Anda di halaman 1dari 72

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

SAPI POTONG DI WILAYAH


KOTA PEKANBARU

SKRIPSI

RISZA PUTRI ELBURDAH

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

RISZA PUTRI ELBURDAH. D34104061. Analisis Potensi Pengembangan


Peternakan Sapi Potong di Wilayah Kota Pekanbaru. Skripsi. Program Studi
Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Burhanuddin, MM


Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr

Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti dengan kesadaran masyarakat


untuk memenuhi kebutuhan protein hewani asal ternak merupakan peluang yang baik
bagi pengembangan ternak sapi potong. Khusus bagi Kota Pekanbaru yang
merupakan ibukota Provinsi Riau bertambahnya penduduk juga mengakibatkan
meningkatnya lahan yang digunakan untuk pembangunan perumahan, sehingga
semakin menggeser penggunaan lahan yang digunakan untuk peternakan sapi
potong. Oleh sebab itu perlu dilakukan identifikasi sumberdaya peternakan yang
mendukung upaya pengembangan ternak sapi potong di Kota Pekanbaru.
Tujuan dari penelitian adalah: 1) Menganalisis faktor-faktor sumberdaya
peternakan apa saja yang dimiliki, 2) Menganalisis wilayah basis serta kapasitas
tampung ternak ruminansia di Kota Pekanbaru. Penelitian ini didesain sebagai
penelitian survey. Data dikumpulkan selama bulan September sampai Oktober 2007.
Data primer diperoleh langsung dari wawancara dengan peternak dan pihak-pihak
terkait. Data sekunder didapat dari Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistika dan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Pekanbaru. Penelitian
ini menggunakan analisis deskriptif, analisis Location Quation (LQ) dan analisis
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR).
Hasil analisis deskriptif menggambarkan bahwa faktor pendukung berpotensi
pengembangan ternak sapi potong berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
teknologi pemeliharaan dan kelembagaan dapat mendukung pengembangan ternak
sapi potong di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru yang terdiri dari 12 Kecamatan
memiliki beberapa wilayah kegiatan basis untuk peternakan sapi potong yang berarti
di Kota Pekanbaru ada beberapa wilayah atau Kecamatan yang mempunyai tingkat
populasi relatif lebih banyak daripada wilayah atau Kecamatan lain. Berdasarkan
hasil perhitungan LQ terhadap Kecamatan-kecamatan di Kota Pekanbaru yang
memiliki nilai LQ > 1 terdapat 4 Kecamatan yang merupakan wilayah basis, 5
Kecamatan merupakan wilayah non basis tapi ada ternak sapi potongnya dan 3
Kecamatan merupakan wilayah tanpa ada ternak sapi potongnya. Sedangkan hasil
perhitungan KPPTR efektif didapat bahwa nilai total KPPTR Kota Pekanbaru adalah
4 066.485 ST.

Kata-kata kunci: sapi potong, potensi wilayah


ABSTRACT

Analysis Potention of Development Area Beef Cattle in Region Kota Pekanbaru


Elburdah, R.P, Burhanuddin, and S. Mulatsih
The aims of this research are : (1) to identify Pekanbaru animal husbandry
resources, (2) to analysis which area that can be development beef cattle bases, (3) to
identify Pekanbaru area that have potention for develoment beef cattle based on
preparing food. This research designed as a research survey. Data was collected
from September - October 2007. Primary data obtained directly from interview with
farmer and related parties, secondary data collected from the animal husbandry
official, Statistic Center Board (BPS) and Board of Regional Development Planning
( BAPPEDA). This research use descriptive analysis, Location Quation ( LQ)
analyze and Added Capacity of Ruminant Population (ACRP) analysis. Results of
descriptive analysis describe potention and constraint of Pekanbaru regency animal
husbandry resource can support expansion of beef cattle. Capital and animal
husbandry institution still require coordination for further expansion. Pekanbaru
consisted of 12 districts to have some activity regions of bases for breeding of beef
cattle meaning in Pekanbaru there are some region having level of relative
population more than other regions. Based on result of calculation LQ to districts in
Pekanbaru having value LQ > 1 there is 4 district which is bases region, 5 district are
non bases region but has beef cattle animal husbandry and 3 district are non bases
region without there are. Based on ACRP analysis show that total value ACRP
Pekanbaru is 4 066.485 ST

Keywords: beef cattle, potency area


ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN
SAPI POTONG DI WILAYAH
KOTA PEKANBARU

RISZA PUTRI ELBURDAH


D34104061

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN
SAPI POTONG DI WILAYAH
KOTA PEKANBARU

Oleh :
RISZA PUTRI ELBURDAH
D34104061

Skripsi ini telah disetujui dan akan disidangkan


dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Maret 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Burhanuddin, MM. Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr


NIP. 132 232 454 NIP. 131 839 497
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1987 di Pekanbaru Riau. Penulis


adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Ir. Humizry Husein,
MM dan Ibu Hj. Eleanor Matigora Emzita.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1998 di SDN Bintaro 01
Pagi Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001
di SLTPN 12 Jakarta dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada
tahun 2004 di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta.
Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Departemen Sosial Ekonomi
Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis aktif di kelembagaan organisasi kampus BEM-D sebagai staff
Departemen Sosial Pengabdian Masyarakat Mahasiswa (SPM2) tahun 2006-2007
dan berpartisipasi di berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Bakti Fakultas Peternakan,
One Day In Fapet, Rumah Singgah Fapet, Fapet Peduli Tuna Werdha sebagai ketua
panitia dan Red Bull’s 2006. Selain itu penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa
Sosial Ekonomi Indstri Peternakan (HIMASEIP) sebagai Kepala Departemen Sosial
Lingkungan Masyarakat (SOSLINGMAS) tahun 2007-2008 serta berpartisipasi di
kegiatan kepanitiaan seperti Lomba Cepat Tepat Fapet 2005, Lomba Cepat Tepat
Fapet 2006, Aksi Cepat Tanggap HIMASEIP, Memoirs Of SEIP dan Seminar Kredit
UMKM Peternakan. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum
kolokium PPKN.
KATA PENGANTAR

Peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian.


Pembangunan peternakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pembangunan perekonomian masyarakat, karena permintaan protein hewani akan
terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan
pendapatan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan
bergizi tinggi. Peternakan juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai pendapatan dan
taraf hidup peternak.
Kondisi tersebut merupakan sebuah peluang yang bisa diambil bagi peternak
untuk meningkatkan produktifitas guna memenuhi permintaan produk peternakan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dilakukan peternak adalah dengan
mengembangkan usaha ternak sapi potong. Ternak sapi potong merupakan salah
satu sumber penghasil protein hewani, yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
Atas dasar itu penulis melakukan penelitian analisis potensi wilayah
pengembangan peternakan sapi potong Kota Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisa potensi sumberdaya dan wilayah basis serta kapasitas tampung
ternak ruminansia.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari skripsi ini masih
jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang
membangun untuk perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang. Akhir kata
penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Februari 2008

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman

RINGKASAN ................................................................................................ i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................. 2
Tujuan .................................................................................................. 3
Kegunaan ............................................................................................. 3
KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6
Konsep Pengembangan Wilayah .......................................................... 6
Wilayah Peternakan .............................................................................. 7
Sumberdaya Peternakan........................................................................ 8
METODE PENELITIAN ............................................................................... 13
Lokasi dan Waktu ................................................................................ 13
Populasi dan Sampel ............................................................................ 13
Desain Penelitian .................................................................................. 13
Data dan Instrumentasi ........................................................................ 13
Analisis Data......................................................................................... 14
Definisi Istilah....................................................................................... 15
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 16
Kondisi Umum Wilayah ...................................................................... 16
Sektor Ekonomi ................................................................................... 19
Wilayah Pembangunan ......................................................................... 22
Sektor Peternakan ................................................................................. 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 28
Sumberdaya Pendukung Pengembangan Peternakan .......................... 28
Sumberdaya Alam ...................................................................... 28
Sumberdaya Manusia.................................................................. 32
Teknologi Pemeliharaan ............................................................. 35
Kelembagaan .............................................................................. 37
Wilayah Basis Ternak Sapi Potong dan KPPTR Kota Pekanbaru........ 41
Wilayah Basis .............................................................................. 41
KPPTR ......................................................................................... 44
Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong Kota
Pekanbaru ............................................................................................. 47
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 50
Kesimpulan .......................................................................................... 50
Saran .................................................................................................... 50
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52
LAMPIRAN.................................................................................................... 53
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur ..................... 17
2. Distribusi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di
Kota Pekanbaru.................................................................................. 18
3. Alokasi Penggunaan Lahan di Kota Pekanbaru ................................. 19
4. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pekanbaru Tahun 2005.................... 20
5. Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun
2003-2005 .......................................................................................... 21
6. PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha Sektor Pertanian Tahun 2003-2005 ........................ 21
7. Jumlah Populasi Ternak Kota Pekanbaru Tahun 2003-2005 ............. 24
8. Produksi Daging dan Telur di Kota Pekanbaru Tahun 2003-2006 .... 25
9. Konsumsi Ternak di Kota Pekanbaru Tahun 2006 ............................ 26
10. Nama Pasar di Kota Pekanbaru dan Jumlah Pasokan Daging Sapi ... 27
11. Perkembangan Populasi Sapi Potong Berdasarkan Jenis kelamin di
Kota Pekanbaru Tahun 2003-2005 .................................................... 29
12. Jenis dan Luas Kebun Hijauan Pakan Ternak di Balai Bibit
Peternakan.......................................................................................... 31
13. Karakteristik Peternak di Kota Pekanbaru ......................................... 33
14. Nama Kelompok Petani Ternak di Kota Pekanbaru Tahun 2006...... 38
15. Wilayah Basis dan Nilai LQ Ternak Sapi Potong Kota Pekanbaru .. 42
16. Wilayah Kota Pekanbaru dengan Nilai KPPTR (E) Positif............... 44
17. Jumlah Riil Ternak Ruminansia dan Nilai KPPTR (L) .................
Kota Pekanbaru.................................................................................. 45
18. Pengelompokan Wilayah Berdasarkan Nilai KPPTR dan LQ........... 47
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Potensi Wilayah Pengembangan Sapi Potong
Kota Pekanbaru.................................................................................. 5
2. Pembagian Wilayah Pembangunan di Kota Pekanbaru ..................... 23
3. Sapi Bali Mendominasi Populasi Sapi Kota Pekanbaru .................... 30
4. Rumput Merupakan Hijauan untuk Ternak Sapi Potong .................. 31
5. Aktivitas Pemberian Pakan oleh Peternak di Kecamatan Tenayan
Raya Kota Pekanbaru......................................................................... 32
6. Perkandangan Peternak di Kecamatan Tenayan Raya Kota
Pekanbaru ........................................................................................... 35
7. Pemberian Pakan Tambahan Dedak di Kecamatan Rumbai.............. 37
8. Tampak Depan Plaza Ternak di Kota Pekanbaru .............................. 39
9. Aktivitas Pengenceran Semen di Balai Bibit Kota Pekanbaru .......... 40
10. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai LQ .... 43
11. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai
KPPTR .............................................................................................. 46
12. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai LQ
dan KPPTR ........................................................................................ 49
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Profil Umum Peternak di Tiga Kecamatan Terpilih .......................... 54
2. Jumlah Populasi Ternak Ruminansia (ST) Kota Pekanbaru .............. 55
3. Hasil Perhitungan LQ......................................................................... 56
4. Hasil Perhitungan Nilai KPPTR Berdasarkan Sumberdaya Lahan ... 57
5. Hasil Perhitungan KPPTR Efektif ..................................................... 58
6. Hasil Perhitungan Lahan Penghasil Rumput ..................................... 59
7. Hasil Perhitungan Lahan Penghasil Jerami........................................ 60
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian integral dari
pembangunan sektor pertanian dan merupakan bagian dari sistem pembangunan
ketahanan pangan, pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas,
pengentasan kemiskinan, perdagangan komoditi pangan dan non pangan serta
pembangunan lingkungan hidup. Pembangunan peternakan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional, karena permintaan
protein hewani akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk,
peningkatan pendapatan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi pangan bergizi tinggi sebagai pengaruh dari naiknya tingkat
pendidikan rata-rata penduduk.
Pemenuhan kecukupan protein hewani secara nasional masih belum
mencapai target sehat konsumsi protein hewani yang telah ditetapkan oleh Widya
Karya Nasional Pangan dan Gizi yakni sebesar 6 gram/kap/hari yang berequivalent
dengan konsumsi daging sebesar 10.1 kg/kap/tahun, telur 3.5kg/kap/tahun dan susu
6.4kg/kap/tahun. Sebagai gambaran, jumlah konsumsi masyarakat Kota Pekanbaru
untuk daging sebesar 16.09 Kg/Kapita/Tahun dan telur sebesar 5.98
Kg/Kapita/Tahun.
Kebutuhan gizi yang bersumber dari protein hewani berupa daging, telur dan
susu sangat diperlukan untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik dalam
pembentukan fisik yang tangguh maupun kecerdasan. Untuk memenuhi kebutuhan
protein tersebut, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah pengembangan
usaha ternak sapi potong.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Kota Pekanbaru yang juga
merupakan ibukota Provinsi Riau, mengakibatkan meningkatnya lahan yang
digunakan untuk keperluan lainnya (tanaman pangan, perkebunan, perumahan dan
industri). Hal tersebut berakibat tergeser dan menyusutnya lahan untuk usaha ternak
sapi potong, dimana lahan adalah unsur utama pengembangan ternak ruminansia.
Diperlukan usaha identifikasi potensi wilayah yang cocok untuk pengembangan
peternakan sapi potong di Kota Pekanbaru.
Identifikasi wilayah ini dilakukan dengan cara melihat sumberdaya
peternakan yang mendukung pengembangan ternak sapi potong, wilayah mana yang
menjadi basis untuk pengembangan ternak sapi potong dan melihat kemampuan
wilayah untuk menampung penambahan jumlah ternak ruminansia yang
dikembangkan berdasarkan ketersediaan pakan.

Perumusan Masalah
Kota Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau mempunyai peranan yang
sangat penting sebagai salah satu wilayah yang dapat memenuhi semua kebutuhan
masyarakat. Sumberdaya peternakan terutama lahan semakin lama ketersediaannya
semakin langka, hal ini disebabkan karena adanya persaingan dengan subsektor lain
dan kebutuhan manusia, seperti tanaman pangan, perkebunan, perumahan dan
industri. Salah satu pendukung pengembangan peternakan yaitu adanya sumberdaya
yang memadai, baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya lain
yang mendukung. Karakteristik potensi sumberdaya yang berbeda di setiap wilayah
di Kota Pekanbaru mengharuskan adanya identifikasi potensi yang dimiliki dengan
menganalisis wilayah mana yang mampu menjadi basis atau non basis bagi
pengembangan ternak sapi potong, serta kemampuan wilayah untuk menampung
jumlah ternak berdasarkan jumlah pakan yang dapat disediakan.

Beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah :


1. Sumberdaya apa saja yang dimiliki wilayah Kota Pekanbaru yang menunjang
upaya pengembangan ternak sapi potong?
2. Wilayah mana saja yang menjadi basis pengembangan sapi potong di Kota
Pekanbaru?
3. Wilayah mana saja yang berpotensi untuk pengembangan dalam penambahan
daya tampung sapi potong terhadap penyediaan pakan di Kota Pekanbaru?
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi sumberdaya peternakan Kota Pekanbaru dalam upaya
pengembangan ternak sapi potong.
2. Menganalisis wilayah basis pengembangan sapi potong Kota Pekanbaru.
3. Menganalisis wilayah Kota Pekanbaru yang berpotensi dalam penambahan daya
tampung sapi potong terhadap ketersediaan lahan penghasil rumput di Kota
Pekanbaru.

Kegunaan
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan/acuan bagi :
1. Pemerintah setempat dalam mengambil kebijakan dan keputusan dalam
pengembangan ternak sapi potong.
2. Para peneliti ternak sapi potong dalam mengembangkan ternak sapi potong.
3. Peternak atau investor yang ingin mengembangkan usaha peternakan sapi
potong.
KERANGKA PEMIKIRAN

Peranan sektor peternakan dalam pengembangan suatu wilayah dapat


ditingkatkan apabila potensi sumberdaya peternakan khususnya sumberdaya alam
seperti keadaan iklim, lahan, topografi dan sarana prasarana yang menunjang dapat
dikelola dengan baik, tentunya dengan dukungan faktor-faktor lain seperti
sumberdaya manusia, kelembagaan dan kebijakan pemerintah. Potensi yang tersedia
dengan dukungan faktor-faktor tersebut dapat memberikan peranan yang penting
bagi pengembangan suatu wilayah.
Upaya pengembangan wilayah ternak sapi potong di Kota Pekanbaru,
dilakukan di daerah basis dan yang masih mampu menampung penambahan populasi
ternak sapi potong. Metode yang digunakan dalam upaya pengembangan ini
diantaranya adalah analisis LQ (Location Quation), analisis KPPTR ( Kapasitas
Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia). Analisis LQ digunakan untuk melihat
apakah suatu wilayah merupakan wilayah basis atau non basis. Hasil dari analisis ini
digunakan untuk penentuan daerah pengembangan. Analisis KPPTR digunakan
untuk melihat daya tampung suatu wilayah berdasarkan ketersediaan pakan yang ada
di wilayah tersebut agar penggunaan sumberdaya di wilayah tersebut bisa mencapai
optimal. Pada akhirnya upaya pengembangan ini dapat terlaksana dan produksi
daging khususnya daging sapi bisa terus ditingkatkan serta bisa memenuhi kebutuhan
masyarakat. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumberdaya Peternakan

SDA SDM Kelembagaan Kebijakan Pemerintah

Pengembangan Sapi
Potong

Identifikasi Wilayah Pengembangan Sapi Potong

Populasi Populasi Lahan Penghasil Produksi Limbah


Penduduk Ternak Pertanian Pertanian

Wilayah Basis Kapasitas Tampung


(LQ) (KPPTR)

Wilayah Berpotensi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Potensi Wilayah Pengembangan Sapi


Potong Kota Pekanbaru
TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pengembangan Wilayah


Suatu wilayah merupakan lingkungan yang secara aktual dan potensial
mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi penduduknya untuk berbagai
keahlian dan keterampilan. Kriteria yang dapat dipakai untuk menyusun konsep
wilayah dan perwilayahan ialah keadaan, strktur atau watak fisik, hayati, ekonomi
dan sosial. Dalam kriteria ekonomi terdapat aktivitas pertanian (termasuk
peternakan), industri, kerajinan, perdagangan, pariwisata, penjualan jasa, perbankan
dan laju peredaran uang, pertambangan dan perhubungan. Kriteria sosial diantaranya
demografi, pendidikan dan keterampilan, tata pemerintahan dan adat istiadat
(Notohadiprawiro, 2006).
Menurut Budiharsono (2001), wilayah didefinisikan sebagai unit geografi
yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal.
Wilayah dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1. Wilayah homogen adalah wilayah dipandang dari aspek atau kriteria yang
mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama. Wilayah homogen dibatasi
berdasarkan keseragaman secara internal.
2. Wilayah nodal adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai
ketergantungan antara pusat dan daerah belakang. Tingkat ketergantungan ini
dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa ataupun
komunikasi dan transportasi. Batas wilayah modal ditentukan sejauh mana
pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh dari
pusat kegiatan lainnya.
3. Wilayah administrasi adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan pemerintah
atau politik seperti, propinsi, kabupaten, kecamatan, desa atau kelurahan dan RT
atau RW.
Strategi pengembangan peternakan adalah pengembangan wilayah
berdasarkan komoditas ternak unggulan, pengembangan kelembagaan petani
peternak, peningkatan usaha dan industri peternakan, optimalisasi pemanfaatan dan
pengamanan serta perlindungan sumberdaya alam lokal dan pengembangan
teknologi tepat guna yang ramah lingkungan (Pambudy dan Sudrajat, 2000).
Terdapat beberapa kendala dalam pengembangan ternak sapi potong,
diantaranya adalah : (1) penyempitan lahan pangonan, (2) kualitas sumberdaya
rendah, (3) produktivitas ternak rendah, (4) akses ke pemodal sulit, (5) penggunaan
teknologi masih rendah. Sedangkan yang menjadi pendorong pengembangan sapi
potong di Indonesia : (1) permintaan pasar terhadap daging semakin meningkat, (2)
ketersediaan tenaga kerja cukup besar, (3) kebijakan pemerintah mendukung, (4)
hijauan dan sisa pertanian tersedia sepanjang tahun, (5) usaha peternakan sapi lokal
tidak terpengaruh krisis (Wiyatna, 2002).
Pambudy dan Sudrajat (2000) mengatakan sebagai bagian dari sektor
pertanian peningkatan produksi peternakan akan dipengaruhi oleh lingkungan
strategis. Adapun lingkungan strategis yang berpengaruh adalah :
1. Lingkungan strategis global dan regional, yaitu pembangunan subsektor
peternakan tidak akan lepas dari aturan-aturan perdagangan bebas.
2. Lingkungan strategis nasional, yaitu pembangunan subsektor peternakan yang
dipengaruhi beberapa hal, diantaranya : a) jumlah penduduk yang besar dengan
tingkat pertumbuhan terus meningkat yang memerlukan bahan pangan
berkualitas, b) terjadinya proses tranformasi struktural perekonomian yang
menurunkan pangsa sektor pertanian sementara tenaga kerja masih bertumpu di
sektor pertanian dan c) terjadinya konversi lahan pertanian sehingga peternakan
gurem meningkat dan produktifitas pertanian menurun.
3. Lingkungan strategis politik dan ekonomi yaitu subsektor peternakan akan
berhadapan dengan adanya pergeseran fungsi dan peran pemerintah termasuk
berlakunya Undang-undang dan peraturan tentang Pemerintah Daerah dan
Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Wilayah Peternakan
Dalam sebuah usaha peternakan, lokasi merupakan hal utama yang harus
dipertimbangkan agar usaha tersebut bisa beroperasi secara efektif dan efisien.
Secara umum, pemilihan lokasi usaha peternakan harus mempertimbangkan aspek
kelancaran bisnis dan alur operasional peternakan.
Lokasi usaha peternakan harus memenuhi beberapa persyaratan seperti
berikut : 1) kondisi agroklimat, yang meliputi suhu lingkungan, arah angin, curah
hujan, arah sinar matahari, kelembapan dan topografi, 2) ketersediaan air, kebutuhan
air untuk setiap ternak sangat beragam. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti suhu lingkunan, jenis dan bangsa ternak, dan kondisi pakan (kering atau
basah), 3) ketersediaan tenaga kerja, kemampuan para tenaga kerja dalam menerima
penjelasan dan mengadopsi teknologi peternakan yang up to date sangat diharapkan.
Untuk itu, perlu dipertimbangkan penggunaan kombinasi tenaga kerja dari sekitar
lokasi usaha peternakan maupun dari tempat asal yang jauh, 4) ketersediaan bahan
pakan dan sapi bakalan, jarak yang terlalu jauh bisa menyebabkan pembengkakan
biaya. Karena itu, sumber bahan pakan sebaiknya tidak terlalu jauh dari lokasi usaha
mengingat bahan pakan selalu dibutuhkan setiap hari. Sapi bakalan yang berasal dari
tempat yang terlalu jauh akan mengalami stres akibat perjalanan jauh. Akibatnya,
sapi bakalan membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi kembali dengan
lingkungan baru, 5) infrastruktur transportasi, jalur transportasi yang lancar akan
sangat menunjang perkembangan usaha dan 6) pasar, secara tradisional para peternak
menjual sapi-sapinya di pasar-pasar terdekat (Soeprapto dan Abidin, 2006).
Potensi wilayah dapat diketahui dengan metode pengembangan pemetaan
potensi wilayah. Pendekatan perhitungan potensi wilayah dan pengembangan ternak
ruminansia dapat dihitung dengan cara perhitungan Kapasitas Penambahan Populasi.
Metode Kapasitas Peningkatan Ternak Ruminansia merupakan suatu
pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan
makanan ternak. Melalui pendekatan komparatif komponen yang diukur
produksinya adalah rumput alam dan hijauan hasil sisa pertanian (HHSP). Sumber
hijauan terdiri dari lahan dengan peruntukan pertanian tanaman pangan, perkebunan,
kehutanan, padang rumput alam dan jalan.

Sumberdaya Peternakan
Pendayagunaan sumberdaya alam untuk pengembangan peternakan harus
didasari oleh penataan ruang dan prioritas wilayah pengembangan, pengembangan
daerah dan pengembangan kawasan peternakan. Sedangkan sumberdaya pakan
meliputi pembinaan mutu pakan, pengembangan pakan alternatif, pemanfaatan
sumberdaya pakan hijauan lokal dan pemanfaatan teknologi pakan (Pambudy dan
Sudrajat, 2000).
Potensi alam suatu daerah akan menentukan jenis-jenis dan jumlah ternak
yang dapat dikembangkan di daerah itu. Potensi alam tersebut ditentukan oleh
tersedianya tanah pertanian dan peternakan, kesuburan tanah, iklim, topografi,
tersedianya air sepanjang tahun dari pola pertanian yang ada. Peternakan yang baik
biasanya terdapat di daerah yang dapat menghasilkan makanan bagi ternak itu (Irfan,
1992).
Dalam usahatani terdapat beberapa unsur yaitu lahan, tenaga kerja dan modal.
Lahan merupakan basis untuk usaha peternakan atau merupakan faktor produksi
sumber makanan ternak pokok berupa rumput, limbah ataupun produk utama
pertanian (Suparini, 2000).

Sapi Potong
Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak diternakan di
Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, karena sapi mempunyai banyak
manfaat. Sapi potong merupakan salah satu sumberdaya bahan makanan berupa
daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting artinya dalam kehidupan
masyarakat. Banyak ahli yang memperkirakan bahwa bangsa sapi berasal dari Asia
Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, ke seluruh kawasan Asia, dan Afrika.
Sedangkan Amerika, Australia, dan Selandia Baru yang saat ini merupakan gudang
bangsa sapi potong jenis unggul tidak terdapat turunan sapi asli, melainkan hanya
mendatangkanya dari Eropa (Sugeng, 2006).
Soeprapto dan Abidin (2006) menyatakan, tidak jelasnya tujuan pemeliharaan
sapi potong di Indonesia berpengaruh pada rendahnya produktivitas ternak. Di
beberapa negara maju, pemeliharaan sapi sudah diklasifikasikan dalam dua tujuan
utama, yaitu sebagai ternak potong dan ternak perah. Di indonesia, hanya
pemeliharaan ternak perah yang sudah demikian jelas. Sementara itu, peternakan
sapi potong biasanya masih dicampuradukan dengan penggunaan sapi sebagai ternak
pekerja. Akibatnya, sapi-sapi dijual untuk dipotong pada umur-umur yang relatif tua
karena tenaganya dibutuhkan untuk berbagai keperluan.
Menurut Sugeng (2006) bangsa-bangsa sapi yang kini kita kenal seperti sapi
Madura, Jawa, dan Sumatera berasal dari hasil persilangan antara Bos Indicus (Zebu)
dan Bos sondaicus (Bos bibos) alias sapi keturunan banteng. Sedangkan sapi ongole
yang pada saat ini populasinya terbanyak di antara bangsa-bangsa sapi Indonesia
pertama kali didatangkan dari India ke pulau Sumba oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1897. Bangsa sapi ongole ini di Belanda dikenal dengan nama zebu,
sedangkan di Jawa lebih dikenal dengan nama sapi benggala. Untuk perbaikan mutu
ternak sapi potong di Jawa, sapi Jawa dikawinsilangkan dengan sapi ongole, yang
keturunannya hingga saat ini dikenal dengan nama peranakan ongole (PO).
Sasroamidjojo dan Soeradji (1990) menyatakan selain sebagai penghasil
makanan berupa daging dan pupuk ternak sapi potong juga bermanfaat sebagai 1)
tenaga kerja bagi pertanian dan pengangkutan, 2) sumber bahan-bahan ekspor, 3)
sumber bahan-bahan untuk industri dan kerajinan dan 4) kesenangan atau objek
pariwisata. Selain itu ternak sapi potong mempunyai peranan dalam keagamaan,
adat-istiadat, tabungan keluarga dan sebagai kehormatan atau status sosial dalam
masyarakat (Williamson dan Payne, 1993).

Perkandangan
Secara umum, terdapat dua tipe kandang yaitu: kandang individual dan
kandang koloni. Tujuan kandang individu adalah memacu pertumbuhan sapi potong
lebih pesat karena ruang gerak sapi terbatas. Ukuran kandang individu 2,5x1,5m.
Kandang koloni dipergunakan bagi sapi bakalan dalam satu periode penggemukan
yang ditempatkan dalam satu kandang dengan luas minimum 6m 2. Kandang
memiliki banyak fungsi yang mendukung suksesnya usaha sapi potong yaitu : 1)
melindungi sapi potong dari gangguan cuaca, 2) tempat sapi beristirahat yang
nyaman sekaligus aman dari gangguan hewan pengganggu atau predator, 3) sarana
yang memudahkan penanganan ternak, terutama dalam pemberian pakan, minum,
perawatan kesehatan, 4) penampung kotoran dan sisa-sisa pakan, 5) mengontrol
ternak agar tidak merusak berbagai fasilitas yang tersebar di seluruh area peternakan
(Soeprapto dan Abidin, 2006).
Menurut sugeng (2006), atap merupakan pembatas bagian atas dari kandang
dan berfungsi untuk menghindarkan dari air hujan dan terik matahari, menjaga
kehangatan ternak di waktu malam, serta menahan panas yang dihasilkan oleh tubuh
hewan itu sendiri. Dinding sebagai pembatas seluruh keliling atau bagian tepi
kandang yang berfungsi sebagai penahan angin langsung. Lantai kandang sebagai
batas bangunan kandang bagian bawah, atau tempat berpijak dan berbaring bagi sapi
sepanjang waktu.
Pakan
Pemberian pakan kepada ternak sapi potong dibedakan menjadi dua
golongan yaitu makanan perawatan, digunakan untuk mempertahankan hidup dan
kesehatan serta makanan produksi untuk pertumbuhan dan pertambahan berat
(Sugeng, 2006). Selanjutnya Sugeng (2006), menyatakan bahan pakan ternak sapi
pada pokoknya bisa digolongkan menjadi tiga, yakni pakan hijauan, pakan penguat
dan pakan tambahan. Idealnya makanan harus tersedia untuk sapi secara tidak
terbatas. Bahan pakan hijauan secara umum diberikan sebanyak 10% dari berat
badan dan pakan penguat cukup 1% dari berat badan.
Pengelolaan pakan akan sangat menentukan tingkat keberhasilan
pemeliharaan sapi. Ketersediaan padang pengembalaan pada pemeliharaan ternak
sapi diperlukan sekali sebagai sumber pakan hijauan. Pemberian pakannya dapat
dilakukan dengan pemotongan rumput tersebut, kemudiaan diberikan kepada ternak
sapi yang bersangkutan di dalam kandang.

Penyakit dan Upaya Pencegahan Penyakit


Ternak Sapi Potong
Penyakit sapi sering berjangkit di Indonesia, baik yang menular maupun yang
tak menular. Penyakit menular yang berjangkit pada umumnya menimbulkan
kerugian besar bagi peternak. Penyakit menular merupakan ancaman bagi peternak,
walaupun tidak langsung mematikan, akan tetapi bisa merusakan kesehatan ternak
sapi berkepanjangan, mengurangi pertumbuhan, dan bahakan menghentikan
pertumbuhan sama sekali (Sugeng, 2006).
Beberapa penyakit yang biasa berjangkit di Indonesia antara lain : anthrax
(radang limpa), surra, penyakit mulut dan kuku, penyakit radang paha (blackleg),
brucellosis (keguguran menular), kuku busuk (foot rot), cacing hati, cacing perut,
cacing paru-paru, bloat (Sugeng, 2006). Usaha pencegahan penyakit yang dilakukan
para peternak tidak menjamin ternak sapi terbebas dari penyakit.
Menurut Soeprapto dan Abidin (2006), upaya pencegahan penyakit pada
ternak sapi dapat dilakukan dengan cara, yaitu:
1. Pemanfaatan kandang karantina
2. Menjaga kebersihan sapi bakalan beserta kandangnya
3. Vaksinasi berkala
4. Melarang impor sapi atau daging sapi dari negara yang tidak terbebas PMK
5. Pemberian obat cacing secara berkala

Modal dan Pemasaran


Modal merupakan sejumlah barang, jasa dan uang yang dimiliki untuk
mengawali sebuah langkah usaha di bidang peternakan. Modal memegang peranan
penting dan merupakan tulang punggung usaha peternakan. Oleh karena itu,
diperlukan manajemen permodalan yang bertujuan untuk mengelola modal agar
pengalokasiannya tepat dan penggunaanya efisien.
Pemasaran merupakan proses kegiatan atau aktivitas menyalurkan produk
dari produsen ke konsumen. Peternak atau pengusaha yang telah menghasilkan
produk peternakan menginginkan produknya sampai dan diterima konsumen, agar
produk tersebut diterima oleh konsumen peternak harus melalui beberapa kegiatan
pemasaran. Kegiatan pemasaran peternak terdiri dari pengumpulan informasi pasar,
penyimpanan, pengangkutan dan penjualan.
METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kota Pekanbaru, yang terdiri dari 12 Kecamatan,
yaitu Kecamatan Tampan, Kecamatan Payung Sekaki, Kecamatan Bukit Raya,
Kecamatan Marpoyan Damai, Kecamatan Tenayan Raya, Kecamatan Lima Puluh,
Kecamatan Sail, Kecamatan Pekanbaru Kota, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan
Senapelan, Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Rumbai Pesisir. Penelitian ini
dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2007.

Populasi dan Sampel


Populasi penelitian ini adalah para peternak di Kota Pekanbaru. Pengambilan
sampel dilakukan dengan cara memilih Kecamatan yang ada ternak sapi potongnya,
terdapat 9 Kecamatan. Dari 9 Kecamatan tersebut diambil secara acak 3 Kecamatan
terpilih. Mengambil secara sengaja (purposive sampling) 10 peternak dari masing-
masing Kecamatan terpilih.

Desain
Penelitian ini didesain sebagai suatu penelitian dengan metode survey yaitu
dengan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui sumberdaya yang
dimiliki Kota Pekanbaru sebagai daerah pengembangan ternak sapi potong.

Data dan Instrumentasi


Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh langsung dari wawancara dengan peternak dan
dengan pihak-pihak terkait. Data primer digunakan untuk mengetahui sumberdaya,
potensi, dan kendala ditingkat peternak dalam upaya pengembangan sapi potong.
Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Pertanian
Pekanbaru, Dinas Peternakan Pekanbaru, Badan Pusat Statistika dan lain-lain.
Adapun variabel-variabel dari data sekunder ini diantaranya adalah luas lahan
garapan tanaman pangan, luas lahan pangonan, populasi ternak sapi potong, populasi
semua jenis ternak dan jumlah penduduk.
Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan umum
peternakan sapi potong di Kota Pekanbaru, yaitu mengenai kondisi sumberdaya
alam, sumberdaya manusia, teknologi pemeliharaan, kelembagaan dan profil Kota
Pekanbaru.

Analisis Location Quation (LQ)


Metode LQ digunakan untuk menganalisa keadaan suatu wilayah apakah
suatu wilayah tersebut merupakan sektor basis atau non basis, dalam hal ini
khususnya untuk populasi ternak sapi potong. Metode LQ dirumuskan sebagai
berikut :

LQ = vi/vt
Vi/Vt

Keterangan:
vi = Populasi Sapi Potong Kecamatan
vt = Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan
Vi = Populasi Sapi Potong Kota
Vt = Jumlah Kepala Keluarga Kota

Apabila LQ suatu sektor bernilai lebih dari atau sama dengan satu (≥ 1),
maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor
kurang dari satu (< 1), maka sektor tersebut merupakan sektor non basis.

Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)


Metode Kapasitas Peningkatan Ternak Ruminansia merupakan suatu
pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan
makanan ternak.

KPPTR (L) = KTTR − Populasi Riil


Populasi Riil = Ternak yang benar-benar ada saat itu
KTTR = ( ∑ k . Le . 15 ton BK/ha/tahun ) + ∑ j Li (ST)
2,3
KPPTR (KK) = Jumlah Kepala Keluarga (KK) x 3 ST/KK
KPPTR (EK) = KPPTR (KK), jika KPPTR (KK) < KPPTR (L)
KPPTR (EL) = KPPTR (L), jika KPPTR (L) < KPPTR (KK)
Keterangan :
k : koefisien ketersediaan lahan penghasil rumput
Le : lahan penghasil rumput (ha)
J : koefisien produksi HMT
Li : lahan penghasil Hijauan Hasil Sisa Pertanian (HHSP)
15 ton/ha/tahun : rata-rata produksi padang rumput
2,3 : setiap ST per tahun memerlukan 2,3 ton BK
KTTR : kapasitas tampung ternak ruminansia
KPPTR (L) : KPPTR berdasarkan ketersediaan hijauan
3 ST/KK : setiap KK mampu memelihara 3 ST
KPPTR (KK) : KPPTR berdasarkan tenaga kerja

Definisi Istilah

1. Potensi adalah kemampuan atau keaadaan yang dapat mendukung suatu


kegiatan (usaha) dan biasanya erat kaitannya dengan sumberdaya.
2. Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari
semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan
memberikan kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah.
3. Sumberdaya adalah segala input (faktor produksi) yang digunakan dalam
usaha ternak sapi yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan
sumberdaya lingkungan pendukung.
4. Ternak sapi adalah ternak ruminansia besar yang diperlukan oleh peternak
atau dimanfaatkan hasilnya seperti daging dan susu.
5. Location Quation (LQ) merupakan nilai yang akan menunjukan apakah
suatu wilayah merupakan wilayah (kegiatan) basis atau non basis.
6. KPPTR adalah kapasitas penambahan ternak ruminansia yang merupakan
suatu pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah
dalam penyediaan hijauan makanan ternak.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Umum Wilayah


Kota Pekanbaru salah satu dari 11 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi
Riau dan merupakan pusat pemerintahan Provinsi Riau yang memiliki Visi 2021 :
“Terwujudnya Kota Pekanbaru sebagai pusat perdagangan dan jasa, pendidikan serta
pusat kebudayaan melayu, menuju masyarakat sejahtera yang berlandaskan iman dan
takwa.”
Secara geografis Kota Pekanbaru terletak antara 101○14–101○34 Bujur
Timur dan 0○25–0○45 Lintang Utara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19
tahun 1987 tanggal 7 September 1987 Daerah Kota Pekanbaru diperluas dari ± 62.96
Km2 menjadi 446.50 Km2, terdiri dari delapan Kecamatan dan 45 Kelurahan/Desa.
Berdasarkan hasil pengukuran/pematokan di lapangan oleh BPN Tk. I Riau maka
ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru adalah 632.26 Km2.
Meningkatnya kegiatan pembangunan di Kota Pekanbaru menyebabkan
meningkatnya kegiatan penduduk disegala bidang yang pada akhirnya meningkat
pula tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap penyediaan fasilitas dan utilitas
perkotaan serta kebutuhan lainnya. Maka dibentuklah Kecamatan baru dengan Perda
Kota Pekanbaru No. 3 tahun 2003 menjadi 12 Kecamatan dan Kelurahan/Desa baru
dengan Perda Kota Pekanbaru No. 4 tahun tahun 2003 menjadi 58 Kelurahan/Desa.
Adapun secara administratif memiliki batas – batas sebagai berikut:
 Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kabupaten Siak dan
Kabupaten Kampar
 Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan
Kabupaten Pelalawan
 Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kabupaten Siak dan
Kabupaten Pelalawan
 Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kabupaten Kampar
Iklim di Kota Pekanbaru pada umumnya bersifat tropis dengan suhu udara
maksimum berkisar antara 34.1○ C–35.6○ C dan suhu minimum berkisar antara 20.2○
C–23.0○C. Curah hujan berkisar antara 38.6–435.0 mm per tahun dengan keaadaan
musim hujan jatuh pada bulan Januari–April dan September–Desember, musim
kemarau jatuh pada bulan Mei–Agustus. Kelembaban maksimum antara 96%-100%
dan kelembaban minimum antara 46%-62%.
Keadaan topografi wilayah Kota Pekanbaru sebagian besar dalam keadaan
relatif datar kecuali dibagian utaranya, dengan ketinggian 5–50 meter diatas
permukaan laut. Sedangkan secara geologi, jenis tanah yang dominan adalah
Podzolik Merah (PMK) dan berada di daerah yang tinggi, sedangkan di daerah yang
rendah jenis tanahnya adalah organosol. Hidrologi wilayah Kota Pekanbaru dialiri
oleh sungai Siak yang membelah Kota menjadi 2 wilayah, yaitu wilayah sebelah
Utara Sungai Siak dan Wilayah sebelah Selatan Sungai Siak. Selanjutnya Sungai
Siak mempunyai beberapa anak sungai, seperti : sungai Umban Sari, Air Hitam, Sail,
Sago, Sibam, Teleju, Senapelan, Limau, Tanjung Datuk, Pengambang dan Sungai
Tenayan. Sungai mempunyai arti penting bagi sebagian penduduk, yaitu sebagai
sarana perhubungan antar daerah, sumber air bersih, sumber mata pencaharian dan
sumber air baku.
Jumlah penduduk di Kota Pekanbaru keadaan akhir tahun 2006 berjumlah
720 197 jiwa yang menghuni wilayah seluas 632.26 km2 dan tersebar pada 12
Kecamatan dengan 58 buah Kelurahan/Desa dengan penyebaran yang tidak merata.
Jumlah penduduk Kota Pekanbaru berdasarkan Kepala Keluarga (KK) yaitu sebesar
169 224 KK.
Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kota Pekanbaru disajikan
dalam Tabel 1. Data di tabel tersebut menunjukan bahwa penduduk dari segi umur
di Kota Pekanbaru sebagian besar berada pada kelompok usia yang produktif yaitu
berkisar antara 15-55 tahun dengan persentase tertinggi yaitu 67.23 %.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur


Kelompok Umur (Tahun) Jiwa Persentase (%)
< 15 209 450 29.08
15 – 55 484 258 67.23
> 55 26 489 3.69
Total 720 197 100
Sumber : BPS Kota Pekanbaru (2006)

Penyebaran penduduk Kota Pekanbaru menurut lapangan usaha tertera pada


Tabel 2. Pada Tabel 2 diketahui bahwa mata pencaharian penduduk Kota Pekanbaru
sangat beragam. Persentase terbesar dari mata pencaharian penduduk Kota
Pekanbaru pada tahun 2006 adalah di bidang perdagangan yaitu sebesar 29.56 %
tersedia di daerah ini. Jumlah penduduk yang bekerja di bidang pertanian sebesar
9.04 %, mereka yang bekerja di bidang pertanian khususnya para petani dan peternak
lebih banyak bertempat tinggal di daerah pinggiran Kota Pekanbaru.

Tabel 2. Distribusi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di


Kota Pekanbaru
Jenis Lapangan Usaha Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
Pertanian 65 106 9.04
Pertambangan 17 213 2.39
Industri 39 251 5.45
Listrik, Gas dan Air 7 130 0.99
Konstruksi 92 761 12.88
Perdagangan 212 890 29.56
Angkutan dan Komunikasi 50 702 7.04
Keuangan 32 769 4.55
Jasa 202 375 28.10
Jumlah 720 197 100.00
Sumber : BPS Kota Pekanbaru (2006)

Penggunaan lahan di wilayah Kota Pekanbaru terbagi menjadi lahan non


pertanian, lahan pertanian, hutan dan penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan
untuk lain-lain menempati urutan pertama dengan luas lahan 17 673 ha. Urutan
kedua penggunaan lahan digunakan sebagai pekarangan dengan luas lahan 14 352
ha. Alokasi penggunaan lahan di Kota Pekanbaru disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Alokasi Penggunaan Lahan di Kota Pekanbaru
Pengunaan lahan Luas (ha) Persentase (%)
Sawah 0 0
Pekarangan 14 352 22.70
Tegal/kebun 3 062 4.84
Ladang/huma 8 510 13.46
Penggembalaan padang rumput 42 0.03
Rawa-rawa yang tidak ditanami 1 413 2.23
Tambak 0 0
Kolam empang 204 0.36
Lahan kering yang sementara tidak ditanami 4 660 7.37
Lahan yang ditanami kayu-kayuan 1 402 2.21
Hutan Negara 4 321 6.83
Perkebunan 7 610 12.03
Lain-lain 17 673 27.94
Jumlah 63 235 100
Sumber :BPS Kota Pekanbaru (2006)

Sektor Ekonomi
Pekanbaru yang merupakan salah satu kawasan potensi berkembang dan
statusnya sebagai ibukota Propinsi Riau maka kebijaksanaan umum pembangunan
bidang ekonomi yang dititik beratkan pada sektor perdagangan dan jasa yang
diarahkan untuk memacu pengembangan sektor industri, sektor angkutan dan
komunikasi dan jasa pariwisata serta sektor-sektor lainnya. Secara umum tujuan
pembangunan bidang ekonomi, khususnya sektor-sektor andalan tersebut adalah
untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan Kota Pekanbaru
Tahun 2005 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pekanbaru Tahun 2005
No Sektor Pertumbuhan (%)
1. Pertanian 4.21
2. Pertambangan dan penggalian 6.57
4. Industri Pengolahan 7.90
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 3.84
5. Bangunan 8.65
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.92
7. Angkutan dan Komunikasi 8.91
8. Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 24.97
9. Jasa-jasa 7.53
PDRB 8.92
Sumber : BPS Kota Pekanbaru (2006)

Pertumbuhan dari sektor-sektor yang dominan seperti keuangan, sewa dan


jasa perusahaan sebesar 24.97%, angkutan dan komunikasi 8.91%, sedangkan
pertumbuhan terendah berada pada sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 3.84
persen. Seiring berkembangnya sektor-sektor unggulan tersebut akan dapat memacu
pertumbuhan sektor-sektor lainnya sehingga akhirnya akan tercipta struktur ekonomi
yang kokoh, seimbang dan dinamis.
Untuk melihat struktur ekonomi dan tingkat pertumbuhan ekonomi adalah
dari hasil perhitungan PDRB dari tahun ke tahun. Selain itu untuk melihat besarnya
kontribusi setiap sektor terhadap perekonomian suatu wilayah serta hubungannya
dengan prioritas pelaksanaan pembangunan dan guna meninjau pergesaran struktur
ekonomi yang terjadi dapat dilihat berdasarkan data distribusi persentase PDRB
menurut lapangan usaha pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Persentase PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga
Berlaku Tahun 2003-2005
Sektor 2003 2004 2005
1. Pertanian 1.22 1.06 1.03
2. Pertambangan dan penggalian 0.02 0.02 0.02
3. Industri pengolahan 31.02 30.87 31.04
4. Listrik, gas dan air bersih 1.49 1.29 1.24
5. Bangunan 13.15 12.17 11.81
6. Perdagangan, hotel dan restoran 21.49 22.33 23.01
7. Angkutan dan komunikasi 9.74 9.27 8.96
8. Keuangan, sewa dan jasa perusahaan 8.86 11.12 11.51
9. Jasa-jasa 13.03 11.87 11.39
PDRB 100.00 100.00 100.00
Sumber: BPS Kota Pekanbaru (2006)

Tabel 5 menunjukan sektor industri memberikan kontribusi yang tertinggi


dari tahun ke tahunnya. Hal ini menunjukan sektor-sektor diluar migas semakin
mempunyai peranan besar terhadap PDRB Kota Pekanbaru ini secara luas akan
berdampak pula pada pemacuan kegiatan-kegiatan perekonomian di daerah, yang
akhirnya akan bermuara pada peningkatan pertumbuhan PDRB Propinsi Riau.
Berdasarkan distribusi persentase PDRB sektor pertanian mengalami penurunan tiap
tahunnya persentase tertinggi berada pada tahun 2003 sebesar 1.22%, namun
berdasarkan sub sektornya bidang peternakan mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun hal ini digambarkan pada Tabel 6. PDRB Kota Pekanbaru atas dasar harga
berlaku menurut lapangan usaha sektor pertanian tahun 2003-2005.

Tabel 6. PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Berlaku Menurut


Lapangan Usaha Sektor Pertanian Tahun 2003-2005 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha Sektor Pertanian 2003 2004 2005


a. Tanaman Bahan Makanan 10 159.28 10 565.48 13 562.74
b. Peternakan dan hasil-hasilnya 93 913.25 103 930.70 121 357.83
d. Perikanan 5 617.93 5 756.44 6 852.79
PDRB 109 690.46 120 252.61 141 773.36
Berdasarkan Tabel 6. subsektor peternakan memberikan kontribusi terbesar
tiap tahunnya bahkan cenderung terus meningkat. Hal ini membuktikan bahwa sub
sektor peternakan sangat berpotensi dikembangkan di Kota Pekanbaru.

Wilayah Pembangunan
Wilayah pembangunan (WP) Kota Pekanbaru terdiri atas 5 wilayah
pengembangan. Struktur kota yang diharapkan adalah adanya perkembangan satu
kawasan pusat kota dan empat sub pusat sebagaimana arahan RUTR 1991. Struktur
ruang Kota Pekanbaru yang akan dibentuk didasarkan pula pada beberapa aspek
yaitu : kesesuaian lahan, pola struktur ruang eksisting, arah perkembangan kota,
limitasi pengembangan kota dan kebijakan/program pengembangan kawasan yang
telah disepakati.
Dalam sistem pusat pelayanan kota yang masih terpolarisasi pada satu
kawasan, pola pelayanan kegiatan umumnya terorientasi pada satu titik yang
berfungsi sebagai pusat primer. Pusat primer akan tetap berada pada kawasan pusat
kota WP I yang terdiri dari Kecamatan Pekanbau Kota, Kecamatan Senapelan,
Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Sukajadi, dan Kecamatan Sail yang diarah kan
sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan lokal dan regional, perkantoran,
pemerintahan dan pemukiman.
Wilayah pembangunan II fungsi yang paling dominan terlihat saat ini adalah
sebagai kawasan pendidikan, pemukiman, kawasan wisata alam dan catchment area,
pada WP II adalah Kecamatan Rumbai. Wilayah pembangunan III dapat dikatakan
sebagai kawasan yang perkembangannya sangat lambat, hanya terjadi perubahan
fungsi lahan budidaya tidak produktif menjadi kawasan budidaya produktif
(perkebunan), namun dengan memodifikasi terminologi kawasan pertanian dan
perkebunan sebagai kawasan ruang terbuka hijau produktif maka WP III tetap
memiliki peluang untuk dikembangkan sebagaimana arahan RUTR 1991. Wilayah
pembangunan IV cukup konsisten dengan arahan RUTR 1991 yaitu sebagai kawasan
industri, pergudangan, pemukiman, dan budidaya pertanian/perkebunan. Wilayah
pembangunan IV berada pada Kecamatan Tenayan Raya dan Kecamatan Bukit Raya.
Wilayah pembangunan V merupakan pusat pertumbuhan yang diarahkan untuk
pengembangan kegiatan pendidikan, jasa transportasi, perkantoran, pemerintahan,
industri kecil, pemukiman, dan perdagangan yang berada pada Kecamatan Marpoyan
Damai, Kecamatan Tampan, dan Kecamatan Payung Sekaki. Pembagian wilayah
Kota Pekanbaru ditunjukan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pembagian Wilayah Pembangunan di Kota Pekanbaru

Sektor Peternakan
Keragaan hasil pembangunan peternakan yang telah dicapai diantaranya
diwujudkan dengan pencapaian sasaran perkembangan populasi, peningkatan
produksi dan peningkatan konsumsi ternak. Tujuan peningkatan populasi ternak
seoptimal mungkin untuk dapat mencukupi kebutuhan masyarakat Provinsi Riau
umumnya dan masyarakat Kota Pekanbaru umumnya. Tingkat populasi ternak Kota
Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Populasi Ternak Kota Pekanbaru Tahun 2003 – 2006 (ST)
Jenis Ternak 2003 2004 2005 2006
Sapi Potong 2 460 2 621 2 001 2 721
Kerbau 1 678 1 937 1 057 1 280
Kambing 455.98 648.34 647.5 717.22
Babi 3 378 3 390 3 230.8 3 738.8
Ayam Ras Petelur 1 414.1 1 500 1 395 1 733
Ayam Ras Pedaging 93 608.3 87 852.2 74 884.21 75 035
Ayam Buras 5 175.82 5 693.4 5 246.23 6 152.31
Itik 266.74 325.91 345.83 462.56

Populasi ternak tertinggi di Kota Pekanbaru adalah ternak ayam ras pedaging.
Populasi ternak sapi potong berada pada urutan keempat setelah ternak ayam buras
dan babi. Populasi ternak sapi potong dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
populasi seiring dengan peningkatan jumlah produksi daging sapi yang diikuti
dengan meningkatnya jumlah konsumsi/permintaan masyarakat akan tersedianya
daging sapi. Hal ini menjadikan ternak sapi potong sebagai salah satu komoditas
unggulan ternak yang berpotensi dikembangkan di Kota Pekanbaru.
Hasil produksi peternakan Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 8.
Perkembangan produksi peternakan dari tahun ke tahun mengalami penngkatan.
Hasil produksi peternakan Kota Pekanbaru sampai saat ini selain untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi penduduk Kota Pekanbaru juga untuk memenuhi beberapa
Kabupaten di Provinsi Riau.
Tabel 8. Produksi Daging, Telur di Kota Pekanbaru Tahun 2003 – 2006 (Kg)
Produksi Ternak 2003 2004 2005 2006
Daging Sapi 1 235 112 2 645 355 2 789 800 3 002 071
Daging Kerbau 394 685 248 732 137 681 226 640
Daging Kambing 63 467 66 508 67 561 74 945
Daging Babi 172 245 165 107 112 151 66 644
Daging Ayam Ras Petelur 151 000 56 250 104 625 129 975
Daging Ayam Ras Pedaging 7 288 141 8 436 446 7 191 131 7 205 611
Daging Ayam Buras 910 000 206 386 570 528 669 064
Daging Itik 165 250 8 708 17 119 22 897
Telur Ayam Ras Petelur 1 379 703 1 470 600 1 367 658 1 367 658
Telur Ayam Buras 496 414 843 343 516 145 516 175
Telur Itik 190 856 194 691 179 112 179 112

Berdasarkan Tabel 8 hasil produksi ternak yang paling tinggi adalah produksi
daging ayam ras pedaging. Produksi daging sapi berada pada urutan kedua yaitu
sebesar 3 002 071 kg pada tahun 2006. Produksi daging sapi dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan yang sangat berarti. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya
permintaan dari masyarakat Kota Pekanbaru yang dari tahun ke tahun mengalami
pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk dan produksi daging sapi yang terus
bertambah setiap tahunnya merupakan salah satu alasan bahwa ternak sapi potong
berpotensi dikembangkan di Kota Pekanbaru.
Salah satu tujuan pembangunan peternakan adalah untuk meningkatkan
konsumsi protein hewani serta perbaikan gizi masyarakat agar dapat tercipta bangsa
yang sehat dan cerdas. Jumlah konsumsi masyarakat Kota Pekanbaru untuk daging
sebesar 16.09 Kg/Kapita/Tahun dan telur sebesar 5.98 Kg/Kapita/Tahun, dari hasil
data tersebut dapat disimpulkan bahwa Kota Pekanbaru telah berhasil memenuhi
kecukupan protein hewani secara nasional. Target sehat konsumsi protein hewani
yang telah ditetapkan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yakni sebesar
10.1 kg/kapita/tahun untuk daging dan 3.5 kg/kapita/tahun untuk telur. Besarnya
tingkat konsumsi ternak di Kota Pekanbaru disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Konsumsi Ternak di Kota Pekanbaru Tahun 2006
Uraian Daging Telur
Jumlah Produksi (Kg) 11 397 846 2 062 945
Jumlah Pemasukan (Kg) 42 000 2 190 000
Jumlah Pengeluaran (Kg) 2 400 -
Jumlah Kosumsi (Kg) 11 437 446 4 733 891
Jumlah Konsumsi Kg/Kapita/Tahun 16.09 5.98
Sumber : Dinas Peternakan Kota Pekanbaru (2006)

Jumlah konsumsi masyarakat Kota Pekanbaru untuk daging sebesar 16.09


Kg/Kapita/Tahun dan telur sebesar 5.98 Kg/Kapita/Tahun, dari hasil data tersebut
dapat disimpulkan bahwa Kota Pekanbaru telah berhasil memenuhi kecukupan
protein hewani secara nasional. Target sehat konsumsi protein hewani yang telah
ditetapkan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yakni sebesar 10.1
kg/kapita/tahun untuk daging dan 3.5 kg/kapita/tahun untuk telur.
Pemotongan ternak khususnya sapi dan kerbau dilakukan di Rumah
Pemotongan Hewan (RPH). Setiap harinya RPH Pekanbaru memotong 40 ekor sapi
dengan bobot badan 200kg untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Pekanbaru
sebanyak 8 ton/hari. Daging sapi sebanyak 8 ton disebar di 13 pasar Kota Pekanbaru.
Nama pasar di Kota Pekanbaru dan jumlah pasokan daging sapi disajkan pada Tabel
10.
Tabel 10. Nama Pasar di Kota Pekanbaru dan Jumlah Pasokan Daging Sapi
Nama Pasar Pasokan daging Sapi (ton/hari)
Senapelan/Kodim 1.1
Ramayana/Pusat 1.2
Bawah 0.4
Limapuluh 0.2
Sail 1.4
Teleng 0.4
Durian 0.6
Arengka 1.2
Panam 0.3
Rumbai 0.4
Tangor 0.2
Pandau 0.2
Dupa 0.4
Total 8 ton/hari
Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Riau (2007)
HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumberdaya Pendukung Pengembangan Peternakan


Sumberdaya Alam
Sumberdaya alam yang mendukung pengembangan peternakan sapi potong
adalah kondisi agroklimat, populasi ternak sapi potong dan lahan.

Kondisi agroklimat. Lokasi merupakan hal yang harus diperhatikan dalam upaya
pengembangan usaha peternakan sapi potong. Kondisi Agroklimat merupakan salah
satu faktor pendukungnya. Kota Pekanbaru beriklim tropis dengan suhu udara
berkisar antara 20.2○C sampai 35.6○C. Suhu lingkungan yang ideal untuk
pertumbuhan dan perkembangan sapi potong di Indonesia adalah 17 sampai 27 ○C.
Suhu yang terlalu tinggi sepanjang hari akan berpengaruh negatif bagi pertumbuhan
sapi. Saat terjadi cekaman panas, sapi akan lebih banyak minum daripada makan.
Selain itu, energi yang seharusnya diubah menjadi daging akan dialokasikan untuk
mempertahankan suhu tubuh.
Kelembaban di Kota Pekanbaru berkisar antara 62% sampai 96%.
Kelembaban yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak adalah 60
sampai 80%, karena diatas angka itu populasi jamur dan parasit yang potensial
menjadi sumber penyakit cenderung akan meningkat. Sementara itu, kelembaban
yang terlalu rendah akan meningkatkan konsentrasi debu yang bisa menjadi
perantara beberapa penyakit menular, sekaligus menyebabkan gangguan pernapasan
(Soeprato dan Abidin, 2006).
Curah hujan secara langsung berkaitan erat dengan ketersediaan air dan suhu
udara. Tingginya curah hujan akan diikuti dengan rendahnya suhu lingkungan dan
tingginya ketersediaan air. Lokasi peternakan sapi potong yang ideal memiliki curah
hujan 800 sampai 1 500 mm/tahun. Curah hujan di Kota Pekanbaru berkisar antara
38.6 sampai 435.0 mm per tahun dengan keadaan musim hujan jatuh pada bulan
Januari sampai April dan September sampai Desember, musim kemarau jatuh pada
bulan Mei sampai Agustus.
Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pendukung pembangunan dan
perkembangan perekonomian. Secara umum semakin mudah ketersediaan air di
suatu daerah, maka makin besar potensi untuk pengembangan peternakan, karena air
dibutuhkan untuk berbagai aktifitas produksi peternakan. Keberadaan sumber air
akan berpengaruh terhadap biaya produksi. Kebutuhan air untuk setiap ternak sangat
beragam. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti suhu lingkungan, jenis dan
bangsa ternak serta kondisi pakan (kering atau basah). Hidrologi wilayah Kota
Pekanbaru dialiri oleh Sungai Siak yang membelah Kota menjadi 2 wilayah, yaitu
wilayah sebelah Utara Sungai Siak dan Wilayah sebelah Selatan Sungai Siak.
Selanjutnya Sungai Siak mempunyai beberapa anak sungai, seperti : Sungai Umban
Sari, Air Hitam, Sail, Sago, Sibam, Teleju, Senapelan, Limau, Tanjung Datuk,
Pengambang dan Sungai Tenayan.

Populasi Ternak. Populasi ternak merupakan indikator umum yang dapat dijadikan
ukuran bagi kondisi perkembangan peternakan, karena populasi dapat
menggambarkan kecocokan ternak dengan lingkungan agroekologis, tingkat
penerimaan masyarakat terhadap ternak, penguasaan teknis ternak, dinamika
populasi serta keberhasilan sistem reproduksinya. Populasi sapi potong di Kota
Pekanbaru dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Gambaran perkembangan
populasi sapi potong di Kota Pekanbaru disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Perkembangan Populasi Sapi Potong Berdasarkan Jenis Kelamin di


Kota Pekanbaru Tahun 2003 – 2006
Jantan Betina Total Populasi
Tahun
ST % ST % ST %
2003 880 35.77 1 580 64.23 2 460 100
2004 1 037 42.48 1 404 57.52 2 441 100
2005 1 680 83.95 321 16.05 2 001 100
2006 2 264 83.20 457 16.80 2 721 100
Sumber : Dinas Peternakan Kota Pekanbaru (2006)

Populasi ternak sapi potong di Kota Pekanbaru hanya ternak dewasa saja,
karena peternak yang ada hanya melakukan sistem penggemukan. Sapi-sapi kurus
didatangkan dari daerah Lampung kemudian dilakukan penggemukan di Kota
Pekanbaru. Pada tahun 2005 dan 2006 populasi sapi potong jantan dewasa dominan
daripada betina dewasa karena sapi betina dewasa dari lampung dijual untuk
dijadikan pembibitan di Kabupaten Rokan Hulu. Jenis sapi potong yang
mendominasi Kota Pekanbaru adalah bangsa sapi Bali. Bangsa sapi Bali ditunjukan
pada Gambar 3.

Gambar 3. Sapi Bali Mendominasi Populasi Sapi Kota Pekanbaru


Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Riau (2007)

Lahan. Pada peternakan sapi potong lahan diperlukan untuk pembangunan kandang,
ladang penggembalaan dan tanaman sumber pakan ternak. Lahan penghasil kebun
rumput di Kota Pekanbaru terdiri dari padang rumput seluas 42 ha, tegalan seluas 21
161 ha, perkebunan seluas 7 610 ha dan hutan negara seluas 4 321 ha. Sedangkan
lahan penghasil jerami di Kota Pekanbaru terdiri dari lahan penghasil jagung seluas
196 ha, ubi kayu 190 ha, ubi jalar 20 ha, kedelai 1 ha dan kacang tanah 37 ha. Kebun
rumput unggul di Kota Pekanbaru seluas 42 ha jumlah tersebut baru bisa mencukupi
kebutuhan ternak sapi potong kurang lebih 336 ST yaitu hanya 12% dari total
populasi sapi potong Kota Pekanbaru. Rumput, jerami dan limbah palawija lainnya
dapat menjadi sumber pakan hijauan bagi ternak. Pakan hijauan merupakan pakan
utama sapi potong yang digunakan peternak di Kota Pekanbaru. Potensi sumber
hijauan pakan ternak bisa dilihat dari kemampuan menampung
(KPPTR).Berdasarkan hasil perhitungan KPPTR produksi HMT Kota Pekanbaru
adalah 15 926.65 ton BK/ha/Tahun. Selain padang milik rumput umum yang ada di
Kota Pekanbaru juga terdapat kebun hijauan pakan ternak yang dikelola Balai Bibit
Peternakan Kota Pekanbaru. Jenis dan luas kebun hijauan pakan ternak di Balai
Bibit Peternakan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12.Jenis dan Luas Kebun Hijauan Pakan Ternak di Balai Bibit
Peternakan
Jenis Hijauan Luas Kebun (M2) Lokasi
Andropogon gayanus 570 BBP Kulim
Setaria 2 500 BBP Kulim
King Grass 21 000 BBP Kulim
Lamtoro 500 BBP Kulim
Glirisidia 500 BBP Kulim
Glirisidia 500 BBP Tenayan
King Grass 5 000 BBP Tenayan
Jumlah 30 570

Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Riau (2006)

Gambar 4. Rumput Merupakan Sumber Hijauan Untuk Ternak Sapi Potong


Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Riau (2007)

Terbatasnya luas lahan penghasil rumput sebagai sumber pakan ternak di


Kota Pekanbaru dapat disubstitusi pakan penguat (konsentrat) dari hasil samping
industri kelapa sawit yang banyak terdapat di luar Kota Pekanbaru. Hasil samping
dari kelapa sawit ini didapat dari kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kota
Pekanbaru, yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Bengkalis
dan Kabupaten Siak.
Total produksi bungkil kelapa sawit dari empat Kabupaten tersebut sebanyak
77 255.436 ton/tahun, yang bisa memenuhi kebutuhan ternak sapi potong 45 000
ST/tahun. Kebutuhan ternak sapi potong untuk konsentrat 1.8% berat hidup.
Berlimpahnya hasil samping kelapa sawit ini memungkinkan Kota Pekanbaru
melakukan pengembangan ternak sapi potong dengan pemanfaatan hasil samping
industri kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong.

Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia tidak akan terlepas dari suatu pengembangan
peternakan. Sumberdaya manusia yang sangat berkaitan erat dengan suatu usaha
ternak adalah peternak.

Peternak. Peternak mempunyai peranan yang sangat penting untuk kemajuan,


kelanjutan dan perkembangan usaha ternak dimasa yang akan datang. Manajemen
usaha ternak yang baik tentunya akan menghasilkan keuntungan sesuai yang
diharapkan. Usaha ternak sapi potong di Kota Pekanbaru umumnya dilakukan
sebagai usaha sambilan karena umumnya pekerjaan utama para peternak adalah
sebagai petani sayur. Aktivitas pemberian pakan oleh peternak dapat dilihat pada
Gambar 5.

Gambar 5. Aktivitas Pemberian pakan oleh Peternak di Kecamatan


Tenayan Raya Kota Pekanbaru
Karakteristik peternak merupakan salah satu aspek yang dapat mendukung
keberhasilan usaha peternakan sapi potong. Aspek tersebut terdiri dari umur,
pendidikan formal, pendidikan non formal, pekerjaan utama, pekerjaan sambilan,
jumlah tanggungan keluarga serta pengalaman beternak. Karakteristik peternak di
Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Karakteristik Peternak di Kota Pekanbaru


No Uraian Frekuensi (Orang) Persentase (%)
1. Umur (thn)
27 – 39 9 30.00
40 – 52 16 53.33
53 – 66 5 16.67
2. Pendidikan Formal
SD 23 76.67
SMP 5 16.67
SMA 2 6.66
3. Pendidikan Non
Formal
Tidak Pernah 25 83.33
Penyuluhan 5 16.67
Pelatihan 0 0
4. Pekerjaan Utama
Petani 15 50.00
Peternak 8 26.67
Pensiunan PNS 2 6.67
Pedagang 1 13.33
Wiraswasta 4 3.33
5. Pengalaman Beternak
(thn)
1–7 22 73.33
8 – 15 7 23.33
16 – 23 2 3.34
6. Jumlah Tanggungan
0 – 2 orang 12 40.00
3 – 5 orang 15 50.00
6 – 8 orang 3 10.00

Sebesar 53.33% peternak berada pada usia 40 sampai 52 tahun. Peternak sapi
potong di Kota Pekanbaru masih tergolong produktif, dengan usia rata-rata peternak
yaitu 44 tahun. Tingkat pendidikan peternak masih rendah yaitu hanya
menyelesaikan pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD). Hanya 6.66% peternak yang
berpendidikam Sekolah Menengah Umum (SMA). Hal ini dikarenakan para
peternak tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikannya, sehingga mereka
lebih memilih bekerja kerena akan mendatangkan uang. Para peternak mengaku
tidak pernah mengikuti pendidikan informal bidang peternakan. Walaupun tingkat
pendidikan peternak masih tergolong rendah tetapi kondisi ini tidak menghambat
terhadap adopsi dan penyerapan maupun penyebaran informasi karena pada
umumnya peternak sudah bisa diajak kerjasama oleh pemerintah maupun sesama
peternak.
Pekerjaan utama peternak yaitu sebagai petani, peternak, pensiunan PNS,
pedagang dan wiraswasta. Mayoritas pekerjaan utama para peternak adalah sebagai
petani yaitu sebesar 50%. Pekerjaan utama para peternak cukup bervariasi
menunjukan bahwa usaha peternakan sapi potong mulai diminati berbagai kalangan,
tidak hanya masyarakat petani ternak saja. Hal ini dikarenakan ternak sapi potong
dianggap dapat memberikan tambahan pendapatan dan pemeliharaannya dapat
dilakukan pada waktu senggang setelah melakukan pekerjaan utama.
Pengalaman beternak dapat menjadi indikator untuk keberhasilan peternak.
Semakin banyak pengalaman beternak akan semakin memudahkan peternak dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan proses produksi. Secara umum
pengalaman beternak yang dimilki peternak kurang lebih 6 tahun dan dianggap sudah
berpengalaman dalam menjalankan usaha peternakan sapi potong. Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar peternak memulai usaha ternak sapi potong sejak mereka
masih kecil yaitu setelah lulus Sekolah Dasar (SD) dan sekaligus bekerja sebagai
petani. Para peternak mengaku jarang mendapatkan pengetahuan beternak baik dari
penyuluh maupun dari Dinas Peternakan setempat. Para peternak memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dari teman sesama peternak.
Jumlah tanggungan keluarga peternak sebanyak 0 sampai 2 orang sebesar
40%, sebanyak 3 sampai 5 orang sebesar 50% dan sebanyak 6 sampai 8 orang
sebesar 10%. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga peternak adalah 4 orang. Hal
ini sesuai dengan jumlah terbanyak dari tanggungan keluarga peternak yang berada
pada selang 3 sampai 5 orang.
Aktivitas usaha ternak seperti pencarian rumput, pemberian makan sapi,
memandikan sapi dan membersihkan kandang umumnya dilakukan oleh tenaga kerja
keluarga. Curahan waktu yang digunakan peternak untuk mengurus ternak sapi
potong adalah rata-rata 5 jam per hari. Bantuan istri dan anak masih sangat kecil.
Walaupun demikian peranan tenaga kerja keluarga sangat membantu dalam
pengembangan ternak sapi potong. Jumlah kepemilikan ternak berpengaruh terhadap
curahan waktu peternak dalam mengurus ternak sapi potong mereka, rata-rata
kepemilikan ternak peternak di Kota Pekanbaru adalah 10 ekor ternak.

Teknologi Pemeliharaan
Peternakan sapi potong di Kota Pekanbaru pada umumnya masih diusahakan
secara tradisional dan teknologi yang digunakan masih sangat sederhana dan
terbatas. Hal ini bisa dilihat dari pola pemeliharaan ternak sapi potong seperti
perkandangan, peralatan yang digunakan, penanggulangan terhadap penyakit, serta
pemberian pakan dan obat-obatan. Tingkat kemajuan teknologi yang paling terlihat
yaitu dalam hal perkawinan ternak, karena peternak masih menggunakan cara alami.
Teknik Inseminasi Buatan belum berkembang di kalangan peternak Kota Pekanbaru.

Teknik Perkandangan. Tipe kandang peternak di Kota Pekanbaru adalah tipe


koloni, karena tidak ada pembatas antara ternak yang satu dengan yang lain.
Kandang umumnya sudah beratap genteng seng atau atap terpal dengan lantai
tembok dan tanah sedangkan dinding terbuat dari kayu. Perkandangan peternak di
Kecamatan Tenayan Raya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Perkandangan Peternak di Kecamatan Tenayan Raya

Peternak yang menggunakan atap genteng seng sebesar 76.67% dan atap dari terpal
23.33%. Lantai kandang yang banyak digunakan peternak adalah lantai semen yaitu
sebesar 25%, sedangkan lantai tanah sebanyak 75%. Jenis bahan dinding yang
digunakan oleh peternak sebagian besar berupa kayu dengan persentase 75%
sedangkan dari bambu sebanyak 25%. Jarak kandang dengan rumah peternak sangat
dekat antara 5-10 m. Ternak sapi potong umumnya dikandangkan setiap hari. Usia
ekonomis kandang kira-kira 5 tahun namun perbaikan tetap dilakukan apabila terjadi
kerusakan pada kandang untuk lantai yang terbuat dari tembok peternak harus
mengganti tiap satu tahun karena sering rusak terinjak-injak kaki ternak sapi potong,
dan untuk lantai dari tanah peternak harus menambah tanah baru apabila tanah yang
digunakan sudah menipis karena ikut terbuang saat pembersihan kandang. Mayoritas
peternak sapi potong di Kota Pekanbaru sebesar 90% memelihara ternaknya secara
intensif, dan sebesar 10% secara semi intensif.
Sebanyak 90% peternak melakukan pembersihan kandang setiap hari, dengan
cara mengangkat kotoran menggunakan skop dan 20% peternak melakukan
pembersihan kandang dengan menyiramkan air. Cara penanganan limbah ternak
oleh peternak dengan cara menumpuk kotoran disamping kandang, cara ini
dilakukan oleh 86.67% peternak. Hanya 3.33% peternak yang mengolahnya menjadi
kompos.

Teknik Pemberian Pakan dan Minum. Pakan yang diberikan pada ternak sapi
potong bersumber dari rumput lapangan dan hijauan lainnya yang diperoleh dari
kebun/ladang orang lain. Hanya 16.67% peternak yang memperoleh rumput dari
lahannya sendiri, 36.6% memperoleh rumput dari lahan penggembalaan umum yang
tersebar di beberapa kecamatan. Rumput alam merupakan pakan utama untuk ternak
sapi potong. Peternak tidak pernah kekurangan dalam hal memperoleh rumput,
namun 30% peternak kesulitan dalam pencarian rumput untuk pakan ternak.
Terkadang mereka harus mencari rumput hingga ke kecamatan lain. Sebagian besar
peternak tidak memberikan pakan tambahan berupa konsentrat, hanya 5% peternak
yang memberikan pakan tambahan berupa dedak dan air rebusan ubi. Cara
pemberian pakan tambahan dedak dapat dilihat pada Gambar 7. Peternak yang
memberikan pakan berupa rumput saja sebesar 95%. Pakan rumput diberikan
langsung kepada ternaknya umumnya dua kali sehari. Dari 30 peternak responden,
sebesar 73.33% mengaku tidak mengerti tentang penggunaan pakan alternative dan
pembuatan campuran pakan.
Gambar 7. Pemberian Pakan Tambahan Dedak di Kecamatan Rumbai

Air sangat dibutuhkan ternak, untuk itu perlu tersedia setiap saat karena
selain untuk kebutuhan minum, air juga dibutuhkan untuk memandikan ternak,
membersihkan kandang, serta menyiram tanaman pakan ternak. Sebesar 73.33%
Sumber air peternak di Kota Pekanbaru berasal dari sumur cincin. Dari sumber air
ke kandang sebesar 76.67% peternak membawanya dengan cara memikul ember.

Penanggulangan Penyakit. Sebesar 46.67% peternak mengaku ternak mereka


sering terkena penyakit cacingan. Cacing adalah parasit yang hidup di dalam hati
dan saluran pencernaan, yang juga mengkonsumsi zat-zat gizi yang diperlukan oleh
ternak. Untuk menanggulanginya peternak memberikan obat cacing. Pemberian dan
pembelian obat-obatan dilakukan oleh peternak sendiri. Terkadang berdasarkan
anjuran dari petugas.

Peralatan. Peralatan yang digunakan peternak dalam perawatan yaitu sabit


digunakan untuk mencari rumput, keranjang atau karung digunakan untuk
mengangkat rumput, cangkul dan skop untuk membersihkan kandang, ember untuk
memberi minum, dan tali untuk mengikat ternak.

Kelembagaan
Kelembagaan peternak dapat dilihat dari kelompok peternak, pola kemitraan
lembaga dan petugas pelayanan, modal, pola pemasaran serta kebijakan pemerintah.
Kelembagaan ternak merupakan dukungan lain yang sangat menunjang wilayah
pengembangan usaha peternakan, yang harus terus dibangun untuk dapat mendukung
pengembangan wilayah Kota Pekanbaru. Kelembagaan peternak yang mendukung
pengembangan ternak sapi potong di Kota Pekanbaru belum tersebar disetiap
Kecamatan.

Kelompok Ternak. Adanya kelompok ternak memudahkan dalam pembinaan yang


dilakukan melalui penyuluhan, pengawasan pemasukan atau pengeluaran ternak dan
penambahan populasi ternak. Kegiatan penyuluhan diarahkan terhadap manajemen
pemeliharaan dan usaha ternak sapi potong, peningkatan penerapan IB, pengolahan
limbah ternak dan pengetahuan pencegahan pemotongan ternak betina produktif.
Kelompok petani ternak sapi potong di Kota Pekanbaru disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14. Nama Kelompok Petani Ternak di Kota Pekanbaru tahun 2006
No Kelompok Tani Kecamatan Jumlah Kelas Pola
(K) / Desa Anggota Kelompok
(D) (Orang)
1. Indrapuri Rejosari 20 Pemula Kemitraan
2. Mekar Sari Sail 20 Pemula Kemitraan
3. Sari Jaya Sail 20 Pemula Kemitraan
4. Gunung Baru Kulim 20 Pemula Kemitraan
5. Sepakat Kulim 17 Pemula Kemitraan
6. Tuah serumpun Rumbai 9 Pemula Kemitraan
7. Kurnia Jaya Limbungan 18 Pemula Kemitraan

Sumber : Dinas Peternakan Kota Pekanbaru (2007)

Petugas dan Lembaga Pelayanan. Sumberdaya manusia yang mendukung


pengembangan peternakan sapi potong di Kota Pekanbaru tidak hanya peternak yang
secara langsung terlibat dengan usaha dan manajemen pengelolaan ternak sapi
potong, tetapi terdapat petugas pelayanan antara lain pegawai Dinas Peternakan
sebanyak 60 orang sebagai pemerintahan yang memberikan kebijakan terhadap
perkembangan peternakan secara umum dan 32 orang penyuluh, 2 orang
inseminator, 3 orang pemeriksa kebuntingan, 6 orang tenaga medis poskeswan dan 4
orang paramedis.
Lembaga pelayanan yang dapat mendukung pengembangan usaha ternak sapi
potong di Kota Pekanabaru yaitu tersedianya 1 unit Laboratorium Tipe C, 1 unit
Rumah Potong Hewan (RPH), 1 unit poskeswan, 1 unit plaza ternak, 1 unit balai
bibit peternakan, 1 unit TPH, 2 unit holding ground dan 16 unit kios sapronak.
Plaza ternak merupakan tempat jual-beli ternak sapi potong di Kota
Pekanbaru yang tersedia setiap hari. Selain itu di plaza ternak juga terdapat pabrik
pakan mini. Selama penelitian ini berlangsung (September sampai Oktober 2007)
plaza ternak di Kota Pekanbaru mempunyai jumlah sapi potong sebanyak 121 ekor,
yang terdiri dari sapi Brahman Cross sebanyak 69 ekor betina, sapi Bali 21 ekor
betina dan 31 ekor sapi Bali jantan. Umumnya sapi-sapi tersebut dijual pada kisaran
umur 14-16 bulan, dengan harga jual Rp. 4.500.000 untuk sapi bali jantan dan Rp.
3.800.000 untuk sapi bali betina. Tampak depan plaza ternak di Kota Pekanbaru
dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Tampak Depan Plaza Ternak di Kota Pekanbaru


Sumber: Dinas Peternakan Propinsi Riau (2007)

Balai bibit terdapat di Kecamatan Tenayan raya, jumlah sapi yang ada
sebanyak sebanyak 48 ekor yang terdiri dari 1 ekor sapi Simental, 25 ekor sapi Bali,
20 ekor sapi Peranakan Ongole, dan 2 ekor sapi Brahman. Sapi yang diambil
semennya adalah sapi Bali, Peranakan Ongole dan sapi Brahman, dan hanya
digunakan untuk sapi-sapi yang ada di balai bibit. Dalam satu kali penampungan
semen bisa didapat 20 straw, oleh karena itu teknik inseminasi buatan belum terlalu
berkembang di Kota Pekanbaru. Aktifitas pengenceran semen di balai bibit dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Aktifitas Pengenceran Semen di Balai Bibit Kota
Pekanbaru
Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Riau (2007)

Modal. Modal yang digunakan peternak sapi potong di Kota Pekanbaru adalah
modal sendiri, bagi hasil dan modal berupa ternak bantuan dari Yayasan Peduli
Pemberdayaan Masyarakat (CECOM). Peternak yang menggunakan modal sendiri
sebesar 16.67%, peternak yang memelihara sapi potong dengan sistem bagi hasil
sebesar 20% dan peternak yang menggunakan bantuan berupa bakalan sapi potong
dari CECOM sebesar 63.33%. Peternak sapi potong di Kota Pekanbaru mengaku
tidak mau menggunakan kredit dari pemerintah dengan alasan kesulitan dalam hal
persyaratan peminjaman dan pembayaran modal.

Ternak sapi potong bantuan dari Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat


(CECOM) memiliki sistem bagi hasil, dengan cara peternak diberikan sapi untuk
digemukan kemudian dijual. Hasil penjualan tersebut 50% diberikan kepada
peternak pemelihara, 30% untuk CECOM dan 20% diberikan kepada pendamping
kelompok tersebut.

Kebijakan. Kebijakan peternakan di Kota Pekanbaru berdasarkan kebijaksanaan


pembangunan Daerah Provinsi Riau, program pengentasan kemiskinan, kebodohan,
ketertinggalan, infrastruktur serta dipadukan dengan kebijaksanaan sektor pertanian.
Visi dari kebijakan ini adalah terwujudnya peternakan yang tangguh dan
berdaya saing tinggi di Asia Tenggara tahun 2020. Misi dari pembangunan
peternakan Daerah Riau yaitu: menyediakan pangan hasil ternak yang cukup baik
kuantitas maupun kualitas, memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar
dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi di dalam negeri maupun luar
negeri, menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternak,
meniptakan lapangan kerja di bidang agribisnis peternakan dan melestarikan serta
memanfaatkan sumberdaya alam pendukung peternakan.
Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan misi tersebut adalah dengan
pembangunan wilayah berdasarkan komoditas unggulan, pengembangan
kelembagaan petani peternak, peningkatan usaha dan industri peternakan,
optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan sumberdaya alam
lokal dan mengembangakan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan. Selain itu
kebijakan pemerintah tahun 2007-2008 menjadikan Kota Pekanbaru sebagai daerah
pembibitan sapi potong hal tersebut didukung dengan tersedianya 400 ekor sapi
Brahman yang akan dijadikan bibit.

Wilayah Basis Ternak Sapi Potong dan KPPTR Kota Pekanbaru


Wilayah Basis
Wilayah Kota Pekanbaru yang saat ini terdiri dari 12 Kecamatan memiliki
beberapa wilayah kegiatan basis untuk peternakan sapi potong yang berarti bahwa di
Kota Pekanbaru ada beberapa wilayah atau Kecamatan yang mempunyai tingkat
populasi ternak sapi relatif lebih banyak dibanding wilayah atau Kecamatan lain.
Hal ini seperti ditunjukan oleh hasil perhitungan Location Quation (LQ) dimana
wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai LQ > 1, dari 12 Kecamatan di Kota
Pekanbaru terdapat 4 Kecamatan yang merupakan wilayah basis, 5 Kecamatan
merupakan wilayah non basis namun ada populasi ternak sapi potongnya dan 3
Kecamatan merupakan Kecamatan non basis tanpa ternak sapi potong. Nilai LQ
terbesar dimiliki oleh Kecamatan Rumbai.
Berdasarkan hasil perhitungan LQ maka wilayah Kota Pekanbaru mempunyai
4 Kecamatan yang sangat berpotensi untuk pengembangan ternak sapi potong, bila
ditinjau dari populasi ternak sapi potong yang dimiliki masing-masing Kecamatan
tersebut. Pada Tabel 15 diperlihatkan wilayah basis ternak sapi potong Kota
Pekanbaru.

Tabel 15. Wilayah Basis dan Nilai LQ Ternak Sapi Potong Kota Pekanbaru
Kecamatan Nilai LQ
Rumbai 2.99
Bukit Raya 2.49
Tenayan Raya 1.86
Rumbai Pesisir 1.09

Kecamatan rumbai memiliki nilai LQ terbesar yaitu 2.99. Hal ini bisa terjadi
karena jumlah penduduk Kecamatan Rumbai tidak sepadat Kecamatan yang
memiliki nilai LQ negatif dan memiliki populasi ternak sapi yang cukup banyak,
sehingga pengembangan peternakan sapi potong masih berpotensi untuk dilakukan
pada Kecamatan ini. Terdapat 5 Kecamatan yang memiliki populasi ternak sapi
potong dan tidak merupakan wilayah basis yaitu Kecamatan Tampan dengan nilai
LQ 0.46, Kecamatan Payung sekaki dengan nilai LQ 0.65, Kecamatan Marpoyan
Damai dengan nilai LQ 0.42, Kecamatan Lima puluh dengan nilai LQ 0.60 dan
Kecamatan Senapelan dengan nilai LQ terendah yaitu 0.30. Tiga Kecamatan yang
tidak mempunyai populasi ternak sapi potong sama sekali merupakan pusat kota
yang lebih didominasi oleh wilayah perkantoran, pemukiman, pemerintahan serta
perdagangan dan jasa. Pembagian wilayah berdasarkan hasil LQ dapat dilihat pada
Gambar 10.
Keterangan :
Wilayah Basis = LQ > 1
Wilayah Non Basis ada ternak sapi potong = LQ < 1
Wilayah tanpa ternak sapi potong
1 – 12 = Menunjukan Kecamatan – Kecamatan di Kota Pekanbaru
1. Kecamatan Rumbai
2. Kecamatan Rumbai Pesisir
3. Kecamatan Tenayan Raya
4. Kecamatan Bukit Raya
5. Kecamatan Marpoyan Damai
6. Kecamatan Tampan
7. Kecamatan Payung Sekaki
8. Kecamatan Lima Puluh
9. Kecamatan Sail
10. Kecamatan Senapelan
11. Kecamatan Pekanbaru Kota
12. Kecamatan Sukajadi

Gambar 10. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai


Location Quation

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia


Hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai total Kapasitas Penambahan
Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) berdasarkan nilai KPPTR efektif (KPPTR
(E)) Kota Pekanbaru adalah 4 066.485 ST. Artinya Kota Pekanbaru masih
berpotensi jika akan dilakukan penambahan ternak ruminansia sebesar nilai KPPTR
tersebut. Namun, pelaksanaan di lapangan perlu memperhatikan berbagai faktor
fisik, biologi, teknis, dan sosial budaya serta keterampilan peternak dalam pola tata
laksana pemeliharaan tenak khususnya ternak sapi potong. KPPTR efektif di Kota
Pekanbaru yaitu KPPTR berdasarkan sumberdaya lahan karena KPPTR berdasarkan
sumberdaya lahan lebih kecil daripada KPPTR berdasarkan tenaga kerja atau kepala
keluarga (KPPTR KK).
Secara umum nilai KPPTR (E) dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, luas
panen dan populasi ternak ruminansia dan jumlah tenaga kerja. Meskipun demikian
penyebaran nilai KPPTR (E) di tiap Kecamatan sangat bervariasi. Nilai KPPTR
terbesar berada pada Kecamatan Rumbai pesisir yaitu 2 249.375 ST dan terendah
pada Kecamatan Bukit Raya yaitu -240.56 ST. Tingginya nilai KPPTR di
Kecamatan Rumbai pesisir lebih banyak disebabkan oleh luasnya lahan penghasil
rumput dan jumlah ternak ruminansia yang relatif lebih rendah. Sedangkan unuk
Kecamatan Bukit Raya memiliki jumlah ternak ruminansia yang lebih padat
dibanding luas lahan penghasil rumput maupun lahan penghasil jerami.
Keaadaan wilayah dengan nilai KPPTR (E) positif disajikan pada Tabel 16. Nilai
KPPTR positif menunjukan bahwa wilayah tersebut masih bisa menampung populasi
ternak ruminansia sebesar nilai (E) tersebut jika dilihat dari ketersediaan Hijauan
Makanan Ternak (HMT). Pengelompokan wilayah Kota Pekanbaru berdasarkan
hasil perhitungan KPPTR dapat dilihat pada Gambar 11.
Tabel 16. Wilayah Kota Pekanbaru dengan Nilai KPPTR (E) Positif
Kecamatan Nilai KPPTR (ST)
Rumbai Pesisir 2 249.375
Rumbai 1 110.295
Payung Sekaki 468.865
Tenayan Raya 237.95
Total populasi riil ruminansia Kota Pekanbaru adalah 3 399.735 ST dengan
populasi tertinggi pada Kecamatan Tenayan Raya sebesar 1 269.49 ST. Sedangkan
populasi riil terendah yaitu Kecamatan Sail sebesar 1.54 ST. Jumlah populasi juga
dipengaruhi oleh tingkat penyebaran ternak yang tidak merata sehingga terjadi
wilayah-wilayah padat populasi sedangkan kemampuan wilayah untuk menghasilkan
HMT semakin berkurang. Jumlah riil ternak ruminansia dan nilai KPPTR (L)
disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Jumlah Riil Ternak Ruminansia dan Nilai KPPTR (L)
Kota Pekanbaru
Kecamatan Populasi riil ternak ruminansia (ST) KPPTR (L) (ST)
Tampan 276.885 -82.955
Payung sekaki 122.285 468.865
Bukit raya 523.570 -240.56
Marpoyan damai 204.885 -122.955
Tenayan raya 1 269.490 237.950
Lima puluh 65.315 -65.315
Sail 1.540 -0.890
Pekanbaru kota - -
Sukajadi - -
Senapelan 28.945 -28.945
Rumbai 727.505 1 110.295
Rumbai pesisir 179.315 2 249.357
Jumlah 3 399.735 3 524.865
Keterangan :

KPPTR Positif (+)


KPPTR Negatif ( - )
1 – 12 = Menunjukan Kecamatan – Kecamatan di Kota Pekanbaru
1. Kecamatan Rumbai
2. Kecamatan Rumbai Pesisir
3. Kecamatan Tenayan Raya
4. Kecamatan Bukit Raya
5. Kecamatan Marpoyan Damai
6. Kecamatan Tampan
7. Kecamatan Payung Sekaki
8. Kecamatan Lima Puluh
9. Kecamatan Sail
10. Kecamatan Senapelan
11. Kecamatan Pekanbaru Kota
12. Kecamatan Sukajadi

Gambar 11. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai


KPPTR
Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong
Kota Pekanbaru
Wilayah pengembangan ternak sapi potong di Kota Pekanbaru jika dilihat
dari analisis deskripif tentang potensi sumberdaya, hasil perhitungan LQ dan
perhitungan KPPTR dapat diketahui bahwa Kota Pekanbaru masih memungkinkan
untuk dilakukan pengembangan ternak sapi potong. Walaupun kondisi setiap
Kecamatan sangat beragam namun, beberapa Kecamatan mempunyai sumberdaya
sangat potensial yang didukung fasilitas dan lingkungan yang kondusif bagi
pengembangan ternak sapi potong.
Kota Pekanbaru yang terdiri atas 12 Kecamatan bisa dibagi menjadi 4
kelompok berdasarkan tingkat KPPTR (E) dan LQ. Kelompok I dengan kriteria nilai
KPPTR (E) positif dan nilai LQ > 1 ; Kelompok II dengan kriteria nilai KPPTR (E)
positif dan nilai LQ < 1 ; Kelompok III dengan nilai KPPTR (E) negatif dan nilai
LQ > 1 ; Kelompok IV dengan kriteria nilai KPPTR (E) negatif dan nilai LQ < 1.
Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Pengelompokan Wilayah Berdasarkan Nilai KPPTR dan LQ


No Kelompok Kriteria Kecamatan
1. I KPPTR (E) Positif Rumbai pesisir
LQ > 1 Tenayan Raya
Rumbai
2. II KPPTR (E) Positif Payung sekaki
LQ < 1
3. III KPPTR (E) Negatif Bukit raya
LQ > 1
4. IV KPPTR (E) Negatif Marpoyan Damai
LQ < 1 Tampan
Lima puluh
Sail
Pekanbaru kota
Sukajadi
Senapelan
Kelompok I merupakan wilayah yang memiliki kriteria KPPTR (E) positif
dan LQ>1. Kecamatan yang termasuk kelompok ini yaitu: Kecamatan Rumbai
pesisir, Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Tenayan Raya. Hal ini bisa terjadi
karena pada Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Rumbai pesisir terletak cukup jauh
dari pusat Kota, sehingga untuk kegiatan peternakan masih berpotensi dilakukan.
Khusus Kecamatan Tenayan Raya selain masih tersedianya ketersediaan kapasitas
tampung ternak, lembaga pelayanan seperti plaza ternak, balai bibit dan IB terdapat
pada Kecamatan ini. Sehingga masyarakat sekitar lebih mudah untuk mendapatakan
ternak sapi untuk digemukan. Selain itu masyarakat di Kecamatan Tenayan Raya
tidak merasa keberatan adanya aktivitas beternak karena menurut mereka kegiatan
beternak sudah menjadi kebiasaan. Pada ketiga Kecamatan ini dapat menjadi
konsentrasi pemerintah daerah sebagai wilayah yang masih berpotensi untuk
dilakukan pengembangan peternakan sapi potong.
Kelompok II merupakan wilayah yang memiliki kriteria KPPTR (E) positif
dan LQ<1. Kecamatan yang termasuk kelompok ini adalah Kecamatan Payung
Sekaki. Kekuatan Kecamatan Payung Sekaki masih tersedianya lahan sebagai
kapasitas tampung ternak ruminansia. Apabila ingin dilakukan penambahan ternak
sapi potong di wilayah ini masih dimungkinkan. Wilayah ini bisa menjadi basis
apabila jumlah kepemilikan ternak setiap kepala keluarga ditambah ataupun ada
kepala keluarga baru yang ingin beternak sebagai pekerjaan sampingan.
Kelompok III merupakan wilayah yang memiliki kriteria KPPTR (E) negatif
dan LQ>1. Kecamatan yang termasuk kelompok ini adalah Kecamatan Bukit Raya.
Pada Kecamatan tidak dimungkinkan dilakukan penambahan ternak berdasarkan
daya tampung lahan. Namun kecamatan Bukit Raya termasuk basis, untuk
mendapatkan hijauan bagi ternaknya para peternak harus mencari rumput ke
kecamatan terdekat yaitu Kecamatan Tenayan Raya.
Kelompok IV merupakan wilayah yang memiliki kriteria KPPTR (E) negatif
dan LQ<1. Kecamatan yang termasuk kelompok ini adalah Kecamatan Marpoyan
Damai, Kecamatan Tampan, Kecamatan Lima puluh, Kecamatan Sail, Kecamatan
Pekanbaru kota, Kecamatan Sukajadi dan Kecamatan Senapelan. Ketujuh
Kecamatan ini berada pada pusat Kota yang kegiatannya lebih diarahkan untuk
kegiatan pemerintahan, perdagangan dan jasa.
Keterangan :
KPPTR + ; LQ > 1 KPPTR - ; LQ> 1
KPPTR + ; LQ < 1 KPPTR - ; LQ < 1
1 – 12 = Menunjukan Kecamatan kecamatan di Kota Pekanbaru
1. Kecamatan Rumbai
2. Kecamatan Rumbai Pesisir
3. Kecamatan Tenayan Raya
4. Kecamatan Bukit Raya
5. Kecamatan Marpoyan Damai
6. Kecamatan Tampan
7. Kecamatan Payung Sekaki
8. Kecamatan Lima Puluh
9. Kecamatan Sail
10. Kecamatan Senapelan
11. Kecamatan Pekanbaru Kota
12. Kecamatan Sukajadi

Gambar 12. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai


LQ dan KPPTR
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sumberdaya peternakan yang dapat menjadi potensi dalam upaya


pengembangan ternak sapi potong di Kota Pekanbaru yaitu populasi ternak,
peternak, potensi dari luar Kota Pekanbaru berupa hasil limbah kelapa sawit,
kelembagaan dan kebijakan pemerintah.
2. Kota Pekanbaru memiliki 4 Kecamatan yang merupakan wilayah basis yaitu
Kecamatan: Rumbai, Bukit Raya, Tenayan Raya dan Rumbai pesisir.
3. Total KPPTR (E) Kota Pekanbaru sebesar 4 066.485 ST. Kecamatan yang
masih mempunyai daya tampung ternak adalah Kecamatan: Rumbai pesisir,
Rumbai, Tenayan Raya dan Payung Sekaki.

Saran
1. Pemerintah daerah perlu membangun pabrik pakan yang berbahan baku
limbah kelapa sawit untuk mengatasi terbatasnya lahan penghasil hijauan
makanan ternak.
2. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam meningkatkan kemajuan
teknologi IB untuk tujuan jangka panjang pembibitan di Kota Pekanbaru dan
bantuan modal kepada peternak.
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia
dan cinta-Nya penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam pembuatan skripsi
ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Ir.
Burhanuddin, MM dan ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing dan banyak
membantu mulai dari penyusunan proposal hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Kepada pembahas seminar Ir. Zulfikar Moesa, MS serta kepada Ir. Sudjana
Natasasmita dan Ir. Lucia Cyrilla ENSD, Msi sebagai dosen penguji sidang yang
telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Mama,
Papa, Leksmana, Octa, Keluarga besar Emzita(alm.Datuk, alm.Nenek, alm.Papa kak
Nana & mama Elma, tan Ai, tan achie & uncle Kev, tan op, om pin & tan pop, Buya
& mama Elly, k’Nana, k’Titi dan sepupu-sepupu), Keluarga besar
Husein(alm.Datuk, Nenek, Bunda, t’Butet, mak Ujang dan sepupu-sepupu) atas
iringan doa, kasih sayang, pengorbanan, serta kesabaran dalam memotivasi dan
menemani penulis. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Muhammad
Zico Fadly atas semua dukungan, bantuan, perhatian dan kasih sayang yang
diberikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Ngadiman dheni, mbak
Aisyah dan semua pegawai Dinas Peternakan Provinsi Riau atas bantuan dan
kerjasamanya. Kepada sahabat-sahabat penulis Mita, Mima, Valent, Weny, Miranti,
Debby, Dita, Lia, Puspa terima kasih atas bantuan, kebersamaan dan kenangan yang
tidak pernah dilupakan oleh penulis. Untuk SOSLINGMAS crew(Anasya, Anis, Vj,
Hesti, Eva, Ramah, Rahma, Ani K, Fathony) terima kasih atas kerjasama,
pengalaman dan kenangan yang berarti buat penulis. Terima kasih untuk semua
teman-teman seipersz angkatan 39 dan 40 serta angkatan 41 serta staf SEIP (Pak
Kamto, Pak Tris, Pak Tibiyan, Pak Nana dan Pak Doddy) yang telah membantu
segala administrasi.

Bogor, Februari 2008

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Budiharsono, S. 2001. Teknik analisis pembangunan wilayah pesisir dan lautan. PT


Pradinya Paramita. Jakarta.
Dinas Peternakan Kota Pekanbaru. 2006. Laporan Tahunan 2006. Propinsi Riau.
Gurnadi, E. 1998. Livestock development in Indonesia. Makalah Seminar
Nasional Pengembangan Peternakan di Indonesia. Jakarta.
Irfan, M. 1992. Perencanaan tata ruang peternakan sapi potong di Kabupaten
Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Notohadiprawiro, T. 2006. Suatu konsep tentang wilayah dan perwilayahan.
Makalah Lokakarya Program Studi Perancangan dan Pembangunan Regional.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Pambudy, R. dan S. Sudrajat. 2000. Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan
dan Kesehatan Hewan Indonesia: Peduli Ternak Rakyat. Yayasan Agroindo
Mandiri. Jakarta.
Sasroamidjojo dan Soeradji. 1990. Peternakan Umum. Cetakan Kesepuluh.
CV Yasaguna. Jakarta.
Sugeng, Y.B. 2006. Sapi potong. Cetakan Kelima Belas. PT Penebar Swadaya.
Jakarta.
Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2006. Cara tepat penggemukan sapi potong. PT
Agro Media Pustaka. Jakarta.
Suparini. 2000. Pengkajian potensi wilayah Kabupaten Bogor sebagai wilayah
pengembangan sapi potong. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Williamson, G. dan W. J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Terjemahan. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Wiyatna, M. F. 2002. Potensi dan strategi pengembangan sapi potong di
Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Profil Umum Peternak di Tiga KecamatanTerpilih

No Umur Pendidikan Pengalaman Jumlah Alokasi


Responden (Thn) (Thn) beternak ternak tenaga kerja
(Thn) (Ekor) (Jam/Hari)
1 55 6 7 15 10,5
2 40 6 5 16 8
3 30 6 7 9 4
4 32 9 5 5 3
5 45 6 5 6 4
6 40 6 5 6 6
7 66 6 5 5 3
8 45 6 8 9 6
9 40 6 12 19 8
10 50 6 6 7 6
11 31 6 2 4 2
12 44 6 1 2 2
13 38 12 3 2 1,5
14 37 9 5 6 2
15 50 9 10 10 8
16 28 9 3 4 2
17 60 6 20 7 3
18 35 6 5 6 6
19 52 6 4 7 5
20 43 6 8 10 8
21 50 6 5 16 7,5
22 39 6 5 9 3
23 27 12 5 3 5
24 46 6 10 11 4
25 46 6 5 20 8
26 56 6 5 16 6
27 45 9 8 40 12
28 48 6 7 4 12
29 47 6 10 28 6
30 54 6 3 10 6
Jumlah 43,97 6,9 6,3 10,4 5,58
Lampiran 2. Jumlah Populasi Ternak Ruminansia (ST) Kota Pekanbaru

No Kecamatan Sapi Kerbau Kambing Total populasi riil


potong
1 Tampan 112.25 99.5 65.135 276.885
2 Bukit raya 441.25 - 82.32 523.57
3 Sail - - 1.54 1.54
4 Lima puluh 61.5 - 3.815 65.315
5 Sukajadi - - - -
6 Senapelan 26.25 - 2.695 28.945
7 Pekanbaru kota - - - -
8 Rumbai 395.5 244.75 87.255 727.505
9 Payung sekaki 96 - 26.285 122.285
10 Tenayan raya 528.5 583 157.99 1 269.49
11 Marpoyan damai 139.75 - 65.135 204.885
12 Rumbai pesisir 170.25 - 9.065 179.315
Jumlah 1 971.25 927.25 501.235 3 399.735
Lampiran 3. Location Quation

No Kecamatan Populasi Jumlah Populasi Jumlah vi/vt Vi/Vt LQ


sapi KK sapi KK (1) (2) (1) / (2)
potong kecamatan potong kabupaten
kecamatan (Jiwa) (vt) kabupaten (Jiwa)
(ST) (vi) (ST) (Vi) (Vt)
1 Tampan 112.5 20802 1 971.25 169224 0.0054081 0.0116488 0,46
2 Payung sekaki 96 12739 1 971.25 169224 0.0075359 0.0116488 0,65
3 Bukit raya 441.25 15207 1 971.25 169224 0.0290162 0.0116488 2,49
4 Marpoyan damai 139.75 28849 1 971.25 169224 0.0048442 0.0116488 0,42
5 Tenayan raya 528.5 24404 1 971.25 169224 0.0216563 0.0116488 1,86
6 Lima puluh 61.5 8758 1 971.25 169224 0.0070222 0.0116488 0,60
7 Sail 0 7578 1 971.25 169224 0 0.0116488 0
8 Pekanbaru kota 0 6003 1 971.25 169224 0 0.0116488 0
9 Sukajadi 0 12834 1 971.25 169224 0 0.0116488 0
10 Senapelan 26.25 7412 1 971.25 169224 0.0035416 0.0116488 0,30
11 Rumbai 395.5 11332 1 971.25 169224 0.0349012 0.0116488 2,99
12 Rumbai pesisir 170.25 13306 1 971.25 169224 0.012795 0.0116488 1,09
Jumlah 1 971.25 169.224 1 971.25 169224 0.01267207 0.0116488 10,86
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)
Lampiran 4. Nilai KPPTR Kota Pekanbaru Berdasarkan Sumberdaya Lahan
No Kecamatan Total X Total Y KTTR (ST) Populasi Riil KPPTR (L)(ST)
1 Tampan 109.5 336.54 193.93 276.885 -133.255
2 Payung sekaki 1 204.5 155.15 591.15 122.285 468.865
3 Bukit raya 393.6 257.32 283.01 523.57 -240.56
4 Marpoyan damai 15 173.45 81.93 204.885 -122.955
5 Tenayan raya 2 637 830.13 1 507.44 1 269.49 -19.79
6 Lima puluh 0 0 0 65.315 -65.315
7 Sail 1.5 0 0.65 1.54 -0.89
8 Pekanbaru kota 0 0 0 0 0
9 Sukajadi 0 0 0 0 0
10 Senapelan 0 0 0 28.945 -28.945
11 Rumbai 3 133.35 1093.61 1 837.80 727.505 -678.605
12 Rumbai pesisir 5 257.95 328.05 2 428.69 179.315 1 927.745
Jumlah 12 752.4 3 174.25 6 924.63 3 399.735 3 524.865
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)

Keterangan : X = total luas lahan penghasil rumput (Ton BK/Ha/Tahun)


Y = total luas lahan penghasil jerami (Ton BK/Ha/Tahun)
Lampiran 5. Hasil Perhitungan KPPTR Efektif

No Kecamatan KPPTR(L)(ST) Jumlah KK Konversi d Populasi (KK) (ST) KPPTR(E)(ST)


1 Tampan -133.255 20802 3 62406 -133.255
2 Payung sekaki 468.865 12739 3 38217 468.865
3 Bukit raya -240.56 15207 3 45621 -240.56
4 Marpoyan damai -122.955 28849 3 86547 -122.955
5 Tenayan raya -19.79 24404 3 73212 -19.79
6 Lima puluh -65.315 8758 3 26274 -65.315
7 Sail -0.89 7578 3 22734 -0.89
8 Pekanbaru kota 0 6003 3 18009 0
9 Sukajadi 0 12834 3 38502 0
10 Senapelan -28.945 7412 3 22236 -28.945
11 Rumbai -678.605 11332 3 33996 -678.605
12 Rumbai pesisir 1 927.745 13306 3 39918 1 927.745
Jumlah 3 524.865 169.224 3 507.672 3 524.865

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)

Keterangan : KPPTR efektif yaitu KPPTR(L) karena KPPTR(L) < KPPTR (KK)
d = kemampuan setiap seorang kepala keluarga memelihara 3 ST
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Lahan Penghasil Rumput (Ton Bk/Th)

Kecamatan Luas Padang Tegalan Konversi Perkebunan Konversi Hutan Konversi ∑ k . Le (1) . 15
Sawah Rumput (Ha) 1% (Ha) 5% Negara 5% (1)
(Ha) (Ha) (Ha)
Tampan 0 0 730 7,3 0 0 0 0 7,3 109,5
Payung sekaki 0 0 2350 23,5 15 0,75 1121 56,05 80,3 1204,5
Bukit raya 0 5 2124 21,24 0 0 0 0 26,24 393,6
Marpoyan damai 0 0 0 0 0 0 20 1 1 15
Tenayan raya 0 18 3455 34,55 215 10,75 2250 112,5 175,8 2637
Lima puluh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sail 0 0 0 0 0 0 2 0,1 0,1 1,5
Pekanbaru kota 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sukajadi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Senapelan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rumbai 0 10 9819 98,19 1240 62 774 38,7 208,89 3133,35
Rumbai pesisir 0 9 2683 26,83 6140 307 154 7,7 350,53 5257,95
Total 0 42 21.161 211,61 7.610 380,5 4.321 216,05 850,16 12.752,4

Sumber: Hasi Pengolahan Data (2007)


Lampiran 7. Hasil Perhitungan Lahan Penghasil Jerami (Ton/Ha/Th)
Kecamatan Jagung Konversi Ubi Konversi Ubi jalar Konversi Kedelai Konversi Kacang Konversi ∑ j . Li
(Ha) (10,9 kayu (5,05 (Ha) (1,2 (1,07 tanah (Ha) (1,44
ton/ha/th) (Ha) ton/ha/th) ton/ha/th) ton/ha/th) ton/ha/th)
Tampan 26 283,4 10 50,5 1 1,2 0 0 1 1,44 336,54
Payung sekaki 13 141,7 1 5,05 1 1,2 0 0 5 7,2 155,15
Bukit raya 11 119,9 27 136,35 0 0 1 1,07 0 0 257,32
Marpoyan damai 7 76,3 19 95,95 1 1,2 0 0 0 0 173,45
Tenayan raya 40 436 77 388,85 2 2,4 0 0 2 2,88 830,13
Lima puluh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sail 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pekanbaru kota 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sukajadi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Senapelan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rumbai 74 806,6 45 227,25 15 18 0 0 29 41,76 1093,61
Rumbai pesisir 25 272,5 11 55,55 0 0 0 0 0 0 328,05
Total 196 2.136,4 190 959,5 20 24 1 1,07 37 53,28 3.174,25
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)

Anda mungkin juga menyukai