Anda di halaman 1dari 56

PENGARUH PENGGUNAAN TINGKAT MINERAL (PREMIX) PADA

PAKAN BERBASIS PROBIOTIK TERHADAP KONSUMSI PAKAN, HEN


DAY PRODUCTION, DAN KONVERSI PAKAN PADA AYAM PETELUR

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana

KEVIN EFENDI
NIM : 201510350311085

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2019
HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH PENGGUNAAN TINGKAT MINERAL PADA PAKAN


BERBASIS PROBIOTIK TERHADAP KONSUMSI PAKAN, HEN DAY
PRODUCTION, DAN KONVERSI PAKAN PADA AYAM PETELUR

Oleh :
KEVIN EFENDI
NIM : 201510350311085

Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama Tanggal,

Prof. Dr. Ir. Sujono, M.kes


NIP. UMM. 11089030099

Pembimbing Pendamping Tanggal,

Prof. Dr. Ir. Indah Prihatini, MP


NIP. 196507291990062001

Malang, Maret 2019


Menyetujui :

An. Dekan Ketua Jurusan


Wakil Dekan I,

Dr.Ir Aris Winaya, MM.,M.Si Dr. Ir. Asmah Hidayati, M.P


NIP. 196405141990031002 NIP UMM. 110 8903 009

ii
SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN TINGKAT MINERAL PADA PAKAN


BERBASIS PROBIOTIK TERHADAP KONSUMSI PAKAN, HEN DAY
PRODUCTION, DAN KONVERSI PAKAN PADA AYAM PETELUR
Oleh :
KEVIN EFENDI
NIM : 201510350311085

Disusun dan dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Dekan


Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang
Nomor : E.2.b/123/FPP-UMM/II/2019 dan rekomendasi Komisis Tugas Akhir
Fakultas Pertanian Peternakan UMM pada tanggal : 23 Mei 2019

Dewan Penguji :
Pembimbing Utama Pembimbing Pedamping

Prof. Dr. Ir. Sujono, M.kes Prof. Dr. Ir. Indah Prihatini, MP
NIP : 11089030099 NIP. 196507291990062001

Penguji Utama Penguji Pendamping

Dr. Ir. Abdul Malik, MP. Ir. Tedjo Budi W, Mp


NIP : 196406041990021002 NIDN : 0701109004

Malang, 23 Mei 2019


Mengesahkan :
Dekan Ketua Jurusan

Dr. Ir. David Hermawan, MP., IPM Dr. Ir. Asmah Hidayati, MP
NIP 19640526199003 1003 NIP 11089030099

iii
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan
rahmatNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah berupa skripsi
berjudul “Pengaruh Pemberian Temu Putih (Curcuma Zedoaria)Dalam Pakan
Terhadap Berat Lemak Abdominal Dan Persentase Berat Lemak Abdominal
Ayam Kampung Super.
Tujuan penulisan skripsiini adalah dalam rangka menyelesaikan rangkaian
Tugas Akhir guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana di
Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang.
Sehubungan dengan semua itu, maka pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. David Hermawan, MP selaku Dekan Fakultas Pertanian Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sujono, M.kes selaku pembimbing utama dan Prof. Dr. Ir.
Indah Prihatini, MP selaku pembimbing pendamping.
3. Ibu Dr. Ir. Asmah Hidayati, MP, selaku ketua Jurusan Peternakan Fakultas
Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang.
4. Ibu Dr. Ir. Khusnul Khotimah, MP. MM, selaku Kepala Laboratorium
Peternakan, Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah
Malang.
5. Rasa hormat kepada Ibu dan Ayah tercinta yang telah memberikan dorongan
semangat serta selalu mendukung penuh sehingga dapat menyelesaikan
study.
6. Ahmad Fitrah Radifan dan Yurintan Annisa P. selaku teman pendamping
skripsi.
7. Rekan-rekan angkatan 2015 dan karyawan Laboratorium dan kandang yang
telah membantu penelitian ini mulai dari persiapan hingga terselesaikannya
laporan ini.

Demikianlah, mudah-mudahan semua ini dapat bermanfaat khususnya


bagi penulis untuk jalan meretas kehidupan dan masa depan yang lebih baik dan
penuh harapan atas ridho Allah SWT. Amin. Selanjutnya selama menempuh
pendidikan di Fakultas Pertanian Peternakan UMM, apabila ada kekurangan dan
kesalahan, penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Atas
perhatiannya disampaikan terima kasih

Malang, 23 Mei 2019

Penulis

iv
ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan pada 23 Januari – 23 Februari 2019 bertempat


di peternakan ayam petelur Jl. Krueng Aceh, Desa Gogolatar, Kecamatan Talun,
Kabupaten Blitar dan Laboratorium Nutrisi Peternakan dan Perikanan, Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian Peternakan, Universitas Muhammadiyah
Malang. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian
tingkatan mineral pada pakan berbasis probiotik terhadap konsumsi pakan,
hen day production, dan konversi pakan.

Materi yang digunakan adalah ayam petelur umur 1 tahun sebanyak 60


ekor jenis Dekalb Brown. Bahan pakan terdiri dari jagung 43,75 %,katul padi
kelas A (separator) 25 %, pakan konsentrat pabrik 31,25 %. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap dengan 6 perlakuan 5 ulangan. Adapun perlakuan penelitian ini adalah
sebagai berikut P0 : kontrol ( 0% Mineral , 0% Probiotik ) P1 : pakan + 2%
probiotik + 0% mineral, P2 : pakan + 2% probiotik + 1% mineral, P3 : pakan +
2% probiotik + 2% mineral, P4 : pakan + 2% probiotik + 3% mineral, P5 = pakan
+ 0% probiotik + 2% mineral. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan
Analisis Variansi (ANAVA) dan apabila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan
uji Duncan.
Hasil analisis variansi menunjukkan pengaruh tidak nyata (P˃0,05)
terhadap konsumsi pakan dan konversi pakan. Sedangkan pada hen day
production hasil analisis variansi menunjukan berpengaruh nyata (P<0,05). Hasil
perlakuan terbaik terdapat pada P2 yaitu dengan nilai 97,8%.

Kata Kunci : Ayam Petelur, Mineral, Probiotik, Konsumsi Pakan, Hen Day
Production

v
ABSTRACT

This research was conducted on 23 January - 23 February 2019 at the


laying hens farm Jl. Krueng Aceh, Gogolatar Village, Talun District, Blitar
Regency and Animal Husbandry and Fisheries Laboratory, Department of Animal
Husbandry, Animal Husbandry Faculty, University of Muhammadiyah Malang.
The purpose of this study was to determine the effect of giving mineral levels on
feed based on probiotics on feed consumption, Hen Day Production, and feed
conversion

The material used was 1 year old laying hens as many as 60 types of
Dekalb Brown. Feed ingredients consist of corn, 43.75%, class A rice separator
(separator) 25%, factory concentrate feed 31.25%. This study uses an
experimental method using a completely randomized design with 6 treatments 5
replications. The treatment of this study is as follows P0: control (0% Mineral, 0%
Probiotic) P1: feed + 2% probiotics + 0% mineral, P2: feed + 2% probiotics + 1%
mineral, P3: feed + 2% probiotics + 2% mineral, P4: feed + 2% probiotics + 3%
minerals, P5 = feed + 0% probiotics + 2% minerals. The data was then analyzed
using Variance Analysis (ANAVA) and if it was significantly affected, it was
continued with the Duncan test.

The results of the variance analysis showed no significant effect


(P˃0.05) on feed consumption and feed conversion. While the hen day production
results of the analysis of variance showed a significant effect (P <0.05). The best
treatment result was P2 in 97.8%.

Keywords : Laying Hens, Mineral, Probiotics, Feed Consumption, Hen Day


Production

DAFTAR ISI

vi
2.2 Mineral( Premix )
2.3 Probiotik

vii
DAFTAR GAMBAR

viii
DAFTAR TABEL

ix
LAMPIRAN

x
BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Jenis ayam ras petelur dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu ayam petelur jenis

ringan dan ayam petelur jenis medium. Tipe ayam petelur ringan biasa disebut dengan

ayam ras petelur putih. Ransum berkualitas dapat diperoleh dengan formulasi pakan

yang memiliki kandungan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Nutrisi dalam

ransum yang dapat memengaruhi kualitas telur, antara lain protein, mineral, dan

vitamin (Anonim, 2009a)

Mineral yang dibutuhkan ayam petelur diantaranya, kalsium (Ca) yang berfungsi

untuk pembentukan tulan, kerabang telur, penggumpalan darah, dan aktivator

beberapa enzim. Selanjutnya adalah Phosphor (P) yang mempunyai peranan dalam

metabolisme tubuh ternak, berperan dalam proses pembentukan energy, dan menjaga

keseimbangan asam basa. Selain mengandung Ca dan P mineral unggul ini juga

mengandung Kalium (K), Tembaga (Cu) sebagai cross-lingking (jembatan

penghubung) elastin dan kolagen, Zn merupakan komponen lebih dari 80% enzim

kofaktor dari beberapa enzim seperti karbonik anhidrase yang dibutuhkan untuk

transpor karbondioksida oleh darah dan untuk sekresi HCl. Lalu, mangan (Mn) yang

berfungsi sebagai aktivator enzim untuk enzim-enzim yang menghantarkan atau

mentranfer phosphat. Magnesium (Mg) sebagai aktivataor dari beberapa sistem enzim

penting diantaranya kinase yaitu enzim yang mengkatalis transfer phosphat terminal

dari ATP ke gula. Lebih lanjut yaitu mineral Besi sebanyak (Fe) berfungsi sebagai

komponen senyawa hemoglobin dan mioglobin yang merupakan pigmen pernafasan

berperanan penting dalam proses respirasi sel.

1
Probiotik merupakan makanan tambahan berupa mikroba hidup baik bakteri

maupun kapang yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada hewan inang

dengan meningkatkan mikroba dalam saluran pencernaan. Mikroba lokal yaitu

mikroba hidup yang berasal dari ayam kampung. Keberadaan mikroba dari

pencernaan ayam kampung dapat dijadikan peluang untuk digunakan sebagai

probiotik (Sumardi, 2008). Menurut ( Ali et al ., 2013 ) probiotik bekerja dengan

memperbaiki keseimbangan mikroflora dalam usus dan meningkatkan jumlah

mikroba yang menguntungkan sehingga dapat menghambat perkembangbiakan

bakteri patogen. Sejumlah mikroba probiotik menghasilkan senyawa/zat-zat yang

diperlukan untuk membantu proses pencernaan substrat bahan makan tertentu dalam

saluran pencernaan, yaitu enzim. Pemberian probiotik dalam ransum dapat

menguntungkan bagi ternak karena probiotik menyeimbangkan mikroflora usus,

meningkatkan ketersediaan nutrien ternak, meningkatkan imun tubuh dan dapat

memperbaiki gambaran darah ayam petelur (jumlah sel darah merah, sel darah putih

dan hemoglobin).

Untuk mengetahui fungsi mineral (premix) dan probiotik pada ayam petelur

maka dilakukan penelitian tentang pemberian mineral pada pakan berbasis probiotik

terhadap Konsumsi Pakan, Hen Day Production, dan Konversi Pakan pada ayam

petelur. Harapan adanya penelitian ini para peternak ayam petelur dapat menambah

wawasan dalam mengoptimalkan hasil produktivitas dan kualitas.

1.2 RumusanMasalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

2
1. Apakah pemberian tingkatan mineral pada pakan berbasis probiotik

berpengaruh terhadap konsumsi pakan, hen day production, dan konversi

pakan pada ayam petelur ?

2. Berapa dosis optimal penggunaan mineral terhadap hen day production

telur ?

1.3.Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tingkatan mineral pada pakan berbasis

probiotik terhadap Konsumsi Pakan, Hen Day Production, dan Konversi Pakan

pada ayam petelur.

2. Untuk mengetahui dosis optimal penggunaan mineral terhadap Hen Day

Production telur.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reproduksi Ayam Petelur

Ayam petelur merupakan ayam yang di desain sedemikian rupa oleh para ahli

untuk menghasilkan telur diatas rata-rata. Anonim (2009a) melaporkan bahwa jenis

ayam ras petelur dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu ayam petelur jenis ringan dan

ayam petelur jenis medium. Tipe ayam petelur ringan biasa disebut dengan ayam ras

petelur putih. Ayam ras petelur ringan ini mempunyai badan yang ramping/kurus-

mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah.

Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun. Sedangkan untuk ayam

petelur tipe medium bobot tubuh ayam ini cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih

berada di antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu, ayam ini

disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak

terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang

banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang

cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur cokelat yang umumnya

mempunyai warna bulu yang cokelat juga. Ayam petelur adalah ayam yang sangat

efisien untuk menghasilkan telur dan mulai bertelur umur kurang lebih lima bulan

dengan jumlah telur sekitar 250--300 butir per ekor per tahun (Susilorini dkk., 2008).

Pada umumnya, produksi telur terbaik pada tahun pertama ayam mulai bertelur.

Produksi telur pada tahun-tahun berikutnya cenderung akan terus menurun hingga

afkir (Anonim, 2009b).

Organ reproduksi ayam betina terdiri atas ovarium dan oviduk atau saluran

reproduksi yang terdiri atas infundibulum, magnum, uterus, ithmusdan vagina.

4
Ovarium terletak pada rongga badan sebelah kiri. Saat perkembangan embrio,

terdapat dua ovarium dan pada perkembangan selanjutnya hanya ovarium sebelah kiri

yang berkembang, sedangkan bagian kanan rudimenter. Ovarium betina biasanya

terdiri dari 5 sampai 6 folikel yang sedang berkembang berwarna kuning besar (yolk)

dan terdapat banyak folikel kecil berwarna putih (folikel belum dewasa) (Suprijatna

dkk.,2005).

Ayam betina yang belum dewasa terdapat ovarium dan oviduk yang

masihkecil (belum berkembang). Pada perkembangan folikel-folikel ovarium

dirangsang oleh Hormon FSH (folicle stimulating hormone) dari pituitari anterior.

Meningkatnya Hormon FSH ovarium berkembang dan volume folikel bertambah

besar. Ovarium yang mulai berkembang mensekresikan Hormon Estrogen dan

Hormon Progesteron. Meningkatnya Hormon Estrogen menyebabkan oviduk

berkembang, meningkatnya kalsiumdarah, protein, lemak, vitamin, dan bahan-

bahanlain yang dibutuhkan dalam pembentukan telur (Suprijatna dkk.,2005). Hormon

Progesteron yang dihasilkan ovarium berfungsi sebagai releasing factor di

hipotalamus yang menyebabkan sekresi Luteinizing Hormon (LH) dari pituitary

anterior. LH berfungsi merangsang sel-sel granulosa dan sel-sel techa pada folikel

yang masak untuk memproduksi Hormon Estrogen. Kadar Hormon Estrogen yang

tinggi menyebabkab produksi LH semakin tinggi sehingga menyebabkan terjadinya

proses ovulasi pada folikel yang masak (Partodihardjo,1992).

Oviduk yaitu saluran tempat disekresikannya albumen (putih telur), membran

kerabang, dan pembentukan kerabang telur. Oviduk memiliki dinding-dinding otot

yang hampir selalu bergerak selama pembentukan telur berlangsung dan

memilikisistem aliran darah yang baik (Suprijatna dkk, 2005).

5
Menurut (Akoso, 1998)Ukuran oviduk bervariasi tergantung pada tingkat

daur reproduksi setiap individu unggas. Perubahan ukuran ini dipengaruhi oleh

tingkat Hormon Gonadotropin yang dikeluarkan oleh pituitari anterior serta

produksi Hormon Estrogen oleh ovarium Oviduk dibagi menjadi 5 bagian yaitu

infundibulum, magnum, isthmus, uterus (kelenjar kerabang), dan vagina

(Nalbandov,1990).

1. Infundibulum terdiri atas corong atau fimbria yang berfungsi menerima telur yang

telah diovulasikan dan bagian kalasiferous yang merupakan tempat terbentuknya

kalaza (Nalbandov, 1990).

2. Maghnum merupakan bagian oviduk yang terpanjang yang tersusun dari glandula

tubuler, yang berfungsi dalam sintesis dan sekresi putih telur. Mukosa dari

maghnum tersusun dari selgoblet yang mensekresikan putih telur kental dan cair

(Yuwanta, 2004).

3. Isthmus berfungsi mensekresikan selaput telur atau membran kerabang (Blakely

dan Bade1991).

4. Uterus (kelenjar kerabang) disebut juga glandula kerabang telur. Pada bagian ini

terjadi dua fenomena, yaitu hidratasi putih telur, kemudian terbentuk kerabang telur.

Warna kerabang juga terbentuk pada bagian uterus pada akhir mineralisasi kerabang

(Yuwanta,2004).

5. Vagina merupakan tempat dimana telur untuk sementara ditahan dan

dikeluarkan apabila telah tercapai bentuk sempurna (Suprijatna,dkk.,2005).

Adapun contoh gambar pada dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut

6
Kebutuhan nutrisi adalah keperluan untuk konsumsi bahan makanan agar

dapa menunjang kehidupan dan kemampuan untuk bereproduksi. Kebutuhan nutrisi

pada dasarnya dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu: energi, protein, air, vitamin

dan mineral (Murtidjo,2006). Adapun contoh gambar dapat dilihat pada gambar 2.2

sebagai berikut

Menurut (Wahju, 2004) bahwa produktivitas ayam petelur ditentukan oleh

banyak faktor termasuk genetik dan kualitas ransum. Kualitas ransum tergantung dari

kandungan zat-zat nutrisi dan energi metabolisnya, serta keseimbangan antara energi

metabolis dengan zat-zat nutrisi lainnya. Kondisi performa sangat dipengaruhi oleh

7
kualitas ransum yang diberikan. Ransum yang berkualitas (komposisi bahan tepat,

baik jumlah maupun konsumsinya) akan memengaruhi laju pertumbuhan dan

kesehatan unggas, sehingga ayam dapat menghasilkan telur yang berkualitas. Rasio

energi dan protein harus seimbang agar potensi genetik ayam dapat tercapai secara

optimal (Widyani dkk., 2001).

Ransum yang diberikan pada ternak harus sesuai kebutuhan ternak baik dari

segi kualitas maupun kuantitas agar dapat dimanfaatkan ternak untuk berbagai fungsi

tubuhnya, yaitu hidup pokok, produksi, dan reproduksi (Hidayat, 2017 ). Diperjelas

kembali oleh (Hidayat, 2017), Performa ayam petelur dapat dilihat dari konsumsi

ransum, konversi ransum, bobot telur, HDP (hen day production), dan IOFC (income

over feed cost). Jika performa tersebut baik maka usaha peternakan ayam petelur

dapat dikatakan baik pula. Syarat untuk mendapatkan performa yang baik pada ternak

maka harus diberikan ransum yang berkualitas. Ransum berkualitas dapat diperoleh

dengan formulasi pakan yang memiliki kandungan nutrisi yang sesuai dengan

kebutuhan ternak.Nutrisi dalam ransum yang dapat memengaruhi kualitas telur, antara

lain protein, mineral, dan vitamin. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-

3929-2006, standar ransum ayam petelur harus mengandung kadar air maksimal

14,00%, protein kasar minimal 16,00%, lemak kasar maksimal 7,00%, serat kasar

maksimal 7,00%, abu maksimal 14,00%, kalsium 3,25--4,25%, fosfor 0,60--1,00%,

dan energi metabolis minimal 2.650 kkal/kg.Untuk dapat meningkatkan zat nutrisi

dan mengimbangi kualitas ransum komersial, biasanya pada ransum konvensional

terdapat tambahan suatu zat ransum tambahan yang bersifat aditif. Lebih lanjut

menurut Fathul dkk.(2013), feed aditif yaitu suatu substansi yang ditambahkan ke

dalam ransum dalam jumlah yang relatif sedikit untuk meningkatkan nilai kandungan

8
zat makanan tersebut untuk memenuhi kebutuhan khusus pada ternak. Macam-macam

ransum aditif seperti aditif konsentrat, aditif bahan suplemen, dan premix (aditif

mineral).Secara umum, nutrisi penting yang wajib terkandung dalam ransum yang

dibutuhkan oleh ayam saat bertelur yakni protein, energi, asam amino, kalsium,

fosfor, vitamin, dan beberapa mineral penting lainnya (Amrullah, 2003).

2.2 Mineral ( Premix )

Fathul dkk,(2013) menjelaskan bahwa, pakan aditif yaitu suatu substansi yang

ditambahkan ke dalam ransum dalam jumlah yang relatif sedikit untuk meningkatkan

nilai kandungan zat ransum untuk memenuhi kebutuhan khusus. Lebih lanjut

dikatakan bahwa manfaat pemberian pakan aditif atau suplemen dari segi fisiologis

adalah sebagai berikut

1. ternak terhindar dari defisiensi vitamin (avitaminosis) dan defisiensi mineral, yang

kemungkinan berupa kelumpuhan, otot kejang, milk fever (paresis puerperalis,

pertumbuhan jaringan epitel yang kurang baik, dan mudah terkena infeksi;

2. ternak terhindar malnutrisi misalkan kekurusan pada musim kemarau yang panjang

karena kualitas ransum menurun;

3. mempertahankan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas.

Premix merupakan imbuhan pakan (feed additive) atau pelengkap pakan

berupa vitamin, mineral, dan asam amino (feed supplement) yang pemberiannya

dicampurkan dalam pakan/ air minum (PT.Medion, 2010). Premix sendiri

mengandung arti campuran dari pelbagai bahan sumber vitamin (premix vitamin) atau

sumber mineral mikro (premix mineral) atau campuran kedua-duanya (premix

vitamin-mineral).

9
Penambahan trace mineral dalam ransum berguna untuk memenuhi kebutuhan

mineral antara lain Co, Mn, Fe, I, Cu, Zn, Dan Se. Jumlah penambahan trace mineral

pada ransum sangat sedikit dan umumnya ditambahkan dalam bentuk mix atau

dicampur dengan vitamin yang disebut dengan premix ( PT. Medion, 2013).

Menurut PT. Mensana Aneka Satwa (2015), komposisi mineral per 2,5 kg

yang mengandung ; niacin 7.530 mg, vitamin D3 1.000.000 IU, vitamin A 5.000.000

IU, copper 2.200 mg, vitamin B2 3.000 mg, cobalt 240 mg, vitamin B6 800 mg,

ferros 23.400 mg, vitamin B12 10.000 mg, iodium 1.200 mg, 11 vitamin C 5.000 mg,

mangan 40.800 mg, Ca-d-panthothenate 5.000 mg, dan zinc 30.000 mg, asam folat

140 mg, vitamin E 7.500 IU, choline chloride 100.000 mg, vitamin K 1.530 mg, DL-

methionine 100.000 mg, vitamin B1 800 mg. Berdasarkan kandungan tersebut diatas

premix dengan kompisisi ini memiliki indikasi dapat meningkatkan produksi telur,

meningkatkan kualitas telur, meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan

reproduksi, mencegah kekurangan vitamin, mineral dan asam amino, serta

memperbaiki mutu ransum dan konversi ransu, serta memperpanjang masa produksi

telur. Lebih lanjut menurut (Mariyono dan Romjali, 2007), Penambahan premix ke

dalam campuran konsentrat dapat meningkatkan kualitas nutrisi di dalam konsentrat

yang bermanfaat dalam mengoptimalkan produktivitas dan membantu meningkatkan

pertumbuhan ternak

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3929-2006, standart ransum

ayam petelur harus mengandung kadar air maksimal 14,00%, protein kasar minimal

16,00%, lemak kasar maksimal 7,00%, serat kasar maksimal 7,00%, abu maksimal

14,00%, kalsium 3,25--4,25%, fosfor 0,60--1,00%, dan energi metabolis minimal

2.650 kkal/kg dapat meningkatkan zat nutrien dan dapat menyamai kualitas ransum

10
komersial yang beredar dipasaran, biasanya pada ransum konvensional ditambahkan

suatu zat ransum tambahan yang bersifat aditif.

Fungsi mineral pada ternak adalah sebagai pembentuk struktur fisiologis,

sebagai katalisator sekaligus berfungsi sebagai regulator. Semua jaringan tubuh ternak

mengandung zat mineral dalam jumlah dan proporsi yang sangat bervariasi. Beberapa

jenis mineral merupakan elemen inorganik yang dibutuhkan oleh ternak untuk proses

pertumbuhan dan reproduksi. Zn berperan penting pada sintesis DNA serta

metabolisme protein sehingga sistem tubuh akan terganggu jika defisien Zn. Proses

metabolisme karbohidrat, lemak dan pembentukan sistem 14 imunitas tubuh

membutuhkan salah satu jenis mineral ini. Zn merupakan mikromineral yang tersebar

di dalam jaringan hewan, manusia, dan tumbuhan serta terlibat dalam fungsi

metabolisme. Zn berperan juga dalam fungsi berbagai enzim, meningkatkan nafsu

makan, produksi telur, daya tetas telur, dan pertumbuhan tulang dan bulu pada ayam

petelur (PT. Medion, 2013).

Fungsi mineral lainnya adalah untuk keseimbangan asam basa di dalam tubuh,

aktivator enzim tertentu dan komponen suatu enzim. Mineral jika diberikan melebihi

kebutuhan standar akan menimbulkan keracunan dan mempengaruhi penggunaan

enzim lainnya, namun bila kekurangan akan menimbulkan gejala defisiensi tertentu

(Djulardi, dkk., 2006). Fungsi mineral yang lain adalah untuk memperkuat kerabang

telur sehingga tidak mudah pecah dan retak (Redaksi Agromedia, 2002). Pada

dasarnya bahan pakan yang mengandung mineral akan dicerna didalam saluran

pencernaan unggas menjadi ion mineral yang dapat diserap ke dalam tubuh unggas.

Unggas yang kekurangan mineral akan tumbuh tidak normal, tidak sehat dan tulang

jadi keropos. Secara umum mineral yang penting dihitung di dalam ransum adalah

11
kandungan kalsium (Ca) dan fosfor (P). Mineral lain pada umumnya dipenuhi dari

bahan ransum lain atau dapat ditambahkan dalam bentuk campuran berbagai mineral

(premix). Kebutuhan Ca dan P untuk unggas dinyatakan dalam satuan persen (%)/kg

ransum atau mg/g/ekor/hari. Sumber mineral : tepung ikan, tepung daging, tepung

udang, tepung tulang, kulit keong, kulit kerang, kapur dan dikalsium fosfat (NRC,

1994).Penambahan premiks harus disesuaikan dengan kondisi ayam, baik tingkat

produktivitas maupun kondisi lingkungannya.

Setidaknya ada 4 level suplementasi premiks yaitu 1) defisiensi, 2)

suboptimum (standar), 3) optimum, dan 4) berlebihan. Suplementasi premiks

hendaknya pada level optimum yaitu asupan premiks sedikit di atas level kebutuhan

standar. Hal ini bermanfaat saat ayam berada dalam kondisi yang tidak nyaman

seperti saat heat stress, ayam masih memiliki cadangan nutrisi untuk menekan efek

negatif dari stres tersebut sehingga produktivitas ayam tetap optimum (PT. Medion,

2010).

Suplementasi mineral (premik) yang sesuai standar hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan dasar ayam. Usaha peternakan ayam komersial, penambahan

mineral sesuai standar kurang menguntungkan karena produktivitas ayam kurang

optimal. Sama halnya saat suplementasi mineral (premik) dalam kondisi berlebihan

karena tidak menguntungkan peternak akibat pengeluaran yang meningkat dan dapat

menyebabkan toksik pada ternak ( PT. Medion, 2010). Konsep suplementasi premix

dapat dilihat pada Gambar 2.3

12
Gambar 2.2 Suplementasi mineral (PT. Medion, 2010)

Menurut (PT. Medion, 2013), . Secara umum vitamin dibagi menjadi dua

golongan berdasarkan kelarutannya yaitu larut dalam lemak dan larut dalam air.

Vitamin yang mudah larut dalam lemak terdiri dari vitamin A, D, E dan K.

Sedangkan, vitamin yang mudah larut dalam air yaitu vitamin B komplek (B1, B2,

B6, B12, Niacin, Asam pantotenat, Asam folat, dan Biotin) dan vitamin C.

Lebih lanjut (PT. Medion, 2013), Vitamin B dibutuhkan agar penyerapan nutrisi

menjadi efisien. Bersama dengan vitamin A, vitamin B sangat penting untuk

membantu ayam dalam aktivitas metabolismenya dan untuk mempertahankan serta

meningkatkan kemampuan bertelur. Vitamin C dan E sama-sama dapat mencegah

ayam dari terjadinya stres dan membantu mempertahankan kesehatan ayam.

Sementara itu, keuntungan lainnya yang berhubungan dengan kualitas telur yang

superior dapat dicapai, jika vitamin E diberikan dalam jumlah optimal pada pakan

ayam yang sedang bertelur. Sementara itu, vitamin D dibutuhkan untuk membantu

proses pembentukan tulang dan kerabang serta untuk menghindari masalah

kelumpuhan.

13
2.3 Probiotik

Balai Penelitian Ternak mulai tahun 1994, mengembangkan probiotik untuk

unggas (ayam). Untuk memperoleh jenis probiotik, dilakukan isolasi mikroba dari

ayam kampung yang kemungkinan besar tidak memperoleh AGP dan ayam ras yang

mendapat pakan komersial yang kemungkinan besar mengandung AGP. Mikroba dari

dalam usus ayam dipilih dengan harapan mikroba tersebut merupakan mikroba

indigenous, sehingga berpeluang dapat tumbuh dan berkembang dalam usus ayam.

Hasi isolasi diperoleh Bakteri Bacillus sp. karena bakteri tersebut memiliki beberapa

sifat yaitu :

1. Berspora sehingga penyimpanannya lebih sederhana, dan tetap viable pada saat

proses pembuatan pakan.

2. Menghasilkan enzim pencernaan seperti protease dan amilase yang dapat

membantu pencernaan, serta memproduksi asam-asam lemak rantai pendek yang

mempunyai sifat antimikroba.

3. Bersifat aerob fakultatif sehingga diharapkan mampu hidup dan berkembang

dalam usus ternak, dan untuk memproduksinya memerlukan peralatan yang

sederhana.

Sjofjan (2003) melaporkan bahwa kecernaan protein meningkat dari 65,7%

menjadi 71,5% dan kandungan energi termetabolis pakan meningkat dari 2.558

kkal/kg menjadi 2.601 kkal/ kg pada ayam yang memperoleh probiotik Bacillus sp.

dibandingkan dengan kontrol yang memperoleh AGP. Peningkatan tersebut

kemungkinan besar berkaitan erat dengan meningkatnya aktivitas enzim protease pada

usus halus menjadi 5,28 IU, lebih tinggi dari kontrol yang hanya 1,82 IU. Begitu pula

halnya dengan aktivitas enzim amilase meningkat dari 58,92 IU menjadi 69,50 IU.

14
Dengan demikian, peningkatan nutrisi dengan penambahan probiotik sangat mungkin

terjadi sesuai penjelasan diatas.

Selain itu, peranan bakteri dapat meningkatkan kandungan gizi dalam usus,

juga memperbaiki ketersediaan dan penyerapan nutrisi. Probiotik juga dapat

meningkatkan aktivitas enzimatis, membantu pencernaan sehingga efisiensi

pemanfaatan pakan akan meningkat dan hal tersebut akan dapat meningkatkan

kecernaan protein, kecernaan pakan, dan fosfor. Enzim yang dapat dihasilkan oleh

probiotik antara lain enzim alpha amylase, glukosa isomerase, alpha glukosidase,

proteinase, alkalin serin dan polunase (Fuller, 1992).

Sementara itu, mineral (premix) juga dapat meningkatkan Perbaikan FCR pada

ayam dan juga dapat menggunakan probiotik sebagai suplementasi yang sudah diteliti

oleh beberapa peneliti seperti (Yeo dan Kim 1997; Denli et al. 2003; Arslan dan

Saattci 2004). Perbaikan FCR menunjukkan bahwa absorbsi dan kecernaan pakan

lebih baik. Lebh lanjut, hasil pengamatan menunjukan bahwa probiotik juga

mempengaruhi anatomi usus. Secara makroskopis, usus ayam menjadi lebih panjang

dan secara mikroskopis probiotik mempengaruhi panjang villi. Ayam yang

memperoleh probiotik mempunyai villi yang lebih panjang sekitar (78,12 um vs 46,14

um) dan densitas lebih padat (16,25 vs 12,00/10 cm2 ) daripada ayam yang

memperoleh AGP. Dengan kata lain, luas permukaan usus untuk menyerap nutrisi

lebih luas pada ayam yang memperoleh probiotik dibandingkan dengan yang

mendapat AGP (antibotik) (Sjofjan 2003; Winarsih 2005). Dijelaskan kembali oleh

Sjofjan (2003), peningkatan kandungan probiotik pada ayam Pada saat yang sama,

kandungan E.coli menurun dan Salmonella sp. tidak terdeteksi.

15
Percobaan pada itik dengan menggunakan B. circulan sebagai probiotik juga

tidak mendeteksi adanya Salmonella sp. pada usus maupun telur (Manin 2003).

Menurut Winarsih (2005), melaporkan bahwa di dalam usus, Bacillus sp. melakukan

adhesi yang kuat dengan dinding usus, mencegah kolonisasi usus oleh mikroba

patogen, sehingga kesempatan Salmonella untuk menempel pada usus jauh berkurang.

Dengan demikian, Salmonella hanya berada dalam lumen dan akan dikeluarkan

bersama excreta.

2.4 Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak yang

akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi yang lain.

Konsumsi pakan yang relatif banyak akan menyebabkan konsumsi zat-zat makanan

seperti asam amino,vitamin protein, dan mineral juga relatif banyak, sehingga

kebutuhan ayam mencakup kebutuhan pokok, pertumbuhan maupun produksi telur

bisa terpenuhi (Wahju, 2004).

(Yeo dan Kim 1997; Denli et al. 2003; Arslan dan Saattci 2004). Perbaikan

FCR menunjukkan bahwa kecernaan dan penyerapan pakan lebih baik. Suplementasi

E. facium pada ransum pakan ayam akan meningkatkan kecernaan selulosa.

Menurut Amrullah (2003), konsumsi pakan selama masa produksi

dialokasikan untuk memenuhi beberapa macam kebutuhan seperti kebutuhan hidup

pokok yang besarnya tergantung pada bobot tubuh dan suhu lingkungan serta aktifitas

ayam, pertumbuhan tubuh, produksi bulu, dan produksi telur.

Konsumsi ransum ayam petelur dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

adalah suhu lingkungan, bangsa, umur, jenis kelamin, imbangan zat-zat nutrisi dalam

ransum, kecepatan pertumbuhan, tingkat produksi, bobot badan, palatabilitas, dan

16
tingkat energi metabolis ransum. Semakin tinggi energi dalam ransum maka konsumsi

ransum akan menurun begitupun sebaliknya (Wahju, 2004).

2.5 Hen Day Production

Hen Day Producttion ialah presentase produksi telur yang dihasilkan oleh

ayam produktif per hari. Rata-rata produksi layer selama hidupnya ialah 80% dengan

hen-day mencapai puncak produksi pada angka 95% dan persistensi produksi (lama

20 bertahan dipuncak hen-day > 90%) selama 23--24 minggu (rata-rata strain ayam

petelur) (PT. Medion, 2015).

Hen Day Producttion adalah membandingkan produksi telur yang diperoleh

hari itu dengan jumlah ayam yang hidup pada hari itu. Lebih lanjut di jelaskan bahwa

pencatatan Hen Day Producttionsetiap hari dianggap kurang efisien. Oleh karena itu,

dalam menghitung produksi mingguan dapat dilakukan dengan membandingkan total

produksi telur per minggu dengan rata-rata jumlah ayam per minggu dikali 7 (Nova

dkk., 2014).

Mc Donald dkk. (2002) menyatakan bahwa ayam ras petelur yang unggul

menghasilkan telur 250 butir per tahun dengan bobot telur rata–rata 57,9 g dan rata–

rata produksi telur hen-day 70%.

Fungsi mineral sebagai pendukung produksi adalah untuk memperkuat

kerabang telur sehingga tidak mudah pecah dan retak (Redaksi Agromedia, 2002).

Menurut PT. Mensana Aneka Satwa (2015), premix lengkap yang

mengandung kombinasi asam amino, multivitamin, dan trace mineral seimbang.

Komposisi per 2.5 kg mengandung; vitamin A 5.000.000 IU, niacin 7.530 mg,

17
vitamin D3 1.000.000 IU, asam folat 140 mg, vitamin E 7.500 IU, choline chloride

100.000 mg, vitamin K 1.530 mg, DL-methionine 100.000 mg, vitamin B1 800 mg,

copper 2.200 mg, vitamin B2 3.000 mg, cobalt 240 mg, vitamin B6 800 mg, ferros

23.400 mg, vitamin B12 10.000 mg, iodium 1.200 mg, 11 vitamin C 5.000 mg,

mangan 40.800 mg, Ca-d-panthothenate 5.000 mg, dan zinc 30.000 mg. Berdasarkan

kandungan tersebut premix memiliki kemampuan untuk dapat meningkatkan produksi

telur dan memperpanjang masa produksi telur, meningkatkan kualitas telur,

meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan reproduksi, mencegah kekurangan

vitamin, mineral dan asam amino, serta memperbaiki mutu ransum dan konversi

ransum (PT. Mensana Aneka Satwa, 2015).

Fungsi mineral pada ternak adalah sebagai pembentuk struktur fisiologis,

sebagai katalisator sekaligus berfungsi sebagai regulator. Semua jaringan tubuh ternak

mengandung zat mineral dalam jumlah dan proporsi yang sangat bervariasi. Beberapa

jenis mineral merupakan elemen inorganik yang dibutuhkan oleh ternak untuk proses

pertumbuhan dan reproduksi. Zn berperan penting pada sintesis DNA serta

metabolisme protein sehingga sistem tubuh akan terganggu jika defisien Zn. Proses

metabolisme karbohidrat, lemak dan pembentukan sistem 14 imunitas tubuh juga

sangat membutuhkan salah satu jenis mineral ini. Zn merupakan mikromineral yang

tersebar di dalam jaringan hewan, manusia, dan tumbuhan serta terlibat dalam fungsi

metabolisme. Zn berperan juga dalam fungsi berbagai enzim, meningkatkan nafsu

makan, produksi telur, daya tetas telur, dan pertumbuhan tulang dan bulu pada ayam

petelur (PT. Medion, 2013).

18
Vitamin B dibutuhkan agar penyerapan nutrisi menjadi efisien. Bersama

dengan vitamin A, vitamin B sangat penting untuk membantu ayam dalam aktivitas

metabolismenya dan untuk mempertahankan serta meningkatkan kemampuan

bertelur. Vitamin C dan E sama-sama dapat meningkatkan ketahanan ayam 12

terhadap stres dan membantu mempertahankan kesehatan ayam. Sementara itu,

keuntungan spesifik yang berhubungan dengan kualitas telur yang superior dapat

dicapai, jika vitamin E diberikan dalam jumlah optimal pada pakan ayam yang sedang

bertelur. Akhirnya, vitamin D dibutuhkan untuk membantu proses pembentukan

tulang dan kerabang serta untuk menghindari masalah kelumpuhan. (PT. Medion,

2013).

Hasil penelitian Amrullah (2003), menyatakan bahwa ayam yang diberi 0,1%

methionine (asam amino essensial) dengan 14% dan 16% protein kasar dalam

ransumnya ternyata memiliki kualitas telur yang lebih baik (bobot telur) dan produksi

yang lebih tinggi (hen-day) dibandingkan dengan yang tidak diberi suplementasi.

Selain penelitian diatas hasil penelitian Busrowi (2006) menyatakan bahwa pemberian

mineral plus yaitu premix no 1 sebanyak 2% dan supra mineral sebanyak 2% dalam

ransum berbeda sangat nyata terhadap HDP (hen-day production) dan FCR(feed

convertion ratio).

2.6 Konversi Pakan

Menurut Rasyaf (2003), konversi pakan merupakan perbandingan antara

jumlah pakan yang dikonsumsi dengan produksi yang dihasilkan dalam jangka waktu

tertentu. Salah satu ukuran efisiensi adalah dengan membandingkan antara jumlah

pakan yang diberikan (input) dengan produksi yang diperoleh baik itu daging maupun

telur (output)

19
Nilai standar produktivitas/performa ayam telah ditentukan oleh perusahaan

pembibit (breeder). Standar tersebut meliputi hen day, bobot telur, lama produksi,

konversi ransum, kekebalan, dan daya hidup serta pertumbuhan. Pencapaian performa

tersebut tergantung dari manajemen pemeliharaan yang diterapkan oleh masing-

masing peternak. Untuk meningkatkan performa, penyerapan nutrisi, kesehatan,

kekebalan tubuh dan lain-lain perlu pemberian suplemen nutrisi untuk ternak unggas.

Pemberian suplemen yang tepat akan dapat melengkapi kebutuhan unggas untuk

mencapai produktivitas yang maksimal (Medion, 2012)

Hasil penelitian Busrowi (2006) menyatakan bahwa pemberian mineral plus

yaitu premix no 1 sebanyak 2% dan supra mineral sebanyak 2% dalam ransum

berbeda sangat nyata terhadap HDP (hen-day production) dan FCR (feed convertion

ratio). Konversi ransum merupakan pembagian antara jumlah ransum yang

dikonsumsi pada minggu tertentu (g) dengan bobot telur (g) yang dihasilkan (Rasyaf,

2005).

Selain penggunaan premix, Perbaikan FCR pada ayam juga dapat

menggunakan probiotik sebagai suplementasi yang juga sudah di teliti oleh beberapa

peneliti (Yeo dan Kim 1997; Denli et al. 2003; Arslan dan Saattci 2004). Perbaikan

FCR menunjukkan bahwa kecernaan dan absorbsi pakan lebih baik. Suplementasi E.

facium pada pakan ayam akan meningkatkan kecernaan selulosa. Untuk konversi

pakan sendiri dapat menggunakan Rumus konversi ransum yaitu : Ransum yang

dikonsumsi (g) Konversi ransum = Bobot telur (g).

2.7 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

20
1. Terdapat pengaruh pemberian tingkatan mineral pada pakan berbasis probiotik

terhadap konsumsi pakan, hen day production, dan konversi pakan pada ayam petelur

21
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada 23 Januari – 23 Februari 2019 bertempat di

peternakan ayam petelur Jl. Krueng Aceh, Desa Gogolatar, Kecamatan Talun,

Kabupaten Blitar. Lab yang digunakan dalam proses penelitian Laboratorium Nutrisi

Peternakan dan Perikanan, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Peternakan,

Universitas Muhammadiyah Malang.

3.2 Materi dan Alat

Adapun materi dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut

1. Ayam petelur umur 48 minggu sebanyak 60 ekor jenis Dekalb Brown

2. Ransum pakan. Adapun komposisi serta kandungan nutrisi pada ransum dapat

dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut

Bahan Pakan jumlah (%) Kandungan Nutrisi


jagung 43,75 PK = 17,69 (%)
katul padi separator 25 LK = 4,59 (%)
konsentrat komersil 31,25 SK = 6,15 (%)
Abu = 16,57 (%)
    Energi = 3776,50 kal/g
3. Mineral (premix) merk unggul

4. Probiotik merk biofarm

3.3 Perlakuan

Perlakuan yang diberikan dengan variasi tingkatan dosis mineral dengan


berbasis probiotik adalah sebaga berikut :
P0 = kontrol ( 0% Mineral , 0% Probiotik )

P1 = pakan + 2% probiotik + 0% mineral

22
P2 = pakan + 2% probiotik + 1% mineral

P3 = pakan + 2% probiotik + 2% mineral

P4 = pakan + 2% probiotik + 3% mineral

P5 = pakan + 0% probiotik + 2% mineral

3.4. BatasanVariabel dan Cara Pengamatan

3.4.1 Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak yang

akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi yang lain.

Konsumsi pakan yang relatif banyak akan menyebabkan konsumsi zat-zat makanan

seperti asam amino,vitamin, protein, dan mineral juga relatif banyak, sehingga

kebutuhan ayam mencakup kebutuhan pokok, pertumbuhan maupun produksi telur

bisa terpenuhi. Pengambilan data konsumsi pakan dilakukan dihari kedua sampai

waktu yang ditentukan. Konsumsi pakan Dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

Konsumsi Pakan = Pakan yang diberikan – Pakan sisa (Rasyaf, 2008).

3.4.2 Hen Day Production

Hen Day Production ialah presentase produksi telur yang dihasilkan oleh

ayam produktif per hari. Untuk pengambilan data hen day production dilakukan

seminggu sekali untuk nantinya dipersentase. Pengamatan dihitung berdasarkan

jumlah telur yang dihasilkan pada hari yang sama dibagi dengan jumlah ayam dikali

100%. Dapat dihitung dengan rumus :

Jumlah telur
Produksi telur = x 100%
Jumlah ayam

23
3.4.3 Konversi Pakan
Feed Convertion Ratio adalah suatu ukuran yang menyatakan ratio jumlah

pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg produksi telur. Nilai FCR=2 artinya

untuk memproduksi 1 kg telur maka dibutuhkan 2 kg pakan. Semakin besar nilai

FCR, maka semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg telur.

Pengambilan data pada konversi pakan ini dilakukan seminggu sekali untuk efisiensi

waktu. Dihitung berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi dibagi dengan berat telur

yang dihasilkan (massa telur). FCR Dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

Konsumsi pakan
Konversi pakan =
Berat telur
3.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen yaitu percobaan dengan pemberian tingkatan mineral pada pakan berbasis

probiotik terhadap konsumsi pakan, hen day production, dan konversi pakan pada

ayam petelur.

3.5.1 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan menggunakan 6 perlakuan dan 5 ulangan. Rancangan ini

digunakan dalam penelitian karena materi yang digunakan relatif seragam. Materi

percobaan yang digunakan adalah ayam petelur umur 48 minggu. Secara matematik

RAL (Rancangan Acak Lengkap) dapat ditulis sebagai berikut:

Yij = µ + τi + ij

24
Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan variabel terukur atau variabel terikat (Yij)

µ = Nilai rata-rata pengukuran populasi

τi = Pengaruh perlakuan

ij = Galat atau kesalahan percobaan

Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), untuk

membedakan perbedaan antar perlakuan dengan menggunakan analisis data ANAVA

dan dilanjutkan uji beda Duncans.

3.5.2 Denah Peneltian

Denah penelitian menggunakan 6 perlakuan dan 5 ulangan. Adapun denah

penelitian yang digunakaan adalah sebagaimana gambar 3.1 sebagai berikut

P1.1 P1.2 P1.3 P1.4 P1.5


P2.1 P2.2 P2.3 P2.4 P2.5
  P0.1 P0.2 P0.3 P0.4 P0.5  
   
P3.1 P3.2 P3.3 P3.4 P3.5
P4.1 P4.2 P4.3 P4.4 P4.5
P5.1 P5.2 P5.3 P5.4 P5.5
Gambar 3.1 Denah Peneltian

3.6 Metode Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan tabulasi data, sebagaimana Tabel 3.2.

Perhitungan

a. FK = ∑(yij)2
N
b. JKT = Yij2-FK
c. JKP = ∑yij2 - FK
r
d. JKG = JKT-JKP

25
Data hasil penelitian dianalisis dengan metode Analisis Variansi (ANOVA),

sebagaimana Tabel 3.2 di bawah ini

Tabel 3. 2 Analisis Variansi

Sumber Db JK KT F hitung F. Tabel


keragaman 5% 1%
Perlakuan t-1 JKP KTP KTP    
KTG
Acak (t-1)(r- JKG KTG
1)
Total (t.r)-1 JKT KK-
σ100%
Y
Selanjutnya jika hasil penelitian berpengaruh nyata dilanjutkanuji Duncen (Multiple

Range Test). Uji Duncen dilakukan untuk melihat adanya pengaruh antar perlakuan

yang di uji. Nilai Kritis Uji Duncen Dinyatakan Dalam Nilai Least Significant Range :

MSe 2 KTG
Se =
√ √
r r
Rp = qa se

Keterangan

Rp : Wilayah terkecil duncen


qa : Sebaran wilayah untuk di student kan untukuji duncen pada a, p dan
dbf
p : Nomor urutan rata – rata dari nilai terkecil (p=2,3,4…,t)

3.7 Pelaksanaan

Penelitian pengaruh pemberian tingkatan mineral pada pakan berbasis

probiotik terhadap konsumsi pakan, hen day production, dan konversi pakan pada

ayam petelur, dilakukan dengan 3 tahap, yaitu :

3.7.1 Persiapan

26
Persiapan penelitian dilakukan untuk pengecekan alat dan bahan penunjang

penelitian dan pengecekan ayam.

3.7.2 Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian ini sebagaimana gambar 3.2 sebagai berikut

Menyiapkan Alat dan Bahan

Pencampuran Mineral dan


Probiotik Pada Ransum

Menyiapkan Pakan Persampel


sebanyak 150 gram

Pengambilan Sisa Pakan

Pemberian Sekali Sehari 1x

Pengambilan Data

Gambar 3.2 Skema Pemberian Ransum Pada Ternak

3.7.3 Pengambilan Data

Pengambilan data pada pengaruh pemberian tingkatan mineral pada pakan

berbasis probiotik dilakukan setiap hari untuk mengetahui konsumsi pakan sedangkan

hen day production dan konversi pakan pengambilan data dilakukan tiap seminggu

sekali.

27
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan disalah satu tempat peternakan Bapak Pardi yang

berlokasi di Jl. Krueng Aceh, No. 21, RT 3 / RW 3, Desa Gogolatar, Kecamatan

Talun, Kabupaten Blitar. Kecamatan Talun merupakan salah satu dari 22 Kecamatan

dalam wilayah administrasi Kabupaten Blitar dengan luas wilayah 49,78 km². Letak

dari Kecamatan Talun ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Blitar bagian utara,

yaitu terletak di utara Sungai Brantas. Selain itu Kecamatan Talun berjarak sekitar 16

km di sebelah timur Kota Blitar. Terlihat kondisi tanah yang relatif subur wilayah ini

sangat memungkinkan untuk menjalankan usaha dibidang pertanian dan peternakan.

̇̇
Secara geografis, Kabupaten Blitar terletak di 111 ̊40̇'-112 ̊10' Bujur Timur dan 7 ̊58'-

8 ̊9'5'' Lintang Selatan. Secara administratif berbatasan dengan Kabupaten Kediri

dan Malang disebelah Utara, Kabupaten Malang di sebelah Timur, Samudera

Indonesia disebelah Selatan, dan Kabupaten Tulungagung serta Kabupaten Kediri

di sebelah Barat. Luas wilayah Kabupaten Blitar adalah 1 588.79 km² yang terbagi

kedalam 22 kecamatan, 220 desa, dan 28kelurahan.

Kecamatan Talun merupakan salah satu bagian dari adiministratifdari

Kabupaten Blitar yang juga mempunyai batasan administrative sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Gandusari

Sebelah Timur : Kecamatan Wlingi dan Kecamatan Selopuro

Sebelah Selatan : Kecamatan Selopuro dan Kec. Sutojayan

Sebelah Barat : Kecamatan Garum dan Kecamatan Kanigoro

Berdasarkan keadaan morfologi secara umum di wilayah Kabupaten Blitar,

28
termasuk jenis morfologi pegunungan, morfologi perbukitan dan daratan. Morfologi

pegunungan terletak di wilayah Blitar utara dengan ketinggian antara 167 sampai

2.800 meter dari permukaan laut (yaitu Gunung Kombang, Gunung Kelud, Gunung

Butak). Pada umumnya morfologi ini terbentuk oleh batuan hasil letusan gunung

api yang berumur muda dengan kemiringan antara 2 persen sampai dengan lebih

besar 40 persen, yaitu meliputi Kecamatan Talun, Kecamatan Doko, Kecamatan

Gandusari, Kecamatan Nglegok dan Kecamatan Ponggok. Morfologi perbukitan

terletak di bagian selatan Kabupaten Blitar dengan ketinggian antara sekitar 100

meter dpl sampai dengan sekitar 350 meter dpl. Umumnya morfologi ini terbentuk

oleh batuan gamping atau kapur dengan kemiringan antara 20 persen sampai

dengan lebih besar dari 40 persen, meliputi kecamatan Kademangan, Kecamatan

Panggungrejo, Kecamatan Wates dan Kecamatan Wonotirto.

Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Blitar juga memiliki iklim

tropis yang ditandai dengan adanya dua musim, yaitu musim kemarau dan musim

penghujan. Musim kemarau atau panas berlangsung antara bulan Mei-September.

Musim penghujan berlangsung antara bulan November -April dengan curah hujan

rata-rata 100 hingga 200 mm/tahun. Akan tetapi karena perubahan klimatologi global

maka terjadi pergeseran musim, yang berpengaruh terhadap waktu pergantian musim

adapun data (BPS Kabupaten Blitar, 2016) menjelaskan bahwa rata-rata suhu di

Kabupaten Blitar adalah 29°C.

Kondisi perkandangan dalam penelitian ini cukup unik dimana dibawah

kandang terdapat bangunan kolam ikan. Selain dijadikan usaha sampingan,

pembuatan kolam ikan dibawah kandang ayam petelur ini bertujuan untuk

29
memanfaatkan pakan yang tercecer dan sekreta ayam itu sendiri. Dengan demikian,

pakan yang tercecer tidak tebuang percuma dan amoniak yang dihasilkan dari kotoran

ayam tersebut dapat berkurang signifikan yang ditandai dengan aroma didalam

kandang yang relative tidak menyebabkan bau yang begitu menyengat seperti

kandang ayam petelur seperti umumnya. Sehingga, kontruksi kandang seperti ini

tingkat kematian cukup rendah yang dimana sangat meguntungkan bagi peternak

ayam petelur.

Pemberian air minum dilakukan secara adlibitum mengingat suhu yang ada

ditempat penelitian ini cukup panas dengan rata-rata 29°C. Sedangkan pada proses

pengendalian penyakit pada peternakan ini cukup disiplin karna unggas sangat rentan

terinfeksi penyakit khususnya penyakit yang disebabkan oleh virus. Sumber penyakit

yang disebabkan oleh virus akan menyebar secara cepat lewat makhluk-makhluk yang

bersama dengan virus itu sendiri maupun lewat air minum karna tempat air minum

ditempat peternakan ini menjadi satu-kesatuan dalam satu barisan kandang. Sehingga,

sangat mungkin terjadinya percepatan penularan penyakit lewat air minum. Selain itu,

pencegahan penyakit dan kontruksi kandang yang baik, Peternakan ini mampu

bertahan hingga puluhan tahun hingga sekarang.

4.2 Kondisi Khusus

4.2.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Pakan

Menurut Wahju (2004), konsumsi pakan merupakan jumlah ransum yang

dikonsumsi oleh ternak yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

Konsumsi pakan yang relatif banyak akan menyebabkan konsumsi zat-zat makanan

seperti asam amino,vitamin protein, dan mineral juga relatif banyak, sehingga

kebutuhan ayam mencakup kebutuhan pokok, pertumbuhan maupun produksi telur

30
bisa terpenuhi.Data konsumsi pakan selama penelitian disajikan pada Tabel 4.2. dan

Gambar 4.1.

Tabel 4.1. Nilai Rata-Rata Konsumsi Pakan (gr/ekor/hari)

Ulangan Jumlah Rata-rata


Perlakuan
1 2 3 4 5
P0 125.6 107 109.4 86.7 115.8 544.5 108.9
P1 126.4 127.8 114.2 101 124.1 593.5 118.7
P2 102.9 119.5 112 121.3 105.7 561.4 112.28
P3 119.7 109.9 112 111 109.4 562 112.4
P4 111.2 112.2 121.5 105.4 114.2 564.5 112.9
P5 110.8 110.9 111.8 108.2 121.2 562.9 112.58
               
Sumber : (Data Penelitian, 2019)

120
100
80
60 109 119
40 112
112
20 113
112
0
p0
p1 Pe
p2
rla p3 p4
ku p5
an

Gambar 4.1. Konsumsi Pakan

Berdasarkan tabel 4.3 rata-rata konsumsi ayam petelur pada setiap perlakuan

P0, P1, P2, P3, P4, P5 yaitu 108,9 gram; 118,7 gram; 112,28 gram; 112,4 gram; 112,9

gram; 112,58 gram. Dimana konsumsi pakan tertnggi adalah P1 yaitu 118,7 gram,

sedangkan konsumsi pakan terendah adalah P0 yaitu 108,9 gram. Untuk melihat

pengaruh dari perlakuan yang diberikan dilakukan uji Anova dengan hasil terlihat

pada Tabel 4.2. sebagai berikut

31
Tabel 4.2. Hasil Anova Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Pakan

Sumber F F Tabel
Db JK KT
Variansi hitung 0.05 0.01
0.636n
Perlakuan 5 251.776 50.355 2.62 3.9
s
Galat 24 1898.876 79.12
Total 29 2150.652        
ns
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata (P ˃ 0,05)

Berdasarkan hasil uji anova diketahui bahwa, hasil perlakuan terhadap

konsumsi pakan adalah tidak berpengaruh nyata (P ˃ 0,05). Hasil ini didukung oleh

pendapat Astuti (2012), yang menyatakan bahwa tingkat kadar protein dan energi

akan berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Ransum yang mengandung protein dan

energi yang relativ sama menyebabkan konsumsi pakan juga relativ sama. Selain itu

menurut Wahju (2004), konsumsi pakan ayam petelur dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya adalah manajemen peternak, suhu lingkungan, bangsa, umur, jenis

kelamin, imbangan zat-zat nutrisi dalam pakan, kecepatan pertumbuhan, tingkat

produksi, bobot badan, palatabilitas, dan tingkat energi metabolis pakan. Semakin

tinggi energi dalam pakan maka, konsumsi pakan akan menurun begitupun

sebaliknya.

Faktor lain yang sama adalah dari imbangan protein dan energi yang relativ

sama. Tidak berpengaruh nyata perlakuan terhadap konsumsi pakan diduga juga

adanya pengaruh dari faktor lain yaitu : lingkungan, genetik, dan umur ayam.

4.2.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap HDP (Hen Day Production)

Menurut Nova, dkk (2014), Hen Day Producttion adalah membandingkan

produksi telur yang diperoleh pada hari itu dengan jumlah ayam yang hidup pada hari

yang sama. Lebih lanjut di jelaskan bahwa pencatatan Hen Day Producttion setiap

32
hari dianggap kurang efisien. Oleh karena itu, dalam menghitung produksi mingguan

ataupun bulanan dapat dilakukan dengan membandingkan total produksi telur dengan

rata-rata jumlah sampel ayam yang ada.

Penelitian ini dilakukan selama 21 hari dengan menggunakan 60 ekor sampel

ayam dengan teknis pengambilan data pada siang hari setiap hari dengan waktu yang

sama. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang seragam. Adapun hasil

pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.3. dan Gambar 4.2 sebagai berikut

Tabel 4.3. Nilai Hen Day Production (%)


Ulangan
Perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5
P0 60 53,3 61,7 21,7 48,3 245 49
P1 66,7 65 60 63,3 60 315 63
P2 58,3 70 65 66,7 65 325 65
P3 65 56,7 58,3 50 61,7 291 58
P4 58,3 58,3 66,7 65 55 308 61
P5 56,7 65 63,3 63,3 60 308 61
Sumber : (Data Penelitian, 2019)

Hen Day Production


80
60
40
49 63 65
20 58 61
0 61
P0
P1
P2
P3
P4
P5

Gambar 4.2 Nilai Hen Day Production


Untuk melihat pengaruh dari perlakuan yang diberikan dilakukan uji Anova

dengan hasil terlihat pada Tabel 4.4.

33
Tabel 4.4. Hasil Anova Pengaruh Perlakuan Terhadap Hen Day Production

Sumber F Tabel
Db JK KT F Hitung
Variansi 0.05 0.01
Perlakuan 5 1819.1 363.82 2.744* 2.62 3.9
Galat 24 3181.6 132.567
Total 29 5000.7        
Keterangan : *Berpengaruh nyata (P<0.05),

Berdasarkan hasil uji anova diketahui bahwa pengaruh perlakuan terhadap

Hen Day Production berpengaruh nyata. Pada tabel 4.4 dijelaskan bahwa hasil rata-

rata setiap perlakuan adalah P0=49%; P1 = 63 %; P2 = 65 %; P3 = 58%; P4 = 61 %;

P5 = 61%. Pada hasil diatas terdapat perbedaan yang mencolok antara hasil yang

menggunakan perlakuan dengan kontrol. Perlakuan dengan hasil tertinggi terdapat

pada P2 dengan nilai 65% sedangkan, perlakuan dengan hasil terendah terdapat pada

P0 dengan nilai 49%. Untuk melihat pengaruh perbedaan dilakukan uji Duncan yang

dapat dilihat pada Tabel 4.5. sebagai berikut

Tabel 4.5. Hasil Uji Duncan Hen Day Production

Perlakuan Rata - Rata Nilai Hen Day Production Notasi

P0 49 a
P3 58 b
P5 61 b
P4 61 b
P1 63 b
P2 65 ab
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05)

Berdasarkan hasil uji Anova dan uji Duncan diketahui bahwa pemberian

perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap hen day production. Hasil didukung

oleh pernyataan PT. Medion (2013) yaitu, fungsi mineral pada ternak adalah sebagai

pembentuk struktur fisiologis, sebagai katalisator sekaligus berfungsi sebagai

regulator. Semua jaringan tubuh ternak mengandung zat mineral dalam jumlah dan

34
proporsi yang sangat bervariasi. Beberapa jenis mineral merupakan elemen anorganik

yang dibutuhkan oleh ternak untuk proses pertumbuhan dan reproduksi. Zn berperan

penting pada sintesis DNA serta metabolisme protein sehingga sistem tubuh akan

terganggu jika defisien Zn. Proses metabolisme karbohidrat, lemak dan pembentukan

sistem 14 imunitas tubuh juga sangat membutuhkan salah satu jenis mineral ini. Zn

merupakan mikromineral yang tersebar di dalam jaringan hewan, manusia, dan

tumbuhan serta terlibat dalam fungsi metabolisme. Zn berperan juga dalam fungsi

berbagai enzim, meningkatkan nafsu makan, produksi telur, daya tetas telur, dan

pertumbuhan tulang dan bulu pada ayam petelur. Pada dasarnya mineral membantu

proses metabolisme senyawa nutrisi ternak sehingga, ternak dapat optimal dalam

proses produksi.

Selain mineral, probiotik juga berpengaruh terhadap hen day production.

Berdasarkan hasil uji Anova dan uji Duncan yang dapat dlihat pada Tabel 4.5. dan

Tabel 4.6. perbedaan terlihat berpengaruh nyata (P<0.05) antara hasil kontrol dengan

hasil menggunakan perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Candinegara, 2006),

Probiotik yang ditambahkan kedalam pakan dapat meningkatkan aktifitas kerja

enzim, energi metabilisme, daya cerna pakan dalam saluran pencernaan ternak,

sehingga dengan semakin banyaknya populasi mikroba didalam saluran pencernaan

maka penyerapan zat-zat pakan menjadi lebih optimal dan efektif, pengaruh

penggunaan probiotik akan berdampak terjadinya peningkatan efisiensi pakan dan

laju produksi ternak. Lebih lanjut, bahwa penggunaan probiotik difokuskan pada

peningkatan status ekologi sistem pencernaan, sehingga menguntungkan yaitu

meningkatkan produktivitas, kesehatan dan perkembangan sistem pencernaan.

4.2.3 Pengaruh Terhadap Konversi Pakan

35
Rasyaf (2003), berpendapat bahwa, konversi pakan merupakan perbandingan

antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan produksi yang dihasilkan dalam jangka

waktu tertentu. Salah satu ukuran efisiensi adalah dengan membandingkan antara

jumlah pakan yang diberikan (input) dengan produksi yang diperoleh baik itu daging

maupun telur (output).

Pengamatan Feed Convertion Ratio (FCR) pada penelitian ini dilakukan

seminggu sekali dari hasil data konsumsi dan berat telur. Hasil data konversi pakan

dapat dilihat pada tabel 4.6. dan gambar 4.3. sebagai berikut

Tabel 4.6. Nilai Konversi Pakan


Ulangan Jumlah Rata-rata
Perlakuan
1 2 3 4 5
P0 2 1.7 1.8 3.2 2.1 10.8 2.16
P1 2.1 2.3 1.9 1.9 2.1 10.3 2.06
P2 1.7 2 1.9 2 1.8 9.4 1.88
P3 2.1 1.9 2 2 2 10 2
P4 1.9 1.8 1.9 1.8 1.9 9.3 1.86
P5 1.9 1.9 1.9 1.9 2.1 9.7 1.94
Sumber : (Data Penelitian, 2019)

Konversi Pakan
2.2
2.1
2
2.16
1.9 2.06
1.8 2
1.88
1.7 1.94
1.86
P0
P1
P2
P3
P4
P5

Perlakuan
Gambar 4.3 Nilai Feed Convertion Ratio
Berdasarkan tabel 4.6. rata-rata nilai Feed Convertion Ratio ayam petelur pada

setiap perlakuan P0, P1, P2, P3, P4, P5 yaitu 2,16; 2,06; 1,88; 2; 1,86; 1,94. Dimana

36
nilai Feed Convertion Ratio relative sama antara1,88 sampai 2,16. Hasil uji anova

pada konversi pakan dapat dilihat pada tabel 4.7. sebagai berikut

Tabel 4.7. Nilai Konversi Pakan

Sumber
Db JK KT F Hitung F Tabel
Variansi
          0.05 0.01
Perlakuan 5 0.326 0.065 0.922ns 2.62 3.9
Galat 24 1.696 0.071
Total 29 2.022        
ns
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata (P ˃ 0,05)

Berdasarkan hasil uji Anova diketahui bahwa penggunaan perlakuan terhadap

konversi pakan tidak berpengaruh nyata (P ˃ 0,05). Tinggi rendahnya konversi pakan

dipengaruhi oleh tnggi rendahnya konsumsi pakan. Hasil uji anova konversi pakan ini

selaras dengan hasil uji anova konsumsi pakan yang dapat dilihat pada tabel 4.2. yang

mana hasil dari uji tersebut tidak berpengaruh nyata (P ˃ 0,05).

Beberapa faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu kualitas ransum,

lingkungan, dan genetik. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat (Lacy dan Vest,

2000) yang berpendapat bahwa beberapa faktor utama yang mempengaruh konversi

pakan adalah kualitas pakan, genetik, temperatur, sanitasi kandang, ventilasi,

pengobatan, dan manajemen kandang. Faktor pemberian pakan juga berperan dalam

mempengaruhi konversi pakan dalam laju perjalanan dalam proses pencernaan.

37
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa diketahui konsumsi pakan dan konversi pakan

tidak berpengaruh nyata (P ˃ 0,05) karna disebabkan oleh berbagai faktor antara

lain : suhu, lingkungan, keseimbangan protein dan energi, genetic, kandang dll.

Sedangkan pada nilai hen day production diketahui adalah berpengaruh nyata

(P<0.05) yang disebabkan oleh meningkatnya proses metabolisme karna

pengaruh mineral dan probiotik .

2. Hen day production tertinggi terdapat pada perlakuan 2 yaitu mineral 1 % +

probiotik 2 %. Jadi, penggunaan mineral yang melebihi 1% tidak selalu baik

daripada penggunaan mineral sebanyak 1% jika penggunaannya bersamaan

dengan penambahan probiotik selulotik. Karna penambahan probiotik tersebut

mampu memproses mineralisasi dalam tubuh ternak.

5.2 Saran

Adapun saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Berdasarkan hasil penelitian, perlu kiranya dilakukan penelitian lanjutan dengan

jumlah sampel yang lebih banyak dan waktu penelitian yang lebih lama. Agar

hasil yang diperoleh dapat lebih optimal dan bermanfaat untuk sesama.

2. Dari kesimpulan : untuk membuat produksi telur yang maksimal perlu

ditambahkan mineral 1 % dan probiotik 2 % dari jumlah pakan.

38
DAFTAR PUSTAKA

Ali, A.S., Ismoyowati, dan D. Indrasanti. 2013. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin
dan hematokrit pada berbagai jenis itik lokal.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu GunungBudi. Bogor.

Anonim. 2009a. http://www.peternakan.com/Tip/Ayam/topik01.html

Anonim. 2009b. Usaha Ternak Ayam Petelur.


http://mitraunggas.com/index.php?main_ page=more_news&news_id= 3

Arslan, C. and M. Saattci. 2004. Effects of probiotic administration either as feed


additive or by drinking water on performance and blood parameters of
Japanese quail. Arch. Geflugelk. 68: 160-163.

Astuti, N. 2012. Kinerja Ayam Kampung Dengan Ransum Berbasis Konsentrat


Broiler. Jurnal Agrisainsrol. 4 No. 5, 51-58.

Blakely, J. dan Bade, H.D. 1991. Ilmu Peternakan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar. 2016. Keadaan Geografis 2016. Kabupaten
Blitar : Badan Pusat Statistik.

Busrowi, I. 2006. Pengaruh Pemberian Mineral Plus terhadap HDP (Hen Day
Production) dan FCR (FeedConvertion Rate) Ayam Petelur Strain Isa
Brown. Tesis. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Denli, M., F. Okan, and K. Celik. 2003. Effect of dietary probiotic, organic acid and
Nutr.2:89-91.Candinegara, T. 2006. Pemanfaatan Feed Additive dan Feed
Supplement Terkini. Disampaikan pada Pertemuan Civitas Akademika
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Djulardi, dkk. 2006. Nutrisi Aneka Ternak dan Satwa Harapan. Yogyakarta: Andalus
University Press.

Hidayat, Z. Z. P. 2017. “Pengaruh Penambahan Feed Aditif Dengan Dosis Berbeda


Dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Petelur”. Fakultas Pertanian.
Universitas Lampung

Fathul, F .,S. Tantalo, Liman, dan N. Purwaningsih. 2013. Pengetahuan Pakan dan
Formulasi Ransum. Buku Ajar. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian
UniversitasLampung. Bandar Lampung.

39
Fuller, Roy. 1992. Histori and Development of Probiotics. In Probiotics the Scientific
Basis. Edited by Fuller. Chapman and Holl. New York. Tokyo. Melbourne.
Madras. Pp. I-7.

Fairozi, I ., Dkk. 2015. Pengaruh Pemberian Jenis Produk Probiotik Terhadap


Performanc Pullet. Program S1 Peternakan. Universitas Islam Malang

Lacy, M. dan Vest, L.R. 2000. Improving Feed Convertion In Broiler : a guide for
growers.http://www.ces.uga.edu/pubed/c:793-W.html. [6 Januari 2007]

Manin, F. 2003. Efektivitas kultur Bacillus circulans & Bacillus sp. dan
Saccharomyces cerevisiae sebagai sumber probiotik dan implikasinya
terhadap produktivitas ternak itik lokal Kerinci. Disertasi

Mariyono dan Romjali. E. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan Murah
untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Pasuruan.

McDonald, P., R. A. Edwards , J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002. Animal


Nutrition. 5th Edition. Longman Scientific and Technical, New York.

Murtidjo, Agus B. 2006. Mengelola Ayam Buras. Yogyakarta: Kanisius.

Nalbondov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksipada Mamalia dan Unggas. Edisi


3.Jakarta: Universitas Indonesia.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry Eighth. Revised


Edition. National Academy of Sciences. Washington, DC.

Rasyaf. 2005. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta

Rasyaf, M. 2003. Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Jakarta : Penebar Swadaya

Rasyaf, M. 2008. Panduan beternak ayam pedaging. Jakarta: Penebara Swadaya

Sjofjan, O. 2003. Kajian Probiotik (Aspergillus niger dan Bacillus sp.) sebagai
Imbuhan Ransum dan Implikasinya terhadap Mikroflora Usus serta
Penampilan Produksi Ayam Petelur. Disertasi, Universitas Padjadjaran,
Bandung.

Standar Nasional Indonesia. 1995. Telur Ayam Konsumsi. SNI 01-3926-1995. Dewan
Standarisasi Nasional-DSN. Jakarta.

Sumardi. 2008. Seleksi dan Karakterisasi Mikroflora Normal yang Prospektif dari
Saluran Pencernaan Ayam Kampung. http://laptunilapp-gdl-res-2008-
sumardidrm-1140. Diakses Oktober 2014.

Suprijatna, dkk. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.

40
Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber
WidyPriastoto, D. 2016. Pengaruh Pemberian Probiotik dari Mikroba Lokal
terhadap Performa Ayam Petelur. Skripsi. Jurusan Peternakan. Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung. Lampung

PT. Medion. 2010. All About Premix. Buletin Peternakan.

__________. 2012. Mengontrol Ukuran dan Berat Telur . Buletin Peternakan

___________2013. Fungsi Mineral Dan Vitamin pada Ternak. Buletin Peternakan

PT. Mensana Aneka Satwa. 2015. Daftar Produk – Produk Obat Hewan. Jakarta

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.

Widyani, R., S. Prawirokusumo, Nasroedin, dan Zuprizal. 2001. Pengaruh


Peningkatan Aras Energi dan Protein Terhadap Kinerja Ayam Pedaging.
Buletin Peternakan. (25):109-119.

Winarsih, W. 2005. Pengaruh Probiotik dalam Pengendalian Salmonellosis Subklinis


pada Ayam: Gambaran patologis dan performan. Disertasi, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta: Kanisius

41
LAMPIRAN

Lampiran 1.Data Nilai Konsumsi Pakan (gr/ekor/hari)

Level Ulangan Jumlah Rata – rata


U1 U2 U3 U4 U5

P0 125.6 107 109.4 86.7 115.8 544.5 108.9


P1 126.4 127.8 114.2 101 124.1 593.5 118.7
P2 102.9 119.5 112 121.3 105.7 561.4 112.28
P3 119.7 109.9 112 111 109.4 562 112.4
P4 111.2 112.2 121.5 105.4 114.2 564.5 112.9
P5 110.8 110.9 111.8 108.2 121.2 562.9 112.58

Uji Anova Konsumsi Pakan

Sumber F F Tabel
Db JK KT
Variansi Hitung 0.05 0.01
Perlakuan 5 251.776 50.355 0.636ns 2.62 3.9
Galat 24 1898.876 79.12
Total 29 2150.652        
ns
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata (P ˃ 0,05)

42
Lampiran 2. Data Nilai HenDay Production (%)

Ulangan Jumlah Rata – rata


Level
U1 U2 U3 U4 U5
P0 90 80 93 33 73 368 73,5
P1 100 98 90 95 90 473 94,5
P2 88 105 98 100 98 488 97,5
P3 98 85 88 75 93 438 87,5
P4 95 88 100 98 83 463 92,5
P5 85 98 95 95 90 463 92,5

Uji Anova Hen Day Production

Sumber F Tabel
Db JK KT F Hitung
Variansi 0.05 0.01
Perlakuan 5 1819.1 363.82 2.744* 2.62 3.9
Galat 24 3181.6 132.567
Total 29 5000.7        
*
Keterangan : Berpengaruh nyata (P<0.05),

43
Lampiran 3. Data Nilai Konversi Pakan

Ulangan Jumlah Rata – rata


Level
U1 U2 U3 U4 U5
P0 2 1.7 1.8 3.2 2.1 10.8 2.16
P1 2.1 2.3 1.9 1.9 2.1 10.3 2.06
P2 1.7 2 1.9 2 1.8 9.4 1.88
P3 2.1 1.9 2 2 2 10 2
P4 1.9 1.8 1.9 1.8 1.9 9.3 1.86
P5 1.9 1.9 1.9 1.9 2.1 9.7 1.94

Uji Anova Konversi Pakan


Sumber F
Db JK KT F Tabel
Variansi Hitung
          0.05 0.01
Perlakuan 5 0.326 0.065 0.922ns 2.62 3.9
Galat 24 1.696 0.071
Total 29 2.022        
ns
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata

44
Lampiran 4. Pedoman Vaksin

UMUR JENIS VAKSIN PENANGANAN


ND-IB, ND-EMOSION
4 hari (TRIPLE) TETES MATA/SUNTIK
TETES (MATA, HIDUNG,
10-12 hari GUMBORO-A MULUT)
TETES (MATA, HIDUNG,
21-24 hari GUMBORO-B MULUT)
32-35 hari ND-LASOTA TETES/MINUM
42-45 hari ILT TETES HIDUNG
55 hari POX SUNTIK
65-70 hari ND-LASOTA MINUM
80-85 hari CORYZA-T5 SUNTIK
100 hari IBH 52/120 MINUM
110-115 hari ND-EDS SUNTIK
122 hari ND-LASOTA MINUM
130 hari ND-AI SUNTIK
140 hari ND-IB MINUM
150 hari CORYZA-T5 SUNTIK
160 hari IBH 52/120 MINUM/SUNTIK

45
Lampiran 5. Foto Dokumentasi

Foto Mineral Unggul

Foto Biofarm Probiotik

Foto Pemberian Perlakuan

46

Anda mungkin juga menyukai