Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL

PRAKTEK KERJA LAPANGAN


JUDUL
DI ………….

Oleh
Abi Yazidal Bustami
NIRM 03 08 18 001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK


JURUSAN PETERNAKAN
POLBANGTAN YOGYAKARTA MAGELANG
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2021
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Judul : …………………………………………….
Nama : Abi Yazidal Bustami
NIRM : 03 08 18 001
Program Studi : Teknologi Produksi Ternak
Jurusan : Peternakan

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Sumaryanto, MM Dr. drh. Wida Wahidah M, M.Sc


NIP. 19601117 198603 1 002 NIP. 19820214 200912 2 002

Mengetahui :

Ketua Jurusan Ketua Program Studi

Peternakan Teknologi Produksi Ternak

Ir. Sumaryanto, MM Nur Prabewi, S.Pt, MP

NIP. 19601117 198603 1 002 NIP. 19680409 199203 2 001


KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah
melimpahkan segala kenikmatan baik nikmat jasmani maupun rohani berupa
ilmu, kesehatan, kebahagiaan dan kemampuan kepada penulis untuk
menyelesaikan proposal Praktik Kerja Lapang (PKL). Proposal ini merupakan
salah satu rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh Politeknik
Pembangunan Pertanian Yogyakarta-Magelang untuk menghasilkan lulusan
yang tangguh, khususnya di bidang pertanian.

Penyusunan proposal ini tentunya tidak lepas dari petunjuk, arahan,


dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
diucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Bamban Sudarmanto, S.Pt, M.P selaku Direktur Politeknik Pembangunan
Pertanian Yogyakarta Magelang.
2. Ir. Sumaryanto, MM selaku Ketua Jurusan Peternakan Politeknik
Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang.
3. Nur Prabewi, S.Pt, MP. selaku Ketua Program Studi Teknologi Produksi
Ternak Politeknik Pembangunan Pertanian Magelang.
4. Ir. Sumaryanto, MM selaku Pembimbing I.
5. Dr. drh. Wida Wahidah M, M.Sc selaku Pembimbing II.
6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal PKL ini.
Disadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih banyak
kekurangan baik dalam penulisan maupun bobot materinya. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
kesempurnaan penyusunan laporan ini.

Magelang, September 2020

Penulis
Daftar isi
Daftar table
Daftar gambar
Daftar lampiran
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Praktek Kerja Lapangan bagi mahasiswa Program Studi Diploma IV
Teknologi Produksi Ternak pada Politeknik Pembangunan Pertanian
Yogyakarta Magelang untuk belajar bekerja praktis pada dunia usaha/dunia
industri/dunia kerja yang diharapkan dapat menjadi sarana penerapan
keterampilan dan keahlian mahasiswa. Kegiatan ini harus diikuti oleh
Mahasiswa Polbangtan untuk mendapatkan pengalaman dan keterampilan
khusus di dunia usaha/dunia industri/dunia kerja sesuai bidang keahliannya,
minimal 1 (satu) kali selama proses pendidikan. Selama PKL mahasiswa
dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh di perkuliahan untuk
menyelesaikan serangkaian tugas sesuai dengan lokasi PKL.

Praktek Kerja Lapangan adalah kegiatan mandiri mahasiswa yang


dilaksanakan di luar lingkungan kampus untuk mendapatkan pengalaman
kerja praktis yang sesuai dengan bidang pengembangan produksi ternak
melalui metode observasi ,partisipasi maupun terjun langsung dalam
kegiatan lokasi PKL. Kegiatan Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan sesuai
dengan formasi struktural dan fungsional pada tempat Praktek Kerja
Lapangan baik pada lembaga pemerintah maupun perusahaan swasta atau
lembaga lain yang relevan.

Untuk mendukung terciptanya SDM seperti yang diharapkan maka


dilakukan kegiatan PKL sehingga mahasiswa lulusan dari Politeknik
Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang jurusan peternakan
mempunyai kualitas dan kompetensi yang unggul, khususnya di bidang
peternakan.
B. Tujuan
Praktek Kerja Lapangan pada program studi produksi ternak dalam
mendukung Penyelenggaraan Pendidikan di Polbangtan adalah untuk
menghasilkan Job Creator dan Job Seeker dibidang usaha produksi ternak
mempunyai tujuan agar mahasiswa:
1. Mendapatkan pengalaman sebelum memasuki dunia usaha/dunia industri/
dunia kerja bidang usaha produksi ternak.
2. Dapat memahami konsep-konsep non akademis dan teknis di dunia
usaha/dunia industn/dunia kerja bidang usaha produksi ternak.
3. Mampu berpikir kritis terhadap perbedaan atau kesenjangan (gap) yang
mereka jumpai di lapangan dengan yang diperoleh di bangku kuliah.
4. Diharapkan mampu untuk mengembangkan keterampilan bidang usaha
produksi ternak yang tidak diperoleh di kampus.

C. Manfaat
Manfaat bagi Mahasiswa dari pelaksanaan PKL adalah :
a. Terlatih untuk mengerjakan pekerjaan lapangan dan sekaligus melakukan
serangkaian keterampilan yang sesuai dengan bidang usaha produksi
ternak.
b. Memperoleh kesempatan untuk memantapkan keterampilan dan
pengetahuannya di bidang usaha produksi ternak sehingga kepercayaan
dan kematangan dirinya akan semakin meningkat.
c. Terlatih untuk berfikir kritis dan menggunakan daya nalarnya dengan cara
memberi komentar logis terhadap kegiatan yang dikerjakan dalam bentuk
laporan kegiatan yang sudah dibakukan.
d. Menumbuhkan jiwa wirausaha dan sikap kerja yang berkarakter di bidang
usaha produksi ternak.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Domba
1. Karakteristik Domba
Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan
tumbuhan) karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan.
Meski demikian domba lebih menyukai rumput dibandingkan dengan
jenis pakan yang lainnya. Domba juga merupakan hewan mamalia
karena menyusui anaknya. Sistem pencernaan yang khas di dalam
rumen, menyebabkan domba juga digolongkan sebagai hewan
ruminansia (Muttaqien, 2007). Ternak domba secara umum
dikelompokkan menjadi domba tipe potong, wol dan dual purpose,
yakni sebagai penghasil daging dan sekaligus penghasil wol
(Sudarmono dan Sugeng, 2011).

Klasifikasi ternak domba menurut Ensminger (2002), yaitu:

Kingdom : Animalia Fillum :

Chordata (hewan bertulang belakang)

Kelas : Mamalia (hewan menyusui)

Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap)

Famili : Bovidae (hewan memamah biak)

Genus : Ovis

Spesies : Ovis aries

Menurut hasil penelitian, dengan pemeliharaan yang sederhana


ternak domba mempunyai pertambahan bobot harian 20-30 gram/hari.
Namun, dengan pemeliharaan secara intensif ternak domba mampu
memberikan pertambahan bobot badan harian sebesar 50-150
gram/hari ( Sudarmono dan Sugeng, 2003 ).Kemampuan produksi
ternak domba di Indonesia dapat ditingkatkan bila tata cara
pemeliharaan secara ekstensif diubah ke semiintensif atau intensif
(Mulyono dan Sarwono, 2004 ). Bila ditinjau dari aspek produksi,
domba lokal mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi
lingkungan yang beriklim tropis termasuk pakan yang sangat jelek
( Sodiq dan Abidin, 2003 ).Kelembaban yang dibutuhkan oleh domba
untuk tumbuh adalah 60%- 80% (Sodiq, 2008)

Domba lokal adalah domba hasil persilangan atau introduksi dari


luar yang telah dikembangbiakan sampai generasi kelima atau lebih,
yang beradaptasi pada lingkungan dan manajemen setempat. Domba
dipelihara secara sederhana dan merupakan usaha sambilan dari
usaha taninya. Domba lokal yang ada di Indonesia banyak dipelihara
dengan tujuan sebagai domba penghasil daging, bukan domba
untuk penghasil wol. Karakteristik domba lokal di antaranya
bertubuh kecil, lambat dewasa, berbulu kasar, dan hasil daging relatif
sedikit. Sifat lain dari domba lokal tampak dari warna bulu umumnya
putih dengan bercak hitam sekitar mata, hidung dan bagian lainnya.
Domba lokal memiliki bentuk tubuh yang ramping, pola warna bulu
sangat beragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos putih
dan hitam (Audisi dkk., 2016).

Pubertas pada domba betina didefinisikan pada saat pertama kali


birahi, dicapai pada umur 6–8 bulan, dengan berat mencapai 14,5–20
kg. Pada saat pubertas domba betina siap atau diam bila dinaiki jantan
untuk dikawini. Perkawinan sebaiknya menunggu apabila domba
betina telah mencapai dewasa tubuh (sexual maturity) pada umur 10–
12 bulan. Pubertas pada domba jantan didefinisikan bahwa domba
sudah mengalami proses spermatogenesis. Definisi yang sering
dipakai adalah saat pertama kali penis domba mampu ereksi dengan
sempurna, mampu berkopulasi dan telah mampu menghasilkan
spermatozoa minimal 25 juta/ejakulat. Umur pubertas pada domba
jantan dapat bervariasi antara 6–8 bulan, dengan berat 16,8–24 kg
(Ngadiono dkk., 2009).

Pemeliharaan domba sangat cocok bagi petani kecil, yang


merupakan pola usaha sambilan disamping usaha pokok pertanian.
Perkembangan diarahkan pada usaha kecil (petani berpendapatan
rendah) karena dalam sistem usaha tidak membutuhkan modal besar,
disamping sistem usaha sangat tergantung pada sumberdaya lokal
(pakan tersedia) yang murah dan efisien. Program pengembangan
ternak domba merupakan rekomendasi yang tepat untuk menciptakan
sumber pendapatan petani yang terintegrasi dengan tanaman pangan
yang saling mendukung (Diwyanto dan Handiwirawan, 2004).

Potensi untuk mengembangkan domba di Indonesia sangat terbuka


lebar, karena kurang lebih 30 persen kebutuhan pangan dan pertanian
dipenuhi oleh ternak, sehingga keberadaan ternak menjadi sangat
strategis dalam hidup dan kehidupan manusia. Produktivitas ternak
domba terutama pertumbuhan dan kemampuan produksinya
dipengaruhi oleh faktor genetik (30%) dan lingkungan (70%). Faktor
lingkungan terdiri dari pakan, teknik pemeliharaan, kesehatan dan
iklim. Pengaruh pakan ini menunjukkan bahwa produktifitas domba
yang tinggi tidak bisa tercapai tanpa pemberian pakan yang memenuhi
persyaratan kuantitas dan kualitas (Purbowati dkk., 2007).
2. Manajemen Pakan
Kualitas pakan alami dan kosentrat yang diberikan kepada domba
harus diperhatikan. Pastikan bahwa kualitas pakan sesuai dengan
kebutuhan domba dan tidak mengandung bahan yang dapat
membahayakan. Pakan alami berupa 10 rerumputan dapat diberian
dalam kondisi segar setelah dicacah terlebih dahulu. Rumput sebaiknya
diambil setiap hari dari lahan agar domba bisa mendapatkan pakan yang
masih segar (Harianto, 2012). Hijauan merupakan sumber pakan yang
sangat penting bagi ruminansia. Hijauan mengandung hampir semua
nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak selain sebagai bulk atau pengenyang
(Awabien, 2007).

Pakan ternak ruminansia terdiri dari pakan hijauan dan pakan penguat
(konsentrat). Konsentrat merupakan pakan yang mudah difermentasikan,
sehingga merangsang pertumbuhan mikrobia rumen yang mempercepat
kemampuan mencerna serat kasar dan meningkatkan kadar propionat
yang berguna dalam pembentukan daging. Konsentrat merupakan bahan
pakan atau campuran bahan pakan yang mengandung serat kasar
kurang dari 18%, TDN lebih dari 6%, dan berperan menutup kekurangan
nutrien yang belum terpenuhi dari hijauan. Peranan konsentrat adalah
untuk meningkatkan nilai nutrien yang rendah agar memenuhi kebutuhan
normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Syam dkk.,
2017).

Hijauan pakan ternak adalah semua bentuk bahan pakan berasal dari
tanaman atau rumput termasuk leguminosa baik yang belum dipotong
maupun yang dipotong dari lahan dalam keadaan segar. Pakan berasal
dari pemanenan bagian vegetatif tanaman yang berupa bagian hijauan
yang meliputi daun, batang, kemungkinan juga sedikit bercampur bagian
generatif, utamanya sebagai sumber makanan ternak ruminansia.
Penanaman hijauan makanan ternak dibutuhkan tanah yang subur dan
memenuhi persyaratan-persyaratan jenis tanah dan iklim yang sesuai
dengan yang dikehendaki. Termasuk kelompok makanan hijauan ini ialah
bangsa rumput (graminae), leguminosa dan hijauan dari tumbuh-
tumbuhan lain seperti daun nangka, daun waru dan lain sebagainya
(Nurlaha dkk., 2014).

Pakan yang diberikan kepada domba harus memiliki syarat sebagai


pakan yang baik. Pakan yang baik yaitu pakan yang mengandung zat
makanan yang memadai kualitas dan kuantitasnya, seperti energi,
protein, lemak, mineral, dan vitamin, yang semuanya dibutuhkan dalam
jumlah yang tepat dan seimbang. Pakan yang diberikan kepada domba
pada umumnya terdiri atas hijauan dan konsentrat. Pemberian pakan
berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberi peluang terpenuhinya
nutrien dan biayanya relatif murah. Pakan bisa juga terdiri dari hijauan
ataupun konsentrat saja. Pakan terdiri dari hijauan saja maka biayanya
relatif murah dan lebih ekonomis, tetapi produksi yang tinggi sulit
tercapai, sedangkan pemberian pakan yang hanya terdiri dari konsentrat
saja akan memungkinkan tercapainya produksi yang tinggi, tetapi biaya
ransumnya relatif mahal dan kemungkinan bisa terjadi gangguan
pencernaan. Manajemen pakan yang baik, yaitu yang memperhatikan
jenis pakan yang diberikan, jumlah pakan yang diberikan sesuai
kebutuhan, imbangan hijauan dan konsentrat, serta frekuensi dan cara
pemberian pakan yang tepat (Sandi dkk., 2018).

3. Manajemen Perkandangan
Kandang merupakan salah satu faktor lingkungan hidup ternak, harus
bisa memberikan jaminan untuk hidup yang sehat dan nyaman sesuai
dengan tuntutan hidup ternak dan bangunan kandang diupayakan harus
mampu untuk melindungi ternak dari gangguan yang berasal dari luar
seperti sengatan sinar matahari, cuaca buruk, hujan dan tiupan angin
kencang. Secara umum kontruksi kandang harus kuat, mudah
dibersihkan, dan bersirkulasi udara baik. Syarat perkandangan yang baik
perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya pemilihan lokasi
kandang, tata letak kandang, konstruksi kandang, bahan kandang, dan
perlengkapan kandang, sehingga dapat meningkatkan produktivitas
ternak (Sandi dan Purnama, 2017).

Pembuatan kandang harus memiliki konstruksi yang kuat dan tidak


mudah rapuh, tidak sulit dalam melakukan pembersihan kandang,
memiliki sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, memiliki tempat untuk
menampung kotoran serta saluran air harus lancar. Kerangka
kandang dapat terbuat dari bahan besi, beton, kayu dan bambu,
disesuaikan dengan bahan yang tersedia di lokasi peternakan dan
mudah mendapatkan bahan-bahan tersebut. Atap kandang dapat
menggunakan bahan seperti genteng, asbes, dan seng. Bentuk dan
model atap kandang hendaknya didesain untuk menghasilkan sirkulasi
udara yang baik di dalam kandang, sehingga kondisi lingkungan di dalam
kandang memberikan kenyamanan bagi ternak (Putra, 2018).

Perlengkapan kandang sangat diperlukan dalam rangka


mempermudah pemeliharaan ternak. Perlengkapan yang ada pada
kandang ternak seperti tempat pakan dan tempat minum. Tempat pakan
biasanya terbuat dari bahan bambu atau kayu papan. Tempat pakan
terletak pada sisi kandang dengan ukuran dasar selebar 25 cm, tinggi
(dalam) 50 cm, lebar bagian atasnya 50 cm, serta panjang disesuaikan
dengan panjang kandang. Tempat minum pada umumnya menggunakan
ember plastik atau wadah lain yang serupa. Tempat minum diisi air bersih
dan di letakkan di samping kandang bagian dalam agar ternak dapat
menjangkau dengan mudah. Pemberian wadah minum seperti ini dapat
mempermudah peternak dalam mengambil, membersihkan, dan mengisi
kembali air (Sarwono, 2007).

Ada dua jenis kandang yang dapat digunakan untuk memelihara


domba, yaitu kandang non-panggung (lemprak) dan kandang
panggung. Perbedaan utama kandang non-panggung dengan kandang
panggung adalah adanya jarak antara tanah atau lantai semen dengan
lantai kandang panggung. Tinggi panggung dari tanah dapat dibuat
minimum 50–70 cm. Kandang panggung memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya kotoran dan urine domba bisa langsung jatuh ke kolong
kandang sehingga tidak mengotori lantai kandang dan mudah
dibersihkan. Kandang panggung juga memiliki sirkulasi udara yang baik
sehingga kesegaran udara di peternakan terjaga dan domba menjadi
lebih sehat (Harianto, 2012).belum ada dapus

4. Manajemen Pembibitan
Bakalan domba dapat diperoleh atau dibeli di pasar hewan maupun
dipeternak pembibitan domba. Pembelian bakalan pada peternak
pembibitan lebih disarankan karena riwayat domba yang lebih jelas.
Kelemahan membeli bakalan di pasar hewan, yaitu beresiko
mendapatkan bakalan yang lebih tua, meskipun tidak jarang juga
menemukan bakalan domba yang baik. Peternak harus mengetahui ciri
bakalan yang baik untuk mendapatkan bakalan sesuai dengan yang
diinginkan. Syarat utama bakalan untuk penggemukan, yaitu berjenis
kelamin jantan, bobot badan minimum 15 kg, dan berumur kira-kira 1
tahun. Pertimbangan lainnya dalam memilih bakalan domba, yaitu
bakalan dalam kondisi sehat dan tidak cacat, bermata sehat, rahang
mulut rapi, buah testis normal dan simetris, kuku tidak bengkak dan
cacat, cara berjalannya normal, badan panjang dan besar, punggung
tidak cekung ke bawah, pantat tidak runcing, serta moncong tidak runcing
(Arifin, 2015).

Upaya mendapatkan domba yang unggul dapat dilakukan seleksi


dengan cara pemilihan bibit yang diduga memiliki mutu genetik yang baik
dan juga dengan perkawinan yang baik. Seleksi dipergunakan dalam
program pembibitan untuk memilih atau mengganti tetua pada generasi
berikutnya. Seleksi bertujuan untuk menghasilkan bibit domba yang
berkualitas baik serta meningkatkan mutu genetik dari populasi domba.
Keragaman (variasi) individu (terutama variasi genotip) memegang
peranan penting dalam pemuliaan ternak. Jika dalam suatu populasi
ternak tidak ada variasi genotip, maka menyeleksi ternak bibit tidak perlu
dilakukan dan untuk ternak pengganti tinggal diambil ternak yang ada
tanpa harus melakukan pertimbangan seleksi. Semakin tinggi variasi
genotip didalam populasi, maka akan semakin besar perbaikan mutu bibit
yang dilakukan (Pusparini dkk., 2018).

Berdasarkan tujuan pemeliharaannya, kriteria pemilihan bakalan


setidaknya di bagi menjadi dua, yaitu bakalan indukan dan bakalan untuk
penggemukan (untuk dipotong). Pemilihan domba untuk penggemukan
lebih mudah dan fleksibel dibandingkan dengan pemilihan domba untuk
indukan. Bakalan untuk penggemukan sebaiknya berasal dari jenis
domba lokal dan merupakan domba yang sudah beradaptasi dengan
lingkungan setempat. Domba yang terpaksa didatangkan dari suatu
lokasi yang kondisi lokasinya berbeda dengan lokasi penggemukan maka
perlu masa adaptasi sekitar 2–4 minggu, sehingga membutuhkan dana
tambahan untuk masa adaptasi. Domba yang akan digemukkan memiliki
bobot badan sekitar 15 kg dan berumur kira-kira 1 tahun. Umur
bakalan dapat diketahui dengan cara melihat catatan domba.
Kendala yang dihadapi yaitu tidak semua hewan ternak memiliki catatan
yang lengkap sejak lahir, sehingga diperlukan cara lain untuk mengetahui
umur ternak tersebut. Cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan
melihat susunan gigi ternak. Peternak umumnya melihat umur domba
dari jumlah gigi seri yang sudah tumbuh. Cara ini memang tidak selalu
tepat, namun juga dapat memberikan petunjuk yang dapat dipercaya
mengenai umur ternak tersebut (Astuti, 2009).

Bakalan domba dapat diperoleh dari peternak lain dengan menyeleksi


atau memilih bakalan unggul. Kriteria bakalan unggul diantaranya sehat,
memiliki bobot badan 15–20 kg, dan berumur kurang dari satu tahun.
Bakalan yang berumur kurang dari satu tahun atau setelah lepas sapih
hingga berumur satu tahun adalah bakalan yang ideal untuk digemukkan.
Pertumbuhan ternak domba pada umur tersebut relatif cepat, sedangkan
ternak domba yang berumur lebih dari satu tahun mengalami
pertumbuhan yang lebih lambat. Dalam mengefisiensikan usaha
penggemukan, peternak umumnya hanya menggunakan bakalan jantan.
Bakalan jantan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, sehingga
penambahan bobot badannya lebih tinggi dibandingkan dengan bakalan
betina. Bakalan jantan juga lebih efektif dalam menyerap pakan sehingga
penggemukan bakalan jantan lebih hemat dan menguntungkan.
Pemilihan bakalan juga tergantung dengan tradisi masyarakat peternak
setempat. Beberapa masyarakat lebih menyukai bakalan jantan yang
memiliki tanduk. Harga bakalan jantan bertanduk akan lebih mahal
dibandingkan dengan bakalan jantan yang tidak memiliki tanduk
(Setiawan, 2011).
5. Manajemen Kesehatan
Upaya manajemen kesehatan yang dilakukan di peternakan adalah
melalui pencegahan dan pengobatan. Upaya pencegahan dilakukan
dengan cara pembersihan kandang dan ternak secara berkala,
pemberian vitamin dan obat cacing setiap tiga bulan sekali serta
memisahkan domba yang sakit di kandang tersendiri. Upaya pengobatan
penyakit dilakukan dengan mengobati ternak yang sakit sesuai dengan
penyakit yang diderita. Manajemen kesehatan pada hakekatnya
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi sehingga proses
produksi berlangsung optimal dan pada akhirnya keuntungan dapat
dimaksimalkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya
manajemen kesehatan, yaitu menjaga kesehatan ternak,
mempertahankan penampilan ternak agar tetap baik, memperhatikan
komposisi bahan pakan, ketersediaan zat nutrisi yang baik dan
seimbang dan mengoptimalkan pemakaian limbah pertanian yang ada
(Badriyah dan Fatihah, 2011).

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit


pada ruminansia kecil, yaitu manajemen pemeliharaan, kualitas
lingkungan, dan wabah (outbreak). Manajemen pemeliharaan termasuk
sistem perkandangan, pakan, pemeriksaan hewan dan sebagainya.
Penyakit yang menyerang kambing dan domba dibagi menjadi dua
bagian yang penting yaitu penyakit yang disebabkan oleh infeksi agen
penyakit (virus, bakteri, parasit, jamur) dan penyakit yang disebabkan
oleh agen non-infeksius yaitu penyakit gangguan metabolisme dan
penyakit keracunan (Darmono dan Hardiman, 2011).

Kandang yang kurang tersinari matahari akan lembab, lubang ventilasi


udara dan lubang atap akan mengurangi kelembaban dalam kandang
sehingga mengurangi tumbuh dan berkembang biak penyakit yang
disebabkan oleh virus. Masyarakat yang memiliki hewan ternak
diharapkan menjaga kebersihan kandang dan lingkungan, dengan
membersihkan kandang dan penyemprotan menggunakan desinfektan
minimal satu kali dalam seminggu. Faktor lingkungan, sanitasi, dan
hygiene berhubungan erat dengan keberadaan kuman penyakit, dan
proses penularan. Faktor perilaku dan sikap berpengaruh pada
kesembuhan dan cara pencegahan (Kasnodihardjo dan Friskarini, 2013).

Masalah kesehatan ternak mutlak menjadi perhatian setiap peternak.


Tujuannya jelas agar ternak tidak mudah terserang penyakit, dan
lingkungan terjaga kebersihannya. Kesan kotor, jorok, dan tidak sehat
jangan sampai terjadi. Beberapa langkah pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit, diantaranya lahan yang hendak didirikan kandang
harus bebas dari penyakit menular, kandang harus kuat, aman, nyaman,
dan bebas penyakit, ternak yang baru dibeli diperiksa terlebih dahulu ke
mantri kesehatan hewan atau dokter hewan sebelum dimasukkan ke
dalam kandang, jaga kandang dengan lingkungannya agar tidak lembab
dan bebas dari genangan air, melakukan penyemprotan disinfektan
terhadap kandang dan lingkungan sekitarnya, melakukan vaksinasi
secara teratur dan secara periodik. Langkah-langkah tersebut dapat
ditambahkan dengan pengalaman peternak masing-masing dalam
menjaga kesehatan ternak. Tujuan utama dari langkah-langkah tersebut
adalah menjaga agar ternak dan lingkungan tetap terjaga kesehatannya
sehingga mendapatkan hasil atau keuntungan yang besar (Suparman,
2007).

Anda mungkin juga menyukai