Anda di halaman 1dari 71

JUMLAH BAKTERI Escherichia coli DAN Salmonella sp.

PADA KOMPOS BERBAHAN SLURRY DAN SLUDGE


DITAMBAH DEKOMPOSER NABATI DENGAN LAMA
PENGOMPOSAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh :

Fetri Ana Wuriyanti


NIM. 135050100111257

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
JUMLAH BAKTERI Escherichia coli DAN Salmonella sp.
PADA KOMPOS BERBAHAN SLURRY DAN SLUDGE
DITAMBAH DEKOMPOSER NABATI DENGAN LAMA
PENGOMPOSAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh :

Fetri Ana Wuriyanti


NIM. 135050100111257

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Fetri Ana Wuriyanti yang
dilahirkan di Kulon Progo, 17 Februari 1996. Penulis
merupakan anak ketiga dari Bapak Alm. Joni Suraji dan Ibu
Kemiyem. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di
SDN Ngebung pada tahun 2007, kemudian melanjutkan ke
Sekolah Menengah tingkat Pertama di SMP Negeri 2 Wates dan
lulus pada tahun 2010. Penulis kemudian melanjutkan Sekolah
Menengah Atas di SMAN 1 Pengasih dengan jurusan IPA dan
lulus pada tahun 2013. Penulis melanjutkan jenjang S1 di
Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang melalui
jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN) sekaligus lolos program beasiswa Etos Malang.
Tahun 2016 penulis mengambil minat Produksi Ternak.
Selama menempuh pendidikan kuliah, selain aktif dalam
kegiatan akademik penulis juga aktif diberbagai kegiatan
organisasi dan menjadi pengurus harian di salah satu Lembaga
Kegiatan Mahasiswa (LKM) yang ada di Fakultas Peternakan
Universitas Brwaijaya. Penulis pernah lolos pendanaan PKM
Dikti dibidang kewirausahaan sebanyak 4 kali dan ditahun 2015
lolos pendanaan PMW (Pekan Mahasiswa Wirausaha)
Universitas Brawijaya. Penulis juga aktif di UKM Eksekutif
Mahasiswa Universitas Brawijaya sebagai Staff Pengembangan
Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) tahun 2014 dan menjadi
Dirjen Minat dan Bakat PSDM Mahasiswa Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Peternakan selama 2 periode pada tahun
2015 dan 2016. Selain itu, penulis juga pernah melaksanakan
Praktek Kerja Lapnag (PKL) di PT. Widodo Makmur Perkasa
(WMP), Cileungsi Jawa Barat.
Malang, Desember 2017

Penulis

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan


karunia yang diberikan, serta sholawat dan salam pada
Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Jumlah Bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp. pada Kompos Berbahan
Slurry dan Sludge ditambah Dekomposer Nabati dengan
Lama Pengomposan yang Berbeda”. Bersama ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih kepada Yth:
1. Ibu Prof. Dr. drh. Pratiwi Trisunuwati, MS., selaku
Pembimbing Utama dan Dr. Ir. Ita Wahju Nursita, M.Sc.,
selaku Pembimbing Pendamping atas saran dan
bimbingannya.
2. Prof. Dr. Ir. Mochammad Junus, MS., dan Prof. Dr. Ir.
Lilik Eka Radiati, MS., selaku dosen penguji atas
masukan dan saran selama ujian sarjana.
3. Ir. Endang Setyowati, MS, Prof. Dr. Ir. Mochammad
Junus, MS, Prof. drh. Pratiwi Trisunuwati, MS, Dr. Ir. Ita
Wahyu Nursita, MSc dan Ir. Nur Cholis, MSi yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti proyek
penelitian “Peranan Limbah Ternak dalam Menghasilkan
Jamur, Cacing dan Kompos Organik.
4. Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS., selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya, Dr. Ir. Sri Minarti,
MP., selaku Ketua Jurusan Peternakan Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya, Dr. Agus Susilo, S.Pt,
MP., selaku Ketua Program Studi Peternakan Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya, Ir. Nur Cholis, M.Si.,
selaku Koordinator Minat Produksi Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya yang telah membantu
pelayanan selama studi di Fakultas Peternakan.

ii
5. Bapak Alm. Joni Suraji, Ibu Kemiyem, Fian Anova
Febriana, Novita Yulia Meita Saroh serta seluruh
keluarga atas jerih payah, motivasi, dukungan dan
do’anya.
6. Anggota tim penelitian limbah Madra Maulana, Ika
Marsita, Ismatul Fajarwati, Moch. Afin Ardiansyah,
Imaddudin Abdul R., Syahda Dzin N., Effendi dan
Hamad Umardi yang telah bekerjasama selama
pelaksanaan penelitian.
Penulis berharap kritik dan saran untuk kesempurnaan
penulisan skripsi ini dan semoga hasil penelitian dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Malang, November 2017

Penulis

iii
THE NUMBERS OF Escherichia coli and Salmonella sp.
ON THE COMPOST SLURRY AND SLUDGE ADDED
WITH DECOMPOSER HERBS AND ROTTED FRUIT
OF COMPOSTING TIME

Fetri Ana Wuriyanti1), Pratiwi Tri Sunuwati2), Ita Wahyu


Nursita 2)
1)
Student of Animal Production Department Animal
Husbandry Faculty Brawijaya University, Malang
2)
Lecturer of Animal Production Departement Animal
Husbandry Faculty Brawijaya University, Malang
Email : Fetrianawuriyanti@gmail.com
ABSTRACT

The purpose of this research was to know the influence of


composting time on compost made from slurry and sludge plus
botanical decomposers viewed from the numbers of bacteria
Escherichia coli and Salmonella sp. This research used
experimental method with complete random design (RAL), 5
treatment 4 replication. The treatment given was the length of
composting (P0 = 0 weeks, P1 = 1 week, P2 = 2 weeks, P3 = 3
weeks, P4 = 4 weeks) . Research data were analyzed using
Analyze of Variant (ANOVA), if there was a significant
difference it will followed by Duncan's multiple range test. The
result of variance analysis or ANOVA showed that different
composting time gave significant effect (P> 0,05) to
Escherichia coli bacteria on slurry compost, Escherichia coli
on sludge compost, and Salmonella sp. on sludge, whereas on
the number of Salmonella sp. in slurry compost gave significant
difference (P <0,05). The conclusion of research is the amount
of composting time using sludge can decrease the amount of
bacteria Escherichia coli and Salmonella sp. especially in the
4th week. The total time of composting process using slurry can
not decrease the amout of bacteria Escherichia coli and

iv
Salmonella sp. until composting gave the best results in
decreasing the number of Escherichia coli and Salmonella sp.
until 4th week.
Keywords: Escherichia coli, Salmonella sp., Slurry, sludge

v
JUMLAH BAKTERI Escherichia coli DAN Salmonella sp.
PADA KOMPOS BERBAHAN SLURRY DAN SLUDGE
DITAMBAH DEKOMPOSER NABATI DENGAN LAMA
PENGOMPOSAN YANGs BERBEDA
Fetri Ana Wuriyanti1), Pratiwi Tri Sunuwati2), Ita Wahyu
Nursita 2)
1
Mahasiswa Produksi Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya, Malang
2
Dosen Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya, Malang
Email : Fetrianawuriyanti@gmail.com
RINGKASAN
Pemeliharaan ternak akan menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik dan benar.
Limbah ternak sapi semakin hari akan terus meningkat seiring
berkembangnya populasi peternakan sapi. Hal ini menyebabkan
pencemaran lingkungan seperti bau busuk, sumber penyakit dan
menganggu pemandangan. Limbah kotoran ternak terdiri dari
urin dan feses. Feses ternak segar yang tercampur air
pembersihan kandang sering disebut sebagai slurry. Salah satu
upaya yang digunakan untuk mengurangi penumpukan limbah
ternak adalah dengan membuat gas bio. Namun pembuatan gas
bio masih menyisakan limbah yang disebut sludge. Slurry dan
sludge merupakan bahan yang sering digunakan sebagai bahan
baku dalam pembuatan kompos, dengan penambahan jerami
tebu untuk meningkatkan rasio C/N dan porositas. Penggunaan
slurry dan sludge ditambah dekomposer nabati sebagai bahan
pembuatan kompos yang dihubungkan dengan umur
pemanenan kompos dapat mempengaruhi jumlah bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp. yaitu dengan cara kerja
menekan bakteri patogen seiring lama pengomposan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh lama pengomposan dan bahan pembuatan kompos
yang terbaik ditinjau dari jumlah bakteri Escherichia coli dan

vi
Salmonella sp. pada kompos berbahan slurry dan sludge
ditambah dekomposer nabati. Hasil penelitian ini diharapkan
mendapatkan lama pengomposan yang tepat sehingga
didapatkan kompos yang berkualitas dan aman digunakan,
ditinjau dari jumlah bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.
Memilih bahan terbaik diantara bahan pembuatan kompos
berbahan slurry dan sludge. Penelitian dilaksanakan pada
tanggal 20 Oktober - 20 November 2016 di Desa Wonokerto,
Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang dan Laboratorium
Epidemiologi Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Materi penelitian meliputi kotoran ternak segar (slurry), lumpur
organik unit gas bio (sludge), jerami tebu, sayuran afkir, buah
afkir, empon-empon dan molasses. Metode penelitian ini adalah
eksperimental laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan
secara rundom pada setiap waktu pemanenan (1 kali/minggu)
dan perhitungan jumlah bakteri Escherichia coli dan
Salmonella sp. dilakukan menggunakan teknik Spread Plate
menggunakan metode Total Plate Count (TPC) dengan media
selektif MacConkey. Taraf perlakuan dibagi menjadi dua yaitu
bahan (slurry dan sludge) dan umur pemanenan (minggu ke-0
(P0), minggu ke-1 (P1), minggu ke-2 (P2), minggu ke-3 (P3)
dan minggu ke-4 (P4) dengan 4 kali ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pengomposan
memberikan pengaruh perbedaan yang tidak nyata terhadap
Escherichia coli pada kompos slurry, Escherichia coli pada
kompos sludge, Salmonella sp. pada kompos sludge, sedangkan
Salmonella sp. pada kompos slurry memberikan pengaruh
nyata. Rataan jumlah bakteri Escherichia coli pada setiap
minggu pengamatan adalah: Kompos berbahan slurry P0
1,5±0,41 105 CFU/ml, P1 2±0,82 105 CFU/ml, P2 3,75±1,44
105 CFU/ml, P3 6,33±2,52 105 CFU/ml dan P4 125,5±1,65 105
CFU/ml ; Kompos berbahan sludge P0 10,625±11,28 105
CFU/ml, P1 5,33±2,02 105 CFU/ml, P2 1,375±0,75
105 CFU/ml, P3 7,125±2,53 105 CFU/ml dan P4 3,83±2,75
105 CFU/ml. Hasil rataan jumlah Escherichia coli terendah

vii
pada kompos berbahan slurry pada pengamatan (P0) yaitu
1,5±0,41 105 CFU/ml dan kompos berbahan sludge pada
pengamatan (P2) yaitu 1,375±0,75 105 CFU/ml. Hasil rataan
jumlah bakteri Salmonella sp. pada setiap minggu pengamatan
adalah: Kompos berbahan slurry P0 2,25±1,50 105 CFU/ml, P1
41,5±38,37 105 CFU/ml ,P2 25±12,06 105 CFU/ml, P3
65,5±19,73 105 CFU/ml dan P4 7,25±1,55 105 CFU/ml;
Kompos berbahan sludge P0 16,25± 17,45 105 CFU/ml, P1
34,125±33,36 105 CFU/ml, P2 26,75±16,77 105 CFU/ml, P3
23,25±11,61 105 CFU/ml dan P4 10,875±5,76 105 CFU/ml.
Hasil rataan jumlah bakteri Salmonella sp. terendah pada
kompos berbahan slurry pada pengamatan (P0) yaitu 2,25±1,50
105 CFU/ml dan kompos berbahan sludge pada pengamatan
(P4) yaitu 10,875± 5,76 105 CFU/ml. Dari hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa lama pengomposan menggunakan
bahan sludge dapat menurunkan jumlah bakteri Escherichia
coli dan Salmonella sp. terutama pada minggu ke-4. Lama
pengomposan menggunakan bahan slurry tidak dapat
menurunkan jumlah bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.
hingga minggu ke-4.

viii
DAFTAR ISI

Isi Halaman
RIWAYAT HIDUP ...................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................. ii
ABSTRAK ..... .............................................................. iv
RINGKASAN .............................................................. vi
DAFTAR ISI .. .............................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................xiii
DAFTAR SINGKATAN ............................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ......................................................... 1
1.2. Rumusan masalah .................................................... 3
1.3. Tujuan penelitian ..................................................... 3
1.4. Manfaat penelitian ................................................... 4
1.5. Kerangka pikir ......................................................... 4
1.6. Hipotesis... ............................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1.Kompos .................................................................... 7
2.1.1. Faktor yang mempengaruhi pengomposan ... 8
2.2.Escherichia coli ......................................................... 18
2.3. Salmonella sp .......................................................... 19

BAB III METODE KEGIATAN


3.1. Waktu dan tempat penelitian ................................... 22
3.2. Bahan dan alat penelitian ........................................ 22
3.2.1. Bahan yang digunakan penelitian ................. 22
3.2.2. Alat yang digunakan penelitian .................... 23
3.3. Metode penelitian .................................................... 23
3.4. Tahapan penelitian .................................................. 24
3.4.1. Prosedur pembuatan dekomposer nabati ...... 24

ix
3.4.2. Prosedur pembuatan kompos slurry .............. 24
3.4.3. Prosedur pembuatan kompos sludge ............. 25
3.4.4. Prosedur perhitungan jumlah bakteri ............ 25
3.5. Variabel penelitian ................................................... 27
3.6. Analisa data .............................................................. 27
3.7. Batasan istilah........................................................... 29

BAB IV PEMBAHASAN
4.1.Jumlah bakteri Escherichia coli kompos sludge ....... 30
4.2. Jumlah bakteri Salmonella sp. kompos sludge ........ 34
4.3. Jumlah bakteri Salmonella sp. kompos slurry .......... 37
4.4. Jumlah bakteri Escherichia coli kompos slurry ....... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan .............................................................. 45
5.2. Saran ........................................................................ 45

DAFTAR PUSTAKA ................................................... 46


LAMPIRAN .................................................................. 53

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Standar kualitas kompos.............................................. 17
2. Analisis ANOVA (Analysis of Varian) ..................... 28
3. Rataan bakteri Escheria coli kompos sludge ............ 30
4. Rataan bakteri Salmonella sp. kompos sludge .......... 34
5. Rataan nilai Salmonella sp. kompos slurry ................. 37
6. Rataan kandungan karbon, nitrogen, dan kadar air pada
kompos berbahan slurry ............................................. 39
7. Rataan nilai Escheria coli kompos slurry ................... 41

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka pikir ............................................................ 6
2. Grafik rataan Escheria coli kompos sludge ................. 32
3. Grafik rataan Salmonella sp. kompos sludge .............. 35
4. Grafik rataan Salmonella spi kompos slurry ............... 39
5. Grafik rataan Escheria coli kompos slurry.................. 43

xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Jumlah koloni hasil pengamatan ................................ 53
2. Uji homogenitas variansi lama pengomposan jumlah
Escheria coli kompos sludge .................................... 55
3. Uji homogenitas variansi lama pengomposan jumlah
Salmonella sp. pada kompos sludge .......................... 56
4. Uji homogenitas variansi lama pengomposan jumlah
Salmonella sp. kompos slurry ................................... 57
5. Uji homogenitas variansi lama pengomposan jumlah
Escheria coli kompos slurry ..................................... 58
6. Jumlah rataan bakteri (CFU105 /mL) Transfer Log ... 59
7. Hasil uji ANOVA Escheria coli kompos slurry ......... 61
8. Hasil uji ANOVA Salmonella sp. kompos slurry ...... 63
9. Hasil uji ANOVA Escheria coli kompos sludge......... 66
10. Hasil uji ANOVA Salmonella sp. kompos sludge ... 68
11. Suhu kompos ............................................................... 70
12. pH kompos .. ................................................................ 72
13. Kadar air kompos .. ...................................................... 74
14. Kadar nitrogen.. ............................................................ 76
15. Kadar karbon .. ............................................................. 78
16. Bahan pembuatan kompos dan dekomposer nabati .. .. 80

xiii
DAFTAR SINGKATAN
LOLT = Lumpor Organik Limbah Ternak.
LOUGB = Lumpur Organik Gas Bio
N = nitrogen
P = phospor
K = karbon
H = hidrogen
CH4 = metana
CO2 = Karbondioksida
MPN = Most Probable Number
gr = gram
sp = spesies
Mg = magnesium
Ca = kalsium
kkal = kilokalori
ᵒC = derajat Celcius
μm = mikrometer
db = derajat bebas
dkk = dan kawan-kawan
dll = dan lain- lain
et al = et alili
FK = Faktor Koreksi
JK = Jumlah Kuadrat
JND = Jarak Nyata Duncan
JNT = Jarak Nyata Terkecil
KT = Kuadrat Tengah
ANOVA = Analysis of variance
pH = potential Hydrogen
RAL = Rancangan Acak Lengkap
Sk = Sumber keragaman
SNI = Standar Nasional Indonesia

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap proses pemeliharaan ternak akan menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan seperti pencemaran
lingkungan seperti bau busuk, sumber penyakit, dan merusak
pemandangan apabila tidak dikelola dengan baik dan benar.
Limbah kotoran ternak sapi semakin hari semakin meningkat
jumlahnya seiring berkembangnya populasi peternakan sapi.
Limbah kotoran ternak terdiri dari feses dan urin. Feses ternak
segar yang bercampur dengan air pembersihan kandang sering
disebut slurry atau LOLT (Lumpur Organik Limbah Ternak).
Salah satu upaya yang digunakan untuk mengurangi
penumpukan limbah ternak adalah dengan membuat gas bio.
Akan tetapi pembuatan gas bio masih menyisakan limbah lagi
yang disebut sludge atau LOUGB (Lumpur Organik Unit Gas
Bio).
Pengomposan merupakan penguraian bahan-bahan organik
secara biologi dalam temperatur yang tinggi dengan hasil
akhir bahan yang baik digunakan sebagai pembenah tanah
ataupun pupuk tanaman tanpa merugikan lingkungan
(Prihandarini, 2004). Temperatur yang tinggi pada proses
pengomposan sangat penting untuk membunuh bakteri patogen
dan bibit gulma. Kompos yang baik memiliki kandungan nutrisi
diantaranya unsur hara yang tinggi, kadar air yang rendah,
tekstur yang remah dan tidak berbau. Pembuatan kompos
diperlukan penambahan dekomposer nabati dan bahan padat
sebagai bahan organik. Slurry merupakan salah satu bahan
organik yang memiliki kandungan Nitrogen, Phosfor dan
Kalisum tinggi yang dapat digunakan untuk memenuhi

1
kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan
memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik.
Sludge juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
kompos dikarenakan sludge masih mengandung nutrisi yang
baik untuk digunakan sebagai bahan pupuk alam atau kompos.
Pada biogas terjadi proses yang lebih didominasi oleh reaksi
unsur C, H dan O membentuk CH4 dan CO2, sehingga hasil
proses pembentukan biogas menyisakan nutrien-nutrien dalam
padatan yang keluar dari reaktor dan memiliki nilai yang baik
sebagai bahan kompos. Menurut Marlina, Hidayati, Benito dan
Juanda (2013), sludge masih memiliki kekurangan apabila
langsung digunakan sebagai pupuk organik karena mempunyai
karakteristik dengan bau menyengat, tekstur kompak, dan
kandungan air yang masih tinggi. Kandungan lainnya yang ada
dalam slurry dan sludge selain nutrien yang baik adalah bakteri
Escherichia coli yang ada pada feses sapi (Suardana, 2016).
Bakteri Salmonella sp. juga ditemukan dalam limbah ternak
yang dapat menyebabkan penyakit dan mencemari lingkungan
serta perairan (Rachmawati, 2000).
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh
faktor lingkungan seperti; suhu, pH, kelembaban, water activity
(wa), dan nutrisi bakteri (Desmarchelier dan Fegan, 2003).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) kompos (2004)
kandungan maksimum bakteri Escherichia coli yaitu 1000
MPN/gr dan Salmonella sp. yaitu 3 MPN/4gr. Escherichia coli
merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan
manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang
berbahaya maupun yang tidak berbahaya. Bakteri Escherichia
coli tersebut dominan terdapat dalam tinja. Bakteri dari genus
Salmonella sp. merupakan bakteri penyebab infeksi. Di
harapkan dengan proses pengomposan selama 4 minggu dapat

2
menurunkan bakteri patogen khususnya Escherichia coli dan
Salmonella sp. pada kompos berahan dasar slurry dan sludge.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui pengaruh proses pengomposan terutama
jenis bahan dan lama pengomposan yang tepat untuk
mendapatkan kompos yang berkualitas dan aman untuk
digunakan, ditinjau dari jumlah bakteri Escherichia coli dan
Salmonella sp.

1.2 Rumusan Masalah


Limbah kotoran ternak sapi semakin hari semakin
meningkat jumlahnya seiring berkembangnya populasi
peternakan sapi. Kotoran ternak sapi meliputi slurry atau
LOLT (Lumpur Organik Limbah Ternak) dan sludge (Lumpur
Organik Unit Gas Bio). Kandungan lainnya yang ada dalam
kedua bahan tersebut selain nutrien yang baik adalah bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp. yang ada pada feses sapi
yang dapat menyebabkan penyakit dan mencemari
lingkungan serta perairan. Lama pengomposan diharapkan
dapat menurunkan bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.
pada kompos berahan dasar slurry dan sludge.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui pengaruh lama pengomposan
terhadap jumlah bakteri Escherichia coli dan
Salmonella sp. pada kompos berbahan slurry dan
sludge ditambah dekomposer nabati ?
2. Untuk mengetahui bahan pembuatan kompos yang
terbaik pada kompos berbahan slurry dan sludge
ditambah dekomposer nabati ditinjau dari jumlah
bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.?

3
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Mendapatkan lama pengomposan yang tepat sehingga
didapatkan kompos yang berkualitas dan aman
digunakan, ditinjau dari jumlah bakteri Escherichia coli
dan Salmonella sp.
2. Memilih bahan terbaik diantara bahan pembuatan
kompos berbahan slurry dan sludge.

1.5 Kerangka Pikir


Limbah kotoran ternak sapi semakin hari semakin
meningkat jumlahnya yang dapat menyebabkan pencernaan
lingkungan seperti bau busuk, sumber penyakit, dan
menganggu pemandangan. Limbah kotoran ternak terdiri dari
urin dan feses. Feses ternak segar yang tercampur air
pembersihan kandang sering disebut sebagai slurry. Salah satu
upaya yang digunakan untuk mengurangi penumpukan limbah
ternak adalah dengan membuat gas bio. Akan tetapi pembuatan
gas bio masih menyisakan limbah lagi yang disebut sludge.
Slurry dan sludge merupakan bahan yang sering digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan kompos dengan
penambahan jerami tebu untuk meningkatkan rasio C/N dan
porositas. Penggunaan slurry dan sludge ditambah dekomposer
nabati sebagai bahan pembuatan kompos yang dihubungkan
dengan umur pemanenan kompos dapat mempengaruhi jumlah
bakteri bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. Pembuatan
kompos perlu dilakukan penambahan dekomposer nabati untuk
menurunkan bakteri patogen sehingga kompos aman digunakan
bagi tanaman. Menurut Agus, Faridah, Wulandari dan
Purwanto (2014), kandungan mikrobia Escherichia coli dan
Salmonella sp. dalam pupuk organik yang diberi larutan

4
mikroba starter cenderung menurun seiring dengan lama waktu
inkubasi.

5
Feses sapi

-Sunaryo (2014)
menyatakan bahwa - sludge
mengandung 1,6 %
bahan organik mikro
Digester carbon, 0.10
yang terkandung (N,
nitrogen% dan
K, P,dll), organik 80% kadar air.
mikro (Mg, Ca, asam (Marlina dkk.,
amino, dll) 2013).
slurry sludge
-ditemukan - ditemukan
Escherichia coli +dekomposer Escherichia coli
(suardana, 2016) dan nabati dan jerami (suardana, 2016)
salmonella sp. tebu dan salmonella sp.
(Rachmawati,2000) (Rachmawati,2000
)
Kompos berbahan slurry Kompos berbahan sludge

Perubahan :
C/N, Kadar air,
aerasi, pH, suhu, dan
tekstur

Escherichia coli dan


Salmonella sp.

Minggu ke-0 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4

Gambar 1.

1.6 Hipotesis
Lama pengomposan pada kompos berbahan slurry dan
sludge ditambah dekomposer nabati dapat menurunkan jumlah
bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial (tidak
sempurna) atau seluruhnya dari bahan-bahan organik.
Pengomposan adalah proses penguraian bahan organik
secara biologis, khususnya oleh mikroba yang
memanfaatkan bahan organik yang berasal dari sisa
tanaman, kotoran hewan dan manusia yang mengandung
lebih dari satu jenis unsur hara (Yanqoritho, 2013).
Keberhasilan proses pengomposan bergantung pada
karakteristik bahan yang digunakan, aktivator
pengomposan yang digunakan dan metode pengomposan
yang dilakukan (Irvan dkk., 2014).
Proses pengomposan memerlukan beberapa
persyaratan untuk menghasilkan kualitas kompos yang
baik, yakni kandungan air, pH, dan ketersediaan nutrisi
yang tercermin dalam nisbah C/N. Hal ini berkaitan erat
dengan ketersediaan lingkungan yang optimal untuk
pertumbuhan mikroorganisme yang beperan dalam proses
degradasi bahan organik menjadi senyawa anoranik yang
siap diserap oleh tanaman (Marlina dkk., 2013). Menurut
Pathehar (2016) bahwa hasil dari pengomposan yang
memiliki bahan baku organik dinyatakan aman digunakan
apabila hasil dari pengomposan tersebut berlangsung
sempurna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan antara lain : ukuran bahn, rasio C/N,
kelembaban dan aerasi, temperatur pengomposan, derajat

7
keasaman, jenis mikroorganisme yang terlibat. Proses
pengomposan tergantung pada :
a. Karakteristik bahan yang dikomposkan
b. Aktivator pengomposan yang diperlukan
c. Metode pengomposan yang dilakukan
( Irvan,2014 )
2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan
2.1.1.1 Bahan
a. Sludge
Husmy, Suradi dan Wirada (2008)
menyatakan bahwa lumpur organik unit gasbio
merupakan sisa-sisa hasil padatan dari
pembuatan gasbio yang masih memiliki bahan
organik yang belum terurai. Kandungan
sludge meliputi protein 13,3%, serat kasar
24,3%, dan energi 3651 kkal/kg.
Pengolahan feses sapi perah dapat
dilakukan dengan menggunakan metode
fermentasi anaerob, gasbio yang terbentuk
dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan
lumpur hasil ikutan (sludge) dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik (Marlina
dkk., 2013). Lumpur Organik Unit Gas Bio
(LOUGB) merupakan produk samping yang
banyak mengandung zat nutrisi dan unsur hara
yang dapat digunakan sebagai pakan dan
pupuk tanaman (Junus, 2013). Sludge
memiliki komponen utama yang sama dengan
lumpur aktif yaitu berupa mikroorganisme.
Bakteri, jamur, protozoa, dan rotifera

8
merupakan komponen biologis, atau massa
biologis dalam lumpur aktif (Salmariza, 2012).
Sludge biogas merupakan materi berbentuk
lumpur yang telah mengalami fermentasi
sebagian dan memiliki potensi untuk dijadikan
pupuk organik (Marlina, 2009). Sludge
memiliki kandungan nutrisi yaitu protein 13,3
%, serat kasar 24,3 % dan energi 3651 kkal/kg
(Fajarudin, 2013). Menurut Marlina dkk.,
(2013) sludge biogas mengandung 1,6 %
karbon, 0,10 % nitrogen dan 80 % kadar air.

b. Slurry
Slurry merupakan kotoran ternak sapi
yang masih segar dan mengandung 1,8-2,4 %
nitrogen, 1,0-1,2 % fosfor, 0,6-0,8 %
potassium dan 50-75 % bahan organik.
Kandungan solid yang paling bagus untuk
proses anaerobik yaitu sekitar 8 %. Untuk
limbah kotoran sapi segar dibutuhkan
pengenceran menggunakan air dengan
perbandingan sebanyak 1:1. Apabila teknologi
pengolahan secara anaerob dilakukan dengan
sistem perencanaan yang matang maka dapat
digunakan sebagai energi berkelanjutan,
pupuk dan suplai nutrient tanah (Hayati,
2006). Hasil analisis menunjukkan bahwa
feses sapi mempunyai kadar air yang tinggi
yaitu 84,02% dan bahan kering yang rendah
yaitu 15,8% serta rasio C/N yang masih

9
rendah yaitu 22,12 (Saputra, Triatmojo dan
Pertiwiningrum, 2010).
Rahayu (2009) menyatakan bahwa
slurry merupakan pupuk organik yang sangat
kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
tanaman. Sunaryo (2014) menyatakan bahwa
kandungan unsur yang terdapat pada slurry
seperti protein, selulosa, lignin dan lain-lain
tidak dapat digantikan oleh pupuk kimia.
Bahan organik makro yang terkandung adalah
nitrogen (N), kalium (K), phosfor (P) dan
lainnya, sedangkan bahan mikro yang
terkandung adalah magnesium (Mg), kalsium
(Ca), asam amino dan lainnya. Pembuatan
pupuk dari slurry biogas sangat mudah yaitu
hanya dengan memisahkan antara padatan dan
cairan dari slurry biogas..

c. Dekomposer Nabati
Dekomposer merupakan kumpulan dari
beberapa macam mikroorganisme yang
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Manfaat dari dekomposer yaitu mempercepat
proses penguraian dan pengomposan,
menghilangkan bau limbah ternak dan
mengendalikan hama dan penyakit. Cara kerja
dekomposer yaitu menekan mikroorganisme
yang tidak menguntungkan bagi tanaman,
mempercepat proses fermentasi,
meningkatkan kandungan nitrogen dan

10
meningkatkan kandungan hara dan senyawa
organik (Mirwan dan Firra, 2010).
Murniyanto (2003) menyatakan bahwa
penambahan biostarter dengan konsentrasi
terbesar mampu meningkatkan jumlah
populasi bakteri pada tumpukan sampah
sehingga proses dekomposisi bahan organik
berjalan cepat dan panas yang dihasilkan juga
semakin tinggi. Biostarter in-situ dapat
meningkatkan kerja perombakan.

2.1.1.2 Nisbah Karbon-Nitrogen C/N


Nisbah C/N bahan organik merupakan faktor
yang paling penting dalam pengomposan. Hal
tersebut disebabkan mikroorganisme membutuhkan
karbon untuk menyediakan energi (Gunawan dan
Surdiyanto, 2001) dan N yang berperan dalam
memelihara, sintesis protein dan membangun sel
tubuhnya (Triadmojo, 2001). Rasio C/N yang efektif
untuk pengomposan berkisar antara 30-40. Apabila
nilai C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N
untuk sintesis protein sehingga dekomposisi
berjalan lambat (Isroi, 2008). Pada pupuk organik
dengan kandungan rasio C/N rendah akan banyak
mengandung amoniak (NH3) yang dihasilkan
oleh bakteri amoniak. Senyawa ini dapat dioksidasi
lebih lanjut menjadi nitrit dan nitrat yang mudah
diserap oleh tanaman.
Sutanto (2002) menyatakan bahwa secara teoritis
kebutuhan rasio C dan N untuk kehidupan organisme
adalah 30:1. Pada rasio C dan N sebesar inilah nutrisi

11
dipasok secara optimal untuk keperluan organisme
yang berupa karbon sebagai sumber energi dan
nitrogen sebagai sumber pembentukan protein. Pada
rasio C/N yang ideal, proses degradasi bahan organik
akan berjalan dengan baik. Mikroorganisme
mendapat kesempatan untuk mereplikasi diri dan
bekerja dengan optimal. Mikroba memecah senyawa
C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk
sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40
mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N
untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu
tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

2.1.1.3 Kadar Air


Kadar air berpengaruh dalam mempercepat
terjadinya perubahan dan penguraian bahan-bahan
organik yang digunakan dalam pembuatan pupuk
organik juga terhadap aktivitas mikroorganisme
dalam mendekomposisi bahan organik. Kandungan
air dibawah 30% reaksi biologis akan berjalan
lambat dan dapat mengakibatkan berkurangnya
populasi mikroorganisme pengurai karena
terbatasnya habitat yang ada. Kadar air yang terlalu
tinggi menyebabkan ruang antar partikel menjadi
penuh air, sehingga mencegah gerakan udara dalam
tumpukan dan hambatan aktivitas mikroorganisme,
sehingga menimbulkan bau. Kadar air dalam pupuk
organik tidak boleh terlalu tinggi agar dapat
langsung diaplikasikan tanpa harus dikeringkan
dahulu (Ko et. al, 2008).

12
2.1.1.4 Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam
kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara
alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan
suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan
udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan
kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan
kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi
terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang
akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi
dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan
atau mengalirkan udara di dalam tumpukan
kompos Aerasi yang terlalu kecil menyebabkan
suhu tidak dapat mencapai titik yang tinggi (Gao et
al., 2010)

2.1.1.5 Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam
tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan
mengukur volume rongga dibagi dengan volume
total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan
udara. Udara akan mensuplay oksigen untuk proses
pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air,
maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses
pengomposan juga akan terganggu (Widarti,
Wardhini dan Sarwono, 2015).

2.1.1.6 Suhu
Murbandono (2000), suhu optimum
pengomposan berkisar antara 35ᵒC-55ᵒC, akan tetapi
setiap kelompok mikroorganisme mempunyai suhu

13
optimum yang berbeda sehingga suhu optimum
pengomposan merupakan integrasi dari berbagai
jenis mikroorganisme. Pada pengomposan secara
aerobik, akan terjadi kenaikan suhu yang cepat
selama 3-5 hari pertama. Menurut Winarti (2015)
temperatur yang tinggi pada proses pengomposan
sagat penting untuk proses higienisasi, yaitu untuk
membunuh bakteri patogen dan bibit gulma.
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada
hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin
cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu
dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos.
Temperatur yang berkisar antara 30ᵒC-60ᵒC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat.
Suhu yang lebih tinggi dari 60ᵒC akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik
saja yang akan tetap bertahan hidup.

2.1.1.7 Derajat Keasaman (pH)


Identifikasi proses degradasi bahan organik pada
proses pengomposan dapat dilakukan dengan
mengamati terjadinya perubahan pH kompos. Hasil
dekomposisi bahan organik ini menghasilkan
kompos yang bersifat netral sebagai akibat dari sifat-
sifat basa bahan organik yang difermentasikan. Pada
pengomposan pupuk organik padat nilai pH pada
hari ketiga berkisar dari 7,66-8,84 dan hari keenam
berkisar dari 8,66-9,08 (Nengsih, 2002).

14
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran
pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses
pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH
kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga
7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan
perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu
sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam,
secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi
amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung
nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang
biasanya mendekati netral (Widaryi dkk., 2015).

2.1.1.8 Mikroorganisme
Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya
proses pengomposan akan berfluktuasi. Berdasarkan
kondisi habitatnya (terutama suhu), mikroorganisme
yang terlibat dalam pengomposan tersebut terdiri
dari dua golongan yaitu mesofilik dan termofilik.
Menurut anonim (2000) sumber bakteri adalah
bahan yang didalamnya sudah ada
mikroorganisme berupa bakteri. Bahan ini dapat
berasal dari keong, kulit buah-buahan
(misalnya tomat,pepaya,dll), lalu dapat juga dari
air kencing / seni, kotoran hewan atau apapun
yang mengandung sumber bakteri.
Mikroorganisme yang dapat bekerja secara efektif
dalam memfermentasikan bahan organik secara
global terdapat 5 golongan yang pokok yaitu: Bakteri

15
fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomycetes sp.,
Actinomycetes.

16
Tabel 1. Standar kualitas kompos
Parameter Satuan Minim Maks.

-
Kadar Air % 50
Temperatur - - Suhu air tanah
Warna - - Kehitaman
Bau - - Berbau tanah
Ukuran partikel Mm 0,55 25
Kemampuan ikat air % 58 -
PH - 6,80 7,49
Bahan asing % - 1,5
Bahan organik % 27 58
Nitrogen % 0,40 -
Karbon % 9,80 32
PHosfor % 0,10 -
C/N rasio - 10 20
Kalium (K20) % 0,20 -
Arsen mg/kg - 13
Cadmium (Cd) mg/kg - 3
Cobal (C0) mg/kg - 34
Chorium (Cr) mg/kg - 210
Tembaga (Cu) mg/kg - 100
Mercuri (Hg) mg/kg - 0,8
Nikel (Ni) mg/kg - 62
Timbal (Pb) mg/kg - 150
Selenium (Se) mg/kg - 2
Seng (Zn) mg/kg - 500
UNSUR LAIN
Calsium % - 25,50
Magnesium (Mg) % - 0,60
Besi (Fe) % - 2,00
Alumunium (AI) % - 2,20
Mangan (Mn) % - 0,10
BAKTERI
Fecal Coli MPN/gr - 1000
Salmonella sp. MPN/4 gr - 3

Sumber: SNI 19-7030-2004.

17
2.2 Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang
bersifat fakultatif anaerob dan memiliki tipe metabolisme
fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling
banyak di bawah keadaan anaerob, namun beberapa
Escherichia coli juga dapat tumbuh dengan baik pada
suasana aerob (Meng dan Schroeder, 2007). Suhu yang
baik untuk menumbuhkan Escherichia coli yaitu pada
suhu optimal 37°C pada media yang mengandung 1%
peptone sebagai sumber nitrogen dan karbon. Ukuran
sel dari bakteri Escherichia coli biasanya berukuran
panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 –1,5 μm dengan
bentuk sel bulat dan cenderung ke batang panjang
(Melliawati, 2009). Semua spesies pada Escherichia coli
dapat meragi glukosa dengan membentuk asam dan gas
(baik aerob maupun anaerob). Escherichia coli yang
patogen dapat hidup pada suhu rendah sekalipun yaitu 7°C
maupun suhu yang tinggi yaitu 44°C, namun dia akan
lebih optimal tumbuh pada suhu antara 35°C-37°C, serta
dalam kisaran pH 4,4-8,5. Nilai aktivitas air minimal 0,95
lebih resistensi terhadap asam. Bakteri ini relatif sangat
sensitif terhadap panas dan inaktif pada suhu pasteurisasi
atau selama pemasakkan makanan (Suardana dan
Swarcita, 2009). Secara alamiah Escherichia coli adalah
penghuni umum dalam pencernaan manusia dan hewan
(Melliawati, 2009). Bakteri ini dominan dapat
ditemukan di dalam tinja manusia dan hewan. Bakteri
ini dikenal memiliki ratusan strain baik yang tidak
berbahaya maupun yang berbahaya. Salah satu strain yang
dikenal paling patogen yaitu Escherichia coli O157:H7
(Sanchez et al., 2002). Escherichia coli O157:H7

18
diketahui dapat menular ke manusia karena; interaksi
dengan hewan penderita misalnya para pekerja di
peternakan atau manusia yang bertempat tinggal dekat
dengan peternakan, melalui kotoran ternak atau feses
yang mencemari daging pada saat pemotongan, sumber
air minum yang tercemar bakteri Escherichia coli
O157:H7, dan sayuran atau buah yang tidak sengaja
tercemar karena menggunakan pupuk kandang pada saat
dilakukan pemupukan (Doyle et al.,2006).
Ketahanan panas dari Escherichia coli juga sangat
bergantung pada komposisi, pH, dan aktivitas air dari
makanan. Escherichia coli lebih tahan terhadap panas
pada saat berada dalam fase diam jika dibandingkan
pada fase pertumbuhan (Desmarchelier dan Fegan,
2003). Menurut Desmarcheller dan Fegan (2003) bakteri
E.coli tumbuh pada kisaran pH dari 4,4-10,0 dengan pH
optimun 6-7. Escherichia coli tumbuh pada suhu antara
10-45°C, dengan suhu optimum 37°C, PH optimum untuk
pertumbuhannya adalah pada 7-7,5 pH minimum 4 dan
maksimum pH 9. Nilai AW (Kadar air) minimum untuk
pertumbuhan Escherichia coli adalah 0,96 (Faridz, 2007).
Ehchericia coli bersifat mesofilik dengan suhu
pertumbuhannya dari 7°C-50°C dan suhu optimum sekitar
37°C (Adams dan Moss 2008). Escherichia coli dapat
tumbuh pada pH 4-9 dengan aktivias air 0,935. Laju
pertumbuhan Escherichia coli yaitu 25 jam/generasi pada
suhu 8°C (Forsythe, 2000) .

2.3 Salmonella sp.


Salmonella sp. merupakan salah satu bakteri patogen
penyebab infeksi saluran pemcernaan. Salmonella sp.

19
merupakan bakteri yang ditemukan di Amerika pada tahun
1899. Sakit yang disebabkan oleh Salmonella sp. disebut
salmonelosis. Penyakit ini terus meningkat dengan semakin
intensifikasinya produksi peternakan dan teknik
laboratorium yang semakin canggih. Bakteri dari genus
Salmonella sp. merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika
masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang
disebut salmonellosis. Gejala salmonellosis yang paling
sering terjadi adalah gastroenteritis. Selain gastroenteritis,
beberapa spesies Salmonella juga dapat menimbulkan
gejala penyakit lainnya. Misalnya demam enterik seperti
demam tifoid dan demam paratifoid, serta infeksi lokal
(Brands, 2006).
Bakteri Salmonella sp. hidup dan tumbuh pada
temperatur 5ᵒC-45°C dan suhu optimum 35-37°C serta
pada pH 4,4 sampai 9,4. Bakteri Salmonella sp. akan
seperti filamen panjang ketika berada pada suhu ekstrim
seperti 4ᵒC-8°C atau pada suhu diatas 45°C (Jay et al.,
2005). pH berpengaruh terhadap pertumbuhan Salmonella
typhi invitro, dimana pH 3 tidak didapatkan pertumbuhan
dan tumbuh optimal pada pH 6-8 (Tyasrini,2005)
Bakteri Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus,
gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel
peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.5-0,8 μm. Salmonella sp.
tumbuh cepat dalam media yang sederhana, dan hampir
tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa,
membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa,
biasanya memporoduksi hidrogen sulfide atau H2S, pada
biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2- milimeter,
bulat agak cembung, jernih, smooth, pada media Media
Blood Agar (BAP) tidak menyebabkan hemolisis, pada

20
media Mac Concey koloni Salmonella sp. tidak
memfermentasi laktosa (Jawetz et all, 1996).

21
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Oktober- 20
November 2016 di Desa Wonokerto, Kecamatan
Bantur, Kab. Malang dan Laboratorium Epidemiologi
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

3.2. Materi Penelitian


3.1.1 Bahan penelitian
1. Slurry
Slurry yang digunakan berasal dari feses sapi
perah yang masih segar bercampur dengan air
pembersihan kandang ternak. Slurry diperoleh
langsung dari kandang sapi perah milik salah satu
peternak yang ada di Desa Wonokerto, Kecamatan
Bantur, Kabupaten Malang.
2. Sludge
Sludge digunakan berasal dari hasil pengelolaan
instalasi unit gas bio. Sludge diperoleh dari kolam
oksidasi milik salah satu peternak yang ada di Desa
Wonokerto, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.
3. Jerami tebu.
Jerami tebu yang digunakan berasal dari sisa
panen masyarakat daerah Desa Wonokerto,
Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang. Jerami tebu
yang digunakan merupakan jerami yang sudah
kering kemudian dicopper dalam bentuk ukuran
kecil.

22
4. Sayuran, buah afkir dan empon-empon.
Sayuran, buah afkir dan empon-empon yang
digunakan berasal dari sisa seleksi sayuran dan buah-
buahan yang tidak dapat digunakan. Bahan tersebut
diperoleh dari Pasar Gadang, Kecamatan Gadang,
Kota Malang. (Lampiran 12.)
5. Molases
Molases berasal dari bahan buangan pembuatan
gula yang didapat disekitar PG Krebet Baru,
Kecamatan, Bululawang.

3.1.2 Alat Penelitian


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain tempat pembuatan kompos sabit, cangkul, gembor,
ayakan, saringan, timbangan, kertas lakmus,
thermometer, ember, drum plastik, plastik, blender,
jirigen, dan pengaduk.

3.2 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah percobaan dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) satu arah dengan 5 perlakuan dan
4 ulangan pada masing-masing kompos slurry dan
kompos sludge. Perlakuan yang digunakan pada
penelitian ini adalah lama waktu pengomposan pada
kompos slurry dan kompos sludge pada minggu
pengomposan ke 0, 1 ,2 ,3 dan 4. Perlakuan yang
dilakukan pada penelitian ini yaitu :
P0 = Pengomposan telah terjadi selama 0 minggu
P1 = Pengomposan telah terjadi selama 1 minggu
P2 = Pengomposan telah terjadi selama 2 minggu

23
P3 = Pengomposan telah terjadi selama 3 minggu
P4 = Pengomposan telah terjadi selama 4 minggu

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Prosedur Pembuatan Dekomposer Nabati
a. Disiapkan sayur-sayuran dan buah afkir 1,5
kg, empon-empon 1,5kg, molases dan air 10
liter.
b. Diblender sayur-sayuran, buah-buahan dan
empon-empon.
c. Dicampurkan sayur-sayuran, buah-buahan dan
empon-empon yang telah diblender dengan 1
liter molases dan 9 liter air.
d. Dihomogenkan hingga merata dan diperam
selama 4 hari.

3.3.2 Pembuatan Kompos Berbahan Slurry


a. Disiapkan kotoran ternak segar, dekomposer
nabati, jerami tebu dan air.
b. Ditumpuk jerami tebu sebanyak 20 kg.
c. Disiramkan 40 kg slurry diatas jerami tebu
dan dihomogenkan.
d. Disiramkan 1,5 liter dekomposer nabati diatas
slurry secara merata.
e. Diatas tumpukan pertama ditambahkan
kembali komposisi yang sama dengan
sebelumnya hingga pada kotak terisi secara
keseluruhan 40 kg jerami tebu, 80 kg slurry
dan 3 liter dekomposer nabati.
f. Tumpukan didiamkan hingga fase
pemanfaatan.

24
3.3.3 Pembuatan Kompos Berbahan Sludge
a. Disiapkan kotoran, limbah organik unit biogas
(sludge), dekomposer nabati, jerami padi dan
air.
b. Ditumpuk jerami tebu sebanyak 20 kg.
c. Disiramkan 40 kg sludge diatas jerami tebu
dan dihomogenkan.
d. Disiramkan 1,5 liter dekomposer nabati diatas
sludge secara merata.
e. Diatas tumpukan pertama ditambahkan
kembali komposisi yang sama dengan
sebelumnya hingga pada kotak terisi secara
keseluruhan 40 kg jerami tebu, 80 kg sludge
dan 3 liter dekomposer nabati.
f. Tumpukan didiamkan hingga fase
pemanfaatan.

3.3.4 Prosedur Perhitungan Jumlah Bakteri


Escherichia coli dan Salmonella sp.
3.3.4.1 Pengambilan Sampel
a. Diambil 1 gr sampel kompos yang telah
ditimbangan menggunakan timbangan
analitik.
b. Disiapkan aquades sebanyak 10 ml.
c. Direndam sampel sebanyak 1 gr dengan
aquades 10 ml pada tabung reaksi.
d. Ditutup dengan alumunium foil.
e. Dihomogenkan dengan menggunakan
vortex.

25
f. Diambil 1 ml kompos yang telah
direndam dengan aquades dari tabung
reaksi kemudian di masukan dalam
larutan pepton yang sebelumnya telah
dilakukan sterilisasi sebanyak 9 ml
begitu seterusnya sebanyak 5 kali
hingga didapatkan pengenceran ke-5
(105).

3.3.4.2 Pembuatan Media Pertumbuhan


Bakteri
a. Ditimbang media MacConkey (Powder)
dengan menggunakan timbangan
analitik sebanyak 20 gr untuk aquades
400 ml.
b. Dihomogenkan dengan menggunakan
magnetic stirrer.
c. Disterilisasi dengan autoklaf .
d. Dituangkan pada cawan petri.

3.3.4.3 Pengamatan Jumlah Bakteri


a. Diambil sampel sebanyak 1 ml pada
pengeceran ke-5 (105 CFU/ml) dengan
menggunakan micropipet kemudian
ditanamkan pada cawan petri yang telah
berisi media agar MacConkey.
b. Diinkubator pada suhu 37◦C selama 24
jam.
c. Dihitung jumlah koloni Escherichia coli
yaitu dengan warna kuning dan
Salmonella sp.d engan warna merah

26
muda (Lubis, 2015) dengan
menggunakan Colony Counter,
perhitungan bakteri dilakukan dengan
cara mengkalikan jumlah koloni dengan
faktor pengencer.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Jumlah bakteri Escherichia coli pada kompos
berbahan slurry,
2. Jumlah bakteri Escherichia coli pada kompos
berbahan sludge,
3. Jumlah bakteri Salmonella sp. pada kompos berbahan
slurry, dan
4. Jumlah bakteri Salmonella sp. pada kompos berbahan
sludge dengan menggunakan teknik Spread Plate
metode Total Plate Count (TPC) dengan media
selektif MacConkey. Jumlah bakteri diperoleh
berdasarkan lama pengomposan setiap minggu yang
dihitung menggunakan alat colony counter kemudian
dilakukan transfer logaritma menggunakan rumus
log (jumlah koloni x faktor pengencer).

3.5 Analisis Data


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dengan model linier :
Yij = µ+Ti+eij,
Keterangan :
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke 0-4 dan
ulangan ke 1-4
µ = Rata-rata umum (mean populasi)

27
Ti = Pengaruh perlakuan ke 0-4
eij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-
I dan ulangan ke1-4

Hasil pengamatan jumlah bakteri Escherichia coli


dan Salmonella sp. yang diperoleh berdasarkan lama
pengomposan setiap minggu dianalisis dengan analisis
Analysis of varian (ANOVA), dengan model analisnya
pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2. analisis ANOVA (Analysis of varian).


Sumber F tabel
DB JK KT F hitung
Keragaman 0,05 0,01
Perlakuan 4
Galat 15
Total 19

Jika perlakuan memberikan pengaruh nyata atau


signifikan maka diuji kembali menggunakan uji jarak
berganda Duncan’s dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

KT g = KT galat

r = Jumlah ulangan

28
3.6 Batasan Istilah
1. Sludge merupakan hasil samping pembuatan gas bio
yang memiliki kandungan air rendah.
2. Slurry merupakan feses sapi perah yang masih segar
yang bercampur dengan air pembersihan kandang ternak
3. Spread plate merupakan teknik menanam dengan
menyebarkan suspensi bakteri di permukaan agar, agar
diperoleh kultur murni.
4. Total Plate Count merupakan jumlah koloni bakteri
pada media biakan yang dapat dilihat langsung dan
dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop.
5. Dekomposer nabati merupakan dekomposer yang
berasal dari bahan-bahan organik seperti limbah
tanaman, limbah sayur dan buah.
6. Kompos merupakan hasil penguraian parsial/tidak
lengkap dari campuran bahan-bahan organik.
7. Pengomposan merupakan proses bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh
mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi.
8. Bakteri koliform merupakan golongan mikroorganisme
yang lazim digunakan sebagai indikator, di mana bakteri
ini dapat menjadi sinyal untuk menentukan suatu
sumber air telah terkontaminasi oleh patogen ataukah
tidak.

29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah Bakteri Escherichia coli pada Kompos


Berbahan Sludge
Hasil pengamatan jumlah bakteri Escherichia coli dapat
diterangkan pada Lampiran 1. Hasil analisis ragam atau
ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan lama pengomposan
memberikan perbedaan tidak nyata (P>0,05) terhadap
j u m l a h b a k t e r i Escherichia coli kompos b e r b a h a n
sludge dengan penambahan dekomposer nabati. Ada pun rataan
jumlah bakteri Escherichia coli kompos berbahan sludge
seperti Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah bakteri Escherichia coli pada kompos


sludge.
Perlakuan Escherichia Escherichia
coli coli kompos sludge
(CFU105 /mL)
Lama Kompos berbahan (CFU105 /mL)
Pengomposan sludge dalam hitungan
(minggu) transfer log
P0 (ke-0)
10,625 5,75±0,62
P1 (ke-1) 5,33 5,71±2,85
P2 (ke-2)
1,375 5,09±0,19
P3 (ke-3) 7,125 5,82±0,16
P4 (ke-4) 3,83 5,51±2,76

30
Tabel 3. menunjukkan bahwa rataan jumlah bakteri
Escherichia coli pada kompos berbahan sludge pada P0
memiliki nilai tertinggi yaitu 10,625 dibandingkan dengan
perlakuan pada P1 (5,33), P2(1,375), P3(7,125) dan P4(3,83),
penyebab tingginya bakteri Escherichia coli pada kompos
berbahan sludge ini diduga karena pada proses pembentukan
biogas masih menyisakan nutrient dan mengandung kadar air
yang cukup tinggi yaitu sebanyak 52,3% sehingga bakteri
Escherichia coli dapat berkembangbiak didalam kompos
berbahan sludge. Winarni (2013) mengatakan air merupakan
suatu media yang sering digunakan oleh mikroorganisme
untuk melangsungkan hidupnya. Dimana ada air pasti akan
dijumpai berbagai macam organisme yang hidup didalamnya,
termasuk di antaranya adalah salah satu jenis bakteri
Escherichia coli. Penyebaran bakteri Escherichia coli setelah
keluar bersama feses akan tersebar bersama oleh air tanah.
sludge yang sudah berada dilingkungan dalam paparan lama
maka jumlah bakteri Escherichia coli yang berada
dilingkungan akan masuk kedalam sludge, hal inilah yang
menyebabkan kompos berbahan sludge memiliki kandungan
bakteri Escherichia coli yang tinggi pada lama pengomposan
minggu ke-0, penurunan jumlah bakteri Escherichia coli pada
perlakuan minggu ke-1, minggu ke-2, minggu ke-3 dan
minggu ke-4 diduga karena akibat penambahan dekomposer
nabati pada kompos yang sudah terurai. Agus (2014)
mengatakan bahwa kandungan mikroba bakteri Escherichia
coli dan Salmonella sp. dalam pupuk organik yang diberi
larutan mikroba starter cenderung menurun seiring dengan
lama waktu inkubasi. Peningkatan suhu pada minggu ke-1
hingga mencapai 40,1°C (terdapat pada lampiran. 7)
menyebabkan proses pengomposan mampu membunuh

31
bakteri yang bersifat termofilik dan patogen seperti bakteri
kelompok coliform yaitu Escherichia coli. (Rusdi dan
Kurnani, 1994). Hal tersebut sesuai dengan Francis J. Larney,
dkk. (2002) yang menyatakan penurunaan bakteri patogen
sejalan dengan meningkatnya waktu pengomposan.

Gambar 2. Grafik rataan jumlah bakteri Escherichia coli pada


kompos berbahan sludge

Escherichia coli Pada Kompos


5
CFU10 / Berbahan Sludge
12 10.625

10

8 7.125

5.33
6
3.83
4
1.375
2

0
P0 P1 P2 P3 P4
Lama Pengomposan

Gambar 2. menunjukkan bahwa pada minggu ke-0 (P0)


jumlah bakteri Escherichia coli pada kompos berbahan sludge
memiliki nilai paling tinggi. Pada pengomposan minggu ke-1
(P1) hingga pengomposan minggu ke-2 (P2) jumlah bakteri
Escherichia coli mengalami mengalami penurunun, hal ini
diduga bakteri Escherichia coli pada minggu ke-0 hingga
minggu ke-2 masih dalam tahap penyesuaian lingkungan
dikarenakan perubahan suhu dan pH pada kompos. Supriatin

32
(2008) menjelaskan perubahan kondisi lingkungan akan
memengaruhi pertumbuhan dan kehidupan bakteri awal,
sehingga bakteri yang tidak mampu beradaptasi pada kondisi
tersebut akan mengalami kematian karena kondisi lingkungan
yang tidak mendukung proses metabolisme bakteri tersebut
(Supriatin, 2008).
Pada pengomposan minggu ke-3 (P3) bakteri Escherichia
coli pada kompos berbahan sludge mengalami peningkatan.
Peningkatan ini dikarenakan kadar air dari minggu ke-2 hingga
minggu ke-3 naik pada sludge (52,5 ke 55,5 %) terdapat di
Lampiran 9. naiknya kadar air ini menyebabkan jumlah bakteri
juga meningkat karena air merupakan media pertumbuhan
bakteri. Pada penelitian terdahulu telah dijelaskan bahwa air
merupakan komponen utama di dalam sel mikroba dan medium.
Fungsi air sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel pada
respirasi. Selain itu air berfungsi sebagai pelarut dan alat
pengangkut dalam metabolisme (Moat, dkk, 2002). Pada
pengomposan minggu ke-4 (P4) bakteri Escherichia coli pada
kompos berbahan sludge mengalami penurunan, hal ini
dikarenakan pada pengomposan dari minggu ke-3 hingga
minggu ke-4 jumlah karbon pada kompos sludge mengalami
penurunan yaitu (25,2 ke 17,4 %), penurunan jumlah karbon
dalam kompos ini akan menurunkan jumlah bakteri karena
semakin sedikit karbon maka bakteri yang ada dalam media
juga berkurang. Sumber karbon yang biasa digunakan adalah
karbohidrat berupa glukosa yang digunakan oleh bakteri dalam
pertumbuhannya. Menurut Hidayat et al., (2006), sumber
karbon dan nitrogen merupakan komponen yang utama dalam
suatu media kultur, karena sel-sel mikroba dan fermentasi
sebagian besar memerlukan sumber karbon dan nitrogen dalam
prosesnya.

33
4.2 Jumlah Bakteri Salmonella sp. pada Kompos
Berbahan Sludge
Hasil pengamatan jumlah bakteri Salmonella sp. pada
kompos berbahan sludge dapat diterangkan pada Lampiran 1.
Hasil analisis ragam atau ANOVA menunjukkan bahwa
perlakuan lama pengomposan tidak memberikan pengaruh
yang nyata (P>0,05) t e r h a d a p j u m l a h b a k t e r i
S a l m o n e l l a s p . pada kompos berbahan sludge dengan
penambahan dekomposer nabati. Ada pun rataan jumlah bakteri
Salmonella sp. kompos berbahan sludge seperti Tabel 4.

Tabel 4. Rataan jumlah bakteri Salmonella sp. pada kompos


berbahan sludge
Perlakuan Salmonella sp. Salmonella sp.pada
(CFU105 /mL) kompos berbahan
Lama sludge
Pengomposan Kompos berbahan (CFU105 /mL) dalam
(minggu) sludge hitungan transfer log
P0 (ke-0) 16.25±17,45 6,01±0,48
P1 (ke-1) 34.125±33,36 6,31±0,56
P2 (ke-2) 26.75±16,77 6,36±0,28
P3 (ke-3) 23.25±11,61 6,32±0,21
P4 (ke-4) 10.875±5,76 5,99±0,23

Tabel 4. Menunjukkan bahwa perlakuan minggu ke-0


jumlah bakteri Salmonella sp. pada kompos berbahan sludge
keberadaannya sudah cukup tinggi dikarenakan bakteri berasal
dari bahan sludge yang digunakan untuk pengomposan telah

34
terpapar pada suhu lingkungan disekitar kandang yang cukup
lama sehingga terjadi kontaminan. Peningkatan jumlah bakteri
Salmonella sp. terjadi pada minggu ke-1 dikarenakan bakteri
Salmonella sp. masih dapat tumbuh dan berkembang pada suhu
40,1°C. Menurut direktorat kesehatan hewan (2002) bakteri
Salmonella sp. dapat hidup lama pada temperatur 4°C
dibandingkan dengan pada temperatur kamar, Salmonella
typhimurium dapat hidup didalam pakan dan litter selama
paling sedikit 18 bulan pada temperature 11°C, dan sekitar 40
hari dalam pakan dan 13 hari dalam litter pada temperatur 38°C,
Salmonella sp. dapat hidup berbulan-bulan di dalam kotoran
pada suatu lapangan terbuka alami. Bakteri Salmonella
typohimurium dapat hidup dengan baik di dalam tanah yang
mengandung material organik.
Gambar 3. Grafik rataan bakteri Salmonella sp. pada kompos
berbahan sludge

S al m on el l a sp . Pad a
Komp os B erb ah an S l u dge
40
35 34.125
30
26.75
25
23.25
20
15 16.25
10 10.875
5
0
P0 P1 P2 P3 P4

35
Berdasarkan gambar 3. menunjukkan bahwa rata-rata
jumlah bakteri Salmonella sp. pada kompos berbahan sludge
pada masing-masing perlakuan secara berturut-turut yaitu P0
(16.25), P1 (34.125), P2 (26.75), P3 (23.25) dan P4 (10.875).
Pada pengomposan minggu ke-1 (P1) hingga pengomposan
minggu ke-2 (P1) jumlah bakteri Salmonella sp. pada kompos
berbahan sludge mengalami penurunan hal ini diduga pada suhu
rata-rata perlakuan mengalami penurunan yang signifikan 40,1
ke 33,95°C. Penurunan hingga mencapi suhu 33.95°C
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri
Salmonella sp. Menurut Tontora et al., (2001) menjelaskan suhu
pendinginan yang cepat cenderung menyebabkan mikroba
dorman tetapi tidak membunuhnya. Adam and Moss (2000)
menambahkan bahwa suhu memberikan pengaruh besar dalam
peningkatan maupun penurunan pertumbuhan mikroorganisme.
Knob dan Carmona, (2008) juga menjelaskan suhu sangat
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan mikrobia, kecepatan
sintesis enzim dan kecepatan inaktivasi enzim.
Pada pengomposan minggu ke-3 (P3) dan ke-4 (P4) bakteri
Salmonella sp. pada kompos berbahan sludge mengalami
penurunan,. Menurunnya jumlah bakteri Salmonella sp. pada
P3 dan P4 pada kompos berbahan sludge diduga karena terjadi
penurunan kandungan karbon pada kompos yaitu P2 (26.8%)
menjadi P3 (25.2%) dan P4 (17.4%). Menurut (Cappucino,
2014) nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme untuk
pertumbuhan meliputi karbon, nitrogen, unsur non logam
seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn, Na, K,
Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, air, dan energy, sehingga
menurunnya kandungan karbon pada kompos memberikan
pengaruh terhadap menurunnya jumlah bakteri Salmonella sp.

36
pada P3 dan P4 karena nutrisi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan telah berkurang.

4.3 Jumlah Bakteri Salmonella sp. pada Kompos Slurry


Hasil pengamatan jumlah bakteri Salmonella sp. pada
kompos berbahan slurry dapat diterangkan pada Lampiran 1.
Hasil analisis ragam atau ANOVA menunjukkan bahwa
perlakuan lama pengomposan memberikan perbedaan nyata
(P<0,05) terhadap Salmonella sp. pada kompos berbahan
slurry dengan penambahan dekomposer nabati. Ada pun rataan
jumlah bakteri Salmonella sp. pada kompos berbahan slurry
seperti Tabel 5.

Tabel 5. Rataan jumlah bakteri Salmonella sp. pada kompos


berbahan slurry.
Perlakuan Salmonella sp. Salmonella sp.
5 kompos berbahan
(CFU10 /mL)
Lama Pengomposan slurry
(minggu) Kompos (CFU105 /mL)
berbahan slurry dalam hitungan
transfer log
P0 (ke-0)
2.25 5,26±0,31
P1 (ke-1)
41.5 6,41±0,51
P2 (ke-2)
25 6,33±0,29
P3 (ke-3)
65.5 6,79±0,14
P4 (ke-4)
7.25 5,85±0,08
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom
menunjukkan bahwa perlakuan lama

37
pengomposan memberikan perbedaan nyata
(P<0,05) terhadap Salmonella sp.

Berdasarkan Tabel 5. Menunjukkan bahwa rataan jumlah


bakteri Salmonella sp. pada kompos berbahan slurry terjadi
penambahan jumlah bakteri yang signifikan, hal tersebut
dikarenakan peningkatan produksi pertumbuhan sel-sel
memerlukan nutrisi yang optimum, sehingga jumlah bakteri
Salmonella sp. mengalami peningkatan. Kosaric et al.,(1983)
menjelaskan selain nutrisi jumlah mikroorganisme yang
terbentuk juga dipengaruhi pula oleh jenis sumber karbon,
temperatur, pH dan aerasi. Radji (2011) mengatakan nutrisi
yang dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhannya
meliputi karbon, nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan
fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe,
serta vitamin, air, dan energi. Menurut standar kualitas kompos
SNI 19-7030-2004 kandungan minimal karbon 9,80%, nitrogen
0,40% dan untuk kadar air tidak memiliki batas standart
minimal. Sedangkan untuk kandungan karbon, nitrogen dan
kadar air pada kompos slurry dapat dilihat pada Tabel 6. cukup
tinggi dijadikan nutrisi bagi bakteri Salmonella sp. untuk
berkembang.

38
Tabel 6. Rataan kandugan karbon, nitrogen dan kadar air pada
kompos berbahan slurry.
Perlakuan Kompos berbahan slurry
Lama
pengomposan Karbon Nitrogen Kadar Air
(minggu)
P0 (ke-0) 26.8±0.57 0.95± 0.06 54,25±6,15
P1 (ke-1) 25.3±1.56 1±0.00 68,35±4,74
P2 (ke-2) 28±0.57 1.635±0.12 55±1,41
P3 (ke-3) 25.5±1.56 1.77± 0.03 57,5±0,71
P4 (ke-4) 23.4±4.24 1.835±0.22 51,5±7,78

Gambar 4. Grafik rataan bakteri Salmonella sp. pada kompos


berbahan slurry.

Salmonella sp. pada Kompos


B e r b a h a n S l u r 65.5
ry
70

60

50 41.5
40

30 25

20
7.25
10 2.25
0
P0 P1 P2 P3 P4

39
Berdasarkan Gambar 4. menunjukkan bahwa rata-rata
jumlah bakteri Salmonella sp. pada kompos berbahan slurry
pada masing-masing perlakuan secara berurut-urut adalah P0
(2.25), P1 (41.5), P2 (25), P3 (65.5) dan P4 (7.25). Pada minggu
sebelum dilakukan pengomposan P0 pada kompos berbahan
slurry memiliki jumlah bakteri Salmonella sp. yang paling
rendah dibandingkan lama pengomposan pada perlakuan yang
lain, hal ini diduga bakteri pada perlakuan ini mengalami fase
peningkatan ukuran sel (lag) dengan kondisi lingkungan yang
mendukung bakteri untuk berkembang yaitu dari kandungan
nutrisi, pH, dan suhu kompos. Menurut Desmarchelier dan
Fegan (2003), pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa
faktor lingkungan seperti; suhu, pH, kelembaban, water activity
(wa), dan nutrisi bakteri (komposisi makanan)
Sedangkan jumlah bakteri Salmonella sp. pada kompos
berbahan slurry pada P1 ke P2 mengalami penurunan
dikarenakan pada suhu rata-rata perlakuan mengalami
penurunan yang signifikan 40,1 ke 33,95°C. Penurunan hingga
mencapi suhu 33.95°C memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan bakteri Salmonella sp. Menurut Tontora et al.,
(2001) menjelaskan suhu pendinginan yang cepat cenderung
menyebabkan mikroba dorman tetapi tidak membunuhnya.
Adam and Moss (2000) menambahkan bahwa suhu
memberikan pengaruh besar dalam peningkatan maupun
penurunan pertumbuhan mikroorganisme hal tersebut sesuai
dengan Knob dan Carmona, (2008) yang menjelaskan suhu
sangat memengaruhi kecepatan pertumbuhan mikrobia,
kecepatan sintesis enzim dan kecepatan inaktivasi enzim.
Sedangkan jumlah bakteri Salmonella sp. pada P3 mengalami
peningkatan dan penurunan pada P4 seiring dengan
meningkatnya kadar air rata-rata pada perlakuan P3 (55 ke

40
57.5%) dan menurun pada P4 (57.5 ke 51.5%). Hal tersebut
dikarenakan air pada organisme berfungsi untuk membantu
fungsi-fungsi metabolik dan merupakan salah satu nutrisi yang
dibutuhkan dalam pertumbuhannya.

4.4 Jumlah Bakteri Escherichia coli Pada Kompos


Berbahan Slurry
Hasil pengamatan jumlah bakteri Escherichia coli pada
kompos berahan slurry dapat diterangkan pada Lampiran 1.
Hasil Analisis ragam atau ANOVA menunjukkan bahwa
perlakuan lama pengomposan memberikan perbedaan tidak
nyata (P>0,05) terhadap j u m l a h b a k t e r i Escherichia coli
kompos berbahan slurry dengan penambahan dekomposer
nabati. Ada pun rataan jumlah bakteri Escherichia coli pada
kompos berbahan slurry seperti Tabel 7.

Tabel 7. Rataan bakteri Escherichia coli pada kompos


berbahan slurry.
Perlakuan Escherichia Escherichia coli
coli kompos berbahan
(CFU105 /mL) slurry
Lama Kompos (CFU105 /mL) dalam
pengomposan berbahan hitungan transfer log
(minggu) slurry
P0 (ke-0)
1.5 5,16±0,12
P1 (ke-1)
2 5,26±0,19
P2 (ke-2)
3.75 5,54±0,18
P3 (ke-3)
6.33 5,77±2,89
P4 (ke-4)
2.125 5,23±0,31

41
Tabel 7. menunjukkan bahwa rataan jumlah Escherichia
coli pada kompos berbahan slurry mengalami peningkatan
jumlah bakteri hingga minggu ke-3. Hal ini diduga karena
pada kompos berbahan slurry bahan organik yang terkandung
masih dalam bentuk mentah, sehingga bakteri yang digunakan
untuk merombak bahan organik mengalami peningkatan
hingga minggu ke-3 kemudian bakeri Escherichia coli
mengalami penurunan pada minggu ke-4 dikarenakan bakteri
Escherichia coli mulai kekurangan nutrisi untuk melakukan
pertumbuhan dikarenakan bakteri Escherichia coli telah
mencapai puncak pertumbuhan sehingga bahan organik dalam
slurry telah diuraikan oleh mikroba kemudian menyebabkan
kadar air menurun. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya
kadar air (57.5% ke 51.5%). Hal tersebut sesuai dengan
(Rosmarkam dan Nasih, 2007), bahwa bahan organik
meningkatkan daya menahan. Pada P4 juga terjadi penurunan
karbon (25.5% ke 23.4%), dan pH (6.58 ke 6.44). Tingkat
keasaman atau pH merupkan salah satu faktor kritis bagi
pertumbuhan mikroorganisme yang terlibat dalam proses
pengomposan. Pengamatan pH pupuk organik berfungsi sebagai
indikator proses dekomposis pupuk organik. Mikroba akan
bekerja pada keadaan pH netral hingga sedikit asam dengan
kisaran 8-7. SNI: 19-7030-2004 menyebutkan bahwa pupuk
organik yang baik memiliki pH minimum 6,80 dan maksimum
7,49.

42
Gambar 5. Grafik rataan bakteri Escherichia coli pada kompos
berbahan slurry.

E sch eri ch i a col i Pad a


Komp os B erb ah an S l u rry
7
6.33
6
5
4 3.75
3
2 2 2.125
1.5
1
0
P0 P1 P2 P3 P4

Gambar 5. menunjukkan bahwa pada minggu kompos tanpa


pengomposan (P0) Escherichia coli pada kompos berbahan
slurry memiliki nilai terkecil yaitu 1,5 105 CFU/ml. Pada
pengomposan minggu ke-1 (P1) hingga minggu ke-2 (P2)
Escherichia coli pada kompos berbahan slurry naik. Naiknya
Escherichia coli ini dikarenakan suhu pada kompos slurry pada
minggu ke-1 (P1) hingga ke-2 (P2) mencapai 36,05°C dimana
bakteri Escherichia coli akan optimal tumbuh pada kompos.
Suardana dan Swarcita (2009) menjelaskan bakteri Escherichia
coli yang patogen dapat hidup pada suhu rendah sekalipun yaitu
7°C maupun suhu yang tinggi yaitu 44°C, namun Escherichia
coli akan lebih optimal tumbuh pada suhu antara 35°C -37°C.
Penyebab hal ini juga karena pH pada minggu ke1- hingga ke-
2 kompos slurry lebih tinggi (7,715 dan 6,45). Pengaruh pH
terhadap pertumbuhan bakteri ini berkaitan dengan aktivitas

43
enzim. Enzim ini dibutuhkan oleh beberapa bakteri untuk
mengkatalis reaksi-reaksi yang berhubungan dengan
pertumbuhan bakteri. Apabila pH dalam suatu medium atau
lingkungan tidak optimal maka akan mengganggu kerja enzim-
enzim tersebut dan akhirnya mengganggu pertumbuhan bakteri
itu sendiri (Pelczar dan Chan, 2008).
Pada pengomposan minggu ke-3 (P3) Escherichia coli pada
kompos berbahan slurry mengalami peningkatan. Peningkatan
ini dikarenakan kadar air dari minggu ke-2 hingga minggu ke-3
mengalami kenaikan yaitu sebesar 2,5% (55% ke 57,5%) data
pada lampiran 9. naiknya kadar air ini menyebabkan jumlah
bakteri juga meningkat karena air merupakan media yang baik
untuk ditumbuhi mikroba. Aristyan (2014) mengatakan
pengaruh air terhadap pertumbuhan mikroorganisme
dinyatakan sebagai aktivitas air (Aw), yaitu jumlah air bebas
yang tersedia dan dapat digunakan untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Pada Aw yang rendah, mikroorganisme akan
mati karena sel-sel di mikroorganisme akan berdisfusi ke luar
sebagai akibat terjadinya proses kesetimbangan osmotik.
Dengan kata lain, selama konsentrasi solute diluar sel lebih
besar dibandingkan didalam sel, maka migrasi air akan terjadi
untuk menyeimbangkan konsentrasi. Migrasi air dari dalam sel
mati disebabkan oleh dehidrasi.
Pada pengomposan minggu ke-4 (P4) Escherichia coli pada
kompos berbahan slurry mengalami penurunan, hal ini
dikarenakan pada pengomposan dari minggu ke-3 hingga
minggu ke-4 jumlah karbon pada kompos slurry mengalami
penurunan yaitu (25,5 ke 23,4 %), penurunan jumlah karbon
dalam kompos ini akan menurunkan jumlah bakteri. Gazer
(2005) mengatakan mikroorganisme tumbuh baik dengan
banyaknya unsur C dan unsur lainnya.

44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Lama pengomposan menggunakan bahan sludge
dapat menurunkan jumlah bakteri Escherichia
coli dan Salmonella sp. terutama pada minggu
ke-4.
2. Lama pengomposan menggunakan bahan slurry
tidak dapat menurunkan jumlah bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp. hingga
minggu ke-4

5.2 Saran
a. Sebaiknya penyimpanan bahan pembuatan
kompos ditempatkan pada tempat yang
tertutup agar tidak terkontaminasi bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp.
b. Sebaiknya perlu dilakukan pengadukan
kompos secara merata dan secara berkala agar
bakteri menyebar.
c. Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai bakteri Escherichia coli dan
Salmonella sp. pada kompos lebih dari 4
minggu.
d. Sebaiknya perlu dilakukan manajemen
pembuatan kompos yang baik agar suhu dapat
mencapai >44,3°C.

45
DAFTAR PUSTAKA

Adam, M. R. dan M. O. Moss. 2000. Food Microbiology. 2nd


ed. Royal Society of Chemistry, Athenaeum Press
Ltd, University of Surrey, Guildford, UK.

Agus C., Faridah E., Wulandari, D dan Purwanto, B. H. 2014.


Peran Mikroba Starter dalam Dekomposisi Kotoran
Ternak dan Perbaikan Kualitas Pupuk Kandang,
Jurnal Manusia dan Lingkungan. 21 (2): 179-187.

Anonim. 2000. Pupuk Kompos Super. http://www.pustaka-


deptan.go.id/agritek/ ntbr0107.pdf..Diakses pada
tanggal 24 November 2017.

Brands, A.D., 2006. Deadly Diseases and Epidemics


Salmonella.Chelsea House Publisher.
Philadhelphia.

Brook, I., 2006. Anaerobic Infection. Informa Healt Care.


New York.

Cappucino, J. G. dan Sherman, N., 2014, Manual


Laboratorium Mikrobiologi, Edisi 8, Jakarta, EGC.
Cullinmore, D.R. 2008. Practical Bacterial Identification. CRC
Press, Boca Raton, Florida.
DKH. 2002. Manual Penyakit Hewan Unggas. Direktorat
Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi
Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta
Indonesia.

46
Doyle, M. E. (2006). Veterinary drug Residues in
Processed Meats-Potential Health Risk. Reviews
of the scientific Literatur. Food Research Institute.

Fajarudin, M. W. Junus, M., dan Setyowati, E. 2013. Pengaruh


Lama Fermentasi EM-4 Terhadap Kandungan
Protein Kasar Padatan Kering Lumpur Organik
Unit Gas Bio. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan.
23(2): 14-18.

Fegan, N., Higgs G., Vanderlinde and Desmarchelier, P. 2003.


Enumeration of Escherichia coli O157 in Cattle
Feses Using Most Probable Number Technique and
Automated Immunomagnetic Separation. Lett.
Appl. Microbiol. 38 : 56-59.

Forsythe, S. J., 2000, The Microbiology of safe Food,


Blackwell Science, Oxford.
Gao, Mengchun, Li., Bing, An Yu., Fangyuan Liang.,
Lijuan Yang and Yanxia Sun. 2010. The effect of
aeration rate on forced-aeration composting of
chicken manure and sawdust. Bioresource
Technology. Vol. 101, hal. 1899±1903.

Gunawan, A. & Y. Surdiyanto. 2001. Pembuatan kompos


dengan bahan baku kotoran sapi. Jurnal Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Peternakan. 24 (3): 12-
17.

Hayati, M. 2006. Penggunaan Sekam Padi Sebagai Media


Alternatif Dan Pengujian Efektifitas Penggunaan
Media Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan dan

47
Hasil Tanaman Tomat Secara Hidroponik.
Floratek. 2: 63-68.

Hidayat, N., M.C. Padaga dan S. Suhartini. 2006.


Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta

Irvan., Mhardela P dan Trisakti B. 2014. Pengaruh


Penambahan Berbagai Aktifator Pengomposan
Sekam Padi (Oryza Sativa). Jurnal teknik Kimia
USU. 3(2): 5-9.

Jay Heizer, Barry Render. 2005. Operation Management, 7th


ed., Prentice Hall, New Jersey.

Junus, M. 2013. Pengaruh Cairan Lumpur Organik Unit Gas


Bio Terhadap Persentase Kandungan Bahan
Organik Dan Protein Kasar Padatan Lumpur
Organi Unit Gas Bio.Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan. 25(1): 35-41.

Knob, A dan Carmona, E.C. 2008. Xylanase production by


Penicillium sclerotiorum and its characterization.
World Applied Sciences Journal 4(2): 277-28.

.RQHPDQ(.RQHPDQ¶V&RORU$WODVDQG7H[WERRNRI
Diagnostic Microbiology. Baltimore: Williamn and
Wilkins. Philadelphia.

Kosaric, N. A. Wieczorek. G.P. Cosentino. R.J. Magee. and


J.E. Prenosil. 1983. Biotechnology. Vol 3. Ethanol
Fermentation. Florida: Verlagchemie.

48
.XPDU67H[ERRNVRI0LFURELRORJ\¶-D\SHH%URWKHUV
Medical Publisher (P) LTD. Dhaka-Bhangladesh.

Marlina, E.T. 2009. Biokonversi Limbah Industri Peternakan.


Unpad Press.

Marlina, E. T., Hidayati, Y. A., Benito, A. K dan Juanda W.


2013. Analisis Kualitas Kompos dari Sludge
Biogas Feses Kerbau. Jurnal Ilmu Ternak. 13 (1):
31-34.

Melliawati, R. 2009. Escherichia coli dalam kehidupan


manusia. Bio trends/Vol.4/No.1/Th.2009

Meng J and Schroeder CM. 2007. Escherichia coli. Ch 1 In:


Simjee S.(ed) Foodborne diseases. Totowa:
Humana Press. Pp. 1±25.

Mirwan, M.dan Firra, R. 2010. Optimasi Pematangan Kompos


dengan Penambahan Campuran Lindi Dan
Bioaktivator Stardec. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan. 4 (2): 1-8.

Moat, A.G et al. (2002). Microbial Physiology. New York:


John Wiley & Sons Ltd.

Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos. Edisi Revisi. PT.


Penebar Swadaya, Jakarta.

Nengsih. 2002. Penggunaan EM4 dan GT 1000-WTA dalam


Pembuatan Pupuk Organik Cair dan Padat dari Isi

49
Rumen Limbah Rumah Potong Hewan. Skripsi
Institut Pertanian Bogor.

Pelczar. J. Michael dan Chan E.C.S. 2008. Dasar-dasar


Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press.
Jakarta

Prihandarini, R. 2004. Manajemen Sampah Daur Ulang


Sampah Menjadi Pupuk Organik. Perpod. Jakarta

Radji, M., 2011. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan


Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, 107, 118,
201-207, 295, Jakarta, Buku Kedokteran EGC.

Rachmawati. 2000. Upaya Pengelolaan Lingkungan


Usaha Peternakan Ayam. WARTAZOA.Vol.9
No.2. Hal 73±80.

Sari DC. 2013. Induksi Umbi mikro kentang (Solanum


tuberosum L.) secara in vitro pada suhu medium
dengan beberapa konsentrasi gula. Skripsi Institut
Pertanian Bogor.

Sanchez-Moreno, C., (2002): Review: methods used to


evaluate the free radical scavenging activity in
foods and biological systems. Food Sci. Tech. Int.,
8(3): 121-137.

Sjoekoer, M., Sari, I., dan Zen, A., 2003. Bakteriologi


Medis.Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. Bayu Media Publishing.
Malang.

50
Suardana, I.W., Putri, Apsari., dan Besung, Kerta., 2016.
Isolasi dan Identifikasi Escherichia coli O157:H7
pada Feses Sapi di Kecamatan Petang, Kabupaten
Badung-Bali.

Suputra T., Triatmojo, S. dan Pertiwiningrum, A. 2010.


Produksi Biogas dari Campuran Feses Sapi dan
Ampas Tebu (Bagasse) dengan Rasio C/N yang
Berbeda. Buletin Peternakan. 34(2): 114-122.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Kanisius: Yogyakarta.

Surono, I. S. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan.


Yayasan Pengusaha Makanan dan Minuman
Seluruh Indonesia (YAPMMI). TRICK. Jakarta.

Tortora G.J., Funke B.R., Case C.L. 2001. Microbiology, an


Introduction. 7th edition. USA: Addison Wesley
Longman Inc. p. 20, 311 313, 440-445, 562, 692-
775.

Triadmojo, S. 2001. Kualitas kompos yang diproduksi dari


feses sapi perah dan sludge limbah penyamakan
kulit. Buletin Peternakan. 25 (4): 190-199.

Yanqoritha, N. 2013. Optimasi aktivator dalam pembuatan


kompos organik dari limbah kakao. Majalah Ilmiah
Mektek XV (2) : 103-108.

Widarti, Budi Nining., dkk. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan


Baku pada Pembuatan Kompos dari Kubis dan

51
Kulit Pisang. Jurnal Integrasi Proses. Vol. 5, No. 2
(Juni 2015) 75-80.

52

Anda mungkin juga menyukai