SKRIPSI
Oleh:
SKRIPSI
Oleh:
Penulis
EFFECT OF DIFFERENT FORAGE SPECIES IN
COMPLETE FEED SILAGE MAKING ON PHYSICAL
QUALITY, PH AND NUTRIENTS CONTENT
ABSTRACT
The research purpose was to determine the different
effect grass species in complete feed silage making by using
on physical quality, pH, and nutrient content. The research
method used were completely randomized design (CRD) of 3
treatments and 4 replications. The treatments used for research
were P1: 50% Concentrate + 50% Elephant Grass (Pennisetum
purpureum), P2: 50% Concentrate + 50% Mini Elephant Grass
(Pennisetum purpureum cv. Mott) and P3: 50% Concentrate +
50% Sugarcane top (Saccharum officinarum ). The measured
variables were physical quality (color, flavor, texture,
mushroom presence), pH, fleigh point and nutrient content
(dry matter, organic matter, crude protein, crude fiber). The
data analysis were analyzed with analysis of variance
(ANOVA) and continued with Duncan Multiple Range Test
(DMRT). The results showed that feeding using different grass
green with the addition of fermented concentrate to produce
good silage with yellowish-green to brownish green, slightly
acidic to acidic, hard texture until soft and not mild, pH 4.2
and fleigh point 96.58-109.39. The dry matter (11.96%)
occurred in the ensilage of sugarcane top (Saccharum
officinarum) and crude protein (14.12%).
RINGKASAN
Isi Halaman
LAMPIRAN ................................................................... 63
DAFTAR TABEL
Tabel Halama
Gambar Halaman
Lampiran Halaman
1
(LK) 3-5%, serta mineral dan vitamin (Adrizal, Ryanto dan
Hendri, 2010), sehingga perlu adanya pakan tambahan berupa
konsentrat. Campuran antara hijauan dan konsentrat disebut
pakan lengkap yang mengandung nutrisi untuk ternak dalam
tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai
satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup
pokok dan produksi tanpa tambahan substansi kecuali air
(Mide dan Harfiah, 2011).
Kurangnya daya simpan terhadap pakan lengkap
dalam bentuk segar menyebabkan mudah rusaknya kualitas
dan kuantitas pakan. Penanganan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan ini adalah dengan pembuatan silase
pakan lengkap. Silase pakan lengkap adalah hasil fermentasi
campuran antara bahan pakan hijauan dan konsentrat dengan
kadar air 60-70% dalam keadaan anaerob. Silase pakan
lengkap lebih efektif dan efisien karena pemberiannya tidak
perlu dicampur dengan bahan pakan lain sehingga mudah
diberikan pada ternak. Hal ini juga didukung oleh Allaily,
Ramly dan Ridwan (2011) bahwa keunggulan silase pakan
lengkap adalah lebih mudah dalam pembuatannya dengan
fermentasi secara anaerob, kandungan nutrisi yang dihasilkan
juga lebih tinggi sehingga dapat memenuhi 70-90% kebutuhan
gizi ternak dan memiliki bau yang lebih disukai oleh ternak.
2
1. Pemberian pakan hijauan rumput pada ternak umunya
rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput gajah
mini atau odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) dan
limbah perkebunan tebu (Saccharum officinarum) berupa
pucu tebu
2. Saat musim hujan hijauan rumput tumbuh banyak dan
ternak tidak mampu untuk menghabiskan, oleh karena itu
perlu dilakukan pengawetan dalam bentuk silase, namun
kualitasnya belum diketahui, sehingga perlu mengkaji
kualitas fisik, pH, kandungan nutrisi dan fleigh point pada
silase pakan lengkap
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh penggunaan jenis hijauan rumput
berbeda pada silase pakanlengkap terhadap kualitas fisik,
pH, kandungan nutrisi dan fleigh point.
2. Mengeatahui perlakuan terbaik dari silase pakan lengkap
dengan menggunakan hijauan rumput berbeda
berdasarkan kualitas fisik, pH, kandungan nutrisi dan
fleigh point.
3
1.5 Kerangka Pikir
Pakan hijauan ternak ruminansia terdiri dari rumput,
leguminosa dan limbah pertanian atau perkebunan. Peternak
umunya memberikan jenis rumput gajah (Pennisetum
purpureum) dan rumput gajah mini atau odot (Pennisetum
purpureum cv. Mott). Apabila ketersediaan rumput gajah dan
rumput gajah mini berkurang, peternak memberikan limbah
panen tebu (Saccharum officinarum) berupa pucuk tebu.
Pakan hijauan mengandung serat kasar tinggi dan
protein kasar yang rendah. Hal ini mengakibatkan kurangnya
kebutuhan nutrisi pada ternak ruminansia salah satunya sapi
potong untuk hidup pokok dan produksi. Sehingga perlu
adanya penambahan pakan yang mengandung sumber protein
dan energi berupa konsentrat. Konsentrat merupakan
campuran bahan pakan yang kandungan serat kasarnya kurang
dari 18%, mudah dicerna, kadar protein dan energinya cukup
tinggi serta dapat melengkapi kebutuhan nutrisi ternak.
Konsentrat berfungsi sebagai pakan penguat dalam
penggemukan sapi, apabila dikombinasi dengan hijauan dapat
mempercepat proses penggemukan sapi (Hidayat, Purbowati,
Arifin dan Purnomoadi, 2009). Campuran antara hijauan dan
konsentrat disebut pakan lengkap. Irsyammawati, Chuzaemi
dan Hartutik (2011) menjelaskan metode pemberian pakan
lengkap adalah metode pemberian pakan yang populer saat ini.
Pakan lengkap adalah suatu cara pemberian pakan pada ternak
ruminansia yang semua bahan pakan hijauan atau limbah
pertanian dan konsentrat dicampur dengan mempunyai
kandungan nutrisi seimbang dan mencukupi kebutuhan ternak.
Penyimpanan pakan lengkap dalam bentuk segar dapat
merusak kualitas pakan lengkap dan kandungan nutrisi,
sehingga perlu adanya teknologi pengolahan pakan lengkap.
4
Teknologi pengolahan pakan yang bisa dilakukan adalah
pembuatan silase. Silase pakan lengkap adalah hasil
fermentasi campuran hijauan dan konsentrat dengan kadar air
60-70% dalam keadaan anaerob. Pembuatan silase pakan
lengkap diharapkan memiliki daya simpan yang lebih lama
serta mencukupi kebutuhan nutrisi ternak ruminansia dari
pakan yang diberikan, selain itu dapat meningkatkan
palatabilitas ternak. Campuran rumput gajah (Pennisetum
purpureum) dan konsentrat 60:40% menghasilkan silase pakan
lengkap dengan kandungan protein kasar (PK) 14,36%, serat
kasar 28,31% lemak kasar (LK) 4,34% dan Bahan Ekstrak
Tanpa Nitrogen (BETN) 36,28% dengan kualitas fisik warna
hijau kekuningan hingga agak kecoklatan, tekstur yang masih
sempurna dan masih jelas bentuk aslinya serta bau asam yang
khas (Hading, Syahrir dan Mide 2014). Campuran hijauan dari
batang tebu dan kosentrat 40:60% tanpa penambahan urea
menghasilkan silase pakan lengkap yang memiliki kualitas
yang baik dengan kandungan nutrisi bahan kering (BK)
417,40 g/kg, bahan organik (BO) 890,20 g/kg, protein kasar
(PK) 121,50 g/kg, serat kasar (SK) 327,30 g/kg dan pH 3,90
(Irsyamawati, dkk., 2011). Pembuatan pakan lengkap dengan
campuran hijauan dan konsentrat tergantung kualitas hijauan,
hal ini sesuai dengan Prabowo, Susanti dan Karman (2013)
bahwa umumnya proporsi hijauan dan konsentrat sekitar
60:40% BK, tetapi jika kualitas hijauan rendah proporsi dapat
digeser menjadi 55:45% BK dan jika kualitas hijauan sedang
hingga tinggi proporsi dapat menjadi 64:36% BK.
Berdasarkan pemikiran diatas maka perlu dilakukan penelitian
silase pakan lengkap dengan campuran hijauan dan konsentrat
50:50 % BK.
5
Pengadaan Pakan
6
1.6 Hipotesis
Silase pakan lengkap terdiri dari rumput gajah
(Pennisetum purpureum), rumput gajah mini (Pennisetum
purpureum cv. Mott) dan pucuk tebu (Saccharum officinarum)
yang dicampur dengan konsentrat menghasilkan kualitas silase
berbeda ditinjau dari kualitas fisik, pH, kandungan nutrisi
(BK, BO, PK, SK) dan fleigh point.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Gramineae
Genus : Pennisetum
Spesies : Pennisetum purpureum
Rumput gajah mengandung BK 22,58-24,88%, BO
86,24-86,65%, PK 9,1-9,48%, KcBK 50,73-51,7% dan KcBO
52,42-52,99% (Chuzaemi, Hermanto, Soebarinoto dan
Sudarwati, 1997; Setyorini, 2006), ditambahkan Rohmani
(2002) bahwa Water Soluble Carbohydrate (WSC) rumput
gajah sebesar 9,9%.
2
Gambar 3. Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum cv. Mott)
3
19,94%, PK 12,23% dan BO 88,83%. Tinggi rendahnya
kandungan nutrisi rumput gajah mini juga berpengaruh
terhadap jarak tanam dan tinggi tanaman, sebagaimana yang
dilaporkan (Yasin, Malik dan Nazir., 2003) dalam Tabel 1.
4
Gambar 4. Pucuk tebu (Saccharum officinarum)
5
(Prasetyo, Suhartati dan Suryapratama, 2013). Pucuk tebu
memiliki kandungan nutrisi BK 24,7-39,9%, PK 5,47-7,66%,
LK 2,9-5,23, SK 38,6-43,63%, 6,91-10,21%, Abu 6,91-
10,21% dan BETN 40,00-45,06% (Lamid, Ismudin, Koesnoto,
Chusnati, Hadayati dan Vina, 2012; Hernaman, Hidayat dan
Mansyur, 2005; Zulbardi, Sugiarti, Hidayati dan Karto, 1999).
Pemberian pucuk tebu pada ternak ruminansia memerlukan
bahan suplementasi sebagai sumber protein, mineral dan
vitamin (Kuswandi, 2007). Upaya yang dapat dilakukan agar
pemanfaatan pucuk tebu lebih optimal dalam meningkatkan
dan mempertahankan daya gunanya maka dilakukan teknologi
pengolahan dengan pembuatan silase (Sandi, Ali dan Arianto,
2012). Peningkatan kualitas nutrisi pucuk tebu dapat dilakukan
melalui pembuatan silase dengan penambahan urea, molases
dan kalsium karbonat dengan mengalami kenaikan protein
sebesar 40-50% (Faharuddin, Harfiah dan Natsir, 2014). Akan
tetapi berbeda dengan pendapat Sandi, dkk., (2012) bahwa
silase pucuk tebu dengan penambahan EM-4 dapat
menurunkan kehilangan bahan kering, kehilangan bahan
organik dan serat kasar pucuk tebu.
2.4 Konsentrat
Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang digunakan
bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan gizi dari
keseluruhan pakan dan dimaksudkan sebagai suplemen atau
pakan pelengkap (Momot, Maaruf, Waani and Pontoh, 2014).
Umumnya konsentrat diberikan sebelum ternak ruminansia
diberikan pakan rumput dan tetap diberikan kering atau tidak
dicombor dengan air karena akan mengakibatkan kecernaan
konsentrat rendah (Adhani, Tri dan Soelih, 2012). Tujuan dari
pemberian konsentrat adalah agar ternak dapat memenuhi
6
kebutuhan akan gizi yang diperlukan untuk hidup pokok,
pertambahan, produksi dan reproduksi. Meningkatkan daya
guna pakan atau menambahkan nilai gizi pakan, menambah
unsur pakan yang difisien serta meningkatkan kecernaan
pakan (Rokana, Novelita dan Sunardi, 2010). Menurut Orskov
dan Mc Donald (1979) peningkatan daya cerna bahan kering
ransum akibat bertambahnya jumlah pemberian konsentrat,
karena konsentrat mempunyai nilai kecernaan yang tinggi.
Konsentrat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
konsentrat sumber protein dan konsentrat sumber energi.
Konsentrat dikatakan sebagai sumber energi apabila
mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20% dan
serat kasar 18%, sedangkan konsentrat dikatakan sebagai
sumber protein karena mempunyai kandungan protein lebih
besar dari 20% (Tillman, Hartadi, Reksohadiprojo,
Prawirokusumo dan Lebdosoekojo, 1991). Konsentrat sumber
protein diperoleh dari hasil samping penggilingan berbagai
biji-bijian, bahan pakan sumber protein hewani dan hijauan,
sedangkan konsentrat sumber energi dapat diperoleh dari
dedak dan biji-bijian seperti jagung (Parakkasi, 1999).
2.5 Silase
Silase merupakan awetan hijauan segar yang disimpan
dalam silo pada kondisi anaerob agar mempercepat
pertumbuhan bakteri anaerob untuk membentuk asam laktat
(Mugiawati, Suwarno dan Hidayat, 2013). Pembuatan silase
sangat bermanfaat untuk daerah-daerah yang bermusim
kemarau sangat panjang. Silase dibuat dalam suasana anaerob
dan tumbuhnya mikroorganisme tertentu di dalamnya
membuat pH silase menjadi rendah dan keadaan ini membuat
silase awet (Wina, 2005). Prinsip pembuatan silase adalah
7
fermentasi hijauan oleh mikroba yang banyak menghasilkan
asam laktat. Mikroba yang paling dominan adalah dari
golongan bakteri asam laktat homofermentatif yang mampu
melakukan fermentasi dalam keadaan aerob sampai anaerob.
Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan
berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghindarkan
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (Ridwan,
Ratnakomala, Kartina dan Widyastuti, 2005). Bakteri asam
laktat yang berasal dari spesies heterofermentatif seperti
Lactobacillus buchneri menghasilkan produk metabolisme
yang beragam yakni berupa asam laktat, asam asetat, etanol,
dan CO2 (Kleinschmit and Kung, 2006).
Faktor penting yang berpengaruh terhadap pembuatan
silase yaitu tingkat kerusakan yang disebabkan adanya oksigen
selama ensilase, kandungan bahan kering, pH dan ketersedian
karbohidrat mudah larut (WSC). Material silase jika terlalu
basah dan ketersediaan karbohidrat mudah larut tidak
memenuhi seperti leguminosa yang memiliki kapasitas buffer
yang tinggi, maka masalah akan timbul karena proses ensilase
tidak dapat berlangsung dengan baik karena kapasitas buffer
yang tinggi menyebabkan pH sulit turun. Kandungan bahan
kering hijauan yang optimal dalam pembuatan silase yaitu
bekisar 25%-35%. Bahan dengan kandungan air yang tinggi
memperbesar terjadinya perkembangbiakan dari bakteri
Clostridium dan Enterobacterium produksi asam butirat
mendominasi proses ensilase dan fermentasi lebih lanjut dari
senyawa NPN menghasilkan amina misalnya seperti
tryptamine dan histamine. Senyawa histamine ini bisa
mengandung racun yang ditandai dengan bau silase yang
kurang sedap (Kellems and Chruch, 2010).
8
2.6 Silase Pakan Lengkap
Silase pakan lengkap merupakan campuran hijauan,
limbah pertanian dan perkebunan yang diawetkan dengan cara
fermentasi dalam kondisi kadar air yang tinggi 40-80% yang
dilakukan dengan anaerob. Keunggulan silase pakan lengkap
adalah lebih mudah dalam pembuatannya dengan fermentasi
secara anaerob, kandungan nutrisi yang dihasilkan juga lebih
tinggi sehingga dapat memenuhi 70-90% kebutuhan gizi
ternak dan memiliki bau yang lebih disukai oleh ternak.
(Allaily dkk., 2011).
Teknologi yang sekarang berkembang adalah
pembuatan pakan yang tidak hanya sekedar awet (silase),
tetapi juga mengandung nutrien yang sesuai dengan kebutuhan
ternak. Silase pakan lengkap berbeda dengan silase berbahan
baku tunggal, dimana silase pakan lengkap mempunyai
beberapa keuntungan yaitu tersedianya substrat untuk
mendukung terjadinya fermentasi yang baik sehingga
mempunyai tingkat kegagalan yang jauh lebih rendah jika
dibandingkan dengan silase berbahan tunggal, mengandung
nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ternak, terciptanya
pakan yang berkelanjutan dan mudah diberikan pada ternak
karena tidak memerlukan pakan tambahan lainnya (Bahri,
2012).
9
yaitu asam, sedikit asam, segar, busuk dan sangat busuk, untuk
penilaian karakteristik tekstur dibedakan menjadi 5 yaitu
sangat keras, keras, sedikit lunak, lunak dan sangat lunak
(Kaiser, Piltz, Burns and Griffiths, 2004). Silase yang
memiliki kualitas baik warna hijau kecoklatan, bau asam
fermentasi tetapi segar dan enak, tekstur segar dan tidak
menggumpal dan tidak adanya jamur (Kurnianingtyas,
Pandansari, Astuti, Widyawati dan Suprayogi, 2012).
Cara mudah untuk mengetahui kualitas silase adalah
dengan mengukur pH dan bahan kering. Kualitas pH dari
silase yaitu 3,5-4,2 : bagus sekali; 4,2-4,5 : bagus; 4,5-4,8 :
sedang dan lebih 4,8 : buruk (Prabowo, dkk., 2013). Nilai pH
yang tinggi meskipun kandungan bahan kering silase rendah
mengindikasikan adanya fermentasi proteolitik serta
pembentukan asam amina dan butirat. Nilai fleigh merupakan
perhitungan yang digunakan untuk mengukur kualitas silase
berdasarkan nilai kandungan bahan kering dan pH silase. Nilai
fleigh bernilai >85 dikategorikan sebagai silase dengan
kualitas sangat baik (Ozturk, Kizilsimsek, Kamalak, Canbolat
and Ozkan, 2005). Silase dengan kadar air kurang dari 65%
akan mengalami pembentukan asam yang terhambat. Kadar air
yang terlalu rendah (<40%) rentan terhadap kelebihan panas
yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard, sebab
oksigen akan lebih sulit untuk keluar dari dalam silase (Van
Soest, 1994). Menurut Kaiser et al., (2004) pH silase
dipengaruhi oleh:
a. Kandungan bahan kering silase
Nilai bahan kering yang tinggi dapat menghambat
pertumbuhan bakteri asam laktat, sehingga akan
menghasilkan asam yang sedikit. Semakin rendah
10
kandungan bahan kering akan dihasilkan nilai pH yang
semakin tinggi.
b. Kandungan WSC dari hijauan bahan baku silase
Bakteri asam laktat dapat menghasilkan banyak asam
laktat jika terdapat kandungan WSC dalam hijauan yang
tinggi, sehingga akan menghasilkan silase dengan nilai
pH yang rendah
c. Tipe fermentasi
Fermentasi asam laktat akan mengahasilkan silase dengan
nilai pH rendah
11
Bahan kering akan menurun selama proses fermentasi
dikarenakan adanya perombakan bahan organik terutama
karbohidrat untuk dijadikan sumber energi bagi pertumbuhan
dan aktivitas kapang (Mirwandono, Bachri dan Situmorang,
2006). Proses fermentasi akan meningkatkan kadar air dalam
substrat karena penguraian bahan kering total oleh kapang
yang dipergunakan sebagai sumber energi atau pembentuk sel
baru, bahan kering diuraikan menjadi CO2, H20 dan panas
sehingga penurunan kandungan bahan kering substrat
diakibatkan oleh semakin tingginya kadar air dalam substrat
(Mildayanni, 2007).
12
dan adanya penambahan protein yang terdapat dalam sel
mikroba itu sendiri. Peningkatan kandungan protein kasar
pada fermentasi substrat terjadi karena hasil dari hidrolisis pati
menjadi gula selama bakteri asam laktat mendegradasi dan
melarutkan substrat yang digunakan oleh kapang sebagai
sumber karbohidrat untuk mensintesis biomassa kapang yang
kaya akan protein (Yuliastiani, Puastuti, Wina dan Supriati,
2012).
13
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
1
lebih 100 cm. Kandungan nutrisi rumput odot BK 16,46%, BO
89,18%, PK 14,24% dan SK. 31,50% (Laboratorium Nutrisi
dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya).
c. Pucuk tebu (Saccharum officinarum)
Pucuk tebu (Saccharum officinarum) didapatkan dari
Desa Gedog Kulon Kecamatan Turen Kabupaten Malang.
Pucuk tebu yang didapatkan adalah pucuk dari tanaman tebu
yang diambil pada umur 10 bulan. Kandungan nutrisi pucuk
tebu BK 27,37%, BO 93,20%, PK 5,82% dan SK 35,86%
(Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya).
2. Sumber Konsentrat
Konsentrat berasal dari KUD KAN JABUNG dengan
memiliki kandungan nutrisi BK 87,66%, BO 94,77%, PK
18,13% dan SK 11,24% (Laboratorium Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya). Bahan
pakan yang digunakan untuk pembuatan konsentrat tersebut
adalah dedak padi (Oryza sativa L.), wheat pollard (Triticum
spp), bungkil kelapa (Cocos nucifera), bungkil sawit (Elais
guinensiss Jacq) , DDGS, molases (Saccharum officinarum),
mineral dan vitamin.
3. Bahan pengukuran pH :
a. Larutan aquades
b. Larutan buffer pH 4 dan pH 7
4. Bahan analisis kandungan nutrisi :
a. Katalisator (selenium gemisch)
b. Batu didih
c. H2SO4 0,1N
d. H2SO4 Pekat (95-97%)
e. NaOH 0,1N
2
f. NaOH 40%
g. H2SO4 0,3N
h. NaOH 1,5N
i. EDTA
j. HCL 0,3N
k. Aquades
l. Aceton
3.2.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan silase pakan
lengkap:
a. Kantong plastik 5 kg
b. Tali rafia
c. Chopper
d. Pompa vakum.
2. Peralatan yang digunakan dalam pengukuran pH (Allaily
dkk., 2011) :
a. pH meter
b. Gelas ukur
c. Timbangan
d. Stirer 210x320x90mm (0-1500RPM).
3. Peralatan yang digunakan dalam analisis kandungan
nutrisi :
a. Seperangkat alat analisis kandungan bahan kering (BK)
b. Seperangkat alat analisis kandungan bahan organik (BO)
c. Seperangkat alat analisis kandungan protein kasar (PK)
d. Seperangkat alat analisis kandungan serat kasar (SK)
3
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL),
dengan 3 perlakuan yang masing-masing diulang 4 kali.
Penyusunan pakan lengkap terlebih dahulu dilakukan
berdasarkan analisis proksimat setiap bahan baku. Selanjutnya
dilakukan ensilase selama 21 hari. Susunan perlakuan
berdasarkan berat bahan kering (BK) sebagai berikut :
P1 :50% Konsentrat + 50% Rumput gajah (Pennisetum
purpureum)
P2 : 50% Konsentrat + 50% Rumput odot (Pennisetum
purpureum cv. Mott)
P3 : 50% Konsentrat + 50% Pucuk tebu (Saccharum
officinarum)
4
Rumput Gajah Rumput Odot Pucuk Tebu
(Pennisetum (Pennisetum (Saccharum
purpureum) purpureum cv. Mott) officinarum)
5
3.4.2 Variabel yang Diamati atau Diukur
3.4.2.1 Kualitas Fisik
Penentuan kualitas fisik berupa warna, aroma, tekstur
dan adanya jamur dari silase pakan lengkap dari berbagai jenis
hijauan rumput berbeda dilakukan secara organoleptik dengan
menggunakan 20 panelis semi terlatih (sudah mengetahui
kualitas fisik silase baik) dan setiap panelis memberikan skor
berupa angka (1-5) seperti pada Tabel 2. Selanjutnya skor
dijadikan hasil pengamatan pada masing-masing karakteristik
fisik.
Skor
Kategori
1 2 3 4 5
Sangat Sedikit
Aroma Busuk Segar Asam
busuk Asam
3.4.2.2 pH
Penentuan pH dari silase pakan lengkap menurut
Allaily, dkk., (2011) terdapat pada Lampiran 1.
6
3.4.2.3 Kandungan Nutrisi
Penentuan kandungan nutrisi (BK, BO, PK dan SK)
dari silase pakan lengkap dengan analisis proksimat menurut
AOAC (2005) terdapat pada Lampiran 2 hingga Lampiran 5.
7
∈ij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j
Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Sidik
Ragam seperti Tabel 3.
Tabel 3. Analisis ragam
SK Db JK KT fhitung f0.05 f0.01
Perlakuan
Galat
Total
8
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1
bahwa jenis rumput berpengaruh sangat nyata (P<0,01).
Adapun rataan kualitas fisik aroma hasil silase pakan lengkap
dapat dilihat pada Tabel 5.
2
Tabel 6. Kualitas fisik tekstur silase pakan lengkap
Perlakuan Rataan Tekstur
P1 3,11±0,69a
P2 2,84±0,46a
P3 3,70±0,46a
3
Tabel 7. Kualitas fisik jamur silase pakan lengkap
Perlakuan Rataan Jamur
P1 4,80±0,46
P2 4,83±0,38
P3 4,78±0,48
4
Berdasarkan Tabel 8, menunjukan pH dari silase
pakan lengkap seleruh perlakuan P1, P2 dan P3 yaitu 4,2
menunjukan kualitas silase bagus. Menurut Prabowo, dkk.,
(2013) kualitas pH silase yaitu 3,5-4,2 : bagus sekali; 4,2-4,5 :
bagus; 4,5-4,8 : sedang dan lebih 4,8 : buruk. pH berhubungan
dengan produksi asam laktat pada proses ensilase, pH rendah
mencerminkan produksi asam laktat tinggi (Kung dan Shaver,
2001). Produksi asam laktat dapat dipengaruhi oleh jumlah
Water Soluble Carbohydrate (WSC), semakin tinggi WSC
akan semakin tinggi produksi asam laktat. Kandungan WSC
pada rumput gajah sebesar 9,9% (Rohmani, 2002), sedangkan
pucuk tebu 8,25% (Chaundhry and Naseer, 2008), akan tetapi
pada penelitian menunjukan rumput gajah tidak mampu
memaksimalkan produksi asam laktat sehingga nilai pH dari
seluruh perlakuan sama.
pH yang sama dari semua perlakuan disebabkan
penambahan konsentrat yang sama. Kosentrat sendiri dapat
dijadikan sebagai bahan aditif untuk proses ensilase. Menurut
Gunawan, Zaenuddin, Daema dan Thalib (1988) bahwa bahan
pengawet atau aditif dapat juga meningkatkan kondisi asam
dan memacu terbentuknya asam laktat dan asam asetat, untuk
mendapatkan karbohidrat terfermentasi sebagai sumber energi
bagi bakteri untuk fermentasi, menghambat beberapa jenis
bakteri dan jamur yang tidak dikehendaki, mengurangi
ketersediaan oksigen baik secara langsung maupun tidak
langsung, mengurangi kadar air dan mengabsorbsi beberapa
asam yang tidak dikehendaki.
5
1.3 Kandungan Nutrisi Silase Pakan Lengkap
1.3.1 Kandungan Bahan Kering (BK) Silase Pakan
Lengkap
Hasil pengujian kandungan nutrisi dan kehilangan
berat kandungan nutrisi tampak seperti lampiran 7 dan 8. Hasil
analisis ragam kandungan nutrisi bahan kering (BK) silase
pakan lengkap menunjukkan bahwa jenis rumput berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) dan berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap kehilangan berat kandungan nutrisi BK. Adapun
kandungan nutrisi dan kehilangan berat kandungan nutrisi BK
silase pakan lengkap dapat dilihat pada Tabel 9.
6
memiliki BK yang cukup tinggi (37,20%). BK yang tinggi
akan memperlama daya simpan silase dan silase yang
memiliki kadar air tinggi akan mudah mengakibatkan silase
menjadi rusak atau busuk. Silase busuk disebabkan adanya
bakteri Clostridia yang berkembang. Bahan dengan
kandungan air yang tinggi memperbesar terjadinya
perkembangbiakan bakteri Clostridia yang memproduksi asam
butirat mendominasi proses ensilase dan fermentasi lebih
lanjut dari senyawa Non Protein Nitrogen (NPN)
menghasilkan amina misalnya seperti tryptamine dan
histamine. Senyawa histamine ini bisa mengandung racun
yang ditandai dengan bau silase yang kurang sedap (Kellems
and Chruch, 2010).
Silase pakan lengkap P2 dengan menggunakan hijauan
rumput gajah mini memiliki kandungan BK yang cukup
rendah (30,04%), hal ini dikarenakan kurangnya proses
pelayuan sebelum dilakukan proses pembuatan silase sehingga
kadar air tinggi. Menurut Soebarinoto (1984) dalam Sawen,
Yoku dan Junaidi (2013), pelayuan bahan silase atau hijauan
berfungsi untuk mengurangi kadar air hijauan, melunakkan
jaringan tanaman, mempercepat kehidupan sel-sel tanaman
dan bakteri serta dapat meningkatkan proses ensilase dengan
adanya panas yang dihasilkan oleh sel-sel tanaman dan bakteri
yang menggunakan glukosa dari tanaman. Semakin tinggi
kadar air bahan yang digunakan untuk membuat silase akan
semakin tinggi pula kadar air silase yang dihasilkan (Pioner
Development Foundation, 1991).
Selama proses ensilase berlangsung terjadi kehilangan
kandungan BK dan peningkatan kadar air yang disebabkan
oleh tahap pertama ensilase saat proses respirasi masih
berlangsung yang menyebabkan glukosa diubah menjadi CO2,
7
H2O dan panas (Mc Donald, 1981 dalam Mugiawati, Suwarno
dan Hidayat (2013). Tabel 8 menunjukan P1 dan P2 mengalami
kehilangan berat kandungan BK yang rendah, sedangkan P3
yang tinggi. Persentase kehilangan berat kandungan BK
dibawah 10% masih dikatakan normal (Ridwan, dkk., 2005).
Silase pakan lengkap P1 dan P2 mampu mempertahankan
kandungan nutrisi BK. Silase yang yang baik adalah silase
yang mampu mempertahankan kandungan nutrisi awal
sebelum dilakukan fermentasi. Silase pakan lengkap P3
mengalami kehilangan berat kadnungan BK yang cukup tinggi
(11,96%). Hal ini disebabkan bahan baku silase pakan lengkap
P3 adalah pucuk tebu. Pucuk tebu yang memiliki bentuk lebih
keras dan kadar air yang rendah akan lebih sulit dipadatkan
sehingga ketersediaan oksigen dalam silo lebih banyak yang
menyebabkan proses respirasi lebih lama, penguraian zat
makanan lebih banyak dan menghasilkan panas yang
berlebihan. Menurut Sartini (2003), penurunan bahan kering
silase dipengaruhi oleh respirasi dan fermentasi. Respirasi
lama akan menyebabkan kandungan nutrien banyak yang
terurai sehingga akan menurunkan bahan kering, sedangkan
fermentasi akan menghasilkan asam laktat dan air.
8
kandungan nutrisi dan kehilangan berat kandungan nutrisi BO
silase pakan lengkap dapat dilihat pada Tabel 10.
9
pemadatan. Jumlah oksigen yang banyak mengakibatkan
semakin lama proses respirasi, sehingga menghasilkan panas
yang tinggi dan hilangnya BO. Hal ini sesuai dengan pendapat
Borreani, Tabacco and Cavallarin (2007) bahwa BO silase
pakan lengkap setelah difermentasi mengalami penurunan
karena terjadi tahapan respirasi yang lama, dimana glukosa
akan dipecah menjadi H2O, selain itu juga akan mengubah
asam organik dan gas seperti CO2 dan panas.
Kehilangan kandungan berat BO dalam silase
utamanya berasal dari golongan karbohidrat, yaitu Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) dengan komponen penyusun
utama pati dan gula yang digunakan oleh bakteri untuk
menghasilkan asam laktat. Kehilangan BO yang tinggi terjadi
pada silase pakan lengkap P3 dengan menggunakan bahan
baku hijauan dari pucuk tebu. Pucuk tebu memiliki BETN
lebih tinggi 40,00-45,1% (Lamid, dkk., 2012; Kuswandi,
2007) dibandingkan dengan rumput gajah 41,30-42,3%
(Syamsuddin, 2013; Okaraonye dan Ikewuchi, 2009) dan
rumput gajah mini 40,32% (Lubis, 1992). Hal ini sesuai
dengan Surono, Soejono dan Budhi (2006), secara umum
diketahui asam laktat dalam ensilase dihasilkan dari komponen
bahan organik terutama karbohidrat, sehingga meningkatkan
pembentukan asam laktat.
10
sangat nyata (P<0,01) dan berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap kehilangan berat kandungan nutrisi PK. Adapun
kandungan nutrisi dan kehilangan berat kandungan nutrisi PK
silase pakan lengkap dapat dilihat pada Tabel 11.
11
akan mengakibatkan banyaknya jumlah bakteri asam laktat
untuk memecah gula-gula sederhana. Jones, Heinrichs, Roth
and Issler (2004) menyatakan bahwa proses fermentasi
merupakan aktivitas biologis bakteri asam laktat
mengkonversi gula-gula sederhana menjadi asam (terutama
asam laktat). Komponen gula dimanfaatkan mulai dari fase
awal ensilase sampai tercapainya fase stabil yang ditandai
dengan dominannya bakteri asam laktat dan tidak terjadi lagi
penurunan pH. Protein yang dihasilkan tetap tinggi karena
berasal dari protein bakteri asam laktat itu sendiri. Menurut
Madigan, Martinko, Stahl and Clark (2011), dalam struktur
bakteri terdapat kandungan protein dibeberapa bagian yaitu
pada dinding sel, membran sel dan ribosom. Protein dalam
dinding sel berupa asam amino yaitu L-alanine acid, D-
alanine acid dan D-glutamic acid.
12
Tabel 12. Analisis kandungan nutrisi dan ehilangan berat
kandungan nutrisi SK silase pakan lengkap
13
itu, kehilangan berat kandungan yang tinggi pada P3
disebabkan pucuk tebu memiliki bentuk fisik dan porositas
batang lebih besar dan keras serta kadar air yang rendah akan
lebih sulit dipadatkan sehingga ketersediaan oksigen dalam
silo lebih banyak yang menyebabkan proses respirasi lebih
lama. Penurunan kandungan SK ini diharapkan akan
memberikan keuntungan pada peningkatan kualitas silase dan
diharapkan dapat meningkatkan nilai kecernaan.
14
point >85, hal ini menunjukan bahwa semua silase tersebut
memiliki kualitas yang sangat baik. Menurut Ozturk, et al.
(2005), nilai fleigh point >85 dikategorikan sebagai silase
dengan kualitas sangat baik. Perlakuan P3 memiliki nilai fleigh
point tertinggi dibandingkan P1 dan P2, hal ini disebabkan BK
dari P3 cukup tinggi 37,20% sedangkan pH dari semua
perlakuan sama 4,2. P2 memiliki nilai fleigh point paling
rendah yaitu 96,58 yang disebabkan kandungan BK yang
paling rendah. Pada saat penyusunan pakan lengkap P2
memiliki BK yang lebih rendah 31,48% dibandingkan P1 dan
P3 yaitu 34,34% dan 41,61%, hal ini terjadi karena kurangnya
proses pelayuan pada bahan baku hijauan P2 sampai kadar air
menjadi 60%. Menurut Kurnianingtyas, dkk., (2012) bahwa
untuk menghasilkan nilai fleigh yang tinggi maka kandungan
BK silase harus tinggi dan pH yang rendah. pH rendah
menandakan produksi asam laktat yang tinggi, sehingga
bakteri pembusuk Clostridia tidak akan berkembang.
15
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Penggunaan jenis rumput pada silase pakan lengkap
berpengaruh dengan menghasilkan kualitas fisik warna
hijau kekuningan sampai hijau kecoklatan, beraroma
sedikit asam sampai asam, memiliki tekstur keras sampai
sedikit lunak dan tidak nyata dengan ditandai tidak
adanya jamur, pH 4,2, kandungan nutrisi BK (30,04-
37,20%), BO (86,49-89,79%), PK (9,25-14,12%), SK
(22,41-25,20%) dan fleigh point 96,58-109,39.
2. Silase pakan lengkap dengan menggunakan hijauan
rumput berbeda dengan penambahan konsentrat seluruh
perlakuan memiliki kualitas terbaik dari segi kualitas
fisik, pH dan fleigh point, sedangkan pada kandungan
nutrisi silase pakan lengkap dengan menggunakan pucuk
tebu (Saccharum officinarum) menghasilkan PK yang
terbaik (14,12%) namun mengalami kehilangan BK
terbesar (11,96%)
5.2 Saran
1. Rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput gajah
mini (Pennisetum purpureum cv. Mott) dan pucuk tebu
(Saccharum officinarum) dapat dijadikan silase pakan
lengkap ditinjau dari kualitas fisik, pH, kandungan nutrisi
dan fleigh point.
2. Silase pakan lengkap yang berasal pucuk tebu
(Saccharum officinarum) dapat digunakan sebagai pakan
alternatif karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan
1
oleh sapi dan memiliki daya simpan yang lama dengan
kadar BK yang optimal bagi silase.
2
DAFTAR PUSTAKA
1
Borreani, G., E. Tabacco and L. Cavallarin. 2007. A New
Oxygen Barrier Film Reduces Aerobic Deterioration
in Farm Scale Corn Silage. American Dairy Science
Association.
2
Hading, A.R., S. Syahrir dan M.Z Mide. 2014. Kandungan
Protein Kasar, Lemak Kasar, Serat Kasar dan BETN
Silase Pakan Lengkap Berbahan Dasar Rumput Gajah
dan Biomassa Murbei. Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Makassar
3
Jones, C.M., A.J. Heinrichs, G.W. Roth annd V.A. Issler.
2004. From Harvest to Feed: Understanding Silage
Management. Pensylvania State University,
Pensylvania.
4
Lamid, M., Ismudion., Koesnoto, S., Chusnati, S., Hadayati,
N., dan E.V.F. Vina. 2012. Karakteristik Silase Pucuk
Tebu (Saccharum Officinarum, Linn) dengan
Penambahan Lactobacillus Plantarum. Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Surabaya.
5
Mirwandono., E. Bachri dan D. Situmorang. 2006. Uji nilai
nutrisi kulit ubi kayu yang difermentasi dengan
Aspergillus niger. Jurnal Agribisnis Peternakan. 2(3) :
91-95.
6
penampilan fisik silase jerami kacang tanah. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 495-
499
Putri, M.F. 2010. Tepung ampas kelapa pada umur panen 11-
12 bulan sebagai bahan pangan sumber kesehatan.
Jurnal Kompetensi Teknik. 1(2) : 97-105.
7
(Konsentrat) terhadap Performance Kambing Betina
Lokal. LPM UNISKA: 40-46.
8
Seseray, D. Y., E. W. Saragih dan Y. Lekito. 2013.
Pertumbuhan dan produksi rumput gajah (Pennisetum
purpureum) pada interval defoliasi yang berbeda.
Jurnal Ilmu Peternakan. 7(1) : 31-36.
9
Syarifuddin, N. A. 2006. Nilai Gizi Rumput Gajah Mini
Sebelum dan Setelah Enzilase pada Berbagai Umur
Pemotongan. Skripsi. Produksi Ternak Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. Lampung.
10
Yasin, M., M.A. Malik and M.S. Nazir. 2003. Effect of
different spatial arrangements on forageyield, yield
components and quality of mott elephant grass.
Pakistan Journal Of Agronomy. 2(1): 52-58.
11