FKH 522
Kesehatan Sapi (05/04/2021 – 29/04/2021)
Disusun oleh:
Rahmat Alpayet, SKH NIM B0901201011
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Rahmat Alpayet, SKH NIM B0901201011
Menyetujui,
Dr Drh Riki Siswandi, MSi Prof Drh Bambang Purwantara MSc PhD
NIP 19830824 200912 1 000 NIP 19700721 199512 1 001
Mengetahui,
Wakil Dekan FKH IPB Koordinator Mata Kuliah Praktik Kerja
Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Lapangan Kesehatan Sapi
Prof drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP, PhD Drh Amrozi, PhD
NIP 19690207 199601 2 001 NIP 19700721 199512 1 001
Tanggal Pengesahan:
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia
dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan dan laporan
kegiatan praktik lapang Pelayanan Kesehatan Sapi Perah di PT Agrijaya Prima
Sukses, Dusun Jabong, Desa Curugrendeng Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten
Subang, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2021 –
28 Maret 2021.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
selama kegiatan PKL dan penulisan laporan:
1. Manajer PT Agrijaya Prima Sukses yang telah memberikan kesempatan
penulis untuk PKL
2. Drh Mochamad Iqbal Gozali, Drh Wan Gemasih, dan Drh Andri Pamungkas
selaku dokter hewan pembimbing lapang atas bimbingan, arahan, nasihat, dan
ilmu yang telah diberikan selama kegiatan PKL.
3. Seluruh staf dan paramedic divisi animal health, reproduksi, dan heifer raising
atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama kegiatan PKL.
4. Drh Amrozi, PhD selaku koordinator serta pihak penyelenggara kegiatan
program PPDH Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan segenap staf serta
jajaran kepengurusan yang ikut serta dalam penyenggaraan kegiatan ini
5. Teman kelompok magang PKL Septian Dio, Yoga, Rhesti, Shila dan Savira
atas segala bantuan, kerjasama, dan dukungan yang telah diberikan selama
kegiatan praktik lapang.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Semoga laporan kegiatan
praktik lapang ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Kegiatan .................................................................................................. 2
Manfaat Kegiatan ................................................................................................ 2
PELAKSANAAN KEGIATAN ....................................................................................... 2
Waktu dan Tempat .............................................................................................. 2
Metode Pelaksanaan ............................................................................................ 2
Manajemen Kering Kandang ............................................................................... 3
PENANGANAN KESEHATAN DAN KASUS REPRODUKSI................................... 4
Kasus Metritis .................................................................................................... 4
Kasus Retensi Plasenta ..................................................................................... 8
Kasus Distokia ................................................................................................ 10
Simpulan ..............................................................................................................14
Daftar Pustaka ....................................................................................................14
LAMPIRAN ....................................................................................................................17
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rekam medik sapi nomor ID 1068 4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Discharge skor 0 6
Gambar 2 Discharge skor 1 6
Gambar 3 Discharge skor 2-3 7
Gambar 4 Discharge skor 4 7
Gambar 5 Proses manual removal vili kotiledon didalam uterus 11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jurnal Harian Mahasiswa PKL Kesehatan Sapi di PT. Agrijaya 17
Prima Sukses
Lampiran 2 Daftar sediaan obat-obatan di PT. Agrijaya Prima Sukses 20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri peternakan terus meningkat baik dalam skala kecil
maupun skala besar. Keadaan ini didorong oleh peningkatan permintaan protein
hewani yang memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan protein nabati dalam
memenuhi kebutuhan protein yang dibutuhkan oleh manusia (Al-Amin et al. 2017).
Susu merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani selain daging dan
telur. Sapi perah merupakan ternak penghasil susu utama untuk mencukupi
kebutuhan susu di Dunia (Risky et al. 2016). Peternakan sapi perah telah menjadi
mata pencaharian masyarakat Indonesia salah satunya di Jawa Barat. Beberapa
kawasan peternakan sapi perah di Jawa Barat seperti Garut, Sumedang, Bandung
Selatan, Lembang, dan Subang. Hal tersebut dibuktikan dengan banyak berdirinya
koperasi sapi perah yang mengakomodasi peternak kecil menengah bahkan juga
perusahaan industri sapi perah skala besar.
PT Agrijaya Prima Sukses yang berlokasi di Desa Curugrendeng,
Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat merupakan salah satu
perusahaan peternakan sapi perah yang ada di Jawa Barat. Perusahaan yang baru
berdiri pada tahun 2018 ini menghasilan produk berupa susu segar atau fresh milk
yang selanjutnya akan dijual ke perusahaan susu seperti Diamond dan Ultra Jaya.
Saat ini total populasi sapi di PT Agrijaya Prima Sukses sebanyak 1.647 ekor, yang
terdiri dari 513 ekor pedet dan 1134 ekor sapi laktasi dan bunting. Target total sapi
yang telah direncanakan oleh PT Agrijaya Prima Sukses sebanyak 4000 ekor. Saat
ini telah dilakukan penambahan kandang baru untuk menampung semua sapi.
Adapun rata-rata produksi susu/ekor/hari dari tanggal 8 Maret 2021 hingga 25
Maret 2021 sebanyak 24.7 liter dengan produksi tertinggi sebesar 55.9
liter/ekor/hari. Tahun 2020 total produksi susu yang dihasilkan sebanyak 5 juta liter
dan pada tahun 2021 target produksi susu kisaran 8 juta liter.
Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam manajemen sapi perah
diantaranya kualitas genetik ternak, tata laksana pemberian pakan, umur beranak
pertama, periode laktasi, frekuensi pemerahan, masa kering kandang, dan kesehatan
(Risky et al. 2016). Peran dokter hewan menjadi sangat penting dengan ilmu dan
kompetensi yang dimiliki dalam manajemen reproduksi dan kesehatan reproduksi
sapi perah sangat penting, karena dokter hewan sebagai tenaga medis yang
bertanggung jawab menyediakan layanan konsultasi kepada peternak dan tindakan
medik pada ternak. Sebagai calon dokter hewan, mahasiswa Program Pendidikan
Dokter Hewan (PPDH) Institut Pertanian Bogor dituntut untuk menambah
pengetahuan, pengembangan skill, menambah pengalaman terkait reproduksi dan
kesehatan sapi perah melalui Praktik Kerja Lapang (PKL) yang telah bekerjasama
dengan PT. Agrijaya Prima Sukses. Melalui program ini, diharapkan mahasiswa
mengetahui manajemen reproduksi dan kesehatan sapi perah serta dapat
meningkatkan keterampilan dalam menangani kasus penyakit dengan cara
menentukan diagnosis, prognosis, dan terapi yang tepat.
2
Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan Praktik Kerja Lapang Kesehatan Sapi di PT Agrijaya Prima
Sukses adalah meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa Program
Pendidikan Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor dalam menangani kasus-kasus pada sapi perah di lapangan, mengetahui
manajemen reproduksi, mengenal gangguan reproduksi pada sapi perah dan
penanganannya, manajemen pemeliharaan pedet, serta menambah pengalaman
dalam menentukan diagnosis, prognosis, terapi, dan melatih keterampilan
penerapan teknologi reproduksi seperti Inseminasi Buatan (IB) dan pemeriksaan
kebuntingan (PKB) di lapangan.
Manfaat Kegiatan
Manfaat kegiatan Praktik Kerja Lapang ini adalah dapat mengaplikasikan
dan membandingkan pengetahuan yang diperoleh selama perkuliaham dengan
kondisi dilapangan seperti pelaksanaan sinkronisasi, manajemen one calf one year,
manajemen pengobatan pada sapi perah, dan manajemen industri sapi perah dengan
populasi yang besar serta sistem yang lebih modern.
PELAKSANAAN KEGIATAN
Waktu dan Tempat
Praktik Kerja Lapang Kesehatan Sapi Perah dilaksankan pada tanggal 5
April – 29 April 2021 di PT. Agrijaya Prima Sukses yang bertempat di Desa
Curugrendeng, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat
Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan praktik kerja lapang (PKL) kesehatan sapi dilaksanakan oleh
mahasiswa PPDH FKH IPB yang mengikuti pembagian kerja oleh PT. Agrijaya
Prima Sukses yaitu bagian Animal Health, Reproduction, dan Heifer Raising.
Kegiatan yang dilaksanakan yaitu berupa pelayanan inseminasi buatan (IB),
pemeriksaan kebuntingan (PKB), penanganan pre partus dan post partus,
penanganan penyakit dan managemen pedet, penanganan kasus klinik, kebidanan
dan gangguan reproduksi. Permasalahan yang terjadi di lapangan dievaluasi dan
didiskusikan bersama dokter hewan, paramedik veteriner, serta inseminator untuk
diberikan penanganan terhadap kasus tersebut. Mahasiswa melaksanakan
kegiatan ini setiap hari dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB untuk jam
kerja pagi dan .pukul
3
Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu bangsa sapi perah yang
paling banyak diperlihara di Indonesia. Bangsa sapi ini banyak diperlihara karena
memiliki kemampuan produksi susu lebih tinggi dibandingkan bangsa sapi perah
lainnya. Produktivitas sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor, kering kandang
merupakan salah satu periode produksi pada sapi perah yang dapat mempengaruhi
produktivitas dan kualitas produksi susu (Suprayogi et al. 2019). Manajemen yang
baik pada masa kering kandang penting dilakukan sebagai upaya untuk mencapai
produksii optimal. Pada masa ini alveolus pada kelenjar mamae mengalami
restorasi dan proliferasi untuk siap produksi pada saat laktasi berikutnya
(Anggraeni et al. 2010).
Selain itu menurut Tribudi et al. (2020) produktivitas sapi perah dipengaruhi
oleh beranak pertama, masa laktasi, masa kering kandang, masa kosong dan selang
beranak. Lama kering kandang merupakan suatu periode ketika sel-sel ambing tidak
mensekresikan air susu diantara dua periode laktasi. Periode tersebut esensial untuk
memberi kesempatan sel-sel epithel ambiing beregresi, proliferasi dan diferensiasi
yang memungkinkan stmulasi produksi secara maksimal (Capuco et al. 1997).
Ketika seekor sapi dikering kandangkan, bisa diasumsikan kehilangan produksi
susu pada laktasi berjalan dikompensasi oleh lebih banyak produksi susu yang
dihasilkan pada laktasi berikutnya (Gylay 2005).
Sapi FH laktasi dalam keadaan bunting akan dikeringkan dalam keadaan usia
kebuntingan 7 bulan maka masa keringnya adalah 2 bulan (masa bunting sapi FH
adalah 9 bulan). Menurut Velasco et al. (2008) menyatakan bahwa masa kering
yang optimal adalah 40-60 hari, karena masa kering 30 hari akan kehilangan
produksi susu secara signifikan. Masa kering kandang yang dilakukan di PT.
Agrijaya Prima Sukses akan membuat produksi susu yang berikutnya akan
menurun. Hal ini sesuai pernyataan Rastani et al. (2003) menyatakan masa kering
kandang yang lebih pendek dari 40 hari atau lebih dari 80 hari maka produksi susu
4
pada laktasi berikutnya akan menurun. Masa kering yang pendek akan
menyebabkan sapi belum dapat meningkatkan produksi susu pada periode laktasi
berikutnya lebih tinggi karena sapi FH tersebut tidak mempunyai banyak waktu
untuk mendeposit pakan yang dikonsumsi di dalam tubuhnya selama masa kering
(Tribudi et al. 2020).
Proses kering kandang induk pada PT. Agrijaya Prima Sukses selain
dilakukan pemberian pakan lebih banyak pada hijauan sapi juga dilakukan
pemberian antibiotik Depolac yang mengandung 100 mg Cloxacicline benzathine
dan 50 mg neomycine sulphate tiap 1 ml dengan rute intramamari. Tujuan
pemberian antibiotik saap kering kandang adalah untuk mecegah infeksi pada
ambing ketika tidak diperah. Pemberian antibiotik dilakukan setelah pemerahan
terakhir. Kombinasi cloxacicline dan neomycin bekerja sinergis dan bersifat
bakterisidal. Cloxacillin efektif terhadap bakteri gram positif sedangkan Neomycin
efektif terhadap bakteri gram negatif yang dapat menyerang ambing pada masa
kering kandang. Depolac dibuat dalam formulasi slow release, sehingga obat akan
tetap efektif bekerja dan dapat bertahan selama 4 minggu setelah injeksi
intramamari.
Induk kering kandang akan dipindahkan ke kandang transisi yang khusus
uantuk induk kering agar terpantau dan dapat dilakukan persiapan kelahiran jika
ada sapi yang menunjukkan ciri akan melahirkan. Induk kering yang sudah
mendekati waktu kelahiran akan dipindahkan di kandang hospital pen. Pegawai
akan melapor saat melakukan monitoring jika ada induk kering yang akkan
melahirkan dan langsung dipindahkan.
Kasus Metritis
Tabel 1 Rekam medik sapi nomor ID 1068
Tanggal 23 April 2021
Anamnesa Mengeluarkan cairan yang berbau dari
vagina, sapi sebelumnya mengalami
retensi plasenta, partus pada tanggal 20
April 2021 dan sapi indukan impor dari
Australia.
Sinyalemen
Nomor telinga 1068
Jenis Hewan Sapi
Ras Friesian Holstesin (FH)
Warna rambut Hitam putih
5
Pembahasan
Pada sapi perah postpartum, penyakit uterus seperti metritis dan endometritis
sering terjadi dan mempengaruhi sebagian besar populasi dan berhubungan dengan
kerugian produktif. Metritis pada sapi perah merupakan suatu penyakit yang sering
terjadi pada sapi post-partus yang menyerang lapisan epitel uterus dan terjadi
selama 21 hari pertama post-partus. (Paiano et al. 2021). Metritis dapat
mempengaruhi kesehatan dan produksi sapi seperti produksi susu berkurang dan
involusi uterus yang tertunda, selain itu mengurangi tingkat kebuntingan (Dervishi
et al. 2016). Infeksi mikroba pada saluran reproduksi dapat menyebabkan infertil
karena terganggu fungsi uterus dan ovarium. Metritis adalah penyakit inflamasi
yang terjadi selama 21 hari pertama post-partus yang ditandai dengan pembesaran
uterus dan keluarnya cairan berwarna merah-kecoklatan encer dan ada gejala
demam (Sheldon et al. 2006). Adapun metritis dibagi menjadi dua yaitu metritis
klinis dan metritis puerperal. Metritis puerperal ditandai dengan uterus yang
membesar dengan discharge berwarna merah kecoklatan yang cair disertai dengan
timbulnya gejala klinis yang sistemik seperti penurunan peroduksi susu, depresi,
anorexia, toxemia dan demam suhu suhu >39˚C selama 21 hari pasca partus.
Sedangkan metritis klinis ditandai dengan uterus yang membesar dan discharge
purulent selama 21 hari pasca partus tanda disertai gejala klinis (Drilich et al. 2001).
Adapun untuk kasus sapi dengan ID 1068 pada kandang HPT 1 termasuk metritis
puerperal karena pada saat sapi dilakukan pemeriksaan metricheck hasil
menunjukkan discharge berwarna merah kecoklatan.
epitel permukaan yang rusak, disertai sisa cairan amnion, sisa darah serta kotoran
saat partus yang memfasilitasi pertumbuhan bakteri sehingga dapat menyebabkan
infeksi pada uterus. Selain itu, kondisi lingkungan dan penanganan post-partus yang
kurang lege artis dapat meningkatkan kejadian metritis menjadi lebih tinggi.
Penanganan dilakukan dengan flushing uterus hingga bersih lalu selanjutnya
diberikan pemberisan antibiotik melalui rute intrauterine. Pengobatan pertama
dilakukan pada pada 7 hari pasca partus yaitu awal metritis dengan skor 4 yang
mililiki konsistensi sangat kental, bertekstur kasar, berwarna merah kecoklatan dan
berbau busuk. Penanganan yang diberikan adalah spul campuran NaCl dan Colibact
sebanyak 100ml secara intrauterine. Spul dilakukan memasukkan gun ib kedalam
uterus melalui vagian yang telah dibersihkan menggunakan larutan iodine
kemudian cairan antibiotik dimasukkan melalui plastic sheath menggunakan spoit.
Menurut Sheldon et al. (2002) infeksi kasus metritis bisa disebabkan berbagai
macam bakteri yaitu seperti E.coli, T.Pyogenes, bakteri anaerob seperti Prevotella
sp. Dan F. Neccrophorum, oleh karena itu penggunaan antibiotik broad spectrum
sangat direkomentasi untuk penanganan infeksi pada kasus metritis. Penggunaan
Colibact sebagai antibiotik berspektrum luas yang mengandung sulfadiazine dan
trimethoprim dilakukan secara intraurine untuk mengeliminasi bakteri uterus
(Gilbert et al. 2002). Menurut Prescott et al. (2013) sulfadiazine merupakan
antibiotik golongan sulfonamide yang memiliki aktivitas bakterisidal yang baik.
Antibiotik ini memiliki efek bakterisidal yang baik terhadap E.coli yang merupakan
bakteri yang paling sering diisolasi pada infeksi uterus (Frontoso et al. 2008). Selain
itu, antibiotik yang bisa digunakan sebagai terapi metritis antara lain adalah
penicillin, sefalosporin, dan kombinasi ampicillin-oxytetracycline atau cloxacillin
(Nak et al. 2011). Beberapa pilihan pengobatan yang dapat digunakan pada kasus
metritis antara lain adalah dengan terapi hormon PGF2a dan pemberian
antiinflamasi yang dikombinasikan dengan antibiotik (Jeremejeva et al. 2012).
Pembahasan
darah ke kotiledon atau karunkula belum terjadi, selain itu kurangnya hormon
relaksin yang berfungsi meningkatkan aktivitas kolagenasi pada ikatan karunkula
dan kotiledon (Tucho 2017). Retensi pada sapi dengan nomor ID .... diduga terjadi
karena proses kelahiran yang ditarik atau dipaksa. Penarikan pedet dilakukan satu
jam setelah pemberian oksitosin. Penarikan ini dilakukan karena efisiensi waktu
pekerja di kandang untuk melakukan pekerjaan lainnya. Kurangnya exercise dan
bobot tubuh berlebih pada sapi salah satu penyebab bisa terjadinya retensi plasenta.
Hal ini sesuai pernyataan Han dan Kim (2005) retensi plasenta atau retensi
sekundinae dapat disebabkan karena keadaan distokia, lahir paksa, induk yang
sudah tua, defisiensi vitamin A, D, E, defisiensi hormon oksitosin dan estrogen,
proses partus yang terlalu lama, masa bunting yang terlalu tua, bobot tubuh yang
berlebih dan uterus yang paresis.
Penanganan yang dilakukan dalam penanganan retensi sekundinae ini adalah
pelepasan plasenta secara manual atau manual removal dengan palpasi pervaginal.
Manual removal dilakukan dengan menggunakan glove plastik melepaskan
perhubungan antara kotiledon dan karunkula menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk. Kemudian seluruh sisa selaput fetus dikeluarkan dari uterus. Kegiatan
manual removal dilakukan karena metodenya mudah dan mempercepat proses
perbaikan tubuh hewan. Tindakan manual removal dilakukan dengan menggunakan
campuran iodin sebanyak 5 ml dengan 10 L air bersih. Hal tersebut dilakukan untuk
memastikan bahwa uterus dan vagina benar-benar dalam keadaan bersih. Setelah
itu diberikan antibiotik limoxin-spray dengan kandungan oxytetracycline HCL
25mg/ml pada bagian vulva untuk mencegah adanya infeksi sekunder. Limoxin-25
spray diberikan dengan cara disemprotkan pada bagian vulva dengan interval
pemberian sebanyak dua hari sekali. Oxytetracycline dalam limoxin-25 spray
merupakan senyawa turunan tetrasiklin yang termasuk ke dalam golongon
aminoglikosida yang mengatasi infeksi akibat bakteri gram + maupun gram –
dengan cara menghambat sintesis protein pada bakteri dengan cara mengganggu
fungsi subunit 30S ribosom (Ganiswara 2001). Setelah dilakukan manual removal
secara intravaginal, treatment yang diberikan yaitu Biosan TP denan dosis 20 ml
secara intamuscular. Adenosine Triphosphate (ATP) yang terkandung dalam
Biosan TP akan menjaga dan mengembalikan stamina tubuh hewan, serta
menguatkan otot yang lemah akibat melahirkan.
11
Kasus Distokia
Pembahasan
Tindakan dan terapi yang diberikan pada kasus distokia ini yaitu penarikan
manual dengan bantuan calf puller saat proses kelahiran. Setelah proses kelahiran
sapi diberikan injeksi oxytosin 5 ml secara intamuskular. Menurut Wihardji (2020)
Oxytocin memiliki efek pada miometrium, mengaktivasi kaskade transduksi sinyal
dari reseptor G-protein, sehingga menyebabkan kontraksi otot polos uterus, dan
menurut Moges (2016) pemberian obat seperti oksitosin merupakan sebuah
pertolongan pada sapi distokia karena dapat memicu kontraksi uterus.
Kemudian diberikan sediaan Calmasol 200 ml secara subcutan yang berisi
Calcium gluconate dan Magnesium chloride. Kalsium (Ca) sangat dibutuhkan oleh
sapi terutama pada awal laktasi. Kalsium merupakan unsur mineral yang penting
bagi pertumbuhan dan produksi susu pada sapi perah. Kalsium memegang peranan
penting dalam memelihara proses faal tubuh. Fungsi utama kalsium adalah
mengatur iritabilitas neuromuskuler, kontraksi otot, pembekuan darah,
permeabilitas membran, pembentukan tulang, kofaktor beberapa sistem enzim dan
memelihara keseimbangan cairan tubuh. Menurut Braun U et al. (2006) kalsium
pada tubuh dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi, produksi susu,
transmisi impuls syaraf, rangsangan otot, pergerakan otot, pembekuan darah,
aktivasi dan stabilitas enzim. Sedangkan magnesium (Mg) merupakan mineral yang
banyak diperlukan oleh tubuh untuk menjaga keseimbangan kalsium selama masa
periode kering kandang (Kocabagli 2018).
Selanjutnya sapi diberikan Hemostop K 30 ml secara intramuskular untuk
menghentikan pendarahan yang terjadi selama proses penarikan manual dan
diberikan Biosan 20 ml secara intramuskular serta Vigantol E 5 ml yang berfungsi
untuk sumber energi tambahan.
SIMPULAN
Pada kesempatan kali ini mahasiswa selama mengikuti kegiatan pelayanan
kesehatan sapi perah di PT. Agrijaya Prima Sukses diberi kesempatan melakukan
pelayanan kesehatan sapi perah dengan didampingi dokter hewan yang bertugas
sehingga mahasiswa mampu meningkatkan keterampilan, pengalaman, dan ilmu
pengetahuan. Kasus gangguan klinik dan reproduksi yang ditemui di lapangan
yakni Metritis, Retensi Plasenta, dan Distokia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, F.F.J., Chung, E.L.T., Sadiq, M.A., Abba, Y., Tijjani, A., Mohammed,
K., Osman, A.Y., Laila, M.A.M. 2015. Management of fetal dystocia caused
by carpal flexion in ewe: A case report. J. Adv. Vet. Anim. Res., 2(2):225-228.
Ball, P.J.H., Peters, A.R. 2004. Reproduction in Cattle: Third Edition. Blackwell
Publishing.
15
Ganiswara S G. 2001. Farmakologi dan Terapi. 4th ed. GaYa Baru. Jakarta, Medan
Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animal. Philadelphia; Lippincott Williams
and Wilkins.
Hickson, R.E., Morris, S.T., Kenyon, P.R., Villalobos, N.L. 2006. Dystocia in beef
heifers: A review of genetic and nutritional influences. New Zealand
Veterinary Journal 54(6): 256-264.
Kocabagli N. 2018. Prevention of Milk Fever: A Herd Health Approach to Dairy
Cow Nutrition. Archives of Animal Husbandry & Dairy Science. 1(1):1-3.
Mahaputra L, Mustofa I, Utama S, Restiadi TI, Mulyati S. 2011. Buku Ajar Ilmu
Kebidanan Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Surabaya (ID): Airlangga
University Press.
Moges, N. 2016. Etiology, Incidence and Economic Significance of Dystocia and
Recommendations for Preventive Measure and Treatment to Reduce the
Incidence of Dystocia: Review. Journal of Reproduction and Infertility 7 (1):
24-33.
Noakes, D.E., Parkinson, T.J., dan England, G.C.W., 2001. Arthur’s Veterinary
Reproduction and Obstetrics. 8 ed. London: Saunders Elsevier, pp: 208.
Perumal P, Vupru K, Khate K, Rajhowa C. 2013. Retention of placenta in Mithun
(Bos Frontalis) cow. International Journal of Livestoc Research. 3(2): 185-
190.
Ratnawati D, Pratiwi WC, Lukman AS. 2007. Penanganan gangguan reproduksi
pada sapi potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 3(4): 21-
23.
Tucho TT. 2017. Review on retention of placenta in dairy cows and it is economic
and reproductive impacts. Journal of Natural Sciences Research. 7(7): 28-37.
Wihardji TA. 2020. Farmakologi oxytocin. https://www.alomedika.com [diunduh
pada 01 April 2021].
17
LAMPIRAN
Lampiran 1 Jurnal harian mahassiswa PKL Kesehatan Sapi di PT. Agrijaya Prima
Sukses
Im
Sc
23
Sc pernafasan,
dan metritis
Im, sc