SKRIPSI
FACHRI WIDYA NUGRAHA
Menyetujui,
(Ir. Hj. Komariah, M.Si) (Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si)
NIP. 19590515 198903 2001 NIP. 19600804 198103 2001
Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Segala puji bagi Allah SWT, Sang Pencipta Alam Semesta dan Pemilik Ilmu
Pengetahuan, yang memberikan banyak rahmat bagi makhluk-Nya. Alhamdulillah
puji Syukur penulis panjatkan atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah
diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam penyusunan dan
penyelesaian skripsi yang berjudul Kaji Banding Kemampuan Bertahan
terhadap Proses Pembekuan Spermatozoa Sapi Simmental, Limousin dan Fries
Holstein. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Reproduksi adalah suatu fungsi tubuh yang secara fisiologik tidak vital bagi
kehidupan individual tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau
bangsa hewan dan kelangsungan hidup hewan. Ternak sapi merupakan salah satu
hewan ternak yang sangat berperan dalam suplai dan memenuhi kebutuhan protein
hewani masyarakat. Penerapan teknologi inseminasi buatan (IB) pada sapi
merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan populasi sapi. Inseminasi dapat
dilakukan dengan menggunakan semen beku. Tingkat keberhasilan IB yang tinggi
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produktivitas, yang ditandai dengan
meningkatnya populasi ternak sapi potong dan sapi perah di Indonesia sehingga
dapat memenuhi permintaan kebutuhan daging dan susu sapi di Indonesia.
Kesempurnaan hakiki hanya milik Sang Pencipta, sehingga Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga skripsi ini
bermanfaat untuk balai-balai IB dan peternakan yang ada di Indonesia khususnya
dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN.............. ii
ABSTRACT. iii
LEMBAR PERNYATAAN.. iv
LEMBAR PENGESAHAN.. v
RIWAYAT HIDUP.. vi
KATA PENGANTAR.. vii
DAFTAR ISI............ viii
DAFTAR TABEL. ix
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang. 1
Tujuan. . 2
TINJAUAN PUSTAKA .. 3
Bangsa Sapi.. ............ 3
Sapi Fries Holstein . 4
Sapi Simmental.. 4
Sapi Limousin..... 5
Inseminasi Buatan.. .. 5
Semen... 6
Spermatogenesis 7
Spermatozoa.. 8
Pengencer Semen... 9
Semen Beku... 9
MATERI DAN METODE ....... 11
Lokasi dan Waktu. 11
Materi ....... 11
Prosedur 11
Pemeriksaan motilitas spermatozoa semen segar... 11
Pembuatan bahan pengencer. . 13
Proses pengenceran. 13
Proses pembekuan .. 14
Penyimpanan semen beku... 14
Pengujian before freezing....... 15
Pengujian post thawing motility......... 15
Longivitas (water incubator test).... 15
Recovery rate... 16
Rancangan dan Analisis Data....... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN. 17
Evaluasi Semen Segar .. 18
Motilitas Spermatozoa Semen Segar, Before Freezing, Post Thawing
Motility, Longivitas dan Recovery Rate.... 20
KESIMPULAN DAN SARAN. 23
Kesimpulan 23
Saran...... 23
UCAPAN TERIMAKASIH.. 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN.. 28
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rataan Karakteristik Semen Sapi Limousin, Simmental dan FH ............ 18
2. Nilai Motilitas Spermatozoa Pada Berbagai Tahapan Pembekuan ......... 20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Latar Belakang
Konsumsi makanan secara global akan meningkat 40-50 persen pada tahun
2050 (Food and Agriculture Organization, 2010). Peningkatan konsumsi makanan
khususnya akan lebih cepat di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Menurut informasi Badan Pusat Statistik (2010) pertambahan penduduk Indonesia
rata-rata 1,25% per tahun, jumlah penduduk yang tercatat di badan pusat statistik
tahun 2000 yaitu 206.264.595 jiwa dan tahun 2010 adalah 237.641.326 jiwa. Jumlah
penduduk yang terus bertambah harus diimbangi dengan peningkatan ketahanan
pangan berupa kebutuhan protein hewani dengan cara pembangunan sektor pertanian
yang berkelanjutan.
Pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan, tidak hanya berbicara
tentang perkembangan mengenai sisi pasok tetapi juga mengedepankan aspek
permintaan yang terkait pola konsumsi. Bibit sapi yang berpotensi yaitu Simmental,
Limousin dan Fries Holstein (FH) karena memiliki pertumbuhan bobot badan harian
yang tinggi dan dapat beradaptasi dengan baik.
Berdasarkan road map pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014,
ditargetkan penyediaan daging sapi produksi lokal sebesar 420,3 ribu ton (90%) dan
dari impor sapi bakalan (sapi potong dan sapi perah) sebesar 46,6 ribu ton (10%)
(Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012). Said (2011)
menyatakan sampai saat ini Indonesia masih mengimpor sapi bakalan dan daging
sapi sekitar 30% dari kebutuhan, oleh sebab itu untuk meningkatkan populasi dan
mutu genetik ternak salah satu cara dapat dilakukan aplikasi teknologi reproduksi
inseminasi buatan (IB).
Inseminasi Buatan merupakan cara yang lebih efisien dan efektif dalam
penggunaan semen pejantan untuk membuahi sapi, sehingga dapat meningkatkan dan
memperbaiki populasi sapi di Indonesia. Salah satu kelebihan program IB adalah
daya guna seekor pejantan yang genetiknya unggul dapat dimanfaatkan semaksimal
mungkin, namun IB juga memiliki kekurangan yaitu diperlukan pelaksana yang
terlatih baik dan terampil untuk melaksanakan penampungan, penilaian,
pengenceran, pembekuan semen dan inseminasi. Inseminasi dapat dilakukan dengan
menggunakan semen beku. Semen beku atau frozen semen adalah semen yang
disimpan pada suhu di bawah titik beku (-79 C sampai -196 C). Untuk mengatasi
ketergantungan pada semen beku impor, tahun 1976 didirikan Balai Inseminasi
Buatan (BIB) Lembang (Jawa Barat) dan BIB Singosari, kedua BIB tersebut
merupakan BIB nasional yang melayani kebutuhan semen beku di Indonesia.
Balai Inseminasi Buatan Lembang bergerak dalam usaha memproduksi
semen beku bibit unggul. Semen beku memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan
dalam jangka waktu yang lama, namun memiliki kelemahan yaitu kualitas semen
dapat menurun setelah semen diencerkan, dikarenakan selama proses pembekuan
spermatozoa melewati berbagai suhu ekstrim yang dapat menurunkan kualitas semen
(Nebel, 2007). Menurut Srianto et al. (2009) volume semen, konsentrasi dan
motilitas spermartozoa yang dihasilkan oleh setiap sapi pejantan yang digunakan
untuk proses produksi semen beku berbeda. Selain kualitas semen segar, bangsa sapi
juga berpengaruh terhadap kualitas semen beku yang dihasilkan, hal ini terbukti dari
perbedaan nilai recovery rate (Garner dan Hafez, 2000).
Recovery Rate adalah kemampuan pemulihan spermatozoa setelah
pembekuan dengan cara membandingkan persentase motilitas spermatozoa pada
semen segar dengan post thawing motility. Penilaian Recovery Rate (RR) pada semen
beku sapi Simmental, Limousin dan FH sangat dibutuhkan untuk mengetahui
kemampuan spermatozoa dari masing-masing bangsa terhadap proses pembekuan
(freezability). Tingkat keberhasilan IB yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi produksi, sehingga dapat memenuhi permintaan kebutuhan protein hewani
di Indonesia.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan membandingkan penurunan
kualitas spermatozoa semen beku sapi Simmental, Limousin dan FH di Balai
Inseminasi Buatan Lembang, Bandung, Jawa Barat.
TINJAUAN PUSTAKA
Bangsa Sapi
Sapi adalah hewan sosial yang hidupnya berkelompok (Bouissou dan Boissy
2005), sedangkan bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik
tertentu yang sama. Bangsa Taurus (Simmental, Limousin dan FH) memiliki
karakteristik performans yang berbeda sesuai dengan genetiknya (Kuswahyuni,
2008). Karakteristik tersebut dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih
dalam spesies yang sama. Seluruh sapi berpotensi dijadikan sebagai ternak bibit yang
didasarkan pada berbagai faktor.
Sapi asli Indonesia yang meliputi sapi Bali, sapi Madura, sapi Pesisir, sapi
Aceh dan sapi Hissar, sedangkan kelompok sapi persilangan yaitu bangsa sapi impor
yang meliputi sapi Simmental, sapi Limousin, sapi Angus, sapi Brahman dan sapi
Brangus. Keunggulan yang dimiliki oleh sapi Indonesia pada umumnya adalah daya
adaptasi dan tingkat kesuburan tinggi, persentase karkas lebih tinggi, dapat
digunakan sebagai tenaga kerja dan daya tahan terhadap caplak. Karmita et al.
(2001) menyatakan khususnya sapi Bali memiliki potensi ekonomi yang tinggi
dibandingkan sapi Indonesia lainnya. Adapun sapi persilangan biasanya unggul
dalam hal pertumbuhan bobot badan yang tinggi dan mempunyai kualitas daging
lebih baik.
Sapi merupakan ternak potensial untuk memenuhi kebutuhan daging dan susu
di Indonesia. Prajogo et al. (2002) menyatakan ternak sapi perah yang potensial di
Indonesia adalah sapi FH, sedangkan ternak sapi potong yang potensial adalah sapi
Limousin dan Simmental. Program peningkatan populasi sapi potong dapat
dilakukan melalui pengendalian pemotongan ternak sapi produktif, pengendalian
penyakit reproduksi dan penyediaan bibit ternak sapi bermutu (Sodiq, 2006). Faktor
yang menentukan efisiensi maksimum produksi susu sapi perah adalah berapa
banyak liter susu yang diproduksi per hari sepanjang hidupnya, sedangkan untuk sapi
tipe pedaging faktor yang menentukan adalah kecepatan tumbuh setiap hari dan dari
bagian karkas yang dapat dimakan (Philips, 2001).
Sapi Fries Holstein
Sapi FH merupakan sapi tipe perah yang banyak terdapat di Indonesia. Sapi
perah ini berasal dari daerah subtropis provinsi Belanda Utara dan daerah Friesland
Barat (Philips, 2001). Sapi ini dikembangkan dari nenek moyang sapi liar Bos
(Taurus) Typicus Primigineus. Sapi FH mempunyai ciri-ciri kepala panjangnya
sedang, mulut lebar dengan hidung terbuka lebar, rahang kuat, dahi lebar, leher
panjang dan warna tubuh belang hitam putih. Hasil penelitian di Thailand, yang juga
negara tropis menunjukan bahwa sapi-sapi perah subtropis dapat beraklimatisasi
dengan baik pada suhu dibawah 18 C dan kelembaban di atas 55% (Siregar, 2003).
Sapi FH dapat dikawinkan pertama kali pada umur 15 bulan dimana bobot badannya
mencapai sekitar 400 kg, dan lama bunting sapi FH umumnya 9 bulan (Oklahoma
State University, 2000).
Populasi sapi perah di Indonesia menunjukan perkembangan, selama kurun
waktu 1970 hingga 2009 dari 52.000 ekor menjadi 500.000 ekor. Tahun 1994
produksi susu tercatat 426.727 ton dan meningkat menjadi 750.000 ton pada tahun
2009 (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2009). Philips (2001)
menyatakan FH adalah sapi yang intensif dalam system produksi susu di dunia, di
Inggris 90% produsen susu menggunakan sapi ini karena produksi susu sapi perah ini
dapat mencapai 7342 kg/tahun (Talib et al., 2003). Faktor yang menyebabkan belum
terpenuhinya kriteria mutu susu segar di Indonesia adalah kebutuhan jumlah dan
jenis pakan yang tidak terpenuhi, penerapan sanitasi dan higiene yang tidak benar
dalam proses pemeliharaan, pemerahan serta kebersihan kandang yang kurang
memadai (Mirdhayati et al., 2008). Imbangan rumput lapangan dan konsentrat 70 :
30 merupakan ransum terbaik bila ditujukan untuk meningkatkan kadar lemak susu,
kadar protein dan bahan kering tanpa lemak (Suherman, 2005).
Sapi Simmental
Sapi Simmental adalah bangsa Bos Taurus berasal dari lembah Simme di
Swiss, sapi ini sudah banyak menyebar di daerah Eropa Tengah dan Eropa Timur
(Philips, 2001). Setengah dari ternak di Swiss berasal dari sapi Simmental dan
merupakan jenis ternak sapi yang paling populer di Eropa. Sapi Simmental memiliki
wajah putih dengan tubuh gelap, memiliki tubuh yang besar (sapi jantan dewasa
bobot badannya dari 1.043-1.179 kg, sedangkan sapi betina dewasa bobot badannya
sekitar 658-816 kg) dan dapat beradaptasi dalam berbagai iklim. Simmental memiliki
pertumbuhan yang sangat cepat, sekitar 3 pon (1,4 kg) per hari (Gillespie dan
Flanders, 2009). Sapi ini bukan hanya sapi dwiguna, tetapi triguna karena dapat
berfungsi sebagai sapi pekerja, meskipun Simmental digolongkan dalam tipe triguna,
tetapi pemanfaatan sapi ini umumnya sebagai ternak pedaging karena memiliki
pertumbuhan otot yang sangat baik, menghasilkan karkas yang tinggi dan sedikit
lemak (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2006).
Sapi Limousin
Sapi Limousin berasal dari Perancis keturunan dari Bos Taurus. Sapi
Limousin memiliki bulu warna mulai dari kuning sampai merah keemasan dan
tanduknya berwarna cerah dengan tanduk jantan tumbuh keluar dan melengkung.
Kepala Limousin adalah kecil dan pendek dengan dahi yang lebar dan leher yang
pendek. Sapi jantan dewasa bobot badan 907-998 kg dan bobot badan sapi betina
dewasa 544-635 kg. Sapi Limousin dikenal untuk efektivitas mereka dalam efisiensi
pakan ternak, karkas yang tinggi dan besarnya daerah loin (Gillespie dan Flanders,
2009).
Sapi potong ini termasuk jenis yang berukuran tubuh besar, bentuk tubuh
panjang, mempunyai perototan bagus dan kandungan lemaknya sedikit,
menghasilkan 63% daging dengan tekstur yang baik, 16% lemak dan 21% tulang dari
bobot karkas, sedangkan pada sapi jenis lain daging yang dihasilkan 43%, lemak
44% dan tulang 13%. Secara genetik Limousin merupakan sapi tipe besar,
mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah
konsumsi diluar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang
cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur (Gillespie dan
Flanders, 2009).
Inseminasi Buatan
Aplikasi teknologi IB menggunakan semen beku telah dilakukan di Indonesia
sejak tahun 1972 menggunakan semen beku hasil impor. Produksi semen beku di
Indonesia telah dimulai sejak tahun 1976 di BIB Lembang (Jawa Barat) dan
dilanjutkan di Singosari (JawaTimur) pada tahun 1982 (Feradis, 2010a).
Beberapa keuntungan dari teknik IB menurut Ball dan Peters (2004) adalah :
a. Mendapatkan genetik yang diinginkan jadi dapat disesuaikan dengan
kebutuhan para peternak dan dapat memanfaatkan pejantan yang genetik
unggul dengan semaksimal mungkin.
b. Penghematan biaya, tidak perlu memelihara pejantan yang belum tentu
merupakan pejantan yang terbaik untuk diternakkan.
c. Lebih aman, penggunaan IB dapat menghindari penggunaan hanya satu
pejantan dalam persilangan dengan banyak betina di dalam suatu peternakan.
d. Fleksibel, untuk mendapatkan semen dari pejantan yang berkualitas baik
tidak perlu membawa pejantan ke lokasi, hanya membawa semen saja.
Semen
Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke
dalam saluran kelamin betina saat kopulasi yang terdiri atas plasma semen dan
spermatozoa. Semen normal akan mengandung sejumlah spermatozoa yang bergerak
progresif, mati, hidup tetapi immotil atau motilitasnya lemah (Campbell et al.,
2003a). Ejakulat normal semen sapi berwarna krem sampai putih, semen dengan
konsentrasi yang rendah akan terlihat bening, tembus cahaya dan volume semen
berkisar antara 6-8 ml (Garner dan Hafez, 2000).
Karakteristik semen sapi dapat dilihat secara makroskopis dan mikroskopis.
Penilaian secara makroskopis meliputi warna, konsistensi, volume dan pH. Derajat
keasaman (pH) normal untuk semen sapi berkisar antara 6,5-6,9. Menurut Feradis
(2010b) semen sapi yang normal memiliki konsistensi dari sedang sampai kental.
Campbell et al. (2003b) menyatakan bahwa konsentrasi spermatozoa pada sapi
jantan dewasa berkisar antara 800-1200 juta/ml semen. Pejantan dianggap sudah
memuaskan jika memiliki konsentrasi spermatozoa >500 juta/ml dengan nilai
motilitas spermatozoa sapi antara 70-80% (Garner dan Hafez, 2000).
Pengamatan mikroskopis yang harus diperhatikan adalah morfologi
(normalitas) dari spermatozoa. Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai
kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah yang menyerupai
gelombang-gelombang yang tebal dan tipis, bergerak cepat atau lamban tergantung
dari konsentrasi spermatozoa yang hidup di dalamnya. Gerakan massa semen yang
memiliki kualitas baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang,
kurang jelas dan bergerak lamban, sedangkan kualitas yang sangat baik (+++), bila
terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif (Feradis, 2010b).
Jumlah volume, konsentrasi dan konsistensi dari seekor pejantan sangat bervariasi
hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi masing-masing individu,
seperti kualitas organ reproduksi, umur dan kondisi manajemen peternakan (Gordon,
2004). Persentase motilitas spermatozoa mempunyai korelasi dengan fertilitas,
sehingga motilitas dapat menjadi parameter kualitas semen yang utama (Tappa et
al., 2007). Pengujian konsentrasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa
merupakan dasar hubungan kondisi spermatozoa yang dapat menentukan tingkat
abnormal dan dapat berpengaruh pada fertilitas ternak (Januskaukas dan Zilinskas,
2002).
Spermatogenesis
Spermatozoa dibentuk di dalam testes melalui proses yang disebut
spermatogenesis, tetapi mengalami pematangan lebih lanjut di dalam epididimis
dimana spermatozoa disimpan sampai saat ejakulasi.
Tahapan spermatogenesis meliputi:
a. pembentukan spermatosit primer dan sekunder dari spermatogonia tipe A
b. spermiogenesis atau metamorfosis spermatozoa dari spermatid.
Spermatositogenesis dikendalikan oleh FSH dari adenohypophysa dan
spermiogenesis berada di bawah pengaruh LH dan testosteron. Proses
spermatogenesis pada sel-sel kelamin jantan berkembang secara progresif dan
bermigrasi dari membrana basalis ke arah lumen tubuli seminiferi.
a. Fase I (15-17 hari)
Pembelahan mitosis spermatogonia tipe A menjadi dua anak sel yaitu
spermatogonium dorman yang menjamin kontinuitas spermatogonia dan satu
spermatogonium aktif yang membagi diri empat kali hingga akhirnya
membentuk 16 spermatosit primer (2n).
b. Fase II (kurang lebih 15 hari)
Pembelahan meiosis dari spermatosit primer (2n) menjadi spermatosit
sekunder (n)
c. Fase III (beberapa jam)
Pembelahan spermatosit sekunder menjadi spermatid
d. Fase IV (kurang lebih 15 hari)
Metamorfosis spermatosit menjadi spermatozoa tanpa pembelahan sel. Proses
spermatogenesis disini meliputi perombakan radikal bentuk sel dimana
sebagian besar sitoplasma termasuk asam ribo nukleat (ARN), air dan
glikogen terlepas atau menghilang (Nuryadi, 2001).
Spermatid adalah suatu sel bundar yang relatif besar sedangkan spermatozoa
merupakan suatu sel langsing memanjang yang kompak dan motil, dan terdiri dari
kepala dan ekor. Aparat golgi dari spermatid membentuk tudung anterior atau
akrosom spermatozoa dan mitokondria dari sitoplasma berkumpul pada ekor yang
bertumbuh keluar sentriol (Feradis 2010a).
Secara teoritis pada sapi 16 spermatosit primer dan 64 spermatozoa
berkembang dari spermatogonia tipe A, akan tetapi selama meiosis terjadi kehilangan
sel, sekitar 25% yang ditandai oleh adanya inti-inti piknotis. Spermatozoa akhirnya
dilepaskan dari sitoplasma sel-sel sertoli dan memasuki lumen tubuli seminiferi.
Kurang lebih 15 hari setelah terbentuk, spermatogonia dorman mulai membagi diri
dengan cara yang sama dan proses ini berulang secara terus menerus. Fase I, II dan
III disebut spermatositogenesis dan fase IV disebut spermiogenesis. Spermatozoa
sapi memerlukan kira-kira 10 hari untuk melewati epididimis, karena
spermatogenesis pada sapi berlangsung selama 50 sampai 62 hari maka waktu yang
dibutuhkan dari spermatogonia tipe A sampai spermatozoa yang diejakulasikan pada
sapi kira-kira 60 sampai 70 hari (Feradis 2010a).
Spermatozoa
Spermatozoa terbagi atas kepala, akrosom dan ekor. Kepala spermatozoa
umumnya berbentuk oval, datar dan inti mengandung kromatin yang kompak. Inti
spermatozoa terdiri deoksiribonukleat acid (DNA) kompleks yang merupakan
protein dasar disebut dengan protamines spermatozoa (Ax et al., 2000)
Bagian ujung anterior inti spermatozoa di lindungi oleh kantong membran
berlapis ganda dan tipis yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim
akrosin, hialuronidase dan enzim hidrolitik lainnya yang akan mempengaruhi proses
fertilisasi. Ekor spermatozoa terdiri atas bagian leher, tengah, utama dan ujung. Ekor
spermatozoa mengandung axonema yang ditutupi oleh membran plasma, dimana
axonema tersebut bertanggung jawab terhadap motilitas spermatozoa. Komponen
kimia utama dari spermatozoa adalah asam nukleat, protein dan lipid, sedangkan
unsur pokok inorganik dari spermatozoa adalah phosphor, nitrogen dan sulfur
(Garner dan Hafez, 2000).
Pengencer Semen
Media yang digunakan untuk pengenceran semen tidak hanya menambah
volume tetapi juga dapat mempertahankan kelangsungan dan lama hidup dari
spermatozoa dalam jangka waktu tertentu. Tujuan utama pengenceran semen adalah
untuk memperbanyak volume semen sehingga menambah jumlah betina yang akan
dikawinkan (Campbell et al., 2003b) dan dilakukan untuk menjamin kebutuhan fisik
dan kimiawi spermatozoa (Nuryadi, 2001).
Bahan pengencer semen biasanya menggunakan kuning telur, karena
mengandung lipoprotein dan lesitin yang berfungsi untuk melindungi dan
mempertahankan integritas selubung lipoprotein spermatozoa (Gordon, 2004). Aku
et al. (2007) menyatakan lesitin adalah campuran phosfatida dan senyawa-senyawa
lemak yang meliputi Phosphatidil choline, phosphatidil anolamin dan phosphatidil
inositol yang merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman.
Zat pelindung yang sering digunakan untuk mempertahankan spermatozoa
dalam jangka waktu yang lama dan mencegah spermatozoa dari pengaruh buruk
pembekuan semen disebut dengan agen krioprotektan. Salah satu krioprotektan yang
sering ditambahkan dalam pengencer semen adalah gliserol. Penambahan gliserol ke
dalam pengencer bergantung pada jenis pengencer, metode pembekuan dan spesies
hewan yang digunakan (Garner dan Hafez, 2000). Penambahan gliserol dapat
mencegah pembentukan kristal es besar, pembentukan kristal es dapat merusak
organel sel secara mekanis misalnya jika lisosom pecah akan mengeluarkan asam
hidrolase yang dapat mencerna bagian lain dari sel, jika mitokondria rusak maka
rantai oksidasi akan terputus (Gordon, 2004).
Semen Beku
Nebel (2007), menyebutkan semen beku atau frozen semen adalah semen
yang disimpan pada suhu di bawah titik beku suhu (-79 C sampai -196 C). Salah
satu kerusakan pada spermatozoa selama proses kriopreservasi sampai pencairan
kembali adalah peroksidasi lipid (Waluyo, 2006). Pembekuan semen (kriopreservasi)
merupakan usaha untuk menjamin daya tahan spermatozoa dalam waktu yang lama
melalui proses pengolahan, pengawetan dan penyimpanan semen sehingga dapat
digunakan pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan.
Pembekuan adalah suatu fenomena pengeringan fisik, pada pembekuan
semen terbentuk kristal-kristal es, terjadi penumpukan elektrolit dan bahan terlarut
lainnya di dalam larutan atau di dalam sel. Pada umumnya masalah pengawetan
semen berkisar pada dua hal, yaitu pengaruh cold shock terhadap sel yang dibekukan
dan perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang berhubungan
dengan pembentukan kristal-kristal es. Kedua masalah tersebut akan menyebabkan
kerusakan pada spermatozoa. Menurut Gao dan Crister (2000), kerusakan sel selama
proses pembekuan terjadi pada saat sel yang tersuspensi didinginkan hingga
mencapai suhu -15 C, kristal es mulai terbentuk di ruang ekstraseluler sedangkan sel
itu sendiri tidak ikut membeku, hal ini disebabkan karena membran plasma menahan
perkembangan kristal es di dalam sitoplasma sel. Air yang terdapat di dalam sel
kemudian berdifusi keluar karena meningkatnya konsentrasi cairan ekstraseluler
yang disebabkan oleh membekunya sebagian besar air yang ada di ruang
ekstraseluler.
Komposisi dasar sebagai krioprotektan untuk air mani beku adalah: a)
substansi non-ionik dan ion mempertahankan osmolaritas dan menyediakan kapasitas
buffer, b) sumber lipoprotein untuk mencegah kejutan dingin, seperti kuning telur,
susu atau kedelai (lesitin), c) glukosa atau fruktosa aditif sebagai sumber energi
(Gordon, 2004).
MATERI DAN METODE
Materi
Sapi-sapi pejantan yang digunakan sudah diseleksi dan mempunyai kualitas
unggul. Jumlah sapi yang digunakan adalah 24 sapi jantan yang terdiri atas 8 ekor
sapi Simmental, 8 ekor sapi Limousin dan 8 ekor sapi FH berumur sekitar 4 tahun,
dengan kisaran bobot badan sapi FH 80043,4 kg; Limousin 85040,38 kg dan
Simmental 90050,85 kg. Materi yang diperoleh pada penelitian ini berupa data
semen segar yaitu warna, volume, konsistensi, konsentrasi, pH, gerakan massa,
motilitas, before freezing, post thawing motility dan longivitas.
Prosedur
a. Secara Makroskopis
Melihat dan mencatat:
- Volume
- Warna dengan kriteria penilaian (susu, krem, kuning)
- Konsistensi dengan kriteria penilaian (encer, sedang, kental)
- Pemeriksaan pH dengan cara :
a. Nyalakan pH meter
b. Cuci elektroda dengan aquabidest lalu keringkan
c. Kalibrasi pH meter dengan merendam elektroda pada larutan pH 4,
pH 7, dan pH 9 lalu tekan tanda cal . Sebelum dan sesudahnya
elektroda harus dalam keadaan bersih
d. Standar deviasi kalibrasi sekitar 0,02
e. kalibrasi berhenti sampai keluar tanda A
f. pH meter siap digunakan
g. Celupkan elektroda pada semen yang akan diuji lalu tekan read
tunggu sampai keluar tanda A
h. Baca nilai pH
I. Matikan pH meter
J. Masukkan elektroda yang sudah bersih pada karet pelindung yang
telah berisa KCL 3 mol/1.
b. Secara Mikroskopis
(Gerakan massa)
- Menggunakan mikroskop elektrik dengan pembesaran 4x10
- Memasang kabel fiting ke stop kontak
- Menyiapkan air hangat dalam beaker glass, stick glass, object glass,
cover glass dan tisu
- Meletakan object glass, cover glass diatas warmer slide dan meneteskan
semen yang diperiksa dengan menggunakan stick glass
- Melihat dibawah mikroskop sambil mengatur jarak lensa dengan objek
yang dilihat sehingga terlihat gerakan massa semen, dengan penilaian
sebagai berikut:
0 : Tidak ada gerakan spermatozoa maupun gerakan massa spermatozoa
+ : Gerakan massa spermatozoa lemah berupa gelombang-gelombang
tipis dan jarang
++ : Gerakan massa spermatozoa berupa gelombang-gelombang tebal,
gelap dan cepat
+++ : Gerakan massa spermatozoa berupa gelombang-gelombang tebal,
gelap dan sangat cepat
Semen segar yang layak diproses adalah semen dengan nilai gerakan
massa minimal (++) dan Motilitas spermatozoa minimal 70 %.
Pemeriksaan Konsentrasi
- Menggunakan spektrofotometer
- Semen diambil dengan pipet scoret sebanyak 0,05 ml dimasukkan ke dalam
larutan NaCl 2% 9,95 ml lalu dicampur
- campuran semen dimasukkan ke dalam tabung spektrofotometer yang
terlebih dahulu sudah distandarkan dengan NaCl 2 %, lalu jarum petunjuk
menunjukkan angka yang kemudian harus dikonversikan pada tabel
konsentrasi spermatozoa.
Pembuatan bahan pengencer
a. Bahan dan peralatan
- Susu skim - Aquabidest - Antibiotika
- Kuning telur - Glukosa - gliserol
- measuring cylinder - pompa penghisap - pipet
- beaker glass - tisu - pinset
- filter paper - timbangan analitik - elektrothermal
- stick glass
- glass - thermometer
b. prosedur
- membuat buffer untuk 1000 cc : susu skim 100 g dan aquabidest 960 cc
buffer dipanaskan sampai suhu 90 oC lalu didiamkan selama 12 menit dan
disaring, setelah dingin disimpan di dalam refrigerator
- setelah dingin ditambahkan antibiotika dengan perbandingan 100:1
antibiotika yang digunakan adalah penicillin 3 juta IU dan Streptomycin 3
gram di campur lalu ditambahkan aquabidest sampai volumenya 30 cc
A. membuat bahan pengencer part A (untuk 1000 cc): buffer antibiotika 950 cc
ditambahkan kuning telur 50 cc
B. membuat bahan pengencer part B (untuk 1000 cc)
buffer antibiotika : 770 cc ditambahkan gliserol : 160 cc, kuning telur : 50 cc
dan glukosa : 20 gr masing-masing dihomogenkan.
Proses Pengenceran
A. Bahan dan Peralatan
- Incubator - Cool top - Beaker glass
- Timer - Bahan pengencer A dan B
- Measuring cylinder - Label - Air Hangat
Cara kerja
- Semen yang akan diproses dicampur dengan part A yang telah disimpan
di dalam incubator (dalam water jacket) suhu 37 oC dan diberi label
(nomor bull), kemudian disimpan dalam cool top yang bersuhu 4 oC
selama 35 menit, setelah 35 menit water jacket dilepaskan.
- 50 menit kemudian dilakukan dengan part A yang telah disiapkan
sebelumnya di dalam cool top
- Pencampuran part B dilakukan sebanyak 4 kali setiap 15 menit di dalam
cool top (proses glycerolisasi)
- Pencampuran ini akan diikuti dengan proses pengisian/filling dan sealing
ke dalam straw yang telah diberi label, pelaksanaan ini dilakukan 2,5 jam
setelah pencampuran dengan part B terakhir
Proses Pembekuan
Cara kerja :
Straw yang sudah berisi semen disusun di rak pembekuan dan hitung
jumlahnya, kemudian dibekukan diatas permukaan uap N2 cair di dalam
storage container dengan temperatur -110 C sampai dengan -120 C selama
5 menit. Setelah 5 menit straw dimasukkan ke dalam goblet dengan kapasitas
disesuaikan dengan jumlah straw, lalu disimpan di dalam container yang
terendam N2 cair dengan temperatur -196 C.
a. Setelah 4 jam ambil tabung dari dalam water/dry incubator dan buka
sumbatnya
b. Dengan menggunakan stick glass homogenkan kemudian teteskan semen
ke atas object glass yang telah disiapkan diatas warmer stage lalu tutup
dengan cover glass
c. Melihat gerakan individu spermatozoa dibawah mikroskop dengan
pembesaran 10 x 10 dan menentukan motilitasnya dan gerakan individu
spermatozoa. Standar minimal 5-10 % gerakan individu 1.
Yij = +Pi+ij
Keterangan:
Yij = Nilai motilitas spermatozoa dari sapi ke-i yang mendapat nilai perlakuan
ke-j
= Nilai rata-rata umum
Pi = Pengaruh perlakuan ke-i
ij = Pengaruh galat percobaan pada sapi ke-i yang mendapat perlakuan ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Semen segar sapi yang telah ditampung harus dilakukan evaluasi. Tujuan
evaluasi semen adalah untuk mengetahui kelayakan semen untuk diproses lebih
lanjut, menentukan volume pengencer yang harus ditambahkan dan untuk
mengetahui jumlah straw yang dapat dihasilkan dalam proses pembekuan semen
(Feradis, 2010a). Pemeriksaan semen segar meliputi makroskopis dan mikroskopis.
Hasil evaluasi semen secara makroskopis meliputi warna, volume (ml), konsistensi
dan pH, sedangkan mikroskopis adalah gerakan massa, motilitas (%) dan konsentrasi
(jt/ml). Data nilai motilitas semen segar yang diperoleh selama penelitian dari sapi
Limousin, Simmental dan FH disajikan pada Tabel 1.
Menurut Ax et al., (2000) ejakulat normal semen sapi berwarna krem susu
sampai putih susu, semen dengan konsentrasi yang rendah akan terlihat bening dan
tembus cahaya. Semen sapi bisa saja berwarna kuning disebabkan banyaknya pigmen
riboflavin dan pigmen ini tidak mempengaruhi kesuburan. Pengamatan warna semen
yang diperoleh dari sapi Limousin, Simmental dan FH yaitu putih susu.
Volume semen merupakan jumlah semen setiap ejakulasi. Hasil penelitian
menunjukkan kualitas semen secara makroskopis cukup bagus dengan volume semen
berkisar antara 6-8 ml hasil volume semen yang didapatkan masih dalam kisaran
normal karena hasil yang diperoleh sesuai dengan pendapat Garner dan Hafez (2000)
volume semen sapi setiap satu kali ejakulasi berkisar antara 5-8 ml. Volume rendah
tidak merugikan tetapi apabila disertai konsentrasi yang rendah akan membatasi
jumlah spermatozoa yang tersedia. Peningkatan frekuensi ejakulasi selain
menurunkan jumlah volume semen juga akan menurunkan jumlah spermatozoa (Ball
dan Peters, 2004).
Tabel 1. Rataan Karakteristik Semen Sapi Limousin, Simmental dan Fries Holstein
Bangsa Sapi
Karakteristik
Limmousin Simmental Fries Holstein
Makroskopis
Warna Putih susu Putih susu Putih susu
Volume (ml) 7,12,4 6,81,1 8,82,3
Konsistensi Sedang Sedang Sedang
pH 6,500,2 6,510,2 6,90,1
Mikroskopis
Gerakan massa ++ ++ ++
Motilitas (%) 75,36,4 80,167,8 73,25,01
Konsentrasi (jt/ml) 1721,20332,60 1899,3254,8 1561,8312,5
Keterangan : (-) = Buruk (+) = Sedang (++) = Baik (+++) = Sangat Baik
Konsistensi atau derajat kekentalan semen sapi dari ketiga bangsa adalah
konsistensi sedang, semen sapi yang normal memiliki konsistensi dari sedang sampai
kental. Konsistensi semen mempunyai korelasi dengan warna, misalnya semen yang
berwarna krem biasanya konsistensinya pekat atau kental, sedangkan yang warnanya
jernih atau terang biasanya konsistensinya encer (Feradis, 2010a).
Rata-rata pH (derajat keasaman) semen ketiga bangsa sapi yang diperoleh
selama penelitian adalah (6,49-6,54). Nilai ini termasuk normal karena kisaran pH
semen sapi adalah 6,4-7,8 (Garner dan Hafez, 2000). Derajat keasaman memegang
peran yang sangat penting karena mempengaruhi viabilitas spermatozoa.
Ketiga bangsa sapi menunjukkan gerakkan masa spermatozoa yang normal
yaitu positif 2 dengan skala 0-3, sesuai dengan pernyataan (Feradis, 2010b). Nilai ini
termasuk cukup baik mengingat pada semen sapi kisaran normal gerakan massa
adalah ++ sampai dengan +++ (Campbel et al., 2003a). Spermatozoa dalam suatu
kelompok mempunyai kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah
yang menyerupai gelombang-gelombang yang tebal dan tipis, bergerak cepat atau
lamban tergantung dari konsentrasi spermatozoa yang hidup di dalamnya. Gerakan
massa semen yang memiliki kualitas baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang
kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban, sedangkan kualitas yang sangat
baik (+++), bila terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif
(Feradis, 2010b).
Nilai motilitas spermatozoa semen segar sapi Simmental adalah
80,167,80%, nilai ini lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan Limousin dan FH
masing-masing hanya 75,36,4 dan 73,25,01%. Nilai motilitas spermatozoa dari
ketiga breed tersebut termasuk normal, karena menurut Bearden et al. (2004) nilai
motilitas semen sapi antara 70 sampai 80%. Banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi perbedaan nilai motilitas spermatozoa seperti perbedaan antar bangsa,
umur, kematangan spermatozoa dan plasma semen (Garner dan Hafez, 2000).
Konsentrasi adalah jumlah sel spermatozoa per milliliter semen. Hasil
pengamatan menunjukkan konsentrasi spermatozoa semen segar yang diperoleh dari
ketiga bangsa sapi tersebut adalah 1561,87 sampai dengan 1899,3 juta/ml.
Konsentrasi spermatozoa ketiga sapi tersebut sangat tinggi, mengingat bahwa
konsentrasi spermatozoa pada sapi jantan dewasa berkisar antara 800-1200 juta/ml
semen (Campbel et al., 2003b). Hal ini disebabkan karena sapi-sapi yang digunakan
pada penelitian ini adalah milik Balai IB yang merupakan hasil seleksi yang sudah
teruji kualitasnya dan dipelihara dengan manajemen yang baik. Jumlah spermatozoa
per unit volume penting untuk mengetahui jumlah bahan pengencer yang
ditambahkan dan berapa jumlah betina yang dapat diinseminasikan (Campbel et al.,
2003b). Tingginya konsentrasi spermatozoa tampak pada warna semen tersebut,
semakin pekat warna semen maka semakin tinggi pula konsentrasinya dan begitu
pula sebaliknya (Feradis, 2010a).
Gordon (2004) menyatakan bahwa warna, jumlah volume, konsentrasi,
konsistensi, gerakan massa, pH dan motilitas spermatozoa semen segar dari seekor
pejantan sangat bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi
masing-masing individu, seperti kualitas organ reproduksi, umur ternak, kondisi
manajemen peternakan, jenis pakan yang diberikan dan bangsa sapi. Hasil
pemeriksaan menunjukan bahwa semen yang diperoleh selama penelitian dari sapi
Limousin, Simmental dan FH berada pada kisaran normal dan dapat dikategorikan
semen yang berkualitas baik sehingga dapat diproses lebih lanjut menjadi semen
beku.
Motilitas Spermatozoa Semen Segar, Before Freezing, Post Thawing
Motility, Longivitas dan Recovery Rate
Perlakuan
Peubah Limousin Simmental Fries Holstein
------------------------------%------------------------------------
Semen segar 75,316,47 b 80,167,80 a 73,295,01 b
Before Freezing 63,443,22 b 65,165,53 a 63,123,53 b
Post Thawing Motility 44,063,46 44,692,98 42,972,80
Recovery Rate 58,876,37 56,277,08 58,875,31
Longivitas 13,915,34 13,914,35 14,065,60
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata
(P<0,05)
Kesimpulan
Motilitas spermatozoa semen segar dan before freezing sapi Simmental lebih
tinggi daripada sapi Limousin dan FH, tidak ada perbedaan post thawing motility,
recovery rate dan longivitas spermatozoa pada ketiga bangsa tersebut.
Saran
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Hj. Komariah, M.Si dan Ibu Prof. Dr. Dra.
R. Iis Arifiantini, M.Si yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan,
motivasi dan curahan tenaga, pikiran serta waktunya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih pula penulis haturkan kepada dosen penguji
skripsi Bapak Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M. Agr.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Henny Nuraini,
M.Si. atas saran yang telah diberikan guna memperbaiki skripsi ini.
Terima kasih kepada Balai Inseminasi Buatan Lembang yang telah membantu
pelaksanaan penelitian, serta Ibu Dr. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA selaku
dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi pengarahan mulai tingkat
awal hingga akhir. Ucapan terima kasih yang tulus dan tak terhingga khusus
dipersembahkan kepada kedua orang tua, yaitu Ibu Wiwit Widya Wati dan Bapak
Adil Nugraha tercinta yang selalu membimbing dan memberikan semangat pada
setiap langkah hidup. Terima kasih kepada teman-teman IPTP 44, Papa Rabbits (Ari
pradana, Fariz kurniawan, Gilang surya pratama), Pondok Playboy (Tantri, Rama,
Gery, Yafet, Suherman, Hendra, Mufit, fauzi, Joko dan Rori), Bandhitos (mas Arif,
mas Darwis, Pak Ichan, Ihsan, Andre, Damar, Ronald, Radi), Ari wibowo, pacar
tercinta Resty Fauziah Arnes dan kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan, semoga Allah SWT membalasnya. Tidak lupa penulis memohon maaf yang
setulusnya atas semua kesalahan selama menyelesaikan studi sarjana. Semoga skripsi
ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
Recovery rate
Limmousin Post thawing motility (%) Longivitas (%) (%)
(Minggu 1) 80535 45 10 56,25
(Minggu 2) 80535 45 10 60
(Minggu 3) 80535 45 15 64,28
(Minggu 4) 80535 45 5 64,28
(Minggu 1) 80640 40 15 57,14
(Minggu 2) 80640 40 10 57,14
(Minggu 3) 80640 40 15 47,05
(Minggu 4) 80640 45 15 60
(Minggu 1) 80747 45 15 50
(Minggu 2) 80747 45 15 50
(Minggu 3) 80747 40 15 53,33
(Minggu 4) 80747 50 20 58,82
(Minggu 1) 80756 45 10 52,94
(Minggu 2) 80756 40 5 57,14
(Minggu 3) 80756 40 10 50
(Minggu 4) 80756 40 5 50
(Minggu 1) 80757 45 15 60
(Minggu 2) 80757 45 20 64,28
(Minggu 3) 80757 50 25 71,42
(Minggu 4) 80757 50 25 62,5
(Minggu 1) 80858 45 15 56,25
(Minggu 2) 80858 40 5 57,14
(Minggu 3) 80858 50 15 66,66
(Minggu 4) 80858 40 20 57,14
(Minggu 1) 80871 45 20 64,28
(Minggu 2) 80871 40 10 50
(Minggu 3) 80871 50 20 71,42
(Minggu 4) 80871 45 10 64,28
(Minggu 1) 89917 45 15 64,28
(Minggu 2) 89917 45 15 64,28
(Minggu 3) 89917 40 10 57,14
(Minggu 4) 89917 45 15 64,28
Rataan 44,06 13,91 58,87
Simpangan baku 3,46 5,34 6,37
Kriteria penilaian :
- Post thawing motility minimal 40%
- Longivitas minimal 10%
- Recovery rate minimsl 50% (Garner dan Hafez, 2000)
Lampiran 3. Karakterisktik Makroskopis Bangsa Sapi Simmental
Before
Gerakan Konsentrasi freezing
Simmental massa (+) Motilitas (%) (Jt/ml) (%)
(Minggu 1) 60550 2 70 1980 65
(Minggu 2) 60550 2 75 2100 60
(Minggu 3) 60550 2 75 2220 60
(Minggu 4) 60550 2 70 1620 60
(Minggu 1) 60653 2 75 2040 60
(Minggu 2) 60653 2 70 1740 65
(Minggu 3) 60653 2 85 1680 65
(Minggu 4) 60653 2 80 1920 65
(Minggu 1) 60863 3 90 2160 65
(Minggu 2) 60863 3 90 2160 65
(Minggu 3) 60863 3 90 1860 65
(Minggu 4) 60863 3 90 1980 65
(Minggu 1) 60865 2 75 1680 60
(Minggu 2) 60865 2 70 1380 70
(Minggu 3) 60865 2 70 1920 65
(Minggu 4) 60865 2 70 1980 65
(Minggu 1) 60867 2 75 1260 65
(Minggu 2) 60867 2 85 1620 70
(Minggu 3) 60867 2 80 1980 65
(Minggu 4) 60867 2 70 1620 70
(Minggu 1) 60871 2 85 2100 65
(Minggu 2) 60871 3 90 2220 65
(Minggu 3) 60871 3 90 1860 65
(Minggu 4) 60871 3 90 2220 70
(Minggu 1) 60874 3 90 2220 70
(Minggu 2) 60874 2 80 1920 65
(Minggu 3) 60874 2 70 1860 65
(Minggu 4) 60874 2 75 1860 65
(Minggu 1) 60877 2 85 2100 70
(Minggu 2) 60877 3 90 2100 65
(Minggu 3) 60877 2 85 1980 65
(Minggu 4) 60877 2 80 1440 65
Rataan 2,28 80,16 1899,3 65,16
Simpangan baku 0,46 7,8 254,8 5,53
Kriteria penilaian :
- Gerakan massa ++ sampai dengan +++
- Motilitas spermatozoa 70 sampai 80%
- pH 6,4-7,8
- Before freezing minimal 60% (Garner dan Hafez, 2000)
Lampiran 4a. karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Simmental
Recovery rate
Simmental Post thawing motility (%) Longivitas (%) (%)
(Minggu 1) 60550 45 15 64,28
(Minggu 2) 60550 45 15 60
(Minggu 3) 60550 40 10 53,33
(Minggu 4) 60550 50 20 71,42
(Minggu 1) 60653 45 15 60
(Minggu 2) 60653 40 10 57,14
(Minggu 3) 60653 45 15 52,94
(Minggu 4) 60653 45 15 56,25
(Minggu 1) 60863 50 10 55,5
(Minggu 2) 60863 40 10 44,44
(Minggu 3) 60863 45 10 50
(Minggu 4) 60863 50 30 55.5
(Minggu 1) 60865 45 15 60
(Minggu 2) 60865 40 10 57,17
(Minggu 3) 60865 45 15 64,28
(Minggu 4) 60865 50 20 71,42
(Minggu 1) 60867 45 10 60
(Minggu 2) 60867 40 10 47,05
(Minggu 3) 60867 45 15 56,25
(Minggu 4) 60867 45 15 64,28
(Minggu 1) 60871 40 15 47,05
(Minggu 2) 60871 50 15 55,55
(Minggu 3) 60871 40 10 44,44
(Minggu 4) 60871 45 10 50
(Minggu 1) 60874 45 10 50
(Minggu 2) 60874 40 10 50
(Minggu 3) 60874 45 15 64,28
(Minggu 4) 60874 45 10 60
(Minggu 1) 60877 40 15 47,05
(Minggu 2) 60877 50 15 55,5
(Minggu 3) 60877 45 15 52,94
(Minggu 4) 60877 50 20 62,5
Rataan 44,69 13,91 56,27
Simpangan baku 2,98 4,35 7,08
Kriteria penilaian :
- Post thawing motility minimal 40%
- Longivitas minimal 10%
- Recovery rate minimsl 50% (Garner dan Hafez, 2000)
Lampiran 5. Karakteristik Makroskopis Bangsa Sapi Fries Holstein
Recovery rate
Fries Holstein Post thawing motility (%) Longivitas (%) (%)
(Minggu 1) 30185 45 15 60
(Minggu 2) 30185 45 30 56,25
(Minggu 3) 30185 40 15 57,14
(Minggu 4) 30185 45 15 64,28
(Minggu 1) 306102 40 10 57,14
(Minggu 2) 306102 40 10 53,33
(Minggu 3) 306102 45 5 56,25
(Minggu 4) 306102 45 20 60
(Minggu 1) 30686 40 15 57,14
(Minggu 2) 30686 45 15 64,28
(Minggu 3) 30686 45 15 64,28
(Minggu 4) 30686 45 15 64,28
(Minggu 1) 30687 45 15 64,28
(Minggu 2) 30687 40 15 53,33
(Minggu 3) 30687 40 5 53,33
(Minggu 4) 30687 40 15 57,14
(Minggu 1) 30693 45 15 64,28
(Minggu 2) 30693 50 30 71,42
(Minggu 3) 30693 40 15 57,14
(Minggu 4) 30693 40 15 57,14
(Minggu 1) 30698 45 15 64,28
(Minggu 2) 30698 40 15 50
(Minggu 3) 30698 40 5 57,14
(Minggu 4) 30698 45 15 64,28
(Minggu 1) 307104 40 10 47,05
(Minggu 2) 307104 45 15 52,94
(Minggu 3) 307104 40 5 57,14
(Minggu 4) 307104 45 10 52,94
(Minggu 1) 308103 45 10 60
(Minggu 2) 308103 40 15 57,14
(Minggu 3) 308103 45 15 64,28
(Minggu 4) 308103 45 15 64,28
Rataan 42,97 14,06 58,87
Simpangan baku 2,80 5,60 5,31
Kriteria penilaian :
- Post thawing motility minimal 40%
- Longivitas minimal 10%
- Recovery rate minimsl 50% (Garner dan Hafez, 2000)
Lampiran 7. Motilitas Spermatozoa Semen Segar
Sapi FH 73,29 B
Sapi FH 3,53 B
Lampiran 11. Motilitas Spermatozoa Post Thawing Motility