Anda di halaman 1dari 13

Faktor frekuensi pemerahan

sapi perah yang berproduksi tinggi bila diperah 3/4 x/hr produksi susunya lebih dari 20%
dibandingkan dengan pemerahan 2x/hr.
sapi perah yang produksi rendah, kenaikkan produksi susu sebagai akibat
dari peningkatan frekuensi pemerahan sangatlah kecil.
Umumnya sapi diperah 3 x/hr pada saat produksi susunya tertinggi yaitu
60 – 90 hari setelah beranak.
Pada periode berikutnya sapi diperah 2 kali saja dalam sehari.
Peningkatan frekuensi pemerahan menjadi 3 x/hr produksi susu naik 10 – 25% ,
Pemerahan 4x/hr akan memberikan tambahan lagi 5 – 15%.
Peningkatan frekuensi pemerahan seharusnya diimbangi dengan penambahan pakan sesuai
dengan peningkatan produksi susu.
Kalau hal tersebut dilakukan, produksi pada periode laktasi berikutnya
akan menurun akibat berat badan sapi menurun.
Apakah peningkatan produksi ini akan sebanding dengan pengeluaran
tambahan untuk tenaga kerja, pakan dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan tambahan
diatas, tergantung dari kondisi perusahaan.

Pada umumnya sapi diperah 2 kali sehari ialah pagi dan sore hari. Pemerahan yang dilakukan

lebih dari 2 kali sehari hanya dilakukan pada sapi yang dapat berproduksi susu tinggi, misalnya

pada sapi yang produksi susunya 20 liter per hari dapat diperah 3 kali sehari; sedangkan sapi

yang berproduksi susu 25 liter atau lebih per hari dapat diperah 3 kali sehari.

Pada sapi yang berproduksi tinggi bila diperah 3 – 4 kali sehari produksi susunya lebih tinggi

dibandingkan dengan yang hanya diperah 1 – 2 kali sehari. Pemerahan 3 kali sehari akan

meningkatkan produksi susu sebanyak 10 – 25 % dibandingkan dengan pemerahan 2 kali sehari.

Peningkatan produksi susu tersebut karena pengaruh hormon prolaktin yang lebih banyak

dihasilkan dari pada yang diperah 2 kali sehari.

Bila sapi diperah dua kali sehari dengan selang waktu yang sama antara pemerehan tersebut,

maka sedikit sekali terjadi perubahan kualitas air susu. Bila sapi diperah 4 kali sehari, kadar

lemak akan tiggi pada besok paginya pada pemerahan pertama. Makin sering sapi diperah,

produksi susu akan naik seperti yang ditunjukkan oleh penelitian dari Kendrik (1953).
Kenaikan hasil susu itu tergantung pada kemampuan sapi itu untuk perproduksi, makanan dan

manajemen.

f. Pemerahan dilakukan dalam waktu tertentu

Walaupun sapi bisa diperah lebih dari dua kali sehari pada setiap saat, namun pemerahan
yang baik adalah pada jadwal waktu pemerahan secara teratur, sehingga tidak menimbulkan
stres pada sapi yang diperah.

Apabila sapi itu sehari diperah dua kali, pagi pada jam 5 dan sore pada jam 15, maka jadwal
tersebut harus dipertahankan. Dengan demikian sapi yang bersangkutan akhirnya memiliki
kebiasaan kapan ia harus dimandikan, kapan ia harus makan dan kapan pula ia harus siap
diperah.

Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan bertujuan untuk
mendapatkan produksi susu yang maksimal. Terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan,
pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan (Syarief dan Sumoprastowo, 1985). Tujuan dari
pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu maksimal dari ambingnya, apabila
pemerahan tidak sempurna sapi induk cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi
total cenderung menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurun (Williamson
dan Payne, 1993).

5. Frekuensi Pemerahan
Frekuensi pemerahan susu akan mempengaruhi volume air susu yang dihasilkan dan juga kualitas air
susu.
Penelitian menunjukan, bahwa sapi yang diperah sebanyak 2 kali sehari menunjukan kadar lemak yang
lebih tinggi pada pemerahan di pagi hari.
Sedangkan jika sapi diperah sebanyak 4 kali dalam sehari, maka kadar lemak pada susu akan meningkat
pada keesokan harinya.
Pemerahan susu biasanya dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Pemerahan pagi hari dilakukan
pada pukul 05.00 WIB dan sore hari pukul 14.00 WIB dengan interval waktu pemerahan 10 jam dan 15
jam. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pemerahan susu biasanya dilakukan 2
kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Interval waktu yang sama antara pemerahan pagi dan sore
hari akan memberikan perubahan komposisi susu yang relatif sedikit, sedangkan interval waktu
pemerahan yang berbeda akan menghasilkan komposisi susu yang berbeda juga (Sudono, 1985).
Umumnya pada perusahaan sapi perah, pemerahan pagi hari dilakukan pada pukul 05.00 WIB
dan sore hari pukul 14.00 WIB dengan interval waktu pemerahan 9 jam dan 15 jam. Hal ini akan
memberikan perbedaan komposisi susu yang dihasilkan. (Mardalena, 2010)

8. FAKTOR INTERVAL
Apabila interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak
pada interval yang lebih lama, dan kandungan lemak akan lebih tinggi dari hasil pemerahan
dengan interval yang lebih singkat (Eckles dan Anthony, 1956). Jika sapi diperah dua kali sehari
dengan jarak waktu antar pemerahan sama akan sedikit sekali perubahan susunan susu tersebut.
Produksi susu akan eningkat tergantung dari kemampuan sapi berproduksi, pakan yang
diberikan, dan anajemen yang dilakukan peternak (Sudono et al., 2003).
Interval yang lama akan mempengaruhi kecepatan jumlah sekresi. Penurunan dalam sekresi
susu terjadi setelah 12 jam dan akan memberikan pengaruh pada interval pemerahan berikutnya.
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekresi susu dan lemak susu mengalami
pengurangan dengan memperlama interval pemerahan dengan jumlah yang lebih banyak untuk
pengurangan susu dibandingkan dengan lemak susu dan persentase lemak susu akan cenderung
bertambah pada interval pemerahan yang lama (Schmidt, 1971).
Ilustrasi 1. Kurva Produksi Susu Pada Pemerahan Pagi Hari Periode Laktasi I
Tabel 1. Perbandingan Produksi Susu Pada Pemerahan Pagi Hari Test Day Periode Laktasi

Test Day Test Day sebenarnya Kurva Ali Schaeffer Selisih

(liter) (liter)

1 5,50 5,49 0,01

2 5,76 5,81 0,05

3 5,97 5,90 0,07

4 5,75 5,74 0,01

5 5,39 5,45 0,06

6 5,14 5,09 0,05

7 4,62 4,71 0,09

8 4,39 4,35 0,04

9 4,13 4,04 0,09

10 3,72 3,79 0,07

11 3,64 3,62 0,02

12 3,54 3,55 0,01


Tabel 2. Perbandingan Produksi Susu Pada Pemerahan Siang Hari Test Day Periode Laktasi I
Test Day Test Day sebenarnya Kurva Ali Schaeffer Selisih

(liter) (liter)

1 3,78 3,77 0,01

2 3,94 4,02 0,08

3 4,06 3,93 0,13

4 3,72 3,73 0,01

5 3,42 3,49 0,07

6 3,25 3,23 0,02

7 2,94 2,99 0,05

8 2,77 2,76 0,01

9 2,63 2,57 0,06

10 2,41 2,41 0,00

11 2,26 2,28 0,02

12 2,19 2,19 0,00

kembali ke BERANDA

Pada ilustrasi 1 dan 2 menunjukan bahwa kurva produksi susu pagi hari lebih tinggi produksi susunya daripada siang
hari. Hal ini disebabkan karena interval pemerahan pagi hari lebih lama daripada siang hari. Apabila interval antara
pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak pada interval yang lebih lama (McKusick, et al. 2002).
Sebaiknya BPT-SP & HMT CIkole Lembang menggunakan interval pemerahan 12:12 karena pada pemerahan dua
kali, interval pemerahan 12:12 memproduksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan interval pemerahan 10:14
(Makin, 2011 ; Schmidt, 1971). Selain faktor interval pemerahan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi jumlah produksi susu pada pagi dan siang hari, diantaranya pakan, temperatur,
dan lingkungan sekitar.
Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi sapi
perah karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak,
keseimbangan air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak. Produksi air
susu dan konsumsi makanan secara otomatis direduksi dalam usaha mengurangi produksi panas
tubuh. Penurunan nafsu makan menyebabkan produksi air susu direduksi. Stres panas merupakan
faktor yang sangat berpengaruh tinggi terhadap produksi susu terutama pada saat puncak
produksi (Makin, 2011; McDowell, 1972; Purwanto, 1993; Yani dan Purwanto, 2006).
Cekaman panas yang diterima oleh sapi FH sebenarnya dapat direduksi oleh angin dengan
kecepatan tertentu. Cekaman panas juga dapat direduksi dengan menurunkan suhu tubuh sapi FH
melalui penyemprotan air dingin ke seluruh permukaan tubuh (Shibata, 1996; Yani & Purwanto,
2006). Pendinginan air pada tubuh sapi perah pada keadaan tidak nyaman meningkatkan efisiensi
produksi susu lebih baik dibandingkan tanpa penyemprotan (Tasripin, et al., 1995). Pada pagi
hari sapi FH di balai tersebut dimandikan, sedangkan pada siang hari sapi tidak dimandikan
hanya dibersihkan kotorannya. Oleh karena itu, pada siang hari sapi-sapi yang akan diperah perlu
dimandikan untuk menurunkan suhu tubuhnya.
Keadaan lingkungan sekitar kandang yang tenang membuat sapi merasa nyaman dan tenang.
Pada malam hari lingkungan sekitar kandang sunyi karena tidak ada aktifitas di sekitar
lingkungan kandang. Hal ini berbeda dengan siang hari yang dipengaruhi oleh aktifitas bising di
sekitarnya yang dapat mengganggu ketenangan sapi laktasi. Akibatnya sapi bisa merasakan stres
pada siang hari di samping stres panas, sehingga pemanfaatan energi digunakan untuk
mengurangi beban stres tersebut. Namun, pada malam hari sapi cenderung.
Korelasi antara Produksi Susu Pemerahan Pagi dan Siang
Hasil penelitian dari 325 catatan produksi susu pada laktasi I di BPT-SP & HMT Cikole
Lembang menunjukan rata-rata produksi susu pagi sebesar 4,80±0,90 liter, sedangkan siang hari
3,12±0,67 liter. Jika dibuat dalam persentase, jumlah produksi susu pagi adalah 60,62%,
sedangkan siang hari 39,38%. Hal ini sesuai dengan pernyataan McKusick, et al. (2002) apabila
interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak pada interval yang
lebih lama.
Hasil perhitungan nilai korelasi antara produksi susu pagi dan siang hari menunjukan keeratan
hubungan yang sangat tinggi yaitu -0,99. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya,
manajemen pemeliharaan, pemerahan, dan pemberian pakan yang sama dapat mempengaruhi
keeratan hubungan tersebut. Akan tetapi, meskipun memiliki keeratan yang sangat tinggi,
korelasi tersebut bernilai negatif. Artinya peningkatan jumlah produksi susu waktu pertama tidak
diikuti dengan peningkatan pada waktu berikutnya.

Faktor Pemerahan
Pada umumnaya pemerahan dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Jarak
pemerahan dapat menentukan jumlah air susu yang dihasilkan. Jika jarak sama, yaitu 12 jam
jumlah air susu yang dihasilkan pada pagi dan sore akan sama. Namun jika lama jarak
pemerahan tidak sama, jumlah air susu yang dihasilkan pada sore hari lebih sedikit dari pada air
susu yang dihasilkan pada pagi hari.
Pemerahan yang baik dilakukan dengan cara yang benar dan alat yang bersih. Tahapan-tahapan
pemerahan harus dihasilkan dengan benar agar sapi tetap sehat dan terhindar dari penyakit yang
dapat menurunkan produksinya (Sudono 2003).

Tindakan Pemerahan
Sapi biasanya diperah dua kali setiap hari. Peningkatan frekuensi pemerahan menjadi tiga kali sehari
menaikkan produksi susu sebanyak 10 hingga 25 % dan pemerahan empat kali sehari menambah lagi
produksi sebanyak 5 sampai 15 %. Peningkatan produksi susu ini bernilai atau tidak dihubungkan dengan
penambahan biaya tenaga kerja, pakan, dan peralatan yang tergantung pada keadaan peternakan
tersebut. Kerja bernilai ekonomis bila frekuensi pemerahan lebih dari dua kali sehari terhadap sapi yang
diperah pada tempat dengan pelepas cangkir otomatik. Hasil susu menjadi tiga kali lebih besar
dibandingkan tingkat awal laktasi. Kebutuhan pakan meningkat sesuai dengan jumlah hasil susu.
Susu yang pertama kali dikeluarkan dari ambing mengandung lemak lebih sedikit (turun 1 sampai 2
%) dibandingkan akhir proses pemerahan (naik 7 hingga 9 %). Alasan untuk pembagian globuli lemak ini
belum diketahui. Telah dibuktikan bahwa globuli lemak menggumpal di dalam alveoli. Gumpalan globuli
lemak tertahan saat lewat ke arah puting. Bagian cairan lebih mudah melewati gumpalan globuli lemak ke
arah dasar ambing dan puting. Karena itu, pemerahan pendahuluan cepat menyebabkan susu dalam
saluran besar kelenjar mempunyai lemak lebih sedikit dibandingkan di dalam alveoli.
Sapi yang diperah dua kali sehari dengan selang 10 dan 14 jam menghasilkan susu kira-kira 1 %,
lebih sedikit daripada rata-rata sapi yang diperah pada selang 12 dan 12 jam. Sapi penghasil tinggi dapat
memperlihatkan halangan lebih besar dalam menghasilkan susu. Sapi penghasil rendah yang diperah
pada selang 16 dan 8 jam menghasilkan hanya 1,3 % lebih sedikit susu daripada sapi yang sama diperah
dengan selang 12 dan 12 jam. Selang 16 dan 8 jam mengurangi produksi susu sebanyak 4 sampai 7 %
pada sapi penghasil tinggi dan dara. Peternak yang memerah 80 hingga 200 sapi tidak berkelompok di
ruang perah mungkin memerah individu sapi dengan selang tidak sama setiap hari. Pengelompokan sapi
berdasarkan hasil susu atau tingkat fisiologis menyebabkan sapi penghasil tinggi dan dara dapat diperah
dengan selang 12 dan 12 jam.
Sapi yang diperah selama 4 menit sepanjang laktasi menghasilkan lebih sedikit susu, terutama pada
laktasi awal, daripada sapi yang sama diperah 8 menit. Kelompok 4 menit diperah tidak lengkap
sedangkan kelompok 8 menit diperah berlebih. Waktu pemerahan kebanyakan sapi biasanya sedikit di
atas 5 menit agar pengeluaran susu maksimal. Penyisaan 4 lb susu dalam ambing setelah pemerahan
selama 10 hari berurutan secara permanen mengurangi hasil susu satu masa laktasi. Sapi yang diperah
dengan mesin menurut metode setrip secara nyata menghasilkan susu lebih sedikit daripada sapi yang
diperah tanpa tanpa metode setrip. Pemerahan mesin metode setrip membutuhkan waktu lebih lama.
Karena itu, mesin setrip tidak dianjurkan. Jika dilakukan, pemerahan mesin setrip sebaiknya berlangsung
singkat

Faktor yang Mempengaruhi Kadar Lemak Susu


Pada zaman penjajahan Hindia Belanda, sudah ada ketentuan mengenai kadar lemak susu
yang dituangkan dalam "milk codex". Dalam "milk codex " itu antara lain ditetapkan bahwa,
susu yang dipasarkan ke konsumen haruslah mempunyai kadar lemak susu minimal 2,7% .
Dewasa ini setelah berdirinya pabrik-pabrik pengolahan susu di Indonesia, kadar lemak susu
yang diinginkan semakin tinggi antara 3,25-3,85%. Agar peternak sapi perah mampu
memproduksi susu dengan kadar lemak susu yang lebih tinggi, perlu diketahui terlebih dahulu
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar lemak susu. Faktor-faktor tersebut antara lain
(Basya, 1983).
Jenis sapi perah kadar lemak susu sapi perah berbeda antara satu jenis dengan jenis
lainnya . Pada umumnya semakin tinggi kemampuan berproduksi susu sapi perah, akan semakin
rendah kadar lemak susunya. Berikut data mengenai produksi susu beberapa jenis sapi perah.
Umur sapi perahProduksi susu sapi perah pada umumnya mencapai puncak tertinggi pada
umur sekitar 6 – 8 tahun . Artinya, sejak umur laktasi pertama sampai pada laktasi berikutnya
pada umur 6 -8tahun, produksi susu akan mengalami peningkatan dan setelah umur tersebut
barulah terjadi penurunan.
Jenjang laktasi Sapi perah yang baru melahirkan akan mempunyai kadar lemak susu
yangtinggi. Akan tetapi, dengan meningkatnya produksi susu sampai dengan sekitar 6 - 8minggu
laktasi, kadar lemak susu akan mengalamipenurunan dan akan meningkat kembali pada akhir
laktasi (peningkatan 0,5-1,5%).
Interval pemerahan Kadar lemak susu akan lebih tinggi pada interval pemerahan yang
lebih singkat . lebihtinggi lemak dipemerahan pagi daripada pemerahan sore hari.
Iklim dan lingkungan Unsur-unsur iklim seperti suhu dan kelembaban udara akan dapat
mempengaruhi kadar lemak susu sapi perah. Di Indonesia, Pada musim hujan, kadar lemak susu
yang diperolehakan lebih tinggi dibandingkan dengankadar lemak susu yang diperoleh pada
musim kemarau.
Ransum atau makanan yang diberikan Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan di
Stasiun Percobaan California, mengenai pengaruh perimbangan antara konsentrat dengan hijauan
terhadap kuantitas dan kualitas susu yang diproduksikan sapi perah menunjukkan bahwa
pemberian 10% konsentratdengan 90% hay dalam ransum, akan menurunkan produksi susu rata-
rata, tetapi kadar lemak susu masih berada dalam keadaan normal . Akan tetapi, apabila ransum
itu terdiri dari 100% konsentrat, produksi susu rata-rata meningkat, namun kadar lemak susu
menurun secara drastis.
Lemak susu masih berada dalam keadaan normal . Akan tetapi, apabila ransum itu
terdiridari 100% konsentrat, produksi susu rata-rata meningkat, namun kadar lemak
susumenurun secara drastis. Pemeriksaan Kadar Lemak Prinsip: dapat mengetahui kadar lemak
susu sehingga dapat memperkirakan mutu / kualitas air susu
Muljana, W. 1985.Pemeliharaan dan Ternak Kegunaan Sapi Perah. Aneka Ilmu. Semarang.

Prihadi.1996. Tata Laksana dan Produksi Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Wangsa

Manggala. Yogyakarta.

Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi erah (Studi Kasus

Pemerahan susu sapi Moeria Kudus Jawa Tengah). Magister Ilmu Lingkungan

Universitas Diponegoro, Semarang

Syarief, M. Z. dan C. D. A. Sumoprastowo.1990. Ternak Perah. CV. Yasaguna. Jakarta.

Syarif, E dan Harianto, B. 2011.Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Agromedia

Anda mungkin juga menyukai