K2SO4 dan 0,8 G CuSO4. Kemudian, ditambahkan 7 g
K2SO4 dan 0,8 G CuSO4 ke dalam labu Kjeldahl yang berisi sampel. Ditambahkan
larutan H2SO4 12 ml ditambahkan. Proses destruksi dilakukan di dalam ruang
asam dengan memanaskan sampel yang ada pada labu Kjeldahl. Labu Kjeldahl di
dinginkan selama 20 menit. Ditambahkan 25 ml akuades ke dalam labu Kjeldahl
yang berisi sampel. Kemudian, ditambahkan NaOH 40% sebanyak 50 ml.
25

Selanjutnya, 30 ml H3BO3 ditambahkan indikator BCG-MR 3 tetes untuk


menangkap destilat dari hasil destilasi. Destilat yang diperoleh dari hasil destilasi
di tittrasi dengan menggunakan larutan standar HCl 0,1 N hingga warna larutan
berubah menjadi merah muda. Lakukan perhitungan % N.
ml HCl (sampel−blanko)
N= x N HCl x 14,008 x 100 %
berat sampel ( g ) x 100

Protein = %N x Faktor Konversi

2.15.5 Rendemen
Analisa rendemen menurut (AOAC, 2005) adalah perbandingan berat
kering produk yang dihasilkan dengan berat bahan sebelum. Adapun tahapan
analisa rendemen, yaitu siapkan sampel cookies yang akan dianalisis, pastikan
sampel cookies mewakili variasi produk yang ingin diteliti, catat berat total
sampel cookies sebelum dan setelah proses, selanjutnya dihitung dengan
Persamaan
Berat Akhir (a)
Rendemen= ×100 %
Berat Awal (b)
keterangan: R = rendemen
a = berat cookies
b = berat bahan

2.15.6 Uji Organoleptik


Uji organoleptik adalah metode ilmiah yang digunakan untuk menganalisa
daya terima atau respon terhadap suatu produk yang hasilkan. Menurut
(Setyaningsih et al., 2010) penilaian sensori merupakan proses identifikasi produk
menggunakan panca indera. Pengujian organoleptik pada penelitian ini
menggunakan uji hedonik yang meliputi uji daya terima dan uji mutu. Uji hedonik
dilakukan dengan melibatkan 25 orang penelis mahasiswa tidak terlatih yang
sesuai persyarat (tidak merokok 1 jam sebelum dan tidak menggunakan parfum
aroma kuat). Penilaian terhadap kesukaan meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur.
26

Tabel 6. Uji Daya Terima


Skala Hedonik Skala nomerik
Sangat suka 7
Suka 6
Agak suka 5
Netral 4
Agak tidak suka 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1

Tabel 7. Uji Mutu Organoleptik


Aspek Penilaian Skala Penilaian Penilaian
Kuning Muda 5
Kuning 4
Warna
Coklat Muda 3
Coklat 2
Coklat Tua 1
Sangat Renyah 5
Renyah 4
Tekstur
Agak Renyah 3
Tidak Renyah 2
Sangat Tidak Renyah 1
Sangat Manis 5
Manis 4
Rasa
Agak Manis 3
Pahit 2
Sangat Pahit 1
Sangat Khas cookies 5
Khas cookies 4
Aroma
agak Khas cookies 3
Tidak Khas cookies 2
Sangat tidak khas cookies 1

2.16 Analisis Data


27

Data hasil penelitian diperoleh dari pengaruh penambahan tepung porang


terhadap cookies selanjutnya dilanjutkan dengan analisis menggunakan analisis
ragam (uji f) pada taraf α = 5% yang bertujuan untuk mengetahui adanya
pengaruh dari seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel
terikat. Jika dari hasil analisis terdapat hasil berpengaruh nyata dari perlakuan,
maka akan dilakukan uji lanjutan menggunakan uji BNJ pada taraf α = 5%.
28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Fisik


4.1.1 Pemeriksaan Fisik Tepung Porang
Umbi porang yang digunakan pada penelitian berasal dari desa Pelantaran,
kecamatan Cempaga Hulu, kabupaten Kotawaringin Timur. Diperlukan umbi
porang sebanyak 6354 gram untuk mendapatkan 1154 gram tepung porang.
sehingga rendemen tepung porang sebesar 18,16%. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik pada pengolahan tepung porang yang dihasilkan adalah
berbentuk serbuk halus, warna coklat dan memiliki aroma khas porang. Bentuk
fisik tepung porang dapat dilihat pada gambar 7.

(a) (b)
Gambar 7. (a) Umbi Porang dan (b) Tepung Porang

4.1.2 Hasil Variasi Pembuatan Cookies dengan Penambahan Tepung Porang


dan Konsentrasi Emulsifier
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pembuatan cookies
dengan penambahan tepung porang dan konsentrasi emulsifier. Faktor pertama
yaitu penggunaan tepung porang adalah 0%, 25%, 50% dan 75%. Faktor kedua
yaitu konsentrasi emulsifier adalah 1% dan 2%. Bahan lain yang digunakan pada
pembuatan cookies adalah gula stevia, baking powder, tepung terigu, margarin,
susu bubuk, chocochip, telor dan garam. Gambar fisik dari cookies dapat dilihat
pada gambar 8.
29

P1E1 P2E1 P3E1 P4E1

P1E2 P2E2 P3E2 P4E2


Gambar 8.

4.2 Kadar Serat


Serat mempunyai rantai kimiawi panjang sehingga sukar untuk dicerna oleh
enzim dan saluran pencernaan manusia meskipun ada beberapa yang dapat
dicerna oleh bakteri dalam usus. Serat terdapat pada makanan yang berasal dari
tumbuhan seperti sayur, biji-bijian, buah-buahan dan lain-lain. Mengkonsumsi
serat pada umum nya berfungsi untuk mencegah dan meredakan sembelit, namun
selain itu terdapat manfaat lain bagi kesehatan seperti menurunkan berat badan,
menurunkan resiko diabetes, mengurangi resiko kolestrol, mencegah penyakit
jantung hingga kanker. Analisa kadar serat dilakukan menggunakan metode
gravimetri. Hasil variasi cookies dengan penambahan tepung porang dan
konsentrasi emulsifier
Berdasarkan hasil analisis ragam kadar serat pada cookies dengan
penambahan tepung porang dan konsentrasi emulsifier menunjukkan bahwa
interaksi faktor komposisi tepung porang dan tepung terigu (P) dengan faktor
konsentrasi emulsifier (E) tidak berpengaruh nyata. Faktor tunggal komposisi
tepung porang dan tepung terigu (P) berpengaruh nyata terhadap kadar serat,
sedangkan faktor tunggal konsentrasi emulsifier (E) tidak berpengaruh nyata pada
30

taraf kepercayaan 5%. Hasil uji BNJ terhadap nilai rata-rata kadar serat cookies
tepung porang dan penambahan konsentrasi emulsifier dapat dilihat pada tabel 8.

Sampel Serat (%)


P1 3,12a
P2 3,30a
P3 3,57b
P4 3,71b
BNJ 5% 0,13
Tabel 8. Nilai Rata-rata Kadar Serat Pada Cookies

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji nilai tengah BNJ (5%)

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa hasil rata-rata kadar serat cookies
menunjukkan bahwa perlakuan P1 (0% porang) tidak berbeda nyata dengan
perlakuan P2 (25% porang) sedangkan berbeda nyata dengan perlakuan P 3 (50%
porang) dan perlakuan P4 (75% porang). Hal ini menunjukan hasil analisi kadar
serat cookies dengan penambahan tepung porang cenderung meningkat.
Berdasarkan tabel diatas nilai kadar serat cookies tertinggi terdapat pada
perlakuan P4 (75% porang) yaitu 3,7133% yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan P3 (50% porang) yaitu 3,5775%. Sedangkan pada perlakuan P 2 (25%
porang) memiliki nilai kadar serat yaitu 3,2992% yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan P1 (0% porang) yaitu 3,1225% yang memiliki nilai kadar serat
paling kecil. Hasil data diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan
tepung porang pada cookies, maka akan menghasilkan kadar serat yang semakin
tinggi. Kadar serat yang dihasilkan berada diatas standar mutu cookies yang
ditentukan (SNI 01-2986-2009) yaitu minimum kadar serat cookies 1,5%,
sehingga kadar serat pada cookies yang dihasilkan masih memenuhi standar SNI.
Semakin besar tepung porang yang ditambahkan, maka proses adsorpsi air akan
semakin meningkat yang menyebabkan pembentukan serat kasar pada saat proses
pengeringan akan semakin meningkat (Suci et al., 2023). Menurut Tjandraatmadja
et al (2017) menyatakan tepung porang memiliki kandungan nutrisi seperti kadar
lemak 0,02%, Karbohidrat 43,57%, protein 3,34% dan kadar serat 2,5% dalam
31

100 gram. Sedangkan dalam 100 gram tepung terigu terdapat kandungan kadar
lemak 1,49%, karbohidrat 77,3%, protein 8,9% dan kadar serat 1%.

4.3 Rendemen
Berdasarkan data analisis rendemen hasil analisa ragam cookies dapat
dilihat bahwa interaksi faktor penambahan tepung porang (P) dan faktor
konsentrasi emulsifier (E) tidak berpengaruh nyata. Faktor tunggal konsentrasi
emulsifier juga tidak berpengaruh nyata pada cookies yang dihasilkan, sedangkan
faktor tunggal penambahan tepung porang (P) berpengaruh nyata pada taraf 5%
terhadap cookies yang dihasilkan. Data hasil analisa BNJ taraf 5% dapat dilihat
pada tabel 9.
Sampel Rendemen (%)
P1 82,43a
P2 82,64a
P3 82,90a
P4 85,10b
BNJ 5% 1,59
Tabel 9. Nilai Rata-rata Rendemen Pada Cookies

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji nilai tengah BNJ (5%)
Rendemen adalah persentase yang diperoleh dari perbandingan antara
produk akhir dengan bahan baku yang dgunakan. Hasil analisa BNJ taraf 5%
pada rendemen cookies menyatakan bahwa P1 (0% porang) tidak berbeda nyata
dengan P2 (25% porang) dan P3 (50% porang), sedangkan berbeda nyata dengan
P4 (75% porang) serta sebaliknya, sedangkan P2 tidak berbeda nyata dengan P1
(0% porang) dan P3 (50% porang), berbeda nyata dengan perlakuan P 4 (75%
porang) begitupun sebaliknya. Pada perlakuan P3 (50% porang), berbeda nyata
dengan perlakuan P4 (75% porang) serta sebaliknya.
Nilai rendemen tertinggi berada pada perlakuan P 4 (75% porang) dengan
nilai 85,10% dan berurutan diikuti dengan P 3 (50% porang) 82,90%, P2 (25%
porang) 82,64% dan P1 (0% porang) yang memiliki nilai rendemen terkecil yaitu
82,43%. Hasil analisa data rendemen cookies menunjukan bahwa nilai terbaik
32

rendemen terhadap cookies adalah perlakuan P4. Dari data-data diatas dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi tepung porang dan semakin rendah tepung
terigu dapat mempengaruhi nilai rendemen dari produk cookies yang dihasilkan.
Pada Standar Nasional Indonesia tidak ada menyatakan tentang standar atau
batasan nilai rendemen pada produk cookies. Menurut I Wayan et al (2017)
menyatakan bahwa perbedaan tinggi dan rendahnya rendemen suatu bahan pangan
sangat dipengaruhi oleh kandungan air suatu bahan pangan.

4.4 Kadar Air


Kadar air cookies mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sifat fisik
dan kimianya menurut penelitian (Damayanti et al., 2020) menemukan bahwa
formulasi cookies terbaik adalah cookies dengan kadar air relatif rendah dan
memenuhi Standar Nasional Indonesia. (Pradyana et al., 2021) juga menemukan
bahwa kadar air cookies mempengaruhi daya terimanya, dimana kadar air yang
lebih tinggi yaitu 5,5% menyebabkan cookies tidak memenuhi standar.
Berdasarkan hasil analisa ragam kadar air pada cookies tepung porang
dengan penambahan konsentrasi emulsifier didapatkan hasil analisa yaitu interaksi
antara faktor komposisi tepung porang dan faktor konsentrasi emulsifier
berpengaruh nyata terhadap kadar air pada cookies dangan taraf kepercayaan 5%.
Maka dari itu data tersebut dilanjutkan keuji BNJ taraf kepercayaan 5% untuk
mengetahui perbedaan antara masing-masing perlakuan. Data hasil analisa BNJ
taraf kepercayaan 5% terhadap kadar air cookies dapat dilihat pada tabel 10.
Sampel Kadar Air (%)
P1E2 7,94a
P2E2 7,95a
P1E1 8,35ab
P3E2 8,79b
P4E1 9,30c
P3E1 10,15d
P2E1 10,69e
P4E2 11,57f
BNJ 5% 0,20
33

Tabel 10. Nilai Rata-rata Kadar Air Pada Cookies

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji nilai tengah BNJ (5%)

Berdasarkan analisa data diatas menunjukan bahwa perlakuan P 1E2 (0%


tepung porang:2% emulsifier) memiliki nilai terkecil yaitu 7,94% dimana
perlakuan tersebut tidak berbeda nyata terhadap perlakuan P 2E2 (25% tepung
porang:2% emulsifier) dan perlakuan P1E1 (0% tepung porang:1% emulsifier),
tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan P3E2 (50% tepung porang:2% emulsifier),
perlakuan P4E1 (75% tepung porang:1% emulsifier), P3E1 (50% tepung porang:1%
emulsifier), P2E1 (25% tepung porang:1% emulsifier) dan P4E2 (75% tepung
porang:2% emulsifier) serta sebaliknya. Sedangkan nilai tertinggi rata-rata kadar
air terhadap cookies terdapat pada perlakuan P4E2 (75% tepung porang:2%
emulsifier) dengan nilai 11,57% dimana berbeda nyata terhadap perlakuan P 1E2
(0% tepung porang:2% emulsifier), perlakuan P2E2 (25% tepung porang:2%
emulsifier), perlakuan P1E1 (0% tepung porang:1% emulsifier), perlakuan P3E2
(50% tepung porang:2% emulsifier), perlakuan P4E1 (75% tepung porang:1%
emulsifier), P3E1 (50% tepung porang:1% emulsifier), P2E1 (25% tepung
porang:1% emulsifier) dan P4E2 (75% tepung porang:2% emulsifier) serta
sebaliknya. Nilai rata-rata kadar air cookies yang dihasilkan melebihi nilai dari
Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2986-2009) yaitu maksimum 6%, hal ini
terjadi dikarenakan analisa kadar air dilakukan 2 hari setelah pembuatan cookies
dan disimpan pada suhu ruangan yang menyebabkan meningkatnya nilai kadar air
pada cookies. Hal ini sejalan dengan penelitian Arizka (2015) yang menyatakan
bahwa kelembaban dan kadar air teh hitam dan teh hijau meningkat selama 10
minggu penyimpanan pada suhu 30°C, sedangkan penyimpanan pada suhu 10°C
lebih menjaga kualitas dan kadar air. Fitria (2021) menemukan bahwa kadar air
cookies ikan mengalami peningkatan pada penyimpanan 12 minggu. Hal ini
menunjukkan bahwa kelembapan udara yang tinggi dan penyimpanan dapat
meningkatkan kadar air bahan pangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perlakuan terbaik adalah perlakua P1E2 yang memiliki nilai terkecil yaitu 7,94%
34

sehingga paling mendekati nilai Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2986-2009)


kadar air cookies.
Hasil analisa diatas menunjukan bahwa komposisi tepung porang
mempengaruhi kadar air cookies yang dihasilkan, menurut (Fito et al., 2020)
menyatakan semakin tinggi konsentrasi tepung porang yang ditambahkan maka
kadar air dari cream cheese semakin meningkat. Hasil ini membuktikan bahwa
dengan adanya penambahan tepung porang pada pembuatan cream cheese dapat
berpengaruh dalam kandungan kadar air keju. Tepung porang memiliki
kandungan glukomanan yang tinggi. Menurut (Anggraeni et al., 2014)
peningkatan kadar air diduga disebabkan oleh tepung porang, hal ini didasari
karena tepung porang memiliki kandungan glukomanan yang mampu
meningkatkan kadar air karena sifat glukomanan yang dapat mengikat air hingga
200 kali beratnya. Glukomanan memiliki sifat sebagai zat yang dapat mengikat air
dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wu dan Fang (2003) yang
menyebutkan bahwa tepung porang memiliki kandungan glukomanan tinggi
sebesar 54,39% yang mempunyai kemampuan menyerap air.
Selain itu emulsifier lesitin diduga juga memberikan pengaruh terhadap
kadar air pada cookies seperti pada penelitian (Oktaviana et al., 2016) semakin
tinggi penambahan pengemulsi lesitin dan tape singkong, semakin tinggi kadar air
kue donat. Hal ini disebabkan karena pengemulsi dapat mempertahankan
kelembaban di dalam kue donat. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Clyde, 2005)
yang menyatakan pengemulsi lesitin dapat memberikan efek shortening di dalam
adonan kue donat, meningkatkan aerasi dan menghambat laju staling.

4.5 Kadar Protein


Protein dalam cookies, terutama dari telur dan tepung, berkontribusi pada
tekstur dan struktur cookies. Protein membantu memberikan kekakuan, kepadatan,
dan kelembutan pada cookies. Kandungan protein yang lebih tinggi cenderung
menghasilkan cookies yang lebih kenyal dan kering, sementara cookies dengan
lebih sedikit protein dapat menjadi lebih rapuh atau berantakan. Protein
membantu memenuhi kebutuhan gizi tubuh dan dapat memberikan rasa kenyang
lebih lama setelah mengonsumsi cookies. Protein juga dapat berperan sebagai
35

pengikat dalam cookies. Mereka membantu mengikat bahan-bahan lain dalam


adonan cookies dan memberikan struktur yang diperlukan agar cookies tetap
bersatu dan tidak hancur saat dipanggang.

Berdasarkan hasil analisa ragam kadar protein pada cookies tepung porang
dengan penambahan konsentrasi emulsifier didapatkan hasil analisa yaitu interaksi
antara faktor komposisi tepung porang dan faktor konsentrasi emulsifier
berpengaruh nyata terhadap kadar protein pada cookies dangan taraf kepercayaan
5%. Maka dari itu data tersebut dilanjutkan keuji BNJ taraf kepercayaan 5% untuk
mengetahui perbedaan antara masing-masing perlakuan. Data hasil analisa BNJ
taraf kepercayaan 5% terhadap kadar protein cookies dapat dilihat pada tabel 11.
Sampel Protein (%)
P4E1 7,62a
P3E1 7,64a
P1E1 8,12b
P2E1 8,12b
P4E2 8,30c
P3E2 8,34c
P2E2 8,56d
P1E2 8,69e
BNJ 5% 0,05
Tabel 11. Nilai Rata-rata Kadar Protein Pada Cookies

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji nilai tengah BNJ (5%)
Berdasarkan data tabel 10 nilai rata-rata kadar protein terhadap cookies
menunjukan bahwa perlakuan dengan nilai kadar protein terkecil adalah perlakuan
P4E1 (75% tepung porang:1% emulsifier) yaitu 7,62% yang tidak berpengaruh
nyata terhadap perlakuan P3E1 (50% tepung porang:1% emulsifier) yang bernilai
7,64%, sedangkan berbeda nyata dengan perlakuan P 1E1 (0% tepung porang:1%
emulsifier) dengan nilai 8,12%, perlakuan P2E1 (25% tepung porang:1%
emulsifier) sebesar 8,12%, perlakuan P4E2 (75% tepung porang:2% emulsifier)
dengan nilai 8,30%, perlakuan P3E2 (50% tepung porang:2% emulsifier) memiliki
36

nilai 8,34%, perlakuan P2E2 (25% tepung porang:2% emulsifier) nilai sebesar
8,56% dan perlakuan P1E2 (0% tepung porang:2% emulsifier) yang memiliki nilai
terbesar yaitu 8,69% serta sebaliknya. Nilai rata-rata dari hasil analisa kadar
protein cookies tepung porang dengan penambahan konsentrasi emulsifier
menghasilkan nilai yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2986-
2009) yaitu bernilai diatas 5% dan dibawah 10%, diduga dari tabel rata-rata nilai
kadar protein cookies dapat dilihat bahwa nilai yang berada ditengah diantara 5%
dan 10% adalah perlakuan P1E1 (0% tepung porang:1% emulsifier) dan P2E1 (25%
tepung porang:1% emulsifier) yang memiliki nilai 8,12% yang berarti pada
analisa kadar protein perlakuan P1E1 dan P2E1 adalah perlakuan terbaik.
Hasil analisa rata-rata nilai kadar protein pada cookies tepung porang dan
penambahan konsentrasi emulsifier menunjukan bahwa tepung porang
memberikan pengaruh pada naik turunnya nilai kadar protein pada cookies,
semakin besar tenambahan tepung porang pada pembuatan cookies maka akan
menghasilkan nilai kadar protein yang semakin rendah, begitupun sebaliknya
semakin rendah penambahan tepung porang maka akan menghasilkan kadar
protein yang lebih tinggi. Pada dasarnya, tepung porang memiliki kandungan
protein yang rendah yaitu sebesar 3,34% (Widjanarko et al., 2015). Menurut
(Anggraeni et al., 2014) menyatakan kadar protein tepung porang yaitu 1,47%.
Hal ini menjadi salah satu faktor menurunnya kadar protein kefir seiring
meningkatnya level tepung porang yang ditambahkan.
Selain tepung porang, penambahan konsentrasi emulsifier lesitin pada
pembuatan cookies menunjukan bahwa memberikan hasil yang berpengaruh pada
kadar protein cookies yang dihasilkan, semakin banyak konsentrasi lesitin yang
digunakan maka akan menghasilkan nilai kadar protein yang semakin tinggi dan
begitupung sebaliknya semakin rendah konsentrasi emulsifier lesitin maka
semakin rendah pula kadar proteinnya. Hal ini sesuai dengan penelitian (Ristantri
et al., 2015) yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi lesitin
menyebabkan kadar protein meningkat dan kadar air menurun. Minyak dalam
lesitin relatif lebih rendah dibandingkan dari jenis kacang-kacangan dan kadar
37

protein yang relatif tinggi akan menyebabkan kedelai digunakan sebagai sumber
protein daripada sumber lemak.

4.6 Kadar Abu


Analisa kadar abu pada cookies adalah jumlah bahan anorganik yang
terkandung dalam cookies setelah dibakar pada suhu tinggi. Bahan anorganik
tersebut meliputi mineral, logam, dan senyawa lainnya yang tidak menguap saat
dibakar. Kadar abu pada cookies dapat diukur dengan cara menghitung selisih
berat cookies sebelum dan sesudah dibakar pada suhu tinggi. Analisa kadar abu
pada cookies berguna untuk mengevaluasi kualitas cookies. Semakin tinggi kadar
abu pada suatu produk, maka tingkat kebersihan produk semakin rendah. Kadar
abu pada suatu bahan pangan dipengaruhi oleh jenis bahan, umur bahan, dan lain-
lain.
Berdasarkan hasil analisa ragam terhadap rata-rata nilai kadar abu cookies
tepung porang dengan penambahan konsentrasi emulsifier menunjukan bahwa
interaksi antara kedua faktor yaitu faktor komposisi tepung porang (P) dan faktor
konsentrasi tepung porang (E) tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata
kadar abu pada cookies, sedangkan faktor tunggal komposisi tepung porang (P)
memberikan hasil yang menunjukan berpengaruh nyata terhadap rata-rata nilai
kadar abu cookies, pada faktor tunggal konsentrasi emulsifier (E) memberikan
hasil tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu cookies. Sehingga pada faktor
komposisi tepung porang dilanjutkan ke uji BNJ pada taraf kepercayaan 5%. Hasil
uji BNJ taraf kepercayaan 5% terhadap nilai rata-rata kadar abu cookies tepung
porang dan penambahan konsentrasi emulsifier dapat dilihat pada tabel 12.
Sampel Kadar Abu (%)
P1 1,84a
P2 2,46b
P3 3,19c
P4 3,77d
BNJ 5% 0,18
Tabel 12. Nilai Rata-rata Kadar Abu Pada Cookies
38

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji nilai tengah BNJ (5%)
Berdasarkan data pada tabel 11. Nilai rata-rata kadar abu pada cookies
dapat dilihat bahwa perlakuan P1 (0% tepung porang) memiliki nilai 1,84% yang
berbeda nyata terhadap perlakuan P2 (25% tepung porang) yang memiliki nilai
2,46%, perlakuan P3 (50% tepung porang) dengan nilai 3,19% dan perlakuan P 4
(75% tepung porang) dengan nilai yaitu 3,77% serta sebaliknya. dapat dilihat
bahwa perlakuan dengan nilai terkecil terdapat pada perlakuan P 1 (0% tepung
porang) yaitu 1,84%, sedangkan untuk perlakuan dengan nilai kadar abu tertinggi
berada pada perlakuan P4 (75% tepung porang) dengan nilai 3,77%. Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi penggunaan tepung porang pada
pembuatan cookies maka akan menghasilkan nilai kadar abu yang semakin tinggi,
sebaliknnya semakin sedikit penggunaan tepung porang maka semakin dikit pula
nilai kadar abu didalam cookies. Menurut pendapat Sari dan Widjanarko (2015),
komponen bahan makanan sebagian besarnya, yaitu sebanyak 96% terdiri atas
bahan organik dan air, dan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Hasil
penelitian (Rahyu et al., 2023) menunjukkan penambahan konsentrasi tepung
porang yang semakin banyak menyebabkan kadar abu bakso menjadi semakin
meningkat. Penyebab terjadinya peningkatan kadar abu ini yaitu kadar abu yang
terkandung dalam tepung porang itu sendiri sudah cukup tinggi berdasarkan hasil
analisis bahan baku, yaitu sebesar 1.89%. Hasil rata-rata nilai kedar abu pada
cookies tepung porang dengan penambahan konsentrasi emulsifier menunjukan
bahwa nilai rata-rata kadar abu cookies tidak memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-2986-2009) yaitu maksimum 1,5%. Perlakuan yang paling
mendekati nilai SNI adalah perlakuan P1 (0% tepung porang) yaitu 1,84%. Hal ini
kemungkinan terjadi dikarenakan pada pembuatan tepung porang kurang terjaga
kebersihannya.

4.7 Organoleptik (Uji Hedonik)


4.7.1 Warna
Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
39

denang nilai signifikasinya dibawah dari 0,05 yang berarti pada setiap perlakuan
terdapat perbedaan yanng signifikan. Hasil uji organoleptik penerimaan warna
disajikan pada gambar 9.

6 5.72 5.76
5.48 5.36
4.96 4.84
5 4.56 4.6
Warna

1
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)

Gambar 9. Grafik Organoleptik Penerimaan Rata-Rata Warna Cookies


Tepung Porang dan Penambahan Emulsifier
Berdasarkan hasil uji organoleptik data warna terhadap cookies tepung
porang dan konsentrasi emulsifier dapat dilihat bahwa nilai perlakuan P 1E2 (0%
tepung porang:2% emulsifier) memiliki nilai tertinggi yaitu 5,76%, lalu diikuti
perlakuan P1E1 (0% tepung porang:1% emulsifier) dengan nilai 5,72%, pada
perlakuan P2E2 (25% tepung porang:2% emulsifier) memiliki nilai 5,48%,
perlakuan P3E2 (50% tepung porang:2% emulsifier) dengan nilai 5,36%, perlakuan
P2E1 (25% tepung porang:1% emulsifier) sebesar 4,96%, selanjutnya perlakuan
P3E1 (75% tepung porang:1% emulsifier) dengan nilai 4,84%, perlakuan P4E2 (75%
tepung porang:2% emulsifier) sebesar 4,6% dan nilai organoleptik hedonik warna
terkecil terdapat pada perlakuan P4E1 (75% tepung porang:1% emulsifier) dengan
nilai 4,56%. Warna cookies yang paling disukai oleh panelis adalah warna
cookies pada perlakuan P1E2 (0% tepung porang:2% emulsifier) dengan nilai
5,76%.
40

Dari data analisa diatas dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan
tepung porang maka akan semakin menghasilkan warna yang tidak disukai oleh
para panelis. Warna dari tepung porang sendiri adalah coklat sedangkan warna
tepung terigu adalah putih, hal ini lah yang menyebabkan warna dari cookies yang
dihasilkan berwarna gelap. Penyebab warna tepung porang coklat karena adanya
kandungan karoten yang dijumpai pada umbi porang mencapai 40 mg/kg
(Wootton et al., 1993). Menurut (Ramadhan et al., 2021) pencoklatan pada
makanan terjadi karena reaksi enzimatis makanan yang mengandung senyawa
fenolik. Menurut (Zhao et al., 2010) umbi porang juga mengandung enzim
polyphenol oxidases (PPO) dan senyawa fenolik termasuk tanin.
4.7.2 Tekstur
Salah satu dari pengujian orgoleptik adalah tekstur, dimana tekstur
merupakan indikator terpenting dalam produk makanan. Tekstur adalah ciri khas
dari bahan makanan yang timbul akibat proses akumalsi antara sifat fisik yang
terdiri dari ukuran, bentuk dan jumlah dari semua unsur pembentuk produk yang
dievaluasi oleh alat indra manusia baik dengan pengelihatan dan peraba.
Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya sebesar 0,16 yang berarti lebih besar dari 0,05
sehingga pada setiap perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji
organoleptik penerimaan tekstur disajikan pada gambar 10.
7

6 5.52 5.68
5.28 5.44 5.4
5.16 5.16
4.92
5
Tekstur

1
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)
41

Gambar 10. Grafik Organoleptik Penerimaan Rata-Rata Tekstur Cookies


Tepung Porang dan Penambahan Emulsifier

Dari hasil uji organoleptik hedonik terhadap tekstur cookies menunjukan


rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap cookies adalah berkisar dari 4,92% -
5,68%. Nilai uji organoleptik hedonik terhadap tekstur cookies terkecil terdapat
pada perlakuan P4E2 (75% tepung porang & 2% emulsifier) yaitu 4,92%,
sedangkan nilai rata-rata uji organoleptik hedonik terhadap tekstur cookies
terdapat pada perlakuan P1E2 (0% tepung porang & 2% emulsifier) sebesar 5,68%.
Perlakuan yang menggunakan tepung porang sedikit atau tidak ada tepung porang
memiliki tekstur cookies yang lebih disukai oleh panelis. Menurut (Medeiros et
al., 2016) Cookies yang baik memiliki tekstur dan struktur yang kompak serta
memiliki butiran yang halus. Kerenyahan cookies dipengaruhi oleh tepung yang
digunakan, telur, gula, mentega atau margarin, dan garam.

4.7.3 Aroma
Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya sebesar 0,04 yang berarti dibawah dari 0,05 sehingga
pada setiap perlakuan terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji organoleptik
penerimaan aroma disajikan pada gambar 11.
7.00

6.00
5.04 5.20 5.04
4.88 4.96 4.96
5.00 4.60
4.40
Aroma

4.00

3.00

2.00

1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)

Gambar 11. Grafik Organoleptik hedonik Rata-Rata Aroma Cookies


42

Tepung Porang dan Penambahan Emulsifier


Berdasarkan gambar 7 menunjukan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis
terhadap aroma cookies berkisar dari 4,40% sampai 5,20%. Dari data diatas
menunjukan bahwa nilai terendah rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma
cookies terdapat pada perlakuan P2E1 (25% tepung porang & 1% emulsifier) yaitu
4,40% dengan kriteria netral, sedangkan perlakuan dengan nilai rata-rata tertinggi
pada kesukaan panelis terhadap aroma cookies yaitu P1E2 (0% tepung porang &
2% emulsifier) dengan nilai 5,20% dan kriteria agak suka. Menurut (Siswoyo &
Pujilestari, 2019) Emulsifier seperti lesitin, yang sering digunakan dalam
pembuatan cookies, cenderung tidak memiliki pengaruh besar terhadap aroma
cookies. Lesitin adalah zat emulsifier yang umumnya digunakan dalam industri
makanan untuk meningkatkan stabilitas dan tekstur produk, serta untuk membantu
bahan-bahan berminyak dan berair bercampur dengan baik. Jenis tepung yang
digunakan dalam pembuatan cookies memiliki aroma yang berbeda-beda tetapi
hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap aroma cookies (Febrianto &
Sutardi, 2017). Aroma cookies lebih sering dipengaruhi oleh bahan-bahan seperti
gula, mentega, susu dan bahan tambahan lainnya.

4.7.4 Rasa
Rasa merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan suatu produk
dapat diterima atau tidak oleh konsumen. Rasa merupakan sesuatu yang diterima
oleh lidah. Dalam pengindraan cecapan manusia dibagi empat cecapan utama
yaitu manis, pahit, asam dan asin serta ada tambahan respon bila dilakukan
modifikasi (Zuhra, 2006).
Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya sebesar 0,08 yang berarti lebih besar dari 0,05
sehingga pada setiap perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji
organoleptik penerimaan rasa disajikan pada gambar 12.
43

7.00

6.00 5.76 5.80


5.40 5.48 5.44
5.24 5.24 5.16
5.00
Rasa
4.00

3.00

2.00

1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)

Gambar 12. Grafik Organoleptik hedonik Rata-Rata Rasa Cookies Tepung


Porang dan Penambahan Emulsifier

Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa nilai tertinggi pada uji


organoleptik hedonik terhadap rasa cookies terdapat pada perlakuan P1E2 (0%
tepung porang:2% emulsifier) dengan nilai yaitu 5,80%, selanjutnya perlakuan
P1E1 (0% tepung porang:1% emulsifier) memiliki nilai 5,76%, perlakuan P 2E2
(25% tepung porang:2% emulsifier) dengan nilai 4,48%, perlakuan P3E2 (50%
tepung porang:2% emulsifier) memiliki niali 4,44%, perlakuan P2E1 (25% tepung
porang:1% emulsifier) dengan nilai 4,40%, perlakuan P3E1 (50% tepung
porang:1% emulsifier) nilai 4,24%, perlakuan P4E1 (75% tepung porang:1%
emulsifier) 4,24% dan nilai terkecil berada pada perlakuan P 4E2 (75% tepung
porang:2% emulsifier) dengan nilai kesukaan terhadap rasa cookies yaitu 4,16%.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa panelis paling menyukai rasa
cookies pada perlakuan P1E2 (0% tepung porang:2% emulsifier) dengan nilai
sebesar 5,80%. Hasil analisa data diatas menunjukan bahwa panelis organoleptik
lebih cenderung lebih menyukai rasa cookies yang menggunakan sedikit atau
tidak sama sekali.

4.8 Organoleptik (Uji Mutu)


4.8.1 Mutu Warna
Tujuan dari uji organoleptik mutu warna adalah untuk mengevaluasi
kualitas visual cookies berdasarkan penilaian indra manusia, seperti penglihatan.
44

Dengan melakukan uji organoleptik warna, kita dapat mengukur sejauh mana
warna cookies sesuai dengan standar atau spesifikasi yang ditetapkan. Hal ini
dapat membantu memastikan konsistensi warna dalam produksi, mengidentifikasi
perubahan warna yang tidak diinginkan, dan memastikan produk tetap menarik
bagi konsumen dari segi penampilan.
Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya dibawah dari 0,05 sehingga pada setiap perlakuan
terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji organoleptik mutu warna disajikan
pada gambar 13.
7.00

6.00

5.00
Mutu Warna

4.24 4.20
4.00 3.68 3.72

3.00 2.76 2.76


2.12 2.12
2.00

1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)

Gambar 13. Grafik Organoleptik Mutu Rata-Rata Warna Cookies Tepung


Porang dan Penambahan Emulsifier
Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa nilai tertinggi pada uji
organoleptik hedonik terhadap rasa cookies terdapat pada perlakuan P1E1 (0%
tepung porang:1% emulsifier) dengan nilai yaitu 4,24% yang berarti cookies
berwarna kuning, selanjutnya perlakuan P1E2 (0% tepung porang:2% emulsifier)
memiliki nilai 4,20% dengan kriteria kuning, perlakuan P 2E1 (25% tepung
porang:1% emulsifier) dengan nilai 3,72% dengan kriteria warna coklat muda,
perlakuan P2E2 (50% tepung porang:2% emulsifier) memiliki niali 3,68% dengan
kriteria warna coklat muda, perlakuan P 3E1 (50% tepung porang:1% emulsifier)
dengan nilai 2,76% keriteria warna coklat, perlakuan P 4E1 (50% tepung
porang:1% emulsifier) nilai 2,76% kriteria warna coklat, sedangkan nilai terkecil
45

berada pada perlakuan P4E2 (75% tepung porang:2% emulsifier) dan perlakuan
P4E1 (75% tepung porang:1% emulsifier) dengan nilai 2,12% yang memiliki
kriteria warna coklat. Berdasarkah nasil uji organoleptik kesukaan terhadap warna
cookies nilai tertinggi berada pada perlakuan P 1E2 (0% tepung porang:2%
emulsifier) yang memiliki kriteria warna kuning.

4.8.2 Mutu Tekstur


Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya sebesar 0,08 yang berarti lebih besar dari 0,05
sehingga pada setiap perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji
organoleptik mutu tekstur disajikan pada gambar 14.
7.00

6.00

5.00
Mutu Tekstur

4.04 3.88 4.00 3.92


4.00 3.84 3.80
3.60 3.64

3.00

2.00

1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)

Gambar 14. Grafik Organoleptik Mutu Rata-Rata Mutu Tekstur Cookies


Tepung Porang dan Penambahan Emulsifier
Berdasarkan data analisa ragam uji organoleptik mutu tekstur cookies
menyatakan hasil yang tidak berbeda nyata sehingga analisa tidak dilanjutkan ke
uji BNJ taraf 5%. Pada gambar 7 menunjukan bahwa P1E1 (0% tepung porang :
1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu tekstur cookies yaitu 4,04% yang
berarti cookies tersebut memiliki tekstur yang renyah, pada perlakuan P 2E1 (25%
tepung porang : 1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu tekstur cookies
sebesar 3,88% yang menunjukann kriteria tekstur cookies tersebut agak renyah,
begitupun pada perlakuan P3E1 (50% tepung porang : 1% emulsifier) dan P4E1
46

(75% tepung porang : 1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu tekstur cookies
berturut-turut yaitu 3,60% dan 3,64%. Sedangkan pada perlakuan P 1E2 (0%
tepung porang : 2% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu tekstur sebesar
4,00% yang menunjukan kriteria cookies yang dihasilkan memiliki tekstur renyah,
sedangkan pada perlakuan P2E2 (25% tepung porang : 2% emulsifier), P3E2 (50%
tepung porang : 2% emulsifier) dan P4E2 (75% tepung porang : 2% emulsifier)
memiliki nilai rata-rata mutu tekstur cookies berturut-turut yaitu 3,84%, 3,92%
dan 3,80% yang menandakan kriteria dari tekstur cookies tersebut adalah agak
renyah. Hasil analisa uji organoleptik kesukaan terhadap tekstur cookies
menyatakan bahwa perlakuan P1E2 (0% tepung porang : 2% emulsifier) yang
paling disukai oleh panelis, dimana tekstur dari cookies tersebut adalah renyah.
Menurut (Febrianto & Sutardi, 2017) kandungan kadar lemak mempengaruhi
tekstur cookies, kadar lemak yang lebih tinggi cenderung akan menghasilkan
cookies yang lebih renyah. Hal ini berhubungan dengan kandungan kadar lemak
pada tepung terigu yang lebih tinggi dengan nilai yaitu 1,49%, sedangkan kadar
lemak pada tepung porang hanya sebesar 0,02%. Secara langsung, lesitin tidak
secara signifikan mempengaruhi tekstur atau kerenyahan cookies. Namun,
penggunaan lesitin dapat memiliki efek sekunder pada tekstur cookies. Misalnya,
dengan membantu emulsifikasi lemak, lesitin dapat mempengaruhi konsistensi
dan distribusi lemak dalam adonan. Ini dapat memengaruhi tekstur cookies akhir.

4.8.3 Mutu Aroma


Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya sebesar 0,97 yang berarti lebih besar dari 0,05
sehingga pada setiap perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji
organoleptik mutu aroma disajikan pada gambar 15.
47

7.00

6.00

5.00
Mutu Aroma 4.08 4.04 3.96 3.92 4.04 4.00 3.92 3.96
4.00

3.00

2.00

1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)

Gambar 15. Grafik Organoleptik Mutu Rata-Rata Aroma Cookies Tepung


Porang dan Penambahan Emulsifier
Berdasarkan data analisa ragam uji organoleptik mutu aroma cookies
menyatakan hasil yang tidak berbeda nyata sehingga analisa tidak dilanjutkan ke
uji BNJ taraf 5%. Pada gambar 11 menunjukan bahwa P 1E1 (0% tepung porang :
1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu aroma cookies yaitu 4,08% yang
berarti cookies tersebut memiliki aroma yang khas cookies, pada perlakuan P2E1
(25% tepung porang : 1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu aroma cookies
sebesar 4,04% yang menunjukann kriteria aroma cookies tersebut khas cookies,
begitupun pada perlakuan P3E1 (50% tepung porang : 1% emulsifier) dan P4E1
(75% tepung porang : 1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu aroma cookies
berturut-turut yaitu 3,96% dan 3,92% yang memiliki kriteria aroma agak khas
cookies. Sedangkan pada perlakuan P1E2 (0% tepung porang : 2% emulsifier)
memiliki nilai rata-rata mutu aroma sebesar 4,04% yang menunjukan kriteria
cookies yang dihasilkan memiliki aroma khas cookies, sedangkan pada perlakuan
P2E2 (25% tepung porang : 2% emulsifier) memiliki kriteria aroma khas cookies,
P3E2 (50% tepung porang : 2% emulsifier) dan P4E2 (75% tepung porang : 2%
emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu aroma cookies berturut-turut yaitu 3,92%
dan 3,96% yang menandakan kriteria dari aroma cookies tersebut adalah agak
khas cookies. Data rata-rata uji organoleptik kesukaan terhadap aroma cookies
yang memiliki nilai tertinggi adalah perlakuan P1E2 (0% tepung porang : 2%
emulsifier) yang berarti panelis lebih menyukai cookies yang beraroma khas
cookies.
48

Menurut (Siswoyo & Pujilestari, 2019) Emulsifier seperti lesitin, yang


sering digunakan dalam pembuatan cookies, cenderung tidak memiliki pengaruh
besar terhadap aroma cookies. Lesitin adalah zat emulsifier yang umumnya
digunakan dalam industri makanan untuk meningkatkan stabilitas dan tekstur
produk, serta untuk membantu bahan-bahan berminyak dan berair bercampur
dengan baik. Jenis tepung yang digunakan dalam pembuatan cookies memiliki
aroma yang berbeda-beda tetapi hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap
aroma cookies (Febrianto & Sutardi, 2017). Aroma cookies lebih sering
dipengaruhi oleh bahan-bahan seperti gula, mentega, susu dan bahan tambahan
lainnya.

4.8.4 Mutu Rasa


Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data menunjukan bahwa data tidak
terdistribusi normal sehingga data dilanjutkan pada pengujian kruskal wallis
dengan nilai signifikasinya sebesar 0,25 yang berarti lebih besar dari 0,05
sehingga pada setiap perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji
organoleptik mutu rasa disajikan pada gambar 16.
7.00
6.00
5.00
Mutu Rasa

4.08 4.04 3.96 3.92 4.04 4.00 3.92 3.96


4.00
3.00
2.00
1.00
P1E1 P2E1 P3E1 P4E1 P1E2 P2E2 P3E2 P4E2
Perlakuan Komposisi Tepung (P) dan Konsentrasi Emulsifier (E)

Gambar 16. Grafik Organoleptik Mutu Rata-Rata Rasa Cookies Tepung


Porang dan Penambahan Emulsifier
Berdasarkan data hasil analisa uji organoleptik mutu rasa cookies dapat
dilihat bahwa P1E1 (0% tepung porang : 1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata
mutu rasa cookies yaitu 4,08% yang berarti memiliki kriteria rasa cookies manis,
perlakuan P2E1 (25% tepung porang : 1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu
rasa cookies 4,04% yang memiliki rasa cookies manis, sedangkan pada perlakuan
49

P3E1 (50% tepung porang : 1% emulsifier) dan perlakuan P4E1 (75% tepung porang
: 1% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu cookies berturut-turut yaitu 3,96%
dan 3,92% yang menunjukan kriteria rasa mutu cookies tersebut adalah agak
manis. P1E2 (0% tepung porang : 2% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu rasa
cookies yaitu 4,04% yang berarti memiliki kriteria rasa cookies manis, perlakuan
P2E2 (25% tepung porang : 2% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu rasa
cookies 4,00% yang memiliki rasa cookies manis, sedangkan pada perlakuan P3E2
(50% tepung porang : 2% emulsifier) dan perlakuan P4E2 (75% tepung porang :
2% emulsifier) memiliki nilai rata-rata mutu cookies berturut-turut yaitu 3,92%
dan 3,96% yang menunjukan kriteria rasa mutu cookies tersebut adalah agak
manis. Rasa pada cookies biasanya dipengaruhi oleh oleh bahan yang memiliki
rasa manis seperti gula, susu, coklat dan lain-lain. Sedangkan emulsifier tidak
terlalu berpengaruh terhadap rasa manis pada cookies, namun dalam beberapa
kasus, lesitin mungkin memberikan sedikit sentuhan kekhasan rasa, tetapi
biasanya sangat lemah dan tidak dominan. Tepung porang umumnya tidak
memberikan pengaruh rasa manis pada cookies.
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian yang dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Interaksi faktor komposisi tepung porang dan faktor konsentrasi emulsifier
berpengaruh nyata terhadap kadar air dan kadar protein dari cookies yang
dihasilkan, faktor tunggal komposisi tepung porang berpengaruh nyata
terhadap kadar abu, kadar serat dan rendemen cookies, sedangkan pada
faktor tunggal konsentrasi emulsifier tidak berpengaruh nyata terhadap
analisa kimia cookies.
2. Interaksi antara faktor komposisi tepung porang dan faktor konsentrasi
emulsifier tidak berpengaruh nyata terhadap analisa organoleptik cookies.
Faktor tunggal konsentrasi emulsifier tidak berpengaruh nyata terhadap
analisa organoleptik. Sedangkan faktor tunggal komposisi tepung porang
berpengaruh nyata terhadap hedonik warna, hedonik rasa dan mutu warna.
50

3. Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa formulasi


terbaik adalah perlakuan P1E2 (0% tepung porang:2% emulsifier) dengan
nilai kadar air 7,94% dan kadar protein 8,69%. Sedangkan untuk nilai
kesukaan terhadap cookies yaitu warna 5,76% (Kuning), rasa 5,80%
(manis), aroma 5,20% (khas cookies), dan tekstur 5,68% (renyah).

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait analisa masa simpan cookies
tepung porang dan penambahan emulsifier agar mengetahui berapa lama masa
kadaluarsa cookies.
51

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, A., & Azizah, N. (2017). Karakteristik Sensori dan Nilai Gizi Cookies
dengan Penambahan Tepung Daun Kelor. Jurnal Teknologi Pangan dan
Gizi, 16(2), 187-194.
Arizka, A. A., & Daryatmo, J. (2015). Perubahan Kelembaban Dan Kadar Air Teh
Selama Penyimpanan Pada Suhu Dan Kemasan Yang Berbeda. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, vol 4(4).
Anggraeni, D. A., Simon, B. W., dan Ningtyas, D. W. (2014). Proporsi Tepung
Porang (Amorphophallus Muelleri Blume): Tepung Maizena Terhadap
Karakteristik Sosis Ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 (3).
Anggraeni, D. A., Widjanarko, S. B., & Ningtyas, D. W. (2014). The Effect of
Porang Flour (Amorphophallus muelleri): Cornstarch Flour towards
Chicken Saussage Characteristic. 2(3), 214–223.
AOAC. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical
Chemist. Washington D.C. : Benyamin Franklin Statio
Buchari, L., & Darmadji, P. (2017). Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap
Karakteristik Kimia dan Fisik Cookies Berbahan Dasar Tepung
Kedelai. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 5(3), 683-692.
Clyde, E. 2005. Emulsifiers for the Food Industry, Chapter 8. Bailey’s Industrial
Oil and fat.
Dalton, A., Sugiyono, & Syamsir, E. (2016). Pengaruh Penambahan Emulsifier
terhadap Mutu Sensori Roti Tawar selama Penyimpanan.
Damayanti, S., Bintoro, V. P., & Setiani, B. E. (2020). Pengaruh Penambahan
Tepung Komposit Terigu, Bekatul Dan Kacang Merah Terhadap Sifat
Fisik Cookies. Journal of Nutrition College. Vol. 9 (3).
El-Nagar, G., Hamed, A. M., & Mahmoud, S. A. (2015). Effect of egg yolk on the
quality of Cookies. Journal of food and dairy sciences, 6(10), 463-469.
Fatimah, A., Wulandari, Y., & Utami, R. (2018). Pengaruh Penambahan Susu
Bubuk pada Karakteristik Fisik, Sensori, dan Kandungan Gizi Cookies.
Jurnal Gizi dan Pangan, 13(1), 55-62.
Fatmawati, S., & Nurgraheni, Setyani. K.D. (2016). Ekstraksi Berbantu
Ultrasonik dan Penetapan Kadar Glukomanan dalam Umbi Porang
(Amorphophallus oncophyllus Prain ex Hook.f.). Media Farmasi
IndonesiaVol 11 No. 2.
Febrianto, D. A., Rohman, A., & Sutardi, T. (2017). The Effect of Konjac
Glucomannan on the Physicochemical and Sensory Properties of
Semisweet Biscuits. International Food Research Journal, 24(5), 2244-
2250.
52

Fito Perwira, D. G., Valentinus, B. P., & Antonius, H. (2020). Pengaruh


Penambahan Tepung Porang sebagai Penstabil terhadap Daya Oles,
Kadar Air, Tekstur, dan Viskositas Cream Cheese. Jurnal Teknologi
Pangan, 4(2), 88–9288.
Haryati, T., & Munawaroh, H. (2018). Pengaruh Penambahan Garam terhadap
Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Cookies Sorgum. Jurnal
Teknologi Pertanian, 19(2), 123-132.
Handayani, T., Aziz, Y. S., & Herlinasari, D. (2020). Pembuatan Dan Uji Mutu
Tepung Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain Prain) Di
Kecamatan Ngrayun. Jurnal Medfarm: Farmasi Dan Kesehatan Vol. 9,
No.1 Hal 13-21.
Haryani, D., Anandari, L. B., & Dewanti, R. (2018). Karakteristik Tepung Porang
(Amorphophallus muelleri) dengan Berbagai Perlakuan Pengolahan.
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, 17(1), 13-20.
Haryanto, B., & Pradito, Y. A. (2020). Pemanfaatan Pati Ubi Jalar pada
Pembuatan Cookies Berbahan Dasar Tepung Beras Ketan Hitam. Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 8(2), 89-96.
I Wayan Angga Sukma, Bambang Admadi H., & I Wayan Arnata. 2017.
Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan Ekstraksi Terhadap Rendemen
dan Mutu Alginat dari Rumput Laut Hijau (Sargassum sp). Jurnal
Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. Vol. 5 (1): 71-80.
Jariyah, Yektiningsih, E., Sarofa, U., & Sopade, P.A. (2018). Effect of partial
replacement of wheat flour with various mangrove fruit floursand
different emulsifiers on physicochemical properties of biscuits.
Indonesian Journal of Agricultural Research, 1, 152-161.
Lee, H. & Kim, Y. (2018). Effect of Baking Powder and Emulsifier on the
Physicochemical Properties of Cookies. Journal of the Korean Society
of Food Science and Nutrition, 47(3), 209-216.
Manzoor, M. F., Asghar, Z., Ahmed, A., & Ahmed, N. (2018). Effect of egg yolk
on physicochemical and sensory properties of Cookies. Journal of Food
Processing and Preservation, 42(8).
Medeiros, K. M., Pereira, C. S., & Rodrigues, P. F. (2016). Physical and sensory
properties of cookies made with different sources of dietary fiber. Food
Science and Technology, 36(2), 336-342.
Nugrahani, I., & Nurwantoro, N. (2020). Pemanfaatan Bahan Alam sebagai Bahan
Pangan Fungsional. Penerbit Universitas Gadjah Mada.
Nurwantoro, N., Utami, R., & Nurrachma, E. (2017). Makanan Fungsional:
Karakteristik dan Prospek Pemanfaatan di Indonesia. Penerbit
Universitas Sebelas Maret.
53

Nurfadillah, S. (2017). Karakteristik dan Kandungan Proksimat pada Tepung


Terigu dari Berbagai Varietas Gandum. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 5(1), 51-59.
Noviar R, Andarwulan N, Affandi AR, Nur RC. 2015. Karakteristik Sensori
Donat dengan Penambahan Emulsifier Mono-Diasilgliserol dari Fully
Hydrogenated Palm Stearin. Jurnal Mutu Pangan 2 (1): 34-40.
Octaviana, N. A., Yunianta, dan Purwantiningrum, I. (2016). Pengaruh
Konsentrasi Pengemulsi Lesitin Dan Proporsi Tape Singkong Terhadap
Kualitas Fisik, Kimia, Organoleptik Kue Donat. urnal Pangan dan
Agroindustri. Vol. 4 (1).
Pratiwi, D., Lestari, R., & Fauziyah, H. (2019). Potensi Porang (Amorphophallus
oncophyllus Prain) Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Jurnal Pangan
dan Agroindustri, 7(2), 97-106.
Pratiwi, R. A., & Fauziyah, E. (2020). Manfaat Stevia sebagai Pemanis Alami
untuk Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 8(2), 117-124.
Pramono, Y. B., Rahayu, W. P., & Yuniastuti, A. (2019). Pengaruh Penambahan
Tepung Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain) pada
Pembuatan Roti terhadap Kualitas Fisik dan Sensoris. Jurnal Pangan
dan Agroindustri, 7(3), 125-134.
Pradyana, D. T., Arya Ulilalbab., Cucuk Suprihartini., & Enggar Anggraeni.
(2021). Pengaruh Proporsi Tepung Garut Dan Kacang Hijau Terhadap
Daya Terima Dan Kadar Air Cookies. Jurnal Teknologi Pangan dan
Kesehatan, vol 3(1), 01-07.
Rahayu, I. S. (2016). Khasiat dan Manfaat Stevia untuk Kesehatan. Jurnal Ilmu
Kedokteran Indonesia, 14(2), 85-91.
Rahayu, I., & Murdiati, A. (2019). Pengaruh Substitusi Gula Pasir dengan Stevia
dalam Pembuatan Cookies terhadap Karakteristik Sensori dan
Kandungan Kalori. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 30(1), 31-38.
Rahayu, N., Zainuri, Agustono, P., & Wardani, M. K. (2023). Penambahan
Tepung Porang Sebagai Alternatif Pengganti Bahan Pengenyal Sintetis
Pada Produk Bakso Ikan Kurisi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan.
Vol. 9 (1).
Ramadhan, H., Rezky, D. P., & Susiani, E. F. (2021). Penetapan Kandungan Total
FenolikFlavonoid pada Fraksi Etil Asetat Kulit Batang Kasturi
(Mangifera casturi K.). Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 8(1), 58-67.
Rita, Rahmawati. (2006). Evaluasi Metode Penelusuran Keragaman dalam Blok
dengan Analisis Interblok. Prosiding SPMIPA: 147-152.
54

Ristantri, M. H., Widodo. & Wahyuni, E. (2015). Pengaruh Penggunaan Lesitin


Soya sebagai Emulsifier Terhadap Kualitas Fisiko Kimia dan
Organoleptik Es Krim Susu Kambing Peranakan Ettawa. Skripsi
Universitas Gajah Mada.
Rosaini, H., Rasyid, R. and Hagramida, V. (2015) ‘Penetapan Kadar Protein
Secara Kjedahl Beberapa Makanan Olahan Kerang Remis (Corbiculla
moltkiana Prime.) dari Danau Singkarak’, Jurnal Farmasi Higea, 7(2),
pp. 120–127.
Sarwono, B. (2017). Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain). Bogor:
IPB Press.
Satheesh, N., Gopalakrishnan, L., & Pushpaveni, K. (2016). Nutritional and
sensory evaluation of Cookies incorporated with egg yolk. International
Journal of Food and Nutritional Sciences, 5(4), 70-74.
Sari, I. P., & Wijayanti, N. (2019). Optimasi Proses Pembuatan Cookies Coklat
menggunakan Response Surface Methodology. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 7(1), 14-20.
Sembiring, K., Yuliarti, N., & Cahyanto, M. N. (2020). Pengaruh Konsentrasi
Margarin Terhadap Kualitas Sensori dan Fisikokimia Cookies Tepung
Porang. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 8(2), 53-61.
Setyaningsih, Dwi, Anton Apriyantono, dan Maya Puspita Sari. 2010. Analisis
Sensori untuk Industri Pangan dan Argo. Bogor: IPB Press.
Siswoyo, T. A., Saputra, R., & Pujilestari, D. W. (2019). The effect of lecithin and
propylene glycol monostearate (PGMS) on quality characteristics of
pandanus cookies. IOP Conference Series: Materials Science and
Engineering, 546(1).
SNI. (2009). SNI 01-2986-2009. Syarat Mutu Cookies. Badan Standarisasi
Nasional: Jakarta.
SNI. (2013). Serpih porang (SNI 7939-2013). Badan Standardisasi Nasional,
Jakarta.
Suci Hardina Rahmawati, Arlin Wijayanti, & Fahrulsyah. 2023. Analisis
Karakteristik Kimiawi pada Kerupuk Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
dengan penambahan tepung porang (Amorphophallus oncopphyllus).
Jurnal Agrokompleks. Vol. 23 (2): 149-157.
Sudarmadji, Slamet, HB., & Suhardi. (2007). Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
Sumarni., H. Ansharullah, dan N. Asyik. (2017). Cookies Berbahan Dasar Tepung
Ubi Jalar Kuning (Ipomoea Batatas L.) Dan Tepung Ikan Kakap Putih
(Lates Calcarifer Bloch). Universitas Halu Oleo. Kendar.
Tatik Handayani, Yaya Sulthon Aziz, dan Depit Herlinasari. (2020). Pembuatan
Dan Uji Mutu Tepung Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus
55

Prain Prain) Di Kecamatan Ngrayun. Jurnal MEDFARM: Farmasi dan


Kesehatan Vol. 9, No.1, Januari 2020, hal 13-21 e-ISSN : 2715-9957.
Tjandraatmadja, M., Sutrisno, E., & Kusdiyantini, E. (2017). The potential of
porang (Amorphophallus muelleri Blume) as a source of glucomannan
and its application in food industry. Food Research, 1(3), 143-155.
Ulfa dan Nafiah. (2018). Pengaruh Perendaman Nacl Terhadap Kadar
Glukomanan Dan Kalsium Oksalat Tepung Iles-Iles (Amorphophallus
Variabilis Bi), 2 (2): 124.
Widari, N. Rasmito, A. (2018). Penurunan Kadar Kalsium Oksalat pada Umbi
Porang (Amorphopallus Oncophillus) dengan Proses Pemanasan di
dalam Larutan Nacl. Jurnal Teknik Kimia, 13 (1): 1.
Widjanarko, S.B., Widyastuti, E., dan Rozaq, F.I. 2015.Pengaruh lama
penggilingan tepung porang (Amorphophallusmuelleri Blume) dengan
metode ball mill (CycloneSeparator) terhadap sifat fisik dan kimia
tepung porang. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(3):867-877.
Wootton, A.J., Luker-Brown, M., Westcott, R.J., and Cheetham, P.S.J., (1993),
The Extraction of A Glucomannan Polysaccharide From Konjac Corms
(Elephant Yam, Amorphophallus rivierii), Journal of The Science of
Food and Agriculture, 61(4), pp. 429-433.
Wu, P dan W. Fang. 2003. Variation of Konjac Glukomannan from
Amorphophallus Konjac and its Refined Powder in China. Journal of
Food Hydrocolloids 18. 167-170.
Yamin, M. & Siregar, E.D. (2018). The Effect of Baking Powder Concentration
on Physical Properties of Cookies. Journal of Physics: Conference
Series, 1028(1).
Zhao, J., Zhang, D., Srzednicki, G., Kanlayanarat, S., and Borompichaichartkul,
C., (2010), Development of A Low-Cost Two-Stage Technique For
Production of Low-Sulphur Purified Konjac Flour, International Food
Research Journal, 17, pp. 1113-1124.
Zuhra, C.F. 2006. Cita Rasa (Flavour). Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara. Medan.
56

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Rendemen Tepung Porang


Umbi porang : 6354 gram
Hasil tepung porang : 1154 gram
1154
Rendemen : x 100=18 , 16 %
6354

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Serat


Berat sampel :2
Berat kertas saring awal : 0,6275 gram
Berat kertas saring akhir : 0,6901 gram
Perhitungan
0,6901−0,6275
Kadar serat = x 100%
2
= 3,13%
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Cookies
Adonan cookies : 258 gram
Cookies : 219 gram
219
Rendemen : x 100=84 ,88 %
258

Lampiran 4. Analisa Kadar Serat

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
EXP Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Serat P1E1 .227 3 . .983 3 .747
P2E1 .292 3 . .923 3 .463
P3E1 .276 3 . .942 3 .537
P4E1 .219 3 . .987 3 .780
P1E2 .276 3 . .942 3 .537
P2E2 .269 3 . .949 3 .567
P3E2 .285 3 . .932 3 .497
57

P4E2 .334 3 . .860 3 .266


a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Serat
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Model 283.387a 8 35.423 2982.754 .000
Emulsifier .050 1 .050 4.207 .057
Tepung 1.282 3 .427 35.987 .000
Emulsifier * Tepung .005 3 .002 .152 .927
Error .190 16 .012
Total 283.577 23
a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .999)

Serat
a,b
Tukey HSD
Subset
(P+T) N 1 2
P1 6 3.1225
P2 6 3.2992
P3 6 3.5775
P4 6 3.7133
Sig. .055 .177
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .012.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b. Alpha = ,05.

Perhitungan BNJ perlakuan P


BNJ = q(p:dbg:α) x
√ KTG
r
= (3;16;0,05) X
√ 0,012
3
= 3,65 x 0,031
= 0,133
58

Lampiran 5. Analisa Rendemen Cookies


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
(E*P) Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Rendemen P1E1 .248 3 . .968 3 .657
P2E1 .349 3 . .832 3 .194
P3E1 .175 3 . 1.000 3 .995
P4E1 .175 3 . 1.000 3 .997
P1E2 .249 3 . .968 3 .655
P2E2 .257 3 . .961 3 .620
P3E2 .321 3 . .882 3 .330
P4E2 .175 3 . 1.000 3 .995
a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Rendemen
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 166448.708 8 20806.089 12153.681 .000
Emulsifier .038 1 .038 .022 .884
Tepung 27.507 3 9.169 5.356 .010
Emulsifier * Tepung 2.738 3 .913 .533 .666
Error 27.391 16 1.712
Total 166476.099 23
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Rendemen
a,b
Tukey HSD
Subset
(P+T) N 1 2
P1 6 82.4333
P2 6 82.6483
P3 6 82.9000
P4 6 85.1033
Sig. .925 1.000
59

Means for groups in homogeneous subsets


are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
1.712.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b. Alpha = ,05.

Perhitungan BNJ perlakuan P


BNJ = q(p:dbg:α) x
√ KTG
r
= (3;16;0,05) X
√1,712
3
= 3,65 x 0,436
= 1,591

Lampiran 6. Analisa Kadar Air Cookies


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
(E*P) Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Normalitas Kadar Air P1E1 .175 3 . 1.000 3 1.000
P2E1 .348 3 . .834 3 .198
P3E1 .219 3 . .987 3 .780
P4E1 .175 3 . 1.000 3 1.000
P1E2 .175 3 . 1.000 3 1.000
P2E2 .175 3 . 1.000 3 1.000
P3E2 .175 3 . 1.000 3 1.000
P4E2 .204 3 . .993 3 .843
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar Air
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 2133.980 8 266.748 9466.126 .000
Tepung 15.774 3 5.258 186.597 .000
Emulsifier 1.859 1 1.859 65.980 .000
Tepung * Emulsifier 20.076 3 6.6 92 237.482 .000
Error .451 16 .028
Total 2134.431 23
60

a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)

Kadar Air
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
(E*P) N 1 2 3 4 5 6
P1E2 3 7.9467
P2E2 3 7.9567
P1E1 3 8.3567 8.3567
P3E2 3 8.7967
P4E1 3 9.3000
P3E1 3 10.1500
P2E1 3 10.6900
P4E2 3 11.5700
Sig. .117 .080 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Perhitungan BNJ kadar air

BNJ = q(p:dbg:α) x
√ KTG
r
= (3;16;0,05) X
√ 0,028
3
= 3,65 x 0,055
= 0,203

Lampiran 7. Analisa Kadar Abu Cookies


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
(E*P) Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kadar Abu P1E1 .175 3 . 1.000 3 1.000
P2E1 .348 3 . .834 3 .198
P3E1 .219 3 . .987 3 .780
P4E1 .175 3 . 1.000 3 1.000
P1E2 .175 3 . 1.000 3 1.000
P2E2 .175 3 . 1.000 3 1.000
P3E2 .175 3 . 1.000 3 1.000
P4E2 .204 3 . .993 3 .843
61

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kadar Abu
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 203.570 8 25.446 1128.437 .001
Tepung 12.794 3 4.265 189.116 .001
Emulsifier .065 1 .065 2.887 .109
Tepung * Emulsifier .023 3 .008 .338 .798
Error .361 16 .023
Total 203.931 23
a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)

Kadar Abu
Tukey HSDa,b
Subset
(P+T) N 1 2 3 4
P1 6 1.8400
P2 6 2.4683
P3 6 3.1933
P4 6 3.7733
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,023.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
b. Alpha = ,05.

Perhitungan BNJ kadar abu perlakuan P

BNJ = q(p:dbg:α) x
√ KTG
r
= (3;16;0,05) X
√ 0,023
3
= 3,65 x 0,050
= 0,1845
62

Lampiran 8. Analisa Kadar Protein

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
(E*P) Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kadar Protein P1E1 .175 3 . 1.000 3 1.000
P2E1 .175 3 . 1.000 3 1.000
P3E1 .175 3 . 1.000 3 1.000
P4E1 .232 3 . .980 3 .726
P1E2 .253 3 . .964 3 .637
P2E2 .219 3 . .987 3 .780
P3E2 .184 3 . .999 3 .927
P4E2 .175 3 . 1.000 3 1.000
a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kadar Protein
Type III Sum of
Source Squares Df Mean Square F Sig.
a
Model 1607.919 8 200.990 104184.838 .001
Emulsifier 2.007 1 2.007 1040.251 .001
Tepung .957 3 .319 165.325 .001
Tepung * Emulsifier .040 3 .013 6.834 .004
Error .031 16 .002
Total 1607.950 23
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Kadar Protein
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
(E*P) N 1 2 3 4 5
P4E1 3 7.6267
P3E1 3 7.6500
P1E1 3 8.1200
P2E1 3 8.1200
P4E2 3 8.3000
P3E2 3 8.3033
P2E2 3 8.5667
P1E2 3 8.6967
Sig. .996 1.000 1.000 1.000 1.000
63

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Perhitungan BNJ kadar protein

BNJ = q(p:dbg:α) x
√ KTG
r
= (3;16;0,05) X
√ 0,002
3
= 3,65 x 0,014
= 0,054
Lampiran 9. Analisa Organoleptik Hedonik Rasa

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
RASA P1E1 .267 25 .000 .826 25 .001
P2E1 .191 25 .020 .916 25 .042
P3E1 .259 25 .000 .787 25 .000
P4E1 .260 25 .000 .800 25 .000
P1E2 .227 25 .002 .876 25 .006
P2E2 .258 25 .000 .786 25 .000
P3E2 .260 25 .000 .868 25 .004
P4E2 .273 25 .000 .862 25 .003
a. Lilliefors Significance Correction

Test Statisticsa,b
RASA
Kruskal-Wallis H 12.495
Df 7
Asymp. Sig. .085
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP
64

Lampiran 10. Analisa Organoleptik Hedonik Aroma

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
AROMA P1E1 .208 25 .007 .809 25 .000
P2E1 .302 25 .000 .837 25 .001
P3E1 .196 25 .015 .863 25 .003
P4E1 .248 25 .000 .830 25 .001
P1E2 .250 25 .000 .843 25 .001
P2E2 .241 25 .001 .848 25 .002
P3E2 .208 25 .007 .809 25 .000
P4E2 .322 25 .000 .752 25 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Test Statisticsa,b
AROMA
Kruskal-Wallis H 14.307
Df 7
Asymp. Sig. .046
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP

Lampiran 11. Analisa Organoleptik Hedonik Tekstur

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TEKSTUR P1E1 .320 25 .000 .786 25 .000
P2E1 .265 25 .000 .817 25 .000
P3E1 .242 25 .001 .888 25 .010
P4E1 .231 25 .001 .890 25 .011
P1E2 .346 25 .000 .809 25 .000
P2E2 .327 25 .000 .710 25 .000
P3E2 .311 25 .000 .839 25 .001
P4E2 .248 25 .000 .899 25 .017
a. Lilliefors Significance Correction
65

Test Statisticsa,b
TEKSTUR
Kruskal-Wallis H 10.420
df 7
Asymp. Sig. .166
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP

Lampiran 12. Analisa Organoleptik Hedonik Warna

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
WARNA P1E1 .288 25 .000 .862 25 .003
P2E1 .233 25 .001 .886 25 .009
P3E1 .209 25 .006 .896 25 .015
P4E1 .227 25 .002 .913 25 .035
P1E2 .223 25 .002 .865 25 .003
P2E2 .338 25 .000 .826 25 .001
P3E2 .317 25 .000 .840 25 .001
P4E2 .200 25 .011 .901 25 .019
a. Lilliefors Significance Correction

Test Statisticsa,b
WARNA
Kruskal-Wallis H 27.825
df 7
Asymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP

Lampiran 13. Analisa Organoleptik Mutu Aroma

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
M_AROMA P1E1 .244 25 .000 .833 25 .001
P2E1 .208 25 .007 .809 25 .000
P3E1 .242 25 .001 .813 25 .000
66

P4E1 .310 25 .000 .786 25 .000


P1E2 .280 25 .000 .835 25 .001
P2E2 .220 25 .003 .814 25 .000
P3E2 .356 25 .000 .742 25 .000
P4E2 .280 25 .000 .847 25 .002
a. Lilliefors Significance Correction

Test Statisticsa,b
M_AROMA
Kruskal-Wallis H 1.595
df 7
Asymp. Sig. .979
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP

Lampiran 14. Analisa Organoleptik Mutu Rasa

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
M_RASA P1E1 .370 25 .000 .714 25 .000
P2E1 .396 25 .000 .671 25 .000
P3E1 .311 25 .000 .805 25 .000
P4E1 .286 25 .000 .872 25 .005
P1E2 .416 25 .000 .697 25 .000
P2E2 .380 25 .000 .750 25 .000
P3E2 .359 25 .000 .789 25 .000
P4E2 .295 25 .000 .852 25 .002
a. Lilliefors Significance Correction

Test Statisticsa,b
M_RASA
Kruskal-Wallis H 8.995
df 7
Asymp. Sig. .253
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP
67

Lampiran 16. Analisa Organoleptik Mutu Warna

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
M_WARNA P1E1 .276 25 .000 .781 25 .000
P2E1 .319 25 .000 .821 25 .001
P3E1 .336 25 .000 .757 25 .000
P4E1 .230 25 .001 .805 25 .000
P1E2 .281 25 .000 .786 25 .000
P2E2 .288 25 .000 .847 25 .002
P3E2 .336 25 .000 .757 25 .000
P4E2 .230 25 .001 .805 25 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Test Statisticsa,b
M_WARNA
Kruskal-Wallis H 115.670
df 7
Asymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP

Lampiran 17. Analisa Organoleptik Mutu Tekstur


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
ExP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
M_TEKSTUR P1E1 .356 25 .000 .743 25 .000
P2E1 .326 25 .000 .822 25 .001
P3E1 .388 25 .000 .625 25 .000
P4E1 .354 25 .000 .780 25 .000
P1E2 .380 25 .000 .713 25 .000
P2E2 .374 25 .000 .726 25 .000
P3E2 .310 25 .000 .786 25 .000
P4E2 .331 25 .000 .820 25 .000
a. Lilliefors Significance Correction
68

Test Statisticsa,b
M_TEKSTUR
Kruskal-Wallis H 12.439
df 7
Asymp. Sig. .087
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: ExP

Lampiran 18. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Umbi Porang Pembersihan umbi porang

Pencucian umbi porang Pengecilan ukuran porang

Perendaman dengan NaOH Penjemuran porang


69

Pengeringan oven Penggilingan tepung porang

Ayak tepung porang Tepung Porang

Persiapan bahan-bahan Pencampuran bahan-bahan

Penimbangan adonan Pencetakan adonan


70

Pengovenan adonan Cookies

Analisa Kadar Serat Organoleptik

Anda mungkin juga menyukai