Anda di halaman 1dari 27

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAGUNG TERHADAP

KUALITAS KIMIA SILASE RUMPUT GAJAH

MAKALAH SEMINAR

Disusun Oleh :

SYAIFUL NUHA

NIM: 14021090

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

2018

i
PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAGUNG TERHADAP
KUALITAS KIMIA SILASE RUMPUT GAJAH

MAKALAH SEMINAR

Disusun Oleh :

SYAIFUL NUHA

NIM: 14021090

Dilaksanakan pada :

Hari dan tanggal :


Jam pelaksanaan :
Tempat pelaksanaan :

Disetuj oleh :

Pembimbing Seminar Koordinator Seminar

Ir, Niken Astuti, M.P Dr. Ir. Sundari, M. P.


NIDN: 0520076701 NIP : 1965 0812 199403 2 001

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

2018

ii
HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAGUNG TERHADAP


KUALITAS KIMIA SILASE RUMPUT GAJAH

MAKALAH SEMINAR

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

SYAIFUL NUHA
NIM : 14021090

Telah diterima sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan untuk


memperoleh gelar sarjana peternakan

Disetuj oleh :

Pembimbing Seminar Koordinator Seminar

Ir, Niken Astuti, M.P Dr. Ir. Sundari, M. P.


NIDN: 0520076701 NIP : 1965 0812 199403 2 001

iii
PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAGUNG TERHADAP
KUALITAS KIMIA SILASE RUMPUT GAJAH

SYAIFUL NUHA
NIM : 14021090

INTISARI*)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung


jagung terhadap kualitas kimia silase rumput gajah. Penelitian dilaksanakan dari
tanggal 17 Februari 2018 sampai 14 Mei 2018 di Laboratorium Peternakan dan
Kimia Fakultas Agroindustri Universitas Mercubuana Yogyakarta. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, perlakuan yang
digunakan yaitu terdiri dari 4 level pemberian Tepung Jagung (P1 0%, P2 3%, P3
6% dan P4 9% ), masing–masing perlakuan diulang 3 kali. Data dianalisis
menggunakan Analysis of Varience (ANOVA), jika ada perbedaan nyata
dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DMRT). Peubah yang
diamati yaitu kadar air, kadar protein kasar, kadar lemak kasar, kadar serat kasar,
kadar abu. Hasil penelitian menunjukkan level penambahan tepung jagung
berpengaruh nyata terhadap kadar protein kadar lemak, kadar serat, kadar abu .
Rerata protein kasar P1: 9,00; P2: 13,00; P3: 18,02; P4: 14,83,lemak kasar P1:
5,41; P2: 10,10; P3: 12,57; P4: 13,55 , serat kasar P1: 22,35; P2: 18,63; P3: 12,09;
P4: 6,50, abu P1: 15,20; P2: 16,22; P3: 14,42; P4: 10,57, akan tetapi tidak
berpengaruh nyata ( P>0,05) terhadap kadar air. Rerata kadar air P1: 7,60; P2:
7,45; P3: 7,30; P4: 7,59. Disimpulkan bahwa penambahan tepung jagung
mengahasilkan kualitas kimia silase rumput gajah terbaik dengan kadar rerata
protein kasar sebesar 18,02%.

Kata kunci: Kualitas kimia, rumput gajah, silase, tepung jagung.

*)
Intisari Skripsi Sarjana Peternakan, Program Studi Peternakan, Fakultas
Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, 2018.

iv
THE EFFECT OF CORN MEAL BY CHEMISTRY CONTENT OF
ELEPHANT GRASS SILAGE

SYAIFUL NUHA
14021090

ABSTRACT*)

This study aims to determine the effect of adding corn meal to the
chemical quality of silage of elephant grass. The research was conducted from
February 17, 2018 to May 14, 2018 in the livestock laboratory and chemistry
faculty of the university's agro-industry at Mercu Buana Yogyakarta. This study
uses a unidirectional randomized design (RAL) pattern, the treatment used
consisted of 4 levels of corn flour (P1 0%, P2 3%, P3 6% and P4 9%), each
treatment was repeated 3 times. Data were analyzed using Analysis of Varience
(ANOVA), if there were significant differences followed by Duncan's New
Multiple Range Test (DMRT) test. The variables observed were water content,
crude protein content, crude fat content, crude fiber content, ash content. The
results showed the level of addition of corn meal significantly affected the protein
content of fat content, fiber content, ash content. Average crude protein P1: 9,00;
P2: 13,00; P3: 18,02; P4: 14,83, crude fat P1: 5,41; P2: 10,10; P3: 12,57; P4:
13,55, crude fiber, P1: 22,35; P2: 18,63; P3: 12,09; P4: 6,50 , ash P1: 15,20; P2:
16,22; P3: 14,42; P4: 10,57, but it has no significant effect (P> 0.05) on water
content. Average water content P1: 7,60; P2: 7,45; P3: 7,30; P4: 7,59. Based on
the results and discussion it can be concluded that the treatment of addition of
corn flour with the best chemical quality is by adding 6% corn flour with crude
protein average content of 18.02%.

Key word: Elepant grass, corn meal, Silage, Chemistry content

*) The Abstract of Thesis of Animal Husbandry Degree, Faculty of Agroindustry,


Mercu Buana Yogyakrta University, 2018.

v
PENDAHULUAN

Penyediaan pakan hijauan merupakan permasalahan yang banyak

dirasakan oleh masyarakat indonesia, terutama yang memiliki musim kemarau

panjang, maka dalam hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas ternak yang

dapat terlihat pada pertambahan berat badan atau terjadi gangguan reproduksi

ternak. Pada umumnya repoduktivitas ternak tergantung pada ketersediaan pakan,

dengan demikian maka pakan harus tersedia cukup sepanjang tahun (Widyastuti,

2008).

Ketersediaan pakan yang lebih khususnya pakan hijauan baik kualitas,

kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam

menentukan keberhasilan usaha peternakan ternak ruminansia. Hal ini disebabkan

hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari hijauan dengan konsumsi segar

perhari 10 - 15% dari berat badan, sedangkan sisanya adalah konsentrat dan pakan

tambahan (feed supplement) (Sirait dkk., 2005).

Menurut Sudarmono (2008) pada setiap ternak setidaknya harus

mendapatkan pakan berupa hijauan atau rumput dan pakan penguat. Pada

umumnya pakan hijauan diberikan dalam jumlah 10% dari berat badannya dan

1% pakan penguat dari berat badan.

Kendala dalam penyediaan pakan hijauaan yang berkualitas dan

berkelanjutan adalah lahan subur atau produktif untuk penanaman pakan hijauan

ternak, karena penggunaan lahan produktif biasanya digunakan untuk tanaman

bernilai ekonomis tinggi. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut

adalah dengan pemanfaatan lahan-lahan marjinal atau kurang produktif dengan

vi
pemberian unsur hara yang diperlukan tanaman dengan cara pemupukan yang

sesuai dengan kebutuhan tanaman (Fanindi dkk., 2005).

Agar ketersediaan pakan selalu tersedia sepanjang waktu, maka peternak

harus lebih inovatif dalam penyediaan pakan hijauan ternak. Peternak

memerlukan inovasi cara penyimpanan bahan pakan segar atau bahan pakan

simpan dalam kurun waktu tertentu. Inovasi dapat dilakukan dengan pengawetan

hijauan segar (silase) maupun pengawetan hijauan kering (hay), sehingga

kesulitan mencari bahan pakan saat musim kemarau sudah tidak lagi menjadi

kendala bagi peternak (Yulianto, 2010).

Salah satu rumput yang berpotensi ditinjau dari sudut zat gizinya

sebagai bahan pakan ternak adalah rumput gajah. Rumput gajah mengandung

protein kasar yaitu 9,66%, namun rumput gajah mengandung serat kasar

yang tinggi yaitu 30,86 %. Produksi rumput gajah yang berlebih, dapat

dimanfaatkan untuk mengantisipasi kesenjangan produksi hijauan pakan pada

musim hujan dan musim kemarau, disamping itu dapat memanfaatkan

kelebihan produksi pada saat pertumbuhan yang terbaik. Rumput gajah

tersebut dapat diawetkan dalam bentuk silase, karena merupakan bahan

pakan hijauan yang baik untuk dibuat silase (Sutardi cit. Syariffudin, 2006).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung

jagung terhadap kualitas kimia silase rumput gajah.

vii
Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberitahukan informasi kepada

masyarakat tentang pengaruh penambahan tepung jagung terhadap kualitas kimia

silase Rumput Gajah

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di laboratorium peternakan dan

laboatorium kimia Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Jl. Wates KM

10, Sedayu, Bantul, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan

Maret 2018 sampai dengan April 2018.

Materi Penelitian

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian fermentasi rumput gajah dengan

penambahan tepung jagung dan analisis proksimat antara lain : plastik atau silo;

rafiah; sarung tangan, timbangan digital, erlenmeyer; labu destilasi; gelas beaker;

corong gelas; buret; corong pisah; labu ukur leher panjang; gelas ukur; kondensor;

filler (karet penghisap); pipet ukur; pipet volume; pipet tetes; pengaduk; tabung

reaksi; spatula plastik dan kawat nikrom; pipa kapiler atau kaca kapiler; desikator;

indikator universal; gelas arloji; hot hands; kertas saring; kaki tiga; kawat kasa;

rak tabung reaksi; penjepit dan stirer; mortal dan pastel ; krusibel; evaporating

viii
dish; klem dan statif; ring; clay triangle; kacamata pengaman; pemanas sepiritus;

pemanas atau pembakar bunsen; oven; tanur.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian pakan antara lain: tepung jagung ;

rumput gajah; pakan fermentasi; EM4; asam klorida (HCL); aquadest; petroleum

ether atau pelarut heksan; kalium sulfat anhidrus (K2SO4); merkuri oksida (HgO);

H2SO4 pekat; asam borat (H3BO3) 3%; indikator phenolphthalein (pp) 1%;

natrium hidroksida (NaOH) 60%; asam sulfat (H2SO4) 1,25%; natrium hidroksida

(NaOH) 1,25%; ethanol; kertas lakmus; kertas saring; paper thimbel; kertas

saring whatman No. 41, kertas tissue.

Metode Penelitian

Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 4 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang 3 kali.

P1% = Tepung Jagung 0 % + Rumput Gajah

P2% = Tepung Jagung 3 % + Rumput Gajah

P3% = Tepung Jagung 6 % + Rumput Gajah

P4% = Tepung Jagung 9 % + Rumput Gajah

Pelaksanaan penelitian

1. Siapkan bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan silase

ix
2. Cacah rumput gajah 5 kg dengan panjang cacahan sekiar 3-5 cm

3. Campur antara air dan Em4 0,8% atau 40 ml

4. Taburkan tepung jagung pada rumput gajah yang sudah dicacah dan

kemudian di aduk sampai rata.

5. Setelah diaduk sampai homogen lalu bahan disiram dengan air yang sudah

dicampur dengan EM4 kemudian diaduk hingga rata.

6. Masukkan campuran yang sudah diaduk kedalam plastik kemudian ditutup

atau diikat dengan rafiah tunggu 14 hari selesai.

7. Tahap akhir adalah analisis laboratorium untuk uji proksimat.

Variabel yang diamati adalah:

Kadar Air. Air ditetapkan berdasarkan penguapan yang dipanaskan dalam oven

100-105oC sampai mencapai berat yang tetap. Berat yang hilang adalah

kandungan air dalam sampel. Menurut Dewi et al. (1990) cit. Khamdani (2015)

cara kerjanya adalah :

1. Tahap pertama pada analisa kadar air adalah mengeringkan botol timbang

didalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam.

2. Botol timbang tersebut kemudian dimasukkan dalam desikator (kurang

lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. (A)

3. Timbang sampel seberat 2 gram dan dimasukkan dalam botol timbang. (B)

4. Botol timbang yang diisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven

dengan suhu 100 – 105 oC selama 6 – 7 jam. Botol timbang didinginkan di

dalam desikator (kurang lebih 30 menit) kemudian ditimbang

x
menggunakan timbangan analitik kepekaan 0,1 mg hingga diperoleh berat

tetap ( berat dianggap tetap jika 3x penimbangan dan beratnya konstan).

Perhitungan kadar air:

B−C
Kadar air : = B−A 𝑥 100%

Keterangan :

A = berat botol timbang kosong (gram).

B = berat btol timbang yang diisi sampel

C = berat botol timbang yang diisi sampel yang telah dikeringkan (gram).

Kadar protein (Metode Kjeldahl). Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan

merkuri oksida sebagai katalisator. Nitrogen organik yang terdapat dalam sampel

diubah menjadi ion ammonium kemudian ammonium destilasi dengan

penambahan natrium hidroksida. Kadar nitrogen dalam sampel, ditentukan dengan

titrasi menggunakan standar asam. Menurut (Sudarmadji dkk. 1990 cit.

Khamdani, 2015) cara kerjanya adalah sebagai berikut:

1. Sampel ditimbang sebanyak 2- 5 gram kemudian dimasukkan kedalam

labu kjedahl 500 ml. (berat sampel)

2. Ditambahkan 10 gram kalium sulfat anhidrus, 0,7 gram merkuri oksida

atau (0,5 gram tembaga sulfat) dan 20 ml H2SO4 pekat.

3. Sampel didestruksi dalam ruang asam dengan panas yang rendah sampai

tidak berasap lagi.

4. Destruksi dengan panas tinggi hingga larutan jernih lalu di dinginkan.

xi
5. Setelah dingin, kemudian larutan destruat dengan 50 ml akuades dan

pindahkan secara kuantitatif kedalam alat destilasi.

6. Hubungkan alat destilasi dengan alat penampung erlenmeyer 500 ml yang

berisi asam borat 3% dan beberapa tetes indikator.

7. Kemudian didihkan selama 15 menit.

8. Tambahkan natrium hidoksida 60 % berlebih (perubahan warna jernih

menjadi coklat).

9. Kemudian dilakukan proses destilasi sampai volume penampung mencapai

sekitar 200 ml.

10. Lalu destilat dititrasi dengan HCL 0,02 N (catatan ml HCL sampel).

11. Kerjakan blanko menggunakan Aguades sebagai pengganti sampel

(catatan HCL blanko).

Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(ml HCL Sampel − ml HCL blanko) x HCL x 14,008


Nitrogen =
berat sampel x 1000

Keterangan:

ml HCL sampel = catatan ml HCL sampel

ml HCL blangko = catatan HCL blanko

Kadar Protein = nitrogen (%) x faktor konversi (6,25).

Analisis kadar protein ini merupakan usaha untuk mengetahui kadar

protein bahan baku pakan. Analisis kadar protein digunakan untuk menguji kadar

protein, ditentukan kadar nitrogennya secara kimiawi kemudian angka yang

diperoleh dikalikan dengan faktor 6,25 = (100 : 16). Faktor tersebut digunakan

xii
sebab nitrogen mewakili sekitar 16 % dari protein (Martidjo, 1987 cit. Khamdani,

2015).

Kadar lemak kasar. Sampel dihidrolisa dengan asam klorida untuk melepaskan

lemak yang terikat. Kemudian lemak diestrak dengan dietileter dalam alat

ekstraksi Soxhlet. Destilat diuapkan dan residu lemak dalam labu soxhlet

ditimabang. Menurut Dewi et al. (1990) cit. Khamdani (2015) cara kerjanya

adalah sebagai berikut :

1. Timbang sampel sebanyak 2 – 5 gram dan dimasukkan ke dalam gelas

piala 400 ml. (A)

2. Tambahkan 30 ml asam klorida dan 20 ml aquadest.

3. Didihkan selama 15 menit (dihitung saat mulai mendidih).

4. Saring dalam keadaan panas dengan kertas saring basah

5. Cuci residu dengan air suling sampai bebas asam (uji menggunakan kertas

lakmus).

6. Keringkan kertas saring bersama residu dalam oven 100 – 105 oC.

7. Ektrak residu dengan dietiler (atau petroleum eter) menggunakan alat

ektraksi soxhlet, selama 2 jam.

8. Tampung ekstrak dalam labu yang telah diketahui berat kosongnya. (B)

9. Uapkan dietiler dengan destilasi pendingin balik.

10. Angin-anginkan labu yang berisi lemak sampai bebas ether.

11. Keringkan dalam oven pada suhu 100 – 105 oC.

12. Dinginkan dalam desikator dan timbang.

13. Ulangi tahap 11 – 12 sampai dihasilkan berat yang tetap. (C)

xiii
Perhitungan kadar lemak :

C−B
Kadar lemak = 𝑥 100%
A

Keterangan :

A = berat sampel

B = bobot botol sebelum ektraksi (gram).

C = bobot botol dengan lemak setelah ekstraksi (gram).

Kadar Serat Kasar. Menurut (sudarmadji, 1984 cit. Nur hadiyanto, 2014 cit.

Khamdani, 2015) adalah sebagai berikut :

1. Bahan dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian disaring

menggunakan saringn berukuran diameter 1 mm.

2. Timbang 2 gram sampel dengan neraca analitik kepekaan 0,01 gram. (B2)

3. Sampel dimasukkan kedalam gelas beaker ukuran 600 ml, dan tambahkan

200 ml asam sulfat 1,25% dididihkan selama 30 menit.

4. Sampel disaring menggunakan corong penghisap buncher (pakai linnen)

dengan kertas saring whatman no 42.

5. Cuci sampel dengan air suling panas sampai bebas dari asam (cek dengan

kertas lakmus).

6. Masukkan kembali sampel ke dalam gelas beaker tamabahan 200 ml

Natrium Hidroksida 1,25% di didihkan selama 30 menit.

xiv
7. Saring kembali melalui corong pengisap buncher cuci dengan air suling

panas sampai bebas alkali (cek dengan kertas lakmus) kemudian dicuci

dengan etanol 15 ml.

8. Masukkan residu dan kertas saring ke dalam cawan yang sudah diketahui

beratya.

9. Kemudian keringkan residunya dadalam oven pada suhu 100 – 105 oC

selama sekitar 2 jam dan didinginkan dalam desikator kemudian

ditimbang. (B0)

10. Kemudian residunya masukkan ke dalam tanur dan abukan pada suhu 500

– 600 oC selama 1 jam.

11. Dinginkan dalam desikator dan kemudian timbang. (B1)

Perhitungan serat kasar :

B2−B1
Kadar serat kasar (gram/100 g) = 𝑥 100%
B0

Keterangan :

B0 = berat residu yang tidak larut dalam basa

B1 = berat abu

B2 = berat sampel

Kadar Abu. Sampel diabukan sampai bebas dari karbon dan sisa pengabuan

adalah abu dari sampel tersebut. Menurut Dewi et al. (1990) cit. Khamdani,

(2015) cara kerjanya adalah sebagai berikut.

1. Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu

sekitar 1 00 – 105 oC.

xv
2. Cawan abu porselen tersebut di masukkan kedalam desikator kemudian

ditimbang. (A)

3. Sampel sebanyak 2 – 5 gram ditimbang kemudian di masukkan kedalam

cawan abu porselen. (B)

4. Selanjutnya di masukkan kedalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC

selama 7 jam.

5. Cawan dimasukkan didalam desikator dibiarkan sampai dingin dan

kemudian ditimbang. (C)

Kadar abu dihitung dengan rumus:

C−A
Kadar abu (%) = B − A 𝑥 100 %

Keterangan:

A = berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = berat cawan abu porselen dengan sampel sebelum diabukan (gram).

C = berat cawan abu porselen dengan sampel stelah diabukan (gram).

Analisis Data

Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Data

yang diperoleh diuji menggunakan Anova dan apabila hasil menunjukkan

perbedaan dilakukan uji lanjut dengan DMRT Suhairy dkk. (2017).

xvi
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil penelitian rerata kadar air menunjukkan bahwa dari setiap perlakuan

penambahan tepung jagung memiliki pengaruh yang berbeda-beda kadar airnya

dalam pakan silase rumput gajah. Kadar air dari yang tertinggi hingga yang

terendah P3 (7,30) P2 (7,45) P4 (7,59) P1 (7,60) untuk yang lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 2 sebagai berikut

Tabel 2. Rerata kadar air silase rumput gajah (%)

Ulangan Perlakuan penambahan tepung jagung (%)


P1 (0%) P2 (3%) P3 (6%) P4 (9%)
1 7,43 7,14 7,48 6,81
2 8,01 7,51 7,57 8,06
3 7,36 7,70 6,85 7,91
Rerata ns 7,60 7,45 7,30 7,59
ns
Keterangan : Non signifikan (P>0,05).

Berdasarkan analisis anava (lampiran1) menujukkan bahwa perlakuan

penambahan tepung jagung berpengaruh tidak beda nyata (P>0,05) terhadap

kadar air silase rumput gajah. Dari data tersebut diperoleh bahwa semakin banyak

penambahan tepung jagung pada silase rumput gajah tidak berpengaruh terhadap

air pada silase rumput gajah hal ini diduga proses pembentukan dan pemanfaatan

air oleh mikroorganisme terjadi secara seimbang dalam pertumbuhanya Lestari

(2013). Karbohidrat sebagai sumber energi yang dapat menghasilkan molekul air

dan CO2 sebagian besar air akan tertinggal dalam produk dan sebagian akan

xvii
keluar dari produk. Air yang tertinggal dalam produk akan menyebabkan kadar air

yang tinggi dan bahan kering yang rendah Winarno et al (1980)

............................................ Salah satu faktor yang mempengaruhi silase ialah

kadar air hijauan dan bahan. Kualitas silase yang dihasilkan dipengaruhi oleh tiga

faktor antara lain: hijauan yang digunakan, zat aditif (aditif digunakan untuk

meningkatkan kadar protein dan karbohidrat pada material pakan) dan kadar air.

Kadar air yang tinggi menghasilkan asam butirat, mendorong pertumbuhan jamur

dan mengahsilkan silase berkadar air tinggi. Sedangkan kadar air yang rendah

mengahsilkan kadar air silase rendah dan menyebabkan suhu di dalam silo lebih

tinggi sehingga mempunyai resiko yang tinggi terhadap terjadinya kebakaran

Anonim (2004) dalam Hanafi (2008).

Kadar Protein Kasar

Hasil penelitian rerata kadar protein menunjukkan bahwa dari setiap

perlakuan penambahan tepung jagung memiliki pengaruh yang berbeda-beda

dalam menghasilkan kadar protein dalam pembuatan silase rumput gajah, dari

protein yang tertinggi hingga yang terendah P3 (16,70) P4 (13,72) P2 (12,03) P1

(8,31) untuk yang lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Rerata kadar protein kasar silase rumput gajah (%)

Ulangan Perlakuan penambahan tepung jagung %


P1 0% P2 3% P3 6% P4 9%
1 9,22 12,08 21,40 18,97
2 9,29 11,42 15,45 12,57
3 8,50 15,50 17,22 12,95
Rerata* ɑ ɑb b
9,00 13,00 18,02 14,83 b
*Keterangan: Nilai rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

xviii
Berdasarkan analisis variansi (lampiran 2) menunjukkan bahwa

penambahan tepung jagung berpengarug sangat nyata (P<0,05) terhadap kadar

protein kasar silase rumput gajah, dengan protein tertinggi pada perlakuan

penambahan tepung jagung sebesar 6% dengan kadar protein kasar yang terdapat

pada silase sebesar 18,02%.

Pada perlakuan P1 berbeda nyata terhadap perlakuan P4, P3 akan tetapi

tidak berbeda nyata terhadap perlakuan P2. P3, P4 tidak berpengaruh nyata

terhadap P2. Terjadi peningkatan kadar protein kasar pada silase rumput gajah.

Peningkatan kadar protein ini diduga karena penambahan tepung jagung

memberikan energi untuk pertumbuhan mikroba untuk mengahsilkan produck sel

tunggal (PST) yang mana bimassa sel mengandung 40-65% protein. Hal ini sesuai

pendapat Hidayat (2014) tingkat penambahan karbohidrat berpengaruh terhadap

kadar protein kasar pada silase. Peningkatan kadar protein ini diduga karena

adanya penambahan protein yang disumbangkan oleh sel mikroba akibat

pertumbuhanya yang menghasilkan prooduk protein sel tunggal (PST) atau

biomassa sel yang mengandung sekitar 40-65% protein (krisnan, 2005). Penyebab

terjadinya penurunan protein karena adanya aktivitas mikroorganisme dan larut

dalam air(Muijs, 1983)..

Kadar Lemak Kasar

Hasil penelitian rerata kadar lemak kasar menunjukkan bahwa dari setiap

perlakuan penambahan tepung jagung memiliki pengaruh yang berbeda-beda

dalam mengurangi jumlah serat kasar pada pakan silase rumput gajah. Kadar

xix
lemak kasar dari yang tertinggi hingga yang terendah P4 (12,81) P3 (12,51) P2

(12,27) P1(5,42) untuk yang lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 sebagai

berikut.

Tabel 4. Rerata kadar lemak kasar silase rumput gajah (%)

Ulangan Perlakuan penambahan tepung jagung (%)


P1 (0%) P2 (3%) P3 (6%) P4 (9%)
1 6,12 11,19 12,20 12,91
2 4,71 10,43 12,55 13,92
3 5,41 8,69 12,98 13,83
Rerata* 5,41ɑ 10,10 b 12,57 c 13,55 d
*Keterangan: : Nilai rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Berdasarkan analisis variansi dan Duncan’s Multipple Range Test

(DMRT) (lampiran 3) nilai kadar lemak kasar disetiap perlakuan menunjukkan

Perbedaan yang sangat nyata (P<0,05). Pada perlakuan P1 berbeda nyata

terhadap perlakuan P2, p3, P4 dan pada perlakuan P3 berbeda nyata terhadap

perlakuan p1, p2 akan tetapi tak beda nyata terhadap perlakuan P4. Bertambahnya

kadar lemak ini diduga karena adanya penambahan tepung jagung yang

didalamnya memiliki kadar lemak. Hal ini sesuai pendapat Amrullah (2015)

bahwa berbagai jenis akselator berpengaruh terhadap kadar lemak pada silase.

Amrullah dalam Makmur (2006), menyatakan bahwa kandungan lemak kasar dari

bahan pakan terdiri dari ester gliserol, asam-asam lemak dan vitamin-vitamin

yang larut dalam lemak mudah menguap. Menurut umam (2014) lemak dalam

tepung jagung sebesar 7, 78%.

Kadar Serat Kasar

xx
Hasil penelitian rerata kadar serat kasar menunjukkan bahwa dari setiap

perlakuan penambahan tepung jagung memiliki pengaruh yang berbeda-beda

pada pakan silase rumput gajah. Kadar serat dari yang tertinggi hingga yang

terendah P1 (22,35) P2 (18,63) P3 (12,09) P4 (6,50) untuk yang lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5. Rerata kadar serat kasar silase rumput gajah (%)

Ulangan Perlakuan penambahan tepung jagung (%)


P1 0 (%) P2 3 (%) P3 6 (%) P4 9(%)
1 24,50 19,17 13,30 8,15
2 23,30 17,85 12,69 4,80
3 19,24 18,87 10,29 6,55
Rerata* 22,35 d
18,63 c
12,09 ᵇ 6,50 ɑ
*Keterangan: Nilai rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Dari hasil analisis variansi dan Duncan’s Multiple Range Test (Lampiran

4) dapat disimpulkan bahwa pada setiap perlakuan penambahan tepung jagung

memiliki perbedaan yang sangat nyata (P<0,05). Pada perlakuan penambahan

tepung 3% memiliki kadar serat kasar sebesar 18,63% pada perlakuan

penambahan tepung jagung 6% pada silase rumput gajah terjadi penurunan kadar

serat kasar 12,09%, pada perlakuan penambahan tepung jagung 9% pada silase

rumput gajah terjadi penurunan kadar serat kasar sebesar 6,50%, sedangkan serat

kasar silase rumput gajah tanpa penambahan tepung jagung sebesar 20,65%. Hal

ini disebabkan selama proses fermentasi terjadi hidrolisis serat sehingga

menyebabkan terjadinya penurunan kadar serat disetiap perlakuan penambahan

tepung jagung. Selama ensilase berlangsung terjadi proses hidrolisis fraksi serat,

antara lain pada kandungan NDF dan hemiselulosa (Huhtanen dan Jaakkola,

1993). Penurunan kadar SK akan berpengaruh baik pada kualitas silase karena SK

xxi
yang terlalu tinggi dapat menurunkan kecernaan bahan pakan akibat terganggunya

proses pencernaan zatzat lain di dalam pakan. Hal ini disebabkan karena untuk

mencerna serat kasar diperlukan banyak energi (Lubis, 1992). Hal ini sesuai

dengan pendapat Anjalani dkk (2017) bahwa tingkat penambahan aditif pada

pembuatan silase berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar silase.

Hal yang menyebabkan terjadinya penurunan serat kasar dikarenakan

adanya kelompok bakteri Latobacillus dalam proses fermentasi akan

menghasilkan sejumlah besar enzim mencerna serat kasar seperti selulase dan

mananase. Dalam mencerna serat kasar bakteri tidak menghasilkan serat kasar

dalam aktivitasnya, sehingga lebih efektif dalam menurunkan serat kasar dari pada

ragi dan jamur (Noviadi et al., 2011). Riswandi (2014) berpendapat bahwa

semakin banyak ketersediaan karbohirat yang mudah dicerna maka semakin

banyak jumlah mikroba yang dapat berkembang sehingga produksi asam laktat

sebagai akibat fermentasi karbohidrat juga meningkat,

Kadar Abu

Hasil penelitian rerata kadar abu menunjukkan bahwa dari setiap

perlakuan penambahan tepung jagung memiliki pengaruh yang berbeda-beda

kadar abu pada pakan silase rumput gajah. Kadar abu dari yang tertinggi hingga

yang terendah P1 (16,24) P2 (16,22) P3 (14,42) P4 (10,20) untuk yang lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut

Tabel 6. Rerata kadar abu silase rumput gajah (%)

xxii
Ulangan Perlakuan penambahan tepung jagung (%)
P1 0% P2 3% P3 6% P4 9%
1 14,37 15,77 15,28 11,51
2 15,79 16,44 13,91 9,95
3 15,46 16,45 14,09 10,26
Rerata* 15,20 16,22 14,42 10,57
*Keterangan: Nilai rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Berdasarkan hasil analisi variansi dan Duncan’s Multiple Range Test

(DMRT) (lampiran 5) menunjukkan bahwa jumlah kadar abu antar perlakuan P1,

P2 dan P3 tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan P4 bedanyata (P<0,05)

dengan P1, P2 dan P3. Hal ini merujuk pada pernyataan Winarno (1992) bahwa

semakin rendah kadar abu yang dihasilkan maka mutu dan tingkat kemurnian

akan semakin tinggi. Peneurunan kadar abu ini diduga karena mikroba pada silase

memanfaatkan mineral-mineral dalam bahan hal ini sesuai dengan pendapat

Yuvitaro (2012) berpendapat bahwa kadar abu yang rendah juga diduga karena

mikroba hanya memanfaatkan mineral-mineral yang terkandung dalam bahan

untuk tubuh.

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan yang erat

kaitannya dengan kandungan mineral bahan yang ada di dalam abu saat dibakar

(Legowo dan Nurwantoro 2004). Mineral merupakan zat anorganik yang bersifat

homogen. Mineral berukuran makro berperan sebagai komponen struktur jaringan

yang berfungsi dalam metabolisme sel dan berperan penting dalam osmoregulasi

dan keseimbangan asam basa (Houlihan et al., 2001).

xxiii
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan tepung jagung yang terbaik adalah menggunakan tepung

jagung dengan kadar 6% dapat meningkatkan kandungan nutrisi yang meliputi

protein kasar serat kasar lemak kasar serat kasar abu dalam silase rumput gajah

Saran

Tepung jagung dapat dipergunakan sebanyak 6% dalam pembuatan

silase Rumput Gajah.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, F. A., Liman, dan Erwanto. 2015. Pengaruh penambahan berbagai jenis
sumber karbohidrat pada silase limbah sayuran terhadap kadar lemak
kasar, serat kasar, protein kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(4): 221-227.

Anonim. 2004. Pioneer ® Brand Silage Innoculants. Technical Insights No 101.


Des Moines, Iowa, USA.

Anjalani, R., L. Silitonga, M.H Astututi. 2017. Kualitas silase rumput gajah yang
diberi tepung umbi talas sebagai aditif silase. Skripsi. Program studi
peternakan universitas palangkaraya.

xxiv
Fanindi, A. S. Yuhaini dan A. Wahyu. 2005. Pertumbuhan dan produkstivitas
tanaman sorgum (sorghum bicolor L) moench dan sorghum sudanse (piper
stafp) yang mendapatkan kombinasi pemupukan N, P, K dan Ca.
Prosiding seminar nasional Peternakan dan Veteriner, 12 - 13 September
di Bogor, Buku 2 : 872 – 885

Hidayat, N. 2014. Karakteristik dan kualitas silase rumput raja menggunakan


berbagai sumber dan tingkat penambahan karbohidrat fermentable. Skrpsi.
Fakultas peternakan universitas jenderal soedirman purwokerto.

Houlihan D, Boujard T, Jobling M. 2001. Malden (US): Blackwell Science.

Huhtanen, P. and S. Jaakkola. 1993. The effects of forages preservation method


and proportion of concentrate on digestion of cell wall carbohydrates and
rumen digesta pool size in cattle. Grass and Forage Science 48 :155-165.

Khamdani R. A. 2015. Pengaruh Lama Fermentasi Dengan Aspergillus Niger


Terhadap Kandungan Nutrien Kulit Kopi. Skripsi. Program Studi
Peternakan Fakultas Agroindustri Universitas Mercubuana Yogyakarta.

Krisnan, R. 2005, The effect of aplication of tea waste (Cammellia sinensis)


fermented with aspergillus niger on broiler”, JITV, 10(1):1-5.

Kung, Jr. L., Taylor, C. C., Lynch, M. P. and Neylon, J.M., 2003. The effect of
treating alfalfa with Lactobacillus buchneri 40788 on silage fermentation,
aerobic stability, and nutritive value for lactating dairy cows. J. Dairy Sci.
86: 336–343.

Legowo, AM, Nurwantoro. 2004. Analisis Pangan. Semarang (ID): Universitas


Diponegoro Press.

Muijs, D. J. 1983. Ensilsing Elephant Grass at The BLPP-Batu Farm. Regional


Dairy Training Centre Technical Cooperation Project. Batu

Noviadi, R., A. Sofiana, I Panjaitan. 2011. Pengaruh Penggunaan Tepung Jagung


Dalam Pembuatan Silase Limbah Daun Singkong Terhadap Perubahan
Nutrisi, Kecernaan Bahan Kering, Protein Kasar dan Serat Kasar Pada
Kelinci Lokal. Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Negeri Lampung.
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (1): 6-12 ISSN 1410-5020.

Riswandi. 2014. Kualitas silase neceng gondok (eichho crassipes) dengan


penambahan dedak halus dan ubi kayu. Jurnal peternakan sriwijaya vol. 3,
1, juni 2014, pp. 1-6 ISSN 2303-1093.

xxv
Sirait, J., N. D. Purwantari dan K. Simanihuruk. 2005. Produksi dan Serapan
Nitrogen Rumput pada Naungan dan Pemupukan yang Berbeda. Jurnal
Ilmu Ternak dan Veteriner, 10 (3) : 175 - 181.

Sudarmono, A.S. dan Y.B. Sugeng. 2008. Sapi Potong .Edisi Revisi. Semarang:
Penebar Swadaya.

Syarifuddin, N. A, 2006. Karakteristik dan Persentase Keberhasilan Silase


Rumput Gajah pada Berbagai Umur Pemotongan. Fakultas Peternakan
Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Banjarmasin.

Umam, S., N.P. Indriani dan A. Budiman. 2014. Pengaruh tingkat penggunaan
tepung jagung sebagai aditif pada silase rumput gajah (Pennisetum
purpureum) terhadap asam laktat, NH3 dan pH. Jurnal. Fakultas
Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.

Wattiaux, M. 2017. Introduction to SilageMaking. In: Dairy Updates Feeding No.


502. Diunduh dari http://www.dairyweb.ca/Resources/Bab cock/Silage.di
unduh pada tanggal 2 Agustus 2018.
Widyastuti, Y. 2008. Fermentasi Silase dan Manfaat Probiotik Silase bagi
Ruminansia. Pusat Penelitian Bioteknologi –LIPI Jl. Raya Bogor Km 46
Cibinong 16911.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta

Yulianto, P. dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif.


Penebar Swadaya. Depok

Yunus, M. 2009. Pengaruh Pemberian Daun Lantoro (Leucaena leophala)


terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpereum) yang
diberi Molasses. http://www.agripet/vol9/index.pdf. Diunduh pada tanggal
05/07

xxvi
xxvii

Anda mungkin juga menyukai