Anda di halaman 1dari 78

EVALUASI ASPEK PRODUKSI DAN EKONOMI PETERNAKAN

KELINCI (Studi Kasus di Desa Gudang Kahuripan Kecamatan


Lembang Kabupaten Bandung Barat)

SKRIPSI
HASSAN AFIF

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN

Hassan Afif. D14070137. 2012. Evaluasi Aspek Produksi Dan Ekonomi


Peternakan Kelinci (Studi Kasus di Desa Gudang Kahuripan Kecamatan
Lembang Kabupaten Bandung Barat). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, M.Si.


Pembimbing Anggota : Ir. Lucia Cyrilla ENSD., M.Si.

Kelinci memiliki potensi biologis dan ekonomi yang tinggi untuk


menghasilkan daging, kotoran, dan kulit/bulu bermutu. Kelinci mampu tumbuh dan
berkembang biak dari hijauan, limbah pertanian, dan limbah pangan serta dapat
dipelihara pada skala rumah tangga/skala kecil. Hal tersebut berhubungan erat
dengan peternakan rakyat yang sebagian besar masih tradisional/belum intensif
dalam pemeliharaan kelinci yang menyebabkan produktifitas kelinci kurang
maksimal. Oleh karena itu diperlukan adanya metode tepat guna dalam beternak
kelinci. Tepat guna berarti benar secara teori maupun praktik dengan meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini dipraktikkan kebanyakan para peternak
tradisional. Tepat guna meliputi aspek produksi dan aspek ekonomi.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan April
2011 di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat,
Jawa Barat. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif terhadap 17 peternak
kelinci dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk pemilihan bibit hanya 17,6%
peternak yang melakukan seleksi. Sebagian besar (64,7%) peternak di lokasi
penelitian memberikan pakan sebanyak dua kali sehari dengan kombinasi pellet dan
rumput sebesar 64,7% serta hanya satu peternak yang memberikan air minum pada
ternaknya. Kandang yang dimiliki peternak sebagian besar berbentuk battery
(94,1%) yang semuanya berbahan kawat+bambu+kayu yang diletakkan di dalam
rumah atau ruangan. Semua peternak di lokasi penelitian melakukan pembersihan
kandang sebanyak satu hari sekali. Sedangkan dalam hal reproduksi dan perkawinan,
semua peternak kelinci di lokasi penelitian sudah mengetahuinya begitu juga dengan
pengendalian penyakit. Penyakit yang sering ditemui di lokasi penelitian yaitu
scabies dan kembung. Sebagian besar peternak kelinci di lokasi penelitian
mempunyai tenaga kerja tetap sebanyak dua orang.
Peternak kelinci di lokasi penelitian pada tahun pertama sebagian besar sudah
mendapat keuntungan minimal Rp. 14.655.000,00. Strategi (Analisis SWOT) untuk
pengembangan usaha ternak kelinci di Kecamatan Lembang terdiri dari (1) strategi
Strenghts-Opportunities (SO) meliputi meningkatkan jumlah produksi ternak kelinci,
peningkatan fasilitas dari pemerintah; (2) strategi Weakness-Opportunities (WO)
meliputi penguatan aspek finansial, meningkatkan kualitas produksi peternak kelinci,
penguatan kelembagaan; (3) strategi Strenghts-Threats (ST) meliputi pelatihan
manajemen keuangan dan pemasaran bagi peternak; dan (4) strategi Weakness-
Threats (W-T) meliputi standarisasi harga jual.

Kata-kata kunci : kelinci, aspek produksi, aspek ekonomi, analisis SWOT.


ABSRACT

Evaluation of Production and Economic Aspects of Rabbit Farms (Case Study


in Gudang Kahuripan Village, Lembang Subdistrict, West Bandung Regency)
Afif, H., S. Rahayu, and L. Cyrilla ENSD

This research aims to find and understanding the production and economic aspect of
rabbits farming, and it could be one of consideration for rabbit breeders in Lembang
to determine an appropriate business development strategy. The method of this
research is descriptive analysis with primery and secondary data. This research was
located in Gudang Kahuripan Village, Lembang Subdistrict, West Bandung
Regency. Desa Gudang Kahuripan has 254.741 ha areas, elevation 1200 FBC/mld,
rainfall 1,862 mm/year, and temperature 20-25 °C. Most of local people in Desa
Gudang Kahuripan work as rabbit farmrs (500 rabbit farms). Evaluation of rabbit
farms production aspect shows that management of rabbits business should be
improved, especially about recording, drinking water of rabbits, and resources
utilization. In economic aspect, financial administration on rabbit farming should be
improved. Most of rabbit breeders in Desa Gudang Kahuripan got the profit business
in first year. SWOT analysis is one of the strategy that use to develop rabbit breeders
in Desa Gudang Kahuripan , such as : 1) organize breeding training and mentoring to
increase rabbits breeders capability, 2) increasing production and quality of rabbit
farming, 3) institutional strengthening, and (4) make standardization of the selling
price.

Keywords : rabbit farms, production evaluation, economic evaluation, SWOT


analysis
EVALUASI ASPEK PRODUKSI DAN EKONOMI PETERNAKAN
KELINCI (Studi Kasus di Desa Gudang Kahuripan Kecamatan
Lembang Kabupaten Bandung Barat)

HASSAN AFIF
D14070137

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Evaluasi Aspek Produksi dan Ekonomi Peternakan Kelinci (Studi
Kasus di Desa Gudang Kahuripan Kecamatan Lembang
Kabupaten Bandung Barat)
Nama : Hassan Afif

NIM : D14070137

Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Sri Rahayu, M.Si.) (Ir. Lucia Cyrilla ENSD., M.Si.)


NIP : 19570611 198703 2 001 NIP : 19630705 198803 2 001

Mengetahui.
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.)


NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 19 Maret 2012 Tanggal Lulus :


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1989 di Pati, Jawa Tengah. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Purwanto dan
Ibu Eny Mulyaningsih.
Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 02 Pati dan diselesaikan pada tahun
2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP
Negeri 1 Pati dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA
Negeri 3 Pati. Status mahasiswa pada Jurusan Teknologi Produksi Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor diperoleh melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB) pada
tahun 2007.
Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif pada Organisasi Mahasiswa
Daerah (OMDA) Pati 2008 (Ketua), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Peternakan (BEM-D) IPB pada tahun 2009 (Staf Dept Soslingmas) dan 2010 (Kadept
Soslingmas) serta Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) IPB
pada tahun 2011 (Menteri Soslingmas). Penulis merupakan lulusan dari Building
Enterpreneurship Student (BEST) Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2010. Penulis
juga pernah terlibat pada Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) pada tahun 2010.
Tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 penulis memperoleh Beasiswa Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) serta Beasiswa Pendamping Posdaya pada tahun 2012.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi,
penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul “Evaluasi Aspek Produksi dan Ekonomi Peternakan
Kelinci (Studi Kasus di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)” ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini
merupakan wujud peran aktif dan kontribusi penulis dalam dunia peternakan. Skripsi
ini disusun dengan harapan dapat memberi informasi atau gambaran mengenai aspek
produksi dan ekonomi peternakan kelinci di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan
Lembang dan menjadi bahan pertimbangan pemilihan dan perumusan strategi untuk
pengembangan usaha ternak kelinci.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran,
sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata semoga karya ini bermanfaat
dalam bidang pendidikan umumnya dan peternakan khususnya.

Bogor, Maret 2012

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ............................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xi
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
Latar Belakang ....................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3
Klasifikasi Kelinci ................................................................................. 3
Jenis - jenis Kelinci di Indonesia .......................................................... 3
Aspek Teknis Usaha Peternakan Kelinci ............................................... 8
Pemilihan Bibit Ternak ................................................................... 8
Pakan .............................................................................................. 9
Perkandangan dan Peralatan ........................................................... 11
Penyakit Kelinci ............................................................................. 11
Reproduksi dan Perkawinan ........................................................... 12
Tenaga Kerja ................................................................................... 12
Aspek Ekonomi Usaha Peternakan Kelinci ........................................... 13
Analisis Usaha ................................................................................. 13
Analisis SWOT ............................................................................... 13
Matriks SWOT ............................................................................... 14
MATERI DAN METODE ............................................................................ 15
Lokasi dan Waktu .................................................................................. 15
Materi ..................................................................................................... 15
Prosedur ................................................................................................. 15
Rancangan Penelitian ...................................................................... 15
Analisis Data ................................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 17
Kondisi Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 17
Karakteristik Peternak ............................................................................ 18
Kelompok Peternak ......................................................................... 18
Identitas Peternak ............................................................................ 19
Tipe Peternak ................................................................................... 21
Aspek Produksi Usaha Peternakan Kelinci ............................................ 22
Pemilihan Bibit Ternak ................................................................... 22
Pakan .............................................................................................. 23
Perkandangan .................................................................................. 27
Reproduksi dan Perkawinan ........................................................... 30
Pengendalian Penyakit .................................................................... 32
Tenaga Kerja ................................................................................... 34
Aspek Ekonomi Usaha Peternakan Kelinci ............................................ 35
Analisis Usaha ................................................................................ 35
Penerimaan Usaha .......................................................................... 36
Biaya Produksi ................................................................................ 37
Keuntungan ..................................................................................... 39
Analisis SWOT ...................................................................................... 40
Faktor Internal Peternak Kelinci di Desa Gudang Kahuripan ........ 40
Faktor Eksternal Peternak Kelinci di Desa Gudang Kahuripan ...... 44
Analisis SWOT ............................................................................... 45
Matriks SWOT ............................................................................... 46
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 51
Kesimpulan ............................................................................................ 51
Saran ...................................................................................................... 51
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53
LAMPIRAN .................................................................................................. 56
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Komposisi Kimia Daging Beberapa Jenis Ternak .................................... 3
2. Ciri-ciri Kelinci Sehat ............................................................................... 9
3. Zat Gizi Pakan Kelinci ............................................................................. 10
4. Data Biologis Kelinci ................................................................................ 12
5. Matriks SWOT .......................................................................................... 14
6. Kondisi Geografis Desa Gudang Kahuripan ............................................ 18
7. Identitas Responden dan Data Kependudukan Desa Gudang Kahuripan 20
8. Pelaksanaan Seleksi .................................................................................. 23
9. Jenis Pakan Kelinci ................................................................................... 24
10.Frekuensi Pemberian Pakan Kelinci ......................................................... 26
11.Frekuensi Pemberian Air Minum ............................................................. 27
12.Jenis, Bahan, Model, dan Letak Kandang ................................................ 28
13.Frekuensi Pembersihan Kandang.............................................................. 29
14.Rekapitulasi Reproduksi dan Perkawinan di Lokasi Penelitian ............... 32
15.Penggunaan Tenaga Kerja di Lokasi Penelitian ....................................... 34
16.Data Jumlah Peternak menurut Skala Usaha ............................................ 36
17.Penerimaan Usaha (Tahun Kedua) ........................................................... 36
18.Biaya Produksi (Tahun Kedua)................................................................. 38
19.Biaya Tetap (Tahun Kedua) ...................................................................... 38
20.Analisis Usaha (Tahun Kedua) ................................................................. 39
21.Volume Ekspor Komoditas Peternakan (Ton) .......................................... 44
22.Matriks SWOT Peternak Kelinci di Desa Gudang Kahuripan ................. 50
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Kelinci New Zealand White ...................................................................... 4
2. Kelinci Flemish Giant ............................................................................... 5
3. Kelinci Angora .......................................................................................... 5
4. Kelinci Rex .............................................................................................. 6
5. Kelinci Dutch ............................................................................................ 6
6. Kelinci Satin .............................................................................................. 6
7. Kelinci Holland Loop ............................................................................... 7
8. Kelinci Himalayan .................................................................................... 7
9. Kelinci English Spot ................................................................................. 8
10.Peta Desa Gudang Kahuripan ................................................................... 17
11.Asosiasi Kelompok Peternak Kelinci ....................................................... 19
12.Peternak Kelinci ........................................................................................ 21
13.Bibit Kelinci Unggul ................................................................................. 23
14.Pelet dan Hijauan Kelinci ......................................................................... 26
15.Air Minum Kelinci.................................................................................... 27
16.Kandang Kelinci ....................................................................................... 30
17.Penyakit dan Obat Kelinci ........................................................................ 33
18.Tenaga Kerja ............................................................................................. 35
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Lembar Kuesioner ..................................................................................... 56
2. Foto-foto Penelitian .................................................................................. 61
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelinci memiliki potensi biologis dan ekonomi yang tinggi untuk Kelinci
Kelinci mempunyai kemampuan berkembangbiak yang tinggi (beranak sampai 4-6
kali dalam setahun dengan kemampuan menghasilkan anak 4-10 ekor per kelahiran)
sehingga menghasilkan kotoran (berupa feses dan urine) yang berpotensi sebagai
penghasil pupuk. Paka kelinci berasal dari hijauan, limbah pertanian, dan limbah
pangan serta dapat dipelihara pada skala rumah tangga/skala kecil oleh masyarakat
pedesaan. Masyarakat pedesaan dapat memanfaatkan daging kelinci yang bernilai
gizi tinggi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Bagi masyarakat perkotaan kelinci dapat
dijadikan sebagai hewan peliharaan yang mempunyai nilai jual tinggi dan sebagai
ternak laboratorium bagi kalangan peneliti.
Usaha peternakan kelinci di Kecamatan Lembang khususnya di Desa Gudang
Kahuripan telah berlangsung lama yaitu sekitar tahun 1980. Desa Gudang Kahuripan
sebagian besar (lebih dari 500 orang) penduduknya beternak kelinci. Sistem
pemeliharaan yang digunakan para peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan
masih tradisional/belum intensif. Hal tersebut mengakibatkan produktifitas kelinci
kurang maksimal. Oleh karena itu diperlukan adanya metode tepat guna dalam
beternak kelinci. Tepat guna berarti benar secara teori maupun praktik dengan
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini dipraktikkan kebanyakan
para peternak rakyat. Tepat guna meliputi aspek produksi dan aspek ekonomi. Aspek
produksi ternak kelinci merupakan teknik budidaya kelinci sesuai GFP (Good
Farming Practices) yang mencakup pakan, kesehatan dan penyakit, tenaga kerja,
kandang dan peralatan, serta reproduksi. Aspek ekonomi meliputi analisa usaha
terkait dengan pendapatan, keuntungan dan analisis SWOT untuk merumuskan
strategi membandingkan faktor eksternal yang berupa peluang (opportunities) dan
ancaman (threats) dengan faktor internal yang terdiri dari kekuatan (strengths) dan
kelemahan (weaknesses) pada usaha peternakan kelinci. Analisis SWOT nantinya
dapat digunakan para peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan dan Pemerintah
Daerah (Pemda) setempat untuk bersama-sama mengembangkan usaha peternakan
kelinci.

13
Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek produksi dan ekonomi


peternakan kelinci di Desa Gudang Kahuripan Kecamatan Lembang. Aspek produksi
mencakup pakan, kesehatan dan penyakit, tenaga kerja, kandang dan peralatan, serta
reproduksi dan aspek ekonomi mencakup analisa usaha terkait dengan pendapatan,
keuntungan dan analisa SWOT

14
TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kelinci
Ternak kelinci sudah dikenal manusia sejak jutaan tahun silam sebagai hewan
peliharaan dan juga hewan konsumsi. Kelinci yang saat ini banyak diternakkan,
dahulu berasal dari kelinci liar yang telah mengalami proses domestikasi. Menurut
Cheeke et al. (1987), taksonomi kelinci yaitu : Kingdom : Animalia, Phylum :
Chordata, Sub phylum : Vertebrata, Class : Mammalia, Ordo : Lagomorpha, Famili :
Leporidae, Sub famili : Leporinae, Species : Lepus spp, Oryctolagus spp.
Kelinci mempunyai potensi biologis yang tinggi, yaitu kemampuan
reproduksi yang tinggi, cepat berkembang biak, interval kelahiran yang pendek,
prolifikasi yang sangat tinggi, mudah pemeliharan dan tidak membutuhkan lahan
yang luas (Templeton, 1968). Keuntungan lainnya yaitu pertumbuhan yang cepat,
sehingga cocok untuk diternakkan sebagai penghasil daging komersial. Kelinci
penghasil daging memiliki bobot badan yang besar dan tumbuh dengan cepat, seperti
Flemish Giant, Chinchilla, New Zealand White, English Spot dan lainnnya (Raharjo,
2005). Bangsa kelinci lainnya adalah penghasil wool yaitu Angora dan sebagai
penghasil kulit/bulu yaitu Rex (Gillespie, 1992). Daging kelinci memiliki kadar
lemak yang paling rendah dibanding ternak lainnya, seperti terlihat pada (Tabel 1).

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Beberapa Jenis Ternak

Jenis Energi Protein Lemak


Air (%)
Ternak (Kkal) (%) (%)

Kelinci 160 21 8 70

Ayam 200 19,5 12 67

Babi 330 15 29,5 54,5

Domba 345 15 31 53

Sapi 380 15,5 35 49

Sumber : Lebas et al. (1986)

Jenis-Jenis Kelinci di Indonesia

15
Di negara maju, kelinci telah dibudidayakan dalam skala rumah tangga
maupun skala komersial. Tujuan pemeliharaan bermacam-macam, antara lain
sebagai sumber pengadaan daging, penghasil wool dan kulit, serta sebagai ternak
kesayangan atau peliharaan.
Beberapa tahun terakhir ini, minat masyarakat Indonesia terhadap ternak
kelinci sebagai ternak hias atau peliharaan semakin meningkat. Namun di negara
maju, kelinci sebagai ternak kesayangan telah lama diminati. Bangsa kelinci hias
yang ekslusif mempunyai bentuk dan ukuran tubuh kecil, lucu serta berbulu indah,
tebal, dan lembut.

New Zealand White


Jenis kelinci ini sangat mudah ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Para petani biasanya menyebut “terwelu Australi”. Berasal dari New Zealand,
sehingga disebut New Zealand White (Brown, 1978).
Kelinci ini dikenal mudah dalam perawatannya. Bobot badan kelinci ini rata-
rata mencapai 4,5-5,5 kg. New Zealand White bisa menghasilkan anak antara 8-12
ekor setiap dua bulan sekali. Dagingnya tebal dan bagus untuk perdagingan.
Ciri-ciri menonjol dari New Zealand White terletak pada warnanya yang
putih bbersih, dengan mata merah murni (albino) dan telinga merah muda, atau
berwarna hitam atau kemerah-merahan.

Gambar 1. Kelinci New Zealand White

Flemish Giant
Ras ini di Indonesia dikenal sebagai Vlaamse Reus, kelinci raksasa dari Vlam.
Berasal dari Inggris (Brown, 1978). Sisi unik yang menonjol dari kelinci jenis ini
adalah tubuhnya yang besar. Berat badan pejantan dapat mencapai 5,6 kg. Sedangkan
betina 6,7 kg. Sebagian besar bulunya berwarna abu-abu gelap dan tampak totol-
totol, sementara kepala dan telinga lebih gelap dari sisa tubuh lainnya.

16
Usia kawin Flemish Giant mungkin tergolong lambat, yakni dapat bisa kawin
di usia 8 atau bahkan 10 bulan. Produktivitas induk rata-rata dapat melahirkan 6-8
anak.

Gambar 2. Flemish Giant

Angora
Kelinci ini berasal dari Inggris dan tersebar di negara-negara Eropa Timur,
Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat. Jenis Angora diminati banyak orang karena
bulu tebal. Pertumbuhan bulunya sangat pesat, mencapai 2 cm setiap bulan. Kelinci
ini memiliki warna putih, hitam, dan warna seperti anak rusa. Jenis Kelinci Angora
agak lemah dalam fisik. Beberapa jenis kelinci Angora yaitu : Angora Inggris,
Angora Prancis, Angora Satin, dan Angora Giant.

Gambar 3. Angora

Rex
Kelinci Rex berasal dari Prancis (Brown, 1978). Badan kecil Rex yang sehat
seperti kapsul, bulat memanjang. Bulunya pendek lembut merata. Warna bulu bisa
bermacam-macam yaitu putih, hitam, oranye, hitam jelaga seperti rusa, biru, coklat,
dan lain-lain. Panjang bulunya antara 6-8 mm, atau 0,5-1 cm. Bobot Kelinci Rex
dewasa antara 2-3 kg. Induk dapat beranak 6-12 ekor.

17
Gambar 4. Rex

Dutch
Berat badan kelinci yakni antara 1,7-2,2 kg, namun tak jarang bisa juga
memiliki berat badan lebih dari 3 kg. Warna bulunya unik. Bagian belakang warna
gelap, sedangkan bagian perut ke depan warnanya putih. Kelinci jenis Dutch berasal
dari Belanda.

Gambar 5. Kelinci Dutch

Satin
Kelinci Satin berasal dari Amerika Serikat, ditemukan pada tahun 1930-an.
Bobot Satin pejantan dewasa antara 3,8-4,3 kg. Sedangkan induk betina dewasa
sedikit lebih besar, rata-rata 4,2-5 kg. Warna Kelinci Satin adalah hitam, biru,
california, chinchilla, coklat, perak, merah, dan lain-lain. Rata-rata induk dapat
menghasilkan anak antara 7-10 anak.

Gambar 6. Kelinci Satin

18
Holand Lop dan Familinya
Kelinci ini awalnya muncul pada tahun 1949 yang berasal dari Inggis
(Brown, 1978). Panjang telinga antara 10-13 cm. Kelinci Holand Lop mempunyai
warna hitam, abu-abu, putih, coklat, kombinasi dua hingga tiga warna, dan kuning
kecoklatan.
Selain Holand Lop, kita juga mengenal Fuzzy Lop dan Mini Lop. Fuzzy Lop
memiliki banyak kesamaan dengan Holand Lop, perbedaannya terletak pada bulu
Fuzzy Lop yang lebih lebat. Sedangkan Mini Lop berasal dari Jerman hasil
perkawinan antara Holand Lop dengan Nederland Dwarf pada tahun 1982.

Gambar 7. Kelinci Holland Lop

Himalayan
Kelinci Himalayan berasal dari Cina dan sekarang penyebarannya hampir di
seluruh dunia (Brown, 1978). Produktivitasnya yang rendah (beranak 2-6) membuat
populasinya juga tidak sepesat kelinci lain. Ciri-ciri yang menonjol dari kelinci ini
adalah kepalanya panjang dan lancip dengan bulu putih, mata merah. Bagian telinga,
wajah, kaki memiliki warna tertentu yang khas.

Gambar 8. Kelinci Himalayan

19
English Spot
Kelinci jenis ini berasal dari Inggris dan dikenal memiliki badan besar dengan
bulu dasar putih halus dengan totol hitam, coklat, abu-abu, atau kehijauan di sekitar
tubuh. Badan English Spot dewasa antara 2,5-3,9 kg. Umur rata-rata mencapai 5-8
tahun. Masa produktif induk 5,5 bulan hingga 3 tahun. Induk melahirkan rata-rata 3-
5 ekor atau terkadang mencapai 6 dan 8 ekor

Gambar 9. Kelinci English Spot

Aspek Teknis Usaha Peternakan Kelinci

Pemilihan Bibit Ternak


Pengembangan pembibitan ternak kelinci dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu melalui seleksi dan persilangan. Seleksi dan persilangan dapat dilakukan
dengan terlebih dahulu menentukan tujuan pembibitan. Sehingga program
pembibitan yang sesuai dapat dilakukan menggunakan bangsa kelinci yang terbaik.
Seleksi diartikan sebagai suatu tindakan untuk membiarkan ternak-ternak
tertentu bereproduksi sedangkan ternak lainnya tidak. Seleksi akan meningkatkan
frekuensi gen-gen yang diinginkan dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak
diinginkan. Sehingga dengan seleksi diharapkan terjadinya peningkatan produktivitas
dan keseragaman yang tinggi (Brahmantiyo dan Raharjo, 2005). Persilangan sendiri
merupakan perkawinan yang dilakukan pada kelinci yang berbeda bangsanya dengan
harapan diperoleh heterosis, hybrid vigour dan komplementabilitas diantara
kelompok yang dipersilangkan (Brahmantiyo dan Raharjo, 2005).
Menurut Raharjo (2005), pemilihan bibit didasarkan pada jenis ternak,
turunan, dan postur. Bibit harus jelas jenisnya, berasal dari peternakan yang memiliki
catatan kinerja tetuanya dengan kriteria-kriteria baku dari bibit tersebut. Bibit harus

20
tidak terkena penyakit, terlihat sehat dan mampu berkembang biak sebaik tetuanya.
Ciri-ciri kelinci yang sehat dapat dilihat pada (Tabel 2).

Tabel 2. Ciri-ciri Kelinci Sehat

Bagian Tubuh Karakteristik

Kepala Seimbang dengan ukuran badannya


Telinga Tegak, bersih, tebal, lebar, panjang, dan
tampak seimbang
Mata Bulat bercahaya, bersih, pandangan
mata cerah dan jernih
Hidung dan Mulut Kering dan bersih
Kaki Kuat, kokoh, berkuku pendek, dan
lurus tidak bengkok
Badan Bulat, berdada lebar, dan padat
Bulu Bersih, licin, halus, mengkilat dan rata
Ekor Tegak, lurus ke atas, menempel pada
punggung

Sumber : Brown, 1978

Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya produktivitas ternak. Penerapan tatalaksana pemberian
pakan, yang berorientasi pada kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan pakan,
merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas ternak kelinci secara
efisien. Pemberian pakan harus mengacu kepada kebutuhan zat gizi yang diperlukan
oleh kelinci (Muslih et al., 2005). Kelinci membutuhkan karbohidrat, lemak, protein,
mineral, vitamin, dan air. Jumlah kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan
produksi, serta laju atau kecepatan pertumbuhannya (Blakely dan Bade, 1995).
Williamson dan Payne (1993), menyatakan bahwa secara garis besar pakan
ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu, hijauan dan konsentrat. Pada
peternakan kelinci intensif, hijauan diberikan 60-80%, sisanya konsentrat. Ada juga

21
yang memberikan 60% konsentrat, sisanya hijauan. Kebutuhan zat gizi pakan pada
kelinci dapat dilihat pada (Tabel 3).

Tabel 3. Zat Gizi Pakan Kelinci


Status Kebutuhan Gizi (%)

Status Protei Lema Serat Sumber


n k Kasa
r

Bunting 18 3 14 Ensminge
r (1991)

15 2 10- Lebas
12 (1980)

15-17 3-6 12- Cheeke


(16) 16 (1987)

Menyusu 18 5 12 Ensminge
i r (1991)

17 2 10- Lebas
12 (1980)

24-26 3-6 12- Cheeke


(25) 16 (1987)

Dewasa 13 3 16- Ensminge


16 r (1991)

12 2 14 Lebas
(1980)

12-15 2-4 16- Cheeke


(13) 32 (1987)

22
Muda 15 3 14 Ensminge
r (1991)

16 2 10- Lebas
12 (1980)

16-18 3-6 12- Cheeke


(17) 16 (1987)

Sitorus et al. (1982) menyatakan bahwa hijauan merupakan bahan pakan


utama yang diberikan oleh peternak kelinci di Jawa, dengan jumlah pemberian
mencapai 80-90% dari total ransum. Jenis-jenis hijauan yang dapat diberikan sebagai
pakan kelinci diantaranya rumput lapang, daun ubi jalar, daun pisang, daun wortel,
daun singkong, kobis, dan lamtoro. Sedangkan konsentrat untuk bahan pakan kelinci
dapat berupa pellet (pakan buatan pabrik), atau campuran beberapa bahan pakan
diantaranya dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas
tapioka, bulgur, pakan starter ayam, ubi jalar dan ubi kayu. Pemilihan jenis bahan
konsentrat tergantung kepada tujuan, sistem pemeliharaan dan ketersediaan bahan
pakan di masing-masing daerah.
Cheeke et al. (1987) menyatakan ada dua cara pemberian pakan yaitu ad
libitum dan pemberian pakan terbatas. Pemberian pakan ad libitum untuk induk
kelinci dengan anak-anaknya dan kelinci sapihan. Pemberian secara terbatas dengan
pengaturan waktu yang tepat akan lebih mengefisienkan dan mengefektifkan jumlah
pakan yang diberikan.

Perkandangan dan Peralatan


Bangunan kandang dan peralatan perlu direncanakan untuk menghemat
tenaga kerja. Bangunan kandang dan peralatan yang diperlukan tergantung pada
lokasi peternakan kelinci, besar peternakan dan besar modal dalam investasi
(Herman, 2002).
Kandang yang baik memiliki ciri-ciri sirkulasi udara lancar, lantai tidak
lembab, atap tidak kotor, tiang penyangga kokoh dan cukup lama daya tahannya,
sederhana dan murah, disesuaikan dengan jenis ternak, dapat melindungi ternak dari
pengaruh kurang menguntungkan, dan dapat mempermudah penanganan ternak

23
Berdasarkan penempatannya, kandang kelinci dibedakan atas kandang di
dalam ruangan, kandang di luar ruangan, dan kandang yang bisa dipindah-pindah.
Sedangkan berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi : (1) Kandang battery,
mirip sangkar berderet dimana satu sangkar untuk satu ekor dengan konstruksi
berjajar, bertingkat, atau piramid; (2) Kandang postal, tanpa halaman pengumbaran,
ditempatkan dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda; serta (3) Kandang ranch,
dilengkapi dengan halaman pengumbaran.

Penyakit Kelinci
Penyakit kelinci dapat timbul akibat kurang baik dalam menjaga sanitasi
kandang, pemberian pakan yang kurang dalam jumlah maupun gizinya, tertular
kelinci yang sakit dan perubahan cuaca. Kelinci yang sakit mempunyai gejala seperti
lesu, nafsu makan kurang, mata sayu, dan suhu badan naik turun. Kelinci yang
menunjukkan gejala seperti itu sebaiknya dipisahkan di kandang karantina untuk
dirawat terpisah. Beberapa penyakit yang sering menyerang kelinci yang
menimbulkan kematian antara lain enteritis complex, pasteurellosis, young doe
syndrome, scabies, dan coccidioses (Farrell dan Raharjo, 1984). Penyakit lain yang
biasa menyerang kelinci adalah pilek, sembelit, pneumonia, kudis, dan kanker
telinga. Ternak kelinci yang sudah terkena penyakit, sebaiknya dipisahkan dari
ternak lainnya (Suryani, 2002).

Reproduksi dan Perkawinan


Cheeke et al. (1987) menyatakan bahwa pejantan dapat dikawinkan setiap
hari, tetapi sebaiknya dikawinkan 3-4 kali dalam seminggu. Satu ekor pejantan cukup
untuk mengawini 10-15 ekor betina dewasa. Data biologi kelinci tertera pada (Tabel
4).

Tabel 4. Data Biologis Kelinci


Data Biologi Karakteristik

Lama hidup 5-10 tahun


Lama produksi 1-3 tahun
Lama bunting 28-35 hari

24
Lama penyapihan 6-8 minggu
Umur dewasa / dewasa kelamin 4-10 bulan
Umur dikawinkan 6-12 bulan
Satu minggu setelah anak
Kawin sesudah beranak
disapih
Siklus birahi Sekitar dua minggu
Jumlah anak lahir 4-10 ekor
Sangat bervariasi,
Bobot dewasa
tergantung ras dan jenis

Sumber : Brown, (1978)

Tenaga Kerja
Kegiatan pokok dari tenaga kerja dalam suatu usaha peternakan adalah
pemberian pakan dan pembersihan kandang. Kegiatan lain seperti pengawasan dan
pencegahan penyakit hanya merupakan pendukung. Jumlah tenaga kerja yang
digunakan dalam suatu peternakan sebaiknya disesuaikan dengan skala usaha, karena
berdampak pada biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut Irwansyah (1993),
curahan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menangani satu ekor induk dan enam
ekor kelinci muda lepas sapih sebesar 0,081 HKP/ hari. Curahan tenaga kerja
tersebut meliputi kegiatan menyabit rumput, membersihkan kandang, merawat
kandang, membuat pellet, memberi makan, dan tidak termasuk membuat mesin
pembuat pellet.
Aspek Ekonomi Usaha Peternakan Kelinci

Analisis Usaha
Analisis secara teknis berhubungan dengan faktor produksi (input) dan hasil
produksi (output) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa (Gittinger, 1986). Tujuan
penelitian secara teknis adalah untuk menilai apakah usaha itu layak (feasible) dari
segi teknis meliputi proses produksi, lokasi usaha, kebutuhan, skala usaha, dan lain-
lain (Purba, 1997).
Penerimaan usahatani menurut Soekartawi et al. (1985) adalah nilai produk
total dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan ini mencakup semua produk yang
dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit,

25
digunakan untuk pembayaran dan yang disimpan. Penerimaan usahatani dipengaruhi
total produksi dan harga pasar yang berlaku.

Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi,
tujuan, strategi, dan kebijakan. Analisis SWOT membandingkan antara faktor
eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal
kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) (Rangkuti, 2009).
Analisis matriks SWOT merupakan salah satu alat analisis untuk
mencocokkan antara elemen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Proses
pemaduan dan pencocokan ini sangat penting karena proses ini bertujuan untuk
menentukan alternatif strategi yang dipilih berdasarkan elemen-elemen tersebut
(Andika, 2010). Matriks SWOT dapat dilaksanakan dengan memfokuskan pada dua
hal, yaitu (1) identifikasi terhadap kekuatan internal yaitu kelebihan atau keunggulan
relatif perusahaan terhadap pesaing, serta kelemahan internal yaitu keterbatasan atau
kekurangan yang dimiliki oleh perusahaan, (2) identifikasi peluang yaitu situasi
penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan dan ancaman yaitu
situasi penting yang tidak menguntungkan dalam perusahaan (Chadizaviary, 2010).

Matriks SWOT
Matriks SWOT merupakan alat yang digunakan untuk menyusun faktor-
faktor strategis perusahaan (Rangkuti, 2009). Matriks ini dapat menggambarkan
secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi suatu kasus
sehingga dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
Matriks ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategis, seperti yang
terlihat pada (Tabel 5).

Tabel 5. Matriks SWOT

Kekeuatan Kelemahan

26
(Strengths) (Weaknesses)

Peluang Strategi SO Strategi WO


(Opportunities)
Menggunakan Mengatasi
kekuatan untuk kelemahan dengan
memanfaatkan memanfaatkan
peluang peluang

Ancaman Strategi ST Strategi WT


(Threats)
Menggunakan Meminimalkan
kekuatan untuk kelemahan dan
menghindari menghindari
ancaman ancaman

Sumber : Rangkuti (2009)

Strategi SO. Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk


memanfaatkan peluang,
Strategi WO. Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang,
Strategi ST. Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi
ancaman, dan
Strategi WT. Menciptakan strategi yang dapat meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman (Soleh, 2009).

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan April
2011 di 17 peternak kelinci di sepanjang jalan raya Lembang-Bandung, Desa
Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

27
Materi
Bahan yang digunakan yaitu ternak kelinci dengan berbagai tingkatan umur
dan jenis kelamin yang dimiliki oleh 17 peternak yang berada di sepanjang Jalan
Raya Lembang-Bandung di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Peralatan yang digunakan meliputi alat tulis,
kamera, dan kuisioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan.

Prosedur

Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi kasus untuk mengevaluasi aspek
produksi dan ekonomi peternakan kelinci yang bersifat deskriptif analisis. Studi
kasus adalah studi yang intensif dan terperinci mengenai suatu objek, untuk
menggambarkan atau memecahkan masalah secara sistematis, faktual dan akurat.
Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara langsung dengan peternak.
Wawancara yang dilakukan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan sesuai
dengan tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh dari laporan desa setempat serta
berbagai literatur lain yang relevan dengan topik penelitian.
Data dalam penelitian ini adalah :
1. Identitas peternak meliputi nama, umur, latar belakang pendidikan, jumlah
anggota keluarga dan pekerjaan.
2. Identitas ternak, meliputi jumlah ternak, jenis kelamin, umur, dan jenis ternak
kelinci.
3. Jumlah pakan dan air minum yang diberikan, meliputi sistem pemberian air
minum, jenis pakan (hijauan maupun pelet / konsentrat), perbandingan antara
pemberian hijauan dan konsentrat, frekuensi pemberian, dan jumlah yang
diberikan per hari.
4. Sistem perkandangan, meliputi bentuk kandang (individu atau kelompok),
ukuran kandang, keadaan sekitar kandang, jenis bahan, frekuensi
pembersihan, dan biaya pembuatan serta perawatan kandang.
5. Pemilihan bibit, meliputi seleksi dan recording.

28
6. Reproduksi dan perkawinan, meliputi frekuensi beranak, perbandingan jantan
dan betina, umur indukan afkir, umur sapih, litter size, sex ratio, serta cara
pengawinan.
7. Pengendalian penyakit, meliputi penyakit yang menyerang ternak, cara
mengobati, dan pencegahannya.
8. Tenaga kerja, meliputi jumlah tenaga kerja yang digunakan, upah, jumlah jam
kerja, dan latar belakang tenaga kerja

Analisis Data
Data atau hasil wawancara yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif
kualitatif dengan analisis SWOT. Analisis data secara deskriptif kualitatif dilakukan
untuk mengembangkan hubungan personal langsung dengan subyek penelitian,
sehingga dapat memperoleh pemahaman secara jelas tentang realitas sosial ataupun
kondisi nyata kehidupan dan perilaku yang dimunculkan peternak.
Selain itu menggunakan juga analisis finansial untuk menghitung seluruh
pengeluaran dan pemasukan usaha, kemudian menghitung keuntungan dengan rumus
P=B–C
P = keuntungan yang diperoleh
B = manfaat / penerimaan usaha
C = biaya usaha

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian berada di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung Barat yang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di
wilayah Jawa Barat. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lembang dan Jayagiri
(Kecamatan Lembang), sebelah Selatan berbatasan dengan Kodya Bandung

29
(Kecamatan Sukasari), sebelah Timur berbatasan dengan Desa Wangunsari
(Kecamatan Lembang), dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cihideung
(Kecamatan Parongpong).

Gambar 10. Peta Desa Gudang Kahuripan

Peternak-peternak kelinci yang berada di Desa Gudang Kahuripan tersebar di


beberapa Kampung (Kp), antara lain Kp Batureok, Kp Babakan Laksana, Kp Andir,
Kp Cihideung, Kp Pasirwangi, dan Kp Pasirjati. Pusat pemasaran ternak kelinci yang
paling besar yaitu terletak di Kp Andir, karena berada di Jl Raya Lembang (Jalur
Bandung-Subang) yang mempunyai akses yang lebih mudah untuk memasarkan
ternak kelinci. Desa Gudang Kahuripan mempunyai prospek yang cerah untuk
pemasaran ternak kelinci karena sebagai daerah tujuan wisata dan kondisi geografis
yang mendukung.
Desa Gudang Kahuripan mempunyai daerah yang cukup luas yaitu 254,741
ha dan sebagian besar wilayahnya digunakan untuk pemukiman (101,321 ha),
sedangkan sisanya digunakan untuk tegal / ladang (76,42 ha) dan pekarangan (4 ha)..
Desa ini termasuk dataran tinggi yang mempunyai ketinggian 1200 dpl/mdl dengan
curah hujan 1,862 mm/thn. Sedangkan suhu dan kelembaban masing-masing yaitu
20-25 oC dan 70 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa Desa Gudang Kahuripan
cocok untuk pengembangan ternak kelinci, dikarenakan temperatur ideal
pemeliharaan ternak kelinci berkisar antara 16-20 oC dan tingkat kelembaban udara
70 % (Cheeke et al., 1987). Limbah sayuran yang terdapat di Desa Gudang
Kahuripan dapat dijadikan sebagai pakan kelinci. Kelinci yang diberikan pakan
limbah sayuran mempunyai performa yang lebih baik dibandingkan dengan kelinci

30
yang mendapat pakan rumput lapang (Sari, 2007). Data geografis Desa Gudang
Kahuripan dapat dilihat pada (Tabel 6).

Tabel 6. Kondisi Geografis Desa Gudang Kahuripan

Uraian Data

Luas daerah (ha) 254,741

Ketinggian dari permukaan laut


1200
(dpl/mdl)

Curah hujan (mm/thn) 1,862

Jumlah bulan hujan (bulan) 5

Kelembaban (%) 70

Suhu rata-rata (oC) 20-25

Sumber : Desa Gudang Kahuripan Dalam Angka Tahun 2010

Karakteristik Peternak Kelinci

Kelompok Peternak Kelinci


Berdasarkan data Desa Gudang Kahuripan tahun 2010 terdapat dua kelompok
tani yang resmi berdasarkan Peraturan Desa dan Peraturan Daerah, salah satunya
yaitu Asosiasi Peternak Kelinci Indonesia (Apkin) yang diketuai oleh Asep Sutisna
(pemilik Asep Rabbit). Kelompok-kelompok peternak kelinci tersebut berdiri karena
adanya persamaan visi dan misi diantara peternak di Desa Gudang Kahuripan. Tetapi
secara keseluruhan peternak-peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan bersifat
pasif dalam keanggotaan di kelompok-kelompok peternak kelinci tersebut. Hal
tersebut dikarenakan mereka (peternak kelinci) merasa bebas dan mendapat
keuntungan yang lebih tinggi pada saat tidak tergabung dalam kelompok peternak
kelinci. Mereka dapat menentukan harga ternak kelinci sendiri sehingga
menyebabkan harga ternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan bervariasi dan
fluktuatif.

31
Gambar 11. Asosiasi Kelompok Peternak Kelinci

Identitas Peternak
Peternak kelinci di daerah Lembang khususnya di Desa Gudang Kahuripan
dahulu tidak sebanyak sekarang. Hanya beberapa orang saja yang beternak kelinci,
itu pun disebabkan hobi dan kecintaannya pada kelinci. Sampai pada awal tahun
1990 an, warga Desa Gudang Kahuripan mulai banyak yang beternak kelinci karena
cara pemeliharaannya yang mudah dan menghasilkan penghasilan tambahan dari
penjualan ternak kelinci. Ditambah lagi, letak Desa Gudang Kahuripan yang strategis
sehingga memudahkan peternak untuk mendapatkan konsumen.
Jumlah penduduk Desa Gudang Kahuripan pada tahun 2010 mencapai 12062
jiwa, dengan jumlah laki-laki sebesar 6206 jiwa dan perempuan 5854 jiwa. Sebanyak
804 jiwa mempunyai mata pencaharian sebagai peternak. Peternak yang dimaksud
tidak hanya peternak kelinci saja, tetapi juga jenis ternak lainnya. Jumlah populasi
kelinci di Desa Gudang Kahuripan mencapai 8000 ekor yang dimiliki oleh sekitar
500 peternak. Hal ini membuktikan beternak kelinci sudah menjadi mata pencaharian
utama bagi penduduk Desa Gudang Kahuripan dan menjadikannya salah satu sentra
kelinci di Indonesia.
Jumlah responden sebanyak 17 orang dengan laki-laki sebanyak 13 orang
(76,5%) dan perempuan 4 orang (23,5%). Laki-laki mendominasi dikarenakan
memang jumlah populasi penduduk laki-laki (6206 orang) lebih besar dari pada
perempuan (5854 orang). Hal tersebut juga berarti masih kurangnya sosialisasi dari
pihak Pemerintah Daerah setempat kepada masyarakat (ibu-ibu rumah tangga)
mengenai manfaat beternak kelinci. Data mengenai identitas responden dan data
kependudukan di Desa Gudang Kahuripan dapat dilihat pada (Tabel 7).

32
Tabel 7. Identitas Responden dan Data Kependudukan Desa Gudang Kahuripan

Jumlah
Peternak Persentase
Uraian Penduduk
(orang) (%)
(orang)

Jenis
Kelamin

Laki-laki 13 76,5 6206

Perempuan 4 23,5 5854

Umur (thn)

26-35 1 5,9 1822

36-45 10 58,9 1738

46-55 6 35,2 1408

Pendidikan

SD 5 29,4 1750

SMP 11 64,7 2151

SMA 1 5,9 1420

D1 241

D2 95

D3 126

S1 57

S2 34

S3 10

Pekerjaan

33
Petani 212

Peternak 17 100 804

Wiraswasta 157

PNS 402

Buruh 178

Sumber : Desa Gudang Kahuripan Dalam Angka Tahun 2010

Kisaran umur yang banyak menjadi peternak yaitu di umur 36-45 tahun (10
orang atau 58,9%) dan 46-55 tahun (6 orang (35,2%). Padahal jika dilihat pada
jumlah populasi penduduk, paling banyak pada kisaran umur produktif 26-35 tahun
(hanya 1 orang atau 5,9 %). Hal ini diakibatkan para pemuda di Desa Gudang
Kahuripan lebih senang mencari pekerjaan di luar desa dan menunjukkan bahwa
dunia peternakan / pertanian belum menarik bagi mereka.
Indikator dari tingkat pendidikan menunjukkan peternak kelinci didominasi
oleh lulusan SMP sebanyak 11 orang (64,7%), lalu lulusan SD sebanyak 5 orang
(29,4%), dan yang terakhir lulusan SMA sebanyak 1 orang (5,9%). Hal ini sesuai
dengan jumlah populasi penduduk terbanyak dengan lulusan SMP, selanjutnya
lulusan SD, dan yang terakhir lulusan SMA. Di Desa Gudang Kahuripan, warga yang
mempunyai latar belakang pendidikan tinggi lebih banyak mencari pekerjaan di luar
desa. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan formal akan mempengaruhi laju
penyerapan inovasi (teknologi), perubahan pola pikir dan kepekaan terhadap
perubahan keadaan lainnya sehingga akan berpengaruh dalam usaha pemeliharaan
ternak oleh peternak (Sari, 2007).

Gambar 12. Peternak Kelinci

34
Tipe Peternak
Peternak-peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan mempunyai tiga tipe
yaitu sebagai peternak, sebagai pedagang/pengumpul, atau sebagai peternak
sekaligus pedagang/pengumpul.

Tipe Peternak. Tipe peternak merupakan tipe yang tidak dapat di lokasi penelitian,
tetapi tipe ini banyak terdapat di pedalaman Desa Gudang Kahuripan. Pemasaran
ternak kelinci tipe ini banyak dibantu oleh pedagang/pengumpul. Jadi mereka
memelihara ternak kelinci, setelah itu dijual ke pedagang/pengumpul. Tipe peternak
ini tidak mempunyai kekuatan untuk menentukan harga jual, tetapi elebihannya
adalah mereka dapat mempunyai kelinci dengan kualitas bagus karena ikut
memelihara kelinci.

Tipe Pengumpul. Tipe ini tidak terdapat di lokasi penelitian. Tipe ini tidak
mempunyai kandang dan ternak kelinci. Mereka hanya bekerja (mencari kelinci)
setelah mereka mendapat pesanan. Mereka membeli kelinci untuk dijual kembali dari
peternak-peternak rakyat yang berada di pedalaman dengan harga rendah dan
menjual ke konsumen dengan harga yang tinggi. Kelemahan tipe ini adalah mereka
tidak selalu mendapatkan kelinci dengan kualitas bagus karena tidak ikut
memeliharanya.

Tipe Peternak Sekaligus Pedagang. Semua peternak di lokasi penelitian semuanya


sebagai peternak sekaligus pedagang. Mereka beternak sendiri lalu langsung
menjualnya ke konsumen. Sehingga mereka mendapatkan kelinci dengan kualitas
yang unnggul dan harga yang cocok dari konsumen. Tetapi saat kekurangan
persediaan ternak kelinci, para peternak ini juga mengambil ternak ke peternak-
peternak rakyat ataupun lewat pengumpul. Peternak seperti ini tersebar di sepanjang
jalan Lembang-Bandung. Kendala tipe seperti adalah dibutuhkan modal yang besar
untuk memelihara ternak kelinci sekaligus untuk menyewa tempat.

Aspek Produksi Usaha Peternakan Kelinci

Pemilihan Bibit Ternak


Pembibitan diartikan sebagai upaya peningkatan produktivitas kelinci melalui
seleksi, persilangan atau kombinasinya (Hardjosubroto, 1994). Menurut Brahmantyo

35
dan Raharjo (2005), hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembibitan
adalah adanya catatan (recording), baik catatan tetua (induk dan pejantan) maupun
catatan anak. Peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan belum melakukan
pencatatan secara teratur dan benar. Peternak hanya menggunakan cara mengingat-
ingat dan menulisnya di kandang dengan menggunakan pensil dalam pencatatan
(recording).
Bibit ternak mempunyai peranan yang sangat strategis dalam proses produksi
ternak, sehingga dalam perkembangannya diperlukan selain kuantitas juga kualitas
bibit ternak untuk memenuhi kebutuhan. Proses pembibitan dapat dilakukan dengan
cara seleksi. Seleksi dapat dilakukan untuk mengetahui tujuan pembibitan. Kriteria
yang diseleksi mempunyai kriteria seperti bobot hidup, bentuk badan proporsional,
telinga tegak, dan mata cerah (Raharjo, 2005). Pelaksanaan seleksi di Desa Gudang
Kahuripan selengkapnya dapat dilihat pada (Tabel 8).

Tabel 8. Pelaksanaan Seleksi

Pelaksanaan Jumlah Responden


Persentase (%)
Seleksi (orang)

Melakukan seleksi 3 17.6

Tidak melakukan
14 82,4
seleksi

Jumlah 17 100

Tabel 8 menunjukkan hanya beberapa peternak yang melakukan seleksi yaitu


sebesar 17,6% (3 peternak) dan sisanya 82,4% (14 peternak) tidak melakukan
seleksi. Peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan sebagian besar tidak melakukan
seleksi dikarenakan minimnya pengetahuan peternak tentang pentingnya seleksi
bibit. Seleksi akan meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan dan menurunkan
frekuensi gen yang tidak diinginkan (Hardjosubroto, 1994), sehingga akan
mendapatkan bibit kelinci yang berkualitas. Oleh karena itu diharapkan Dinas
Peternakan setempat dapat membantu memberikan penyuluhan dan menyediakan
informasi yang berkaitan tentang ternak kelinci.

36
Sedangkan peternak yang sudah melakukan seleksi biasanya menggunakan
metode seleksi individu yang berbasis atas performa individu secara kuantitatif dan
catatan kesehatan ternak. Informasi dari peternak didapatkan dari bahan bacaan
terkait ternak kelinci dan berasal dari informasi mahasiswa yang melakukan kegiatan
magang di peternakan kelinci peternak.

Gambar 13. Bibit Kelinci Unggulan

Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya produktivitas ternak. Pakan sendiri merupakan biaya produksi terbesar
dalam pemeliharaan ternak (60%-70%). Pemberian pakan berdasarkan ketersediaan
sumber bahan pakan yang meliputi pemilihan jenis bahan pakan, pemenuhan jumlah
kebutuhan, dan pengaturan pola pemberian pakan, produktivitas ternak kelinci dapat
ditingkatkan (Sudaryanto et al., 1984). Menurut Blakely dan Bade (1995), kelinci
membutuhkan karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air. Jumlah
kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan produksi, serta laju atau kecepatan
pertumbuhannya. Salah satu jenis pakan yang sering digunakan peternak kelinci
adalah konsentrat (dalam bentuk pellet) dan hijauan. Jenis pakan yang diberikan
peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan dapat dilihat pada (Tabel 9).

Tabel 9. Jenis Pakan Kelinci

Jenis Pakan Jumlah Peternak Persentase


(orang) (%)

Konsentrat (Pellet)+ 11 64,7

37
Hijauan (Rumput)

Konsentrat
(Pellet)+Hijauan 6 35,3
(sayuran+rumput)

Jumlah 17 100

Warga Desa Gudang Kahuripan tidak menggunakan pakan dari ampas tahu
seperti kebanyakan peternak kelinci rakyat pada umumnya. Hal ini disebabkan
karena ketersediaan ampas tahu tidak mencukupi, padahal ampas tahu mempunyai
kandungan serat yang relatif tinggi dan harga yang relatif murah sehingga dapat
menekan biaya produksi. Tabel 11 menunjukkan bahwa peternak kelinci di Desa
Gudang Kahuripan semuanya menggunakan pellet dan hijauan yang berupa limbah
sayuran serta rumput. Harga pellet antara Rp 10.000,00 –Rp12.000,00/kg, sedangkan
harga hijauan antara Rp 10.000,00 - Rp 15.000,00/karung.
Pakan pellet diberikan setiap pagi hari sedangkan hijauan diberikan setiap
siang atau sore hari. Performa kelinci yang diberi pakan berupa pellet lebih baik
dibandingkan dengan kelinci yang diberi pakan berupa butiran atau mash, hal ini
dikarenakan ternak tidak mempunyai kemampuan untuk menyortir pakan (Cheeke et
al., 1987). Pellet yang diberikan setiap peternak mempunyai komposisi bahan dan
harga yang berbeda setiap kg nya. Bahan untuk membuat pellet terdiri dari tepung
jagung, tepung tulang, molasses, tepung kulit padi, dan tepung kedelai. Komposisi
bahan pakan pellet yang digunakan peternak yaitu air 3,65%, protein 18,20%, lemak
6,02%, serat 17,89%, BETN 69,81%, dan energi bruto 2500 kkal. Kandungan
tersebut sudah memenuhi kandungan nutrisi yang dibutuhkan ternak kelinci.
Menurut Blakely dan Bade (1985), setiap kelinci jantan yang aktif kawin, kelinci
betina yang bunting, kelinci betina menyusui, dan anak kelinci yang sedang tumbuh
membutuhkan 14%-18% protein, 3%-6% lemak, dan 15%-20% serat. Kelinci induk
kering, kelinci jantan yang tidak aktif kawin, dan kelinci muda membutuhkan 12%-
14% protein, 2%-4% lemak, dan 20%-28% serat. Satu ekor kelinci dewasa pada
lokasi penelitian diberikan pakan pellet dengan jumlah 50 g/ekor/hari dan kelinci

38
anakan sebanyak 25 g/ekor/hari. Pellet yang digunakan, didapat peternak dari
membeli pada salah satu peternak yang memproduksi pellet.
Hijauan yang diberikan berasal dari rumput lapang atau limbah sayuran yang
berasal dari sekitar lokasi peternakan. Hijauan diberikan secara tidak terbatas (ad
libitum), hal ini dikarenakan kelinci termasuk binatang malam (noctural), dimana
aktivitasnya lebih banyak dilakukan pada malam hari, maka pemberian volume
pakan terbanyak pada sore hari sampai malam hari. Pemberian hijauan sebanyak 2
kg/ekor/hari untuk kelinci dewasa dan 1 kg/ekor/hari untuk anak kelinci. Hijauan
yang diberikan dalam bentuk yang sudah dilayukan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ensminger (1991), bahwa hijauan yang akan dberikan sebaiknya
dilakukan pelayuan terlebih dahulu. Melalui proses pelayuan zat toksik yang
terkandung pada hijauan dapat dikurangi. Selain itu pelayuan dapat menurunkan
kadar air hijauan yang sangat basah, dimana hijauan yang basah dapat
mengakibatkan kembung (bloat) dan mencret (enteritis) pada kelinci (Belanger,
1977).
Pemberian pakan secara berangsur-angsur dengan pengaturan waktu yang
tepat akan lebih mengefisienkan dan mengefektifkan jumlah pakan yang diberikan.
Pemberian pakan di lokasi penelitian sebagian besar dilakukan setiap dua kali sehari
yaitu sejumlah 11 peternak (64,7%), sedangkan 6 peternak (35,3%) melakukan
pemberian pakan sebanyak tiga kali sehari dan tidak ada peternak yang memberikan
pakan setiap satu kali sehari. Peternak yang memberikan pakan dua kali sehari setiap
pukul 08.00 WIB dan pukul 17.00 WIB, sedangkan yang memberikan tiga kali sehari
setiap pukul 08.00 WIB, pukul 13.00 WIB, dan pukul 19.00 WIB. Menurut
penelitian Harsojo dan Lestari (1988), kelinci yang diberi pakan dari pukul 18.00 –
06.00 WIB bobot badannya lebih tinggi dibanding kelinci yang diberi pakan dari
pukul 06.00–18.00 WIB karena kelinci termasuk binatang malam (nocturnal),
dimana aktivitasnya banyak dilakukan pada malam hari. Frekuensi pemberian pakan
selengkapnya dapat dilihat pada (Tabel 10).

Tabel 10. Frekuensi Pemberian Pakan Kelinci

Frekuensi Pemberian Jumlah Peternak Persentase


Pakan (orang) (%)

39
Satu kali sehari 0 0

Dua kali sehari 11 64,7

Tiga kali sehari 6 35,3

Jumlah 17 100

Gambar 14. Pelet dan Hijauan Kelinci

Air minum merupakan salah satu faktor penting yang harus diberikan kepada
kelinci. Pemberian air minum dapat dilakukan dengan menyediakan tempat minum
pada masing-masing kandang. Bentuk tempat minum pada peternakan rakyat
biasanya terbuat dari semen yang bentuknya sama dengan tempat pakan, sedangkan
pada peternakan yang intensif sistem nipple digunakan pada masing-masing
kandang.
Peternak di Desa Gudang Kahuripan sebagian besar peternak tidak
memberikan air minum pada ternak kelincinya. Hanya satu orang peternak saja
(5,9%) yang memberikan minum pada ternak kelincinya, lainnya tidak (94,1%).
Padahal air sangat diperlukan untuk melancarkan makanan dalam saluran
pencernaan, terlebih lagi terkait dengan produksi susu bagi induk yang sedang
menyusui (Sanford, 1979). Air minum diberikan secara tidak terbatas (ad libitum)
pada setiap kelinci. Air minum diperhatikan kebersihan dan dicegah agar jangan
sampai banyak yang tumpah agar tidak membasahi kandang sehingga kandang tetap
kering. Frekuensi pemberian air minum selengkapnya dapat dilihat pada (Tabel 11).

Tabel 11. Frekuensi Pemberian Air Minum

40
Frekuensi Jumlah Peternak
Persentase (%)
Pemberian (orang)

Melakukan 1 5,9

Tidak melakukan 16 94,1

Jumlah 17 100

Gambar 15. Air Minum Kelinci

Perkandangan
Bangunan kandang dan peralatan yang diperlukan tergantung pada lokasi
peternakan, besar peternakan, dan besar modal. Kandang didesain agar mudah
dipakai, mudah untuk pengawasan dan ternak merasa cocok serta mudah untuk
membersihkan kotoran. Menurut Widagdho (2008), kandang sebagai tempat
perkembangbiakan sebaiknya memiliki suhu berkisar antara 15-20 oC, sirkulasi
udara lancar, lama pencahayaan ideal 12 jam dan melindungi ternak dari predator.
Jenis, bahan, model, dan tata letak kandang pada lokasi penelitian dapat dilihat pada
(Tabel 12).

Tabel 12. Jenis Bahan, Model dan Letak Kandang

Jumlah Responden Persentase


Uraian
(orang) (%)

Jumlah responden 17 100

41
Model kandang

Battery 16 94,1

Battery dan Postal 1 5,9

Bahan Kandang

Bambu + Kayu 0 0

Kawat + Bambu +
17 100
Kayu

Letak Kandang

Di dalam bangunan 17 100

Di luar bangunan 0 0

Jenis Kandang

Kandang Individu 17 100

Kandang Koloni 0 0

Tabel 12 menunjukkan bahwa peternak kelinci di lokasi penelitian sebagian


besar menggunakan kandang berbentuk battery (94,1%) serta hanya satu peternak
yang menggunakan kandang berbentuk battery dan postal. Kandang battery milik
peternak dibentuk menjadi dua tingkat sehingga dapat menghemat tempat dan biaya.
Kandang battery diisi satu ekor kelinci tiap kotaknya, sedangkan kandang postal
digunakan untuk induk dan anakan sebelum lepas sapih.
Bahan yang digunakan untuk membuat kandang adalah kawat, bambu, kayu
(100%). Kandang dengan kombinasi kayu, bambu, dan kawat adalah yang paling
baik (Raharjo, 20005). Kandang kawat lebih higienis dan terlihat bersih, tetapi dapat
menyebabkan kaki kelinci tercepit lantai kandang. Kandang alas bambu lebih elastis
tetapi terkesan kotor sehingga akan mengakibatkan adanya sumber penyakit pada
ternak kelinci.

42
Seluruh responden (100%) meletakkan kandangnya di dalam bangunan untuk
menghindari gangguan kesehatan ternak kelinci, sekaligus untuk menghindari
binatang pemangsa/predator. Peternak meletakkan kelincinya di luar hanya sebagai
contoh yang ditunjukkan ke konsumen. Peternak kelinci mempunyai tempat
berjualan/kios berada di pinggir jalan raya.
Jenis kandang pada lokasi penelitian semuanya merupakan kandang individu.
Kandang koloni hanya digunakan pada kelinci induk dan anaknya yang belum lepas
sapih. Biaya pembuatan kandang sebesar Rp. 50.000,00 - Rp. 60.000,00 per kotak.
Secara keseluruhan biaya pembuatan kandang tergantung pada jenis bahan yang
digunakan dan jumlah kotak yang diinginkan peternak.
Kebersihan merupakan syarat mutlak bagi peternak kelinci, baik itu
kebersihan pada ternak kelincinya sendiri atau pun kebersihan lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud di sini merupakan kandang kelinci. Pengelolaan kandang
bertujuan untuk sanitasi dan kerapihan. Kotoran yang menumpuk dan sisa pakan
dapat memicu timbulnya bibit penyakit yang akan menyerang pada ternak kelinci.
Oleh karena itu pembersihan kandang mutlak dilakukan oleh peternak kelinci.
Frekuensi pembersihan kandang pada lokasi penelitian dapat dilihat pada (Tabel 13).

Tabel 13. Frekuensi Pembersihan Kandang

Jumlah Responden Persentase


Frekuensi
(orang) (%)

1 kali / hari 17 100

2 kali / hari 0 0

1 kali / minggu 0 0

1kali / bulan 0 0

Jumlah 17 100

Peternak kelinci di lokasi penelitian sudah mulai sadar akan pentingnya


kebersihan dalam beternak kelinci. Hal ini dibuktikan dengan semua peternak kelinci
di lokasi penelitian sudah melakukan pembersihan kandang. Semua peternak

43
melakukan pembersihan kandang satu kali pada waktu pagi hari. Peternak melakukan
pembersihan sendiri atau membayar karyawan untuk membersihkan. Pembersihan
kandang meliputi pembersihan kotoran dan air kencing kelinci serta sisa-sisa pakan.
Penjagaan kandang dilakukan oleh peternak sendiri. Kandang yang berada di lokasi
penelitian sudah cukup baik karena kebersihan kandang, ventilasi, serta bentuk
kandang sangat diperhatikan. Menurut Sari (2007), bangunan kandang harus
mempunyai fentilasi yang baik agar suasana di dalamnya cukup segar dengan cahaya
yang cukup terang.

Gambar 16. Kandang Kelinci

Reproduksi dan Perkawinan


Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Menurut Williamson dan Payne (1993), kesulitan beradaptasi dengan lingkungan
akan menyebabkan turunnya produktivitas yang berpengaruh langsung terhadap
reproduksi dan perkawinan.
Perkawinan kelinci dengan cara memasukkan kelinci betina ke dalam
kandang kelinci jantan. Waktu pengawinan dilakukan pada pagi atau malam hari. Hal
tersebut dilakukan karena pada waktu pagi atau malam hari kelinci masih
mempunyai tenaga yang kuat dari pada siang hari dikarenakan kelinci termasuk
binatang malam (nocturnal). Tetapi di lokasi penelitian, tidak semua kelinci yang
dikawinkan berhasil. Banyak kelinci yang mengalami kegagalan perkawinan. Hal
tersebut dapat diakibatkan diantaranya karena betina belum siap dikawinkan, betina
mengeluarkan urine setelah dikawinkan, suhu udara terlalu panas, pejantan terlalu
sering dikawinkan, betina mandul, gizi pakan kelinci tidak memenuhi syarat, kelinci
terlalu gemuk (sel telur terbungkus lemak), penyakit kelamin dan keracunan, serta
pejantan dalam kondisi yang lemah. Setelah kelinci dikawinkan, dilakukan pengujian

44
kembali seminggu kemudian. Pengujian dilakukan dengan cara memasukkan
kembali kelinci betina ke dalam kandang pejantan. Apabila betina menolak atau
tidak mau dikawini pejantan, berarti kemungkinan besar betina bunting.

Dewasa Kelamin. Umur dewasa kelamin kelinci di lokasi penelitian rata-rata 6


bulan. Menurut Lebas et al. (1986) dicapai kelinci pada umur 4-8 bulan tergantung
bangsa, pakan, dan kesehatan. Kelinci jantan lebih lambat mencapai dewasa kelamin
meskipun telah memperlihatkan aktivitas sekseual pada umur dini.

Lama Bunting. Menurut Cheeke et al. (1987), lama bunting kelinci pada umumnya
adalah 31 hari, sedangkan pada lokasi penelitian lama bunting 30 hari. Kebuntingan
dipengaruhi oleh sterilitas, umur induk, kondisi hewan, kebuntingan palsu, perlakuan
selama kebuntingan, makanan, penyakit, dan daya tahan fetus (Templeton, 1968).

Litter Size dan Frekuensi Beranak. Jumlah anak sepelahiran (litter size), menurut
Fielding (1991), umumnya 8-10 ekor sedangkan di lokasi penelitian 6 ekor.
Frekuensi beranak tiap tahunnya mencapai 4-6 kali, sama dengan hasil yang
didapatkan Limbong (2008). Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, musim,
umur induk, periode beranak dan ras. Musim dingin induk kelinci menghasilkan
litter size lebih banyak dan bobot hidup yang lebih berat dari pada musim panas.

Penyapihan. Penyapihan pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa peternak


umumnya dilakukan selama 50-60 hari. Hasil tersebut tidak berbeda dari hasil
penelitian Sastrodihardjo (1985), yang menyatakan bahwa 43 % peternak melakukan
penyapihan anak kelinci setelah 40-60 hari. Penyapihan yang lebih cepat dapat
menyebabkan anak kelinci kekurangan susu, sehingga menyebabkan pertumbuhan
anak kelinci tidak optimal (Rosita, 2002).

Pengawinan Kembali. Sebagian besar peternak mengawinkan kembali kelincinya


setelah 7-10 hari setelah beranak. Hasil tersebut sama dengan penelitian Sari (2007),
yang menyatakan bahwa pengawinan kembali dilakukan setelah 7-15 hari setelah
beranak. Lama waktu pengawinan kembali dapat dipersingkat dengan syarat kondisi
kelinci sehat dan tidak kurus setelah menyusui.

45
Sex Ratio. Perbandingan jenis kelamin pada satu kelahiran (sex ratio) pada lokasi
penelitian adalah 40:60 (kelinci jantan : kelinci betina). Menurut Suryani (2002), sex
ratio antara anak jantan dan betina adalah 40:60, betina lebih banyak dihasilkan dari
pada jantan. Sedangkan pada lokasi penelitian perbandingan kelinci jantan dan betina
yaitu 1:5-10. Hal tersebut sesuai dengan Cheeke et al. (1987), satu ekor kelinci
jantan dewasa bisa dikawinkan dengan 10-15 ekor betina dewasa. Umur kelinci
produktif di lokasi peternakan yaitu 3-4 tahun. Hal tersebut berarti setelah umur
indukan melebihi 3-4 tahun, kelinci tersebut akan diafkir. Menurut Cheeke et
al.(2004), kelinci berusia di atas tiga tahun sudah tidak produktif lagi karena
kemampuan reproduksinya sudah sangat rendah. Rekapitulasi hasil reproduksi dan
perkawinan selengkapnya dilihat pada (Tabel 14).

Tabel 14. Rekapitulasi Reproduksi dan Perkawinan di Lokasi Penelitian

Lokasi
Sifat Reproduksi Literatur
Penelitian

Dewasa kelamin
6 4-8 (Lebas et al., 1986)
(bulan)

Lama bunting (hari) 30 31 (Cheeke et al., 1987)

Litter size (ekor) 6 8-10 (Fielding, 1991)

40-60 (Sastrodihardjo,
Penyapihan (hari) 60
1985)

Pengawinan kembali
7-10 7-15 (Sari, 2007)
(hari)

Sex
ratio/jantan:betina 40:60 40:60 (Suryani, 2002)
(ekor)

Frekuensi 4-6 4-6 (Limbong, 2008)

46
beranak(kali/tahun)

Pengendalian Penyakit
Kebersihan kelinci berhubungan erat dengan kesehatan kelinci. Kesehatan
kelinci meliputi pemeriksaan dan perawatan secara berkala. Pemeriksaan dilakukan
salah satunya dengan mengamati ternak kelinci, apabila ada seekor ternak kelinci
yang sakit maka segera dilakukan pemisahan agar kelinci yang lain tidak tertular.
Penyakit sendiri dapat dideteksi oleh peternak sendiri atau pun mendatangkan dokter
hewan. Beberapa penyakit yang sering menyerang kelinci yang menimbulkan
kematian antara lain enteritis complex, pasteurellosis, young doe syndrome, scabies,
dan coccidioses (Farrell dan Raharjo, 1984). Penyakit yang menyerang di lokasi
penelitian adalah kembung dan scabies. Penyakit tersebut bisa diakibatkan salah
satunya kurangnya tingkat kebersihan di peternak kelinci ataupun suhu dalam
kandang kelinci yang lembab. Peternak kelinci biasanya menggunakan obat merk
wormectin yang digunakan untuk penyakit scabies, sedangkan untuk penyakit
kembung biasanya diberikan obat minyak adas dan minyak kelapa. Peternak kelinci
tidak menggunakan obat-obatan herbal untuk menanggulangi penyakit, padahal di
sekitar peternakan banyak terdapat tanaman-tanaman yang dapat digunakan sebagai
obat. Hal tersebut dapat diakibatkan kurangnya pengetahuan peternak dalam
menangani penyakit kelinci.

Gambar 17. Penyakit dan Obat Kelinci

Perawatan kelinci diantaranya meliputi pemberian vitamin. Vitamin yang


biasanya diberikan pada ternak kelinci di lokasi penelitian adalah vitamin B12.
Vitamin tersebut diberikan sebanyak seminggu sekali dengan menggunakan suntikan
(subcutan) atau pun dicampurkan pada air minum. Perawatan tambahan yang

47
diperlukan lainnya adalah pemotongan kuku kelinci. Karena kuku yang memanjang
akan membahayakan manusia yang akan memegang atau pun anak kelinci. Kelinci di
lokasi penelitian tidak dimandikan dikarenakan para peternak tidak mempunyai alat
pengering.
Ternak kelinci yang mati karena terkena penyakit langsung dikubur atau
dibakar. Rata-rata tiap hari pasti ada ternak kelinci yang mati di tiap pedagang
dengan persentase mencapai 10%. Hal tersebut berarti perwatan kelinci di lokasi
penelitian cukup bagus, karena menurut Raharjo (2005) derajat kematian anakan
kelinci cukup tinggi yaitu antara 20%-25%. Kematian ternak kelinci di lokasi
penelitian menyerang pada kelinci anakan yang disebabkan penyakit kembung dan
kurang intensif peternak dalam memelihara khususnya dalam pemberian pakan.
Selain itu penyebab lainnya adalah adanya predator seperti tikus.
Tindakan pencegahan yang dilakukan peternak untuk mengatasi penyakit
adalah sanitasi dan ventilasi yang lebih baik (Suryani, 2002). Selain itu untuk
mengatasi gangguan predator yaitu dengan menempatkan kelinci dalam kandang
secara benar dan melakukan penjagaan.

Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam suatu peternakan sebaiknya
disesuaikan dengan skala usaha, karena berdampak pada biaya produksi yang
dikeluarkan. Penggunaan tenaga kerja di suatu peternakan di evaluasi dengan
membandingkan antara jumlah ternak yang dipelihara dalam satuan ternak (ST),
dengan jumlah tenaga kerja dalam satuan Hari Kerja Pria Dewasa (HKP/hari).
Pemakaian satuan ternak yang digunakan adalah sapi betina dewasa sebagai satuan
dasar dan begitu juga ternak lain dikaitkan dengan dasar satuan tersebut (Gittinger,
1986). Data penggunaan tenaga kerja pada lokasi penelitian selengkapnya dapat
dilihat pada (Tabel 15).

Tabel 15. Penggunaan Tenaga Kerja di Lokasi Penelitian

Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Peternak


Persentase (%)
(orang) (orang)

48
Satu 5 29,4

Dua 5 29,4

Tiga 7 41,2

Tabel 15 menunjukkan bahwa sebanyak 7 peternak (41,2%) menggunakan


tenaga kerja sebanyak tiga orang sedangkan 5 orang peternak (29,4%) masing-
masing menggunakan tenaga kerja satu dan dua orang. Penggunaan tenaga kerja
tergantung dari jumlah ternak yang dimiliki, kegiatan sehari-hari yang dilakukan, dan
dana yang dimiliki. Peternak yang memiliki ternak lebih dari 200 ekor biasanya
menggunakan tiga tenaga kerja, sedangkan peternak yang memiliki ternak kurang
dari 50 ekor menggunakan satu orang tenaga kerja dan untuk skala 51-199 ekor
menggunakan dua tenaga kerja. Menurut Irwansyah (1993), curahan tenaga kerja
yang dibutuhkan untuk menangani satu ekor induk (0,01 ST) dan enam ekor kelinci
muda lepas sapih (6 x 0,0067 ST) sebesar 0,081 HKP/hari. Perhitungan tersebut
belum bisa diterapkan pada lokasi penelitian dikarenakan perputaran ternak yang
keluar masuk begitu cepat. Para pemilik peternakan pada lokasi penelitian juga
sebagai tenaga kerja tetapi dengan jam kerja yang lebih sedikit dan tidak dihitung
sebagai biaya pengeluaran. Gaji untuk tenaga kerja pada lokasi penelitian berkisar
antara Rp. 300.000,00 sampai Rp. 500.000,00 per bulan. Pekerjaan yang dilakukan
tenaga kerja meliputi melayani pembeli, pemberian pakan, pembersihan kandang,
pengawasan kesehatan, pencegahan penyakit, serta bertanggung jawab dalam
pengadaan ternak kelinci. Penggunaan tenaga kerja di setiap peternak kelinci pada
lokasi penelitian berbeda-beda. Ada yang menggunakan satu, dua, bahkan tiga tenaga
kerja sekaligus. Tenaga kerja di lokasi penelitian berasal dari anggota keluarga
masing-masing peternak. Hal tersebut dapat menekan pengeluaran dari pada
menggunakan tenaga kerja di luar anggota keluarga.

49
Gambar 18. Tenaga Kerja

Aspek Ekonomi Usaha Peternakan Kelinci

Analisis Usaha
Analisis secara teknis berhubungan dengan input (faktor produksi) dan output
(hasil produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa (Gittinger, 1986). Menurut
Purba (1997), tujuan penilaian secara teknis adalah untuk menilai apakah usaha itu
layak dari segi teknis meliputi proses produksi, lokasi usaha, kebutuhan, skala usaha,
dan lain-lain. Analisis usaha budidaya kelinci di Desa Gudang Kahuripan dapat
dihitung dengan melihat penerimaan usaha dan biaya produksi. Analisis usaha
tersebut didapat dari ke 17 peternak di lokasi penelitian yang terbagi dalam beberapa
skala usaha.
Usahatani ternak kelinci yang dilakukan peternak Desa Gudang Kahuripan
merupakan pekerjaan utama bukan sambilan. Jumlah ternak berkisar antara 12 ekor
sampai 600 ekor. Adapun jenis ternak adalah rex, angora, flemish giant, new zealand
white, satin, dan persilangan kelinci lokal dan impor (lion). Data jumlah peternak
yang terbagi menurut skala usaha dapat dilihat pada (Tabel 16).

Tabel 16. Data Jumlah Peternak menurut Skala Usaha


Skala Usaha Jumlah Peternak
(ekor) (orang)

< 40 3

40 ≤ SK < 80 10

80 ≤ SK < 120 2

120 ≤ SK < 160 0

200 ≤ SK < 240 1

50
≥ 240 1

Penerimaan Usaha
Penerimaan usaha merupakan selisih antara nilai penerimaan yang diperoleh
dengan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Penerimaan usaha diperoleh
dari penjualan ternak kelinci (indukan dan anakan), pellet, tempat pakan dan minum,
dan kandang. Data penerimaan usaha pada tahun pertama yang didapatkan peternak
dapat dilihat pada (Tabel 17).

Tabel 17. Penerimaan Usaha (Tahun Kedua)

Ska Penerimaan Usaha (Rp .000,-)

la Te
Usa mpa Total
ha Kelin Pel Kand (Rp)
t
(ek ci let ang
Pak
or) an

< 12. 48.0


88.20 0 149.0
40 800 00
0 00

40

18. 28.8
SK 213.1 9.60 269.8
336 00
< 42 0 78
80

80

19.2
SK 324.7 9.6 9.60 363.1
00
< 50 00 0 50
120

120 0 0 0 0 0

51
SK
<
160

200

19. 24.0
SK 693.2 0 736.4
200 00
< 00 00
240

≥ 2.165. 96. 14.4 96.0 2.371.


240 000 000 00 00 400

Tabel 17 menunjukkan penerimaan terbesar di dapat dari penjualan kelinci


yaitu anak dan indukan. Penerimaan terbesar selanjutnya didapat dari penjualan
pellet, kandang, dan tempat pakan. Harga kelinci di lokasi peternakan berkisar antara
Rp 11.000,00-Rp 30.000,00/ekor untuk anak kelinci yang lepas sapih dan untuk
indukan (kelinci jantan atau betina) Rp 250.000,00-Rp 1.000.000,00/ekor tergantung
jenis dan umurnya dengan penjualan antara 20-200 ekor/minggu untuk anak kelinci
dan 5-20 ekor/minggu untuk indukan. Sedangkan untuk pellet, harganya berkisar
antara Rp 5.000,00-Rp 15.000,00/kg tergantung kandungan nutrisi yang terdapat
dalam pellet tersebut dengan penjualan antara 10-50 kg/ minggu. Kandang kelinci
yang dijual terbuat dari kayu yang dijual dengan harga Rp 35.000,00-
Rp60.000,00/kadang tergantung ukuran dengan penjualan tiap minggunya antara 5-
20 kandang masing-masing peternak. Sedangkan untuk tempat pakan dan air minum
hanya tiga peternak yang menjual dengan penjualan tiap minggunya anatara 5-20
tempat pakan & minum dengan harga antara Rp 15.000,00-Rp 25.000,00 tergantung
ukuran dan bahan. Peternak dengan skala usaha >240 ekor mempunyai jumlah total
penerimaan terbesar. Konsumen di lokasi penelitian tersebut berasal dari dalam
maupun luar kota. Konsumen membeli kelinci untuk dijadikan hewan peliharaan
(hobiis) dan untuk dijual kembali. Konsumen yang membeli untuk dijual kembali
berasal dari luar kota Bandung dengan pembelian kelinci yang skalanya besar.

Biaya Produksi

52
Biaya produksi terdiri dari biaya variabel tetap dan biaya tetap total. Biaya
variabel terdiri atas biaya pembuatan kandang dan peralatan, pembelian bibit, biaya
pakan, obat-obatan, tenaga kerja, dan biaya sewa kios. Bunga pinjaman tidak
termasuk dalam biaya peubah total karena menggunakan modal pribadi untuk
usahanya. Biaya peubah total terbesar terdapat pada skala usaha lebih dari 240 ekor.
Biaya peubah total dalam bentuk investasi dan biaya operasional merupakan biaya
yang dikeluarkan peternak-peternak pada tahun pertama. Total biaya sudah termasuk
biaya penyusutan kandang dan peralatan. Biaya yang paling besar terdapat pada
pembelian pakan dan pembelian bibit ternak. Pakan berupa pellet dengan harga
antara Rp 4.500,00 - Rp 10.000,00/kg dan hijauan dengan harga Rp 15.000,00
/karung. Sedangkan pembelian bibit ternak kelinci harganya Rp 250.000,00/ekor.
Biaya listrik & air serta sewa kios masing-masing Rp 480.000,00/tahun dan
Rp1.800.000,00/tahun. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari saudara atau
tetangga dari peternak sendiri dengan upah Rp 300.000,00 -
Rp500.000,00/orang/bulan. Obat-obatan yang digunakan berupa obat untuk scabies,
kembung, dan juga vitamin yang diberikan setiap minggunya dengan jumlah
pengeluaran per bulan mencapai Rp 100.000,00 - Rp 200.000,00. Biaya variabel
pada lokasi penelitian selengkapnya dapat dilihat pada (Tabel 18).

Tabel 18. Biaya Produksi (Tahun Kedua)


Jumlah Peternak Total (Rp .000,-
Skala Usaha (ekor)
(orang) )

< 40 3 82.296

40 ≤ SK < 80 10 190.947

80 ≤ SK < 120 2 286.307

120 ≤ SK < 160 0 0

200 ≤ SK < 240 1 610.210

≥ 240 1 1.938.960

53
Biaya tetap total terdiri dari biaya penyusutan kandang dan biaya penyusutan
peralatan. Biaya tetap peternakan kelinci di lokasi penelitian selengkapnya dapat
dilihat pada (Tabel 19).

Tabel 19. Biaya Tetap (Tahun Kedua)


Jumla Penyusut Penyusut Tota
h an an l
Skala
Petern Kandang Peralatan
Usaha (Rp
ak
(ekor) (Rp (Rp .000,
(orang
) .000,-) .000,-) -)

< 40 3 1.200 340 1.54


0

40 ≤
SK < 10 3.475 795 4.27
80 0

80 ≤
SK < 2 4.500 1.000 5.50
120 0

120 ≤
SK < 0 0 0 0
160

200 ≤
SK < 1 3.500 800 4.30
240 0

36.1
≥ 240 1 30.000 6.100
00

54
Tabel 19 menunjukkan bahwa peternak yang mempunyai skala usaha lebih
dari 240 ekor mempunyai biaya tetap yang paling besar. Biaya pembuatan kandang
dihitung per kotak. Pembuatan kandang menghabiskan biaya sebesar Rp. 50.000,-
per kotak, sehingga semakin jumlah ternak maka jumlah kandang yang dibuat akan
semakin banyak. Bahan kandang yang digunakan pada lokasi peternakan adalah kayu
dan kawat, sehingga estimasi untuk penyusutan selama 10 tahun kandang tersebut
tidak dapat digunakan lagi. Sedangkan penyusutan peralatan yaitu selama 2 tahun.
Peralatan terdiri atas tempat pakan, timbangan, sapu lidi, tempat sampah, dan ember.

Keuntungan
Salah satu faktor yang menentukan dalam beternak di Desa Gudang
Kahuripan adalah seberapa besar jaringan yang dimiliki peternak. Semakin luas
jaringan yang dimiliki peternak maka akan semakin besar keuntungannya walaupun
dia mempunyai populasi ternak yang sedikit. Sistem penjualan di lokasi penelitian
salah satunya adalah apabila peternak ada pesanan dari konsumen, baru mereka
mencari ternak ke peternak lainnya sehingga mereka tidak mengeluarkan biaya untuk
modal. Peternak di Desa Gudang Kahuripan yang paling sukses adalah Asep Sutisna
pemilik Asep Rabbit Project. Selain memiliki jumlah ternak yang banyak (sekitar
600 ekor), peternak tersebut juga memiliki jaringan yang luas serta pangsa pasarnya
adalah untuk kalangan hobiis. Keuntungan didapat dari jumlah penerimaan usaha
dikurangi jumlah pengeluaran. Data analisis usaha peternak-peternak pada lokasi
penelitian tertera pada (Tabel 20).

Tabel 20. Analisis Usaha (Tahun Kedua)


Skala Usaha Jumlah Peternak Keuntungan (Rp
(ekor) (orang) .000,-)

< 40 3 34.704

40 ≤ SK < 80 10 47.250

80 ≤ SK < 120 2 72.042

120 ≤ SK < 160 0 0

55
200 ≤ SK < 240 1 126.190

≥ 240 1 108.970

Tabel 20 menunjukkan bahwa semua peternak sudah mendapatkan


keuntungan. Hal tersebut dikarenakan biaya yang dikeluarkan masih lebih besar
dibandingkan pendapatan yang dihasilkan peternak. Selain itu penyebab kerugian
lainnya adalah mortalitas ternak kelinci yang tinggi, angka kelahiran yang rendah,
dan kurangnya jumlah indukan. Tetapi jumlah indukan bukan menjadi faktor utama,
karena berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa banyaknya jumlah ternak yang
dipelihara belum tentu mendapat keuntungan yang maksimal. Tabel 22 juga
menunjukkan peternak yang mempunyai skala usaha 40-80 ekor lebih efektif dalam
jumlah keuntungan dari pada skala usaha 80-120 ekor. Hal tersebut tergantung dari
umur ternak yang dipelihara dan ketrampilan peternak dalam memelihara ternak.
Setelah tahun pertama, total penerimaan yang diterima peternak diproyeksikan akan
mengalami kenaikan yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan kelinci anakan yang
dipelihara pada tahun pertama diproyeksikan tumbuh menjadi dewasa dan
menghasilkan banyak anak.

Analisis SWOT

Faktor Internal Peternak Kelinci di Desa Gudang Kahuripan


Teknis Budidaya. Tahun 1963, peternak kelinci di Bandung mendapat bantuan bibit
kelinci unggul dari Jepang, Belanda, dan Jerman. Bibit kelinci unggul disilangkan
dengan kelinci lokal sehingga diperoleh keturunan pertama. Sejak itulah peternakan
kelinci di Kecamatan Lembang mulai tumbuh dan menjadi sentra peternakan kelinci.
Peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan masih tradisional dalam budidaya dan
skalanya masih peternakan rakyat dengan menggunakan sistem produksi ekstensif
dan semi intensif. Kendala dalam budidaya ternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan
antara lain banyak terjadi kematian pada ternak kelinci karena penyakit ataupun
langkanya sumber bibit yang bagus. Peternakan rakyat ini memiliki kesempatan
untuk dikembangkan menjadi peternakan besar dengan menerapkan sistem produksi
intensif.

56
Kualitas Peternak Kelinci. Kualitas peternak kelinci di lokasi penelitian sendiri
dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur peternak, dan pendidikan. Sebagian besar
peternak kelinci di Kecamatan Lembang adalah laki-laki dengan rentang umur 36-45
tahun dan merupakan lulusan SMP. Tetapi hal tersebut seharusnya bukan menjadi
kendala karena dapat diminimalisir dengan mengadakan pelatihan-pelatihan
budidaya ternak kelinci yang benar oleh pemerintah.

Kelompok Peternak. Fungsi dari kelompok peternak adalah sebagai wadah


komunikasi dan koordinasi bagi peminat maupun praktisi kelinci. Asep Sutisna
pemilik Asep Rabbit merupakan ketua perhimpunan peternak kelinci di Kecamatan
Lembang. Beliau juga ketua dari Asosiasi Peternakan Kelinci Indonesia (APKIN).
Kegiatan dari kelompok tersebut yaitu pembibitan kelinci, produksi pakan, produksi
mesin pembuat pakan, dan menjadi pengumpul untuk memasarkan kelinci pedaging.
Kelompok tersebut belum mampu mengkoordinasikan kegiatan budidaya ternak
kelinci yang dilaksanakan oleh masing-masing peternak walaupun kelompok tersebut
sudah mempunyai badan hukum yang jelas. Hal tersebut berakibat fungsi dari
kelompok belum dirasakan manfaatnya oleh para peternak kelinci, khususnya yang
terdapat di lokasi penelitian. Akibat yang timbul salah satunya adalah belum adanya
standarisai harga jual ternak kelinci.

Modal yang Tersedia. Sebagian besar orang menganggap modal merupakan faktor
yang utama dalam membuka usaha. Hal tersebut tidak selamanya benar. Budidaya
kelinci merupakan salah satu usaha yang tidak membutuhkan modal yang besar.
Selain itu beternak kelinci juga tidak membutuhkan lahan yang luas, biaya pakan,
kandang, serta obat-obatan. Industri kelinci berkisar dari usaha kecil-kecilan yang
mengoperasikan 3-4 kandang hingga usaha komersial besar-besaran yangg
mengoperasikan beratus-ratus petak kandang. Peternak-peternak kelinci di Desa
Gudang Kahuripan dahulunya menjadikan usaha budidaya kelinci sebagai usaha
sampingan, sedangkan usaha pokoknya adalah sebagai petani karena lahan pertanian
di Desa Gudang Kahuripan luas (76,42 ha). Modal yang didapat para peternak
kelinci berasal dari uang yang mereka sisihkan dari usaha pokok mereka. Banyak
juga peternak yang mendapat modal berasal dari investor ataupun dari peternak yang
lebih besar dengan pola kemitraan. Pola kemitraan merupakan salah satu bentuk

57
modal yang diberikan tidak dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk
peminjaman ternak kelinci untuk dipelihara dan setelah itu dikembalikan kembali
kepada pemiliknya. Diharapkan dengan pola tersebut diharapkan dapat memacu
peternak untuk meningkatkan produksi.

Harga Jual Ternak Kelinci. Penentuan harga jual ternak kelinci di lokasi penelitian
berdasarkan pada kesepakatan para peternak melalui kelembagaannya. Dikarenakan
lembaga yang belum berfungsi optimal sehingga sampai sekarang belum ada
standarisasi harga jual. Tetapi juga ada peternak yang menentukan harga jual sendiri
dan mempunyai harga jual yang tinggi. Biasanya peternak tersebut mempunyai
pasar sendiri yaitu kalangan hobbies (pecinta hewan kesayangan). Harga jual ternak
kelinci di Desa Gudang Kahuripan mengalami fluktuasi dan bervariasi. Hal tersebut
dipengaruhi musim dan jenis-jenis kelinci hias yang lagi terkenal. Harga kelinci hias
usia 3 bulan (lepas sapih) berkisar antara Rp 30.000,00 – Rp 60.000,00 kelinci usia
5-6 bulan (dewasa) berkisar antara Rp 60.000,00 – Rp 150.000,00 dan kelinci induk
atau pejantan mempunyai harga jual antara Rp150.000,00 – Rp 6.000.000,00
tegantung jenisnya. Kelinci pedaging usia 3 bulan (lepas sapih) berikisar antara Rp
10.000,00 – Rp 20.000,00; kelinci 5-6 bulan (dewasa) antara Rp 30.000,00 – Rp
60.000,00 dan kelinci induk atau pejantan berkisar antara Rp 80.000,00 – Rp
200.000,00 tergantung jenisnya.

Pemasaran Produk. Produk yang ditawarkan adalah kelinci pedaging ataupun hias
(lokal ataupun impor) dalam kondisi hidup, sate kelinci, pakan, kandang, obat-obatan
serta perlengkapan-perlengkapan untuk beternak kelinci. Pangsa pasar ternak kelinci
di lokasi penelitian terdiri dari para pecinta hewan kesayangan (hobbies), penyantap
daging kelinci ataupun para tengkulak/pedagang yang nantinya dijual kembali.
Konsumen berasal dari daerah Bandung ataupun dari luar kota yang sengaja mampir
atau pun membeli dalam jumlah banyak untuk dijual kembali. Hal tersebut
dikarenakan lokasi penelitian merupakan salah satu sentra peternakan kelinci di
Indonesia dan tempat wisata yang mempunyai lokasi strategis (jalan raya Lembang-
Bandung). Konsumen membeli dengan cara datang ke lokasi ataupun peternak
mengirim sesuai dengan pesanan. Kontinuitas produk yang dipasarkan tidak stabil
karena produksi sangat dipengaruhi musim dan jenis-jenis yang lagi terkenal. Jumlah

58
produksi masih di bawah jumlah permintaan. Misalnya di peternakan Asep Rabbit,
untuk permintaan anakan kelinci sekarang mencapai 1000 ekor per bulan tetapi baru
dipenuhi 500 ekor per bulan. Permintaan untuk kelinci pedaging saat ini sebesar 7
ton per bulan dan baru dapat dipenuhi 1 ton per bulan. Sehingga ini dapat dijadikan
peluang usaha dengan meningkatkan jumlah produksi.

Pendapatan Usaha. Peternak-peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan


mempunyai warung untuk menampilkan produk kelinci yang bertempat di sepanjang
jalan raya Lembang-Bandung. Walaupun tempatnya strategis, tetapi hari-hari yang
biasanya banyak pengunjung yaitu hari Sabtu-Minggu ataupun hari-hari libur. Kalau
hari-hari biasa, para peternak biasanya hanya mampu menjual ternak kelinci baik itu
hias ataupun pedaging sebanyak 10-20 ekor per peternak dan daging sebanyak 10 kg
per peternak per hari. Hari Sabtu-Minggu ataupun hari besar bisa menjual 50-100
ekor per peternak per hari dan 20-30 kg daging per peternak per hari. Hal tersebut
ditambah apabila ada pembeli langganan yang biasanya membeli untuk dijual lagi.
Konsumen tersebut setiap transaksi nominalnya sampai 5 juta rupiah. Sehingga rata-
rata para peternak mampu meraup keuntungan sekitar 2-10 juta per bulannya sudah
dipotong gaji karyawan, biaya pakan, dan lain-lain. Selain dari ternak kelinci,
pendapatan para peternak juga didapt dari penjualan pakan, kandang, dan lain-lain.

Lokasi Peternakan. Kondisis geografis Desa Gudang Kahuripan berada pada


ketinggian 1200 dpl/mdl dengan luas lahan 254741 ha, dengan suhu berkisar antara
20-25 oC. Curah hujan di Desa Gudang Kahuripan berkisar antara 1862 mm/thn.
Tanah di Desa Gudang Kahuripan terdiri atas tanah latosol yang baik untuk ditanami
tumbuhan terutama sayur-sayuran, sehingga banyak para penduduk yang memiliki
mata pencaharian sebagai petani sayuran. Desa Gudang Kahuripan selain memiliki
sentra usaha pertanian, juga memmiliki sentra usaha peternakan. Kondisi alam dan
geografis yang baik membuat Desa Gudang Kahuripan memiliki banyak sentra usaha
pertanian dan peternakan.

Sumber Pakan Melimpah. Sebagian besar wilayah Desa Gudang Kahuripan


digunakan untuk pemukiman (101,321 ha), sedangkan sisanya digunakan untuk
tegal/ladang (76,42 ha) dan pekarangan (4 ha). Tegal/ladang digunakan warga Desa
Gudang Kahuripan untuk menanam tanaman pangan, diantaranya jagung, kacang

59
panjang, ubi kayu, ubi jalar, cabai, tomat, buncis, dan brokoli. Sisa-sisa tanaman ini
sebenarnya bisa digunakan sebagai pakan ternak kelinci, tetapi para peternak belum
memanfaatkannya. Peternak di lokasi penelitian membeli pakan atau menggaji orang
untuk mengambil pakan untuk ternak kelincinya. Hal tersebut tentunya sebagai suatu
pemborosan. Padahal kalau dimanfaatkan dapat menekan biaya produksi.

Karakteristik Peternak. Peternak di Desa Gudang Kahuripan mempunyai karakter


yang kurang bekerja keras. Hal tersebut bisa dilihat dari melimpahnya ketersediaan
pakan di lokasi penelitian tetapi belum dimanfaatkan oleh peternak. Mereka lebih
baik membeli hijauan seharga Rp 15.000,00/karung. Kotoran kelinci berupa feces
dan urine pada lokasi penelitian tidak dilakukan pengolahan. Padahal kalau hal
tersebut dilakukan, akan menambah pendapatan peternak.

Faktor Eksternal Peternak Kelinci Di Desa Gudang Kahuripan


Permintaan Kelinci. Konsumsi daging masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Menurut BPS (2010), dari tahun 2006-2010 konsumsi daging
masyarakat Indonesia 1,95; 2,62; 2,4; 2,22; 2,55 kg/kapita/tahun. Peningkatan juga
terjadi pada volume ekspor komoditas peternakan khususnya kelinci. Hal ini dapat
dilihat pada (Tabel 21).

Tabel 21. Volume Ekspor Komoditas Peternakan (Ton)

N Komo 2002 20003 200 200


o ditas 4 5
.

1 77.67 111.4 19.1 87.


Sapi
. 7 32 64 546

2 Kelinc 570 16.79 18.3 60.


. i 3 85 000

3 Kambi 39.07 1.708 387 1.2


. ng 4 28

60
4 2.346. 2.760. 100. 316
Ayam
. 322 691 867

Sumber : Deptan 2007

Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29% , tahun 2003 ke
2004 sebesar 10%, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu 69% pada tahun
2004 ke 2005. Hal ini berarti bahwa adanya peluang pasar yang sangat besar di luar
negeri sehingga para peternak kelinci harus bisa menangkap peluang ini dengan
menghasilkan kelinci-kelinci berkualitas dan berdaya saing tinggi.Permintaan kelinci
anakan cukup menjanjikan.

Jumlah Pesaing. Kecamatan Lembang terdiri dari 16 desa yang sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai peternak khususnya peternak kelinci.
yang sudah menjadi budaya masyarakat Kecamatan Lembang. Kelinci di Lembang
mulai dikembangkan sejak tahun 1950 sampai sekarang. Menurut data
kependudukan Kecamatan Lembang, lebih dari 1000 orang menjadi peternnak
kelinci. Hal tersebut bisa menjadi peluang sekaligus ancaman bagi peternak kelinci
di lokasi penelitian.

Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah pusat dalam rangka


mendukung pengembangan ternak kelinci, meluncurkan dua pola pengembangan
kelinci (Deptan, 2010), yaitu Pola Kampung Kelinci dan Pola Integrasi. Pola
Kampung Kelinci merupakan pengembangan usaha budidaya ternak kelinci pada
suatu daerah/kampung secara terpadu dengan mengaplikasikan teknologi secara
maksimal, sehingga mendukung terlaksananya usaha budidaya ternak kelinci yang
berorientasi industri di pedesaan. Pola Integrasi merupakan pengembangan usaha
budidaya ternak kelinci pada sentra tanaman hortikultura sehingga terjadi simbiosis
mutualisme. Program pemerintah pusat lainnya yaitu mewujudkan swasembada
daging pada tahunn 2014 sehingga daging kelinci dapat menjadi alternatif untuk
memenuhinya. Pemerintah Daerah memberikan dorongan pada peternak-peternak
kelinci di Desa Gudang Kahuripan agar dapat terus meningkatkan produksi. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya bantuan-bantuan, baik berupa peralatan maupun
pelatihan-pelatihan tentang budidaya ternak kelinci. Tahun 1981, pemerintah

61
mendatangkan bibit kelinci unggul, yaitu jenis Vlaamsche reus dari daerah
Vlamingen Belgia.

Industri-Industri Berbahan Dasar Daging Kelinci. Ternak kelinci di Indonesia


mulai berkembang dengan baik. Dari data Statistik Peternakan dapat dilihat populasi
kelinci tahun 2009 baru mencapai 834.608 ekor. Tahun 2010 telah terjadi
peningkatan sebesar 7,6% mencapai 898.075 ekor (Deptan, 2007). Kontribusi daging
kelinci dalam penyediaan daging secara nasional memang masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan data statistik 2010, dari produksi daging nasional sebesar 2,18 juta ton,
daging kelinci menyumbang sebesar 100 ton atau 0,0046% (Deptan, 2007).
Mengingat permintaan daging kelinci yang meningkat, sehingga mendorong industri-
industri besar/kecil untuk mulai memanfaatkannya, misalnya restoran-restoran,
pedagang sate, dan yang lain-lain. Hal tersebut ditambah fasilitas ke Desa Gudang
Kahuripan sangat mendukung karena berada di sepanjang jalan raya Lembang-
Bandung.

Analisis SWOT Peternakan Kelinci Di Kecamatan Lembang


Kekuatan/Strenghts (S). Kekeuatan yang dimiliki peternak-peternak kelinci di
Kecamatan Lembang antara lain : banyak terdapat hijauan di sekitar lokasi
peternakan (luas tegal/ladang 76,42 ha; usaha yang turun-temurun (sejak tahun
1963); terdapat asosiasi peternak kelinci (Apkin); letak geografis dan kondisi suhu
sangat mendukung (berada di sepanjang jalan raya Lembang-Bandung dengan suhu
20-25 oC); tekad sesama peternak untuk meningkatkan daya saing (dibentuknya
Apkin).

Kelemahan/Weaknesses (W). Kelemahan yang dimiliki peternak-peternak kelinci di


Kecamatan Lembang antara lain : budidaya masih tradisional (berbentuk peternakan
rakyat); keterbatasan modal (berbentuk peternakan rakyat); fungsi kelompok belum
optimal; penyakit dan kematian anakan (ratio kematian 10%); sumber bibit langka;
belum adanya standarisasi harga jual (harga berbeda-beda di setiap peternak);
karakter peternak kurang bekerja keras.

Peluang/Opportunities (O). Peluang yang dimiliki peternak-peternak kelinci di


Kecamatan Lembang antara lain : permintaan ternak kelinci relatif tinggi (tahun 2005

62
= 60 ribu ton); konsumsi masyarakat akan produk daging semakin meningkat (2,55
kg/kapita/tahun); program swasembada daging 2014 oleh pemerintah; industri-
industri yang menggunakan bahan baku ternak kelinci semakin meningkat (industri
kulit, makanan, pupuk).

Ancaman/Threats (T). Ancaman yang dihadapi peternak-peternak kelinci di


Kecamatan Lembang antara lain : bertambahnya pesaing di pasaran (jumlah peternak
kelinci di Kecamatan Lembang lebih dari 1000 orang); adanya tengkulak yang
semakin meningkat; program pemerintah swasembada daging 2014 kurang optimal.

Matriks SWOT
Matriks SWOT digunakan dengan mengkombinasikan faktor strategis
eksternal dan internal suatu usaha untuk mendapatkan sejumlah alternatif strategi.
Strategi yang dirumuskan harus sesuai dengan kondisi usaha saat ini. Perumusan
alternatif strategi berdasarkan pengembangan empat tipe strategi, yatiu strategi S-O,
strategi W-O, strategi S-T, dan strategi W-T.

Strategi Strenghts-Opportunities (S-O)


Strategi S-O merupakan strategi yang dilakukan dengan menggunakan
kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi yang dapat
dilakukan adalah meningkatkan jumlah produksi ternak kelinci dan peningkatan
fasilitas dari pemerintah.

Meningkatkan Jumlah Produksi Ternak Kelinci. Peningkatan produksi dilakukan


melalui penambahan jumlah indukan ternak kelinci. Hal ini dilakukan dikarenakan
permintaan ternak kelinci yang relatif tinggi, konsumsi masyarakat akan produk
daging semakin meningkat, program swasembada daging 2014 oleh pemerintah, dan
industri-industri yang menggunakan bahan baku ternak kelinci semakin meningkat.
Hal ini didukung dengan banyak terdapat hijauan di sekitar lokasi peternakan, usaha
kelinci merupakan usaha yang turun-temurun, terdapat asosiasi peternak kelinci di
Kecamatan Lembang, letak geografis dan kondisi suhu dari Kecamatan Lembang
yang sangat mendukung, dan tekad sesama peternak untuk meningkatkan daya saing.

63
Peningkatan Fasilitas dari Pemerintah. Adanya kesadaran dan komitmen bersama
dari peternak dengan pemerintah diharapkan menjadi modal berharga untuk
pengembangan peternakan kelinci di Kecamatan Lembang. Salah satu bentuk
fasilitas dari pemerintah yaitu dengan adanya program swasembada daging 2014.
Program swasembada daging 2014, pemerintah diharapkan membuat kebijakan-
kebijakan yang salah satunya membatasi impor ternak dari luar negeri khususnya
ternak kelinci serta membantu mengkampanyekan konsumsi daging kelinci sebagai
daging yang mempunyai kualitas terbaik. Hal ini untuk memenuhi permintaan akan
ternak kelinci semakin meningkat baik itu dalam bentuk daging atau pun ternak
hidup.

Strategi Weakness-Opportunities (W-O)


Strategi W-O merupakan strategi yang dilakukan untuk meminimalkan
kelemahan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi yang dapat
dilakukan adalah penguatan aspek finansial, meningkatkan kualitas produksi
peternak kelinci, dan penguatan kelompok.

Penguatan Aspek Finansial. Strategi ini merupakan formulasi dari tingginya


permintaan ternak kelinci dengan keterbatasan modal sekaligus program pemerintah
terkait swasembada daging 2014. Kebanyakan peternak-peternak kelinci di Desa
Gudang Kahuripan merupakan peternak-peternak tradisional yang hanya mempunyai
modal yang kecil, sedangkan permintaan ternak kelinci yang semakin meningkat
sehingga peternak tidak dapat mengembangkan usahanya. Peternak di Desa Gudang
Kahuripan masih ragu untuk meminjam dana di bank dikarenakan adanya sistem
agunan dan jaminan yang dianggap memberatkan, sehingga diperlukan peran
pemerintah yang berperan sebagai pembuat kebijakan agar memudahkan mekanisme
pemnjaman. Peran pemerintah melalui kebijakannya juga diperlukan untuk
menstandarisasi harga. Peternak-peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan belum
mempunyai standarisasi harga, sehingga menyebabkan peternak mengalami
kerugian. Penilaian harga jual ternak di Desa Gudang Kahuripan masih subjektif
tergantung dari masing-masing peternak.

Meningkatkan Kualitas Produksi Peternak Kelinci. Peternak-peternak kelinci di


Desa Gudang Kahuripan mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya budidaya

64
ternak kelinci masih tradisional sehingga akan sulit untuk memenuhi permintaan
ternak kelinci yang semakin meningkat. Pemerintah melalui program swasembada
daging 2014 diharapkan mampu membantu untuk mengurangi kelemahan-kelemahan
tersebut. Salah satu bentuk konkrit yang dari pemerintah adalah mengadakan
pengembangan dan pelatihan bagi para peternak kelinci untuk meningkatkan kualitas
produksi. Bentuk pelatihan yang diharapkan para peternak di Kecamatan Lembang
salah satunya adalah dengan mengadakan kegiatan kegiatan penyuluhan serta
bimbingan cara beternak kelinci yang tepat dan benar. Kegiatan penyuluhan serta
bimbingan cara beternak kelinci yang tepat dan benar diperlukan salah satunya untuk
menanggulangi kematian anakan dan penyakit serta langkanya sumber bibit.
Diharapkan dengan kegiatan tersebut, peternak mampu meningkatkan kualitas
produksi ternak kelinci. Kegiatan penyuluhan serta bimbingan tersebut diharapkan
berisikan materi-materi penyuluhan yang mudah diaplikasikan oleh para peternak
kelinci di Desa Gudang Kahuripan.

Penguatan Kelompok. Peternak-peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan


sebagian kecil tergabung Asosiasi Peternak Kelinci Indonesia (Apkin) pimpinan
salah satu tokoh kelinci Indonesia yaitu Asep Sutisna (pemilik Asep Rabbit).
Peternak-peternak kelinci di lokasi penelitian kebanyakan tidak tergabung dalam
kelembagaan. Hal tersebut dikarenakan anggapan mereka (para peternak kelinci)
kalau masuk dalam kelembagaan, harga akan disesuaikan dengan harga yang
disepakati dalam kelembagaan tersebut. Hal tersebut merugikan para peternak yang
telah mempunyai pasar sendiri. Keuntungan kalau mengikuti kelembagaan, pasar
kelinci akan terjamin sehingga cocok bagi para peternak yang belum mempunyai
pasar. Menyikapi hal tersebut diperlukan peran pemerintah dan swasta dalam hal ini
industri-industri yang berbahan dasar baku kelinci. Pemerintah membantu untuk
mensosialisasikan dan membuat pelatihan terkait penguatan kelembagaan bagi para
peternak. Sedangkan pihak swasta menjamin pasar untuk daging kelinci.

Strategi Strenghts-Threats (S-T)


Strategi S-T merupakan strategi yang dilakukan dengan menggunakan
kekuatan internal untuk mengatasi ancaman eksternal. Strategi yang dapat dilakukan
adalah pelatihan manajemen pemasaran bagi peternak.

65
Pelatihan Manajemen Pemasaran bagi Peternak. Usaha ternak kelinci di
Kecamatan Lembang merupakan usaha yang turun temurun yang sudah berlangsung
sejak tahun 1980-an, sehingga sesama peternak sudah mempunyai tekad untuk sama-
sama berkembang. Salah satu contohnya sudah berdiri Asosiasi Peternak Kelinci
Indonesia (Apkin). Diharapkan dengan adanya semua kekuatan itu mampu
mengurangi kendala kelinci impor yang masuk dan tengkulak-tengkulak yang
merusak harga. Peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan membutuhkan pelatihan
untuk meminimalisir kendala tersebut. Salah satu bentuk pelatihannya adalah
pelatihan manajemen pemasaran. Pelatihan tersebut dapat terlaksana atas kerjasama
pemerintah setempat, pihak swasta, ataupun asosiasi. Pelatihan tersebut berisi materi-
materi yang aplikatif yang dapat diapliksikan oleh peternak. Diharapkan dengan
pelatihan tersebut, para peternak mampu memasarkan produknya sehingga dapat
digunakan untuk mengembangkan usahanya.

Strategi Weakness-Threats (W-T)


Strategi W-T merupakan strategi yang dilakukan dengan meminimalkan
kelemahan internal untuk menghindari ancaman eksternal. Strategi yang dapat
dilakukan adalah standarisasi harga jual.

Standarisasi Harga Jual. Peternak di Desa Gudang Kahuripan belum mempunyai


standarisasi harga jual sehingga menyebabkan kerugian. Peternak masih subjektif
dalam menentukan harga jual, sehingga dibutuhkan kerja sama semua elemen yang
terkait untuk menentukan harga jual agar menghindari ancaman kelinci-kelinci impor
yang masuk dan tengkulak-tengkulak yang meningka serta kompetisi dengan produk
lain. Rumusan alternatif strategi yang dapat dijalankan peternak kelinci tertera pada
(Tabel 22).

Tabel 22. Matriks SWOT Peternak Kelinci di Desa Gudang Kahuripan


Strenghts (S) Weaknesses (W)
Faktor
1.Sumber pakan 1.Budidaya masih tradisional.
Internal melimpah.
2.Keterbatasan
2.Usaha yang turun- modal.
temurun.
3.Fungsi kelompok belum
3.Terdapat asosiasi optimal.

66
peternak kelinci. 4.Penyakit dan kematian
anakan.
4.Letak geografis dan
kondisi suhu sangat 5,Sumber bibit langka.
mendukung.
6.Belum adanya standarisasi
5.Tekad sesama peternak harga jual.
untuk meningkatkan
Faktor daya saing. 7.Karakter peternak kurang
bekerja keras.
Eksternal
Opportunities (O) Strategi SO Strategi WO

1.Permintaan ternak kelinci 1. Meningkatkan jumlah 1.Penguatan aspek finansial


relatif tinggi. produksi ternak kelinci (W2, W4, O1, O6).
(S1, S4, S5, O1, O2,
2.Konsumsi masyarakat O4). 2.Meningkatkan ketrampilan
akan produk daging budidaya peternak kelinci
semakin meningkat. 2. Peningkatan fasilitas (W1, W4, O1, O2, O3, O5).
dari pemerintah (S2,
3.Program pemerintah. S3, S5, O3) 3.Penguatan kelompok
(W4,O3,O4).
4.Industri-industri yang
menggunakan bahan baku
ternak kelinci semakin
meningkat.
Threats (T) Strategi ST Strategi WT

1.Kompetisi dengan produk 1. Pelatihan manajemen 1. Standarisasi harga jual


lain. pemasaran bagi (W6, T1, T2, T3).
peternak (S3, S4, S5,
2. Adanya tengkulak yang T1, T2, T3).

semakin meningkat.

3.Pembinaan Pemda
setempat belum optimal.

67
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Evaluasi aspek produksi peternak di Desa Gudang Kahuripan menunjukkan
bahwa manajemen usaha ternak kelinci masih perlu diperbaiki, terutama mengenai
recording, pemberian air minum, dan pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki. Aspek
ekonomi yang perlu diperhatikan adalah administrasi keuangan. Hal tersebut
dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan. Sebagian besar peternak di Desa
Gudang Kahuripan sudah memperoleh keuntungan pada tahun pertama.
Pengalaman budidaya kelinci yang belum intensif, tingginya permintaan
kelinci dari masyarakat atau industri, persaingan dengan peternak lain, serta fungsi
kelembagaan dan pemerintah yang belum optimal perlu mendapatkan perhatian dari
peternak-peternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan dengan melakukan strategi
sebagai berikut : (1) melakukan pelatihan budidaya dan pendampingan untuk
meningkatkan ketrampilan peternak, (2) meningkatkan jumlah produksi dan kualitas
ternak kelinci, (3) penguatan kelembagaan, dan (4) standarisasi harga jual.

Saran
Saran-saran yang dapat diusulkan dari hasil penelitian ini adalah (1)
meningkatkan kerjasama kelompok peternak kelinci dengan perguruan tinggi,
pemerintah daerah, dan industri-industri dalam bentuk kegiatan pelatihan teknologi
budidaya, pemasaran, dan pengolahan produk dari ternak kelinci, dan (2) disarankan
kepada instansi pemerintah yang membawahi bidang peternakan untuk lebih
mengkampanyekan konsumsi daging kelinci,

68
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas semua rahmat dan
limpahan kasih sayang serta anugerah yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Sri Rahayu, M.Si. sebagai
dosen pembimbing utama, Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D., M.Si sebagai dosen
pembimbing anggota, serta Ir. B.N. Polii, S.U. sebagai dosen pembimbing akademik
atas segala kesabarannya dalam memberikan bimbingan, nasihat dan sarannya
selama penelitian hingga penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih
atas saran yang telah diberikan kepada M. Bahaqi, S.Pt, M.Sc. sebagai dosen
pembahas seminar, Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc. dan Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.,
M.Si sebagai dosen penguji sidang, dan Dr. Rudi Afnan, S.Pt. M.Sc. Agr. sebagai
panitia sidang.
Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya dan tak terkira, penulis haturkan
kepada Ayahanda Purwanto dan Ibunda Eny Mulyaningsih yang telah berjuang
dengan tenaga dan pikiran, memberikan doa, motivasi moril dan material, nasihat,
kesabaran dan rasa kasih sayang yang tiada hentinya serta adik-adikku Tika
Purnamaningsih, Rizal Ramli, dan Ridwan Dewantara yang terus memberi semangat,
doa dan material bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir. Arifa Rahayu, M.Si dan
Alfi Rahmawati yang memberi dukungan selama penelitian dan penyelesaian skripsi
ini. Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada Pakdhe Puji sekeluarga selama
penelitian berlangsung, teman-teman Wisma Asri (Dafi, Edys, Yogi, Ginong, drh Aji
Winarso, Prof Agik Suprayogik dan keluarga) yang selalu setia mengiringi dalam
suka dan duka. Kemudian, penulis juga ucapkan terima kasih atas bantuan, dukungan
dan kebersamaan teman-teman IPTP 44, dosen, staf Fakultas Peternakan, rekan-
rekan BEM Fapet dan KM IPB serta semuanya yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk peternakan kelinci di masa depan.

Bogor, April 2012


Penulis

69
DAFTAR PUSTAKA

Andika, A. 2010. Analisis strategi dinas peternakan dan perikanan Kabupaten Bogor
dalam mengembangkan sistem agribisnis ikan hias air tawar di Kecamatan
Cibinong Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Basuki, P. 1985. Studi tipe kandang kereman, panggung, individual dan kualitas
pakan tehadap performans produksi kelinci. Laporan Penelitian. Fakultas
Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Belanger, J. 1977. Raising Small Livestock. Rodale Press. Inc. Book Division,
Emmaus, Pennsylvania18049.
Biro Pusat Statistik. 2010. Desa Gudang Kahuripan dalam Data. Jakarta.
Blakely, J & D.H Bade. 1985. Ilmu Peternakan. Edisi ke-empat (Terjemahan). Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Brahmantyo, B & Y. C. Raharjo. 2005. Pengembangan pembibitan kelinci di
pedesaan dalam menunjang potensi dan prospek agribisnis kelinci. Lokakarya
Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. Balai Penelitian
Ternak, Bogor.
Brown, M. 1978. Exhibition and Pet Rabbits. Spur Publications, London.
Chadizaviary, C. 2010. Strategi pengembangan usaha peternakan lebah madu rakyat
(Studi kasus kelompok ternak lebah madu Sri Buana, Kampung Nyalenghor,
Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung. Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Cheeke, P.R., N.M. Patton, S.D. Lukefahr & J.I. McNitt. 1987. Rabbit Production.
6th Edition. The Interstate Printers and Publishers, Inc., Danville. Illinois.
Departemen Pertanian. 2007. Buku Saku Statistik Makro. Departemen Pertanian,
Jakarta.
Ensminger, M. E., J. E. Oldfield & W. W. Hineman. 1990. Feed and Nutrition
(Formaly Feed and Nutrition Complete). 2nd Edition. The Ensminger
Publishing Company, California.
Ensminger, M.E. 1991. Animal Science. 9th Edition. The Interstate Printers. And
Publisher. Inc. Denville, Illionis.
Farrell & Y.C. Raharjo. 1984. Potensi Peternakan Kelinci Sebagai Penghasil Daging.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Fielding, D. 1991. Rabbits The Tropical Agriculturalist. Centre for Tropical
Veterinary Medicine. University of Edinburgh, Edinburgh.
Gillesepie, R.J. 1992. Modern Livestock and Poultry Production 4th Ed. By Delmar
Publisher Inc., New Jersey.

70
Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI Press. Jakarta.
Guritno, T. 1996. Kamus Ekonomi. UGM Press. Yogyakarta.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia
Widia Sarana Indonesia, Jakarta.
Harsojo, D. & C.K. Sri Lestari. 1988. Pengaruh bobot badan kelinci persilangan
jantan akibat perbedaan waktu pemberian pakan. Pros. Seminar Nasional
Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak II. Balai
Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan
Litbang Pertanian, Bogor.
Herman, R. 2002. Pengenalan Kandang dan Peralatan Ternak Kelinci. Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.
Irwansyah. 1993. Analisis efisiensi faktor-faktor produksi cabang usaha tani
peternakan kelinci. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Lebas, F., P. Courdert, R. Rouvier & H. de Rochanbeau. 1986. The Rabbit
Husbandry Heal and Production Food And Agriculture Organization of the
United Nation, Rome.
Limbong, S.R. 2008. Pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap lama
bunting dan litter size pada kelinci persilangan. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Lipsey, R.G., P.N. Courant, D.D. Purvis & P.O. Steiner. 1995. Pengantar
Mikroekonomi. Terjemahan. Jilid Satu. Edisi Ketujuh. Binarupa Aksara,
Bandung.
Lukhefahr, S.D. & P.R. Cheeke. 1990. Rabbit project planning strategies for
developing countries. http://www.cipav.org.co/irrd/irrd2/3/cheeke2.htm.[30
Januari 2012].
McElhiney, R. R. 1994. Feed Manufacturing Technology IV. American Feed
Industry Association, Inc. Arlington, Virginia.
Muslih, D., I. W. Pasek, Rossuartini, & B. Brahmantiyo. 2005. Tatalaksana
pemberian pakan untuk menunjang agribisnis kelinci. Lokakarya Nasional
Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. Balai Penelitian Ternak,
Bogor.
Pond, W. G., D. C. Church., & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and
Feeding. John Wiley and Sons, New York.
Purba, R. 1997. Analisis Biaya dan Manfaat. Rineka Cipta, Jakarta.
Raharjo, Y.C. 1994. Potential and prospect of an integrated rex rabbit farming in
supporting an export oriented agribisnis. J. Lard 16: 69-81.

71
Raharjo, Y.C. 2005. Prospek, peluang, dan tantangan agribisnis ternak kelinci.
Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Balai
Penelitian Ternak, Bogor.
Rangkuti, F. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Rosita, Y. 2002. Pertumbuhan kelinci persilangan dari lahir hingga dewasa. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sari, K.M. 2007. Pola pembibitan kelinci rakyat di paguyuban peternak kelinci di
Kabupaten Magelang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sanford, J.C. 1979. The Domestic Rabbit. 3rd Ed. Granada London, Toronto, Sydney,
New York.
Sastrodihardjo. 1985. Performa reproduksi kelinci (Oryctolagus cuniculus) pada
peternakan kelinci di Jawa. Prosiding Seminar Peternakan dan Forum
Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Pusbanglitnak. Bogor.
Sitorus, P., S. Sastridihardjo, Y.C. Raharjo, I.G. Putu, Santoso, B. Sudaryanto & A.
Nurhadi. 1982. Laporan Budidaya Peternakan Kelinci di Jawa. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Soekartawi, A. Soeharjo, J.L. Dillon & J.B. Hardaker. 1985. Ilmu Usaha Tani dan
Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. UI Press, Jakarta.
Soleh, J. 2009. Strategi pengembangan usaha ternak sapi perah di Kecamatan
Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sudaryanto, B., Y. C. Rahardjo & M. Rangkuti. 1984. Pengaruh beberapa hijauan
terhadap performan kelinci di pedesaan. Ilmu dan Peternakan. Puslitbangnak,
Bogor.
Suryani, I. 2002. Studi Pertumbuhan kelinci Peranakan New Zealand White Sejak
Lahir Sampai Dewasa. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Templeton, G.S. 1968. Domestic Rabbit Production. He Interstate Printers and Pub.
Danville, Illionois.
Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Widagdho, N,D, 2008. Analisis kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit
Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Williamson, G. & W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

72
LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian


No. Kuisioner :

Kuisioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian dengan judul


“EVALUASI ASPEK PRODUKSI DAN EKONOMI PETERNAKAN
KELINCI DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG”
Oleh : Hassan Afif (D14070137)
Mahasiswa Departemen Ilmu Produksi & Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Peneliti mengharapkan kesediaan saudara / i untuk dapat meluangkan waktu dalam


mengisi kuisioner ini secara lengkap dan benar agar tercapai hasil yang akurat.
Semua kerahasiaan responden akan terjaga. Atas bantuan dan partisipasinya
diucapkan terima kasih.

DATA PRIMER

Nama peternak :

Alamat :

I. IDENTITAS RESPONDEN

Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

Umur (tahun) : …

Pendidikan : SD SMA

SMP Perguruan Tinggi

Pekerjaan : Petani Wiraswasta Buruh

Peternak PNS Lainnya,…

73
Lama beternak (thn) : <5 11-15 >20

6-10 16-20

II. ASPEK PRODUKSI

a. Pola pembibitan

Pemeliharaan ternak bibit :

Sistem perkawinan :

Sistem pembibitan :

Recording dan Seleksi : melakukan tidak melakukan

74
Jumlah, jenis & umur kelinci :

b. Pakan

Jenis pakan : rumput lapang + ampas tahu

rumput lapang + ampas tahu + dedak

rumput lapang + ampas tahu + konsentrat

rumput lapang + dedak + nasi sisa

Frekuensi pemberian : satu kali sehari

dua kali sehari

tiga kali sehari

Pemberian air minum : dilakukan tidak dilakukan

c. Perkandangan

Model kandang : battery

battery dan postal

Bahan kandang : bambu + kayu

kawat + bambu + kayu

Letak kandang : di dalam rumah

di luar rumah

Frekuensi pembersihan : sekali / hari sekali / minggu

dua kali / hari sekali / bulan

d. Reproduksi

Umur pertama ternak dikawinkan : …

Lama bunting : …

75
Jumlah anak seperlahiran(litter size) : …

Penyapihan : …

Jarak waktu pengawinan kembali : …

Mortalitas & penyebabnya : …

e. Penyakit

Penyakit yang pernah diderita : … :

Vitamin & obat-obatan : …

II. ASPEK EKONOMI

a. Jumlah pengeluaran (per bulan)

Pakan & jumlah kebutuhan : …

Tenaga kerja : …

Tempat pakan : …

Vitamin & Obat-obatan : …

Pembuatan kandang & jumlah kebutuhan : …

Pembelian bibit : … :

b. Jumlah Pendapatan (per bulan)

Indukan : …

Anakan : …

Pakan : …

Kandang : …

Pupuk : …

76
c. Pemasaran :

d. Strategi pengembangan usaha : :

e. Permasalahan yang dihadapi :

77
Lampiran 2. Foto-foto Penelitian

78

Anda mungkin juga menyukai