SKRIPSI
OLEH:
RETA ADITYA
E10016118
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
PENGARUH LEVEL KONSENTRASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA
BAKTERI Pediococcus pentosaceus BAF715 TERHADAP KUALITAS
MIKROBIOLOGIS BAKSO DAGING SAPI SELAMA
PENYIMPANAN SUHU DINGIN
Oleh :
RETA ADITYA
E10016118
Menyetujui, Menyetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Mengetahui, Mengetahui,
Wakil Deakan BAKSI Ketua Jurusan/Program
Studi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya yang berjudul “Pengaruh
Level Konsentrasi Substarat Antimikroba Bakteri Pediococcus Pentosaceus
BAF715 Terhadap Kualitas Mikrobiologis Bakso Daging Sapi Selama
Penyimpanan Suhu Dingin” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.
dto
Reta Aditya
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Penerokan, 15 April 1998, sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara dari pasangan Waluyo dan Sartini. Penulis menyelesaikan pendidikan
dasar di SD Negeri 48/1 pada tahun 2010, pendidikan menengah pertama di SMP
Negeri 8 Batanghari pada tahun 2013 dan pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 5 Batanghari pada tahun 2016. Pada tahun 2016 penulis diterima sebagai
mahasiswa di Program Studi S1 Peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Jambi melalui jalur UMBPTN. Pada bulan Januari 2020 penulis melaksanakan
Praktek Kerja Lapang di peternakan rakyat milik Bapak Jemanu yang bertempat
di Desa Penerokan Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari dengan judul “
Sistem Pemeliharaan Kambing Di Peternakan Bapak Jemanu Desa Penerokan
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari”. Penulis mengikuti kegiatan Kuliah
Kerja Nyata (KUKERTA) Reguler pada tahun 2019 di posko 10 Desa Bram Itam
Kanan Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
viii
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta
kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan usulan penelitian ini yang berjudul
“Pengaruh Level Konsentrasi Substrat Antimikroba Bakteri Pediococcus
pentosaceus BAF715 Terhadap Kualitas Mikrobiologis Bakso Daging Sapi
Selama Penyimpanan Suhu Dingin”. Skripsi ini merupakan persyaratan akademik
untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Program Studi Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini telah
melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang
telah memberikan kontribusi dalam penelitian dan penyelesaian penulisan Skripsi.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Terima kasih kepada Dr. Ir. Hj. Afriani, M.P selaku pembimbing utama
yang telah memberikan arahan, meluangkan waktu dan motivasi untuk
menyelesaikan penelitian, menulis dan menyusun skripsi. Semoga Allah
senantiasa memberikan beliau rezeki dan usia yang berkah.
2. Terima kasih kepada Dr. Ir. Zulfa Elymaizar, M.P selaku pembimbing
pendamping yang telah memberikan arahan, meluangkan waktu dan
motivasi dengan penuh kesabaran untuk menyelesaikan menulis dan
menyusun skripsi. Semoga Allah senantiasa memberikan beliau rezeki dan
usia yang berkah.
3. Terima kasih kepada tim penguji Bapak Ir. Haris Lukman, M.Si, Ibu Drh.
Anie Insulistyowati, M.P dan Ibu Dr. Ir. Hj. Mardalena, M.P yang telah
memberikan saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini sesuai
dengan yang diharapkan.
4. Terima kasih tak ter terhingga kepada orang tuaku tercinta yakni Mamak
Sartini, Ayah Supriadi dan Ayah Waluyo yang telah memberikan kasih
sayang, ketulusan, doa, semangat, pengorbanan dan kesabaran dalam
membesarkan dan mendidik saya hingga dapat menempuh pendidikan
yang layak. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan
ridho-Nya.
5. Terima kasih kepada Adik-Adik saya yakni Via Auliya dan Silvia
Muharromah yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa hingga
saya kuat dan tetap bertahan dalam keadaan apapun. Semoga saya bisa
membuat kalian bangga dan kita dapat membahagiakan orang tua kita.
6. Terima kasih kepada Keluarga Besar Mbah Sarijan yang telah memberikan
semangat, doa, dukungan, kasih sayang serta selalu mampu menjadi
tempat beristirahat dan melepas penat yang luar biasa. Semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya.
7. Terima kasih kepada Rinaldi Kurniawan yang telah menemani saya dari
2014 hingga sekarang yang telah banyak memberikan dukungan,
semangat, membantu dan memotivasi saya dalam menyelesaikan
perkulihan ini.
8. Terima kasih kepada sahabat jurtul yakni Rizka Amalia Ay, Neta Yunita,
Ragil Mulyani, Fiona Gita S, Refhika Dwi A, Ilham Dwi P, Febri Iskandar
dan M. Alfauza yang telah menemani saya dari awal mula kuliah hingga
sampai sekarang dalam keadaan suka dan duka, kalian adalah keluarga
kedua yang selalu memberikan dukungan, kritikan dan memberikan warna
yang indah dalam perjalanan akhir masa perkulihan. Semangat dalam
menggapai cita-cita yang sebentar lagi akan terwujud guys.
9. Terima kasih kepada tim penelitian Mikroba yakni Rizka Amalia Ay, Neta
Yunita, Riska Azzahra, Abenni Anggraini dan Hidayat Iskandar atas kerja
sama selama penelitian hingga selesai yang telah begitu sering saya
repotkan selama proses pengerjaan penelitan dan skripsi.
10. Terima kasih kepada sahabat SMA saya Bubun, Tika, Riska dan Rosi
yang telah sabar mendengarkan keluh kesah saya selama masa perkulihan
hingga sekarang. Semoga apa yang kita cita-cita kan segera terwujud.
11. Terima kasih kepada sahabat makan saya Rizka, Neta dan Ragil dalam
keadaan susah maupun senang kalian selalu ada untuk saya. Doa terbaik
untuk kalian.
12. Terima kasih kepada kelas A angkatan 2016 untuk kebersamaannya
selama ini dalam perjuangan kita menggapai impian sebagai seorang S.Pt.
13. Terima kasih kepada Posko 10 KKN reguler yang telah memberikan
pengalaman, pelajaran yang berharga. Semoga pertemuan kita menjadikan
keluarga yang baru.
14. Terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah begitu banyak
membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusanan
skripsi ini, oleh sebab itu kritik dan saran yag membangun sangat penulis
harapkan guna perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahauan khususnya di bidang
peternakan.
Reta Aditya
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan Penelitian 2
1.3. Manfaat Penelitian 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Daging 4
2.2. Bakso 5
2.3. Bakteri Asam Laktat (Pediococcus pentosaceus) 6
2.4. Bakteri Patogen Escherischia coli 9
2.5. Bakteri Patogen Staphylococcus aureus 10
BAB III. MATERI DAN METODA 12
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 12
3.2. Materi dan Peralatan Penelitian 12
3.3. Metoda Penelitian 12
3.3.1. Penyegaran Bakteri 12
3.3.2. Produksi Antimikroba 13
3.3.3. Pembuatan Bakso Daging Sapi 13
3.3.4. Persiapan Media Pertumbuhan Bakteri 13
3.3.5. Aplikasi Substrat Antimikroba pada Bakso
Daging Sapi 14
3.4. Rancangan Penelitian 15
3.5. Peubah yang Diamati 16
3.6. Analisis Data 18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19
4.1. Nilai pH Daging Sapi Segar dan Substrat Antimikroba 19
4.2. Nilai pH Bakso 20
4.3. Perhitungan Total mikroba 21
4.4. Perhitungan Staphylococcus aureus 23
4.5. Perhitungan E. Coli 24
BAB V. KESIMPULAN 27
5.1. Kesimpulan 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 32
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Syarat mutu bakso daging sapi menurut SNI 01-3818-1995 6
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Bakteri Pediococcus pentosaceus 8
2. Diagram alir aplikasi substrat antimikroba pada bakso daging sapi
15
3. Histogram nilai pH bakso daging sapi 20
4. Histogram jumlah total mikroba bakso daging sapi 22
5. Histogram jumlah Staphylococcus aureus bakso daging sapi 23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Analisis ragam dari data pH bakso daging sapi berdasarkan
rancangan acak lengkap 32
2. Analisis ragam dari data total mikroba bakso daging sapi
berdasarkan rancangan acak lengkap 34
3. Analisis ragam dari data Staphylococcus aureus bakso
daging sapi berdasarkan rancangan acak lengkap 35
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan asal ternak yang
permintaanya terus meningkat dan mengandung nutrisi berupa air, protein, lemak,
mineral, dan sedikit karbohidrat (glikogen dan glukosa). Daging sapi memiliki
cita rasa yang lezat sehingga banyak digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan produk pangan, seperti nugget, bakso, cornet. Salah satu produk
olahan yang banyak diminati oleh masyarakat dengan harga terjangkau yaitu
bakso.
Bakso merupakan salah satu pangan yang terbuat dari daging segar yang
digiling dengan campuran tepung tapioka, bumbu-bumbu dan es batu. Menurut
Kusnadi et al. (2012) produk olahan bakso pada umumnya menggunakan bahan
baku daging dan tepung. Daging yang biasanya dipakai adalah daging sapi,
daging ayam dan daging ikan sedangkan tepung yang biasanya dipakai yaitu
tepung tapioka. Bakso sangat mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme
patogen, sehingga diperlukan bahan pengawet untuk meningkatkan masa
simpannya, bakso yang tidak diberi penambahan bahan pengawet tidak akan
mampu bertahan dari 3 hari pada suhu refrigerator (4ºC), sedangkan bakso yang
diberi penambahan bahan pengawet mampu bertahan selama 5 hari pada suhu
refrigerator (Paulus, 2009).
Pengawetan pada bakso biasa dilakukan secara kimiawai, namun cara ini
dapat menganggu kesehatan konsumen. Cara lain untuk mengawetkan bakso yaitu
secara alami atau biopreservatif dengan menambahkan substrat antimikroba
bakteri asam laktat (BAL). BAL dapat menurunkan nilai pH yang akan
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. BAL yang dapat diapalikasi ke bakso
daging sapi agar masa simpan bakso lebih lama salah satunya yaitu bakteri
Pediococcus pentosaceus BAF 715.
Pediococcus pentosaceus adalah bakteri homofermentatif (sebagian besar
hasil akhir merupakan asam laktat sekitar 80%) yang dapat tumbuh pada berbagai
tekanan pH, suhu dan osmotik, sehingga mampu menjajah saluran pencernaan
yang berperan sebagai antimikroba dalam makanan dan menghasilkan protein dari
aktivitas proteolitik yang dapat mempertahankan kualitas mikrobiologis bakso.
Mozzi et al. (2010) menyatakan bahwa BAL homofermentatif yang memproduksi
sebagian besar asam laktat sedangkan BAL heterofermentatif yang selain
memproduksi asam laktat juga memproduksi produk fermentasi seperti asam
asetat, etanol, gas karbon dioksida dan asam format. Akan tetapi salah satu
o
kelemahan Pediococcus yaitu tidak dapat tumbuh pada suhu 50 C. Wikandari et
al. (2012) menyatakan bahwa Pediococcus dicirikan juga dengan kemampuan
o
isolat untuk tumbuh pada pH 8,6 dan pH 4,2, serta tumbuh pada suhu 45 C tetapi
o
tidak dapat tumbuh pada 50 C. Keunggulan bakteri Pediococcus pentosaceus
dapat membunuh mikroorganisme patogen dalam fermentasi daging dikarenakan
kemampuannya menghasilkan asam organik. Selain itu, fermentasi dengan bakteri
ini juga meningkatkan kestabilan makanan dalam masa penyimpanan dan
menghasilkan produk yang lebih banyak mengandung protein. Hasil penelitian
Afriani (2018) isolat BAL proteolitik BAF715 memiliki karakteristik Gram-
positif, berbentuk bulat, bersifat homofermentatif, tidak motil, katalase negatif,
tidak dapat tumbuh pada kadar garam 6,5%, dapat tumbuh pada pH 3-8, tidak
o o
dapat tumbuh pada suhu 50 C dan suhu 10 C. Selanjutnya dinyatakan isolat BAL
proteolitik BAF715 mempunyai aktivitas antibakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen.
Hal inilah yang mendasari akan dilakukan penelitian dalam upaya
mendapatkan informasi tentang kemampuan antimikroba bakteri Pediococcus
pentosaceus untuk menghambat bakteri patogen dalam mempertahankan kualitas
mikrobiologis.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh level konsentrasi antimikroba Pediococcus pentosaceus
BAF715 terhadap kualitas mikrobiologis bakso daging sapi selama
penyimpanan dingin
2. Mengetahui level konsentrasi terbaik dari substrat antimikroba Pediococcus
pentosaceus BAF715 terhadap kualitas mikrobiologis bakso daging sapi
dengan penyimpanan dingin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daging
Menurut Soeparno (1998) daging sapi mengandung sekitar 75% air,
dengan kisaran (68%-80%), protein sekitar 19%, dengan kisaran (16%-22%),
mineral 1% serta lemak sekitar 2.5%, dengan kisaran (1.5-13.0%). Rohmah et al.
(2018) menyatakan bahwa daging sapi umumnya digunakan sebagai salah satu
menu dalam makanan, baik sebagai daging secara murni atau dibuat dalam bentuk
berbagai macam olahan, mulai dari sate, rawon, gulai, sosis, bakso dan lain
sebagainya. Menurut Komariah et al. (2009) standar pH daging hewan yang sehat
dan cukup istirahat yang baru dipotong yaitu sekitar 7-7,2 dan akan terus menurun
selama 24 jam, nilai pH postmortem akan ditentukan oleh jumlah asam laktat
yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob.
Daging sapi merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri,
sehingga mudah mengalami kerusakan (Nurwanto et al., 2012). pH yang
menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri pada daging sapi yaitu sekitar 5,3 – 6,5
(Soeparno, 1998). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3,
karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis
anaerob tidak aktif berkerja (Soeparno, 2009).
Daging yang disimpan pada suhu kamar dengan waktu tertentu akan
mengalami kerusakan akibat oleh mikroorganisme (Susanto, 2014). Menurut
Suradi (2012) penyimpanan daging kerbau pada suhu kamar selama 12 jam sudah
mendekati kebusukan dan penyimpanan selama 18 jam sudah dinyatakan busuk.
Kerusakan daging oleh mikroorganisme mengakibatkan penurunan mutu daging.
Jumlah dan jenis mikroorganisme ditentukan oleh penanganan sebelum
penyembelihan ternak dan tingkat pengendalian hiegines dan sistem sanitasi yang
baik selama penanganan hingga dikonsumsi (Usmiati, 2010). Komariah et al.
(2009) Nilai pH daging pada 6 jam postmortem sebesar 5,75. Nilai pH daging ini
akan menurun atau masih belum stabil hingga mencapai pH ultimat daging
normal yaitu sekitar 5,5.
2.2. Bakso
Menurut Utami (2007) bakso adalah salah satu produk olahan yang berasal
dari daging, merupakan makanan yang sangat populer dan digemari oleh
masyarakat, karena rasanya yang enak, bergizi serta harganya sangat terjangkau.
Kusnadi et al. (2012) menyatakan bahwa produk olahan bakso pada umumnya
menggunakan bahan baku daging dan tepung. Daging yang biasanya dipakai
adalah daging sapi, daging ayam dan daging ikan sedangkan tepung yang
biasanya dipakai yaitu tepung tapioka.
Menurut Tahrir dan Retry (2009) bakso yang belum mengalami proses
penyimpanan memiliki rataan nilai pH yang lebih tinggi sekitar 5,93-6,02
dibandingkan dengan bakso yang telah mengalami proses penyimpanan selama 2
ataupun 3 minggu sekitar 5,66-5,20. Menurut Firahmi et al. (2015) jika pH tinggi,
maka daya ikat air juga tinggi, karena protein otot tidak terdenaturasi. Faktor
yang mempengaruhi nilai pH daging adalah faktor intrinsik (spesies, tipe otot,
glikogen otot, dan variabilitas diantara ternak) dan faktor ekstrinsik (temperatur
lingkungan, perlakuan aditif sebelum pemotongan dan stress sebelum
pemotongan).
Bakso merupakan produk olahan daging yang memiliki nutrisi tinggi
sehingga masa simpan maksimalnya adalah 1 hari (12-24 jam) (Angga, 2007).
Menurut Sari dan Widjarnako (2015) pembuatan bakso daging sapi dengan
proporsi terbaik adalah tepung tapioka 29%, tepung porang 3% dengan
penambahan NaCl 6% memiliki karakteristik kadar air 72.20%, kadar abu 2.21%,
kadar protein 7.53%, kadar pati 8.97%, kadar lemak 6.84%, kalori 413.61 Kkal/g,
kadar serat kasar 1.21%, kadar oksalat 0.99%, dan kadar glukomannan 2.86%.
Penyimpanan bakso pada suhu ruang akan mengalami penurunan kualitas, oleh
karena itu diperlukan suhu dan lama simpan yang tepat (Fitrianto et al., 2014).
Menurut Paulus (2009) bakso yang tidak diberi penambahan bahan pengawet
tidak akan mampu bertahan lebih dari tiga hari pada suhu refrigerator (4ºC).
Menurut BSN (1995) dalam SNI 01-3818-1995, syarat mutu bakso daging sapi
tercantum pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Syarat mutu bakso daging sapi menurut SNI 01-3818-1995
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Bau - Nornal, khas daging
2 Rasa - Gurih
3 Warna - Normal
4 Tekstur - Kenyal
5 Air %b/b Maks. 70,0
6 Abu %b/b Maks. 3,0
7 Protein %b/b Min. 9,0
8 Lemak %b/b Maks. 2,0
9 Angka Lempeng total koloni/g Maks. 1 x 105
10 Escherichia coli APM/g < 3
11 Enterococci Koloni/g Maks 1 x 103
12 Clostridium perfringens Koloni/g Maks 1 x 102
13 Salmonella - Negatif
14 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 1 x 102
Sumber: BSN (1995)
Paramitasari (2009) menyatakan bahwa rataan nilai ph pada bakso dengan
konsentrasi yang berbeda yaitu 5,73±0,68 dengan kisaran 5,2±0.3 s/d 6,5±0,2.
2.3. Bakteri Asam Laktat Pediococcus pentosaceus
Menurut Hafsan (2014) bakteri asam laktat mampu berperan sebagai
penghasil senyawa antimikroba, baik melalui penggunaannya secara langsung di
dalam makanan pada proses fermentasi maupun melalui metabolit-metabolit yang
dihasilkannya untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan kualitas produk
serta menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk. Penggunaan
supernatan antimikroba BAL dengan perendaman agar asam organik dari
supernatan antimikroba dapat berdifusi ke dalam bakso, terionisasi dan akhirnya
memecahkan inti sel dari bakteri psikrofilik (Paulus, 2009). Hafsan (2014)
menyatakan bahwa senyawa antimikroba adalah senyawa kimiawi atau biologis
yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Senyawa
antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik
(menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi
spora bakteri).
Metabolit-metabolit bakteri asam laktat yang berfungsi sebagai senyawa
antimikroba antara lain asam organik (asam laktat dan asam asetat), bakteriosin,
hidrogen peroksida (Ouwehand dan Vesterlund, 2004), yang dapat membunuh
bakteri patogen dan pembusuk (Desniar et al., 2012). Asam organik dalam pangan
dapat berfungsi sebagai asidulan atau pengawet, sementara garamnya atau ester
dapat menjadi antimikroba yang efektif pada pH mendekati netral, asam laktat
adalah produk utama bakteri asam laktat, sedangkan asam asetat, propionat, malat
dan asam-asam lainnya dengan konsentrasi beragam juga dihasilkan tergantung
jenis produk dan mikroba yang digunakan (Hafsan, 2014). Bakteriosin yang
diproduksi oleh bakteri asam laktat merupakan senyawa antimikroba yang telah
banyak dimanfaatkan sifat antagonistiknya dalam bidang biopreservatif pangan,
maupun kemampuannya dalam menghambat bakteri Gram positif dan atau Gram
negatif dan sebagai terapeutik (Ali dan Radu, 1998). Menurut Hafsan (2014) salah
satu keuntungan penggunaan bakteriosin BAL sebagai antimikroba yakni
kemampuannya dalam mengeliminer mikroba-mikroba patogen dan pembusuk
makanan asal susu dan daging dengan karakteristik substansi antimikroba
tersebut, yakni tidak toksik, mampu menghambat dalam kadar yang rendah dan di
hasilkan oleh bakteri yang tergolong GRAS (generally recognised as safe) yaitu
mikroba yang tidak beresiko terhadap kesehatan. Bakteri asam laktat (BAL)
memproduksi hidrogen peroksida di bawah kondisi pertumbuhan aerob, dan
karena berkurangnya katalase selular, pseudokatalase atau peroksidase. Hidrogen
peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dapat dijadikan
sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi dan bahkan virus. (Ouwehand dan
Vesterlund, 2004).
P. pentosaceus termasuk ke dalam Genus Pediococcus yang merupakan
bakteri Gram positif. Bakteri pada genus ini adalah BAL satu-satunya yang bisa
membagi tubuhnya tegak lurus secara langsung membentuk tetrad. Sel bakteri ini
dalam bentuk tunggal berbentuk sperikal dengan ukuran diameter 0.6 – 1.0 µm,
bakteri ini bersifat anaerob fakultatif sampai mikroaerofilik, tidak bergerak, dan
tidak berspora (Schlegel et al., 2010). Pediococcus dicirikan juga dengan
kemampuan isolat untuk tumbuh pada pH 8,6 dan pH 4,2, serta tumbuh pada suhu
o o
45 C tetapi tidak dapat tumbuh pada 50 C (Wikandari et al., 2012).
Gambar 1. Bakteri Pediococcus pentosaceus
Menurut Bagenda et al. (2008) P. pentosaceus masih optimal tumbuh pada
pH 5,0 P.pentosaceus membentuk D(-) dan L(-) laktat dari glukosa, selain itu
mengubah asam malat menjadi L(+)-laktat. Hasil penelitian Afriani (2018) isolat
BAL proteolitik BAF715 memiliki karakteristik Gram-positif, berbentuk bulat,
bersifat homofermentatif, tidak motil, katalase negatif, tidak dapat tumbuh pada
kadar garam 6,5%, dapat tumbuh pada pH 3-8, tidak dapat tumbuh pada suhu
o o
50 C dan suhu 10 C. Selanjutnya dinyatakan isolat BAL proteolitik BAF715
mempunyai aktivitas antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
patogen, Gram-negatif maupun Gram-positif dapat dilihat pada tabel 2 sebagai
berikut:
Tabel 2. Hasil pengujian aktivitas antibakteri BAL proteolitik BAF715 terhadap
uji E.colli, S. aureus, Salmonella, L. monocytogenesis, B. cereus dan
proteus.
No Bakteri Uji Zona hambat (mm)
1 Proteus 16,1
2 S.aureus ATTC 25923 15,0
3 Salmonella ATTC 14028 14,1
4 E. colli ATTC 25922 13,5
5 L. monocygenes ATTC 7644 12,7
6 B.cereus ATTC 11778 12,3
Sumber: Afriani (2018)
Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi konsentrasi maka akan
semakin tinggi daya hambat suatu antimikroba (Hidayat, 2014). Oleh karena
mekanisme penghambatan yang menarget membran sel, maka bakteri Gram
negatif cenderung lebih tahan terhadap kondisi ini dikarenakan memiliki
membran ganda dan lapisan peptidoglikan (Chatterjee dan Chaudhuri, 2012).
2.4. Bakteri Patogen Escherischia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang,
termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini mempunyai ukuran
panjang 2,0-6,0 µ, sering terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan,
bersifat motil atau non motil dengan flagella peritrikat dan bersifat anaerobik
o
fakultatif, kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 C dengan suhu optimum
o
37 dengan nilai pH medium optimum pertumbuhannya 7,0-7,5, bakteri ini sering
digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz, 1992). Menurut Arlita
et al. (2014) Enterobacteriaceae tahan panas, termasuk strain E. coli mampu
bertumbuh hingga 44°C dan memiliki suhu minimum untuk pertumbuhan lebih
dari 7-8°C. Aktivitas mikroba juga dipengaruhi oleh penyimpanan, dimana
semakin lama penyimpanan produk maka jumlah bakteri patogen semakin
meningkat (Rohana et al., 2016).
Pada hari sebelum masa simpan, baik bakso yang direndam maupun bakso
tanpa perendaman, tidak terdapat pertumbuhan E. coli. Hal dikarenakan bakso
telah mengalami masa pematangan yang menyebabkan bakteri E. coli pada bakso
menjadi mati. E. coli relatif peka terhadap panas, segera hancur oleh suhu
pasteurisasi dan pemanasan (Anriana, 2015). Pemberian substrat antimikroba
mulai menunjukkan daya menghambatnya pada konsentrasi 50% dan proses
penghambatan terlihat pada konsentrasi 100% dengan penyimpanan 4 hari
(Paramitasari, 2009). Proses penghambatan E. coli juga dipengaruhi oleh pH yang
rendah. Nilai pH rendah disebabkan substrat antimikroba dapat menghasilkan
diasetil yang lebih efektif menghambat bakteri Gram negatif dibandingkan
dengan Gram positif, diasetil juga dapat mengintervensi arginin pada Gram
negatif, dimana Gram negatif dapat dihambat oleh 200 µg/ml diasetil, sedangkan
bakteri Gram positif memerlukan 300 µg/ml dan E. coli membutuhkan pH
optimum 6-7 untuk pertumbuhan (Lay dan Hastowo, 1992).
Pada beberapa kasus, E. coli adalah bakteri yang paling banyak
menimbulkan infeksi saluran cerna, tingginya angka kejadian ini disebabkan
karena keadaan higienis makanan, minuman dan air yang dikonsumsi kurang
baik, serta dipengaruhi oleh higienis lingkungan sekitar (Octaviani, 2007).
Menurut Buckle et al. (2007) E. coli terdapat secara normal dalam alat-alat
pencernaan manusia dan hewan. Bakteri ini bersifat enterophatogenik dan dikenal
sebagai penyebab diare pada bayi. Beberapa galurnya juga sebagai penyebab
diare pada orang dewasa. Organisme ini berada di dapur dan di tempat-tempat
persiapan bahan pangan melalui bahan baku dan selanjutnya masuk ke makanan
yang telah dimasak melalui tangan, permukaan alat alat, tempat-tempat masakan
dan peralatan lainnya. Masa inkubasi adalah 1-3 hari dan gejalanya menyerupai
gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Salmonella atau
disentri.
2.5. Bakteri Patogen Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, bentuk kokus
dengan penataan berpasangan dan bergerombol. Mikroba ini bersifat aerobik atau
anaerobik fakultatif, katalase positif, oksidase negatif, famili non motil, tidak
membentuk spora dan fermentatif (Lay dan Hastowo, 1992). Bakteri ini
mempunyai beberapa galur yang membe ntuk pigmen kuning keemasan dan tidak
larut air. S. aureus membutuhkan aktivitas water (aw) optimal 0,990-0,995 dan
o
memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan yaitu 35-38 C (Jay, 2000).
Staphylococcus aureus termasuk kelompok psikrofilik yang mampu tumbuh pada
o o
suhu rendah (<5-7 C) dengan suhu optimum (30-37 C), kisaran pH pertumbuhan
antara 4-9, dengan optimum pH 7-7,5 (Bennet dan Monday, 2003). S. aureus
pada media MSA, pada suhu 37°C, selama 24 jam ditandai dengan timbulnya
perubahan warna media MSA dari merah menjadi kuning atau terlihatnya koloni
yang berwarna kuning (Rahayu et al., 2014).
Menurut Paramitasari (2009) pemberian substrat antimikroba secara nyata
menurunkan pertumbuhan S. aureus mulai konsentrasi 50%, pada penyimpanan
hari ke-2 pertumbuhan S. aureus belum menunjukan hasil pada hari ke-4
menunjukkan peningkatan populasi, hal ini mungkin karena daya hambat dari
substrat antimikrobanya mulai melemah sementara pertumbuhan S. aureus masuk
pada fase percepatan. Menurut Riyadi (2017) bakteriosin yang diproduksi oleh
P.pentosaceus 2A2 telah terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap
S.aureus. Hasil zona hambat yang telah diperoleh menunjukkan bahwa pada
konsentrasi 100% (v/v) Supernatan Bebas Sel (SBS) memiliki efektivitas
penghambatan yang baik. Menurut Siagian (2002) toksikasi stapilokoki,
disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Gejala-gejala
yang ditimbulkan oleh intoksikasi terlihat setelah 3-12 jan setelah memakan
bahan makanan tersebut dan ditandai oleh muntah-muntah ringan dan diare.
BAB III
MATERI DAN METODA
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan dan
Laboratorium Terpadu Universitas Jambi, di mulai pada tanggal 03 Agustus 2019
sampai tanggal 22 Agustus 2019.
Medium Mannitol Salt Agar (MSA) ditimbang sebanyak 108 gram, lalu
dimasukan ke dalam gelas beker 1000 ml. Kemudian ditambahkan aquades 1 liter
ke dalam gelas beker, selanjutnya dipanaskan di atas hot plate dan dihomogenkan
atau dilarutkan menggunakan magnetic stirrer. Setelah media tersebut larut dan
mendidih, selanjutnya dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Rahmawati, 2017).
3.3.5. Aplikasi Substrat Antimikroba pada Bakso Daging Sapi
Bakso daging sapi dimasukkan ke dalam 5 beker glass yang steril masing-
masing sebanyak 10 butir dan direndam selama 30 menit. Kemudian ditambahkan
substrat antimikroba sebanyak 10 ml. Konsentrasi substrat yang digunakan adalah
100%, 90%, 80%, 70% dan 60%. Setelah 30 menit masing-masing bakso diangkat
dan dimasukkan ke dalam kantong plastik steril, setelah itu direkatkan dengan
siler kemudian bakso disimpan ke dalam refrigerator selam 10 hari. Setelah 10
hari bakso dikeluarkan dari refrigerator dan dilakukan pengujian yaitu meliputi
total mikroba, E. Coli dan Staphylococcus aureus. Tahapan penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut ini
Gambar 1. Diagram alir aplikasi substrat antimikroba pada bakso daging sapi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Nilai pH Daging Sapi Segar dan Substrat Antimikroba
Daging yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bagian paha depan (fore
shank). Penilaian kualitas daging segar dilihat dari nilai pH. Apabila nilai pH
tinggi daging tidak layak digunakan lagi. Nilai pH merupakan nilai yang penting
karena menunjukkan kondisi keasaman suatu substrat yang akan mempengaruhi
pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Nilai pH Daging Sapi Segar dan Substrat Antimikroba.
Peubah Nilai
pH daging sapi segar 5,6
pH substrat antimikroba 3,4
Berdasarkan tabel 3, nilai pH pada daging sapi segar yaitu 5,6. Hal ini
lebih rendah dari pendapat Komariah et al. (2009) Nilai pH daging pada 6 jam
postmortem sebesar 5,75. Nilai pH daging ini akan menurun atau masih belum
stabil hingga mencapai pH ultimat daging normal yaitu sekitar 5,5. Hal ini
disebabkan dari laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen dalam otot.
Tetapi masih layak digunakan karena masih mencapai pH ultimat daging normal.
Berdasarkan tabel diatas, nilai pH substrat antimikroba bakteri
Pediococcus pentosaceus BAF715 yaitu 3,4, dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa substrat antimikroba yang dihasilkan dari bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 bersifat sangat asam. Hal ini karena bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 bersifat homofermentatif yaitu sekitar 80% menghasilkan asam laktat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Afriani (2018) isolat BAL proteolitik BAF715
memiliki karakteristik Gram-positif, berbentuk bulat, bersifat homofermentatif,
tidak motil, katalase negatif, tidak dapat tumbuh pada kadar garam 6,5%, dapat
o o
tumbuh pada pH 3-8, tidak dapat tumbuh pada suhu 50 C dan suhu 10 C.
Bakteri Pediococcus pentosaceus BAF715 termasuk bakteri asam laktat
(BAL) yang menghasilkan senyawa antimikroba dan dapat menjadi pengawet
alami untuk pangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hafsan (2014) bakteri asam
laktat mampu berperan sebagai penghasil senyawa antimikroba, baik melalui
penggunaannya secara langsung di dalam makanan pada proses fermentasi
maupun melalui metabolit-metabolit yang dihasilkannya untuk memperpanjang
masa simpan, meningkatkan kualitas produk serta menghambat pertumbuhan
mikroba patogen dan pembusuk.
4.2. Nilai pH Bakso
engaruh level konsentrasi substrat antimikroba yang berbeda terhadap
P
kualitas bakso daging sapi ditinjau dari nilai pH dapat dilihat pada gambar 2.
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata
(P<0,01). P0: Konsentrasi substrat antimikroba 100%; P1: Konsentrasi substrat
antimikroba 90%; P2: Konsentrasi substrat antimikroba 80%; P3: Konsentrasi
substrat antimikroba 70%; P4: Konsentrasi substrat antimikroba 60%.
Gambar 3. Histogram nilai pH bakso daging sapi
Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengaruh level konsetrasi
substrat antimikroba yang berbeda pada bakso daging sapi yang disimpan pada
suhu dingin memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,05) terhadap nilai pH
bakso daging sapi ( Lampiran 1). Hal ini menunjukkan semakin tinggi pemberian
level konsentrasi substrat antimikroba maka nilai pH bakso akan semakin
menurun. Diduga karena banyaknya asam organik yang terkandung di dalam
bakso perlakuan sehingga semakin efektif dalam menghambat bakteri patogen
yang menyebabkan nilai pH bakso menurun. Asam organik yang terkandung
didalam substrat antimikroba pada level konsentrasi 100% memiliki pH yang
asam yaitu 3,4 dibandingkan dengan level konsentrasi yang lebih rendah. Hal
inilah yang menyebabkan pH bakso semakin meningkat dengan menurunnya level
konsentrasi substrat antimikroba.
Hasil uji duncan menunjukkan bahwa P0 ≠ P1, P3 dan P4 tetapi P0 = P2 (
Lampiran 1). Rataan nilai pH hasil penelitian ini adalah 4,85±0,35 dengan kisaran
4,45±0,06 s/d 5,35±0,24. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian
Paramitasari (2009) rataan nilai pH pada bakso dengan konsentrasi yang berbeda
yaitu 5,73±0,68 dengan kisaran 5,2±0.3 s/d 6,5±0,2. Semakin besar konsentrasi
substrat antimikroba maka semakin rendah nilai pH. Hal ini dikarenakan
penambahan substrat antimikroba bakteri Pediococcus pentosaceus yang
digunakan mengandung asam organik (asam laktat dan asam asetat), bakteriosin,
hidrogen peroksida dan memiliki pH yang sangat rendah yaitu 3,4. Menurut
Fitrianto (2014) mikroorganisme dalam bahan pangan tertentu seperti khamir dan
bakteri asam laktat tumbuh dengan baik pada kisaran nilai pH 3,0-6,0. Oleh
karena itu mikroorganisme patogen dapat dihambat oleh substrat antimikroba.
Bakso yang tidak diberi perlakuan memilki nilai pH yang tinggi yaitu 6,2,
setelah diberikan perlakuan nilai pH nya lebih rendah. Menurut hasil penelitian
Tahrir dan Retry (2009) bakso yang belum mengalami proses penyimpanan
memiliki rataan nilai pH yang lebih tinggi sekitar 5,93-6,02 dibandingkan dengan
bakso yang telah mengalami proses penyimpanan selama 2 ataupun 3 minggu
sekitar 5,66-5,20.
4.3. Perhitungan Total mikroba
Penilaian kualitas bakso daging sapi salah satunya dapat ditentukan oleh
jumlah mikroba yang mengkontaminasinya. Hasil pengamatan aplikasi subtrat
antimikroba terhadap total mikroba bakso daging sapi disajikan pada Gambar 3.
Pada Tabel 4 terlihat bahwa jumlah populasi E. coli tidak ada yang tumbuh hasil
ini sesuai dengan persyaratan mutu bakso daging sapi menurut BSN (1995) yang setara
dengan media uji pengenceran yaitu jumlah koloni bakteri tersebut adalah <3APM/g
berarti bakso masih dapat dikonsumsi. Pada hari sebelum masa simpan, baik bakso
yang direndam maupun bakso tanpa perendaman, tidak terdapat pertumbuhan E.
coli. Hal dikarenakan bakso telah mengalami masa pematangan yang
menyebabkan bakteri E. coli pada bakso menjadi mati. E. coli relatif peka
terhadap panas, segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan pemanasan (Anriana,
2015).
Dalam perendaman menggunakan bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 menghasilkan senyawa antimikroba yang bersifat bakterisidal
(membunuh bakteri). Hal ini lah yang menyebabkan E.coli tidak dapat tumbuh
pada sampel. Menurut hasil penelitian Hafsan (2014) menyatakan bahwa senyawa
antimikroba adalah senyawa kimiawi atau biologis yang dapat menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Senyawa antimikroba dapat bersifat
bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan
mikroba), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan
kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Hal ini diduga
juga karena pengaruh nilai pH bakso yaitu 4,85 hal ini yang menyebabkan E.coli
tidak tumbuh sama sekali karena bakteri E.coli tumbuh pada pH netral. Hal ini
sesuai dengan pendapat Fardiaz (1992) Escherichia coli merupakan bakteri Gram
negatif yang berbentuk batang, termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri
ini mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 µ, sering terdapat dalam bentuk tunggal
atau berpasangan, bersifat motil atau non motil dengan flagella peritrikat dan
o
bersifat anaerobik fakultatif, kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 C
o
dengan suhu optimum 37 dengan nilai pH medium optimum pertumbuhannya
7,0-7,5, bakteri ini sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran.
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian level konsentrasi antimikroba dari bakteri Pediococcus pentosaceus
BAF715 tidak mempengaruhi kualitas mikrobiologis bakso daging sapi selama
penyimpanan suhu dingin yaitu total mikroba, total E. coli dan total S. Aureus,
namun mempengaruhi nilai pH bakso daging sapi.
2. Penggunaan substrat antimikroba dari Pediococcus pentosaceus BAF715 dapat
mengawetkan bakso daging sapi sampai 10 hari penyimpanan pada suhu dingin
dengan taraf konsentrasi yang berbeda dimulai dari 100% sampai 60%.
DAFTAR PUSTAKA
Afriani. 2018. Potensi Bakteri Asam Laktat Proteolitik yang Diisolasi dari
Bekasam Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) dan Aplikasinya untuk
Meningkatkan Kualitas Dendeng Daging Sapi. Disertasi. Program Doktor
Fakultas Peternakan, Universitas Andalas, Padang.
Ali, G. R. R. and S. Radu. 1998. Isolation and Screening of Bakteriosin Producing
LAB from Tempe. University of Malaysia.
Angga, W. D. 2007. Pengaruh Metode Aplikasi Kitosan, Tanin, Natrium
Metabisulfit dan Mix Pengawet terhadap Umur Simpan Bakso Daging
Sapi Pada Suhu Ruang. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Anriana, Y. 2015. Aplikasi Bakteri Asam Laktat (Pediococcus acidilactici) Asal
Whey Dangke pada Pengawetan Bakso. Skripsi. UIN Alauddin Makassar.
APHA (American Public Health Association). 1992. Standard Method for the
Examination f Dairy Product. 16th Edition. Porth City Press, Washington
D.C.
Arlita, Y., F. E. S. Rares dan S. Soeliongan. 2014. Identifikasi Bakteri Escherichia
coli dan Salmonella Sp. pada Makanan Jajanan Bakso Tusuk Di Kota
Manado. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi,
Manado.
AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1995. Official Method of
Analysis, Association of Official Analytical Chemist Inc, Virginia, USA.
BSN (Badan Standar Nasional). 1995. SNI 01-3818-1995. Bakso Daging. Badan
Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta.
Bagenda D. K., K. Hayashi, K. Yamazaki and Y. Kawai. 2008. Characterization of
an antimicrobial substances produced by Pediococcus pentosaceus Iz3.13
isolated from Japanese fermented marine food. Fish Sci. 74(2) : 439-448.
Bennet dan Monday. 2003. Staphylococcus aureus growth and toxin production in
nitrogen packed sandwiches. Journal of Food Protection Vol 45:157-161.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Woottton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan oleh Hari P. dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Chatterjee, S. and K. Chaudhuri. 2012. Outer Membrane Vesicles of Bacteria.
New York (US): SpringerBriefs ( setya).
Chrismanuel A., Y. B. Pramono dan B. E. Setyani. 2012. Efek pemanfaatan
karaginan sebagai edible coating terhadap pH, total mikroba dan H2S pada
bakso selama penyimpanan 16 jam. J. Animal Agriculture, 1(2): 286–292.
Kusnadi, C. D., V. P. Bintoro dan A. N. Al-Baarri. 2012. Daya ikat air, tingkat
kekenyalan dan kadar protein pada bakso kombinasi daging sapi dan
daging kelinci. J. Apl. Teknol. Pangan. 1(2): 28–31.
Lay, B. W. dan Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press, Jakarta.
Mahatmi, H. 2003. Peningkatan Kesadaran Nelayan dengan Pendekatan Edukasi
Kesehatan Masyarakat di Pantai Bali Barat. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Utami, M. I. D. 2007. Pembuatan Bakso dengan Menggunakan Bahan Dasar
Tepung Daging Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Mozzi, F., R. R. Raya and M. Vignolo. 2010. Biotechnology of lactid acid
bacteria: Novel Applications. London (UK): Blackwell publishing, Lid: 3-
5
Nurwantoro, V. P. Bintoro, A. M. Legowo, A. Purnomoadi, L. D. Ambara, A.
Prokoso dan S. Mulyani. 2012. Nilai pH, kadar air, dan total Escherichia
coli daging sapi yang dimarinasi dalamSapi
Bakso Daging jus bawang putih. J. Apl. Teknol.
Pangan. 1(2): 20–22.
Octaviani, R. 2007. Profil Kromatogram dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet Smith) terhadap Bakteri
Escherichia coli In Vitro. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Fakultas
Kedokteran,Direndam
Universitas Diponegoro,
dengan substratSemarang.
antimikroba pada
masing-masing konsentrasi 100%,Components
Ouwehand, A.C and S. Vesterlund. 2004. Antimicrobial 90%, From Lactic
80%, 70% dan 60% selama 30 menit.
Acid Bacteria. In Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional
Aspects, ed. Salminen, S.A., Von Wright, a., ouwehand, A.C. Marcel
Dekker, new york: 375-395.
Paramitasari, D. 2009. Aplikasi Substrat Antimikroba dari Bakteri Asam Laktat
Diangkat
sebagai masukkan ke
Biopreservatif dalam
pada plastik
Bakso sesuaiSapi
Daging perlakuan,
dengan lalu
Penyimpanan
direkatkan.
Dingin. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Paulus, R. 2009. Karakteristik Mutu Bakso Sapi dengan Penggunaan Supernatan
yang Mengandung Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5
Penyimpanan Suhu Dingin. Skripsi. Fakultas Peternakan,
o Institut Pertanian
Simpan pada refrigerator suhu 5 C selama
Bogor, Bogor.
10 hari
Rahayu, N. P. N., R. Kawuri dan N. L. Suriani. 2014. Uji keberadaan
Staphylococcus aureus pada sosis tradisional (urutan) yang beredar di
Pengamatan
pasar tradisional di Denpasar, Bali. J. Simbiosis 2(1): 147- 157.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis ragam dari data pH bakso daging sapi berdasarkan
rancangan acak lengkap
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
1 2 3 4
P0 4,4±0,06 4,4±0,06 4,5±0,06 4,5±0,06 17,8 4,45±0,06a
P1 4,6±0,08 4,5±0,08 4,6±0,08 4,7±0,08 18,4 4,60±0,08b
P2 4,7±0,10 4,9±0,10 4,8±0,10 4,9±0,10 19,3 4,83±0,10a
P3 5,1±0,05 5±0,05 5±0,05 5±0,05 20,1 5,03±0,05c
P4 5,4±0,24 5,5±0,24 5,5±0,24 5±0,24 21,4 5,35±0,24d
Jumlah 24,2 24,3 24,4 24,1 97 18,90
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata
(P<0,01). P0: Konsentrasi substrat antimikroba 100%; P1: Konsentrasi substrat
antimikroba 90%; P2: Konsentrasi substrat antimikroba 80%; P3: Konsentrasi
substrat antimikroba 70%; P4: Konsentrasi substrat antimikroba 60%.
2 2 2 2 2 2 2 2 2
4,9 + 5,1 + 5,0 + 5,0 + 5,0 + 5,4 + 5,5 + 5,5 + 5,0 ) -
470,45
= 2, 25
JK Perlakuan = – FK
= - 470,45
= 2,02
JK Galat = JKT – JKP
= 2,25 – 2,02
= 0, 23
Daftar sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap nilai pH bakso daging sapi
SK db JK KT F hitung F Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 4 2,02 0,50 25,00** 3,06 4,89
Galat 15 0,23 0,02
Total 19
Keterangan : **) perlakuan berpengaruh sangat nyata pada taraf 5% dan 1%
(Fhitung>Ftabel 0,05 dan 0,01)
Uji lanjut Duncan terhadap nilai pH bakso daging sapi
SX (Simpangan Baku) =
=
= 0,03
Jarak
2 3 4 5
perbandingan(Perlakuan)
SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31
LSR 0,05 0,090 0,095 0,098 0,099
Perlakuan P4 P3 P2 P0 P1
5,35 5,08 4,85 4,83 4,55
P1 0,800 0,530 0,300 0,280
4,55
P0 0,520 0,250 0,020
4,83
P2 0,500 0,230
4,85
P3 0,270
5,08
P4
5,35
Lampiran 2. Analisis ragam dari data total mikroba bakso daging sapi berdasarkan
rancangan acak lengkap
Perlakuan Ulangan Jmlh Rataan
1 2 3 4
P0 5,95±0,01 5,98±0,01 5,95±0,01 5,96±0,01 23,84 5,96±0,01
P1 5,99±0,01 6,00±0,01 5,99±0,01 5,99±0,01 23,97 5,99±0,01
P2 6,03±0,02 6,05±0,02 6,06±0,02 6,02±0,02 24,16 6,04±0,02
P3 6,13±0,55 7,10±0,55 6,15±0,55 7,08±0,55 26,46 6,62±0,55
P4 6,25±0,73 6,27±0,73 6,26±0,73 7,73±0,73 26,52 6,63±0,73
Jumlah 30,36 31,40 30,41 32,78 124,95 31,24
viii