Anda di halaman 1dari 17

Praktik Kerja Lapangan

FKH Tanggal Pelaksanaan


1508 (04/12/2023 - 29/12/2023)
Kesehatan Sapi

LAPORAN REPRODUKSI
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
KESEHATAN SAPI DI KOPERASI PETERNAKAN SAPI
BANDUNG UTARA (KPSBU) LEMBANG, JAWA BARAT
(04 – 29 Desember 2023)

Disusun Oleh :
KELOMPOK G
PPDH Semester Genap Tahun Ajaran 2022/2023

Anisa Haifa Salsabila, S.K.H B9404222122


Alifia Aziza Nur Shabiha, S.K.H B9404222137
Ramon Rahman Bin Ragu Raman, S.K.H B9404222829

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


SEKOLAH KEDOKTERAN HEWAN DAN BIOMEDIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2023
Praktik Kerja Lapangan
FKH Tanggal Pelaksanaan
1508 (04/12/2023 - 29/12/2023)
Kesehatan Sapi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Laporan Klinik Praktik Kerja Lapangan Kesehatan Sapi di Koperasi


Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Jawa Barat
(04 - 29 Desember 2023)
Nama : Anisa Haifa Salsabila, S.K.H B9404222122
Alifia Aziza Nur Shabiha, S.K.H B9404222137
Ramon Rahman Bin Ragu Raman, S.K.H B9404222829

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing Bagian Reproduksi :


Drh. Mokhamad Fakhrul Ulum, M.Si, Ph.D _________________
NIP 19821024 201212 1 002

Diketahui oleh:

Koordinator Mata Kuliah Bidang


Praktik Kerja Lapang Kesehatan Sapi :
drh. Riki Siswandi, PhD
NIP 19830824 200912 1 005 _________________

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan


Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis :
Prof. drh. Ni Wayan Kurniani Karja, MP, Ph.D
NIP. 19690207 199601 2 001 _________________

Tanggal Pengesahan :
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Lapangan
(PKL) Kesehatan Sapi di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Jawa
Barat. Laporan ini ditulis berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 4 Desember
hingga 29 Desember 2023.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
bimbingan, saran, serta masukan selama melaksanakan kegiatan PKL Kesehatan Sapi hingga
penulisan laporan ini. Terima kasih disampaikan kepada:
1.Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang atas kesempatannya
dalam Praktik Kerja Lapangan Kelompok G PPDH Gelombang 2 Tahun 2022/2023
2.Tim kesehatan hewan KPSBU Lembang yaitu Drh. Iyus Setiawan, Drh. Fathul Bari,
dan Drh. Asep Suwandi selaku pembimbing di lapangan, serta para paramedik
veteriner, petugas, dan staff KPSBU Lembang yang telah memberikan bimbingan dan
ilmu selama pelaksanaan kegiatan PKL
3.Drh. Mokhamad Fakhrul Ulum, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing bidang
reproduksi dan kebidanan dalam kegiatan PKL Kesehatan Sapi.
4.Orang tua, teman-teman, serta keluarga yang telah memberi dukungan kepada penulis
selama menjalani kegiatan perkuliahan di Program Pendidikan Dokter Hewan SKHB
IPB.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Penulis berharap laporan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Lembang, 29 Desember 2023

Penulis
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sapi perah merupakan hewan ternak yang diandalkan untuk memproduksi susu, yang
memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu, baik di tingkat nasional
maupun global. Produksi susu di dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan konsumsi
dalam negeri, dengan sebagian besar konsumsi susu dipenuhi melalui impor. Koperasi
Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Lembang, Jawa Barat, merupakan salah satu
koperasi peternakan sapi perah yang berusaha memenuhi kebutuhan ini.
Sapi perah di Indonesia, terutama dari jenis Friesian Holstein (FH), memiliki potensi
produksi susu yang tinggi, namun sebagian besar peternakan sapi perah masih berskala kecil
dengan manajemen pemeliharaan yang perlu ditingkatkan. Hal ini dapat mempengaruhi
produktivitas sapi dan meningkatkan risiko penyakit. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
susu nasional, langkah-langkah seperti pengadaan bibit unggul, perbaikan manajemen pakan
dan pemeliharaan, serta perawatan yang baik perlu ditingkatkan.
Dokter hewan memainkan peran penting dalam pencegahan dan pengobatan penyakit
pada sapi perah yang dapat mengurangi produksi susu dan kesehatan ternak. KPSBU
Lembang berupaya mengoptimalkan produktivitas sapi perah melalui kegiatan seperti
Inseminasi Buatan, pemeriksaan kebuntingan, penyuluhan tentang manajemen pakan dan
pemeliharaan, serta penanggulangan penyakit pada sapi perah. Upaya ini sejalan dengan
tujuan peternakan sapi perah sebagai penyedia protein hewani bagi masyarakat Indonesia.

1.2 Tujuan
Praktik Kerja Lapang kesehatan sapi memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan mahasiswa program Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan di Sekolah
Kedokteran Hewan dan Biomedis, Institut Pertanian Bogor. Praktik ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman tentang manajemen dan kesehatan klinik serta reproduksi pada sapi
perah. Selain itu, praktik ini juga bertujuan untuk memperkenalkan gangguan reproduksi
pada sapi perah, memberikan pengetahuan tentang manajemen pemeliharaan pedet, dan
memberikan pengalaman dalam menentukan diagnosis, prognosis, serta terapi. Selain itu,
mahasiswa juga akan dilatih dalam penerapan teknologi reproduksi seperti Inseminasi Buatan
(IB) dan pemeriksaan kebuntingan (PKB) di lapangan.

II KEGIATAN PELAYANAN KASUS

2.1 Pelayanan Inseminasi Buatan


Pelayanan inseminasi buatan (IB) di KPSBU Lembang dilakukan setelah peternak
memberikan pemberitahuan berupa laporan birahi ternak kepada petugas paramedis. Dalam
kunjungannya, petugas terlebih dahulu akan memeriksa rekam medis dan mengamati gejala
birahi pada ternak tersebut. Beberapa hal penting yang dapat diperiksa berupa waktu
kelahiran serta IB terakhir dari ternak, gejala birahi seperti keadaan vulva yang kemerahan,
membengkak, dan mengeluarkan lendir bening. Palpasi perektal juga dilakukan untuk
memeriksa keadaan serviks, uterus, serta ovarium. Ketika ternak sudah dikonfirmasi
mengalami birahi, petugas mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IB.
Peralatan yang dibutuhkan berupa straw IB, IB gun, plastic sheath, plastic gloves,
gunting, tissue serta air hangat untuk thawing straw IB. Straw yang berisi semen cair
dikeluarkan dari termos nitrogen cair, selanjutnya di thawing menggunakan air hangat selama
30 detik, straw dikeringkan menggunakan tissue untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam IB
gun yang kemudian dipotong bagian ujungnya menggunakan gunting dan dipasangkan plastic
sheath. Teknik IB yang dilakukan ialah dengan metode rektovaginal. Selanjutnya dilakukan
pendataan pada ternak yang telah di IB dengan pencatatan pada kertas bukti pelayanan teknis
yang berisi identitas sapi, identitas pemilik, identitas semen beku serta waktu tindakan IB.
Keberhasilan IB dikonfirmasi dua bulan setelah inseminasi dilakukan melalui palpasi
perektal.
Keberhasilan pelaksanaan program inseminasi buatan dan efisiensi reproduksi di
KPSBU Lembang dapat dilihat berdasarkan angka konsepsi atau Conception rate (CR) dan
jumlah inseminasi yang dilakukan per kebuntingan atau Service per Conception (S/C).
Menurut Susilawati et al. (2016), menyatakan bahwa Conception Rate (CR) merupakan
jumlah persentase sapi betina yang berhasil bunting dari IB yang pertama. Nilai CR dapat
digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesuburan ternak. Pengukuran CR
dilakukan dengan menentukan jumlah sapi yang tidak mengalami birahi lagi setelah 30-60
atau 60- 90 hari setelah kawin atau inseminasi pertama (Yekti et al. 2019). Semakin tinggi
nilai CR maka tingkat fertilitas dari sapi juga tinggi. Nilai CR yang ideal untuk suatu populasi
di Indonesia ialah 50%, sedangkan nilai CR yang ideal di negara maju adalah 60-75%
(Raharja 2018). Nilai Service per Conception (S/C) menunjukkan seberapa banyak
inseminasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kebuntingan (Susilawati et al. 2016).
Nilai S/C yang baik berada pada rentang 1,5-2,0. Semakin rendah nilai S/C maka semakin
baik efisiensi reproduksi ternak betina. Nilai S/C yang lebih rendah memiliki arti bahwa
ternak mempunyai tingkat kesuburan yang lebih tinggi dan sebaliknya nilai S/C yang lebih
tinggi berarti ternak memiliki tingkat kesuburan yang rendah (Abdollahi et al. 2013)

2.2 Pelayanan Pemeriksaan Kebuntingan (PKB)


Program pelayanan pemeriksaan kebuntingan KPSBU Lembang dilakukan oleh
petugas kesehatan hewan dibawah pengawasan dokter hewan. Petugas kesehatan hewan
melaksanakan pelayan pemeriksaan kebuntingan berdasarkan laporan yang diterima melalui
aplikasi Whatsapp atau kertas pelaporan yang berada di pos penampungan susu setempat.
Kemudian petugas akan mendatangi kandang peternak yang mengirim laporan sesuai dengan
wilayah kerja masing masing petugas. Petugas melakukan pemeriksaan kebuntingan
menggunakan teknik palpasi rektal. Palpasi rektal adalah metode diagnosa kebuntingan yang
sederhana dan memiliki akurasi yang tinggi. Diagnosa kebuntingan melalui pemeriksaan
palpasi rektal didasarkan pada asimetri, fluktuasi dan konsistensi, besar dan lokasi kornua
uteri di dalam rongga pelvis atau rongga perut, adanya membrana foetus, placentom,
pembesaran serta fremitus pada arteri uterina media dan adanya pergerakan fetus itu sendiri
(Juwita et al. 2021). Selain melakukan pemeriksaan dengan palpasi rektal, petugas akan
bertanya mengenai tanggal IB terakhir, jumlah IB yang pernah dilakukan, serta informasi
patologik atau riwayat penyakit reproduksi yang pernah diderita.
Salah satu layanan yang diberikan oleh KPSBU Lembang kepada para peternak
anggota koperasi adalah perawatan pre partus dan post partus. Tujuan dari layanan ini adalah
untuk mencegah dan mengobati penyakit dan kelainan reproduksi yang mungkin timbul
sebelum dan sesudah melahirkan. Perawatan ini juga dipercaya dapat meningkatkan performa
induk sapi sebelum melahirkan. Tim IB-Keswan memberikan vitamin A, D, dan E
(Fertilife®; Vitol-140), vitamin B12 (Jectaprost®) dan Bioprost TP® sebagai layanan
prepartus. Fertilife® diberikan sebanyak 5 ml/200 Kg BB secara IM, Vitol-140 diberikan
sebanyak 5 ml/200 Kg BB secara IM, BioprosTP® sebanyak 20 ml/ekor, Fertilife sebanyak 5
ml/200 Kg BB dan Jectaprost B12® sebanyak 1-2 ml/ekor secara IM. Antibiotik
(Colibact®Inj), Vitol-140, Jectaprost®, Pro B Plex®, Biopros TP® Inj dan anti radang
(Medipirone, Meloxicam®) diberikan pada sapi post-partus. Colibact® Inj sebanyak 20
ml/ekor, Vitol-140 diberikan sebanyak 5 ml/200 Kg BB secara IM, Jectaprost B12®
sebanyak 1-2 ml/ekor secara IM, injeksi Pro B Plex® 0.5ml / 10 kg BB, BioprosTP®
sebanyak 20 ml/ekor, Medipirone diberikan sebanyak 10-20 ml /200- 400 kg BB , dan
Meloxicam® 2.5 ml/100 kg.
Pemberian vitamin dan mineral pada masa pre-partus dapat mengurangi terjadinya
retensio plasenta pada sapi perah. Vitamin A, D dan E yang bersifat larut dalam lemak
kadarnya akan mengalami penurunan dalam tubuh sapi perah saat masa pre-partus yang
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti perkembangan mamae, transfer vitamin ke
kolostrum dan susu, penurunan konsumsi vitamin, dan perubahan hormonal. Pemberian
vitamin A, D, dan E juga dapat meningkatkan efisiensi produksi susu pada seratus hari masa
akhir laktasi. Pemberian vitamin larut lemak dibutuhkan karena hewan tidak dapat
menghasilkan vitamin tersebut dalam tubuhnya (Król et al. 2020). Vitamin larut lemak
seperti A, D, dan E perlu diberikan secara regular untuk mencukupi kebutuhan fisiologis dan
untuk menjaga produksi susu tetap tinggi.
Vitamin A pada sapi perah berfungsi untuk menginduksi pubertas, meningkatkan
kesuburan atau fertilitas, dan menjaga embrio. Kekurangan vitamin A pada sapi perah dapat
menyebabkan terlambatnya pubertas, rendahnya tingkat kebuntingan, dan tingginya kematian
embrio. Vitamin A terlibat secara normal pada proses pembentukan dan menjaga fungsi
jaringan epitel dan membran mukosa. Vitamin A sangat penting untuk kesuburan. Vitamin D
akan mempengaruhi hormon penunjang saluran reproduksi betina. Vitamin D akan mengatur
metabolisme kalsium dan fosfor yang ada di dalam darah dan mengatur absorpsinya dari
usus. Kekurangan vitamin D akan memperlambat kinerja dari hormone yang dihasilkan oleh
saluran reproduksi betina.
Vitamin E adalah antioksidan intraseluler dan berperan dalam menjaga stabilitas
membran sel dari oksidasi lemak tak jenuh serta menghambat terjadinya keracunan peroksida
lemak. Kekurangan vitamin dapat menyebabkan kasus retensio plasenta (Weiss 1998).
Vitamin B12 (Jectaprost®), yang juga dikenal sebagai cobalamin, sangat penting untuk
kesehatan dan kesejahteraan sapi. Vitamin ini membantu metabolisme energi, produksi sel
darah merah, fungsi sistem saraf, kesuburan, dan reproduksi. Vitamin ini memfasilitasi
konversi pakan menjadi energi, terutama untuk sapi perah.
Vitamin B12 juga berperan dalam sintesis mielin, zat yang melapisi sel saraf dan
memfasilitasi transmisi sinyal saraf. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan masalah
neurologis dan koordinasi yang buruk. Kadar vitamin B12 yang memadai sangat penting
untuk keberhasilan reproduksi, dan kekurangannya dapat menyebabkan kemandulan atau
kinerja yang kurang optimal. Vitamin B12 mendukung sistem kekebalan tubuh dengan
meningkatkan produksi dan pemeliharaan sel darah putih yang sehat, yang penting untuk
ketahanan terhadap penyakit dan kesehatan secara keseluruhan. Vitamin B12 juga terlibat
dalam proses fermentasi di dalam rumen sapi, di mana mikroba memecah pakan yang
dicerna, membantu pencernaan dan pemanfaatan nutrisi (Duplessis et al. 2021).

III KEGIATAN PENANGANAN KASUS KLINIK

3.1 Mumifikasi Fetus

Anamnesa Sapi bunting 6 bulan, peternak melapor kemungkinan


fetus mati
Sinyalemen
Jenis hewan Sapi
Ras Friesian Holstein
Warna rambut Hitam dan putih
Jenis kelamin Betina
Umur 4 tahun
BCS 3
Dara/Laktasi ke- 2
Suhu 39.0 oC

Temuan klinis Tidak ada gejala klinis terlihat


Diagnosa Mumifikasi
Prognosa Fausta
Terapi 15 ml Glucortin, 15ml Vitamin ADE, 2.5ml Lutalyse

Mumifikasi fetus dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kelainan genetik,
ketidakseimbangan hormon, kekurangan gizi, infeksi, atau kondisi lain yang mengganggu
perkembangan normal janin. Mendeteksi mumifikasi bisa menjadi tantangan karena janin
yang mumifikasi mungkin tidak dikeluarkan dari rahim seperti pada keguguran biasa.
Sebaliknya, janin mumifikasi dapat tetap berada di dalam rahim untuk jangka waktu yang
lama tanpa menunjukkan tanda klinis yang jelas.
Mumifikasi fetus pada sapi perah adalah proses kompleks yang terjadi ketika fetus
mati di dalam rahim dan mengalami serangkaian perubahan yang mengakibatkan pengawetan
dan dehidrasi. Proses mumifikasi umumnya dimulai dengan kematian fetus. Ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kelainan genetik, ketidakseimbangan hormon,
kekurangan gizi, infeksi, atau kondisi lain yang mengganggu perkembangan normal fetus.
Berbeda dengan keguguran biasa dimana sisa-sisa fetus dikeluarkan dari rahim, pada
mumifikasi, fetus mati tidak dikeluarkan. Ia dapat tetap berada di dalam rahim untuk jangka
waktu yang lama tanpa diketahui karena kurangnya tanda klinis yang jelas. Setelah kematian
fetus, proses mumifikasi melibatkan dehidrasi jaringan fetus. Cairan amnion di sekitar fetus
dapat diserap kembali, menyebabkan dehidrasi dan pengawetan jaringan fetus. Jaringan lunak
fetus, termasuk otot dan organ, mengalami proses mumifikasi yang melibatkan penghilangan
kelembaban dari jaringan, menghasilkan keadaan yang kering dan terawet. Dalam beberapa
kasus, tulang fetus dapat mengalami kalsifikasi. Ini terjadi ketika mineral didepositkan di
dalam tulang, membuatnya lebih keras dan lebih terasa selama pemeriksaan oleh dokter
hewan. Dalam kasus ini, saat palpasi, dapat terasa bahwa seluruh fetus benar-benar keras.
Fetus yang mumifikasi tetap berada di dalam rahim tanpa menunjukkan tanda klinis yang
jelas. Penyebab terjadinya mumifikasi antara lain Bovine Viral Diarrhea (BVD),
leptospirosis, Neospora caninum, faktor mekanik (tekanan, torsio umbilikal cord), torsio
uteri, kelainan pada plasenta, anomali genetik, abnormalitas hormon.
Diagnosa dapat dilakukan melalui palpasi per rektal dan ultrasonografi (USG). Di
dalam kasus ini digunakan palpasi per rektal sahaja. Fetus yang mengalami mumifikasi akan
terlihat kompak, keras, dan tidak bergerak tanpa adanya plasenta atau plasentom. Terapi
adalah pengeluaran fetus secara manual dan pemberian Glucortin. Glucortin mengandungi 2
mg Dexamethasone. Deksametason adalah kortikosteroid sintetis yang memiliki sifat
antiinflamasi dan imunosupresif. Glukokortikoid adalah kelas hormon steroid, dengan
kortisol sebagai glukokortikoid utama pada manusia dan banyak hewan. Hormon-hormon ini
memainkan peran penting dalam berbagai proses fisiologis, termasuk metabolisme, respons
kekebalan, dan regulasi stres. Vitamin ADE juga diberikan kepada sapi. Vitamin A dan E
memainkan peran penting dalam mendukung sistem kekebalan tubuh. Selama sakit, sistem
kekebalan sering membutuhkan dukungan tambahan untuk melawan infeksi dan pulih dari
efek penyakit. Vitamin A sangat penting untuk perbaikan dan penyembuhan jaringan. Pada
hewan yang sakit, terutama yang mengalami kondisi yang memengaruhi selaput lendir atau
jaringan epitel, Vitamin A dapat membantu dalam regenerasi jaringan yang rusak. Meskipun
Vitamin ADE injeksi bukan obat penyembuh penyakit spesifik, namun dapat membantu
mengatasi kekurangan gizi yang mungkin muncul selama sakit, mendukung kesehatan dan
vitalitas keseluruhan hewan. Lutalyse diberikan kepada sapi untuk menginduksi aborsi.
Lutalyse mengandungi prostaglandin F2alpha. Lutalyse menyebabkan regresi korpus luteum,
yang mungkin bermanfaat dalam kondisi reproduksi tertentu. Ini dapat memengaruhi
keseimbangan hormon dan dapat digunakan untuk mengatur siklus estrus. Prostaglandin,
seperti yang diinduksi oleh Lutalyse, dapat merangsang kontraksi rahim. Hal ini dapat
membantu dalam pengeluaran sisa-sisa janin atau jaringan yang mumifikasi dari uterus.
Monitoring program reproduksi perlu dilakukan untuk mengurangi kejadian mumifikasi.
Fetusnya dapat dikeluarin pada hari ke-5 setelah pengobatan.

Gambar 1 Mummifikasi fetus sapi keluar 5 hari setelah pengobatan

3.2 Prolaps Vagina

Anamnesa Sapi bunting trimester ketiga mendekati 9 bulan, peternak


melaporkan prolapsnya vagina pada sapi
Sinyalemen
Jenis hewan Sapi
Ras Jersey
Warna rambut Coklat
Jenis kelamin Betina
Umur 3 tahun
BCS 3
Dara/Laktasi ke- 2

Temuan klinis Sapi lemas, tidak mampu berdiri, prolaps vagina dengan
cervix tertutup
Diagnosa Prolaps vagina
Prognosa Fausta
Terapi Infus IV Calmasol-440®, anastesi epidural dengan
Lidocaine, penjahitan simple interrupted di labia vulva
menggunakan tali rafia setelah reposisi vagina, Procaben
LA® intra vaginal, Procaben LA® dan ADE-plex Inj®
secara intramuskular

Gambar 1 Kondisi prolaps vagina pada sapi (kiri), penjahitan simple interrupted pada labia
vulva (kanan)

Prolaps vagina merupakan kejadian keluarnya mukosa vagina dari struktur


anatominya (Yin et al. 2018). Kejadian prolaps vagina umum terjadi pada kebuntingan
trimester akhir sapi yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti peningkatan hormon
estrogen yang menyebabkan relaksasi ligamen dan struktur jaringan lunak di sekitar
perineum, peningkatan tekanan abdominal akibat pembesaran uterus, fetus yang berukuran
besar, dan distensi rumen (Ennen et al. 2011). Predisposisi dari kasus prolaps vagina selain
dari hormon juga pada manajemen kandang, pada sapi yang terus menerus dikandangkan
dengan konformasi tubuh buruk atau nilai kondisi tubuh yang berlebihan (Scott et al. 2011).
Tindakan yang perlu dilakukan ketika ada kejadian prolaps vagina di lapangan adalah
membersihkan mukosa vagina yang keluar dan reposisi vagina ke posisi normal dengan
hati-hati tanpa melukai mukosa tersebut (lege artis). Hal ini dikarenakan jika tidak segera
dapat menyebabkan oedema kronis akibat trauma pada mukosa dan pendarahan (Widodo
2015). Sapi pada kasus ini dilakukan infus Calmasol-440® terlebih dikarenakan kondisinya
yang lemas dan tidak bisa berdiri. Mukosa vagina dibersihkan dengan air kemudian
dilakukan reposisi vagina secara perlahan dengan menggunakan tangan, tetapi vagina masih
tetap prolapsus sehingga kemudian dilakukan anastesi epidural dengan Lidocaine. Setelah
sapi teranastesi, dilakukan reposisi kembali kemudian dilakukan penjahitan simple
interrupted di labia vulva menggunakan tali rafia untuk mencegah prolaps vagina
kembali. Tali rafia sebelumnya disterilkan menggunakan alkohol 70%. Selesai penjahitan,
sapi diberikan antibiotik intra vaginal Procaben sebanyak 25 ml dan pengobatan secara
intramuskular antibiotik Procaben sebanyak 20 ml dan vitamin ADE-plex Inj® untuk
mengoptimalkan kesehatan dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan mempercepat
persembuhan.

3.3 Endometritis

Anamnesa Sapi sudah dua kali dilakukan IB akan tetapi belum


berhasil bunting, pada kelahiran pertama pernah terjadi
distokia
Sinyalemen
Jenis hewan Sapi
Ras Jersey
Warna rambut Hitam-putih
Jenis kelamin Betina
Umur 4 tahun
BCS 3
Dara/Laktasi ke- 1

Temuan klinis Lendir berupa nanah berwarna putih-kekuningan dan


berbau dikeluarkan dari vagina
Diagnosa Endometritis
Prognosa Fausta
Terapi Procaben 20ml Intrauterine
Endometritis adalah peradangan pada lapisan endometrium uterus yang merupakan
hasil infeksi bakteri terutama terjadi melalui vagina dan menerobos serviks sehingga
mengkontaminasi uterus. Peradangan ini disebabkan oleh infeksi bakteri patogen seperti
Trueperella pyogenes, E. coli, Fusobacterium necrophorum, dan Prevotella sp. yang
berlangsung selama lebih dari 3 minggu setelah melahirkan (Foldi et al. 2006). Endometritis
dapat menyebabkan gangguan reproduksi yang bersifat sementara (infertil) atau permanen
(majir), yang berdampak pada menurunnya performa reproduksi ternak (Fazil et al. 2019).
Kejadian endometritis pada umumnya terjadi setelah 20 hari post partus, khususnya partus
yang abnormal, seperti abortus, retensio sekundinae, kelahiran prematur, kelahiran kembar,
distokia, dan faktor-faktor lain adalah perlukaan yang disebabkan alat-alat yang digunakan
pada saat pertolongan kelahiran yang kurang bersih, kematian fetus, penanganan petugas
yang tidak baik, faktor musim, infeksi bakteri (Nuralam 2015).
Retensio sekundinae memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian infeksi pada
uterus (endometritis). Kejadian yang disebabkan oleh kelainan partus yang tidak ditangani
dengan baik, akan menimbulkan masa nekrotik purulent yang sangat baik untuk proliferasi
bakteri yang selanjutnya berkembang menjadi endometritis. Kejadian endometritis dalam
jangka pendek menyebabkan terjadinya perpanjangan antara interval partus dan kebuntingan
10 hari dan 20 hari. Dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap biaya sapi dara
pengganti. Menurut laporan Dolezel et al. (2008), tingkat kejadian endometritis cukup tinggi
yaitu 20-40%. Untuk menekan angka kejadian endometritis tersebut, perlu dilakukan
diagnosa sebagai tindakan awal penanganan penyakit ini. Diagnosa yang cepat dan akurat
sangat penting untuk keberhasilan terapi dari penyakit

3.4 Corpus Luteum Persistent

Anamnesa Sapi tidak menunjukkan gejala birahi selama 4 bulan


Sinyalemen
Jenis hewan Sapi
Ras Frisian Holstein
Warna rambut Hitam dan Putih
Jenis kelamin Betina
Umur 4 tahun
BCS 3

Temuan klinis Saat dipalpasi perektal teraba adanya corpus luteum


persistent pada ovarium kiri
Diagnosa Corpus luteum persistent
Terapi Pemberian hormon PGF Veyx® melalui rute
intramuskular sebanyak 1 ml dan anti radang Glucortin®
sebanyak 2 ml
Corpus luteum Persistent (CLP) merupakan keadaan bertahannya corpus
luteum dalam jangka waktu yang lama. Hal ini disebabkan oleh gangguan produksi dan
pelepasan prostaglandin dari endometrium yang ditandai dengan terjadinya anestrus. Terapi
klinis terhadap CLP dapat dilakukan dengan pelepasan corpus luteum dengan cara pemijatan
melalui palpasi per rektal, pemberian iodin intra uterin, dan pemberian PGF2α. Diantara
beberapa macam terapi klinik tersebut pemberian PGF2α adalah yang umum dilakukan, baik
secara subkutan, intramuskuler, intrauterin maupun submucosa vulva (Patel et al. 2016).
Penanganan yang dilakukan di KPSBU yaitu pemberian anti radang Glucortin® yang berisi
dexamethasone dan pemberian PGF Veyx® yang berisi hormon PGF2α.
PGF2α berfungsi untuk melisiskan corpus luteum, merangsang kontraksi
uterus dan tuba falopi, memiliki efek luteolitik, serta vasokonstriksi. PGF2α memiliki efek
vasokonstriksi sehingga dapat menghambat aliran darah menuju ovarium, akibatnya suplai
makanan yang dibutuhkan ovarium akan berkurang atau bahkan terhenti. Kemudian corpus
luteum fungsional mengalami regresi. Regresi corpus luteum akan menyebabkan terhentinya
sekresi progesteron yang akan diikuti dengan kenaikan FSH untuk merangsang pertumbuhan
folikel dan menyebabkan terjadinya estrus. Kecepatan timbulnya estrus disebabkan oleh fase
pertumbuhan folikel yang bersamaan akibat adanya peran FSH. Proses regresi mulai terjadi ±
1 hari setelah pemberian PGF2α (Kertawirawan et al. 2021).

3.5 Retensio Plasenta

Anamnesa Sapi baru saja melahirkan prematur (7 bulan kurang 3


hari), plasenta belum keluar sejak 8-12 jam post partus,
peternak meminta paramedis untuk mengeluarkannya,
tidak ada riwayat retensio plasenta sebelumnya,
kebuntingan sebelumnya pernah melahirkan secara
prematur juga diusia 7 bulan, nafsu makan menurun dan
produksi susu masih sedikit sekitar 4 liter dari 25 liter.
Sinyalemen
Jenis hewan Sapi
Ras Frisian Holstein
Warna rambut Hitam dan Putih
Jenis kelamin Betina
Umur 10 tahun
BCS 3
Dara/laktasi ke- 5

Saat di palpasi perektal teraba masih adanya perlekatan


Temuan klinis yang kuat antara kotiledon dan karunkula
Diagnosa Retensio Plasenta
Terapi Pengeluaran manual, Neo-Kotrimok 6 tabs intrauterin,
Procaben LA® 20 ml intramuskular, B-masplex® 15 ml
Intramuskular.
Retensio plasenta merupakan suatu kejadian yang ditandai dengan gagalnya
pengeluaran plasenta lebih dari 12 jam post partus. Menurut Chase et al. (2017), gejala yang
terlihat pada kasus retensio plasenta adalah adanya plasenta yang menggantung di luar alat
kelamin dan ada juga yang menetap dalam uterus atau vagina. Kejadian ini dapat
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder oleh mikroorganisme pada uterus dan dapat
menurunkan produktivitas sapi. Sapi akan mengalami penurunan berat badan, calving interval
yang panjang, dan infeksi yang berat bahkan dapat mematikan. Beberapa kausa yang dapat
mengakibatkan retensio plasenta adalah kurangnya exercise, hipokalsemia, serta defisiensi
nutrisi. Retensi plasenta yang dibiarkan lama tanpa penanganan yang baik akan menimbulkan
infeksi sekunder sehingga dapat menyebabkan terjadinya endometritis sampai tingkat
pyometra yang parah. Hal ini disebabkan karena defisiensi hormon seperti oksitosin dan
estrogen sehingga 2 kontraksi uterus berkurang atau karena proses partus yang terlalu cepat
(Sari et al. 2016).
Patogenesis kejadian retensio plasenta adalah kegagalan pelepasan vili kotiledon fetus
dari kripta karunkula maternal.Setelah fetus keluar dan korda umbilikalis putus, tidak ada
darah yang mengalir ke vili fetal sehingga vili tersebut mengerut dan mengendur terhadap
kripta karunkula. Uterus mengalami atoni uteri (uterus tidak berkontraksi) akibat dari proses
perejanan saat partus, menyebabkan sejumlah darah yang mengalir ke uterus tidak terkendali.
Pada saat itu karunkula tidak berdilatasi, menyebabkan kotiledon yang tadinya mengendur
terhadap karunkula tetap terjepit karena suplai darah yang tidak terkendali.Akibat dari semua
itu, vili kotiledon tidak lepas dari kripta karunkula sehingga terjadi retensi plasenta (Uznur,
2017).

3.6 Hipofungsi Ovarium

Anamnesa Seekor sapi dara tidak kunjung menunjukkan gejala birahi


dan tidak bunting setelah dilakukan IB berulang kali
Sinyalemen
Jenis hewan Sapi
Ras Frisian Holstein
Warna rambut Hitam dan Putih
Jenis kelamin Betina
Umur 2 tahun
BCS 2.5

Temuan klinis Saat dipalpasi perektal kedua ovarium teraba kecil,


lembek, dan licin
Diagnosa Hipofungsi ovarium
Terapi Pemberian hormon Fertagyl® melalui rute intramuskular
dan vitamin A, D, E yaitu Vitol® sebanyak 20 ml

Hipofungsi ovari adalah suatu kejadian dimana ovarium mengalami penurunan fungsi
sehingga tidak terjadi perkembangan folikel dan tidak terjadi ovulasi, yang secara klinis
bermanifestasi sebagai anestrus. Gangguan reproduksi pada ovarium dapat terjadi pada salah
satu ovarium (unilateral) atau pada dua ovarium (bilateral) (Skovorodin et al. 2020). Secara
endokrinologis, kasus hipofungsi terutama terjadi akibat kekurangan nutrisi. Kurangnya
asupan nutrisi akan mempengaruhi senyawa metabolisme dan hormon seperti insulin dan
insulin-like growth factor-I yang mempengaruhi hipotalamus dan hipofisis terhadap respon
pada ovarium dan sensitifitas gonadotropin hormon pada hipofisis sehingga energi tubuh
akan menekan pelepasan gonadotropin releasing hormone (GnRH) dan mempengaruhi
frekuensi pulsatil luteinizing hormone (LH) yang diperlukan untuk pertumbuhan folikel
(Budiyanto et al. 2016).
Diagnosis hipofungsi ovarium didasarkan pada keterangan peternak dan temuan
klinis melalui palpasi rektal. Gejala tidak birahi yang diperlihatkan oleh sapi dewasa dapat
terjadi pada 60 hari setelah partus atau 21 hingga 24 hari setelah IB dengan hasil kebuntingan
negatif. Ovarium yang mengalami hipofungsi akan terasa pipih, tidak bertonus, licin,
berukuran normal atau agak kecil ketika dilakukan palpasi rektal (Ruiqing dan Xinli 2009;
Suartini et al. 2013). Penanganan pada keadaan hipofungsi ovarium dapat dilakukan dengan
memperbaiki kualitas pakan dan pemberian pengobatan dengan hormon antara lain dengan
hormon gonadotropin (Hariadi et al. 2011). Penyuntikan GnRH (Fertagyl®) akan
merangsang hipofisa anterior untuk mensekresikan hormon-hormon gonad yaitu FSH dan LH
sehingga folikel dapat berkembang dan dapat mencapai ukuran ovulasi. Sementara itu
diberikan pula suplemen campuran pakan yang berisi mineral dan juga injeksi vitamin
sebagai terapi suportif. Vitamin A, D, E (Vitol®) akan memberikan respon pada
perkembangan folikel untuk mencapai ukuran folikel dominan. Berdasarkan Budiyantio et al.
(2016), terapi ini akan memberikan hasil yang maksimal pada sapi
yang memiliki BCS ≥ 2.

IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Praktik Lapangan Kesehatan Hewan Sapi di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara
(KPSBU) Lembang, mahasiswa mengikuti pelayanan penanganan kasus klinis pada sapi
perah. Kasus - kasus yang ditemui yaitu Mumifikasi fetus, Prolaps Vagina, Endometritis,
Retensio Sekundinae, Corpus Luteum Persistent, dan Retensio Plasenta.

4.2 Saran
Manajemen pemeliharaan dalam hal perkandangan, sanitasi dan biosecurity harus
ditingkatkan untuk menghindari faktor lingkungan sebagai penyebab infeksi penyakit.
Peningkatan pemberian pakan dengan jumlah dan kualitas yang baik sesuai dengan periode
sapi perlu diterapkan untuk mendapatkan produksi susu yang tinggi dan terhindar dari
penyakit. Hal tersebut dapat dilakukan dengan peningkatan SDM peternak melalui
pendampingan oleh petugas lapang. Peran ketua kelompok dapat bermanfaat untuk dijadikan
percontohan dalam melaksanakan pemeliharaan yang ideal sesuai rekomendasi koperasi
DAFTAR PUSTAKA

Abdollahi AR, Peñagaricano F, Aliloo H, Ghiasi H, Urioste JI. 2013. Comparison of


Poisson, probit and linear models for genetic analysis of number of inseminations
to conception and success at first insemination in Iranian Holstein cows. Livestock
Science. 153(1–3): 20–26.
Budiyanto A, Tophianong TC, Triguntoro, Dewi HK. 2016. Gangguan reproduksi
sapi bali pada pola pemeliharaan semi intensif di daerah sistem irigasi sapi -
kelapa sawit. Acta Veterinaria Indonesiana. 4(1): 14-18
Chase C, Lutz K, McKenzie E, Tibary A. 2017. Blackwell’s Five Minutes Veterinary
Consult: Ruminant 2ed. UK : Wiley Blackwell.
Dolezel R, Palenik T, Cech S, Kohoutova L, Vyscocil M. 2010. Bacterial
contamination of the uterus in cows with various clinical types of metritis and
endometritis and use of hydrogen peroxide for intrauterine treatment. Veterinari
Medicina. 55(10): 504 – 511.
Duplessis M, Fréchette A, Poisson W, Blais L, Ronholm J. 2021. Refining knowledge
of factors affecting vitamin b12 concentration in bovine milk. Animals (Basel)
11(2):532
Ennen S, Kloss S, Scheiner-Bobis G, Failing K, Wehrend A. 2011. Histological,
hormonal and biomolecular analysis of the pathogenesis of ovine Prolapsus
vaginae ante partum. Theriogenology. 75(2): 212-219.
Fazil R, Riady G, Daud R. 2019. Diagnosa endometritis pada sapi aceh dengan
menggunakan metricheck dan vaginoskop. JIMVET. 3(4): 181-188.
Foldi J, Kulcsar M, Pecsi A, Huyghe B, deSa C, Lohuis JACM, Cox P, Huszenicza G.
2006. Bacterial complications of postpartum uterine involution in cattle. Animal
Reprod Science. 96:265-281.
Hariadi M, Wurlina, Hermadi HA, Utomo B, Triana IN, Rimayanti, Ratnani H. 2011.
Buku Ajar Ilmu Kemajiran. Surabaya (ID): Penerbit Airlangga University Press
Juwita S, Mihrani, Agusriady, Handono A. 2021. Deteksi kebuntingan ternak sapi:
aplikasi test strip dairy cow pregnancy colloidal gold test strip. Jurnal Sains
Veteriner. 39(3): 287-292
Kertawirawan IPA, Trilaksana IGNB, Pemayun TGO. 2021.Efektivitas prostaglandin
F2α dalam menginduksi berahi, non return rate dan conception rate pada sapi bali
anestrus postpartum. Buletin Veteriner Udayana. 13(2): 118-124.
Król J, Wawryniuk A, Brodziak A, Barłowska J, Kuczyńska B. 2020. The Effect of
Selected Factors on the Content of Fat-Soluble Vitamins and Macro-Elements in
Raw Milk from Holstein-Friesian and Simmental Cows and Acid Curd Cheese
(Tvarog). Animals. 10(10):1800
Nuralam FT. 2015. Hubungan retensio sekundinae dan endometritis pada sapi perah:
studi kasus di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa
Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Patel RV, Parmar SC. 2016. Retention of fetal membranes and its clinical perspective
in bovines. Scholars Journal of Agriculture and Veterinary Sciences. 3 (2): 111-
116.
Raharja IMU, Megawati N, Salim SA. 2018. Evaluasi program inseminasi buatan (IB)
pada sapi di kota Samarinda. Jurnal Peternakan Lingkungan Tropis. 1(1): 10-16.
Ruiqing L, Xinli G. 2009. Treating infertile milk cows by traditional chinese
medicine. J Agr Sci. 1(1): 82-85
Sari EC, Madi H, Sri S. 2016. Faktor-faktor yang memengaruhi service per
conception sapi perah pada peternakan rakyat di provinsi lampung. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu. 4(4): 313-318.
Scott PR, Penny CD, Macrae AI. 2011. Chapter 2: Obstetrics and parturient
diseases. Didalam: Cattle Medicine. London (UK): Manson Publishing Ltd.
Skovorodin E, Ravil M, Svetlana B, George B, Valian G. 2020. Clinical and structural
changes in reproductive organs and endocrine glands of sterile cows. Veterinary
World. 13(4): 774-781.
Suartini NK, Trilaksana IGHB, Pemanyun TGO. 2013. Defining postpartum uterine
disease in cattle. Theriogenology. 65:1516-1530.
Susilawati T. Isnaini N, Yekti PA, Nurjannah A, Errico I, Costa N. 2016.
Keberhasilan inseminasi buatan menggunakan semen beku dan semen cair pada
sapi Peranakan Ongole. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 26(3): 14–19.
Uznur AQI. 2017. Penanganan Kasus (Retensio Sekundinae) pada Sapi Perah (Fresian
Holstein) di Kec. Pangalengan, Bandung Selatan. Makassar (ID): Universitas
Hasanuddin.
Widodo E. 2015. Prolaps vagina pada sapi potong. Buletin Laboratorium Veteriner.
15 (2): 7-10.
Yekti PA, Susilawati T, Ihsan M, Wahjuningsih S. 2019. Fisiologi Reproduksi Ternak
(Dasar Manajemen Reproduksi). Malang: UB Press
Yin BA, Bari F, Ulum MF. 2018. Penanganan prolaps vagina pada sapi perah. ARSHI
Veterinary Letters. 2 (3): 51-52.

Anda mungkin juga menyukai