SKRIPSI
Oleh:
Mukhammad Mirza Aburizal
NIM. 145050100111041
SKRIPSI
Oleh:
Mukhammad Mirza Aburizal
NIM. 145050100111041
SKRIPSI
Oleh :
Mukhammad Mirza Aburizal
NIM. 145050100111041
Mengetahui:
Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
i
ii
KATA PENGANTAR
iii
7. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak dan Ibu
karyawan Laboratorium BBIB Singosari yang telah
mendampingi dan membantu selama penelitian,
8. Anggota Tim Penelitian yaitu Arif Pramono, Dina Eka
Susilowati, Siti Makrufa, Liza Choirunnisa dan Apriani
Rophi serta rekan penelitian Anang, Dicky dan Willy atas
kerjasama, bantuan, dan dukungannya selama menjalani
penelitian bersama,
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak dan dapat membantu memberikan kontrsibusi di bidang
peternakan.
Penulis
iv
EFFECT OF SUPPLEMENTATION EXTRACT
BETEL NUT (Areca catechu L.) IN THE EGG YOLK
SKIM MILK DILUENT ON SPERM QUALITY
BALI BULL IN STORAGE –196 °C
1)
Student of Animal Production, Faculty of Animal
Husbandry, Brawijaya University, Malang
2)
Lecturer of Animal Production, Faculty of Animal
Husbandy, Brawijaya University, Malang
Email:mirzamboizz@gmail.com
ABSTRACT
v
treatment P0 20±6.67%, P1 26.5±7.09%, P2 27±5.37%, and P3
24±3.94%, post thawing viability of each treatment, P0
34.58±8.45%, P1 42.53±5.82%, P2 41.45±6.2%, and P3
41.27±5.49%. Giving of betel nut extract had a significant
effect on motility and viability of spermatozoa post thawing
(P<0,05) but no significant effect on spermatozoa abnormalities
(P>0,05). The best result that shown on post thawing motility is
in treatment P2. Supplementation of 1%, 3% and 5% extract
betel nut in the egg yolk skim milk diluent increased the
percentage of motility and viability of the post thawing Bali
bull’s semen.
vi
EFEK PENAMBAHAN EKSTRAK BIJI PINANG
(Areca catechu L.) DALAM PENGENCER SUSU SKIM
KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS
SPERMATOZOA SAPI BALI PADA
PENYIMPANAN -196 °C
1)
Mahasiswa Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya, Malang
2)
Dosen Bagiah Produksi Ternak, Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya, Malang
Email:mirzamboizz@gmail.com
RINGKASAN
vii
L.) pada pengencer susu skim kuning telur terhadap kualitas
spermatozoa sapi Bali yang disimpan pada suhu -196 °C.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 November - 30
Desember 2017 di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB)
Singosari, Malang.
Materi penelitian yang digunakan adalah semen segar
dari pejantan unggul sapi Bali berkualitas rendah dengan
kriteria motilitas individu 40-50% dan motilitas massa ++ (2+).
Semen segar diuji kualitas makroskopis dan mikroskopis.
Pengencer yang digunakan yaitu susu skim kuning telur dengan
penambahan ekstrak biji buah pinang (Areca catechu L.). Biji
pinang (Areca catechu L.) didapatkan dari Laboratorium
Materia Medika Batu. Pembuatan ekstrak tepung biji pinang
(Areca catechu L.) dilakukan di Laboratorium Biomol Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas
Brawijaya Malang. Gliserol yang digunakan sebanyak 13%
sebagai krioprotektan intraseluler. Metode yang digunakan
adalah percobaan laboratorium (experimental laboratory)
dengan menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 10 ulangan yaitu P0
(100% Pengencer Susu Skim Kuning Telur), P1 (100%
Pengencer Susu Skim Kuning Telur + 1% Ekstrak Biji Pinang),
P2 (100% Pengencer Susu Skim Kuning Telur + 3% Ekstrak
Biji Pinang), P3 (100% Pengencer Susu Skim Kuning Telur +
5% Ekstrak Biji Pinang), semua perlakuan diamati pada tahap
before freezing dan post thawing minimal 24 jam setelah
pembekuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan
ekstrak biji pinang pada pengencer susu skim kuning telur
memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada persentase
motilitas individu dan viabilitas spermatozoa post thawing.
viii
Nilai rataan motilitas post thawing setiap perlakuan P0
20±6,67%, P1 26,5±7,09%, P2 27±5,37%, dan P3 24±3,94%,
sedangkan nilai viabilitas post thawing setiap perlakuan, P0
34,58±8,45%, P1 42,53±5,82%, P2 41,45±6,2%, dan P3
41,27±5,49%. Penambahan ekstrak biji pinang tidak
memberikan pengaruh yang nyata pada abnormalitas
spermatozoa post thawing (P>0,05). Antioksidan yang
terkandung pada ekstrak biji pinang dapat menangkal radikal
bebas sehingga meminimalkan terjadinya peroksidasi lipid
yang dapat merusak membran plasma spermatozoa yang akan
menyebabkan penurunan motilitas dan kematian spermatozoa.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penambahan
ekstrak biji pinang (Areca catechu L.) sebanyak 1%, 3% dan
5% dalam pengencer susu skim kuning telur berpengaruh
meningkatkan persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa
sapi Bali setelah penyimpanan suhu -196 °C. Penambahah
ekstrak biji pinang 3% pada pengencer susu skim kuning telur
merupakan konsentrasi terbaik dalam mempertahankan kualitas
spermatozoa sapi Bali selama proses pembekuan sampai
dengan post thawing.
ix
x
DAFTAR ISI
Isi Halaman
RIWAYAT HIDUP .......................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................... iii
ABSTRACT ....................................................................... v
RINGKASAN ................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................... xix
DAFTAR SINGKATAN .................................................. xxi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................... 5
1.5 Kerangka Pikir ................................................. 5
1.6 Hipotesis........................................................... 9
xi
BAB III MATERI DAN METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................... 23
3.2 Materi Penelitian ............................................. 23
3.3 Metode Penelitian ............................................ 24
3.3.1 Rancangan Percobaan ................................. 24
3.3.2 Prosedur Penelitian ..................................... 24
3.3.2.1 Pembuatan Ekstrak Biji Pinang
(Areca catechu L.) ...................................... 24
3.3.2.2 Pengenceran Ekstrak Biji Pinang
(Areca catechu L.) ...................................... 25
3.3.2.3 Pembuatan Pengencer Susu Skim
Kuning Telur .............................................. 26
3.3.2.4 Pembuatan pengencer Susu Skim
Kuning Terlur dengan suplementasi
Ekstrak Biji Pinang..................................... 27
3.3.2.5 Penampungan Semen Sapi Bali .................. 28
3.3.2.6 Prosedur Pengenceran ................................ 29
3.3.2.7 Proses Pembekuan Semen .......................... 31
3.3.3 Evaluasi Semen ........................................... 32
3.3.4 Kerangka Operasional ................................ 37
3.4 Variabel Pengamatan ....................................... 38
3.5 Analisis Data ................................................... 38
3.6 Batasan Istilah ................................................. 39
xii
Penyimpanan Suhu –196 °C ....................... 46
4.2.2 Viabilitas Semen Sapi Bali dengan
Penambahan Ekstrak Biji Pinang Setelah
Penyimpanan Suhu –196 °C ....................... 49
4.2.3 Abnormalitas Semen Sapi Bali dengan
Penambahan Ekstrak Biji Pinang Setelah
Penyimpanan Suhu –196 °C ....................... 55
LAMPIRAN ...................................................................... 71
xiii
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi bahan pengencer susu skim kuning
Telur 100 ml............................................................... 26
2. Hasil pengamatan kualitas semen segar ..................... 41
3. Rata-rata persentase motilitas individu semen sapi
Bali dalam pengencer susu skim kuning telur yang
ditambahkan ekstrak biji pinang setelah
penyimpanan -196 °C ................................................ 46
4. Rata – rata persentase viabilitas semen sapi Bali
dalam pengencer susu skim kuning telur yang
ditambahkan ekstrak biji pinang setelah
penyimpanan -196 °C ................................................ 51
5. Rata – rata persentase abnormalitas semen sapi
Bali dalam pengencer susu skim kuning telur yang
ditambahkan ekstrak biji pinang setelah
penyimpanan -196 °C ................................................ 56
xv
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema kerangka pikir penelitian ................................ 8
2. Gambar pohon dan biji pinang ................................... 17
3. Prosedur pengenceran semen ..................................... 30
4. Kerangka operasional................................................. 37
5. Grafik penurunan persentase motilitas individu
spermatozoa selama proses before freezing sampai
post thawing ............................................................... 48
6. Pengamatan viabilitas spermatozoa dengan
mikroskop Binokuler perbesaran 400 kali ................. 50
7. Grafik penurunan persentase viabilitas
spermatozoa selama proses before freezing sampai
post thawing ............................................................... 54
8. Pengamatan abnormalitas spermatozoa dengan
mikroskop Binokuler perbesaran 400 kali ................. 55
9. Grafik peningkatan persentase abnormalitas
spermatozoa selama proses before freezing sampai
post thawing ............................................................... 57
xvii
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Semen Segar Sapi Bali ...................................... 71
2. Analisis Statistik Motilitas Before Freezing .............. 72
3. Analisis Statistik Viabilitas Before Freezing ............. 74
4. Analisis Statistik Abnormalitas Before Freezing ....... 76
5. Analisis Statistik Motilitas Post Thawing .................. 78
6. Analisis Statistik Viabilitas Post Thawing ................. 81
7. Analisis Statistik Abnormalitas Post Thawing........... 84
8. Dokumentasi .............................................................. 87
xix
xx
DAFTAR SINGKATAN
xxi
xxii
BAB I
PENDAHULUAN
1
panjang serta memungkinkan perkawinan selektif dengan
pejantan unggul untuk wilayah yang luas, namun juga memiliki
kekurangan yaitu kualitas semen setelah pembekuan akan
menurun.
Pengencer dalam proses pembuatan semen beku
berperan penting dalam melindungi spermatozoa dari
kerusakan terutama dari kejut dingin (cold shock). Susilawati
(2013) syarat pengencer adalah: (1) mempunyai daya preservasi
yang tinggi, (2) mengandung unsur yang sifat fisik dan
kimianya sama dengan semen dan tidak mengandung racun
bagi spermatozoa dan saluran kelamin ternak betina, (3) dapat
mempertahankan daya fertilitas spermatozoa, (4) mudah dalam
pembuatan dan harganya terjangkau tidak kental sehingga tidak
menghambat fertilisasi. Pengencer susu skim kuning telur
merupakan salah satu pilihan yang dapat digunakan untuk
pengenceran semen. Keunggulan dari pengencer ini adalah
mudah dalam pembuatan dan tidak membutuhkan biaya yang
tinggi untuk membuatnya. Sebagaimana diketahui susu skim
mengandung zat nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh
spermatozoa sebagai sumber energi. Susu skim juga
mengandung zat lipoprotein dan lesitin sehingga bisa digunakan
dalam pengencer semen untuk melindungi spermatozoa dari
pengaruh kejut dingin (cold shock) dan air susu juga
mengandung enzim yang hancur pada waktu pemanasan
dimana pemanasan air susu di atas 80 ºC akan melepaskan
gugusan sulfhydril (-SH) yang berfungsi sebagai zat reduktif
yang mengatur metabolisme oksidatif spermatozoa (Widjaya,
2011).
Penggunaan kuning telur selain harganya yang murah
dan mudah didapat, kuning telur sendiri mempunyai banyak
kandungan nutrisi diantaranya protein, vitamin, mineral, lemak
2
di mana komponen ini juga ada pada semen dan dibutuhkan
oleh spermatozoa. Kuning telur juga mempunyai kandungan
lipoprotein dan lesitin yang akan mempertahankan dan
melindungi spermatozoa dari integrasi selubung lipoprotein dan
juga melindungi dari cold shock. Krioprotektan intraseluler
perlu ditambahan pada pembuatan semen beku, bahan yang
biasa digunakan yaitu gliserol. Menurut Suherlan, Soeparna dan
Hidajat, (2015) Krioprotektan intraseluler juga diperlukan
untuk melindungi cold shock dari dalam, salah satunya yaitu
gliserol. Krioprotektan intraseluler harus memiliki sifat
mikroskopis agar mudah masuk ke dalam membran sel.
Pemberian fosfolipid, gliserol dan kuning telur telah terbukti
dapat meningkatkan viabilitas spermatozoa selama pendinginan
dan pembekuan (Situmorang, 2003).
Proses pembekuan spermatozoa pada suhu -196 oC
dapat menyebabkan kematian spermatozoa sekitar 30%
diantaranya disebabkan karena kerusakan pada membran
plasma spermatozoa yang merupakan bagian dari susunan asam
lemak tak jenuh akibat dari banyaknya kandungan asam lemak
tak jenuh pada membran spermatozoa yang sangat mudah
mengalami kerusakan peroksidasi (Siahaan, Laksmi dan Bebas,
2012). Selama proses pembekuan dan thawing spermatozoa
melewati berbagai perubahan suhu dan osmolaritas yang
ekstrim dan memicu produksi reactive oxygen species (ROS)
(Sukmawati, Arifiantini dan Purwantara, 2014). Produksi ROS
yang berlebihan tidak dapat dinetralisir oleh sistem pertahanan,
antioksidan yang ada pada spermatozoa perlahan akan hilang
selama proses pembekuan menyebabkan penurunan motilitas
dan kematian spermatozoa (Susilowati, 2008). Suplementasi
bahan yang mengandung antioksidan tinggi dapat membantu
menetralisir produksi ROS yang berlebihan.
3
Biji pinang ( Areca catechu L.) setelah diteliti
memiliki kandungan antioksidan yang tinggi seperti yang
dijelaskan Rairisti, Wandaningsih dan Wicaksono, (2014) biji
pinang mengandung komponen utama berupa polifenol (20%)
seperti tanin dan flavonoid. Komponen lainnya adalah alkaloid,
lemak (14%), saponin, steroid (kriptogenin, β-sitosterol), dan
asam amino kolin. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh
Meiyanto, Susidarti, Handayani dan Rahmi (2008)
menyebutkan bahwa aktivitas antioksidan yang terdapat dalam
ekstrak etanolik biji pinang berkorelasi positif dengan
pencegahan kanker dan tidak menginduksi perubahan
kromosom. Penelitian yang lainnya ekstrak pinang digunakan
untuk menurunkan motilitas spermatozoa seperti yang
dilakukan oleh Akmal, Aulani’am, Rosmaidar, Dasrul, Siregar,
Erdiansyah dan Rahmi (2008) paparan fraksi air ekstrak biji
pinang dengan pencekokan langsung ke dalam lambung tikus
menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa tikus akibat
aksi bahan bioaktif alkaloid yang terkandung dalam biji pinang.
Ekstrak etanol biji pinang juga mempunyai efek antioksidan
yang potensial. Efek antioksidan ditunjukkan dengan aktivitas
penangkapan radikal bebas, netralisasi hidroksi radikal, dan
kemampuan pereduksi. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian mengenai pengaruh dari penambahan ekstrak biji
pinang (Areca catechu L.) pada pengencer susu skim kuning
telur terhadap kualitas spermatozoa sapi Bali yang disimpan
pada suhu -196 °C yang diharapkan adanya antioksidan untuk
mempertahankan penurunan kualitas spermatozoa sapi Bali
yang diakibatkan oleh radikal bebas dan produksi ROS yang
berlebihan.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan
masalah yaitu, apakah penambahan ekstrak biji pinang dalam
jumlah yang berbeda pada pengencer susu skim kuning telur
berpengaruh terhadap kualitas semen sapi Bali pada
penyimpanan –196 °C
5
sumber energi bagi spermatozoa sehingga menjamin
kelangsungan hidup spermatozoa selama penyimpanan atau
pembekuan (Sari, Tjandrakirana dan Ducha, 2014). Salah satu
alternatif bahan pengencer yaitu susu skim. Susu skim
mengandung zat nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh
spermatozoa sebagai sumber energi (Widjaya, 2011). Selain itu,
susu skim juga mengandung zat lipoprotein dan lesitin sehingga
bisa digunakan dalam pengencer semen untuk melindungi
spermatozoa dari pengaruh kejut dingin (cold shock).
Penggunaan bahan krioprotektan dalam pengencer untuk
melindungi spermatozoa dari cold shock selama proses
penyimpanan pada suhu rendah. Kuning telur dan susu skim
digunakan untuk melindungi terhadap cold shock pada sel
spermatozoa sampai dengan suhu dingin 5 °C sedangkan
gliserol ditambahkan sebagai bahan yang melindungi
spermatozoa dari efek pembekuan (Susilawati, 2013).
Masalah yang sering timbul pada proses pembekuan
semen adalah rusaknya membran plasma spermatozoa akibat
terbentuknya peroksidasi lipid. Keadaan ini terjadi karena
membran spermatozoa banyak mengandung asam lemak tak
jenuh yang sangat rentan terhadap kerusakan peroksidasi.
Selama proses pembekuan dan thawing spermatozoa melewati
berbagai perubahan suhu dan osmolaritas yang ekstrim dan
memicu produksi reactive oxygen species (ROS) (Sukmawati,
dkk., 2012). Produksi ROS yang berlebihan tidak dapat
dinetralisir oleh sistem pertahanan dan antioksidan yang ada
pada spermatozoa yang menyebabkan penurunan motilitas dan
kematian spermatozoa (Susilowati, 2008). Pengencer perlu
tambahan bahan yang memiliki antioksidan tinggi. Antioksidan
merupakan senyawa yang digunakan untuk meminimalkan
kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas radikal bebas
6
sehingga mencegah kerusakan pada akrosom (Rizal dan Herdis,
2010).
Suyadi, Rachmawati dan Iswanto (2012) menjelaskan
keberadaan antioksidan dalam pengencer dapat menekan
terjadinya peroksidasi lipid yang terjadi selama proses
pembekuan maupun thawing (pencairan kembali). Motilitas
spermatozoa bergantung pada suplai energi berupa ATP hasil
metabolisme. Metabolisme akan berlangsung baik jika
membran sel dalam keadaan utuh. Membran sel yang rusak
dapat dikurangi dengan adanya antioksidan (Agung, Handang
dan Mirandy, 2013).
Biji pinang memiliki aktivitas antioksidan yang jauh
lebih tinggi dari pada kulit buahnya dan setelah diuji ekstraksi
biji pinang dengan etanol memiliki aktivitas antioksidan yang
baik (Zhang, Huang, Chen, Han and Zhang, 2014). Ekstrak biji
buah pinang ditambahkan pada pengencer sebelum proses
pembekuan dapat mempertahankan kualitas spermatozoa
selama proses pembekuan semen pada suhu –196 °C sampai
dengan post thawing. Skema kerangka pikir penelitian disajikan
pada Gambar 1 berikut :
7
Koleksi semen dari pejantan unggul sapi Bali
Syarat Pengencer
menurut Susilawati untuk Inseminasi Buatan
(2013):
1. Mempunyai
daya preservasi Semen diencerkan dengan
yang tinggi. pengencer susu skim kuning
2. Mempunyai sifat telur
fisik dan kimia Ditambah ekstrak biji
yang hampir pinang (Areca catechu
sama dengan L.) yang mengandung
semen. antioksidan
3. Dapat
mempertahanka Penambahan antioksidan pada
n fertilitas. pengencer untuk mengurangi adanya
4. Mudah dalam kerusakan yang diakibatkan radikal
pembuatan dan bebas dan ROS
harganya
terjangkau.
Pembekuan semen
8
1.1 Hipotesis
H0 : Penambahan ekstrak biji pinang (Areca catechu L.) dalam
pengencer susu skim kuning telur tidak berpengaruh pada
kualitas spermatozoa sapi Bali setelah penyimpan suhu
–196 °C.
H1 : Penambahan ekstrak biji pinang (Areca catechu L.) dalam
pengencer susu skim kuning telur berpengaruh pada
kualitas spermatozoa sapi Bali setelah penyimpan suhu
–196 °C.
9
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
dengan musim hujan terhadap kualitas semen sapi Bali yang
meliputi volume, warna, motilitas individu dan konsentrasi.
Savitri, Suharyati dan Siswanto (2014) melaporkan
hasil penampungan semen segar sapi Bali dengan metode
vagina buatan didapatkan volume semen sapi Bali 5-8 ml,
warna semen krem, pH 6, konsentrasi 1724 juta
spermatozoa/ml, dengan motilitas individu 70% dan jumlah
spermatozoa hidup 75%. Siaahan., dkk, (2012) hasil semen
segar sapi Bali yang didapat dalam penelitiannya memiliki
karakteristik diantaranya volume 8 ml, warna putih susu, pH ±
6,8, motilitas massa +++, motilitas individu 75%, daya hidup
85% dengan konsentrasi 1310×106 spermatozoa/ml
berkonsistensi sedang. Ducha, Susilawati, Aulanni’am dan
Wahyuningsih (2013) menyatakan bahwa motilitas massa
semen sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia) adalah minimal
(++) dan semen segar yang akan diproses menjadi semen beku
berdasarkan SNI harus mengandung minimal 70%
spermatozoa yang hidup. Susilawati (2013) menjelaskan bahwa
konsentrasi semen pada sapi dengan kisaran 200 juta
spermatozoa/ ml pada pejantan muda sampai 1800 juta
spermatozoa/ml pada pejantan dewasa.
12
Kurnianto (2012) melaporkan rendahnya kualitas pakan yang
diberikan pada sapi yang digunakan sebagai materi penelitian
menyebabkan kualitas semen yang dihasilkan rendah. Ismaya
(2014) menambahkan pakan yang bermutu rendah berakibat
pertumbuhan terganggu sehingga petumbuhan menjadi lambat
dan terjadi penurunan berat badan, akibatnya akan terjadi
atropsi testis, sehingga terjadi penurunan jumlah produksi
semen. Disamping itu terjadi pula penurunan libido sebagai
akibat rendahnya kadar hormon testosteron yang berakibat pula
kemampuan mengawini menjadi rendah. Pemberian hijauan
100% pada beberapa bangsa pejantan setelah sapih, produksi
semen harian dan spermatozoa motil progresif lebih besar
daripada pakan dengan energi tinggi (80% konsentrat dan 20%
hijauan) (Sarastina, Susilawati dan Ciptadi (2007).
Temperatur pada musim hujan dan kemarau
berpengaruh terhadap reproduksi ternak jantan. Ismaya (2014)
menjelaskan suhu yang terlalu tinggi atau rendah dapat
mengganggu fungsi termoregulator pada scrotum sehingga
mengganggu fungsi scrotum. Akibatnya suhu ideal dalam testis
tidak tercapai sehingga terjadi gangguan dalam proses
spermatogenesis dan produksi semen menjadi menurun.
Peningkatan suhu testis yang diakibatkan oleh stress serta suhu
udara yang tinggi karena tingginya kelembaban bisa berdampak
pada kegagalan dalam pembentukan spermatozoa yang
menyebabkan penurunan produksi spermatozoa (Aisah, dkk.
2017). Feradis (2010) menyatakan perubahan musim dan
lamanya penyinaran dapat menghambat produksi FSH yang
dapat menghambat proses spermatogenesis oleh testis.
Produksi dan kualitas semen dipengaruhi oleh faktor
genetik sehingga pada sapi perah dengan sapi potong berbeda
kualitas semen. Demikian pula antara bangsa sapi itu juga
13
berbeda, misalnya tipe perah kecil dan tipe perah yang besar.
Antara sapi Brahman dengan sapi Bali dan sebagainya, kualitas
dan kuantitas semen yang dihasilkan berbeda (Ismaya, 2014).
Proses penampungan pejantan dapat mempengaruhi
produksi semen, Suilawati (2013) menyatakan bahwa perlu
dilakukan false mounting sebanyak 3-5 kali pada saat proses
penampungan yang berfungsi meningkatkan libido ternak.
Wahyuningsih, Saleh dan Sugiyanto (2013) menjelaskan umur
pejantan dan frekuensi penampungan memberikan pengaruh
yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap volume semen segar,
akan tetapi frekuensi penampungan tidak berpengaruh pada
motilitas spermatozoa. Frekuensi ejakulasi yang terlalu sering
dalam satuan waktu yang relatif pendek cenderung akan
menurunkan libido, volume semen dan jumlah spermatozoa per
ejakulasi (Toelihere, 1993). Penelitian lain menjelaskan
kualitas semen segar interval koleksi 3 hari dengan interval 4
hari tidak menunjukkan adanya perubahan pada motilitas,
volume dan konsentrasi spermatozoa (Prasetyo, Tagama dan
Saleh, 2013).
Bobot badan sapi pejantan berbanding lurus dengan
besarnya testis, ukuran testis yang besar mempunyai tubuli
seminiferi yang lebih banyak sehingga akan meningkatkan
jumlah spermatozoa yang didukung seminal plasma yang juga
lebih banyak. Semakin tinggi bobot badan ternak maka volume
semen yang dihasilkan semakin tinggi tetapi motilitas dan
konsentrasi spermatozoa semakin rendah (Khairi, 2016).
Feradis (2010) menambahkan bahwa ukuran testis antar bangsa
sapi yang berbeda juga memberikan pengaruh terhadap
perbedaan volume semen segar.
14
2.3 Pengencer Susu Skim Kuning Telur
Bahan pengencer yang baik harus memperlihatkan
kemampuannya dalam memperkecil tingkat penurunan
motilitas (gerak progresif), sehingga memperpanjang lama
waktu penyimpanan pasca pengenceran. Akibatnya, harus
diperhatikan beberapa hal yaitu nutrisi dalam bahan pengencer,
pengencer harus bersifat buffer untuk menetralisir sisa hasil
metabolisme serta mempunyai kemampuan dalam melindungi
sel terhadap efek pendinginan (cold shock) (Kaka, Nalley, Kune
dan Burhanuddin, 2014). Syarat penting yang harus dimiliki
setiap pengencer adalah murah, sederhana, praktis dan mudah
diperoleh namun dapat menghasilkan semen yang berkualitas
(Mugiyati, Salim, Isnaini dan Susilawati, 2017). Terdapat
beberapa persayaratan penting yang harus dimiliki pengencer,
yaitu : (1) mempunyai daya preservasi tinggi, (2) mengandung
unsur yang sifat fisik dan kimianya hampir sama dengan semen,
(3) tidak bersifat toksik bagi spermatozoa, dan (4) dapat
mempertahankan daya fertilisasi spermatozoa (Susilawati,
2011).
Susu skim mengandung zat nutrisi yang dapat
dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai sumber energi. Selain
itu, susu skim juga mengandung zat lipoprotein dan lesitin
sehingga bisa digunakan dalam pengencer semen untuk
melindungi spermatozoa dari pengaruh kejut dingin (cold
shock) dan air susu juga mengandung enzim yang hancur pada
waktu pemanasan dimana pemanasan air susu di atas 80ºC akan
melepaskan gugusan sulfhydril (-SH) yang berfungsi sebagai
zat reduktif yang mengatur metabolisme oksidatif spermatozoa
(Widjaya, 2011). Menurut Hoesni (2016) susu skim
mengandung glukosa, protein, vitamin yang larut dalam lemak
yang menguntungkan bagi sel spermatozoa, namun menurut
15
Suteky, Kadarsih dan Novitasari (2008) susu skim hanya
menyediakan zat-zat energi bagi spermatozoa, sehingga perlu
ditambahkan dengan bahan lain sebagai penyangga (buffer) dan
mencegah terjadinya cold shock.
Salah satu bahan pengencer yang dapat ditambahkan
dalam pengencer susu skim yaitu kuning telur. Kuning telur
merupakan bahan yang baik sebagai pengencer karena
memenuhi syarat bisa dibeli dengan harga terjangkau,
sederhana, mudah didapat, mempunyai daya mengawetkan
yang tinggi, berenergi, dan mengandung unsur-unsur yang
hampir sama seperti sifat fisik dan kimiawi semen (Hernawati,
Fevianita, Hariadi dan Kurnijasanti, 2010). Kuning telur
merupakan krioprotektan ekstraseluler mengandung lipoprotein
dan lesitin yang melindungi membran sel spermatozoa untuk
mencegah terjadinya cold shock selama pendinginan pada suhu
5°C ( Nugroho., dkk 2014). Kuning telur unggas yang dominan
setelah air adalah lemak, yang bervariasi kuantitasnya menurut
jenisnya. Kandungan lemak dalam kuning telur ayam 32,6%,
Kuning telur bebek 35,2% sedangkan kuning telur angsa 36%.
Arianti, Yusuf, Sajuthi dan Arifiantini (2013) menjelaskan
bahwa fraksi protein non dialisis pada kuning telur yang
mengakibatkan kuning telur dapat mempunyai sifat proteksi
yang sangat baik selama pembekuan, selain itu diduga karena
adanya kaitan yang erat antara lowdensity lipoprotein dengan
membran plasma spermatozoa seperti yang ditemukan pada
spermatozoa sapi. Gliserida merupakan komponen tertinggi
penyusun lemak kuning telur. Gliserida pada kuning telur
tersusun atas gliserol dan asam lemak. Gliserol merupakan
krioprotektan yang paling umum digunakan pada pembekuan
semen. Disamping itu, di dalam lemak kuning telur juga
terdapat kolesterol yang dapat mempertahankan kualitas
16
membran sel sehingga mencegah kerusakan sel akibat
penurunan suhu (Djaelani, 2001).
a b
Gambar 2. a) Pohon pinang, b) buah pinang
17
setelah 1,5 bulan dan 4 bulan kemudian mempunyai jambul
daun-daun kecil yang belum terbuka. Pembentukan batang baru
terjadi setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5-8 tahun
tergantung keadaan tanah (Depkes RI, 1989; Chamima, 2012).
Daun memiliki panjang sekitar 1,5 hingga 2 m, daunnya tunggal
menyirip bertoreh sangat dalam tumbuh berkumpul di ujung
batang membentuk roset batang (Jaiswal et al., 2011).
Pinang merupakan tumbuhan berumah satu
(monoceous) dengan perbungaan uniseksual dimana bunga
jantan dan bunga betinanya berada dalam satu perbungaan
(Staples and Bevacqua, 2006). Tanaman ini berbunga pada
awal dan akhir musim hujan dan memiliki masa hidup 25-30
tahun. Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan,
agak berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada
bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan
lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang berwarna
agak keputihan (Depkes RI, 1989; Chamima, 2012).
Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan
campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang
terpisah. Dalam proses ekstraksi sangat penting memilih pelarut
yang baik dalam proses ekstraksi, ada 2 syarat agar pelarut
dapat digunakan dalam proses ekstraksi yaitu harus merupakan
pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi dan pelarut
tersebut harus dapat terpisah dengan cepat setelah pengocokan
atau ekstraksi. Pemilihan pelarut harus diperhatikan toksisitas,
ketersediaan, harga, sifat tidak mudah terbakar, rendahnya suhu
kritis dan tekanan kritis untuk meminimalkan biaya operasi
serta reaktivitas (Mamontou, Runtuwene dan Wehantou, 2014).
Biji pinang memiliki aktivitas antioksidan yang jauh
lebih tinggi dari pada kulit buahnya dan setelah diuji ekstraksi
biji pinang dengan etanol memiliki aktivitas antioksidan yang
18
baik ( Zhang, et al., 2014). Biji buah pinang mengandung
alkaloid, seperti Arekolin (C8 H13 NO2), arekolidine, arekain,
guvakolin, guvasine dan isoguvasine. Ekstrak etanolik biji buah
pinang mengandung tannin terkondensasi, tannin terhidrolisis,
flavan, dan senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak
menguap dan tidak menguap, serta garam (Meiyanto, dkk.,
2008). Menurut Rairisti, dkk., (2014) biji pinang mengandung
komponen utama berupa polifenol (20%) seperti tanin dan
flavonoid. Komponen lainnya adalah alkaloid, lemak (14%),
saponin, steroid (kriptogenin, β-sitosterol), dan asam amino
kolin. Flavonoid merupakan senyawa fenolik alam yang
potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas
sebagai obat. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai
antioksidan, sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker.
Meiyanto, dkk., (2008) meyebutkan bahwa aktivitas
antioksidan yang terdapat dalam ekstrak eltanolik biji pinang
berkorelasi positif dengan pencegahan kanker dan tidak
mengiduksi perubahan kromosom. Manfaat flavonoid untuk
melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C,
anti inflamasi, mencegah keropos tulang dan antibiotik.
Senyawa fenol merupakan zat warna merah, ungu dan biru, dan
sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-
tumbuhan (Resi dan Sugrani, 2009)
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat
digunakan untuk melindungi komponen biologi seperti lipida,
protein, vitamin dan DNA melalui perlambatan kerusakan,
ketengikan atau perubahan warna yang disebabkan oleh
oksidasi. Antioksidan mampu bertindak sebagai penyumbang
radikal hidrogen atau dapat bertindak sebagai aseptor radikal
bebas sehingga dapat menunda tahap inisiasi (Mamonto, dkk.,
2014).
19
2.5 Pembekuan Semen
Pembekuan adalah suatu fenomena pengeringan fisik.
Apabila suatu larutan dibekukan, maka pelarut yang air
membeku menjadi kristal–kristal es, dan bahan terlarut tidak
bersatu dengan kristas-kristal tersebut melainkan berakumulasi
dan makin pekat. Kristal-kristas es intraseluler dapat merusak
spermatozoa secara mekanik. Konsentrasi elektrolit yang
berlebihan akan melarutkan selubung lipoprotein dinding sel
spermatozoa dan pada waktu pencairan kembali (thawing),
permeabilitas membran sel akan berubah dan menyebabkan
kematian spermatozoa (Hoesni, 2016). Teknik pembekuan
semen secara terus menerus dimodifikasi dan diperbaiki yang
pertama di awali menggunakan CO2 cair (-79 °C), kemudian
diganti dengan N2 cair (-196 °C) karena kondisinya lebih stabil
pada semen beku (Susilawati, 2013).
Penambahan krioprotektan dalam pengencer dapat
melindungi spermatozoa dari efek yang mematikan selama
proses pembekuan dengan memodifikasi kristal-kristal es yang
terbentuk dalam medium sewaktu pembekuan menjadi lebih
kecil sehingga mampu menghambat kerusakan membran sel
secara mekanis pada waktu penurunan suhu (cooling rate)
(Tambing , Toelihere , Yusuf dan Sutama , 2000). Gliserol telah
banyak digunakan sebagai agen krioprotektan yang paling
banyak digunakan untuk pembekuan semen (Ariantie, dkk.,
2013).
Penambahan gliserol ke dalam pengencer semen beku
dapat meningkatkan daya tahan spermatozoa. Efek lain gliserol
adalah mencegah pengumpulan molekul H2O dan mencegah
kristalisasi es pada daerah titik beku larutan (Tambing, dkk.,
2000). Gliserol dapat langsung masuk ke dalam sel melalui cara
difusi, menembus membran plasma karena larut dalam lemak.
20
Pada saat medium ditambahkan akan terjadi reaksi osmotik, sel
akan kehilangan air. Selanjutnya sel akan mengabsorbsi
krioprotektan gliserol sehingga volume sel pulih kembali.
Masuknya gliserol ke dalam sel mengakibatkan berkurangnya
air intraseluler sehingga pembentukan kristal es intraseluler
berkurang (Sari, Tjandrakirana dan Ducha, 2014). Menurut
Susilawati, (2013) penambahan krioprotektan gliserol
dilakukan beberapa jam sebelum pembekuan agar sel
spermatozoa berkesempatan untuk berekuilibrasi dengan
gliserol. Glicerol Equilibration Time merupakan proses
penyesuaian dari suhu -5 °C menuju prefreezing -140 °C dan
freezing -196 °C.
Tahapan pembekuan semen menurut (Astrini, Ducha
dan Kuswati, 2017) semen yang telah melalui tahap
pengenceran selanjutnya dievaluasi motilitasnya (evaluasi
before freezing), kemudian dilakukan tahap filling sealing atau
tahap pengemasan semen ke dalam straw. Pada tahap
selanjutnya, straw yang berisi semen diekuilibrasi di dalam cool
top yang bersuhu 3-5 °C. Memasuki tahap prefreezing yaitu
straw diletakkan di dalam wadah yang akan dimasukkan ke
dalam kontainer berisi nitrogen cair selama 9 menit. Straw
hanya diletakkan 1 cm di atas permukaan nitrogen cair, dengan
tujuan agar straw hanya terkena uap nitrogen cair saja. Setelah
dilakukan tahapan prefreezing, maka dilanjutkan dengan
tahapan freezing yaitu menenggelamkan straw berisi semen
yang telah diencerkan menggunakan pengencer ke dalam
nitrogen cair yang bersuhu -196 oC di dalam kontainer.
Laju penurunan suhu, kadar krioprotektan, dan jenis
bahan pengencer, serta komponen lainnya berinteraksi sangat
erat dalam mempengaruhi kualitas semen yang dibekukan.
Dengan demikian berarti bahwa setiap terjadi perlakuan laju
21
penurunan suhu pembekuan dengan jenis pengencer yang
berbeda akan memberikan respon terhadap kualitas semen beku
yang berbeda pula (Herdiawan, 2004).
22
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
23
Brawijaya Malang. Gliserol yang digunakan sebanyak 13%
sebagai krioprotektan intraseluler.
24
Prosedur pembuatan ekstrak biji pinang (Areca
catechu L.) pertama-tama buah pinang dibersihkan dari
kotoran lalu dipisahkan antara biji dan kulit buah. Biji
pinang dipecahkan menjadi ukuran yang lebih kecil,
kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven.
Diperkecil ukuran partikel dengan menggunakan dish
meal sampai menjadi bubuk lalu diayak menggunakan
ayakan. Serbuk biji pinang dimaserasi dengan etanol
96% selama 24 jam. Sampel disaring dan filtrat yang
diperoleh ditampung sedangkan residu diekstraksi lagi
sebanyak 3 kali. Larutan dievaporasi dengan vacum
rotary evaporator dengan suhu 60 ºC, 35 rpm selama ±1
jam hingga diperoleh ekstrak pekat biji pinang (Sabile,
Latief, Yusuf, Firmiaty, Idrus, Zulkarnain dan Nasrianto,
2016: Ismail., dkk, 2012).
25
Kemudian dicampurkan dengan 10 ml aquabidest.
Dihomogenkan dan dihaluskan lagi menggunakan mortar
lalu dihomogenkan kembali menggunakan magnetik
stirrer selama 20 menit. Dipisahkan endapan dan
supernatan larutan ekstrak biji pinang dengan cara
didiamkan selama 3 hari didalam refrigrator. Supernatan
tersebut yang akan ditambahkan ke dalam pengencer
susu skim kuning telur (Modifikasi dari Aulanni’am,
Akmal dan Rosmaidar, 2007)
26
Prosedur pembuatan pengencer susu skim
kuning telur 100 ml berdasarkan Susilawati (2013) yaitu
disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, lalu takar
bahan yang akan digunakan sesuai kebutuhan.
Aquabidest sebanyak 95 ml dimasukkan kedalam
erlenmayer dan dikondisikan pada suhu 37 ºC lalu susu
skim sebanyak 10 gr dan fruktosa 1 gr dimasukkan
kedalam erlenmayer tersebut, selanjutnya dihomogenkan
dengan menggunakan magnetic stirrer dengan skala 6,
selama 15 - 20 menit. Setelah homogen dilakukan
sterilisasi untuk menghilangkan atau membunuh
mikroorganisme dengan cara di steam selama ± 10 menit,
atau sampai terlihat embun didinding erlenmayer, setelah
itu didinginkan sampai suhu 37 ºC. Pennicilin 0,34 gr,
streptomicyn 0,16 gr dan kuning telur 5 ml dimasukkan
secara berurutan kemudian dihomogenkan dengan
magnetic stirrer selama 15-20 menit, lalu pindahkan
larutan pada gelas ukur tutup gelas ukur dengan
alumunium foil. Simpan larutan di dalam refrigerator
pada suhu 4-5 ºC selama 3 hari. Larutan yang sudah
disimpan di dalam refrigerator akan membentuk endapan
(sedimen). Supernatan yang sudah diambil dapat
digunakan sebagai larutan pengencer A yang dapat
disimpan sampai 2 minggu di dalam refrigerator.
27
yang telah diberi label perlakuan P0, P1, P2 dan P3
dengan volume yang sama. Erlenmeyer perlakuan P1
ditambah dengan ekstrak biji pinang (Areca catechu L.)
sebesar 1% dari volume pengencer, erlenmeyer
perlakuan P2 ditambah dengan ekstrak biji pinang (Areca
catechu L.) sebesar 3% dari volume pengencer dan
erlenmeyer perlakuan P3 ditambah dengan ekstrak biji
buah pinang (Areca catechu L.) sebesar 5% dari volume
pengencer. Pengencer perlakuan dihomogenkan
menggunakan magnetic stirrer selama 10 menit.
Pengencer yang sudah homogen diletakkan di dalam
waterbath 37 ºC dan siap digunakan untuk pengencer A
(pengencer susu skim kuning telur tanpa gliserol).
Pengencer B (pengencer susu skim kuning telur
87% + gliserol 13%) dipersiapkan sehari sebelum
digunakan agar gliserol benar-benar terlarut dalam
pengencer A. Pengencer A setiap perlakuan ditambah
13 % gliserol ditempatkan pada 4 erlenmayer yang
berbeda dan diberi label B. Pengencer yang sudah
ditambah gliserol dihomogenkan dengan magnetic
stirrer selama 15-20 menit, kemudian setelah homogen
pengencer disimpan di dalam refrigerator suhu 5 ºC
selama 1 hari.
28
dalam dan luar diisi menggunakan air dengan suhu 45 ºC
dan sepertiga bagian depan selubung diolesi
menggunakan vaselin. Penampungan semen sapi Bali
menggunakan teaser atau pemancing sesama pejantan
dari sapi Madura. Pejantan didekatkan pada teaser
hingga menaiki teaser (mounting). Kemudian dilakukan
false mounting sebanyak 2-3 kali yang bertujuan untuk
meningkatkan libido pejantan, setelah itu dilakuakan
penampungan. (Arifianti, 2012).
29
Dimasukan semen dan pengencer VA1 (1 : 1) dalam tabung reaksi
kosong yang berada dalam beaker glass yang berisi air suhu 37 ºC
di waterbath
30
3.3.2.7 Proses Pembekuan Semen
a. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi dilakukan ketika sampel
semen dan pengencer telah tercampur homogen
dan telah ditambahkan dengan VB. Proses
ekuilibrasi berlangsung selama 2 jam di dalam
refrigerator suhu 5 ºC. Setelah proses
ekuilibrasi selesai dilakukan uji kualitas before
freezing (BF) meliputi motilitas individu,
viabilitas dan abnormalitas dibawah mikroskop
perbesaran 400X.
b. Filling dan Sealing
Setelah dilakukan pengenceran, maka
dilakukan tahapan filling sealing. Filling
sealing adalah proses pengisian semen yang
telah diencerkan ke dalam straw dengan cara
disedot semen cair menggunakan mulut pada
sumbat pabrik sampai straw terisi penuh 0,25
ml dan menutup ujung straw yaitu sumbat lab
dengan menggunakan pinset yang sudah
dipanaskan. Proses ini dilakukan di dalam cool
tube suhu 4-5 ºC.
c. Prefreezing
Selanjutnya dilakukan tahap prefreezing
yaitu straw diletakkan pada rak straw. Rak
straw tersebut dimasukkan ke dalam mesin
prefreezing merek Digit Cool IMV. Proses
penurunan suhu dari 5 ºC sampai -140 ºC
dengan mesin tersebut membutuhkan waktu ±
7 menit.
31
d. Freezing
Semen yang sudah diturunkan suhunya
pada tahap prefreezing, selanjutnya akan
dibekukan (freezing) yaitu perendaman straw
yang berisi semen di dalam nitrogen cair
dengan suhu -196 ºC. Dilakukan pengamatan
motilitas dan viabilitas untuk mengetahui
kualitas spermatozoa sapi Bali setelah thawing.
Proses thawing dilakukan dengan merendam
straw di dalam waterbath dengan suhu 37 °C
selama 15-30 detik.
32
Pemeriksaan kualitas semen segar meliputi
pemeriksaan secara makroskopis (volume, warna,
konsistensi dan pH) dan secara mikroskopis (motilitas
massa, motilitas individu, konsentrasi, viabilitas dan
abnormalitas) sedangkan before freezing dan post thawing
yang diamati adalah kualitas mikroskopis (motilitas
individu, viabilitas dan abnormalitas).
a. Pemeriksaan makroskopis meliputi:
1. Volume : Volume semen dinilai dengan melihat
skala pada tabung penampung
semen (Arifianti, 2012)
2. pH : Derajat keasaman semen mamalia
antara 6-7,5. Derajat keasaman diukur
menggunakan alat pH meter atau
menggunakan pH indicator paper
(Arifianti, 2012).
3. Konsistensi : Cara menilai konsistensi semen
dengan memiringkan tabung
penampung yang berisi semen dan
mengembalikan pada posisi semula.
Konsistensi dilihat berdasarkan
kecepatan semen kembali ke dasar
tabung. Konsistensi semen sapi
berkisar antara encer sampai sedang
(Arifianti, 2012).
4. Warna : Warna semen dapat dilihat secara
langsung pada tabung yang berisi
semen. Warna semen yang normal
yaitu putih susu, krem, krem
kekuningan (Arifianti, 2012).
33
b. Pemeriksaan mikroskopis meliputi:
1. Motilitas Massa : Satu tetes semen diletakkan diatas
object glass yang bersih dan
diamati secara langsung
menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 100X. Kriteria
penilaiannya yaitu +++ (3+)
apabila gelombang massa gelap,
tebal dan cepat berpindah, ++ (2+)
apabila gelombang massa kecil,
tipis dan lambat berpindah, + (1+)
apabila gelombang massa tipis
dan 0 apabila tidak ada gelombang
massa (Arifianti, 2012)
2. Motilitas Individu : Pengamatan motilitas individu
dilakukan untuk melihat
pergerakan spermatozoa yang
bergerak progresif dengan cara
meneteskan semen diatas object
glass, ditutup dengan cover glass
dan diamati di mikroskop dengan
perbesaran 400 kali pada suhu
yang dijaga konstan 37 °C
(Susilowati, 2013). Penilaian
terhadap motilitas adalah
spermatozoa bergerak progresif
ditentukan secara subjektif. Nilai
yang diberikan berkisar antara 0%
- 100% dengan skala 5% ( Kaka,
dkk., 2014).
34
3. Konsentrasi : Diambil semen sebanyak 3
mikroliter dan dimasukkan ke
dalam cuvet yang berisi cairan
NaCl 3% sebanyak 3 ml. Cuvet
dimasukkan ke dalam lubang di
dalam alat spectrofotometer,
ditekan tombol start dan dilihat
angka yang muncul (IK BBIB
Singosari).
4. Viabilitas : Pengamatan viabilitas dilakukan
dengan menggunakan preparat
ulas. Pembuatan preparat dengan
mengambil satu tetes semen dan
diletakkan diatas object glass,
ditambahkan eosin dan
dihomogenkan. Diambil object
glass kedua lalu disinggungkan
ujungnya dan ditarik ke arah
berlawanan. Preparat ulas
dikeringkan dan diamati di bawah
mikroskop perbesaran 400X.
Perhitungan persentase viabilitas
menggunakan rumus sebagai
berikut (Arifianti, 2012):
35
dengan mengambil satu tetes
semen dan diletakkan diatas
object glass, ditambahkan eosin
dan dihomogenkan. Diambil
object glass kedua lalu
disinggungkan ujungnya dan
ditarik ke arah berlawanan.
Preparat ulas dikeringkan dan
diamati di bawah mikroskop
perbesaran 400X. Perhitungan
persentase abnormalitas
menggunakan rumus sebagai
berikut ( Arifianti, 2012):
36
3.3.4 Kerangka Operasional
Kerangka operasional penelitian dapat dilihat pada
Gambar 4.
Persiapan Pengencer
Penampungan semen Semen segar
Dimasukkan Vol A1
pada suhu 37 ºC P0 P1 P2 P3
Waterjacket
Pembuatan VB (pengencer + 13%
Disimpan selama 18-24 jam gliserol
pada suhu 4-5 ºC.
Pengencer VB
dicampurkan
pada suhu 3-5 ºC
Waterjacket P0 P1 P2 P3
yij = µ + αi + εij
Keterangan:
yij = Respon pengamatan hasil penelitian
µ = Rata-rata populasi respon hasil pengamatan
38
αi = Pengaruh perlakuan ke-1
εij = Galat acak percobaan
39
40
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41
Volume yang didapatkan setiap ejakulasi tersebut masih dalam
kisaran normal. Garner and Hafez (2008) menyatakan bahwa
volume semen sapi hasil penampungan berkisar antara 5-8 ml.
Aisyah, dkk., (2017) melaporkan rata- rata volume semen sapi
Bali di BBIB singosari pada penampungan bulan November
2015, Desember 2015, Januari 2016 secara berturut-turut adalah
5,09 ± 1,28 ml, 5,18 ± 1,09 ml, dan 4,54 ± 1,8 ml. Perbedaan
volume ejakulasi semen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
umur pejantan, kondisi fisik, musim, keterampilan dalam
penampungan dan frekuensi penampungan (Susilawati, 2013)
Warna semen segar sapi Bali hasil pengamatan adalah
putih bening sampai putih susu. Susilawati (2013) menyatakan
bahwa semen normal berwarna putih kekuningan atau putih
susu. Hasil pengamatan warna putih bening menandakan warna
semen sapi Bali tidak normal. Hal tersebut diduga kurangnya
pigmen ribovlafin dan konsentrasi yang rendah. Hal ini
didukung oleh penjelasan Ihsan (2013) warna semen putih
kekuningan disebabkan oleh sekresi pigmen riboflavin oleh
kelenjar vesikularis. Feradis (2010) menambahkan bahwa
warna semen berkaitan dengan konsentrasinya sehingga derajat
kekeruhannya tergantung pada konsentrasi spermatozoa.
Semen dengan konsentrasi rendah akan terlihat bening dan
tembus cahaya (Garner and Hafez, 2008).
Hasil pemeriksaan pH semen segar sapi Bali didapatkan
rata-rata sebesar 6,52 ± 0,19. Hasil yang didapatkan tersebut
masih dalam kisaran normal. Susilawati (2013) menyatakan
bahwa semen sapi segar mempunyai pH normal yaitu 6,2-6,8.
Ditambah oleh penjelasan Garner and Hafez (2008) kisaran pH
semen segar sapi normal 6,4-7,8.
Konsistensi semen segar sapi Bali yang didapat dalam
penelitian yaitu encer sampai sedang. Ariantie, dkk., (2014)
42
menyatakan bahwa semen yang mempunyai kualitas yang baik
mempunyai warna krem dengan konsistensi kental, kekentalan
dan warna pada semen berbanding lurus dengan tingginya
konsentrasi pada spermatozoa. Suyadi, dkk., (2012)
menambahkan bahwa warna, konsistensi dan konsentrasi
spermatozoa mempunyai hubungan yang sangat erat satu
dengan yang lain, artinya jika semen semakin encer maka
konsentrasi spermatozoa semakin rendah. Penilaian konsistensi
semen yaitu encer (<1000.106 spermatozoa/ml semen), sedang
(1000.106-1500.106 spermatozoa/ml semen), kental (>1500.106
spermatozoa/ml semen) (Susilawati, 2013). Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kekentalan semen atau konsistensi
semen segar sapi Bali yang digunakan dalam penelitian kurang
baik.
Hasil pemeriksaan mikroskopis semen segar sapi Bali
menunjukkan nilai motilitas massa ++ yang diperlihatkan
adanya gelombang awan hitam tipis dengan pergerakan yang
lambat. Hal ini sesuai dengan penjelasan Arifianti (2012)
pergerakan massa (++) dianggap baik bila terlihat gelombang
kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban.
Persyaratan motilitas massa semen sesuai SNI (Standar
Nasional Indonesia) adalah minimal (++) (Ducha, Susilawati,
Aulanni’am dan Wahyuningsih, 2013). Hal tersebut
menunjukkan bahwa motilitas massa semen segar sapi Bali
yang dipakai dalam penelitian ini memenuhi syarat.
Rata-rata motilitas individu sel spermatozoa pada semen
Bali segar yang digunakan pada penelitian ini sebesar 44,5 ±
3,69%. Berdasarkan hasil rata-rata tersebut, persentase motilitas
individu semen segar yang digunakan dalam penelitian
tergolong rendah karena menggunakan semen yang tidak
diproses di BBIB Singosari. Hal ini sesuai dengan penjelasan
43
Aisyah, dkk., (2017) persentase motilitas individu sapi Bali di
BBIB Singosari pada musim hujan 60-70% yang mana telah
memenuhi syarat minimal untuk dapat diproses menjadi semen
beku. Ducha, dkk.,(2013) menambahkan persyaratan motilitas
individu sesuai SNI adalah minimal 70% spermatozoa yang
bergerak progresif. Rata-rata motilitas individu yang didapat
masih layak digunakan untuk penelitian berdasarkan penjelasan
Toelihere (1993) yang menyatakan bahwa kualitas semen yang
kurang baik memliki presentase spermatozoa dibawah 40%.
Berdasarkan hasil pengamatan didapat rata-rata
persentase viabilitas semen segar sapi Bali sebesar 81,62 ±
5,92%. Tingginya rata-rata viabilitas dari motilitas hal ini
disebabkan banyaknya spermatozoa yang masih hidup tapi
dalam keadaan tidak bergerak progresif ke depan. Anwar,
Ondho dan Samsudewa (2014) melaporkan rata-rata yang
didapat dari pengamatan semen segar sapi Bali diperoleh
persentase motilitas 62,50±5,0% dengan persentase viabilitas
74,75±3,86%. Ducha, dkk., (2013) menyatakan bahwa semen
segar yang akan diproses menjadi semen beku berdasarkan SNI
harus mengandung minimal 70% spermatozoa yang hidup. Hal
tersebut menunjukkan bahwa persentase viabilitas semen segar
sapi Bali yang digunakan memenuhi syarat karena
menunjukkan presentase lebih dari 70%.
Rata-rata persentase abnormalitas semen segar sapi Bali
yang digunakan untuk penelitian ini adalah 4,71 ± 1,24%.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anwar, dkk., (2014)
rata-rata persentase abnormalitas semen segar sapi Bali yang
didapat 11,25±2,75% (kisaran 8-14%). Toelihere (1985)
menyatakan bahwa selama abnormalitas spermatozoa yang
melampaui angka 14% menunjukkan gejala infertilitas seekor
pejantan, penjelasan lainnya yaitu selama abnormalitas
44
spermatozoa belum mencapai 20% dan tidak melebihinya maka
spermatozoa dalam keadaan baik dan dapat dipakai untuk
program IB. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa
persentase abnormalitas semen segar sapi Bali yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki kategori yang baik.
Konsentrasi semen yaitu jumlah spermatozoa yang
terkandung dalam satu mililiter ejakulasi. Rata-rata konsentrasi
spermatozoa semen segar sapi Bali yang digunakan pada
penelitian ini yaitu sebesar 787 ± 221,68 juta spermatozoa/ml.
Susilawati (2013) menjelaskan bahwa konsentrasi semen pada
sapi dengan kisaran 200 juta spermatozoa/ml pada pejantan
muda sampai 1800 juta spermatozoa/ml pada pejantan dewasa.
Perhitungan konsentrasi spermatozoa setiap mililiter sangat
penting dilakukan, karena faktor ini dipakai sebagai penentu
kualitas semen dan menentukan jumlah pengencer yang
dibutuhkan untuk mengencerkan semen tersebut (Susilawati,
2011).
45
bergerak progresif dibandingkan dengan seluruh spermatozoa
yang ada dalam satu lapang pandang mikroskop. Data rata-rata
persentase motilitas individu spermatozoa sapi Bali dalam
pengencer susu skim kuning telur setelah pembekuan dan
penambahan ekstrak biji Pinang dapat dilihat pada Tabel 3.
46
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase
motilitas post thawing yang terendah terdapat pada perlakuan
kontrol tanpa ekstrak biji pinang yaitu sebesar 20±6,7% serta
secara deskriptif menunjukkan penurunan tertinggi dengan
persentase sebesar 14,5%, persentase penurunan didapat dari
selisih antara persentase before freezing dan post thawing
motility. Hasil analisis statistik post thawing menunjukkan
penambahan ekstrak biji pinang berpengaruh nyata terhadap
motilitas spermatozoa (P<0,05). Penambahan ekstrak biji
pinang pada pengencer dilihat dari rata-rata persentase motilitas
yang didapatkan mampu meningkatkan persentase post thawing
motility (PTM), yang mengindikasikan bahwa kemungkinan
antioksidan yang terkandung di dalam ekstrak biji pinang di
dalam pengencer mampu memberikan pengaruh yang baik
terhadap motilitas spermatozoa. Hal ini didukung oleh
penjelasan Agung, dkk., (2013) motilitas spermatozoa
bergantung pada suplai energi berupa ATP hasil metabolisme.
Metabolisme akan berlangsung baik jika membran sel dalam
keadaan utuh. Kerusakan membran sel akibat radikal bebas
dapat dikurangi dengan adanya antioksidan. Zhang, et al.,
(2014) menyatakan bahwa biji buah pinang yang memiliki
aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dari pada kulit
buahnya dan setelah diuji ekstraksi biji pinang dengan etanol
memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Rairisti, dkk., (2014)
menambahkan bahwa biji pinang mengandung komponen
utama berupa polifenol (20%) seperti tanin dan flavonoid.
Komponen lainnya adalah alkaloid, lemak (14%), saponin,
steroid (kriptogenin, β-sitosterol), dan asam amino kolin. Grafik
persentase penurunan motilitas individu spermatozoa dalam
pengencer susu skim kuning telur yang ditambah ekstrak biji
pinang disajikan pada Gambar 5.
47
Penurunan Motilitas (%)
20
Penurunan (%)
15
10
P0 P1 P2 P3
48
Berdasarkan hasil uji jarak berganda duncan
menunjukkan P1 dan P2 merupakan dosis paling optimal dalam
mempertahankan motilitas spermatozoa post thawing karena
memberikan pengaruh paling tinggi terhadap persentase
motilitas akan tetapi pengaruhnya tidak berbeda nyata dengan
P3 (P>0,05). Kandungan antioksidan berupa senyawa fenolik
yang terdapat pada ekstrak pinang diduga menghambat
terjadinya laju peroksidasi lipid yang terjadi selama proses
pembekuan dan thawing. Seperti halnya yang disampaikan
Suyadi, dkk., (2012) keberadaan antioksidan dalam pengencer
dapat menekan terjadinya peroksidasi lipid yang terjadi selama
proses pembekuan maupun thawing (pencairan kembali).
Selama pembekuan terjadi perubahan suhu dan osmolaritas
yang ekstrim yang memicu produksi reactive oxygen species
(ROS) sehingga akan merusak komposisi lipid membran
plasma yang berdampak pada menurunnya motilitas
spermatozoa (Sukmawati., dkk, 2014).
49
sehingga warna tidak dapat masuk, sedangkan spermatozoa
yang mati membrannya tidak berfungsi sehingga pewarna dapat
masuk kedalam membran. Hasil pengamatan hidup dan mati
semen sapi Bali pada waktu penelitian dapat dilihat pada
Gambar 6.
50
Tabel 4. Rata-rata persentase viabilitas spermatozoa sapi Bali
dalam pengencer susu skim kuning telur yang
ditambahkan ekstrak biji pinang setelah penyimpanan
–196 °C.
Viabilitas (%)
Perlakuan Penurunan(%)
Before freezing Post thawing
P0 57,59±4,92 34,58±8,45a 23,01
P1 57,64±7,22 42,53±5,82b 15,11
P2 57,35±6,8 41,45±6,2b 15,9
P3 58,47±4,34 41,27±5,49b 17,2
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
51
penyesuaian spermatozoa terhadap ekstrak biji pinang yang
ditambahkan pada pengencer susu skim kuning telur sehingga
efek perlindungan dari ekstrak biji pinang belum terlihat. Proses
pendinginan spermatozoa sampai ekuilibrasi menyebabkan
penurunan persentase viabilitas before freezing yang tertera
pada Tabel 4., dari rata-rata viabilitas awal semen segar sebesar
81,62 ± 5,92% , tertera pada Tabel 2. Hal tersebut diakibatkan
karena kualitas semen yang digunakan untuk penelitian rendah
dari segi motilitasnya yang memungkinkan sebagian
spermatozoa yang hidup sudah mengalami kerusakan membran
plasma sehingga mengganggu motilitas spermatozoa dan
dengan lama waktu penyimpanan 18-24 jam memungkinkan
spermatozoa kehabisan energi karena terganggunya
metabolisme sehingga menurunkan persentase viabilitas. Hal
ini didukung dengan pernyataan Wijayanti dan Simanjuntak
(2006) penyimpanan semen lebih lama akan semakin
meningkatkan kematian spermatozoa, karena rusaknya
membran plasma berakibat pada terganggunya metabolisme
dan suplai energi spermatozoa sehingga menurunkan viabilitas.
Ketika membran spermatozoa mengalami kerusakan enzim
aspartat aminotransferase (AspAT) yang merupakan enzim
utama dalam mitokondria yang memproduksi ATP akan
dilepaskan dari sel dan masuk ke seminal plasma. Kehilangan
AspAT akan mengganggu produksi ATP dan mengganggu
motilitas spermatozoa (Ariantini, Yusuf, Sajuthi dan
Arifiantini, 2013). Toelihere (1993) menambahkan bahwa
semen yang memiliki kualitas yang bagus bila ditambahkan
dengan antioksidan dapat membantu mempertahankan daya
hidup spermatozoa, sedangkan bila semen memiliki kualitas
yang jelek maka pemberian antioksidan tidak dapat
52
mempertahankan daya hidup spermatozoa karena proses
peroksidasi yang sudah terjadi tidak dapat dihentikan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan persentase
viabilitas terendah pada perlakuan kontrol tanpa penambahan
ekstrak biji pinang dengan besar rataan 34,58±8,45% dan secara
deskriptif menunjukkan penurunan tertinggi sebesar 23,01%.
Berdasarkan hasil analisis penambahan ekstrak biji pinang
memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada persentase
viabilitas post thawing spermatozoa sapi Bali. Hal tersebut
menunjukkan bahwa antioksidan yang terkandung dalam
ekstrak biji pinang dapat menghambat proses peroksidasi lipid
karena produksi ROS berlebihan yang terbentuk pada saat
proses pembekuan dan thawing sehingga dapat merusak
membran plasma sel spermatozoa. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Susilowati (2008) produksi ROS berlebihan dan
tidak mampu dinetralisir oleh sistem pertahanan dan
antioksidan yang ada pada semen yang menyebabkan kerusakan
asam lemak, khususnya asam lemak poli tak jenuh yang
merupakan komponen penting dari fosfolipid penyusun
membran spermatozoa, inaktivasi enzim-enzim glikolitik,
pemutusan rantai DNA, selanjutnya menyebabkan penurunan
motilitas dan kematian spermatozoa. Sukmawati, dkk., (2014)
menambahkan bahwa proses pembekuan menyebabkan
membran plasma rusak sebagai akibat terbentuknya peroksidasi
lipid yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi
membran dan ketika dicairkan kembali akan merusak
lipoprotein yang ada pada membran spermatozoa. Grafik
persentase penurunan viabilitas spermatozoa dalam pengencer
susu skim kuning telur yang ditambah ekstrak biji pinang
disajikan pada Gambar 7.
53
Penurunan Viabilitas (%)
25
Penurunan (%)
20
15
10
P0 P1 P2 P3
Gambar 7. Grafik penurunan persentase viabilitas
spermatozoa selama proses before freezing sampai
post thawing.
54
plasma sehingga spermatozoa akan mati. Munazaroh,
Wahjuningsih dan Ciptadi (2013) menjelaskan bahwa
spermatozoa yang mempunyai membran plasma yang kuat
mampu bertahan dari kerusakan sel yang diakibatkan perubahan
tekanan osmotik secara tiba-tiba yang disebabkan oleh proses
thawing yang cepat.
N AB
55
penambahan ekstrak biji pinang dalam jumlah yang berbeda
dapat dilhat pada Tabel 5.
56
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa abnormalitas yang
sering ditemui yaitu abnormalitas sekunder seperti kepala
putus, ekor putus dan ekor melingkar atau bengkok. Hal ini
sesuai dengan penjelasan Heridiawan (2004) pembekuan
lambat maupun cepat pada media yang berbeda akan
berpengaruh sekali pada tingkat abnormalitas spermatozoa
sebagai akibat terjadinya perubahan fisik media hidupnya, baik
perubahan tekanan osmotik, maupun pembentukan kristal-
kristal es intraseluler yang dapat menyebabkan perubahan
struktur spermatozoa seperti bentuk spermatozoa yang ekornya
membengkok atau kepala terlepas. Grafik persentase
peningkatan abnormalitas spermatozoa dalam pengencer susu
skim kuning telur yang ditambah ekstrak biji pinang disajikan
pada Gambar 9.
Peningkatan Abnormalitas (%)
2,5
Peningkatan (%)
1,5
0,5
P0 P1 P2 P3
57
antara rata-rata persentase abnormalitas post thawing dengan
before freezing. Peningkatan persentase abnormalitas diduga
karena cold shock dan perubahan tekanan osmotik yang
disebabkan perubahan suhu dalam prosesing semen. Hal ini
sesuai dengan penjelasan Suteky, dkk., (2008) terjadinya cold
shock dan perubahan tekanan osmotik terhadap spermatozoa
yang diejakulasikan menyebabkan perubahan pembentukan
spematozoa yang dapat menyebabkan abnormalitas. Alawiyah
dan Hartono (2006) berpendapat bahwa peroksidasi lipid dapat
menyebabkan kerusakan struktur dan metabolisme
spermatozoa yang berakibat meningkatnya abnormalitas
spermatozoa. Diperkuat oleh penjelasan Suyadi, dkk., (2012)
perubahan suhu selama prosesing semen dapat menyebabkan
perubahan permeabilitas membran sel dan dinding sel
spermatozoa, keadaan tersebut dapat menyebabkan
meningkatnya abnormalitas spermatozoa.
Rata-rata persentase abnormalitas setelah pembekuan
dalam penelitian ini masih tergolong normal. Alawiyah dan
Hartono (2006) menyatakan bahwa spermatozoa yang
memiliki persentase abnormalitas dibawah 20% masih dapat
digunakan untuk IB. Toelihere (1985) menambahkan bahwa
selama abnormalitas spermatozoa yang melampaui angka
14 % menunjukkan gejala infertilitas seekor pejantan,
penjelasan lainnya yaitu selama abnormalitas spermatozoa
belum mencapai 20% dan tidak melebihinya maka
spermatozoa dalam keadaan baik dan dapat dipakai untuk
program IB.
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penambahan ekstrak biji pinang (Areca catechu L.)
sebanyak 1%, 3% dan 5% dalam pengencer susu skim kuning
telur berpengaruh meningkatkan persentase motilitas dan
viabilitas spermatozoa sapi Bali setelah penyimpanan suhu
-196 °C. Penambahah ekstrak biji pinang 3% pada pengencer
susu skim kuning telur merupakan konsentrasi terbaik dalam
mempertahankan kualitas spermatozoa sapi Bali selama proses
pembekuan sampai dengan post thawing.
5.2 Saran
1. Ekstrak biji pinang yang ditambahkan pada pengencer
sebaiknya digunakan untuk semen segar dengan motilitas
50-60% agar kualitas semen yang diencerkan dapat
dipertahankan selama proses pembekuan sampai dengan
post thawing.
2. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian ekstrak biji pinang
berpengaruh pada kualitas spermatozoa post thawing, maka
terbuka peluang penelitian lebih lanjut tentang
pengaruhnya terhadap kualitas semen cair.
3. Peluang penelitian dengan menggunakan kualitas semen
segar yang memenuhi standart pembekuan.
59
60
DAFTAR PUSTAKA
61
Ariantie, O.S., T.L Yusuf, D. Sajuthi, dan R. I. Arifiantini.
2013. Pengaruh Krioprotektan Gliserol dan
Dimethilformamida dalam Pembekuan Semen
Kambing Peranakan Etawah Menggunakan.
Pengencer Tris Modifikasi. JITV. 18 (4): 239-250.
, O.S., T.L Yusuf, D. Sajuthi, dan R. I. Arifiantini.
2014. Kualitas Semen Cair Kambing Peranakan
etawah dalam modifikasi pengenser Tris dengan
Fruktosa dan Rafinosa. Jurnal Veteriner. 15(1): 11-21.
Arifiantini, R. L. 2012. Teknik Koleksi dan Evaluasi Semen
Pada Hewan. Bogor. IPB Press
Astrini, E. A., Ducha, N. dan Kuswanti, N. 2017. Pengaruh
Penambahan Alfa Tokoferol dalam Pengencer CEP-
D terhadap Motilitas Spermatozoa Sapi Limousin
yang Disimpan pada Suhu Beku. Lentera Bio. 6 (2) :
27 – 31.
Aulani’am., M. Akmal dan Rosmaidar. 2007. Efek Antifertilitas
Fraksi Air Biji Pinang ( Areca catechu) sebagai Agen
Apoptosis pada Sel-sel Jaringan Testis Rattus
novegius. Media Kedokteran Hewan. 23 (3): 179-183
Chamima, A. R. 2012. Inhibisi Ekstrak Biji Pinang ( Areca
catechu L.) Terhadap Pelepasan Ion Fosfor Pada
Proses Demineralisasi Gigi Yang Distimulasi
Streptococcus mutans. Skripsi. Universitas Negeri
Jember.
Dewi, S., Y. S. Ondho, dan E. Kurnianto. 2012. Kualitas Semen
Berdasarkan Umur pada Sapi Jantan Jawa. Animal
Agriculture Journal. 1 (2) : 126 - 133.
62
Djaelani, M.A. 2001. Pengaruh Berbagai Jenis Kuning telur
Sebagai Bahan Baku Medium Terhadap Motilitas,
Vitalitas dan Morfologi Spermatozoa Manusia
Selama Proses Simpan Beku. Tesis. Universitas
Diponegoro Semarang.
Ducha, N., T. Susilawati, Aulaniam, S. Wahjuningsih. 2013.
Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Sapi Limousin
Selama Penyimpanan pada Refrigrator dalam
Pengencer CEP -2 dengan Suplementasi Kuning
Telur. Jurnal Kedokteran Hewan. 7(1): 5-8.
Effendi, F. I., S. Wahjuningsih dan M. N. Ihsan. 2014.
Pengaruh Pengencer Tris Aminomethane Kuning
Telur yang Disuplementasi Sari Kulit Manggis
(Garcinia mangostana) Terhadap Kualitas Semen
Sapi Limousin Selama Penyimpanan Suhu
Dingin 5°C. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 25 (3):
67-79.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta: Bandung. ISBN:
978-602-8800-08-2.
Garner, D. L., and E. S. E. Hafez. 2008. Spermatozoa and
Seminal Plasma in Reproduction in Farm Animal. 7th
Edition. Edited by Hafez, E. S. E. Co. Director.
Reproductive Health Kiawah Island. South Carolina.
USA. 7: 96-109.
Hendriawan, I. 2004. Pengaruh Laju Penurunan Suhu dan Jenis
Pengencer terhadap Kualitas Semen Beku Domba
Priangan. JITV. 9 (2) : 98 -107.
63
Hernawati, T., D.H. Fevianita, M. Hariadi, dan Kurnijasanti, R.
2010. Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa Entok
(Cairina Moschata) dalam Kombinasi Bahan
Pengencer Susu Skim, Fruktosa dan Kuning Telur.
Veterenia medika. 3 (1) : 49-52.
Hoesni, F. 2016. Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer
Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi
Simmental Pasca Pembekuan. Jurnal Ilmu - Ilmu
Peternakan. 2 (1) : 77-82.
Ihsan, M.N. 2011. Penggunaan Telur Itik Sebagai Pengencer
Semen Kambing. Jurnal Ternak
Tropika. 12 (1): 10-14.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi Dan
Kerbau. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
ISBN: 979-420-848-5.
Jaiswal, P., P. Kumar, V. K. Singh, , D.K. Singh. 2011. Areca
catechu L. A Valuable Herbal Medicine Against
Different Health Problems. Res. J. Med. Plant. 5, 145-
152.
Kaka, A., W. M. Nalley, P. Kune, dan Burhanuddin. 2014.
Persentase Nira Lontar (Borassus flabellifer L) Dalam
Pengencer Tris - Kuning Telur Terhadap Kualitas
Semen Cair Kambing Peranakan Etawah Yang
Disimpan Pada Suhu 3 - 5 °C. Jurnal Nukleus
Peternakan. 1 (1) : 21 - 27
Khairi, F. 2016. Evaluasi Produksi dan Kualitas Semen Sapi
Simmental Terhadap Tingkat Bobot Badan Berbeda.
Jurnal Peternakan. 13 (2) :54 - 58.
64
Kusumaningrum, D. A., P. Situmorang, E. Triwulaningsih dan
R. G. Sianturi. 2007. Penambahan Plasma Semen Sapi
dan Antioksidan untuk Meningkatkan Kualitas Semen
Beku Kerbau Lumpur (Bubalus Bubalis). Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2007.
Bogor. 188-194.
Li, L., Z. Luo, Y. L, Y. Liu, H. Wang, A. Liu, G. Yu, M. Li, R.
Yang, X. Chen, J. Zhu and B. Zhao. 2017. Areca
catechu L. Nut Extract by Ultra-High-Pressure Liquid
Chromatography Coupled with Linear Ion Trap–
Orbitrap Tandem Mass Spectrometry. Molecules. 22 :
1-16.
Mamonto, S. I., M. R. J. Runtuwene, dan , F Wehantouw. 2014.
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Biji Buah Pinang
Yaki (Areca Vestiaria Giseke) yang Di Ekstraksi
Secara Soklet. Jurnal Ilmiah Farmasi. 3 (3) : 263-273.
Meiyanto, E., R. A. Susidarti, S. Handayani, dan F. Rahmi.
2008. Ekstrak Etanolik Biji Buah Pinang (Areca
catechu L.) Mampu Menghambat Proliferasi Dan
Memacu Apoptosis Sel MCF-7. Majalah Farmasi
Indonesia. 19 (1) : 12-19.
Mugiyati, M, A. Salim, N. Isnaini, dan T. Susilawati. 2017.
Pengaruh Air Kelapa Merah Yang Muda Dan Tua
Sebagai Pengencer Terhadap Kualitas Semen
Kambing Boer Selama Penyimpanan Dingin. J.
Ternak Tropika. 18 (1) : 20-26.
Munazaroh, A.M., S. Wahyuningsih, dan G. Ciptadi.2013. Uji
Kualitas Spermatozoa Kambing Boer Hasil
Pembekuan Menggunakan Mr. Frosty ® pada Tingkat
65
Pengenceran Andromed® Berbeda. J. Ternak
Tropika .14. (2) : 63-71.
Nugroho, Y., T. Susilawati, dan S. Wahjuningsih. 2014.
Kualitas Semen Sapi Limousin Selama Pendinginan
Menggunakan Pengencer Cep-2 Dengan Penambahan
Berbagai Konsentrasi Kuning Telur Dan Sari Buah
Jambu Biji (Psidium guajava). J. Ternak Tropika. 15
(1) : 31 – 42.
Nyuwita, A., T. Susilawati, dan N. Isnaini. 2015. Kualitas
Semen Segar dan Produksi Semen Beku Sapi
Simmental pada Umur Yang Berbeda. Jurnal ternak
tropika. 16 (1) : 1-8.
Pereira, G. R., E.G. Becker, L. C. Siquera, R. Ferreira, C. K.
Severo, V. S.Truzzi, Oliveira and Goncalves. 2010.
Assessment on Bovine Spermatozoa Viability Using
Different Cooling Protocols Prior to
Cryopreservation. Italian Journal of Animal Science.
9 (88): 464-470.
Prasetyo, A. A., T. R. Tagama, dan D. M. Saleh. 2013. Kualitas
Semen Segar Sapi Simmental Yang Dikoleksi dengan
Interval Yang Berbeda Di Balai Inseminasi Buatan
Lembang. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):907-913.
Purwantara, B, R. R. Noor, G. Andersson, and H. Rodriguez-
Martinez. 2012. Banteng and Bali Cattle in Indonesia:
Status and Forecasts.Reprod Dom Anim. 47(1): 2-6.
Rairisti, A., S. Wahdaningsih, dan A Wicaksono. 2014. Uji
Aktivitas Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca catechu
L.) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Tikus
66
Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar.
Naskah Publikasi : 1 - 20
Resi, A.W. dan Sugrani, A. 2009. Flavonoid (Quercetin).
Universitas Hasanudin. Makasar.
Ris, A., I. K. Suatha, dan I. W. Batan. 2012. Keragaman Silak
Tanduk Sapi Bali Jantan dan Betina. Buletin veteriner
Udayana. 4 (2): 87-93.
Rizal, M dan Herdis. 2010. Peranan Antioksidan dalam
Meningkatkan Kualitas Semen Beku. Wartazoa.
20(3): 139-145.
Sabile, S., A. T. Latief, M. Yusuf, S. Firmiaty, M. Idrus,
Zulkarnaen dan Nasruyanto. 2016. Pengaruh
Penambahan Ekstrak Biah Mengkudu (Morindan
citrifolra Linn) dalam Pengencer. Terhadap Motilitas
Spermatozoa pada Semen Cair Sapi Bali. Jurnal Aves.
10 (2): 10 – 15.
Sarastina., T. Susilawati, dan G. Ciptadi. 2007. Analisa
Beberapa Parameter Motilitas Spermatozoa pada
Berbagai Bangsa Sapi. J. Ternak Tropika Vol. 6.
No.2: 1-12.
Sari, D. O., Tjandrakirana. Dan N. Ducha. 2014. Pengaruh
Berbagai Konsentrasi Gliserol dalam Pengencer Cep-
D terhadap Motilitas Spermatozoa Sapi Brahman
yang Disimpan dalam Nitrogen Cair. Lentera Bio. 3
(3) : 222- 225.
Savitri, F.K., S. Suharyati, dan Siswanto. 2014. Kualitas Semen
Beku Sapi Bali Dengan Penambahan Berbagai Dosis
67
Vitamin C pada Bahan Pengencer Skim Kuning
Telur. Jurnal Peternakan. 2(1):30 - 49.
Siahaan, E.A., D.N.D.I. Laksmi, dan W. Bebas. 2012.
Efektivitas Penambahan berbagai
Konsentrasi Β-Karoten terhadap Motilitas dan Daya
Hidup Spermatozoa Sapi Bali Post Thawing.
Indonesia Medicus Veterinus. 1 (2): 239-251.
Situmorang, P. 2003. The effect of inclusion of exogenous
phospholipid in tris diluent
containing different level of egg yolk on viability of
bull spermatozoa. JITV. 7 (3): 254 – 263.
Staples, G.W, and R. F. Bevacqua. 2006. Areca catechu (betel
nut palm), ver.1.3. In: Species Profiles for Pacific
Island Agroforestry (Ed.: Elevitch, C.R.). Permanent
Agriculture Resources (PAR), Holualoa Hawaii.
pp.1-17.
Suherlan, N., Soeparna dan K. Hidajat. 2015. Pengaruh
Penambahan Berbagai Tingkat DMF
(Dimethylformamide) Sebagai Agen Krioprotektan
terhadap Keutuhan Membran Plasma dan Recovery
Rate Semen Beku Domba Lokal. pp. 1-12.
Universitas Padjajaran.
Sukmawati, E., R. I. Arifiantini, dan B. Purwantara. 2014. Daya Tahan
Spermatozoa Terhadap Proses Pembekuan pada Berbagai
Jenis Sapi Pejantan Unggul. JITV. 19 (3): 168-175.
68
, T. 2013. Pedoman Inseminasi Buatan Pada Ternak.
Universitas Brawijaya (UB) Press. Malang. IBSN :
978-602-203-458-2.
Susilowati, S. 2008. Kompleks Insulin Like Growth Hormone
Factor - I Mempengaruhi Persentase Membran
Plasma Utuh dan Kadar Malondialdehid
Spermatozoa. Jurnal Veteriner. 9 (4) : 168 -175.
Suteky, T., S.K. adarsih, dan Y. Y. Novitasari. 2008. Pengaruh
Pengencer Susu Skim Dengan Sitrat Kuning Telur
Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Semen
Kambing Persilangan Nubian Dengan Peranakan
Ettawa. Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 3 (2) : 81
- 89.
Suwiti, N. K., I. N. K. Besung, and G. N. Mahardika. 2017.
Factors influencing growth hormone levels of Bali
cattle in Bali, Nusa Penida, and Sumbawa Islands,
Indonesia. Veterinary World. Vol 10 : 1250-1254.
Suyadi ,A. Rachmawati, dan Iswanto , 2012. Pengaruh α -
Tocopherol Yang Berbeda Dalam Pengencer Dasar
Tris Aminomethane - Kuning Telur Terhadap Kualitas
Semen Kambing Boer Yang Disimpan Pada Suhu 5
ºC. Jurnal Ilmi-Ilmu Peternakan. 22(3) : 1 – 8.
Tambing ,S.N, M.R. Toelihere, T.L. Yusuf, I..K. Sutama, 2000.
Kualitas Semen beku kambing Peranakan Ettawa
Setelah Ekuilibrasi. Jurnal Hayati. 5 (2): 70-75.
,S.N., M.R. Toelihere, T.L. Yusuf, I..K. Sutama.2000.
Pengaruh gliserol dalam pengencer tris terhadap
69
kualitas semen beku kambing Peranakan Etawah.
JITV. 5:84-99.
Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak.
Angkasa. Bandung.
, M. R.1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Cetakan
ke sepuluh. Penerbit Angkasa. Bandung.
Wahyuningsih, A., D. M. Saleh, dan Sugiyatno. 2013. Pengaruh
Umur Pejantan dan Frekuensi Penampungan
Terhadap Volume dan Motilitas Semen Segar Sapi
Simmental Di Balai Inseminasi Buatan Lembang.
Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 947-953.
Widjaya, N. 2011. Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan
Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan
Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5
ºC. Sains Peternakan. 9 (2) : 72 – 76.
Zhang, W. M., W. Y, Huang, W. X. Chen, L. Han, and H.
Zhang. 2014. Optimization of Extraction Conditions
of Areca Seed Polyphenols and Evaluation of Their
Antioxidant Activities. Molecules. 19 : 16416-16427.
Zulkharnaim., Jakaria, dan R. R. Noor. 2010. Identifikasi
Keragaman Genetik Gen Reseptor Hormon
Pertumbuhan (GHR Alu I) pada Sapi Bali. Media
Peternakan. 33 (2) : 81-87.
70