Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH LEVEL KONSENTRASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA

BAKTERI Pediococcus pentosaceus BAF715 TERHADAP KUALITAS


MIKROBIOLOGIS BAKSO DAGING SAPI SELAMA
PENYIMPANAN SUHU DINGIN

SKRIPSI

OLEH:
RETA ADITYA
E10016118

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
PENGARUH LEVEL KONSENTRASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA
BAKTERI Pediococcus pentosaceus BAF715 TERHADAP KUALITAS
MIKROBIOLOGIS BAKSO DAGING SAPI SELAMA
PENYIMPANAN SUHU DINGIN

Oleh :
RETA ADITYA
E10016118

Telah Diuji Dihadapan Tim Penguji


Pada Hari ..., tanggal ...., dan dinyatakan ......
Ketua ​ ​ ​: Dr. Ir. Hj. Afriani, M.P.
Sekretaris ​ ​: Dr. Ir. Zulfa Elymaizar, M.P.
Anggota ​ :​ 1. Ir. Haris Lukman, M.Si.
2. Drh. Anie Insulistyowati, M.P.
​ ​ ​ 3. Dr. Ir. Hj. Mardalena, M.P.

Menyetujui, ​ ​ ​ ​ ​ Menyetujui,
Pembimbing Utama ​ ​ ​ ​ Pembimbing Pendamping

Dr.Ir. Hj. Afriani, M.P. ​ ​ ​ Dr. Ir. Zulfa Elymaizar, M.P.


NIP.196212281988032001 ​ ​ ​ NIP.196205061990032001
Tanggal : ​ ​ ​ ​ ​ Tanggal :

Mengetahui, ​ ​ ​ ​ ​ Mengetahui,
Wakil Deakan BAKSI ​ ​ ​ Ketua Jurusan/Program
Studi

Dr.SC.Agr.Ir.H. Teja Kaswari, M.Sc Dr. Ir. Endri Musnandar, M.S.


NIP.196612151992031002 ​ ​ ​ NIP.195909261986031004
Tanggal : ​ ​ ​ ​ ​ Tanggal :
PENGARUH LEVEL KONSENTRASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA
BAKTERI Pediococcus pentosaceus BAF715 TERHADAP KUALITAS
MIKROBIOLOGIS BAKSO DAGING SAPI SELAMA
PENYIMPANAN SUHU DINGIN
Reta Aditya (E10016118) dibawah bimbingan
1) 2)
Afriani dan Zulfa Elymaizar
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Jln. Jambi-Ma Bulian KM 15 Mendalo Darat Jambi
Email: Afrianiazis89@yahoo.com
​ ​
RINGKASAN
Bakso salah satu makanan yang mudah terkontaminasi oleh bakteri
patogen karena memiliki kandungan gizi yang tinggi. Oleh karena itu perlu
pengawetan secara alami atau biopreservatif dengan menambahkan substrat
antimikroba bakteri asam laktat (BAL). BAL dapat menurunkan nilai pH yang
akan menghambat pertumbuhan bakteri patogen. BAL yang dapat diapalikasi ke
bakso daging sapi agar masa simpan bakso lebih lama salah satunya yaitu bakteri
Pediococcus pentosaceus BAF 715.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh level konsentrasi
dan untuk mengetahui level konsentrasi terbaik dari substrat antimikroba
Pediococcus pentosaceus BAF715 terhadap kualitas mikrobiologis bakso daging
sapi selama penyimpanan dingin. Penelitian ini berlangsung sejak tanggal 03
Agustus 2019 sampai tanggal 22 Agustus 2019 dilaksanakan di Laboratorium
Fakultas Peternakan dan Laboratorium Terpadu Universitas Jambi.
Pengawet alami yang digunakan dalam penelitian ini adalah substrat
antimikroba yang diisolasi dari bakteri Pediococcus pentosaceus BAF715.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan. Adapun
perlakuannya sebagai berikut : P0 = 100 ml konsentrasi substrat anti mikroba, P1
= 90 ml konsentrasi substrat anti mikroba+ 10 ml aquades steril, P2 = 80 ml
konsentrasi substrat anti mikroba+ 20 ml aquades steril, P3 = 70 ml konsentrasi
substrat anti mikroba+ 30 ml aquades steril dan P4 = 60 ml konsentrasi substrat
anti mikroba+ 40 ml aquades steril.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa substrat antimikroba dari
Pediococcus pentosaceus BAF715 tidak mempengaruhi kualitas mikrobiologis
bakso daging sapi selama penyimpanan suhu dingin yaitu total mikroba, total E.
coli dan total S. Aureus, namun mempengaruhi nilai pH bakso daging sapi.
Aktivitas substrat antimikroba mulai menghambat pertumbuhan mikroba pada
konsentrasi 100% sampai dengan 60%.
Kata-kata kunci : Bakso, Substrat Antimikroba, Bakteri Asam Laktat

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya yang berjudul “Pengaruh
Level Konsentrasi Substarat Antimikroba Bakteri Pediococcus Pentosaceus
BAF715 Terhadap Kualitas Mikrobiologis Bakso Daging Sapi Selama
Penyimpanan Suhu Dingin” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.

Jambi, Maret 2020

dto
Reta Aditya

​RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Penerokan, 15 April 1998, sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara dari pasangan Waluyo dan Sartini. Penulis menyelesaikan pendidikan
dasar di SD Negeri 48/1 pada tahun 2010, pendidikan menengah pertama di SMP
Negeri 8 Batanghari pada tahun 2013 dan pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 5 Batanghari pada tahun 2016. Pada tahun 2016 penulis diterima sebagai
mahasiswa di Program Studi S1 Peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Jambi melalui jalur UMBPTN. Pada bulan Januari 2020 penulis melaksanakan
Praktek Kerja Lapang di peternakan rakyat milik Bapak Jemanu yang bertempat
di Desa Penerokan Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari dengan judul “
Sistem Pemeliharaan Kambing Di Peternakan Bapak Jemanu Desa Penerokan
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari”. Penulis mengikuti kegiatan Kuliah
Kerja Nyata (KUKERTA) Reguler pada tahun 2019 di posko 10 Desa Bram Itam
Kanan Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.


viii

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta
kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan usulan penelitian ini yang berjudul
“Pengaruh Level Konsentrasi Substrat Antimikroba Bakteri Pediococcus
pentosaceus BAF715 Terhadap Kualitas Mikrobiologis Bakso Daging Sapi
Selama Penyimpanan Suhu Dingin”. Skripsi ini merupakan persyaratan akademik
untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Program Studi Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini telah
melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang
telah memberikan kontribusi dalam penelitian dan penyelesaian penulisan Skripsi.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Terima kasih kepada Dr. Ir. Hj. Afriani, M.P selaku pembimbing utama
yang telah memberikan arahan, meluangkan waktu dan motivasi untuk
menyelesaikan penelitian, menulis dan menyusun skripsi. Semoga Allah
senantiasa memberikan beliau rezeki dan usia yang berkah.
2. Terima kasih kepada Dr. Ir. Zulfa Elymaizar, M.P selaku pembimbing
pendamping yang telah memberikan arahan, meluangkan waktu dan
motivasi dengan penuh kesabaran untuk menyelesaikan menulis dan
menyusun skripsi. Semoga Allah senantiasa memberikan beliau rezeki dan
usia yang berkah.
3. Terima kasih kepada tim penguji Bapak Ir. Haris Lukman, M.Si, Ibu Drh.
Anie Insulistyowati, M.P dan Ibu Dr. Ir. Hj. Mardalena, M.P yang telah
memberikan saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini sesuai
dengan yang diharapkan.
4. Terima kasih tak ter terhingga kepada orang tuaku tercinta yakni Mamak
Sartini, Ayah Supriadi dan Ayah Waluyo yang telah memberikan kasih
sayang, ketulusan, doa, semangat, pengorbanan dan kesabaran dalam
membesarkan dan mendidik saya hingga dapat menempuh pendidikan
yang layak. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan
ridho-Nya.
5. Terima kasih kepada Adik-Adik saya yakni Via Auliya dan Silvia
Muharromah yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa hingga
saya kuat dan tetap bertahan dalam keadaan apapun. Semoga saya bisa
membuat kalian bangga dan kita dapat membahagiakan orang tua kita.
6. Terima kasih kepada Keluarga Besar Mbah Sarijan yang telah memberikan
semangat, doa, dukungan, kasih sayang serta selalu mampu menjadi
tempat beristirahat dan melepas penat yang luar biasa. Semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya.
7. Terima kasih kepada Rinaldi Kurniawan yang telah menemani saya dari
2014 hingga sekarang yang telah banyak memberikan dukungan,
semangat, membantu dan memotivasi saya dalam menyelesaikan
perkulihan ini.
8. Terima kasih kepada sahabat jurtul yakni Rizka Amalia Ay, Neta Yunita,
Ragil Mulyani, Fiona Gita S, Refhika Dwi A, Ilham Dwi P, Febri Iskandar
dan M. Alfauza yang telah menemani saya dari awal mula kuliah hingga
sampai sekarang dalam keadaan suka dan duka, kalian adalah keluarga
kedua yang selalu memberikan dukungan, kritikan dan memberikan warna
yang indah dalam perjalanan akhir masa perkulihan. Semangat dalam
menggapai cita-cita yang sebentar lagi akan terwujud guys.
9. Terima kasih kepada tim penelitian Mikroba yakni Rizka Amalia Ay, Neta
Yunita, Riska Azzahra, Abenni Anggraini dan Hidayat Iskandar atas kerja
sama selama penelitian hingga selesai yang telah begitu sering saya
repotkan selama proses pengerjaan penelitan dan skripsi.
10. Terima kasih kepada sahabat SMA saya Bubun, Tika, Riska dan Rosi
yang telah sabar mendengarkan keluh kesah saya selama masa perkulihan
hingga sekarang. Semoga apa yang kita cita-cita kan segera terwujud.
11. Terima kasih kepada sahabat makan saya Rizka, Neta dan Ragil dalam
keadaan susah maupun senang kalian selalu ada untuk saya. Doa terbaik
untuk kalian.
12. Terima kasih kepada kelas A angkatan 2016 untuk kebersamaannya
selama ini dalam perjuangan kita menggapai impian sebagai seorang S.Pt.
13. Terima kasih kepada Posko 10 KKN reguler yang telah memberikan
pengalaman, pelajaran yang berharga. Semoga pertemuan kita menjadikan
keluarga yang baru.
14. Terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah begitu banyak
membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusanan
skripsi ini, oleh sebab itu kritik dan saran yag membangun sangat penulis
harapkan guna perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahauan khususnya di bidang
peternakan.

Jambi, Maret 2020

Reta Aditya
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ​ i
DAFTAR ISI ​ ii
DAFTAR TABEL ​ iii
DAFTAR GAMBAR ​ iv
DAFTAR LAMPIRAN ​ v
BAB I. PENDAHULUAN ​ 1
1.1. Latar Belakang ​ 1
1.2. Tujuan Penelitian ​ 2
1.3. Manfaat Penelitian ​ 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ​ 4
2.1. Daging ​ 4
2.2. Bakso ​ 5
2.3. Bakteri Asam Laktat (Pediococcus pentosaceus) ​ 6
2.4. Bakteri Patogen Escherischia coli ​ 9
2.5. Bakteri Patogen Staphylococcus aureus ​ 10
BAB III. MATERI DAN METODA ​ 12
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ​ 12 ​
3.2. Materi dan Peralatan Penelitian ​ 12
3.3. Metoda Penelitian ​ 12
3.3.1. Penyegaran Bakteri ​ 12
3.3.2. Produksi Antimikroba ​ 13
3.3.3. Pembuatan Bakso Daging Sapi ​ 13
3.3.4. Persiapan Media Pertumbuhan Bakteri ​ 13
3.3.5. Aplikasi Substrat Antimikroba pada Bakso
Daging Sapi ​ 14
3.4. Rancangan Penelitian ​ 15
3.5. Peubah yang Diamati ​ 16
3.6. Analisis Data ​ 18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ​ 19
4.1. Nilai pH Daging Sapi Segar dan Substrat Antimikroba ​ 19
4.2. Nilai pH Bakso ​ 20
4.3. Perhitungan Total mikroba ​ 21
4.4. Perhitungan Staphylococcus aureus ​ 23
4.5. Perhitungan E. Coli ​ 24
BAB V. KESIMPULAN ​ 27
5.1. Kesimpulan ​ 27
DAFTAR PUSTAKA ​ 28
LAMPIRAN ​ 32
DAFTAR TABEL
Tabel ​ ​ ​ ​ ​ ​ ​ ​ ​
Halaman
1. Syarat mutu bakso daging sapi menurut SNI 01-3818-1995 ​ 6

2. Hasil pengujian aktivitas antibakteri BAL proteolitik BAF715


terhadap uji E.colli, S. aureus, Salmonella, L. monocytogenesis,
B. cereus dan proteus ​ 8
3. Nilai pH daging sapi segar dan substrat antimikroba ​ 19
4. Jumlah koloni bakteri E.coli pada bakso daging sapi ​ ​ 25

DAFTAR GAMBAR

Gambar ​ ​ ​ ​ ​ ​ ​ ​
Halaman
1. Bakteri Pediococcus pentosaceus ​ 8
2. Diagram alir aplikasi substrat antimikroba pada bakso daging sapi ​
15
3. Histogram nilai pH bakso daging sapi ​ 20
4. Histogram jumlah total mikroba bakso daging sapi ​ 22
5. Histogram jumlah Staphylococcus aureus bakso daging sapi ​ 23

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Analisis ragam dari data pH bakso daging sapi berdasarkan
rancangan acak lengkap ​ 32
2. Analisis ragam dari data total mikroba bakso daging sapi
berdasarkan rancangan acak lengkap ​ 34
3. Analisis ragam dari data Staphylococcus aureus bakso
daging sapi berdasarkan rancangan acak lengkap ​ 35


viii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan asal ternak yang
permintaanya terus meningkat dan mengandung nutrisi berupa air, protein, lemak,
mineral, dan sedikit karbohidrat (glikogen dan glukosa). Daging sapi memiliki
cita rasa yang lezat sehingga banyak digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan produk pangan, seperti nugget, bakso, cornet. Salah satu produk
olahan yang banyak diminati oleh masyarakat dengan harga terjangkau yaitu
bakso.
Bakso merupakan salah satu pangan yang terbuat dari daging segar yang
digiling dengan campuran tepung tapioka, bumbu-bumbu dan es batu. Menurut
Kusnadi et al. (2012) produk olahan bakso pada umumnya menggunakan bahan
baku daging dan tepung. Daging yang biasanya dipakai adalah daging sapi,
daging ayam dan daging ikan sedangkan tepung yang biasanya dipakai yaitu
tepung tapioka. Bakso sangat mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme
patogen, sehingga diperlukan bahan pengawet untuk meningkatkan masa
simpannya, bakso yang tidak diberi penambahan bahan pengawet tidak akan
mampu bertahan dari 3 hari pada suhu refrigerator (4ºC), sedangkan bakso yang
diberi penambahan bahan pengawet mampu bertahan selama 5 hari pada suhu
refrigerator (Paulus, 2009).
Pengawetan pada bakso biasa dilakukan secara kimiawai, namun cara ini
dapat menganggu kesehatan konsumen. Cara lain untuk mengawetkan bakso yaitu
secara alami atau biopreservatif dengan menambahkan substrat antimikroba
bakteri asam laktat (BAL). BAL dapat menurunkan nilai pH yang akan
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. BAL yang dapat diapalikasi ke bakso
daging sapi agar masa simpan bakso lebih lama salah satunya yaitu bakteri
Pediococcus pentosaceus BAF 715.
Pediococcus pentosaceus adalah bakteri homofermentatif (sebagian besar
hasil akhir merupakan asam laktat sekitar 80%) yang dapat tumbuh pada berbagai
tekanan pH, suhu dan osmotik, sehingga mampu menjajah saluran pencernaan
yang berperan sebagai antimikroba dalam makanan dan menghasilkan protein dari
aktivitas proteolitik yang dapat mempertahankan kualitas mikrobiologis bakso.
Mozzi et al. (2010) menyatakan bahwa BAL homofermentatif yang memproduksi
sebagian besar asam laktat sedangkan BAL heterofermentatif yang selain
memproduksi asam laktat juga memproduksi produk fermentasi seperti asam
asetat, etanol, gas karbon dioksida dan asam format. Akan tetapi salah satu
o
kelemahan Pediococcus yaitu tidak dapat tumbuh pada suhu 50 C. Wikandari et
al. (2012) menyatakan bahwa Pediococcus dicirikan juga dengan kemampuan
o
isolat untuk tumbuh pada pH 8,6 dan pH 4,2, serta tumbuh pada suhu 45 C tetapi
o
tidak dapat tumbuh pada 50 C. Keunggulan bakteri Pediococcus pentosaceus
dapat membunuh mikroorganisme patogen dalam fermentasi daging dikarenakan
kemampuannya menghasilkan asam organik. Selain itu, fermentasi dengan bakteri
ini juga meningkatkan kestabilan makanan dalam masa penyimpanan dan
menghasilkan produk yang lebih banyak mengandung protein. Hasil penelitian
Afriani (2018) isolat BAL proteolitik BAF715 memiliki karakteristik Gram-
positif, berbentuk bulat, bersifat homofermentatif, tidak motil, katalase negatif,
tidak dapat tumbuh pada kadar garam 6,5%, dapat tumbuh pada pH 3-8, tidak
o o
dapat tumbuh pada suhu 50 C dan suhu 10 C. Selanjutnya dinyatakan isolat BAL
proteolitik BAF715 mempunyai aktivitas antibakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen.
Hal inilah yang mendasari akan dilakukan penelitian dalam upaya
mendapatkan informasi tentang kemampuan antimikroba bakteri Pediococcus
pentosaceus untuk menghambat bakteri patogen dalam mempertahankan kualitas
mikrobiologis.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh level konsentrasi antimikroba Pediococcus pentosaceus
BAF715 terhadap kualitas mikrobiologis bakso daging sapi selama
penyimpanan dingin
2. Mengetahui level konsentrasi terbaik dari substrat antimikroba Pediococcus
pentosaceus BAF715 terhadap kualitas mikrobiologis bakso daging sapi
dengan penyimpanan dingin.

1.3. Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa senyawa antimikroba Pediococcus pentosaceus BAF715 dapat
meningkatkan kualitas mikrobiologis bakso daging sapi selama penyimpanan
suhu dingin.

​BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daging
Menurut Soeparno (1998) daging sapi mengandung sekitar 75% air,
dengan kisaran (68%-80%), protein sekitar 19%, dengan kisaran (16%-22%),
mineral 1% serta lemak sekitar 2.5%, dengan kisaran (1.5-13.0%). Rohmah et al.
(2018) menyatakan bahwa daging sapi umumnya digunakan sebagai salah satu
menu dalam makanan, baik sebagai daging secara murni atau dibuat dalam bentuk
berbagai macam olahan, mulai dari sate, rawon, gulai, sosis, bakso dan lain
sebagainya. Menurut Komariah et al. (2009) standar pH daging hewan yang sehat
dan cukup istirahat yang baru dipotong yaitu sekitar 7-7,2 dan akan terus menurun
selama 24 jam, nilai pH postmortem akan ditentukan oleh jumlah asam laktat
yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob.
Daging sapi merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri,
sehingga mudah mengalami kerusakan (Nurwanto et al., 2012). pH yang
menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri pada daging sapi yaitu sekitar 5,3 – 6,5
(Soeparno, 1998). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3,
karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis
anaerob tidak aktif berkerja (Soeparno, 2009).
Daging yang disimpan pada suhu kamar dengan waktu tertentu akan
mengalami kerusakan akibat oleh mikroorganisme (Susanto, 2014). Menurut
Suradi (2012) penyimpanan daging kerbau pada suhu kamar selama 12 jam sudah
mendekati kebusukan dan penyimpanan selama 18 jam sudah dinyatakan busuk.
Kerusakan daging oleh mikroorganisme mengakibatkan penurunan mutu daging.
Jumlah dan jenis mikroorganisme ditentukan oleh penanganan sebelum
penyembelihan ternak dan tingkat pengendalian hiegines dan sistem sanitasi yang
baik selama penanganan hingga dikonsumsi (Usmiati, 2010). Komariah et al.
(2009) Nilai pH daging pada 6 jam postmortem sebesar 5,75. Nilai pH daging ini
akan menurun atau masih belum stabil hingga mencapai pH ultimat daging
normal yaitu sekitar 5,5.

2.2. Bakso
​Menurut Utami (2007) bakso adalah salah satu produk olahan yang berasal
dari daging, merupakan makanan yang sangat populer dan digemari oleh
masyarakat, karena rasanya yang enak, bergizi serta harganya sangat terjangkau.
Kusnadi et al. (2012) menyatakan bahwa produk olahan bakso pada umumnya
menggunakan bahan baku daging dan tepung. Daging yang biasanya dipakai
adalah daging sapi, daging ayam dan daging ikan sedangkan tepung yang
biasanya dipakai yaitu tepung tapioka.
Menurut Tahrir dan Retry (2009) bakso yang belum mengalami proses
penyimpanan memiliki rataan nilai pH yang lebih tinggi sekitar 5,93-6,02
dibandingkan dengan bakso yang telah mengalami proses penyimpanan selama 2
ataupun 3 minggu sekitar 5,66-5,20. Menurut Firahmi et al. (2015) jika pH tinggi,
maka daya ikat air juga tinggi, karena protein otot tidak terdenaturasi. Faktor
yang mempengaruhi nilai pH daging adalah faktor intrinsik (spesies, tipe otot,
glikogen otot, dan variabilitas diantara ternak) dan faktor ekstrinsik (temperatur
lingkungan, perlakuan aditif sebelum pemotongan dan stress sebelum
pemotongan).
Bakso merupakan produk olahan daging yang memiliki nutrisi tinggi
sehingga masa simpan maksimalnya adalah 1 hari (12-24 jam) (Angga, 2007).
Menurut Sari dan Widjarnako (2015) pembuatan bakso daging sapi dengan
proporsi terbaik adalah tepung tapioka 29%, tepung porang 3% dengan
penambahan NaCl 6% memiliki karakteristik kadar air 72.20%, kadar abu 2.21%,
kadar protein 7.53%, kadar pati 8.97%, kadar lemak 6.84%, kalori 413.61 Kkal/g,
kadar serat kasar 1.21%, kadar oksalat 0.99%, dan kadar glukomannan 2.86%.
Penyimpanan bakso pada suhu ruang akan mengalami penurunan kualitas, oleh
karena itu diperlukan suhu dan lama simpan yang tepat (Fitrianto et al., 2014).
Menurut Paulus (2009) bakso yang tidak diberi penambahan bahan pengawet
tidak akan mampu bertahan lebih dari tiga hari pada suhu refrigerator (4ºC).
Menurut BSN (1995) dalam SNI 01-3818-1995, syarat mutu bakso daging sapi
tercantum pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Syarat mutu bakso daging sapi menurut SNI 01-3818-1995
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Bau - Nornal, khas daging
2 Rasa - Gurih
3 Warna - Normal
4 Tekstur - Kenyal
5 Air %b/b Maks. 70,0
6 Abu %b/b Maks. 3,0
7 Protein %b/b Min. 9,0
8 Lemak %b/b Maks. 2,0
9 Angka Lempeng total koloni/g Maks. 1 x 105
10 Escherichia coli APM/g < 3
11 Enterococci Koloni/g Maks 1 x 103
12 Clostridium perfringens Koloni/g Maks 1 x 102
13 Salmonella - Negatif
14 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 1 x 102
Sumber: BSN (1995)
​Paramitasari (2009) menyatakan bahwa rataan nilai ph pada bakso dengan
konsentrasi yang berbeda yaitu 5,73±0,68 dengan kisaran 5,2±0.3 s/d 6,5±0,2.
2.3. Bakteri Asam Laktat Pediococcus pentosaceus
Menurut Hafsan (2014) bakteri asam laktat mampu berperan sebagai
penghasil senyawa antimikroba, baik melalui penggunaannya secara langsung di
dalam makanan pada proses fermentasi maupun melalui metabolit-metabolit yang
dihasilkannya untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan kualitas produk
serta menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk. Penggunaan
supernatan antimikroba BAL dengan perendaman agar asam organik dari
supernatan antimikroba dapat berdifusi ke dalam bakso, terionisasi dan akhirnya
memecahkan inti sel dari bakteri psikrofilik (Paulus, 2009). Hafsan (2014)
menyatakan bahwa senyawa antimikroba adalah senyawa kimiawi atau biologis
yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Senyawa
antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik
(menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi
spora bakteri).
Metabolit-metabolit bakteri asam laktat yang berfungsi sebagai senyawa
antimikroba antara lain asam organik (asam laktat dan asam asetat), bakteriosin,
hidrogen peroksida (Ouwehand dan Vesterlund, 2004), yang dapat membunuh
bakteri patogen dan pembusuk (Desniar et al., 2012). Asam organik dalam pangan
dapat berfungsi sebagai asidulan atau pengawet, sementara garamnya atau ester
dapat menjadi antimikroba yang efektif pada pH mendekati netral, asam laktat
adalah produk utama bakteri asam laktat, sedangkan asam asetat, propionat, malat
dan asam-asam lainnya dengan konsentrasi beragam juga dihasilkan tergantung
jenis produk dan mikroba yang digunakan (Hafsan, 2014). Bakteriosin yang
diproduksi oleh bakteri asam laktat merupakan senyawa antimikroba yang telah
banyak dimanfaatkan sifat antagonistiknya dalam bidang biopreservatif pangan,
maupun kemampuannya dalam menghambat bakteri Gram positif dan atau Gram
negatif dan sebagai terapeutik (Ali dan Radu, 1998). Menurut Hafsan (2014) salah
satu keuntungan penggunaan bakteriosin BAL sebagai antimikroba yakni
kemampuannya dalam mengeliminer mikroba-mikroba patogen dan pembusuk
makanan asal susu dan daging dengan karakteristik substansi antimikroba
tersebut, yakni tidak toksik, mampu menghambat dalam kadar yang rendah dan di
hasilkan oleh bakteri yang tergolong GRAS (generally recognised as safe) yaitu
mikroba yang tidak beresiko terhadap kesehatan. Bakteri asam laktat (BAL)
memproduksi hidrogen peroksida di bawah kondisi pertumbuhan aerob, dan
karena berkurangnya katalase selular, pseudokatalase atau peroksidase. Hidrogen
peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dapat dijadikan
sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi dan bahkan virus. (Ouwehand dan
Vesterlund, 2004).
P. pentosaceus termasuk ke dalam Genus Pediococcus yang merupakan
bakteri Gram positif. Bakteri pada genus ini adalah BAL satu-satunya yang bisa
membagi tubuhnya tegak lurus secara langsung membentuk tetrad. Sel bakteri ini
dalam bentuk tunggal berbentuk sperikal dengan ukuran diameter 0.6 – 1.0 µm,
bakteri ini bersifat anaerob fakultatif sampai mikroaerofilik, tidak bergerak, dan
tidak berspora (Schlegel et al., 2010). Pediococcus dicirikan juga dengan
kemampuan isolat untuk tumbuh pada pH 8,6 dan pH 4,2, serta tumbuh pada suhu
o o
45 C tetapi tidak dapat tumbuh pada 50 C (Wikandari et al., 2012).
Gambar 1. Bakteri Pediococcus pentosaceus
Menurut Bagenda et al. (2008) P. pentosaceus masih optimal tumbuh pada
pH 5,0 P.pentosaceus membentuk D(-) dan L(-) laktat dari glukosa, selain itu
mengubah asam malat menjadi L(+)-laktat. Hasil penelitian Afriani (2018) isolat
BAL proteolitik BAF715 memiliki karakteristik Gram-positif, berbentuk bulat,
bersifat homofermentatif, tidak motil, katalase negatif, tidak dapat tumbuh pada
kadar garam 6,5%, dapat tumbuh pada pH 3-8, tidak dapat tumbuh pada suhu
o o
50 C dan suhu 10 C. Selanjutnya dinyatakan isolat BAL proteolitik BAF715
mempunyai aktivitas antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
patogen, Gram-negatif maupun Gram-positif dapat dilihat pada tabel 2 sebagai
berikut:
Tabel 2. Hasil pengujian aktivitas antibakteri BAL proteolitik BAF715 terhadap
uji E.colli, S. aureus, Salmonella, L. monocytogenesis, B. cereus dan
proteus.
No Bakteri Uji Zona hambat (mm)
1 Proteus 16,1
2 S.aureus ATTC 25923 15,0
3 Salmonella ATTC 14028 14,1
4 E. colli ATTC 25922 13,5
5 L. monocygenes ATTC 7644 12,7
6 B.cereus ATTC 11778 12,3
Sumber: Afriani (2018)
Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi konsentrasi maka akan
semakin tinggi daya hambat suatu antimikroba (Hidayat, 2014). Oleh karena
mekanisme penghambatan yang menarget membran sel, maka bakteri Gram
negatif cenderung lebih tahan terhadap kondisi ini dikarenakan memiliki
membran ganda dan lapisan peptidoglikan (Chatterjee dan Chaudhuri, 2012).
2.4. Bakteri Patogen Escherischia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang,
termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini mempunyai ukuran
panjang 2,0-6,0 µ, sering terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan,
bersifat motil atau non motil dengan flagella peritrikat dan bersifat anaerobik
o
fakultatif, kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 C dengan suhu optimum
o
37 dengan nilai pH medium optimum pertumbuhannya 7,0-7,5, bakteri ini sering
digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz, 1992). Menurut Arlita
et al. (2014) Enterobacteriaceae tahan panas, termasuk strain E. coli mampu
bertumbuh hingga 44°C dan memiliki suhu minimum untuk pertumbuhan lebih
dari 7-8°C. Aktivitas mikroba juga dipengaruhi oleh penyimpanan, dimana
semakin lama penyimpanan produk maka jumlah bakteri patogen semakin
meningkat (Rohana et al., 2016).
Pada hari sebelum masa simpan, baik bakso yang direndam maupun bakso
tanpa perendaman, tidak terdapat pertumbuhan E. coli. Hal dikarenakan bakso
telah mengalami masa pematangan yang menyebabkan bakteri E. coli pada bakso
menjadi mati. E. coli relatif peka terhadap panas, segera hancur oleh suhu
pasteurisasi dan pemanasan (Anriana, 2015). Pemberian substrat antimikroba
mulai menunjukkan daya menghambatnya pada konsentrasi 50% dan proses
penghambatan terlihat pada konsentrasi 100% dengan penyimpanan 4 hari
(Paramitasari, 2009). Proses penghambatan E. coli juga dipengaruhi oleh pH yang
rendah. Nilai pH rendah disebabkan substrat antimikroba dapat menghasilkan
diasetil yang lebih efektif menghambat bakteri Gram negatif dibandingkan
dengan Gram positif, diasetil juga dapat mengintervensi arginin pada Gram
negatif, dimana Gram negatif dapat dihambat oleh 200 µg/ml diasetil, sedangkan
bakteri Gram positif memerlukan 300 µg/ml dan E. coli membutuhkan pH
optimum 6-7 untuk pertumbuhan (Lay dan Hastowo, 1992).
Pada beberapa kasus, E. coli adalah bakteri yang paling banyak
menimbulkan infeksi saluran cerna, tingginya angka kejadian ini disebabkan
karena keadaan higienis makanan, minuman dan air yang dikonsumsi kurang
baik, serta dipengaruhi oleh higienis lingkungan sekitar (Octaviani, 2007).
Menurut Buckle et al. (2007) E. coli terdapat secara normal dalam alat-alat
pencernaan manusia dan hewan. Bakteri ini bersifat enterophatogenik dan dikenal
sebagai penyebab diare pada bayi. Beberapa galurnya juga sebagai penyebab
diare pada orang dewasa. Organisme ini berada di dapur dan di tempat-tempat
persiapan bahan pangan melalui bahan baku dan selanjutnya masuk ke makanan
yang telah dimasak melalui tangan, permukaan alat alat, tempat-tempat masakan
dan peralatan lainnya. Masa inkubasi adalah 1-3 hari dan gejalanya menyerupai
gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Salmonella atau
disentri.
2.5. Bakteri Patogen Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, bentuk kokus
dengan penataan berpasangan dan bergerombol. Mikroba ini bersifat aerobik atau
anaerobik fakultatif, katalase positif, oksidase negatif, famili non motil, tidak
membentuk spora dan fermentatif (Lay dan Hastowo, 1992). Bakteri ini
mempunyai beberapa galur yang membe ntuk pigmen kuning keemasan dan tidak
larut air. S. aureus membutuhkan aktivitas water (aw) optimal 0,990-0,995 dan
o
memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan yaitu 35-38 C (Jay, 2000).
Staphylococcus aureus termasuk kelompok psikrofilik yang mampu tumbuh pada
o o
suhu rendah (<5-7 C) dengan suhu optimum (30-37 C), kisaran pH pertumbuhan
antara 4-9, dengan optimum pH 7-7,5 (Bennet dan Monday, 2003). S. aureus
pada media MSA, pada suhu 37°C, selama 24 jam ditandai dengan timbulnya
perubahan warna media MSA dari merah menjadi kuning atau terlihatnya koloni
yang berwarna kuning (Rahayu et al., 2014).
Menurut Paramitasari (2009) pemberian substrat antimikroba secara nyata
menurunkan pertumbuhan S. aureus mulai konsentrasi 50%, pada penyimpanan
hari ke-2 pertumbuhan S. aureus belum menunjukan hasil pada hari ke-4
menunjukkan peningkatan populasi, hal ini mungkin karena daya hambat dari
substrat antimikrobanya mulai melemah sementara pertumbuhan S. aureus masuk
pada fase percepatan. Menurut Riyadi (2017) bakteriosin yang diproduksi oleh
P.pentosaceus 2A2 telah terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap
S.aureus. Hasil zona hambat yang telah diperoleh menunjukkan bahwa pada
konsentrasi 100% (v/v) Supernatan Bebas Sel (SBS) memiliki efektivitas
penghambatan yang baik. Menurut Siagian (2002) toksikasi stapilokoki,
disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Gejala-gejala
yang ditimbulkan oleh intoksikasi terlihat setelah 3-12 jan setelah memakan
bahan makanan tersebut dan ditandai oleh muntah-muntah ringan dan diare.
BAB III
MATERI DAN METODA
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan dan
Laboratorium Terpadu Universitas Jambi, di mulai pada tanggal 03 Agustus 2019
sampai tanggal 22 Agustus 2019.

3.2. Materi dan Peralatan Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pediococcus
8
pentosaceus BAF715 (10 ) (Afriani, 2018), daging sapi (yang dibeli di pasar
Angso Duo, Jambi), bawang putih, lada, garam, Sodium tripolifosfat (STPP), es
batu dan tepung tapioka (Paramitasari, 2009). Media untuk pertumbuhan bakteri
yang akan digunakan adalah de Man Rogosa Sharp Broth (MRS-B) untuk
pertumbuhan BAL, Nutrient Agar (NA) untuk menghitung total bakteri, Eosin
Methyl Blue agar (EMBA) untuk pertumbuhan bakteri E.colli, Mannitol Salt Agar
(MSA) untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus, pepton dan aquades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah food processor,
timbangan digital, plastik, kompor, papan iris, tisu, cawan petri, pipet volumetrik,
pipet 5 ml, mikropipet, tabung reaksi, inkubator, pH meter, kertas saring
Whatman No. 41, penggaris, autoklaf, aluminium foil, tabung ependorf, pinset
steril, erlenmeyer, beker glass, sentrifuge, vortex, laminator air flow, coolerbox,
kain kasa, magnetik stirer, kapas, benang wol dan refrigerator.

3.3. Metoda Penelitian


3.3.1. Penyegaran bakteri
​Bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan dalam penelitian ini adalah
o
Pediococcus pentosaceus BAF715 telah disimpan pada suhu dingin -20 C,
sehingga sebelum digunakan dilakukan penyegaran. Pertama diambil BAL
sebanyak 10 ml dari tabung ependof dan dimasukkan ke dalam elenmeyer,
ditambahkan 90 ml MRS Broth. Lalu dihomogenisasi dan diinkubasi pada suhu
o
37,5 C selama 24 jam.
3.3.2. Produksi Antimikroba
Pediococcus pentosaceus BAF715 yang sudah disegarkan kemudian
diambil sebanyak 5% dan dimasukkan ke dalam 500 ml MRS Broth. Setelah itu,
bakteri asam laktat (BAL) Pediococcus pentosaceus BAF715 dimasukkan ke
o
dalam elenmeyer dan diinkubasi selama kurang dari 48 jam pada suhu 37,5 C.
Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung ependof dan disentrifuge dengan
kecepatan putar 6.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4ºC. Setelah itu terdapat
endapan berwarna putih dan cairan yang dihasilkan dinamakan supernatan yang
mengandung substrat antimikroba. Kemudian disaring dengan menggunakan
kertas saring ke dalam beker glass.
3.3.3. Pembuatan Bakso Daging Sapi
Bakso dibuat dengan menggunakan daging sapi sebanyak 300 gram yang
digiling dengan menggunakan food processor hingga hancur. Bahan-bahan yang
digunakan antara lain tepung tapioka 20% dari berat daging yang digunakan,
STPP 0,6% dari berat daging yang digunakan, garam 2,5% dari berat daging yang
digunakan, lada 0,5% dari berat daging yang digunakan, bawang putih 3% dari
berat daging yang digunakan dan es batu secukupnya. Bahan-bahan yang sudah
dicampur tersebut dicetak menjadi bulatan-bulatan kemudian bakso dimasukkan
ke dalam air mendidih selama 10-15 menit, setelah bakso mulai mengambang
diangkat dan ditiriskan (Paramitasari, 2009).
3.3.4. Persiapan Media Pertumbuhan Bakteri
de Man Rogosa Sharp Broth (MRS-B)
​de Man Rogosa Sharp Broth (MRS-B) merupakan media tumbuh yang
digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat Pediococcus pentosaceus. Cara
Cara pembuatan media agar yaitu dengan melarutkan de Man Rogosa Sharp Broth
(MRS-B) sebanyak 52,2 gram dalam 1 liter aquades dan dipanaskan di atas
o
kompor. Larutan tersebut kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121 C
selama 15 menit (Trinanda, 2015).

Nutrient Agar (NA)


Nutrient Agar (NA) merupakan media tumbuh yang digunakan untuk
menghitung jumlah mikroba yang terdapat pada bakso daging sapi. Cara
pembuatan media agar yaitu timbang 28 gram Nutrient Agar dengan
menggunakan neraca analitik dan dilarutkan dalam 1 liter aquades. Lalu
dipanaskan sambil diaduk hingga larut dengan sempurna. Sterilisasikan dengan
o
mengguanakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 C (Rosyidah, 2016).
Eosin Methylen Blue Agar (EMBA)
Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) merupakan media tumbuh yang
digunakan untuk menghitung jumlah E.coli yang terdapat pada bakso daging sapi.
Cara pembuatan media agar yaitu dengan melarutkan Eosin Methylen Blue Agar
(EMBA) sebanyak 36 gram dalam 1 liter aquades dan dipanaskan di atas kompor.
o
Larutan tersebut kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121 C selama
15 menit (Paramitasari, 2009).

Mannitol Salt Agar (MSA)

Medium Mannitol Salt Agar (MSA) ditimbang sebanyak 108 gram, lalu
dimasukan ke dalam gelas beker 1000 ml. Kemudian ditambahkan aquades 1 liter
ke dalam gelas beker, selanjutnya dipanaskan di atas hot plate dan dihomogenkan
atau dilarutkan menggunakan magnetic stirrer. Setelah media tersebut larut dan
mendidih, selanjutnya dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Rahmawati, 2017).
3.3.5. Aplikasi Substrat Antimikroba pada Bakso Daging Sapi
Bakso daging sapi dimasukkan ke dalam 5 beker glass yang steril masing-
masing sebanyak 10 butir dan direndam selama 30 menit. Kemudian ditambahkan
substrat antimikroba sebanyak 10 ml. Konsentrasi substrat yang digunakan adalah
100%, 90%, 80%, 70% dan 60%. Setelah 30 menit masing-masing bakso diangkat
dan dimasukkan ke dalam kantong plastik steril, setelah itu direkatkan dengan
siler kemudian bakso disimpan ke dalam refrigerator selam 10 hari. Setelah 10
hari bakso dikeluarkan dari refrigerator dan dilakukan pengujian yaitu meliputi
total mikroba, E. Coli dan Staphylococcus aureus. Tahapan penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut ini

​ ​ ​ ​ ​ ​
Gambar 1. Diagram alir aplikasi substrat antimikroba pada bakso daging sapi

3.4. Rancangan Penelitian


Rancangan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan sehingga akan
diperoleh satuan percobaan sebanyak 20 percobaan. Adapun perlakuannya
sebagai berikut :
P0 = 100 ml konsentrasi substrat anti mikroba
P1 = 90 ml konsentrasi substrat anti mikroba+ 10 ml aquades steril
P2 = 80 ml konsentrasi substrat anti mikroba+ 20 ml aquades steril
P3 = 70 ml konsentrasi substrat anti mikroba+ 30 ml aquades steril
P4 = 60 ml konsentrasi substrat anti mikroba+ 40 ml aquades steril
Model statistika yang digunakan sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1995).
Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
Yij ​ = nilai pengamatan pada perlakauan ke-i (0, 1, 2, 3, 4) dan ulangan
ke-j (1, 2, 3, 4)
µ ​= nilai rata-rata umum (nilai harapan)
αi ​= Pengaruh perlakuan ke-i (i = 0, 1, 2, 3, 4)
εij ​= Galat percobaan pada perlakuan ke-i dari ulangan ke-j
3.5. Peubah yang diamati
Nilai pH Bakso (AOAC, 1995)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Caranya
adalah pH meter dikalibrasi dengan larutan standar (pH 4 dan 7), kemudian
sampel bakso yang sudah dihancurkan dan diambil sebanyak 10 gram dan
dilarutkan ke dalam 100 ml aquades lalu elektroda pH meter dimasukkan ke
dalam larutan bakso dan dilihat nilai pHnya.
Perhitungan Total mikroba (APHA, 1992)
Bakso daging sebanyak 5 gr digiling kemudian ambil 1 gr dilarutkan ke
dalam 9 ml pepton ke dalam tabung reaksi dan ditutup menggunakan kapas lalu
dihomogenkan dengan vortage sehingga didapatkan pengenceran sepersepuluh
-1
(P ). Sampel yang telah diencerkan diambil dengan menggunakan mikro pipet
-4.
untuk diencerkan kembali sampai pengenceran 10 Kemudian sebanyak masing-
-4 -6
masing 1 ml dari tiap pengenceran yang dikehendaki (P sampai P ) dipindahkan
ke dalam cawan petri steril. Media agar Nutrient Agar (NA) di tambahkan ke
dalam cawan petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan metode tuang
sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8. Cawan petri (agar yang
sudah membeku) direkatkan dengan plastik perekat lalu diinkubasi dengan posisi
o
terbalik pada suhu 37 C selama 48 jam. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai
jumlah total mikroba pada sampel bakso daging. Cara penghitungan koloni adalah
sebagai berikut :
Total Mikroba = jumlah koloni x x
Perhitungan E. coli (APHA, 1992)
Bakso daging sebanyak 5 g digiling kemudian ambil 1 gr dilarutkan ke
dalam 9 ml pepton ke dalam tabung reaksi dan ditutup menggunakan kapas lalu
dihomogenkan dengan vortage sehingga didapatkan pengenceran sepersepuluh
-1
(P ). Sampel yang telah diencerkan diambil dengan menggunakan mikro pipet
-3
untuk diencerkan kembali sampai pengenceran 10 . Kemudian sebanyak masing-
-1 -3
masing 1 ml dari tiap pengenceran yang dikehendaki (P sampai P ) dipindahkan
ke dalam cawan petri steril. Media agar Eosin Methylen Blue Agar (EMBA)
ditambahkan ke dalam cawan petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan
metode tuang sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8. Cawan
petri (agar yang sudah membeku) direkatkan dengan plastik perekat lalu
o
diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 C selama 48 jam. Koloni yang
tumbuh dihitung sebagai jumlah E. coli pada sampel bakso daging. Cara
penghitungan koloni:
Σ E. coli = jumlah koloni x x
Perhitungan Staphylococcus aureus (APHA, 1992)
Bakso daging sebanyak 5 g digiling kemudian ambil 1 gr dilarutkan ke
dalam 9 ml pepton ke dalam tabung reaksi dan ditutup menggunakan kapas lalu
dihomogenkan dengan vortage sehingga didapatkan pengenceran sepersepuluh
-1
(P ). Sampel yang telah diencerkan diambil dengan menggunakan mikro pipet
-3
untuk diencerkan kembali sampai pengenceran 10 Kemudian sebanyak masing-
-1 -3
masing 1 ml dari tiap pengenceran yang dikehendaki (P sampai P ) dipindahkan
ke dalam cawan petri steril. Media agar Mannitol Salt Agar (MSA) ditambahkan
ke dalam cawan petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan metode tuang
sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8. Cawan petri (agar yang
sudah membeku) direkatkan dengan plastik perekat lalu diinkubasi dengan posisi
o
terbalik pada suhu 37 C selama 48 jam. Koloni Staphylococcus aureus berwarna
hitam dikelilingi kuning. Cara penghitungan koloni:
∑ Staphylococcus aureus = jumlah koloni x x
3.6. Analisis Data
​Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Bila
terdapat hasil yang nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui
perlakuan yang terbaik dari lima perlakuan (Steel and Torrie, 1995).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Nilai pH Daging Sapi Segar dan Substrat Antimikroba
​Daging yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bagian paha depan (fore
shank). Penilaian kualitas daging segar dilihat dari nilai pH. Apabila nilai pH
tinggi daging tidak layak digunakan lagi. Nilai pH merupakan nilai yang penting
karena menunjukkan kondisi keasaman suatu substrat yang akan mempengaruhi
pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Nilai pH Daging Sapi Segar dan Substrat Antimikroba.
Peubah Nilai
pH daging sapi segar 5,6
pH substrat antimikroba 3,4

Berdasarkan tabel 3, nilai pH pada daging sapi segar yaitu 5,6. Hal ini
lebih rendah dari pendapat Komariah et al. (2009) Nilai pH daging pada 6 jam
postmortem sebesar 5,75. Nilai pH daging ini akan menurun atau masih belum
stabil hingga mencapai pH ultimat daging normal yaitu sekitar 5,5. Hal ini
disebabkan dari laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen dalam otot.
Tetapi masih layak digunakan karena masih mencapai pH ultimat daging normal.
Berdasarkan tabel diatas, nilai pH substrat antimikroba bakteri
Pediococcus pentosaceus BAF715 yaitu 3,4, dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa substrat antimikroba yang dihasilkan dari bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 bersifat sangat asam. Hal ini karena bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 bersifat homofermentatif yaitu sekitar 80% menghasilkan asam laktat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Afriani (2018) isolat BAL proteolitik BAF715
memiliki karakteristik Gram-positif, berbentuk bulat, bersifat homofermentatif,
tidak motil, katalase negatif, tidak dapat tumbuh pada kadar garam 6,5%, dapat
o o
tumbuh pada pH 3-8, tidak dapat tumbuh pada suhu 50 C dan suhu 10 C.
​Bakteri Pediococcus pentosaceus BAF715 termasuk bakteri asam laktat
(BAL) yang menghasilkan senyawa antimikroba dan dapat menjadi pengawet
alami untuk pangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hafsan (2014) bakteri asam
laktat mampu berperan sebagai penghasil senyawa antimikroba, baik melalui
penggunaannya secara langsung di dalam makanan pada proses fermentasi
maupun melalui metabolit-metabolit yang dihasilkannya untuk memperpanjang
masa simpan, meningkatkan kualitas produk serta menghambat pertumbuhan
mikroba patogen dan pembusuk.
4.2. Nilai pH Bakso
​ engaruh level konsentrasi substrat antimikroba yang berbeda terhadap
P
kualitas bakso daging sapi ditinjau dari nilai pH dapat dilihat pada gambar 2.

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata
(P<0,01). P0: Konsentrasi substrat antimikroba 100%; P1: Konsentrasi substrat
antimikroba 90%; P2: Konsentrasi substrat antimikroba 80%; P3: Konsentrasi
substrat antimikroba 70%; P4: Konsentrasi substrat antimikroba 60%.
Gambar 3. Histogram nilai pH bakso daging sapi
Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengaruh level konsetrasi
substrat antimikroba yang berbeda pada bakso daging sapi yang disimpan pada
suhu dingin memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,05) terhadap nilai pH
bakso daging sapi ( Lampiran 1). Hal ini menunjukkan semakin tinggi pemberian
level konsentrasi substrat antimikroba maka nilai pH bakso akan semakin
menurun. Diduga karena banyaknya asam organik yang terkandung di dalam
bakso perlakuan sehingga semakin efektif dalam menghambat bakteri patogen
yang menyebabkan nilai pH bakso menurun. Asam organik yang terkandung
didalam substrat antimikroba pada level konsentrasi 100% memiliki pH yang
asam yaitu 3,4 dibandingkan dengan level konsentrasi yang lebih rendah. Hal
inilah yang menyebabkan pH bakso semakin meningkat dengan menurunnya level
konsentrasi substrat antimikroba.
Hasil uji duncan menunjukkan bahwa P0 ≠ P1, P3 dan P4 tetapi P0 = P2 (
Lampiran 1). Rataan nilai pH hasil penelitian ini adalah 4,85±0,35 dengan kisaran
4,45±0,06 s/d 5,35±0,24. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian
Paramitasari (2009) rataan nilai pH pada bakso dengan konsentrasi yang berbeda
yaitu 5,73±0,68 dengan kisaran 5,2±0.3 s/d 6,5±0,2. Semakin besar konsentrasi
substrat antimikroba maka semakin rendah nilai pH. Hal ini dikarenakan
penambahan substrat antimikroba bakteri Pediococcus pentosaceus yang
digunakan mengandung asam organik (asam laktat dan asam asetat), bakteriosin,
hidrogen peroksida dan memiliki pH yang sangat rendah yaitu 3,4. Menurut
Fitrianto (2014) mikroorganisme dalam bahan pangan tertentu seperti khamir dan
bakteri asam laktat tumbuh dengan baik pada kisaran nilai pH 3,0-6,0. Oleh
karena itu mikroorganisme patogen dapat dihambat oleh substrat antimikroba.
Bakso yang tidak diberi perlakuan memilki nilai pH yang tinggi yaitu 6,2,
setelah diberikan perlakuan nilai pH nya lebih rendah. Menurut hasil penelitian
Tahrir dan Retry (2009) bakso yang belum mengalami proses penyimpanan
memiliki rataan nilai pH yang lebih tinggi sekitar 5,93-6,02 dibandingkan dengan
bakso yang telah mengalami proses penyimpanan selama 2 ataupun 3 minggu
sekitar 5,66-5,20.
4.3. Perhitungan Total mikroba
Penilaian kualitas bakso daging sapi salah satunya dapat ditentukan oleh
jumlah mikroba yang mengkontaminasinya. Hasil pengamatan aplikasi subtrat
antimikroba terhadap total mikroba bakso daging sapi disajikan pada Gambar 3.

Gambar 4. Histogram jumlah total mikroba bakso daging sapi


Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengaruh penambahan substrat
antimikroba dengan level konsetrasi yang berbeda yang disimpan pada suhu
dingin memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap total mikroba (
Lampiran 2). Artinya dimana penambahan level konsentrasi yang berbeda pada
bakso daging sapi menghasilkan total mikroba yang sama walaupun memiliki
angka yang berbeda. Hal ini diduga karena pengaruh nila pH yang memiliki nilai
rataan sebesar 4,85 masih dalam keadaan asam sehingga dapat menghambat
pertumbuhan total mikroba yang dihasilkan oleh senyawa substrat antimikroba
dari bakteri Pediococcus pentosaceus BAF715.
Rataan total mikroba yaitu 6,25±0,34 log cfu/g dengan kisaran 5,96±0,01
log cfu/g s/d 6,63±0,73 log cfu/g. Total mikroba tertinggi yaitu 6,86 log cfu/g
pada bakso tanpa perlakuan. Hal ini masih memenuhi standar, Menurut BSN
(1995) dalam SNI 01-3818-1995 syarat mutu angka lempeng total atau total
5
mikroba bakso daging sapi yaitu Maks. 1 x 10 koloni/g. Hal ini disebabkan oleh
cara pengolahan yg kurang bersih dan terkontaminasi oleh bakteri sekitar. Jika
dilihat dari nilai rata-rata total mikroba dengan penambahan substrat antimikroba
o
yang disimpan pada suhu refrigerator sekitar 4 C terus mengalami peningkatan,
semakin tinggi konsentrasi substrat antimikroba P0 maka total mikroba semakin
rendah. Hal ini mungkin dikarenakan daya hambat supernatan antimikroba yang
dihasilkan oleh bakteri Pediococcus pentosaceus. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hidayat (2014) semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin tinggi daya
hambat suatu antimikroba.
Bakso yang tidak diberi perlakuan memiliki total mikroba yang tinggi
yaitu 6,86 cfu/g, setelah bakso direndam dengan substrat antimikroba
menghasilkan total mikroba yang lebih rendah. Hal ini karena pH asam yang
dihasilkan oleh substrat antimikroba dari bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 masuk kedalam bakso yaitu 3,4 yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Hafsan (2014) senyawa antimikroba
adalah senyawa kimiawi atau biologis yang dapat menghambat pertumbuhan dan
aktivitas mikroba. Senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh
bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal
(membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan
germisidal (menghambat germinasi spora bakteri).
4.4. Perhitungan Staphylococcus aureus
​Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang dapat digolongkan sebagai
bakteri patogen atau sebagai indikator dari penanganan makanan yang tidak
higienis dan enterotoksinnya dapat dideteksi langsung di makanan. Jenis makanan
yang paling digemari bakteri ini adalah daging. Hasil yang didapatkan untuk
pengujian S. aureus dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 5. Histogram jumlah Staphylococcus aureus bakso daging sapi


Pengaruh pemberian level konsentrasi yang berbeda pada penyimpanan
suhu dingin memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap Staphylococcus
aureus bakso daging sapi (Lampiran 3). Bakso yang direndam dengan
menggunakan substrat antimikroba dari bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 secara statistik tidak memberikan pengaruh yang nyata akan tetapi pada
setiap perlakuan menghasilkan angka yang berbeda. Hal ini diduga karena bakso
yang direndam dengan substrat antimikroba dari bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 bersifat bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri) yang masuk
kedalam bakso sehingga pertumbuhan Staphycoccus aureus dapat dihambat.
Nilai rata-rata Staphylococcus aureus yang diperoleh dari hasil penelitian
berkisar 2,24,05±0,08 cfu/g (P0), 2,23±0,06 cfu/g (P1), 2,23±0,14 cfu/g (P2),
2,24±0,18 cfu/g (P3) sampai dengan 2,45±0,06 cfu/g (P4). Staphylococcus aureus
masih dalam standar SNI hal ini dikarenkan bakteri P.pentosaceus menghasilkan
senyawa bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan S.aureus. Menurut
Riyadi (2017) bakteriosin yang diproduksi oleh P.pentosaceus 2A2 telah terbukti
memiliki aktivitas antimikroba terhadap S.aureus. Hasil zona hambat yang telah
diperoleh menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100% (v/v) Supernatan Bebas
Sel (SBS) memiliki efektivitas penghambatan yang baik. Sedangkan
Staphylococcus aureus yang tertinggi di dapat pada bakso tanpa perendaman,
2
tetapi hal ini masih dalam standar BSN (1995) 1x10 koloni/g untuk batas
maksimum populasi S. Aureus pada bakso. Hasil ini diduga dikarenakan adanya
mikroba yang mengkontaminasi bakso secara langsung pada saat pembuatan
bakso yang mengakibatkan pertumbuhan Staphylococcus aureus menjadi
meningkat.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri indikator sebagai tanda adanya
kontaminasi dari pekerja maupun alat yang digunakan. Staphylococcus aureus
o
termasuk kelompok psikrofilik yang mampu tumbuh pada suhu rendah (<5-7 C)
o
dengan suhu optimum (30-37 C), kisaran pH pertumbuhan antara 4-9, dengan
optimum pH 7-7,5 (Bennet dan Monday, 2003). Berdasarkan dari hasil uji
mikrobiologi atau uji keberadaan Staphylococcus aureus pada media MSA, pada
suhu 37°C, selama 24 jam ditandai dengan timbulnya perubahan warna media
MSA dari merah menjadi kuning atau terlihatnya koloni yang berwarna kuning
(Rahayu et al., 2014).
4.5. Perhitungan E. coli
​Pengamatan bakteri E.coli pada bakso daging sapi yang telah direndam
dengan menggunakan substrat antimikroba dan disimpan pada suhu dingin selama
12 hari dengan tingkatan konsetrasi yang berbeda-beda. Dapat dilihat pada Tabel
4.
Tabel 4. Jumlah koloni bakteri E.coli pada bakso daging sapi
Hasil koloni
Perlakuan Pengenceran (CFU/g) atau CFU/ml

Bakso tanpa 10-1 Negatif


Perlakuan
10-2 Negatif
10-3 Negatif
P0 10-1 Negatif
10-2 Negatif
10-3 Negatif
P1 10-1 Negatif
10-2 Negatif
10-3 Negatif
P2 10-1 Negatif
10-2 Negatif
10-3 Negatif
P3 10-1 Negatif
10-2 Negatif
10-3 Negatif
P4 10-1 Negatif
10-2 Negatif
10-3 Negatif

Pada Tabel 4 terlihat bahwa jumlah populasi E. coli tidak ada yang tumbuh hasil
ini sesuai dengan persyaratan mutu bakso daging sapi menurut BSN (1995) yang setara
dengan media uji pengenceran yaitu jumlah koloni bakteri tersebut adalah <3APM/g
berarti bakso masih dapat dikonsumsi. Pada hari sebelum masa simpan, baik bakso
yang direndam maupun bakso tanpa perendaman, tidak terdapat pertumbuhan E.
coli. Hal dikarenakan bakso telah mengalami masa pematangan yang
menyebabkan bakteri E. coli pada bakso menjadi mati. E. coli relatif peka
terhadap panas, segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan pemanasan (Anriana,
2015).
Dalam perendaman menggunakan bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 menghasilkan senyawa antimikroba yang bersifat bakterisidal
(membunuh bakteri). Hal ini lah yang menyebabkan E.coli tidak dapat tumbuh
pada sampel. Menurut hasil penelitian Hafsan (2014) menyatakan bahwa senyawa
antimikroba adalah senyawa kimiawi atau biologis yang dapat menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Senyawa antimikroba dapat bersifat
bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan
mikroba), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan
kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Hal ini diduga
juga karena pengaruh nilai pH bakso yaitu 4,85 hal ini yang menyebabkan E.coli
tidak tumbuh sama sekali karena bakteri E.coli tumbuh pada pH netral. Hal ini
sesuai dengan pendapat Fardiaz (1992) Escherichia coli merupakan bakteri Gram
negatif yang berbentuk batang, termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri
ini mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 µ, sering terdapat dalam bentuk tunggal
atau berpasangan, bersifat motil atau non motil dengan flagella peritrikat dan
o
bersifat anaerobik fakultatif, kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 C
o
dengan suhu optimum 37 dengan nilai pH medium optimum pertumbuhannya
7,0-7,5, bakteri ini sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran.

BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
​Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian level konsentrasi antimikroba dari bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 tidak mempengaruhi kualitas mikrobiologis bakso daging sapi selama
penyimpanan suhu dingin yaitu total mikroba, total E. coli dan total S. Aureus,
namun mempengaruhi nilai pH bakso daging sapi.
2. Penggunaan substrat antimikroba dari Pediococcus pentosaceus BAF715 dapat
mengawetkan bakso daging sapi sampai 10 hari penyimpanan pada suhu dingin
dengan taraf konsentrasi yang berbeda dimulai dari 100% sampai 60%.

DAFTAR PUSTAKA
Afriani. 2018. Potensi Bakteri Asam Laktat Proteolitik yang Diisolasi dari
Bekasam Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) dan Aplikasinya untuk
Meningkatkan Kualitas Dendeng Daging Sapi. Disertasi. Program Doktor
Fakultas Peternakan, Universitas Andalas, Padang.
Ali, G. R. R. and S. Radu. 1998. Isolation and Screening of Bakteriosin Producing
LAB from Tempe. University of Malaysia.
Angga, W. D. 2007. Pengaruh Metode Aplikasi Kitosan, Tanin, Natrium
Metabisulfit dan Mix Pengawet terhadap Umur Simpan Bakso Daging
Sapi Pada Suhu Ruang. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Anriana, Y. 2015. Aplikasi Bakteri Asam Laktat (Pediococcus acidilactici) Asal
Whey Dangke pada Pengawetan Bakso. Skripsi. UIN Alauddin Makassar.
APHA (American Public Health Association). 1992. Standard Method for the
Examination f Dairy Product. 16th Edition. Porth City Press, Washington
D.C.
Arlita, Y., F. E. S. Rares dan S. Soeliongan. 2014. Identifikasi Bakteri Escherichia
coli dan Salmonella Sp. pada Makanan Jajanan Bakso Tusuk Di Kota
Manado. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi,
Manado.
AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1995. Official Method of
Analysis, Association of Official Analytical Chemist Inc, Virginia, USA.
BSN (Badan Standar Nasional). 1995. SNI 01-3818-1995. Bakso Daging. Badan
Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta.
Bagenda D. K., K. Hayashi, K. Yamazaki and Y. Kawai. 2008. Characterization of
an antimicrobial substances produced by Pediococcus pentosaceus Iz3.13
isolated from Japanese fermented marine food. Fish Sci. 74(2) : 439-448.
Bennet dan Monday. 2003. Staphylococcus aureus growth and toxin production in
nitrogen packed sandwiches. Journal of Food Protection Vol 45:157-161.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Woottton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan oleh Hari P. dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Chatterjee, S. and K. Chaudhuri. 2012. Outer Membrane Vesicles of Bacteria.
New York (US): SpringerBriefs ( setya).
Chrismanuel A., Y. B. Pramono dan B. E. Setyani. 2012. Efek pemanfaatan
karaginan sebagai edible coating terhadap pH, total mikroba dan H2S pada
bakso selama penyimpanan 16 jam. J. Animal Agriculture, 1(2): 286–292.

Darmayani, S., A. Rosanty dan V. Vanduwinata. 2017. Identifikasi bakteri


Salmonella sp pada telur yang dijual di pasar Kota Kendari Provinsi
Sulawesi Tenggara. J. Ilm. Biol. 5(1): 21–26.
Desniar, I. Rusmana, A. Suwanto dan N. R. Mubarik. 2012. Senyawa antimikroba
yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat asal bekasam. J. Akuantika 3(2):
135–145.
Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia 01-3818. Bakso
Daging Sapi. Standarisasi Nasional Jakarta Indonesia, Jakarta.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fauziah, R. R. 2014. Kajian keamanan pangan bakso dan cilok yang beredar di
lingkungan Universitas Jember ditinjau dari kandungan boraks, formalin
dan TPC. Jurnal Agroteknologi, 8(1): 67-73.
Firahmi, N., D. Siti dan A. Mofie. 2015. Sifat fisik dan organoleptik bakso yang
dibuat dari daging sapi dengan lama pelayuan berbeda. J. Al Ulum Sains
dan Teknologi 1(1): 39-45.
Fitrianto, E., R. Djalal dan T. Imam. 2014. Pengaruh Lama Simpan terhadapa
Kualitas Uji Mikrobiologi Bakso Daging Kalkun. Skripsi, Fakultas
Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.
Gálvez A., H. Abriouel, R. L. López and N. B. Omar. 2007. Bacteriocin-based
strategies for food biopreservation. Inter. J. of Food Microbiol 120: 51–70.
Hafsan. 2014. Bakteriosin asal bakteri asam laktat sebagai biopreservatif pangan.
J. Teknosains, 8(2): 175 – 184.
Hidayat, S. 2014. Efektivitas daya hambat dan daya bunuh bakteri Ulkus
traumatikus pada mukosa mulut dengan berbagai konsentrasi propolis
(Trigona sp.). Media Dental Intelektual. 2(1): 79-84.
Jay, J. M. 2000. Modern Food Microbiology. 6th Ed. An ASPEN Publication,
Gaithersburg, Maryland.
Komariah, S. Rahayu dan Sarjito. 2009. Sifat fisik daging sapi, kerbau dan domba
pada lama postmortem yang berbeda. J. Bul. Peternak. 33(3): 183-189.

Kusnadi, C. D., V. P. Bintoro dan A. N. Al-Baarri. 2012. Daya ikat air, tingkat
kekenyalan dan kadar protein pada bakso kombinasi daging sapi dan
daging kelinci. J. Apl. Teknol. Pangan. 1(2): 28–31.
Lay, B. W. dan Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press, Jakarta.
Mahatmi, H. 2003. Peningkatan Kesadaran Nelayan dengan Pendekatan Edukasi
Kesehatan Masyarakat di Pantai Bali Barat. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Utami, M. I. D. 2007. Pembuatan Bakso dengan Menggunakan Bahan Dasar
Tepung Daging Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Mozzi, F., R. R. Raya and M. Vignolo. 2010. Biotechnology of lactid acid
bacteria: Novel Applications. London (UK): Blackwell publishing, Lid: 3-
5
Nurwantoro, V. P. Bintoro, A. M. Legowo, A. Purnomoadi, L. D. Ambara, A.
Prokoso dan S. Mulyani. 2012. Nilai pH, kadar air, dan total Escherichia
coli daging sapi yang dimarinasi dalamSapi
Bakso Daging jus bawang putih. J. Apl. Teknol.
Pangan. 1(2): 20–22.
Octaviani, R. 2007. Profil Kromatogram dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet Smith) terhadap Bakteri
Escherichia coli In Vitro. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Fakultas
Kedokteran,Direndam
Universitas Diponegoro,
dengan substratSemarang.
antimikroba pada
masing-masing konsentrasi 100%,Components
Ouwehand, A.C and S. Vesterlund. 2004. Antimicrobial 90%, From Lactic
80%, 70% dan 60% selama 30 menit.
Acid Bacteria. In Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional
Aspects, ed. Salminen, S.A., Von Wright, a., ouwehand, A.C. Marcel
Dekker, new york: 375-395.
Paramitasari, D. 2009. Aplikasi Substrat Antimikroba dari Bakteri Asam Laktat
Diangkat
sebagai masukkan ke
Biopreservatif dalam
pada plastik
Bakso sesuaiSapi
Daging perlakuan,
dengan lalu
Penyimpanan
direkatkan.
Dingin. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Paulus, R. 2009. Karakteristik Mutu Bakso Sapi dengan Penggunaan Supernatan
yang Mengandung Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5
Penyimpanan Suhu Dingin. Skripsi. Fakultas Peternakan,
o Institut Pertanian
Simpan pada refrigerator suhu 5 C selama
Bogor, Bogor.
10 hari
Rahayu, N. P. N., R. Kawuri dan N. L. Suriani. 2014. Uji keberadaan
Staphylococcus aureus pada sosis tradisional (urutan) yang beredar di
Pengamatan
pasar tradisional di Denpasar, Bali. J. Simbiosis 2(1): 147- 157.

Rahmawati dan D. Kurniatuhadi. 2017. Deteksi Bakteri Staphylococcus Sebagai


Indikator Kualitas Udara Ruang Baca Fakultas di Lingkungan Universitas
Tanjungpura Pontianak. Seminar Nasional Penerapan Ilmu pengetahuan
pH dan Teknologi,Total
Pontianak : 23-24 Mei 2017,
E. ColiHal. 139-144. Staphylococcus
Bakteri aureus
Riyadi, G. R. 2017. Efektivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Bakteriosin
dari Pediococcus pentosaceus2A2 dalam Menghambat Staphylococcus
aureus pada Siomay. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Rohana, M. L., S. Berhimpon dan J. V. Palenewen. 2016. Keberadaan mikroba
pada bakso ikan asap cair, yang dikemas dalam retortable pouch,
dipasteurisasi dan disimpan pada temperatur ruang. J. Media Teknologi
Hasil Perikanan. 4(2): 85-91.
Rohmah, F. M. F. Mu’tamar dan U. Purwandari. 2018. Analisis sifat fisik daging
sapi terdampak lama perendaman dan konsentrasi kenikir (Cosmos
caudatus Kunth). J. Agrointek 12(1): 51–54.
Rosyidah, E. 2013. Isolasi Bakteri Asam Laktat dan Selulolitik serta Aplikasinya
untuk Meningkatkan Kualitas Tepung Jagung. Thesis. Sekolah
Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Safitri, N., T. C. Sunarti dan A. Meryandini. 2016. Formula media pertumbuhan
bakteri asam laktat Pediococcus pentosaceus menggunakan substrat whey
tahu. J. Sumberd. hayati 2(2): 31–38.
Sari, A. H. dan S. B. Widjanarko. 2015. Karakteristik kimia bakso sapi (Kajian
proporsi tepung tapioka, tepung porang dan penambahan NaCl). J. Pangan.
Agroindustri. 3(3): 784-792.
Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber Pencemarannya.
digitized by USU digital library, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometri. Edisi Kedua. Terjemahan. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Suradi, K. 2012. Pengaruh lama penyimpanan pada suhu ruang terhadap
perubahan nilai pH, TVB dan total bakteri daging kerbau. J. Ilmu Ternak,
12(2): 9-12.
Susanto, E. 2014. Standar penanganan pasca panen daging segar. J.Ternak. 5(1):
15-20.
Tahrir, A. dan N. Retry. 2009. Sifat fisik bakso daging sapi dengan bahan
pengenyal dan lama penyimpanan yang berbeda. J. Peternak. 6(2): 44-52.
Trinanda, M. A. 2015. Studi Aktivitas Bakteri Asam Laktat (L. plantarum dan L.
fermentum) terhadap Kadar Protein Melalui Penambahan Tepung Kedelai
pada Bubur Instan Terfermentasi. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Usmiati, S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Kampus Penelitian Pertanian,
Bogor.
Wikandari P. R., Suparmo, Y. Marsono dan E. S. Rahayu. 2012. Karakterisasi
bakteri asam laktat proteolitik pada bekasam. J. Natur Indones. 14(2):
120–125.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis ragam dari data pH bakso daging sapi berdasarkan
rancangan acak lengkap
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
1 2 3 4
P0 4,4±0,06 4,4±0,06 4,5±0,06 4,5±0,06 17,8 4,45±0,06a
P1 4,6±0,08 4,5±0,08 4,6±0,08 4,7±0,08 18,4 4,60±0,08b
P2 4,7±0,10 4,9±0,10 4,8±0,10 4,9±0,10 19,3 4,83±0,10a
P3 5,1±0,05 5±0,05 5±0,05 5±0,05 20,1 5,03±0,05c
P4 5,4±0,24 5,5±0,24 5,5±0,24 5±0,24 21,4 5,35±0,24d
Jumlah 24,2 24,3 24,4 24,1 97 18,90
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata
(P<0,01). P0: Konsentrasi substrat antimikroba 100%; P1: Konsentrasi substrat
antimikroba 90%; P2: Konsentrasi substrat antimikroba 80%; P3: Konsentrasi
substrat antimikroba 70%; P4: Konsentrasi substrat antimikroba 60%.

Faktor koreksi (FK) =


​ ​ =
= 470, 45
JK Total ​ ​ = – FK
​= (4,4 2 2 2 2 2 2 2 2 2
+ 4,4 + 4,5 + 4,5 + 4,6 + 4,5 + 4,6 + 4,7 + 4,7 + 4,9 + 4,8 +
2 2

2 2 2 2 2 2 2 2 2
4,9 + 5,1 + 5,0 + 5,0 + 5,0 + 5,4 + 5,5 + 5,5 + 5,0 ) -
470,45
= 2, 25
JK Perlakuan ​ = – FK
​= - 470,45
​= 2,02
JK Galat ​= JKT – JKP
​= 2,25 – 2,02
​= 0, 23
Daftar sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap nilai pH bakso daging sapi
SK db JK KT F hitung F Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 4 2,02 0,50 25,00** 3,06 4,89
Galat 15 0,23 0,02
Total 19
Keterangan : **) perlakuan berpengaruh sangat nyata pada taraf 5% dan 1%
(Fhitung>Ftabel 0,05 dan 0,01)
Uji lanjut Duncan terhadap nilai pH bakso daging sapi
SX (Simpangan Baku) =
​ ​ ​=
​ ​ ​= 0,03
Jarak
2 3 4 5
perbandingan(Perlakuan)
SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31
LSR 0,05 0,090 0,095 0,098 0,099

Perlakuan P4 P3 P2 P0 P1
5,35 5,08 4,85 4,83 4,55
P1 0,800 0,530 0,300 0,280
4,55
P0 0,520 0,250 0,020
4,83
P2 0,500 0,230
4,85

P3 0,270
5,08

P4
5,35

Perlakuan Nilai Beda Nilai LSR 0,05 kesimpulan


P4-P1 0,800 0,090 *
P4-P0 0,520 0,095 *
P4-P2 0,500 0,098 *
P4-P3 0,270 0,099 *
P3-P1 0,530 0,090 *
P3-P0 0,250 0,095 *
P3-P2 0,230 0,098 *
P2-P1 0,300 0,090 *
P2-P0 0,020 0,095 tn
P0-P1 0,280 0,090 *

Perlakuan Rataan Notasi


P0 4,5 a
P1 4,6 b
P2 4,8 a
P3 5,0 c
p4 5,4 d

Lampiran 2. Analisis ragam dari data total mikroba bakso daging sapi berdasarkan
rancangan acak lengkap
Perlakuan Ulangan Jmlh Rataan
1 2 3 4
P0 5,95±0,01 5,98±0,01 5,95±0,01 5,96±0,01 23,84 5,96±0,01
P1 5,99±0,01 6,00±0,01 5,99±0,01 5,99±0,01 23,97 5,99±0,01
P2 6,03±0,02 6,05±0,02 6,06±0,02 6,02±0,02 24,16 6,04±0,02
P3 6,13±0,55 7,10±0,55 6,15±0,55 7,08±0,55 26,46 6,62±0,55
P4 6,25±0,73 6,27±0,73 6,26±0,73 7,73±0,73 26,52 6,63±0,73
Jumlah 30,36 31,40 30,41 32,78 124,95 31,24

Faktor koreksi (FK) =


​ ​ =
= 780,63
JK Total ​ ​ = – FK
​= (5,95 2 2 2 2 2 2 2 2 2
+ 5,98 + 5,95 + 5,96 + 5,99 + 6,00 + 5,99 + 5,99 + 6,03 +
2 2 2 2 2 2 2 2
6,05 + 6,06 + 6,02 + 6,13 + 7,10 + 6,15 + 7,08 + 6,25 +
2 2 2
6,27 + 6,26 + 7,73 ) – 780,63
​= 4,47
JK Perlakuan ​ = – FK
​= - 780,68
​= 1,94
JK Galat ​= JKT – JKP
​= 4,47 – 1,94
​= 2,53
Daftar sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap total mikroba bakso daging sapi
SK Db JK KT F hitung F Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 4 1,89 0,47 2,76tn 3,06 4,89
Galat 15 2,53 0,17
Total 19
Keterangan : tn) perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% dan 1% (Fhitung
< Ftabel 0,05 dan 0,01)
Lampiran 3. Analisis ragam dari data Staphylococcus aureus bakso daging sapi
berdasarkan rancangan acak lengkap
Perlakuan Ulangan Jmlh Rataan
1 2 3 4
P0 2,20±0,08 2,15±0,08 2,32±0,08 2,28±0,08 8,95 2,24±0,08
P1 2,15±0,06 2,23±0,06 2,28±0,06 2,28±0,06 8,93 2,23±0,06
P2 2,34±0,14 2,23±0,14 2,04±0,14 2,32±0,14 8,94 2,23±0,14
P3 2,20±0,18 2,23±0,18 2,04±0,18 2,48±0,18 8,95 2,24±0,18
P4 2,36±0,06 2,51±0,06 2,46±0,06 2,46±0,06 9,79 2,45±0,06
Jumlah 11,26 11,34 11,15 11,82 45,57 11,39

Faktor koreksi (FK) =


​ ​ =
= 104,82
JK Total ​ ​ = – FK
​= (2,20 2 2 2 2 2 2 2 2 2
+ 2,15 + 2,32 + 2,28 + 2,15 + 2,23 + 2,28 + 2,28 + 2,34 +
2 2 2 2 2 2 2 2
2,23 + 2,04 + 2,32 + 2,20 + 2,23 + 2,04 + 2,48 + 2,36 +
2 2 2
3,51 + 2,46 + 2,46 ) – 103,82
​= 0,34
JK Perlakuan ​ = – FK
​= - 103,82
​= 0,14
JK Galat ​= JKT – JKP
​= 0,34 – 0,14
​= 0,20
Daftar sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap Staphylococcus aureus bakso
daging sapi
SK db JK KT F hitung F Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 4 0,14 0,04 2,77tn 3,06 4,89
Galat 15 0,20 0,01
Total 19
Keterangan : tn) perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% dan 1% (Fhitung
< Ftabel 0,05 dan 0,01)

viii

Anda mungkin juga menyukai