Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Darah merupakan cairan berwarna merah yang mengalir keseluruh tubuh


melalui pembuluh darah pada system kardiovaskular (Andriyanto et al 2019). Sel
darah merah merupakan komponen esensial pada tubuh manusia yang pada keadaan
normal selalu berbentuk bikonkaf, tak berinti dan berfungsi sebagai pembawa
oksigen. Normal tidaknya sel darah merah dapat dilihat dari morfologi sel dalam
proses analisis darah untuk pendeteksian penyakit. Salah satu Penyakit yang ditandai
dengan perubahan morfologi adalah anemia defisiensi besi yaitu anemia yang
tergolong sebagai anemia mikrositik. Proses deteksi manual anemia defisiensi besi
dengan memeriksa gambaran darah tepi menggunakan mikroskop di laboraturium
dapat memakan waktu yang cukup lama tanpa ukuran dan batasan yang riil.
Penelitian ini melakukan segmentasi citra sel darah merah untuk membantu proses
diagnosa anemia defisiensi besi berdasarkan ciri morfologi bentuk dan ukuran untuk
mengatasi kendala tersebut (setiawan 2014). Menurut ( Mallo et al 2012) fungsi
utama darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel – sel di seluruh
tubuh. Darah juga menyuplai tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat – zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Jumlah sel darah merah dapat memberikan informasi yang mengindikasikan
adanya gangguan hematologi. Gangguan hematologi adalah gangguan pada
pembentukan sel darah merah, meliputi penurunan dan peningkatan jumlah sel
(polisitemia). Penurunan jumlah sel darah merah ditemukan pada penyakit kronis,
seperti penyakit hati, anemia, dan leukemia, sedangkan polisitemia ditemukan pada
penderita diare, dehidrasi berat, luka bakar, maupun pendarahan berat. Penghitungan
sel darah merah dilakukan dalam proses diagnosis beberapa penyakit tersebut.
Penghitungan sel darah merah di laboratorium dapat dilakukan secara manual,
menggunakan hemocytometer dan mikroskop, atau menggunakan mesin hematology
analyzer (Mahmood dan Mansor 2012). Sel darah merah hanya terdiri dari membran
dan sitoplasma tanpa inti sel. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti
limfosit kecil padaapusan darah tepi disebut makrositik. Sel darah merah yang
berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik (setiawan 2014).
Praktikum ini bertujuan mengevaluasi efek sodium nitrit terhadap fragilitas sel darah
merah.
TUJUAN

Praktikum ini bertujuan mengevaluasi efek sodium nitrit terhadap fragilitas


sel darah merah.

METODE

Waktu dan Tempat

Praktikum Hematotoksik dilakukan pada hari Rabu tanggal 11 September


2019 di Laboratorium Fifarm III Fakultas Kedokteran Hewan IPB Unniversity.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung sebanyak 11 buah, rak
tabung, pipet, syringe, alat sentrifugasi, dan spektrofotometer. Sedangkan bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah darah, sodium nitrit, heparin, saponin, aquadest,
NaCl fisiologis, dan NaCl dengan konsentrasi 0.1%, 0.2%, 03%, 0.4%, 0.8%, 0.9%, 2
dan 3%.

Prosedur

Memasukkan heparin ke dalam tabung, kemudian mengambil darah dari


jantunng menggunakan syringe. Selanjutnya darah disentrifugasi dengan kecepatan
3000rpm selama 5 menit. Cairan plasma yang terpisah dibuang dan darah dicuci
dengan NaCl fisiologis. Selanjutnya pellet disuspensikan dengan NaCl fisiologis
menjadi 3% atau 1:2. Lalu sebanyak 0.4 mL aliquot dan 3.6 ml NaCl dengan
konsentrasi berbeda-beda dimasukkan kedalam tabung yang berjumlah 11 tabung.
Kemudian dimasukkan saponin sebanyak 0.2 ml pada tiap tabung. Selain itu, control
positif dibuat menggunakan darah dan aquadest dengan perbandingan 1:1. Campuran
tersebut dibiarkan selama 30 menit, setelah 30 menit campuran di sentrifugasi selama
lima menit. Supernatant yang terbentuk dihiting absorbsnya menggunakan
spektometer pada panjang gelombang 450nm dan data yang terterapada
spektofotometer dicatat dan dihitung menggunkan rumus.

Contoh perhitungan:

Presentasi hemolysis = absorbansi sample/ absorbansi aquadest x 100%

Saponin dalm aquadest = 1.2/ 0.85 x 100%

= 141
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hemolisis adalah pecahnya membrane eritrosit, sehingga hemoglobin bebas


kedalam medium di sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat
disebabkan oleh penambahan larutan hipotonis, hipertonis ke dalam aliran darah.
Penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu,
pemanasan dan pendinginan akan menyebabkan rapuh karena terlalu tua dalam
sirkulasi darah dan lain-lain. Apabila medium disekitar eritrosit menjadi hipotinis
maka medium tersebut akan masuk kedalam eritrosit melalui membrane yang bersifat
semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit dan menyebabkan eritrosit
membesar/menggembung. Bila membrane tidak kuat lagi untuk menahan tekanan
maka eritrosit akan pecah mengakibatkan hemoglobin akan bebas ke dalam medium
sekelilingnya. Sebaliknya jika medium disekitar eritrosit bersifat hipertonis, maka
cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium dan menyebabkan eritrosit akan
keriput atau krenasi dan lisis (Hillman et al 2005).

Tabel 1 Data hasil percobaan hematotoksik

Tabung Larutan Ulangan Ulangan Ulangan Rata - %


I II III rata Hemolisis
1 Darah + NaCl 0.1% 0.68 0.85 0.76 92.68
2 Darah + NaCl 0.2% 0.7 1 0.85 100
3 Darah + NaCl 0.3% 0.7 0.85 0.78 91.6
4 Darah + NaCl 0.4% 0.7 1 0.85 100
5 Darah + NaCl 0.8% 0.02 0.01 0.015 1.8
6 Darah + NaCl 0.9% 0 0.009 0 0
7 Darah + NaCl 2% 0.07 - 0.07 8.24
8 Darah + NaCl 3% 0.02 - 0.02 2.35
9 Darah + Saponin 1.1 1.1 1.4 1.2 141
dalam Aquadest
10 Darah + Saponin 0.9 0.95 0.9 0.9 105.9
dalam NaCl 0.9%
11 Darah + Aquadest 0.95 0.75 - 0.85 100
12 Darah + NaCl 0.1 + - 0.7 0.7 82.4
NaNO2 0.2 ml

Berdasarkan hasil praktikum NaCl 0.1%, 0.2%, 0.3% dan 0.4% memiliki
persentase hemolisis yang cukup tinggi yaitu 92.68%, 100%, 91.6% dan 100% hal ini
terjadi karena ke empat larutan tersebut bersifat hipotonis dan menyebabkan eritrosit
menggembung lalu pecah atau lisis. Pada NaCl 0.8% didapatkan hasil persentase
hemolisis tidak terlalu tinggi yaitu 1.8 % karena NaCl 0.8% memiliki sifat yang
mendekati NaCl fisiologis atau NaCl 0.9% yang bersifat hipotonis. NaCl 2% dan 3%
memiliki persentase hemolisis yang cenderung rendah juga yaitu 8.24% dan 2.35%,
kedua cairan tersebut memiliki sifat hipertonis yang menyebabkan eritrosit berkerut
atau krenasi.

Saponin dalam aquadest menunjukka hasil persentase hemolisis yang sangat


tinggi yaitu 141% hal ini terjadi karena saponin dapat merusak komplek lemak-
protein dari stroma yang menyebabkan menurunnya tekanan membrane eritrosit dna
menyebabkan lisis nya eritrosit. Aquadest memiliki sifat hipertonis yang juga dapat
menyebabkan lisisnya eritosit. Sedangkan saponin dalam NaCl fisiologis memiliki
persentase hemolisis lebih rendah disbanding saponin dalam aquadest, yaitu dengan
hasil 105.9%. Hal ini disebabkan karena NaCl fisiologis tau 0.9% memiliki sifat
isotonis yang seimbang atau tidak menyebabkan lisisnya eritrosit.

Hasil percobaan dengan aquadest menunjukkan hasil persentase hemolysis


100% karena aquadest bersifat hipertonis. Hasil persentase hemolisis dari NaCl dan
NaNO2 yaitu 82.4%, lebih rendah disbanding dengan manggunakan saponin atau
aquadest. Hal ini disebabkan NaCl yang digunakan adalah NaCl fisiologis dan
NaNO2 merupakan bahan pembantu pengatur tonisitas.

SIMPULAN

Tingkat persentase hemolysis ditentukan oleh sifat cairan yaitu hipertonis dan
hipotonis yang dapat menyebabkan lisisnya eritrosit.

DAFTAR PUSTAKA

Hillman RS, Ault KA, Rinder, Henry M. 2005. Hematology in Clinical Practice. 4th
ed. New York (US): McGraw-Hill Companies.
Mahmood, N. H. & Mansor, M. A. 2012. Red Blood Estimation Using Hough
Transform Technique.Signal and Image Processing: An International Journal
(SIPIJ), 3(2): 53-64.
Pricilia Yelana Mallo(1), Sherwin R.U. A. Sompie(2), Benefit S. Narasiang(3),
Bahrun(4).
Setiawan A, Suryani E, Wiharno. 2014. Segmentasi Citra Sel Darah Merah
Berdasarkan Morfologi Sel Untuk Mendeteksi Anemia Defisiensi Besi.
JURNAL ITSMART. 3(1):1-8.

Anda mungkin juga menyukai