2010
LEMBAR PENGESAHAN
8. Agroekosistem
------
~
Dr. Risfaheri. MSi
NIP 19641017 198903 1 002
lr. Edy Mulyono. MS
NIP 19550730 198403 1 001
Mengetahui,
Kepala B~lai Besar,
ABSTRAK
Hasil penelitian tahun 2009 menunjukkan bahwa metode produksi tepung iles-iles
(Amorphophal/us oncophillus) yang prospektif untuk dikembangkan adalah dengan
metode mekanis kering . Namun, produk tepung iles-iles yang dihasilkan belum memenuhi
syarat sebagai tepung iles-iles bermutu food grade dikarenakan kadar glukomannannya
kurang dari 80%. Tepung iles-iles akan memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi jika
dalam bentuk tepung iles-iles food grade. Tujuan dari penelitian adalah: (1 ).
Mendapatkan metode pencucian bertingkat yang optimum untuk menghasilkan tepung
iles-iles food grade, (2). Mendapatkan metode enzimatis yang optimum untuk
menghasilkan tepung iles-iles food grade, (3). Memperoleh teknologi produksi tepung iles-
iles food grade (kadar glukomanan 80%), sebagai bahan pengelastis mi dan pengental.
Untuk mendapatkan tepung iles-iles food grade adalah melalui pemurnian atau purifikasi
glukomannan dengan menggunakan metode pencucian bertingkat dan metode enzimatis
untuk menghilangkan zat pengotor, seperti pati, protein, lemak, dan komponen lainnya.
Hasil sementara yang diperoleh adalah metode pencucian bertingkat terpilih adalah
pencucian dengan alkohol 50% selama 3 jam dengan menghasilkan kadar glukomannan
68,87% dan viskositas 8.600 cps, dan metode enzimatis terpilih adalah konsentrasi enzim
a-amilase 7,5% dengan waktu inkubasi selama 3 jam pada suhu sooc yang
menghasilkan tepung mannan dengan kadar glukomannan sebesar 93,75% dan
viskositas 18.840 cps .
Kala kunci : iles-iles, amorphophallus oncophillus, tepung iles-iles food grade , glukomannan , pengental, pengelastis
ABSTRACT
==search results at 2009 showed that iles-iles flour from Amorphophallus oncophil/us
· -=-s:s whi ch is prospective to be developed its produced by dry mechanical method.
-:.\ever, the resulting iles-iles flour not qualify as iles-iles flour food grade quality, caused
- ~ ucomannan contents lower than 80% . lles-iles food grade flour quality is more
= •::-s..,sive than iles-iles flour. The purposes of this study are: (1 ). Getting storied washing
methods to produce iles-iles flour food grade quality, (2). Getting enzymatis
method to produce iles-iles flour food grade, (3). Getting production technology
=s-11 es flour food grade (80% glucomannan contents, white degree 80%) as a
=-er and elasticizer agent. To get iles-iles flour food grade is through purification of
=--=.:-annan using storied washing methods and enzymatic method to eliminate
-..;:'- ~ es , such as starch, protein, fat, and other components. Temporary results show
a! :.'le best method of storied washing is 50% alcohol for 3 hours to yield 68.87%
; :":!:::'":"'annan content and their viscosity of 8600 cps, and enzymatic methods chosen is
.:-ar- { ase enzyme concentration of 7.5% with incubation time for 3 hours at 50°C, which
·: ""-::-:_ces glucomannan contents of 93.75% and their viscosity of 18840 cps .
ra · iles-iles, amorphophallus oncophillus, iles-i/es flour food grade, glucomannan, thickener.
2
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
=:-·:.:Lksi tepung iles-iles di Indonesia masih bersifat eksklusif dan produksinya sangat
=·:_a:as serta dilakukan oleh industri tertentu saja. Produk tepung iles-iles yang dihasilkan
: =-· s:Jor untuk ditingkatkan mutunya sehingga memenuhi standard food grade . Pad a
nya di tingkat petani dilakukan pengolahan umbi iles-iles menjadi bentuk chip kering
memasok industri tepung iles-iles atau tepung mannan . Dengan perbedaan harg a
yang sangat jauh antara tepung mannan food grade bila dibandingkan dengan tepung
iles-iles atau tepung' mannan dan harga umbinya, maka peningkatan mutu tepung
mannan menjadi mutu food grade (memiliki kadar glukomannan <:::80%) akan memberikan
nilai tambah yang sangat nyata baik bagi pelaku industri dan petani di dalam negeri , serta
berpotensi mengurangi ketergantungan impor.
Penelitian tahun 2009 telah menghasilkan tepung mannan dengan metode mekanis
kering melalui pengeringan dengan oven dan screening, metode mekanis basah dan
metode mikrobiologis dengan pengeringan menggunakan spray drier. Rendemen yang
dihasilkan dengan metode mekanis kering berkisar antara 70-85% (bk) dan derajat
putihnya antara 73-82% , sedang kan dengan metode mekanis basah menghasilkan
rendemen antara 11-17% (bk) dan derajat putih antara 89-95% . Walaupun metode
mekanis basah menghasilkan produk dengan derajat putih yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan metode mekan is kering, namun rendemennya jauh lebih rendah
3
dan biaya produksinya lebih mahal, se hingga secara ekonomis metode mekanis kering
lebih menguntungkan dan prospektif untuk dikembangkan. Tepung mannan yang
dihasilkan cara mekanis kering belum mencapai mutu tepung mannan food grade, baik
dari persyaratan warna , ukuran partikel maupun kadar glukomannan. Oleh karena itu,
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan mutu tepung mannan melalui
purifikasi kadar glukomannan, pengecilan ukuran dan peningkatan derajat putih.
Kegunaan tepung mannan cukup luas, baik di bidang pangan maupun non pangan .
Dalam bidang pangan tepung mannan dapat digunakan sebagai ingredien atau bahan
tambahan pangan (BTP) untuk berbagai jenis produk olahan pangan, seperti pada
pengolahan mie/pasta ditambahkan glukomannan 1% - 4,5% untuk meningkatkan
kemampuan mengikat air, memperbaiki stabilitas suhu, thickener/pengental, perbaikan
mouthfeel, serta mengurangi pati solubisitas pada produk mie atau pasta. Fungsi lainnya
adalah sebagai texture improver, stabilizer, foaming agent, gel strenght, substitusi gelatin,
heat stability, moisture enhancer dan lain-lain (http://www.biomartnet.org/ f41 06fin.pdf,
diunduh tanggal 20 Oktober 2009). Kegunaan lainnya adalah sebagai drug delivery, bio-
adhesive properties improvment, cellular therapy, bahan untuk immobilisasi sel, bahan
enkapsulasi , film dan membran, bahan coating , kosmetik, emulsifier, surfaktan , dan lain-
lain (Zhang et al. , 2005).
Selain itu, penambahkan tepung mannan pada produk pangan dapat meningkatan
fungsional terhadap kesehatan sebagai sumber serat pangan (dietary fiber) . Manfaat
glukomannan bagi kesehatan antara lain dapat mengurangi kolesterol darah,
memperlambat pengosongan perut, dan mempercepat rasa kenyang se hingga cocok
untuk makanan diet ,dan bag i penderita diabetes. Bahkan produk berupa pasta yang
diklaim menyehatkan dari gandum yang ditambah tepung mannan telah dipatenkan di
Amerika dengan nomor US2008/02927696A1 oleh Tang dan Wang (2008) .
Sampai saat ini , teknologi produksi tepung mannan bermutu tingg i (food grade) di
Indonesia sangat terbatas dan diproteksi oleh perusahaan tertentu melalui perlindungan
patent dan rahasia dagang terhadap teknologi dan mesin pengolahannya, sehingga
sangat sulit untuk diakses dan dikembangkan oleh petani/masyarakat pengolah iles-iles
dan industri. Oleh karena itu, dari penelitian ini diharapkan akan menghasil paket
teknologi produksi tepung mannan bermutu food grade yang dapat dengan mudah untuk
diaplikasikan pada produksi skala 250 kg umbi iles-iles. Selain itu , tepung iles-iles yang
dihasilkan juga memiliki sifat fungsional yang baik, terutama sebagai bahan pengental
dan pengelastis produk pangan (mi).
4
b. Dasar Pertimbangan
Pada penelitian tahun 2009 telah dihasilkan teknologi pengolahan tepung iles-iles dengan
metode mekanis cara basah, mekanis kering dan mikrobiologis. Produksi tepung iles-iles
dengan metode mekanis kering lebih baik jika dibandingkan dengan metode basah dan
metode mikrobiologis baik dari ditinjau segi teknis maupun ekonomis. Namun mutu
tepung iles-iles yang dihasilkan masih belum termasuk kedalam mutu food grade, karena
kadar glukomannan masih rendah (±40%), banyak mengandung protein, lemak, pati dan
komponen lainya serta warnanya masih kurang putih.
Untuk meningkatkan mutu tepung iles-iles yang dihasilkan menjadi bermutu food grade
yang bernilai ekonomi tinggi, maka diperlukan teknologi purifikasi tepung iles-iles yang
efisien dan ekonomis dan memungkinkan diaplikasikan pada skala industri. Purifikasi
dimaksudkan untuk meningkatkan kadar glukomannan sampai kadar ;:::80% dengan
menghilangkan pati, protein, lemak, serat dan komponen pengotor lainnya . Sebagai
acuan standar mutu tepung iles-iles adalah tepung iles-iles bermutu food grade yang ada
di pasar internasional, terutama di USA sebagaimana yang dipublikasikan di
http://www.fareast!industries .com (diunduh tanggal 20 Oktober 2009), yaitu memiliki kadar
glukomannan ;:::80%, warna putih, ukuran kecil, mudah larut dalam air dingin atau panas,
viskositas larutan tinggi (1% larutan = 16.000 cps), kadar air, abu dan protein rendah ,
residu S02 :5500 ppm dan TPC kurang dari 500cfu/g.
5
c. Tujuan
d. lndikator Kinerja
6
TINJAUAN PUSTAKA
Umbi iles-iles (Amorphophallus sp) merupakan salah satu jenis tanaman umbi-umbian
yang dapat tumbuh baik di Indonesia dan pada umumnya tumbuh secara liar, namun saat
ini sudah mulai banyak yang membudidayakannya. Keunikan iles-iles dibandingkan
dengan jenis umbi-umbian lainnya adalah kandungan glukomannannya atau biasa
disebut juga dengan mannan. Kandungan glukomannan pada iles-iles tergantung kepada
spesies dan varietasnya.
Dalam flora of Java jenis iles-iles yang dikenal adalah Amorphophal/us campanulatus, A.
dischophorus, A. spectabilis, A. sagitarius, A. decussilvae, A. mulleri (A. mutabilis, A.
punctulatus), A. Onchophyllus (A.blumet) , dan A. variabi/is (Backer et a/. 1968). Menurut
Kay (1973), marga Amorphophallus mempunyai 90 spesies, tetapi yang paling banyak
ditemukan di daerah tropis adalah Amorphophal/us campanulatus atau yang lebih dikenal
dengan nama umbi suweg, Amorphophal/us oncophyllus atau iles-iles kuning dan
Amorphophallus variabilis atau iles-iles putih.
Dari ketiga jenis ini , A. oncophylus Prain sin. Amorphophallus muelleri Blume sin . A.
blumei (Scott.) Engler merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan
prospek untuk dikembangkan di Indonesia serta aksesi yang paling tinggi kandungan
7
glukomannannya (Heyne , 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al., 1996; Supriati et al., 2003).
Menurut Backer dan Brink (1968) , iles-iles mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Divisi : Antophyta
Phylum : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Famili : Araceae
Genus : Amorphophallus
Species : Amorphophallus oncophyllus (untuk iles-iles kuning)
Umbi iles-iles berbentuk bulat dan berakar serabut, memiliki jaringan parenkim yang
tersusun atas sel-sel berdinding tipis. lles-iles mempunyai batang semu yang sebenarnya
merupakan tangkai daun yang tumbuh di tengah-tengah umbinya. Pada ujung batang
terdapat tiga tangkai daun. Satang semu tersebut berwarna hijau dengan garis-garis putih
(Soedarsono dan Abdulmanap, 1963). Menurut Kate dan Matsuda (1969), panjang
tangkai daun iles-iles kuning berkisar 0.5-1 .5 meter. Pada percabangan daunnya terdapat
bulbi! yang berwarna coklat. Bulbi! merupakan umbi kecil berbentuk bulat yang berfungsi
sebagai bibit.
Salah satu komponen penyusun umbi iles-iles yang mempunyai fungsi dan peran penting
adalah bagian karbohidrat yang terdiri dari pati, glukomannan, serat kasar dan gula
bebas . Komposisi kimia beberapa jenis umbi Amorphophal/us sp. dapat dilihat pada Tabel
2. Menurut Johnson (2007) , tepung konjak kasar yang dikeringkan mengandung 49-60%
glukomannan sebagai polisakarida utama, 10-30% pati, 2-5% serat, 5-14% protein kasar,
3-5% gula reduksi dan 3.4-5.3% abu dan vitamin juga lemak yang rendah. Viskositas
konjak lebih tinggi daripada bahan pengental alami lainnya dan stabil terhadap asam,
tidak ada pengendapan walaupun pH diturunkan dibawah 3,3. Larutan konjak tahan
terhadap garam walau pada konsentrasi yang tinggi. Selanjutnya bahwa sebagai bahan
pembentuk gel , konjak memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk gel reversible
8
dan gel irreversible pada kondi si yang berbeda. Larutan konjak tidak akan membentuk gel
karena gugus asetilnya mencegah rantai panjang glukomannan untuk saling bertemu satu
sama lain. Namun demikian, konjak dapat membentuk gel dengan pemanasan sampai
85°C dengan kondisi bas a (pH 9-10). Gel ini bersifat tahan pan as (irreversible) dan tetap
stabil dengan pemanasan ulang pad a suhu 100°C atau bahkan pad a suhu 200°C.
Menu rut Sarko dan Marchessault ( 1967) berdasarkan bentuk ikatannya mann an
dibedakan menjadi dua golongan yaitu glukomannan dan galaktomannan. Glukomannan
merupakan heteropolisakarida yang tersusun oleh satuan D-mannosa dan 0-glukosa
dengan perbandingan 1.6: 1. Glukomannan mempunyai bentuk ikatan 13-1-4-glikosida dan
mempunyai gugus asetil setiap 17 gugus karbon pada posisi C-6. Gugus asetil tersebut
mempengaruhi kelarutan glukomannan dalam air (Dave et al., 1997).
0. 0"-.
H OH H H H H
Tepung glukomannan yang disebut juga konjac flour merupakan soluble dietary fiber yang
mirip dengan pektin dalam struktur dan fungsinya. Glukomannan tidak dapat dihidrolisis
oleh enzim pencernaan di dalam tubuh man usia dan dikenal sebagai pangan tanpa kalori
di Jepang dan China (Li et al. ,2006). Glukomannan sebagai serat pangan memiliki
beberapa sifat fungsional antara lain menurunkan kadar kolesterol dan gul a dalam darah ,
meningkatkan fungsi pencernaan dan sistem imun serta '"1"Cerrbantu menurunkan berat
badan (Zhang et al. ,2005) .
Salah satu karakter istimewa dari glukomannan ada lah poli er :e~e::::, -1 we-.. s~at -s ita
antara selulosa dan galaktomannan, sehingga zat terseb a-::;u -:-;a a~ :::""cses
pengkristalan serta dapat pula membentuk struktur serat-se:-ai: ....,a _s j =-: _. :::.:i =:s::-
1967). Menu rut Sarko (1967), glukomannan Ia rut dalam air ding r can - : - :..::r~~!. ·----- _
yang bersifat kental. Larutan kental glukomannan dengan penambahan air kapur dapat
membentuk gel yang bersifat tidak mudah pecah (Sugiyama et a/., 1972). Perlakuan
pemanasan sampai terbentuk gel akan mengakibatkan glukomannan tidak larut kembali
di air. Namun glukomannan tidak larut dalam larutan NaOH 20%. Berdasarkan hasil
analisis termografik, suhu dekomposisi glukomannan adalah 280°C (Jianrong et al. dalam
Nurjanah, 201 0).
Glukomannan dalam air mempunyai kemampuan mengembang yang besar yaitu sekitar
138 sampai 200 persen. Larutan glukomannan di dalam air juga mempunyai sifat
merekat, namun sifat rekat tersebut akan hilang apa~ila ditambahkan asam asetat atau
asam pada umumnya. Larutan glukomannan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi
oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan menggunakan
asam klorida encer (Syaefullah, 1990). Glukomannan juga mempunyai sifat mencair
seperti agar, sehingga dapat digunakan dalam media pertumbuhan mikroba pengganti
agar (Boelhasrin et a/., 1970). Beberapa sifat glukomannan atau zat mannan yang penting
adalah sebagai berikut :
o Sifat Larut dalam Air : larut dalam air dan tidak larut dalam NaOH 20 persen .
Glukomannan dalam air dapat membentuk larutan yang sangat kental.
o Sifat Membentuk Gel : dalam air dapat membentuk larutan yang sangat kental maka
dengan penambahan air kapur zat glukomannan dapat membentuk gel. Gel yang
terbentuk mempunyai sifat yang khas dan tidak mudah rusak.
o Sifat Merekat : dalam air mempunyai sifat merekat yang kuat. Dengan penambahan
asam asetat sifat merekat tersebut akan hilang.
o Sifat Mengembang ,: dalam air mempunyai sifat mengembang yang besar. Daya
mengembangnya 138 sampai 200 persen.
o Sifat Tembus Pandang : larutan glukomannan dapat membentuki lapisan tipis (film)
yang mempunyai sifat tembus pandang . Film yang terbentuk dapat larut dalam air,
asam lambung dan cairan usus. Jika filem dari tepung mannan dibuat dengan
penambahan NaOH atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air.
o Sifat Mencair : mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan dalam
media pertumbuhan mikroba. Sifat mencair ini dapat digunakan sebagai kriteria untuk
klasifikasi Actinomycetes yang pertumbuhannya diperlambat dan diikuti dengan
metabolisme yang lambat dibandingkan dengan bakteri dan fungi lain .
Produk olahan umbi iles-iles dapat berupa keripik (chip) iles-iles, tepung iles-iles dan
tepung glukomanan. Sampai saat ini , kriteria mutu ketiga produk tersebut belum
10
terstandarisasi dengan jelas. Salah satu kriteria tepung glukomannan yang disyaratkan
asosiasi konyaku dapat dilih at pada Tabel 3.
Standar mutu di dunia internasional juga sangat beragam, setiap negara berbeda-beda.
Sebagai contoh standar mutu tepung iles-iles bermutu food grade yang berlaku di
Amerika adalah memiliki kadar glukomannan ;::80%, warna putih, ukuran kecil, mudah
larut dalam air dingin atau panas, viskositas larutan tinggi (1% larutan = 16.000 cps),
kadar air, abu dan protein rendah, residu S02 ssoo ppm dan TPC kurang dari 500cfu/g
(http://www.fareast-industries.com diunduh tanggal 20 Oktober 2009).
11
METODOLOGI
Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian ini adalah melalui eksperimen di laboratorium dan bangsal
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian.
Ruang Lingkup
Hasil penelitian tahun 2009 menunjukkan bahwa tepung iles-iles yang dihasilkan belum
memenuhi syarat sebagai tepung iles-iles bermutu food grade dikarenakan kadar
glukomannannya masih di bahwa 80%. Oleh karena itu, ruang lingkup penelitian pada
tahun 2010 diarahkan pad a kegiatan sebagai berikut:
1. Optimasi Produksi Tepung lies-lies Food Grade Pada Skala Lab/Bangsal , yang
terdiri dari: a). Persiapan dan penyediaan bahan baku, b) Optimasi produksi tepung
iles-iles food grade dengan metode pencucian bertingkat, c). Optimasi produksi tepung
iles-iles food grade dengan metode enzimatis, dan d). Karakterisasi tepung iles-iles
food grade terpilih .
Standar tepung iles-iles yang food grade adalah sebagai berikut: kadar glukomanan
yang tinggi (;::80%) , kadar pati rendah , kadar residu so2 dibawah 500 ppm , kadar
residu benzoyl peroxide :540 ppm (WHO, 1964). Selain itu , kriteria dalam menentukan
produksi tepung iles-iles antara lain: kalsium oksalat rendah sehingga tidak
menimbulkan gatal di kulit, warna putih dengan derajat putih cukup tinggi, larutan 1%
memiliki viskositas tinggi , memberikan peningkatan elastisitas pada produK panga
rendemen tinggi, .biaya produksi relatif rendah dan teknolog i yang dihasilkan daoa·
aplikasikan pada skala IKM.
2. Produksi Tepung lies-lies Food Grade Pada Produksi Skala 250 kg umbi /hari.
Teknologi terpilih dari tahap pertama diaplikasikan pada skala produksi 250 kg
umbi/hari atau setara dengan 30 kg tepung iles-iles/hari. Pada tahap ini dilakukan
rekayasa proses dan peralatan yang digunakan sehingga mampu menghasilkan
tepung iles-iles food grade seperti pada tahap pertama. Selanjutnya dilakukan analisa
ekonomi pada produksi skala 250 kg umbi/hari dengan parameter analisa B/C ratio ,
IRR dan NPV untuk mengetahui perkiraan kelayakan usaha produksi tepung iles-iles
food grade pada kondisi suku bunga, harga jual dan harga beli existing.
Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan tahun 2010 dapat dilihat pad a Gam bar 3.
12
r------
1 Hasil
.---------+-----_-_-_-_-_-_-_-____,- - - - - - - - - - -I
Penelitian I
I 2009 I
I I
I I
I I
I I
I I
I_
Tahap: Optirnasi Produksi
Skala Lab/Bangsal
Pa.-.nel8r0ptirnasi:
o kadarghAtomannan, pati
o -rna. visl<ositas, elastisitas (padami sagu), rendemen
Kanold&risasi:
o .Analisa kadarair, abu,lemak dan
Telmolc!gi ProduksiTepung protein, kadarseratpangan, pH
iles.. les food gr.Hie o Analisa mikrostnAttur (polarisasi,
Skala Lab/Bangsal SEM),
o Ana lisa mikrobiologi Tota/ Plate
Count(TPC)
Teknologi ProduksiTepung
iles.. les food grade
Skala 250 kg umbilhari
13
c. Metode
Penelitian akan dilakukan mulai Maret sampai November 2010 di Laboratorium dan
Bangsal Penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Untuk mempermudah dalam penyediaan bahan baku dilakukan koordinasi dengan PT.
Perhutani wilayah Jawa Timur, khususnya kantor administrasi wilayah Kabupaten Madiun.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi iles-iles (Amorphophal/us
oncophillus), alkohol (50, 70 dan 96%), enzim a-amilase, benzoyl peroxide, natrium meta
bisulfit, serta bahan-bahan kimia lainnya untuk ·analisa. Sedangkan peralatan yang
digunakan antara lain: slicer, try drier, penepung dan ayakan, alat pencucian bertingkat
yang dilengkapi agitator, texture analyzer, viscometer/rheometer, chromameter, noodles
machine, dan peralatan lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu : 1) Optimasi produksi tepung iles-iles
food grade pada skala laboratorium/bangsal, dan 2) Optimasi produksi tepung iles-iles
food grade pada skala 250 kg umbi iles-iles/hari.
Pada tahap ini terdiri dari 4 kegiatan, yaitu a). Persiapan dan penyediaan bahan baku, b).
Optimasi produksi dengan
1
metode pencucian bertingkat, c). Optimasi produksi dengan
metode enzimatis , dan d) . Karakterisasi tepung iles-iles food grade terpilih. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk mempersiapkan bahan baku berupa tepung iles-iles (crude),
mereduksi kadar kalsium oksalat, meningkatkan kadar glukomannan sampai 80%
sehingga mutu tepung mannan menjadi food grade serta mengkarakterisasi sifat
fisikokimia dan fungsionanya.
Tahap persiapan meliputi kegiatan penyusunan rencana kerja , sosialisasi hasil penelitian
2009 dan koordinasi penyediaan bahan baku ke mitra kerjasama (PT. Perhutani Jawa
Timur) , pembuatan prototif alat pencucian bertingkat, penyediaan bahan baku umbi iles-
iles segar, dan penyediaan tepung iles-iles kasar (40 mesh) yang diproduksi secara
mekanis kering (Mulyono, et al., 2009).
14
b. Optimasi produksi dengan metode pencucian bertingkat
Produksi tepung iles-iles dengan pencucian bertingkat didasarkan pada modifikasi dan
kompilasi dari metode yang pernah dikembangkan oleh Ohtsuki (1968), Shimizu dan
Simahara (1973), Li et al., (2006), Li dan Bi-jun (2003) dan Yiu et al., (2008), yaitu dengan
menggunakan etanol pada berbagai konsentrasi untuk menghilangkan pati, serat dan
komponen lainnya yang dianggap sebagai pengotor pada tepung iles-iles.
Metode pencucian bertingkat dilakukan dalam tiga konsentrasi alkohol yang berbeda,
yaitu 50%, 70% dan 90% . Pencucian tepung iles-iles kasar dilakukan pada konsentrasi
alkohol 50%, 70%, 90% atau kombinas ketika secara kontinyu . Hasil terpilih berdasarkan
pada kadar glukomanan tertinggi dengan mempertimbangkan efisiensi waktu proses.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial.
o Pertama (Gambar 4), tepung iles-iles direndam dalam air (perbandingan bahan dan air
= 1:1), ditiriskan, lalu dilarutkan dalam alkohol (perbandingan bahan dan larutan
alkohol = 1:4), didiamkan, kemudian dilakukan pengadukan menggunakan agitator
pada kecepatan minimal 200 rpm selama 1,2,3 dan 4 jam dalam chamber berpori 60
atau 80 mesh dan 100 mesh.
o Kedua (Gambar 5), menggunakan alkohol 70% yang ditambahkan benzoyl peroxide (0,
dan 60 ppm) dengan lama pengadukan 1,2,3 dan 4 jam, kemudian didiamkan (0 , 1, 2,
3, 4 dan 24 jam) dan ditiriskan.
o Ketiga (Gambar 6) menggunakan alkohol 90% selama 1,2,3 dan 4 jam, kemudian
ditiriskan dan dikeringkan dengan oven .
Prinsip dasarnya adatah pati dan pengotor lainya akan terbawa dalam larutan alkohol
setelah melewati chamber berpori 80 dan 100 mesh, sedangkan glukomannan akan
tinggal dalam chamber dan siap untuk dikeringkan dengan oven (suhu 70-80°C} sampai
kadar air ±12%. Untuk menghaluskan tepung iles-iles dilakukan penepungan
menggunakan dry blender dengan kecepatan 25.000 rpm atau finmill sampai ukuran
partikel mencapai ~1 00 mesh. Alkohol yang digunakan disaring dan dijernihkan untuk
digunakan kembali (recovery process) untuk efisiensi biaya produksi.
15
Perendamandengan air
(1:1)
Perendaman dalametanoiSO%
{1:4)
Pencuciani
PE!rend<;~mandalam ~tanol70%
danBP60ppm
,
Pengadukan (1,2;3;4 jam)
200rpm
Didiamkan
Penrucian2
.~
Perendaman dalametandl90%
Pengadukan{1,2_3.4jam)
200tpl11
Glukomannan basah
Pen~pungan
(dry blender/fin mill)
Setelah proses inkubasi, dilakukan pemisahan endapan yang dihasilkan selama proses
inkubasi. Kemudian dilakukan perendaman dalam alkohol, dan endapan glukomannan
yang diperoleh disaring dan dikeringkan dengan drum dryer. Hasil drum dryer
ditepungkan kembali, sehingga diperoleh tepung iles-iles berkadar glukomanan tinggi
dengan viskositas tinggi dan ukuran partikel tepung kecil. Rancangan penelitian produksi
dengan metode enzimatis yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial.
Parameter optimasi proses produksi tepung iles-iles food grade didasarkan pada kadar
glukomannan (Whistler dan Richards , 1970), pati (Apriyantono et a/., 1999), warna
dengan chromameter, viskositas dan elastisitas (pada mi) dengan Texture Analyzer TA-
17
XT2, rendemen, analisa biaya produksi (modal tetap dan modal kerja) (Kadariah et al.,
1999) dan perkiraan kem udahan dalam pengaplikasiannya.
Pemisahan endapan
P~~ndaman·~lam.alkohQI
Penyarif!gan gtukomannan
Pengeringandrum drye..-
Penepungan
(dry blende..-/fin mill)
glukomannan
Karakterisasi sifat fis if<okimia tepung iles-iles food grade ini untuk melengkapi Karar<:ens:
dari parameter optimasi. Karakterisasi meliputi: anal isa proksimat (kadar air, kadar a
kadar lemak, kadar protein, (AOAC, 2006)) , serat pangan (Asp et a/. , 1983), densitas
kamba (bulk density) (Khalil , 1999), analisa mikrobiologi Total Plate Count (TPC), analisa
mikrostruktur (polarisasi dan SEM) .
2) Produksi tepung lies-lies Food Grade Pada Produksi Skala 250 kg umbi /hari
Tahapan pada kegiatan ini adalah a) . Uji produksi tepung iles-iles food grade pada skala
250 kg umbi/hari, dan b). Analisa ekonomi produksi skala 250 kg umbi/hari.
a. Uji produksi tepung iles-iles food grade pada skala 250 kg umbi/hari
Uji produksi tepung iles-iles food grade menggunakan metode yang terpilih (metode
pencucian bertingkat atau metode enzimatis) dari tahap produksi skala lab/bangsal. Pada
18
tahap ini produksi dilakukan pada skala 250 kg umbi iles-iles segar per hari. Parameter
optimasi produksi sama dengan pada tahap skala bangsal, yaitu : kadar glukomannan
(Whistler dan Richards , 1970), pati (Apriyantono et a/., 1999), warna dengan
chromameter, viskositas dan elastisitas (pada mi sagu) dengan Texture Analyzer TA-XT2,
dan rendemen.
Analisa ekonomi ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana kegiatan produksi tepung
iles-iles food grade yang dilakukan memberikan manfaat secara ekonomi dan
berkelanjutan. Menurut Gray et al., (1997), dalam rangka mencari ukuran yang
menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu investasi pada kegiatan
proyek atau produksi dapat digunakan berbagai kriteria, yaitu Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net 8/C), Gross Benefit-Cost Ratio
(Gross 8/C) dan Profitability Ratio (PV/K).
Analisa ekonomi yang akan dilakukan menggunakan metode discounted cash flow (Net
Present Value I NPV dan Internal Rate of Return I IRR) dan ditambah dengan anal isa 81C
ratio (benefit cost ratio). Menurut Kadariah et al (1999), NPV merupakan selisih antara
Present Value dari benefit dan Present Value dari biaya dirumuskan sebagai berikut :
n n
1. 81C =L 8t I L Ct
t= 0 (1 +i) 1 t = 0 (1+i) 1
n
2. NPV = L 8t- Ct
t= 0 (1 +i) 1
Keterangan :
8t = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke t
Ct = 8iaya yang dikeluarkan pada tahun ke t
T = Waktullamanya investasi
I = Discount rate (%)
i" = tingkat bunga di mana NPV positif
i' = tingkat bunga di mana NPV negatif
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampai saat ini, sistem pemasaran iles-iles bersifat tertutup dan memiliki jalur tersendiri
yang sudah terbangun selama puluhantahun, sehingga informasi ketersediaan (suply-
demand) dan harganya sulit diketahui secara pasti. Data produksi, lokasi dan
perkembangan iles-iles belum terpublikasikan dengan baik sehingga sangat sulit untuk
mengetahui data ril perkembangannya. Ketersediaan umbi iles-iles dibatasi oleh musim
panennya yang hanya 4-5 bulan dalam setahun. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi
dengan instansi terkait dalam penyediaan bahan baku umbi iles-iles ini.
Kualitas bahan baku iles-iles akan berpengaruh terhadap produk tepung iles-iles yang
dihasilkan. Pengolahan iles-iles di Desa Klangon, Kec. Saradan, Kab. Madiun terdapat
beberapa kendala yaitu kerusakan iles-iles karena keterbatasan kapasitas pengering dan
perangkat peralatan chip dan kualitas produk/chip masih rendah . Ketersediaan bahan
baku di desa tersebut melimpah baik iles-iles segar (baru panen) maupun iles-iles lama
(penyimpanan 1 - 2 bulan). Walaupun terjadi penyimpanan sampai 2 bulan, iles-iles
masih dalam kondisi bagus terutama penyimpanan pada kondisi kering . Dalam penelitian
ini diambil iles-iles yang masih segar, sehingga diperlukan adanya koordinasi dan
ketersediaan iles-iles.
Koordinasi bahan baku iles-iles dilakukan terhadap ketua Koperasi Rino Kartiko, Bapak
Hartoyo. Hasil koordinasi diperoleh kesepakatan bahwa Koperasi Rino Kartiko siap
membantu ketersediaan bahan baku iles-iles selama penelitian. Namun pihak Koperasi
20
Rino Kartiko mengharapkan teknologi hasil penelitian dapat diaplikasikan di lapangan
khususnya di Desa Klangon.
Berdasarkan catatan Koperasi Rino Karti ko, luas tanam iles-iles pada tahun 2006 sekitar
688,1 ha dengan iles-iles diperoleh 5.849 ton dan pendapatan Rp 7.018.800.000.
Sedangkan pada tahun 2009 luas tanam berkurang menjadi 467 ton dengan hasil 4.817
ton. Namun pendapatan petani iles-iles meningkat Rp 8.125.000.000. Hal ini disebabkan
terjadi kenaikan harga iles-iles. Penyimpanan iles-iles saat ini hanya terhampar di luar,
tanpa ada penyimpanan khusus . Penyimpanan ini menyebabkan beberapa iles-iles
terjadi kerusakan khususnya apabila terjadi pada musim hujan. lles-iles yang rusak
karena kurang kering biasanya dipisahkan untuk segera dilakukan pengeringan dan
dilakukan proses selanjutnya.
Pengolahan iles-iles di Desa Klangon dilakukan hanya sampai tahap produk chip.
I
Bahan baku iles-iles diambil dari KPH Saradan, Kab. Madiun . Budidaya iles-iles
merupakan program Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan. lles-iles yang
21
tersedia dilakukan sortasi untuk memilih iles-iles siap proses. lles-iles yang telah sortasi
dilakukan pembuatan chip. Alat pembuatan chip dapat dilihat pada gambar .:
lles-iles yang berupa chip dikeringkan dengan oven tipe rak dan matahari. Pengeringan
melalui oven memerlukan waktu 6 - 8 jam, sedangkan melalui matahari/penjemuran
selama 2 - 3 hari. Penjemuran dilakukan disebabkan kapasitas oven tidak mencukupi.
Apabila pada musim hujan, penjemuran tidak dapat dilakukan sehingga terjadi
penumpukan bahan baku dan terjadinya kerusakan iles-iles. Kendala yang dihadapi pada
oven adalah distribusi suhu pemanasannya tidak merata, sementara desain pengering
tidak memungkinkan rak untuk dapat dipindah-pindah menurut kekeringan masing-masing
rak. Selanjutnya dilakukan sortasi iles-iles dan pengiriman irisan iles-iles ke pabrik.
Gambar 11 . Pengering/Oven
Koordinasi selanjutnya dilakukan dengan Perhutani Unit Jawa Timur berkaitan dengan
hasil penelitian tahun 2009 dan membantu kemudahan dalam memperoleh bahan baku
umbi iles-iles segar. Pengembangan olahan umbi iles-iles berupa tepung iles-iles dapa:
dilakukan di sentra-sentra produksi iles-iles di wilayah binaan PT. Perhutani
Gambar 12. Sosialisasi dan koordinasi dengan PT. Perhutani Jawa Timur
Komposisi kimia setiap buah umbi iles-iles berbeda-beda sehingga data ana lisa
cenderung fluktuatif dengan standar deviasi yang tinggi. Untuk itu, pada penelitian ini
sampel diambil dari beberapa buah umbi iles-iles yang dipilih secara acak dan setiap
buah umbi iles-iles diambil sebanyak 50 gram. Cuplikan irisan umbi iles-iles diparut dan
diaduk sampai merata, selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan freeze drier
(Gambar 8). Sampel umbi iles-iles yang sudah kering dikemas dalam alufo dan siap untuk
dianalisa proksimat dan kadar glukomannanya .
Hasil analisa proksimat (Tabel 4) menunjukkan bahwa komponen yang dominan dalam
umbi iles-iles adalah karbohidrat by different yang diduga berupa pati , serat, gula
sederhana dan komponen lainya , sedangkan kadar glukomanan hanya sekitar 31 99%
(bk). Komponen lainnya seperti protein dan lemak dalam jumlah yang tidal< te'"'a _
signifikan . Kadar glukomanan dalam iles-iles jauh lebih rendah d i ba nd i ng~ar ce~~a
hasil penelitian Ohtsuki (1968) yang menunjukkan bahwa kadar gluKomar'"'an -:.;m: es-
iles jenis kuning dapat mencapai 55% (bk). Perbedaan kadar gluKomar ... a ... ::a::a ~.m: :
23
. iles-iles dipengaruhi lingkungan dan kondisi tempat umbi iles-iles tersebut dibudidayakan,
spesies, umur tanam umbi , dan umur umbi pada saat pemanenan.
Proses pembuatan tepung iles-iles kasar (crude) mengacu pada hasil penelitian 2009,
yaitu sebagai berikut: umbi iles-iles yang sudah dikupas kulitnya diris dengan ketebalan 3-
5 mm menggunakan alat slicer, kemudian dilakukan perendaman selama 10 men it dalam
larutan natrium meta bisulfit 1500 ppm. setelah irisan umbi iles-iles ditiriskan, selanjutnya
dikeringkan menggunakan tray drier pada suhu 80°C sampai kadar air 12% atau ketika
chip kering dipatahkan terdengar suara trek yang nyaring. Chip kering ditepungkan
menggunakan penepung disk mill dengan ukuran screen 1 mm . Setengah bagian dari
tepung yang dihasilkan diayak dengan ukuran 40 mesh dan setengah bagian lainnya tidak
diayak (tepung utuh/who/e flour).
Hasil penelitian 2009 menunjukkan bahwa pengupasan kulit umbi iles-iles segar dapat
mengurangi kotoran dalam tepung iles-iles yang dihasilkan. Pengupasan dilakuka n
secara manual menggunakan pisau bergerigi melengkung karena kulit umbi iles-iles keras
dan tebal. Selain itu, pengupas harus menggunakan sarung tangan karet dan menghidari
kontak langsung dengan umbi yang dikupas karena akan mengakibatkan rasa gatal dari
kalsium oksalat yang dikandungnya. Proses pengupasan dan umbi yang telah dikupas
dapat dilihat pada Gambar di bawah ini:
24
Gambar 9. 1. Pengupasan; 2. Kulit iles-iles; 3. Umbi hasil pengupasan
Umbi yang telah direndam ditiriskan dan dikeringkan mempergunakan alat pengering
sistem rak (tray drier) selama 8 jam pada suhu 70-80°C. Sebagai tanda bahwa kripik iles-
iles telah kering dan siap digiling (ditumbuk) adalah bila kripik tersebut dipatahkan akan
25
berbunyi "krek" atau bila kadar air kripik sekitar 12 persen berat basah. Pada kondisi
tersebut diperkirakan semua mikroba tidak dapat tumbuh dan enzim-enzim sudah tidak
efektif. Rendemen yang dihasilkan dengan pengupasan ini rata-rata 15,63%, sehingga
jika memproduksi chip iles-iles dari 250 kg umbi iles-iles segar akan dihasilkan sekitar
39,08 kg .
Setelah melalui tahapan pengeringan di dalam Oven chip iles - iles masuk ke dalam
mesin hammer mills untuk ditepungkan dengan ukuran saringan 1,5 inehi dan
pengayakan dengan mesin pengayak ukuran 40 mesh. Tepung yang diambil sebagai
bahan baku adalah yang tidak lolos 40 mesh. Hasil penelitian 2009 menunjukkan bahwa
pada ukuran ini kadar glukomannannya paling tinggi yaitu sekitar 21 ,09% . Rendemen
tepung iles-iles kasar yang dihasilkan dari proses pengayakan ini sekitar 78,19% dari chip
iles-iles, sehingga jika berdasarkan basis umbi iles-iles segar 250 kg maka akan diperoleh
tepung iles-iles kasar (40 mesh) sebesar 30,55 kg .
Desain dan pembuatan prototif ini bertujuan untuk mengetahui desain terbaik yang dapat
menghasilkan proses purifikasi glkomannan yang cepat, efisien dan menghasilkan kadar
glukomannan yang tinggi. Prototif alat peneucian bertingkat ini terdiri dari tabung
alumunium berukuran diameter 35 em, tinggi 40 em dan volume 38.465 cm 3 , tabung
berdinding ayakan 100 mesh dengan diameter 30 em, tinggi 35 em dan volume 24.728
3
em , dan tabung berdinding ayakan 80 mesh dengan diameter 20 em, tinggi 25 em dan
volume 7.850 em 3 , seperti terlihat pada Gambar 12.
Kapasitas proses dari tabung penyaring disesuaikan dengan kemampuan agitator yang
tersedia . Untuk sekali proses dapat dilakukan dengan bahan baku tepung iles-iles kasar
maksimal 3 kg untuk tabung 60 dan 80 mesh dan 5 kg untuk tabung 100 mesh .
Keeepatan agitator yang digunakan adalah 200 rpm seeara konstan .
26
Gambar 12. Prototif alat pencucian bertingkat
A. Agitator B. Tabung penyaring C. Susunan tabung penyaring
Oleh karena itu, penggunaan alkohol dalam pencucian bertingkat ini dimaksudkan agar
pati dan pengotor lainya akan larut dan terbawa dalam larutan alkohol setelah melewati
chamber berpori 8G dan 100 mesh, sedangkan glukomannan bersifat tidak Ia rut dalam
alkohol sehingga akan tertahan dalam chamber pengaduk dan siap untuk dikeringkan
dengan oven suhu 80°C sampai kadar air ±12%. Untuk menghaluskan tepung iles-iles
dilakukan penepungan menggunakan dry blender dengan kecepatan 25.000 rpm atau
finmill sampai ukuran partikel mencapai ~1 00 mesh .
selama 4 jam dan setiap 30 menit diambil sampel sebanyak 10 gram kemudian O'a'"'a sa
kadar glukomannanya. Pembatasan waktu 4 jam disesuaikan dengan rencar a ::'·:·:: !.!~ S
dalam sehari, ·sehingga semakin cepat proses pencucian akan merr::;e..,..,.a... ~:: ::!~.:-, ::
dalam produksinya. Hasil analisa menunjukkan adanya peningka:a.., a=a r ·~ :~:..:-!:·: ::--_ : .:-.:-
pada tepung iles-iles yang tertinggal didalam chamber te rd a ~ a ,.,.., .... --- ---
::-= .:..:-:: ._., _
c; 30 f 31,99
:::J
...
"'
"'0 20
"'
:.:::
10
0
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270
Gam bar 13. Kadar glukomanan selama pengadukan 4 jam dalam alkohol 50%
(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)
Pada gambar diatas terlihat bahwa terjadi peningkatan kadar glukomanan yang sangat
signifikan pada 30 men it pengadukan pertama hampir 100% , kemudian meningkat
secara perlahan sampai pengadukan 4 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa pati dan
komponen pengotor lainnya terpisah dari tepung dan terbawa keluar melalui tabung
penyaring . Pada tahap ini proses yang cukup baik untuk menghasilkan kadar
glukomanan adalah pengadukan selama 4 jam, namun dari sisi efisiensi waktu dapat
dilakukan selama 3 jam .
Perlakuan selanjutnya adalah pengadukan dengan alkohol 70% selama 4 jam. Hasil
analisa menunjukkan adanya peningkatan kadar glukomanan pada tepung iles-iles yang
tertinggal didalam chamber terdalam (60 mesh) sebanding dengan waktu pengadukan
seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
,
····-··········-···-·····-------------------
70 .,
57,65 58,62
55,23 58,23
60
;;: -~--+---~--~---+--~----~--~
57,31 57,9 58,67
c 50 58,46
"'
c
e
c
0
4o
~
:::J
c;
~ 20
"'
:..:
10
Gambar 14. Kadar glukomanan selama pengadukan 4 jam dalam alkohol 70%
(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)
28
Perlakuan selanjutnya adalah pengadukan dengan alkohol 90% selama 4 jam. Hasil
analisa menunjukkan adanya peningkatan kadar glukomanan pada tepung iles-iles yang
tertinggal didalam chamber terdalam (60 mesh) sebanding dengan waktu pengadukan
seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
60 51,58
48.88
-rte so ··j 45,12 • • • 50,24
• • • •
-
~
c: 40
.- 47,68 50,10 50,86 51,60
c:
~ 30 .-If 31,99
~
:V
20 J
I
:.:: 10
-g t'
0 --·-·---··r- ····--···-···r····-··--·.,---····--·-,-··-··- ·---······-·--··-··--- ············T········-·---··- ·····; ·····-········-· ....., ······-· ·······-······:
0 30 60 00 1W 1~ 1W 2W 2~ 2M
Waktu Pengadukan (menit)
Gam bar 15. Kadar glukomanan selama pengadukan 4 jam dalam alkohol 90%
(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)
Pada perlakuan kombinas dilakukan pengadukan secara kontinyu mulai alkohol 50% ,
70% dan 90% masing-masing selama 4 jam . Hasil analisa kadar glukomanan yang
diambil setiap 30 menit dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
80
70
-
57. 84
60 ~ 56,41
55,03
55 ,91 55 ,36
~ 56, 57 56 . 1.~ 55, H 55 ,67
li
1:
so
<:
e
~
40
"
..
"6
~
30
I
I
"" 20
I
10
0 I
0 30
~ ···--~
60
····-y· ···---.-- ····r-·· .,... ·!··· r-··- ··'!"""· ··-··y- ·······~-·- ..,. .. · ··r...
90 120 150 180 HO 240 270 lOO JJO l60 390 420 450 430 510 540 570 MO 630 660 690 720 750 780
····· ·"' .......r·· ...... _ ... ···":··-·· ·y·····~-- ..··· .... . r · ..... ! -· ···•·r- ······• · ·· ·• -----~
29
Pada gambar diatas terlihat bahwa kadar glukomanan meningkat secara cepat pada
pengadukan 30 menit dalam alkohol 50% , kemudian naik sampai maksimum 66,70%
setelah diaduk selama 3 jam dalam alkohol 50% . Selanjutnya kadar glukomanan
menurun pada perlakuan dengan alkohol 70% dan terus menurun pada alkohol 90%.
Dari hasil ini terlihat bahwa kombinas perlakuan pencucian tidak memberikan dampak
yang baik untuk mempercepat peningkatan kadar glukomanan. Untuk itu, perlakuan
terbaik dengan cara pencucian bertingkat ini adalah pengadukan selama 3 jam dalam
alkohol 50% yang menghasilkan kadar glukomannan 68,87%. Hasil analisa viskositas
dengan menggunakan broekfield sampai data stabil sekitar 8.600 cps. Rendahnya nilai
viskositas ini disebabkan karena ukuran partikel tepung masih besar (60 mesh) yang sulit
dihaluskan dengan blender atau dengan penepung yang biasa karena teksturnya sangat
keras.
Kadar glukomannan yang dihasilkan ini belum memenuhi tujuan penelitian yang
menargetkan kadar glukomannan sampai 80% . Salah satu faktor penyebabnya adalah
kuran partikel tepung iles-iles masih cukup besar, yaitu 60 mesh, sehingga
memungkinkan pati dan komponen pengotor lainnya masih menempel atau bercampur
dengan glukomannan. Namun demikian, kadar glukomannnan tepung iles-iles ini sudah
sama dengan kadar tepung konjac komersial dari Jepang dari perusahaan CV. Indo
Sweet, Jakarta yang mengandung kadar glukomannan sekitar 67,55% . Harga per kilo
jenis tepung konjac saat ini (November 201 0) di Jakarta sekitar Rp. 360.000/kg.
Adapun perlakuan enzimatis yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut: tepung man nan didialisis menggunakan air dingin, kemudian diinkubasi selama 2,
3 dan 4 jam dan pengadukan 200 rpm dengan konsentrasi enzim a-amilase 2,5; 5,0; dan
7,5 % v/w. Kemudian dilakukan perendaman dalam alkohol, dan endapan glukomannan
dikeringkan dan ditepungkan kembali, sehingga diperoleh tepung iles-iles berkadar
glukomanan tinggi dengan derajat putih tinggi dan ukuran partikel kecil . Hasil perlakuan
enzimatis terhadap tepung mannan dapat dilihat pada Tabel 5.
30
Tabel 5. Hasil analisis kadar glukomannan dan viskositas perlakuan enzimatis
Konsentrasi a- Waktu Kadar
Viskositas (cps)
amilase lnkubasi Glukomannan {%)
2 jam 42,29 7.760
3 jam 63,50 11.520
2,50%
4 jam 68,60 15.340
Rata-rata 58,13 11.540
2 jam 47,54 12.920
3 jam 64,39 14.675
5,00%
4 jam 74,20 17.240
Rata-rata 62,04 14.945
2jam 45,53 11.560
3jam 93,75 18.840
7,50%
4 jam 68,10 14.980
Rata-rata 69,13 15.127
Keterangan: rata-rata dari 3 kali ulangan
t"\1 60 1
47 ,54 45,5 3
E
0
so .; 42 ,29
..¥
:::l 40
G
... 30
~ 20
t"\1
!-' 10
0 i • • • • • • • • •
2jam 3jam 4jam j 2 jam 3jam 4 jam i 2jam 3 jam 4jam
,
2, 50% 5,00% 7,50%
Gam bar 16. Kadar glukomanan tepung iles-iles pada berbagai perlakua n
konsentrasi enzim dan waktu inkubasi
(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)
Pada tabel dan gambar diatas terlihat bahwa kadar glukomanan yang dhasilka n berkisar
antara 42,29 % sampai 93 ,75%. Kadar glukomannan tertinggi dihasilkan pada pe rlaKua
konsentrasi a-amilase 7,5% (v/w) dengan waktu inkubasi selama 3 jam sebesar 93,75%
Waktu inkubasi 3 jam merupakan waktu yang optimum karena setelah 4 jam Kaaar
glukomannan menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa setelah 3 jam, enzi
3
menghidrolisis kadar glukomannan sehingga kadarnya menjadi menurun. Selain itu,
konsentrasi enzim juga mempengaruhi kadar glukomanan yang dihasilkan. Rata-rata
kadar glukomanan pada perlakuan konsentrasi 2,5% sebesar 58,13%, konsentrasi 5,0%
sebesar 62,04% dan konsentrasi 7,5% sebesar 69,13%. Artinya semakin tinggi
konsentrasi enzim yang digunakan maka kadar glukomanan yang dihasilkan juga
cenderung akan meningkat.
Namun deniikian, dalam proses produksi skala komersial, konsentrasi penggunaan enzim
ini sangat mempengaruhi efisiensi biaya produksi, sehingga diupayakan konsentrasi
enzim yang digunakan seminimal mungkin karena enzim tidak dapat di-recovery atau
digunakan kembali . Kadar glukomanan yang diperoleh dengan perlakuan terbaik ini
melebihi dari target penelitian yang hanya 80% kadar glukomanan dalam tepung iles-iles.
20.000 l 18.840
17.240
18.ooo 1
15.340 14.675 14.980
16.000 •i
~ 14.000 1 12.920
I
11.520 11.560
~ 12.000 -1
"'
~ 10.000 l~ 7.760
.§ 8 .000 !
~ 6.000
Secara umum, tepung iles-iles yang dihasilkan dengan metode enzimatis ini sudah
memenuhi target dari tujuan penelitian, dimana kadar glukomanan yang dihasilkan lebih
dari 80% dan viskositasnya juga sudah lebih dari 16.000 cps, sehingga metode terpilih
untuk proses purifikasi glukomanan dengan metode enzimatis ini adalah konsentrasi
enzim a-amilase 7,5% dan waktu inkubasi selama 3 jam pada suhu 50°C.
KESIMPULAN
1. Sosialisasi hasil penelitian 2009 dan koordinasi penelitian 2010 dengan pihak PT.
Perhutani Jawa Timur dalam penyediaan bahan baku dan kerjasama pengembangan
iles-iles sudah dilaksanakan.
2. Penyiapan bahan baku berupa tepung iles-iles kasar (crude) dilakukan dengan
menggunakan teknologi yang dihasilkan tahum 2009, yaitu pengupasan umbi,
pengirisan 3-5 mm, perendaman dalam larutan natrium meta bisulfit 1500 ppm,
pengeringan dengan tray drier pada suhu 80°C, dan penepung dengan menggunakan
screen 1 mm menghasilkan 30,55 kg tepung iles-iles kasar dari bahan baku 250 kg
umbi iles-iles segar atau persentase rendemen sekitar 12,12%
3. Metode pencucian bertingkat terpilih adalah pencucian dengan alkohol 50% selama 3
jam dengan menghasilkan kadar glukomannan 68,87% dan viskositas 8.600 cps.
4. Metode enzimatis 'terpilih adalah konsentrasi enzim a-amilase 7,5% dengan waktu
inkubasi selama 3 jam pada suhu sooc yang menghasilkan tepung mannan dengan
kadar glukomannan sebesar 93,75% dan viskositas 18.840 cps.
33
PERSONALIA PENELITI
34
DAFTAR PUSTAKA
Bin, L and X. Bi-jun. 2003. Study on Gel Formation Mechanism of Konjac Glucomannan.
Agricultural Sciences in China 2 (4) : 424-428
Gray, C., Simanjuntak, P., Subur, L.K., Mapaitella, P.F.L., dan Varley, R.C.G. 1997.
Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia, Jakarta.
Ito H, Miura N, Masai M, Yamamoto K, and Hara T. 1996. Reduction of oxalate content
of foods by the oxalate degrading bacterium, Eubacterium lentum WYH-1 . lnt J
Urol. Jan ;3(1) :31-4.
Kadariah, Karlina , L, dan Gray, C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi revis i.
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan perilaku
fisik bahan pakan lokal : kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan dan berat
jenis. J. Media Peternakan. 22 ( 1) : 1 - 11 .
Khanna , S. and R.F. Tester. 2006. Influence of purified konjac glucomannan on the
gelatinisation and retrogradation properties of maize and potato starches. Food
Hydrocolloids 20 (2006) 567-576
Li, B and B.J. Xie. 2006. Single molecular chain geometry of konjac glucomannan as a
high quality dietary fiber in East Asia. Food Research International 39 : 127-132
Li, B., B. J. Xie, and J.F. Kennedy. 2006. Studies on the molecular chain morphology of
konjac glucomannan . Carbohydrate Polymers 64 : 510-515
Mulyono, E., Risfaheri, Misgiyarta, A.W. Permana, dan F. Kurniawan . 2009. Teknologi
Produksi Tepung Mannan dari Umbi lies-lies (Amorphophallus Oncophillus) Yang
Dapat Menghasilkan Rendemen 85% dan Derajat Putih 80%. Makalah pada
Seminar Hasil Penelitian SINTA TA. 2009, 9-10 Oktober 2009. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Jakarta
Noonan , S.C and G.P. Savage. 1999. Oxalate content of foods and its effect on human.
Asia Pacific J. Clin Nutr 8 (1) : 64-74.
Prosky, L., Asp, N. P., Furda, 1., Devries, J. W., Schweizer, T. F., & Harland, B. F. (1984).
Determination of total dietary fibre in foods , food products and total diets:
35
interlaboratory study. Journal of the Association of Official Analytical Chemists, 67,
1044-1052.
Rasper, V.F. and J.M. de Man . 1980. Effects of granule size of substituted starches on the
rheological character of composite doughs. J. Cereal Chemist 57(5):331-340
Savage, G.P., Vanhanen , L., Mason, S.M., Ross, A.B., 2000. Effect of cooking on the
soluble and insoluble oxalate content of some New Zealand foods. Journal of Food
Composition and Analysis 13, 201-206.
Shehyn H. and D. B. Pall. 1940. The Solubility of Calcium Oxalate in Various Salt
Solution. Analytical Laboratories, Aluminum Company of Canada, Arvina, Quebec,
Canada.
Shuey, Wand K.H . Tippies. 1980. The Amilography Handbook. Physical Testing Methods
Com mite of The American Association of Cereal Chemists. USA
Tang, J and J. Wang . 2008. Method and Composition of Making Pasta with Konjac Flour
as a Main Ingredient. Patent US No. US2008/02927696 A 1.
http://www.freepatentsonline.com/y2008/0220136 .html (tanggal 21 November
2009). ,
Yiu, P.H., S.L.Loh, A.Rajan, S.C.Wong and C.F.J.Bong . 2008 . Physiochemical properties
of sago starch modified by acid treatment in alcohol. American Journal of Applied
Sciences 5 (4): 307-311 .
Zhang, Y.Q., Xie, B.J, and K. Gan. 2005. Advance in the application of konjac
glucomannan and its derivatives. Carbohydrate Polymer 60 : 27-31 .
36