Pembibitan Kambing PE
USULAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Oleh :
Anwar Hidayat
NIM. 122410005
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2015
Oleh :
Anwar Hidayat
NIM. 122410005
Hanung Dhidhik Arifin, S.Pt., M.Si Roisu Eny Mudawaroch, S.Pt., M.P
NIDN. 0618028203 NIDN. 0605117102
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Ir. Zulfanita, M.P
NIDN.0629036401
PRAKATA
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii
LAMPIRAN ..................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Bibit
Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi pembudidayaan ternak yang penting
dan strategis untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil dalam menyediakan pangan asal
ternak yang berdaya saing tinggi. Peternak untuk mendapatkan bibit ternak yang bermutu
diperlukan penemuan bibit ternak unggul yang dilakukan melalui pemuliaan serta proses
sertifikasi. Kegiatan pembibitan ternak meliputi pemuliaan, pembudidayaan, perkembangbiakan,
pengawasan penyakit, penyebaran, peredaran, pengawasan mutu, pelestarian sumberdaya ternak,
pengendalian lingkungan, serta pengembangan usaha pembibitan yang dapat dilakukan baik oleh
pemerintah maupun swasta (Risyana, 2008).
Pemilihan bibit :
1. Bibit kambing PE yang baik
- Sehat, tidak cacat fisik dengan nafsu makan besar dan aktif
- Bulu bersih dan mengkilap
- Dada lebar dan dalam, kaki kurus dan kuat,
- Berasal dari keturunan kembar dan induk tidak sedarah.
2. Bibit kambing PE jantan yang baik
- Postur tubuh tinggi besar dan gagah
- Kaki panjang dan tumit tinggi
- Alat kelamin normal dan libido tinggi.
3. Bibit kambing PE betina yang baik
- Bersifat keibuan dan pandai mengasuh anak
- Alat kelamin normal
- Mempunyai ambing yang simetris, kenyal dan tidak ada bekas luka.
2.3 Pubertas
Pubertas (estrus pertama) untuk kambing terjadi pada umur 69 bulan. saat kambing
mengalami pubertas organ kambing belum sempurna dianjurkan ternak kambing di kawinkan
pada umur 1012 bulan karena pada umur tersebut ternak sudah dewasa kelamin dan dewasa
tubuh dengan bobot berat badan betina 2025 kg. Secara umum pubertas dapat didifinisikan
sebagai umur atau waktu dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi. Menurut Feradis
(2010) pubertas pada ternak betina didefenisikan sebagai suatu fase atau keadaan dimana ternak
tersebut menunjukan tanda tanda estrus atau birahi pertama kali, tingkah laku kawin dan
menghasilkan sel telur atau ovulasi atas pengaruh hormon estrogen. Pada umumnya semua
hewan akan mencapai kedewasaan kelamin sebelum dewasa tubuh.
Siklus estrus adalah jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus yang berikutnya
(Partodihardjo, 1987). Birahi atau biasa disebut dengan estrus didefinisikan sebagai periode pada
siklus reproduksi dimana ternak betina mau menerima pejantan untuk melakukan perkawinan.
Kambing merupakan hewan poliestrus, setelah mencapai usia pubertas siklus estrus berlangsung
secara terus menerus sepanjang tahun, kecuali pada saat hewan bunting, siklus estrusnya terhenti
sementara. Lama siklus estrus pada kambing 19-21 hari (Devendra dan Burns, 1994). Lama
berahi pada kambing berkisar 24-36 jam, ovulasi terjadi 24-48 jam sejak mulainya berahi, dan
waktu kawin optimal adalah 24-36 jam dari awal birahi (tabel 1). Siklus estrus pada dasarnya
dibagi menjadi 4 fase atau periode yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Marawali et
al., 2001).
Tabel 1. Parameter reproduksi kambing betina
Parameter Besaran
Tipe siklus estrus Polyestrus dan tidak terpengaruh musim
Siklus estrus 21 hari (18-24 hari)
Lama estrus 36 jam
Waktu ovulasi 24 (24-48) jam dari awal estrus.
Waktu kawin yang optimal 24-36 jam dari awal estrus
Lama bunting 150 hari (147-155 hari)
Umur pubertas 6-8 bulan
Sumber : Feradis 2010
Kambing betina sudah dapat dikawinkan pada umur 6 bulan, pada umur ini betina sudah
mengalami birahi pertama selama 1 minggu. Setelah seminggu birahi ini akan hilang dan akan
muncul kembali dalam 21 hari kemudian (1 bulan). Sangat dianjurkan kambing etawa betina
dikawinkan mulai 9 bulan atau birahi ketiga. Hal ini untuk memperkecil resiko pada kehamilan
dan kelahiran. Kambing betina pada usia ini alat reproduksinya sudah sempurna, dari
pengamatan di lapangan anak (cempe) yang dilahirkan juga memiliki perkembangan lebih bagus
daripada yang dilahirkan oleh kambing etawa betina yang dikawinkan muda.Perkembangan
betina juga lebih baik daripada yang dikawinkan muda (Sherwood, 2001).
Kambing etawa jantan sudah dapat birahi pada umur 6 8 bulan, namun pada idealnya
kambing etawa jantan sudah dapat mengawini kambing etawa betina mulai umur 18 bulan (2
tahunan). Kambing PE jantan pada usia tersebut sudah memiliki postur badan yang mampu
menguasai kambing etawa betina. Kambing jantan etawa jantan yang sudah mampu birahi
memiliki bulu kaki depan yang berwarna kekuningan. Warna ini disebabkan oleh air kencing
pejantan itu sendiri. Kambing etawa jantan yang dapat dijadikan pejantan yang baik memiliki
postur badan yang tidak terlalu gemuk, aktif lincah dan selalu birahi jika didekatkan dengan
kambing etawa betina. Tidak semua pejantan etawa langsung birahi didekatkan pada betina. Ada
kalanya pejantan tersebut malu-malu atau istilahnya harus kenalan dengan betinanya
(Frandson, 1992).
Kambing etawa betina yang siap dikawinkan akan menunjukkan tanda-tanda birahi
seperti sering mengembik tanpa sebab, menggosok-gosokkan badan pada dinding kandang, nafsu
makan kurang, ekornya dikibas-kibaskan, sering kencing, bibir kemaluan membengkak, selaput
bagian dalam agak kemerah-merahan dan keluar lendir yang jernih (Boolotion, 1979).
Kambing etawa jantan dapat mencium bau kambing etawa betina yang birahi. Hal ini
karena kambing etawa betina yang birahi memiliki bau yang khas. Kambing etawa jantan akan
bereaksi dengan mengembik melenguh dan birahinya bangkit seketika bau ini tercium. Jika tidak
dikawinkan hal ini akan berlanjut tiap malam. Kambing etawa betina yang birahi tidak akan lari
menghindar ketika pejantan menaikinya. Disarankan tali pengikat kambing etawa jantan
dipegangi, agar proses perkawinan berlangsung aman. Hal ini disebabkan kambing etawa jantan
yang birahi memiliki sifat yang tidak terkontrol yang mungkin dapat mencederai kambing etawa
betina yang akan dikawini. Postur kambing etawa jantan yang akan mengawini hendaknya lebih
besar daripada kambing etawa betina yang akan dikawini agar proses kawinnya tidak sulit.
Hendaknya proses perkawinannya dua kali, setelah perkawinan sukses kambing etawa betina
diajak jalan-jalan agar sperma yang diterima tidak tumpah (Boolotion, 1979).
2.5 Kebuntingan
Peningkatan produktivitas ternak dewasa ini menjadi tuntutan utama seiring dengan
pencanangan swasembada daging. Karena itu, deteksi kebuntingan merupakan faktor yang
penting di dalam usaha peningkatan produktivitas ternak. Sampai saat ini deteksi kebuntingan
yang dilakukan memiliki beberapa kelemahan, antara lain akurasi yang rendah, bahaya
kegagalan kebuntingan yang tinggi, kurang aplikatif bagi masyarakat, dan harga yang mahal
(Anonima, 2010).
Faktor- faktor yang mempengaruhi kebuntingan adalah (Anonimb, 2010):
1. Faktor maternal, umur induk sangat menpengaruhi kebuntingan.
2. Faktor foetal, foetus banyak pada jenis monotocus yang memiliki kebuntingan sigkat.
3. Faktot genetik, genotip berperan dala, kebuntigan.
4. Lingkungan fisik, lingkungan, suhu, musimberpenagruh pada kenuntingan.
Kebuntingan pada ternak kambing berlangsung selama 150-152 hari atau 5 bulan.
Tanda-tanda kebuntingan pada ternak kambing adalah sebagai berikut (Anonimb, 2010):
1. Tidak munculnya birahi pada siklus birahi berikutnya
2. Lebih tenang dan menghindar jika dinaiki temannya
3. Ambing tampak menurun dan nafsu makan bertambah
4. Perut sebelah kanan terlihat membesar
5. Bulu tampak lebih mengkilat (klimis)
2.6 Kelahiran
Pengelolaan induk menjelang melahirkan, saat melahirkan dan beberapa saat setelah anak
dilahirkan merupakan salah satu periode singkat naum kritis bagi pencapaian produktivitas
seekor induk kambing. Diperlukan berbagai tindakan persiapan yang mendetail ataupun tindakan
pada saat melahirkan maupun setelah dilahirkan untuk terutama mencegah kematian baik induk
maupun anak yang dilahirkan. Sehubungan dengan itu, maka kemampuan menduga secara akurat
saat melahirkan seekor induk akan sangat membantu keberhasilan manajemen melahirkan secara
keseluruhan.
BAB III
METODOLOGI
3.4 Parameter
Parameter yang diamati meliputi :
- Bobot
- Umur
- Tinggi
- Grade
- Penampilan luar
- Organ reproduksi
1. Pejantan
- Bobot
- Umur
- Tinggi
- Grade
- Jumlah
- Organ reproduksi
2. Indukan
- Bobot
- Umur
- Tinggi
- Grade
- Jumlah jantan, betina
3. Anakan - Sapih, lepas sapih
- Pubertas
- Umur kawin
- Sistem perkawinan
- Frekuensi kawin
- Ciri birahi
- Jadwal kawin
- Siklus birahi
- Presentase birahi
4. Perkawinan
- Lama bunting
- Jarak bunting
- PBB/PBBH selama bunting
- Bobot badan awal-akhir bunting
- Presentase kebuntingan
5. Kebuntingan
- Jarak kelahiran
- Litter size
- Mortalitas
- Lama menyusui
- Presentase kelahiran
6. Kelahiran - Rataan jumlah anak perkelahiran
DAFTAR PUSTAKA
Barry, D. M. and R. A. Godke. 2005. The Boer Goat the Potential for Cross Breeding Department of
Animal Scien. LSU. Agricultural Center Lousiana State University. Baton Rouse. Lousiana.
Boolotion, R.A. 1979. Zoology An Introduction to the Study Of Animals. London: Macmillan
Publishing.
Devendra dan Burns. 1994. Produksi kambing di daerah Tropis. Penerbit ITB. Bandung.
Devendra, C. and Burns., 1970, Goat Production In The Tropics. C. A. B., Farham Royal Bucks,
England.
Hartawan, S. 1999. Peningkatan Daya Produktivitas Kambing Lokal Indonesia dengan Sistem
Perkawinan Silang Dengan Induk Kambing PE di Wilayah Jawa Tengah. Karya Ilmiah. Fakultas
Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Land, R. B. and D. W. Robinson. 1985. Genetics of Reproduction in Sheep. Garden City Press Ltd,
Letchworth, Herts. England.
Marawali, A., M.T. Hine, Burhanuddin, H.L.L. Belli. 2001. Dasar-dasar ilmu reproduksi ternak.
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Tinggi Badan Kerjasama Perguruan
Tinggi Negeri Indonesia Timur. Jakarta.
Mulyono, S. 2003. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Cetakan Ke -V. Penerbit PT Penebar
Swadaya, Jakarta.
Nainggolan, W. 2011. Program Peningkatan Mutu Bibit Ternak dengan Teknik Persilangan. Proseding
Seminar Pengembangan Ternak Lokal. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Solok.
Sumatra Barat.
Partodihardjo. R. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Fakultas kedokteran Veteriner Jurusan Reproduksi
Institut Pertanian Bogor.
Sosroamidjojo, M. Samad dan Soeradi. 1984. Peternakan Umum. CV Yasa Guna. Jakarta.
Subakat, S. A. 1985. Pengaruh Cara Pemberian Ransum terhadap Performans, Karkas, dan Komponen
Karkas Kambing Peranakan Etawah Jantan Muda. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor.
Subandriyo. 1996.Potensi dan Produktivitas Ternak Kambing di Indonesia. Proseding Seminar Nasional
Potensi dan Pengembangan Kambing. Dinas Peternakan PropinsiDaerahTingkat I Jawa Timur.
Sulastri. 2001. Estimasi Nilai Ripitabilitas dan MPPA (Most Probable Producing Ability) induk
kambing Peranakan Etawah di Unit Pelaksana Teknis Ternak Singosari, Malang, Jawa
Timur. Jurnal Ilmiah SainsTeks. Volume VIII, No. 4, September 2001. Universitas Semarang.
Semarang.
Williamson, G. and W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis, Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.