LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Kelompok E PPDH Periode I 2022/2023
Menyetujui,
Pembimbing Bagian Klinik
Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Koordinator Mata Kuliah PKL
Kemahasiswaan SKHB IPB Kesehatan Sapi Perah
Prof. drh. Ni Wayan K. Karja, Ph.D drh. Riki Siswandi, M.Si., Ph.D
NIP 19690207 199601 2 001 NIP 19830824 200912 1 005
Tanggal Pengesahan:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-
Nya sehingga kegiatan dan laporan Praktik Kerja Lapangan Kesehatan Sapi Program
Pendidikan Profesi Dokter Hewan Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis Institut
Pertanian Bogor di KPBS Pangalengan dapat diselesaikan. Laporan ditulis berdasarkan
kegiatan praktik kerja lapangan yang dilakukan penulis pada tanggal 20 Februari 2023–
16 Maret 2023. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang
membantu kegiatan praktik kerja lapangan dan penulisan laporan, khususnya kepada:
1. drh. Triono selaku dokter hewan pembimbing lapang dan pengurus KPBS
Pangalengan atas kesempatan untuk melaksanakan PKL di KPBS, serta
bimbingan, arahan, nasihat, dan ilmu yang telah diberikan selama kegiatan
PKL.
2. drh. Asep Yayan, Bapak Ajang Suwardi, Bapak Sopian, Bapak Rodiana, Bapak
Hadi Kusmayadi, Bapak Yayat Ruhiyat, dan Bapak Ikhsan Santika selaku
dokter hewan dan paramedis staf pelayanan kesehatan hewan KPBS atas
arahan dan bimbingan yang diberikan selama kegiatan PKL.
3. drh. Retno Wulansari, M.Si., PhD dan Prof. drh Bambang Purwantara, M.Sc.,
PhD. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, nasihat, dan ilmu yang
telah diberikan selama kegiatan pembimbingan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk
menghasilkan karya yang lebih baik. Penulis berharap laporan ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii
I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
Latar Belakang........................................................................................................... 1
Tujuan ........................................................................................................................ 1
Manfaat ...................................................................................................................... 1
II PELAKSANAAN KEGIATAN ................................................................................ 2
Waktu dan Tempat..................................................................................................... 2
Metode Pelaksanaan .................................................................................................. 2
KEGIATAN PELAYANAN REPRODUKSI ........................................................... 3
PELAYANAN INSEMINASI BUATAN (IB) ......................................................... 3
PELAYANAN PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN (PKB) .................................... 5
PELAYANAN PENANGANAN PRE-PARTUS DAN POST-PARTUS ................ 8
LAPORAN KASUS 1 : RETENSIO PLASENTA ..................................................... 10
LAPORAN KASUS 2 : MUMIFIKASI FETUS ........................................................ 14
Laporan kasus: kejadian lumpy skin disease pada sapi Friesian Holstein di KPBS
Pangalengan ................................................................................................................ 17
Laporan kasus: kejadian mastitis klinis pada sapi Friesian Holstein di KPBS
Pangalengan ................................................................................................................ 19
Laporan kasus: kejadian abses pada sapi Friesian Holstein di KPBS Pangalengan ... 22
Laporan kasus: kejadian pneumonia pada sapi Friesian Holstein di KPBS
Pangalengan ................................................................................................................ 24
Laporan kasus: kejadian left displaced abomasum pada sapi Friesian Holstein di
KPBS Pangalengan ..................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 29
LAMPIRAN ................................................................................................................ 36
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rekapitulasi pelayanan inseminasi buatan (IB) di KPBS Pangalengan selama praktek
kerja lapangan pelayanan kesehatan reproduksi sapi perah 4
Tabel 2. Hasil evaluasi program inseminasi buatan (IB) di KPBS Pangalengan per Maret
2022 5
Tabel 3. Rekapitulasi hasil pemeriksaan kebuntingan 6
Tabel 4. Pelayanan Penanganan Prepartus dan Postpartus 9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kartu laporan untuk pemeriksaan kesehatan sapi (A) Kartu laporan sapi birahi (B)
Kartu laporan sapi sakit. 3
Gambar 2. Proses fisiologis pengeluaran plasenta pada sapi perah 10
Gambar 3. Proses pengeluaran plasenta secara manual dan plasenta yang telah dikeluarkan 12
Gambar 4. Fetus yang mengalami mumifikasi 15
Gambar 5. Pohon keputusan terapi mumifikasi fetus (Lefebvre et al. 2015) 16
iii
I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah hewan yang banyak diternakkan karena
memiliki nilai usaha yang tinggi dalam memproduksi susu. Peternakan sapi perah
yang dibangun di Indonesia di dominasi oleh peternakan skala rakyat dengan
kepemilikan hanya sekitar 3 hingga 5 ekor per peternakan (Sembada et al. 2020).
Produksi susu yang dihasilkan di salah satu wilayah Jawa Barat cenderung rendah
(12 L/ekor/hari) (Sembada et al. 2016), jika dibandingkan dengan sapi perah di
negara lain lainnya berkisar 26 L/ekor/hari (Haile-Mariam et al. 2008). Sapi perah
yang banyak diternakkan di Indonesia adalah jenis sapi perah Friesian Holstein
yang berasal dari negara Belanda. Beberapa jenis sapi perah lain yang dapat
diternakkan, yaitu sapi Shorthorn (dari Inggris), Yersey (dari selat Channel antara
Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark)
dan Droughtmaster (dari Australia).
Pemenuhan kebutuhan susu di Indonesia ditunjang dengan banyaknya
wilayah penghasil susu di Indonesia, salah satunya adalah KPBS Pangalengan yang
berlokasi di wilayah Jawa Barat. Koperasi ini telah didirikan sejak tanggal 22 Maret
1969 dengan nama Koperasi Peternakan Bandung Selatan yang kemudian disingkat
sebagai KPBS Pangalengan. KPBS Pangalengan menaungi 2 kecamatan, yaitu
Kecamatan Pangalengan dan Kecamatan Kertasari yang terbagi ke dalam 29 TPK
(Tempat Pelayanan Koperasi) dan 7 MCP (Milk Collection Point). Milk Collection
Point berada di beberapa lokasi, yaitu MCP Cipanas, MCP Citere, MCP Gunung
Cupu, MCP Lembang Sari, MCP Los Cimaung, MCP Mekar Mulya dan MCP
Warnasari yang tersebar di wilayah kerjanya. Pelayanan yang diberikan oleh
koperasi tersebut terhadap peternaknya juga termasuk pelayanan kesehatan hewan
untuk menunjang produksi yang maksimal. Kegiatan pelayanan tersebut dapat
memberikan pengetahuan dan melatih keterampilan bagi mahasiswa PKL sapi
perah Program Profesi Dokter Hewan SKHB IPB.
Tujuan
Kegiatan praktik kerja lapangan kesehatan sapi bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa Program Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PPDH) SKHB IPB dalam kegiatan manajemen
pemeliharaan serta penanganan gangguan kesehatan klinis dan reproduksi sapi
perah.
Manfaat
Kegiatan praktik kerja lapangan kesehatan sapi di KPBS Pangalengan dapat
menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan mahasiswa
PPDH SKHB IPB dalam aplikasi ilmu-ilmu veteriner yang telah diperoleh di
kampus.
1
II PELAKSANAAN KEGIATAN
Metode Pelaksanaan
Kegiatan praktik kerja lapangan yang dilakukan di KPBS Pangalengan yaitu
mengikuti kegiatan pelayanan kesehatan hewan di KPBS Pangalengan. Pelayanan
kesehatan hewan dilaksanakan oleh bertugas kesehatan yang terdiri dari 2 orang
dokter hewan rayon dan 14 orang paramedis veteriner dengan wilayah kerja
masing-masing. Laporan akan disalurkan melalui media elektronik seperti
WhatsApp ataupun kertas laporan yang diletakkan di dalam kotak laporan yang
disediakan di tempat pengumpulan susu (TPS) masing-masing wilayah. Jadwal
kerja petugas kesehatan hewan dimulai pada pukul 07.00 WIB setiap hari Senin
sampai dengan Sabtu. Mahasiswa PPDH SKHB IPB dapat mengikuti kegiatan
petugas tersebut setiap harinya. Pelayanan kesehatan hewan di KPBS Pangalengan
antara lain pemeriksaan hewan, diagnosis dan pengobatan hewan, inseminasi
buatan, pemeriksaan kebuntingan, serta pelayanan pre-partus dan post-partus.
2
KEGIATAN PELAYANAN REPRODUKSI
Kegiatan PKL yang dilakukan di KPBS Pangalengan merupakan kegiatan
pelayanan kesehatan hewan dan pelayanan reproduksi. Kegiatan pelayanan
reproduksi dilakukan secara langsung turun ke lapang dan mengunjungi peternak.
Sistem pelayanan ke peternak berbasi sistem pelaporan yang dilaporkan oleh
peternak. Laporan yang diterima berupa pesan singkat yang dapat dikirimkan
melalui media elektronik (Whatsapp, panggilan suara) ataupun melalui kotak
laporan yang disediakan di setiap Milk Collection Point (MCP) atau di Tempat
Pelayanan Koperasi (TPK) wilayah masing-masing. Laporan untuk pemeriksaan
gejala birahi dapat menggunakan kartu laporan sapi beger/ birahi, sementara
laporan untuk pemeriksaan kesehatan sapi dapat menggunakan kartu laporan sakit/
gering. Selembar kertas putih yang bertuliskan nama dan kelompok juga dapat
dijadikan sebagai kartu laporan yang akan diserahkan oleh peternak. Paramedis dan
dokter akan menerima laporan tersebut dan segera memberikan pelayanan.
Gambar 1. Kartu laporan untuk pemeriksaan kesehatan sapi (A) Kartu laporan sapi
birahi (B) Kartu laporan sapi sakit.
Petugas medis yang turun ke lapang terdiri atas paramedis dan dokter
hewan. Para petugas tersebut telah memiliki wilayah pelayanan masing-masing dan
dokter hewan dapat bertanggung jawab terhadap beberapa paramedis yang turun ke
lapang. Temuan kasus yang membutuhkan diagnosa lebih lanjut dan penanganan
operasi hanya dapat ditangani oleh dokter hewan. Paramedis yang menemukan
kasus kategori tersebut akan melaporkan ke dokter yang bertugas untuk segera
ditangani.
3
tanda-tanda birahi pada petugas medis veteriner yang bertanggung jawab di area
tersebut. Petugas selanjutnya mengunjungi kandang peternak dan memeriksa rekam
medis ternak yang dilaporkan terlebih dahulu, seperti waktu inseminasi terakhir dan
partus terakhir. Gejala birahi akan dikonfirmasi lagi oleh petugas untuk memastikan
ternak berada dalam waktu yang optimal untuk dilakukan inseminasi. Pemeriksaan
yang dilakukan meliputi observasi tanda klinis khas estrus, seperti vulva yang
membengkak (oedem), kemerahan, dan mengeluarkan discharge mukus, ekor yang
cenderung terangkat, hingga palpasi perektal untuk memeriksa kondisi organ
reproduksi interna, seperti serviks, uterus, dan ovarium.
Persiapan inseminasi dimulai dengan preparasi alat dan bahan. Petugas
mengeluarkan straw semen beku dari dalam termos yang berisi nitrogen cair,
kemudian dilakukan thawing selama 30 detik hingga 1 menit menggunakan air
bersih yang tersedia di kandang. Straw semen kemudian dikeringkan dan
dimasukkan ke dalam IB gun dengan posisi sumbat pabrik menghadap inseminator.
Sumbat lab lalu dipotong menggunakan gunting, plastic sheath dipasangkan pada
IB gun, dan IB gun siap dilaksanakan.
Total 112
4
CR secara tidak langsung menunjukkan fertilitas sapi dan efektifitas pelaksanaan
inseminasi oleh petugas. Nilai CR ideal pada negara maju berkisar 60-75%,
sedangkan di Indonesia notabene masih sekitar 50% (Raharja et al. 2018).
Tabel 2. Hasil evaluasi program inseminasi buatan (IB) di KPBS Pangalengan per
Maret 2022
Parameter Evaluasi Nilai
Service per Conception (S/C) 1,65
5
Tabel 3. Rekapitulasi hasil pemeriksaan kebuntingan
Nama
JPP KPL Literatur
Mahasiswa
Loy Weng Kei 1 2 bulan (Asimetris Cornua uteri asimetris, ukuran
cornua uteri) kantong amnion berkisar 6-7 cm,
uterus masih di dalam rongga pelvis,
fetus sudah dapat dipalpasi, ukuran
fetus berkisar 5-6 cm dan terasa
mengambang di dalam cairan amnion
(ballottement), diameter uterus
bunting 6-8 cm*
1 3 bulan (Asimetris Dapat dirasakan adanya membran
cornua uteri, teraba slip, uterus mulai masuk rongga
kantung amnion dan abdomen, kotiledon sudah dapat
kotiledon kecil) diraba dan berukuran 2-2,5 cm,
ukuran diameter arteri uterina 0,3-0,5
cm, diameter uterus bunting 10-12
cm*
1 6 bulan (Fetus Cornua uteri sudah sulit untuk
teraba, fremitus a. dipegang dikarenakan uterus sudah di
uterina media dalam rongga abdomen, ukuran fetus
berdesir kuat) 50-60 cm, fetus memberikan respon
pada saat kaki atau hidung disentuh,
fremitus jelas teraba, diameter arteri
uterina 1 cm , ukuran kotiledon 3 cm*
1 9 bulan (Fetus telah Fetus sudah masuk ke jalan kelahiran,
memasuki jalur ukuran fetus 70-95 cm, diameter arteri
kelahiran dengan uterina 2 cm*
situs longitudinal
anterior)
Attin Qurattu A 1 2 bulan (Asimetris Cornua uteri asimetris, ukuran
Yun cornua uteri) kantong amnion berkisar 6-7 cm,
uterus masih di dalam rongga pelvis,
fetus sudah dapat dipalpasi, ukuran
fetus berkisar 5-6 cm dan terasa
mengambang di dalam cairan amnion
(ballottement), diameter uterus
bunting 6-8 cm*
1 6 bulan (Teraba Cornua uteri sudah sulit untuk
karunkula dan dan dipegang dikarenakan uterus sudah di
fetus, desiran A. dalam rongga abdomen, ukuran fetus
uterina media) 50-60 cm, fetus memberikan respon
pada saat kaki atau hidung disentuh,
fremitus jelas teraba, diameter arteri
uterina 1 cm , ukuran kotiledon 3 cm*
1 9 bulan (fetus telah Fetus sudah masuk ke jalan kelahiran,
memasuki jalur ukuran fetus 70-95 cm, diameter arteri
kelahiran dengan uterina 2 cm*
situs longitudinal
anterior)
Rifa Nadila 2 2 bulan (Asimetris Cornua uteri asimetris, ukuran
dan fluktuasi cornua kantong amnion berkisar 6-7 cm,
6
uteri) uterus masih di dalam rongga pelvis,
fetus sudah dapat dipalpasi, ukuran
fetus berkisar 5-6 cm dan terasa
mengambang di dalam cairan amnion
(ballottement), diameter uterus
bunting 6-8 cm*
2 3 bulan (Asimetris Dapat dirasakan adanya membran
cornua uteri, teraba slip, uterus mulai masuk rongga
kantung amnion dan abdomen, kotiledon sudah dapat
kotiledon kecil) diraba dan berukuran 2-2,5 cm,
ukuran diameter arteri uterina 0,3-0,5
cm, diameter uterus bunting 10-12
cm*
1 6 bulan (Fetus Cornua uteri sudah sulit untuk
teraba, fremitus a. dipegang dikarenakan uterus sudah di
uterina media dalam rongga abdomen, ukuran fetus
berdesir kuat) 50-60 cm, fetus memberikan respon
pada saat kaki atau hidung disentuh,
fremitus jelas teraba, diameter arteri
uterina 1 cm , ukuran kotiledon 3 cm*
2 9 bulan (fetus telah Fetus sudah masuk ke jalan kelahiran,
memasuki jalur ukuran fetus 70-95 cm, diameter arteri
kelahiran dengan uterina 2 cm*
situs longitudinal
anterior, ada refleks
menendang)
Felicia Rizal 2 2 bulan (Asimetris Cornua uteri asimetris, ukuran
Putri cornua uteri) kantong amnion berkisar 6-7 cm,
uterus masih di dalam rongga pelvis,
fetus sudah dapat dipalpasi, ukuran
fetus berkisar 5-6 cm dan terasa
mengambang di dalam cairan amnion
(ballottement), diameter uterus
bunting 6-8 cm*
2 6 bulan (Fetus Cornua uteri sudah sulit untuk
teraba, fremitus a. dipegang dikarenakan uterus sudah di
uterina media dalam rongga abdomen, ukuran fetus
berdesir kuat) 50-60 cm, fetus memberikan respon
pada saat kaki atau hidung disentuh,
fremitus jelas teraba, diameter arteri
uterina 1 cm , ukuran kotiledon 3 cm*
1 9 bulan (fetus telah Fetus sudah masuk ke jalan kelahiran,
memasuki jalur ukuran fetus 70-95 cm, diameter arteri
kelahiran dengan uterina 2 cm*
situs longitudinal
anterior)
Feri Irawan 1 2 bulan (Asimetris Cornua uteri asimetris, ukuran
cornua uteri) kantong amnion berkisar 6-7 cm,
uterus masih di dalam rongga pelvis,
fetus sudah dapat dipalpasi, ukuran
fetus berkisar 5-6 cm dan terasa
mengambang di dalam cairan amnion
7
(ballottement), diameter uterus
bunting 6-8 cm*
2 3 bulan (Asimetris Dapat dirasakan adanya membran
cornua uteri, teraba slip, uterus mulai masuk rongga
kantung amnion dan abdomen, kotiledon sudah dapat
kotiledon kecil) diraba dan berukuran 2-2,5 cm,
ukuran diameter arteri uterina 0,3-0,5
cm, diameter uterus bunting 10-12
cm*
1 6 bulan (Fetus Cornua uteri sudah sulit untuk
teraba, fremitus a. dipegang dikarenakan uterus sudah di
uterina media dalam rongga abdomen, ukuran fetus
berdesir kuat) 50-60 cm, fetus memberikan respon
pada saat kaki atau hidung disentuh,
fremitus jelas teraba, diameter arteri
uterina 1 cm , ukuran kotiledon 3 cm*
2 9 bulan (fetus telah Fetus sudah masuk ke jalan kelahiran,
memasuki jalur ukuran fetus 70-95 cm, diameter arteri
kelahiran dengan uterina 2 cm*
situs longitudinal
anterior, ada refleks
menendang)
Keterangan:
JPP : Jumlah palpasi perektal
KPL : Keterangan petugas lapang
*(Whittier 2013)
8
Tabel 4. Pelayanan Penanganan Prepartus dan Postpartus
No Nama Pre partus Post partus Penanganan
Mahasiswa (ekor) (ekor)
9
LAPORAN KASUS 1 : RETENSIO PLASENTA
Etiologi
Gangguan reproduksi merupakan penyebab utama dari penurunan
produktivitas dan efektivitas ternak sapi. Adapun salah satu gangguan reproduksi
yang dimaksud adalah retensio plasenta (Abdisa 2018). Definisi retensio plasenta
sangatlah beragam, namun secara garis besar retensio plasenta adalah keadaan
dimana plasenta tidak dapat dikeluarkan 8-48 jam post-partus (Biner et al. 2015)
(Jemal 2016) (Tucho dan Ahmed 2017). Pada sapi perah kejadian retensio plasenta
bisa mencapai 5-15% (Dervishi et al. 2016). Ada dua faktor yang mempengaruhi
pengeluaran plasenta. Faktor yang pertama adalah adanya pelepasan kotiledon
dengan karunkula. Faktor yang kedua adalah adanya kekuatan kontraksi uterus yang
cukup untuk melepaskan dan mengeluarkan plasenta. Bila ditemukan adanya
gangguan pada kedua faktor tersebut, maka akan terjadi retensio plasenta (Jakson
2004). Retensio plasenta dapat mengakibatkan gangguan kesehatan lebih lanjut
seperti inflamasi uterus, demam, penurunan berat badan, penurunan produksi susu,
perpanjangan calving interval, dan pada kasus berat dapat mengakibatkan kematian
pada sapi. Selain itu retensio plasenta juga dapat mengakibatkan sapi terinfeksi
Clostridium tetani yang umum dijumpai di dalam kandang (Hanafi et al. 2011).
Patogenesis
Elemen kunci pada mekanisme terjadinya retensio plasenta pada sapi
notabene berupa kegagalan terpisahnya perlekatan kotiledon-karunkula atau
plasentom tepat waktu setelah partus (Davies et al. 2004). Enzim kolagenase
ternyata memegang peranan penting terhadap proses ekspulsi plasenta pada sapi.
Peningkatan aktivitas kolagenase sendiri dipengaruhi oleh respon imun induk pada
periode partus, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
10
Kurangnya faktor kemotaksis pada plasentom menurunkan respon leukosit
dan neutrofil terhadap stimuli, sehingga aktivitas kolagenase yang berperan penting
dalam pemisahan kotiledon dan karunkula ikut menurun. Sapi dengan kondisi
imunosupresi dan keseimbangan energi negatif pada masa prepartum memiliki 80%
kecenderungan mengalami retensio plasenta (Tagesu dan Ahmed 2017). Penelitian
terbaru membuktikan bahwa kausa imunologis lebih berperan dari motilitas uterus
pada kejadian retensio plasenta, dimana sapi dengan kasus retensio diketahui
memiliki aktivitas uterus yang baik setelah partus (Frazer 2005).
Manajemen kesehatan dan nutrisi ternak berkontribusi besar terhadap
potensi kejadian retensio plasenta. Ternak yang defisiensi nutrisi, terutama pada 6
hingga 8 minggu sebelum partus, berisiko mengalami retensio tidak hanya melalui
gangguan imun, namun juga penurunan kontraktilitas uterus yang dipengaruhi oleh
profil hormonal dan kadar kalsium dalam darah (Fricke 2001). Faktor mekanik
seperti distokia dan bobot lahir pedet juga dapat meningkatkan risiko retensio
plasenta. Pedet dengan bobot lahir tinggi cenderung menekan plasenta dan fetal
membran, sehingga perlekatan plasentom (kotiledon-karunkula) menjadi semakin
kuat dan plasenta semakin sulit dikeluarkan (Tagesu dan Ahmed 2017).
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik yang dilakukan menunjukkan heart rate 64 x/menit,
respiration rate 36 x/menit, dan suhu tubuh 39.8 °C. Pemeriksaan secara inspeksi
pada daerah vulva menunjukkan adanya darah dan plasenta yang menyembul keluar
yang berarti plasenta tertahan dan tidak dapat dikeluarkan. Sapi juga terlihat
merejan beberapa kali untuk mencoba mengeluarkan plasenta. Kondisi tersebut
telah berlangsung selama 12 jam yang diikuti dengan penurunan nafsu makan dan
demam.
11
tidak bisa terlihat, dalam kasus ini bisa dilakukan diagnosis dari cairan keluar yang
berbau busuk (Rajala and Grohn 1998). Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan
secara inspeksi, dan palpasi pervaginal, maka hewan kasus di diagnosis retensio
plasenta dengan prognosis fausta.
Terapi
Penanganan kasus retensio plasenta pada hewan kasus yakni dengan
pelepasan karunkula dan kotiledon secara manual (manual removal) melalui palpasi
pervaginal. Penanganan pada kasus retensio plasenta bertujuan untuk
menghilangkan sisa-sisa plasenta dari saluran reproduksi. Penanganan melalui
manual removal harus dilakukan kurang dari 72 jam post partus untuk menghindari
terjadinya infeksi dan infertilitas pada induk (Hardjopranjoto 1995). Setelah
plasenta berhasil dikeluarkan, selanjutnya diberikan pengobatan berupa antibiotik
dan anti inflamasi. Hewan kasus diberikan antibiotik Neo-Kotrimok® yang
mengandung sulfamethoxazole 800 mg dan trimethoprim 160 mg sebanyak 6 bolus
melalui rute intrauterine. Kombinasi sulfamethoxazole dan trimethoprim (Co-
trimoxazole) merupakan antibiotik yang umum digunakan untuk terapi retensio
plasenta pada sapi perah untuk mengeliminasi bakteri di uterus (Gilbert et al. 2002).
Sulfamethoxazole bersifat bakteriostatik, sedangkan trimethoprim bersifat
bakterisidal, sehingga kombinasi keduanya dapat meningkatkan spektrum kerja
antibiotik terhadap bakteri Gram-positif seperti Staphylococcus sp. dan bakteri
Gram-negatif seperti Enterobacteriaceae (Plumb 2011).
Gambar 3. Proses pengeluaran plasenta secara manual dan plasenta yang telah
dikeluarkan
12
(NSAID) yang digunakan sebagai terapi anti inflamasi akut dan kronis (Plumb
2011).
Penanganan terhadap kejadian retensio plasenta dapat dilakukan dengan
pemberian hormon. Preparat hormon yang umum digunakan dalam pengobatan
retensi plasenta, yaitu prostaglandin dan oksitosin. Hormon tersebut berperan dalam
kontraksi uterus, sehingga dapat menjadi alternatif pengobatan terhadap kejadian
retensio plasenta akibat atonia uteri. PGF2α tidak menyebabkan lepasnya karunkula
dan kotiledon, tetapi dapat meningkatkan performa reproduksi pada sapi
postpartum awal (Youngquist dan Threlfall 2007). Namun, banyak penelitian yang
tidak mendukung penggunaannya sebagai pengobatan pada kejadian retensio
plasenta (Yusuf 2016).
13
LAPORAN KASUS 2 : MUMIFIKASI FETUS
Etiologi
Mumifikasi fetus merupakan peristiwa kematian fetus dalam kondisi tidak
ada oksigen dan mikroorganisme, sehingga fetus terlihat menyusut dan kering
akibat dehidrasi fetal fluid selama proses mumifikasi (Hatta 2022). Mumifikasi
umumnya terjadi pada usia kebuntingan di atas 70 hari atau jika osifikasi fetus telah
sempurna. Fetus yang mati pada usia kebuntingan di bawah 70 hari atau masih pada
masa embrio berpotensi masih dapat diserap kembali oleh tubuh induk, sehingga
mumifikasi belum dapat terjadi. Mumifikasi sendiri dilaporkan sering terjadi antara
bulan ke-3 dan ke-8 kebuntingan (Lefebvfre 2015). Fetus yang mati tanpa inisiasi
kelahiran dapat menyebabkan corpus luteum (CL) menjadi persisten atau tidak
mengalami regresi, sehingga kebuntingan tetap dipertahankan akibat keberadaan
progesteron yang masih dihasilkan oleh CL (Arifianto et al. 2021).
Beberapa spesies yang pernah dilaporkan mengalami mumifikasi fetus,
antara lain sapi dan kerbau (bovine), babi, kambing, domba, kuda, anjing, serta
kucing. Etiologi mumifikasi fetus dapat berasal dari kausa infeksius (patogen),
maupun kausa non-infeksius, seperti faktor mekanik dan genetik. Vikram et al.
(2020) menyebutkan bahwa kausa infeksius yang berisiko menyebabkan
mumifikasi fetus pada sapi dan kerbau meliputi Campylobacter fetus, Leptospira
spp., Neospora caninum, kapang, enterovirus, serta virus BVD-MD. Faktor
mekanik yang dapat memicu mumifikasi fetus, antara lain tosio umbilikal, torsio
uteri, abnormalitas plasenta (defek atau hemoragi). Defisiensi energi dan protein
serta profil hormon induk yang abnormal pada usia kebuntingan 90—120 hari juga
dapat memicu kondisi ini. Berbagai penelitian juga melaporkan adanya faktor
genetik pada kejadian mumifikasi fetus, seperti abnormalitas kromosom dan
defisiensi uridine monophosphate synthase (DUMPS) yang esensial bagi
kebuntingan. Plumlee et al. (1992) juga melaporkan potensi toksik tanaman Pieris
japonica atau pohon andromeda terhadap kebuntingan hewan setelah diketahui
menyebabkan banyak kasus mumifikasi fetus pada kambing dan domba.
Mumifikasi dapat berkembang menjadi kejadian maserasi jika terjadi kegagalan
pengeluaran fetus, inertia uteri, hingga infeksii mikroorganisme, sehingga harus
segera ditangani dengan tepat (Arifianto et al. 2021).
Patogenesa
Mumifikasi fetus merupakan kematian fetus yang disebabkan oleh beberapa
faktor seperti seperti bovine viral diarrhea (BVD), leptospirosis, torsio uteri, torsio
umbilical, anomali genetik. Fetus yang mengalami mumifikasi memiliki ciri khas
konsistensi keras, kaku dengan tulang yang telah terbentuk sempurna, cairan
amnion menghilang dan kulit tak berkeratin (Krishan 2015). Mumifikasi dimulai
dari kematian pada fetus yang menyebabkan karunkula sebagai penghubung antara
fetus dan induk juga ikut mati dan mengalami autolisis (Kumar and Saxena 2018).
Cairan amnion akan langsung diserap oleh induk setelah fetus mati. Penyerapan
tersebut juga dipermudah karena kulit fetus tidak memiliki keratin sehingga
kehilangan cairan tubuh fetus lebih cepat (Hubbet 1974). Tipe mumifikasi yang
14
ditemukan pada kasus tersebut merupakan tipe hematik dimana fetus tampak
diselubungi oleh selaput berwarna coklat akibat dari lisisnya karunkula.
Pemeriksaan Klinis
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa sapi memiliki suhu 38,5 oC,
respiration rate 44 kali/menit, dan heart rate 76 kali/menit. Hasil palpasi perektal
menunjukkan tidak adanya pergerakan fetus, tidak ada fremitus, dan teraba massa
keras pada uterus. Selain itu, kotiledon serta fetal fluid tidak ditemukan dan tidak
diraba sewaktu palpasi perektal dilakukan. Hasil palpasi pervaginal juga dilakkukan
dan hasilnya menunjukkan kondisi serviks yang tertutup.
Gejala Klinis
Secara umum gejala klinis pada kasus mumifikasi sapi seringkali tidak
terlihat. Korpus luteum akan tetap bertahan di ovarium karena tidak ada fetus untuk
mengajukan partus serta tidak ada respons inflamasi. Oleh itu, tidak akan ada
discharge dari vagina serta tanda-tanda estrus tidak akan diaamati. Gejala yang
paling ternyata adalah abdomen akan diaamati relatif kecil untuk tahap partus
tertentu. Sekiranya tanda-tanda partus tidak diaamati, rektal palpasi akan dilakukan.
Hasil palpasi pada mumifikasi adalah seperti uterus relatif kecil, kekurangan cairan
(fetal fluid), massa fetus inert, keras dan tidak teratur, tidak ada kotiledon, arteri
uetrina kecil dan fremitus tidak dapat dirasa serta ovarium yang mengandung
korpus luteum masih teraba (Chaudhary et al. 2010). Selain dari rektal palpasi,
diagnosis mumifikasi juga dapat dikonfirmasi dari hasil ultrasonagrafi (USG). Hasil
15
ultrasonagrafi menunjukkan adanya berkurangnya cairan plasenta, massa padat
yang tidak bergerak serta tidak adanya detak jantung fetus (Jyoti et al. 2019).
Terapi
Terapi yang digunakan pada kasus lapang adalah dengan injeksi PGF2α
(Luteosyl®) sebanyak 6 ml dan vitamin B12 (Biopros®) sebanyak 10 ml secara IM.
Menurut Krishan (2015) umumnya penanganan kasus mumifikasi fetus dapat
dilakukan dengan injeksi PGF2α. Fungsi dari PGF2α adalah untuk melisiskan
corpus luteum, serta dapat meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin
(Safdar dan Kor 2014) (Jenkin 1992). Oksitosin berfungsi meningkatkan kontraksi
uterus sehingga fetus dapat dikeluarkan (Lestari dan Ismudiono 2014). Vitamin B12
berperan sebagai koenzim yang dibutuhkan dalam proses pembentukan energi
(Shils et al. 2006), sedangkan ATP berfungsi sebagai sumber energi dan molekul
sinyal bagi reaksi metabolisme di dalam sel. Prosedur intervensi dengan operasi
caesar dapat dilakukan jika prosedur terapi mumifikasi fetus tidak dapat dilakukan
(Azizunnesa et al. 2010).
16
ARSHI Veterinary Letters
ABSTRACT: Lumpy skin disease (LSD) merupakan penyakit yang utamanya menyerang sapi (Bos indicus dan Bos taurus),
kerbau, dan hewan liar diakibatkan oleh infeksi virus golongan poxvirus dengan genus Capripoxvirus. Seekor pedet berusia 3
bulan dengan ras Friesian Holstein (FH), menderita LSD dengan gejala demam, ditemukan nodul sebesar 2-5 cm pada bagian
leher, kepala, dan kaki yang telah berlangsung selama 2 hari. Terapi yang diberikan berupa suportif untuk meredakan gejala,
yaitu pemberian Sulpidon® dengan rute intramuskular sebanyak 10 ml dan Bioprost® dengan rute intramuskular sebanyak 10
ml. Setelah pemberian terapi, nafsu makan hewan mulai kembali dan gejala yang timbul membaik.
SIMPULAN
18
© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia)
ARSHI Veterinary Letters
ABSTRACT: Mastitis merupakan penyakit yang paling umum ditemukan pada sapi perah. Berdasarkan gejala klinisnya
mastitis terbagi menjadi 2 yaitu, mastitis klinis dan subklinis. Seekor sapi betina berusia 5 tahun dengan ras Friesian Holstein
(FH). menderita mastitis klinis dengan gejala pembengkakkan ambing, konsistensi ambing keras, susu memiliki konsistensi
kentar dan berwarna kekuningan. Terapi yang diberikan adalah dengan injeksi Tolfedine® dengan rute intravena (IV) sebanak
10 ml dan Procaben-LA® dengan rute intramuskular (IM) sebanyak 10 ml.
SIMPULAN
ABSTRACT: Abses merupakan rongga yang berisi nanah (pus) dan dikelilingi dengan jaringan inflamasi yang terbentuk dari
hasil infeksi yang terlokalisasi. Kejadian abses dapat disebabkan proses infeksi (bakteri atau parasit) atau bahan asing (serpihan,
luka benturan, jarum suntik). Penanganan abses pada hewan kasus dilakukan dengan drainase dan flushing dengan NaCl
fisiologis, kemudian terapi yang dapat diberikan, yaitu CotrimoxazoleⓇ sebanyak 7 tablet dimasukkan ke dalam rongga abses,
Prodryl InjⓇ sebanyak 10 ml dan Biopros TP InjⓇ sebanyak 10 ml secara intramuscular (IM).
KASUS
SIMPULAN
ABSTRACT: Pneumonia merupakan salah satu penyakit pernapasan sapi yang melibatkan peradangan paru-paru. Umunya,
pneumonia pada sapi disebabkan oleh kombinasi virus dan bakteri serta aspirasi benda asing. Seekor sapi Friesian Holstein
(FH) dilaporkan sering menunjukkan gejala batuk dan sesak nafas. Pada Minggu 6 April 2023 peternak melaporkan bahwa gejala
batuk sapi bertambah parah dan nafsu makan menurun. Terapi yang diberikan berupa injeksi ADE-plex®, Biopros TP® dan
Interflox® sebanyak 10 ml dengan rute intramuskular.
ABSTRACT: Left displaced abomasum (LDA) merupakan salah satu gangguan non-infeksius yang paling sering ditemukan
pada sapi perah. Kasus ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi akibat penurunan produksi susu hingga risiko culling jika
tidak segera ditangani dengan baik. Sapi Friesian-Holstein berumur 6 tahun milik salah satu peternak di KPBS Pangalengan
dilaporkan mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan produksi susu selama 2 hari. Hasil pemeriksaan klinis
menunjukkan adanya ping sound atau suara timpani saat dilakukan perkusi pada intercostae 11-13 bagian kiri. Sapi kemudian
didiagnosis mengalami LDA dengan prognosis fausta. Terapi yang dilakukan berupa bedah laparotomi flank kanan (right flank
laparotomi) dengan teknik fiksasi omentopexy. Obat-obatan post-operasi yang diberikan berupa injeksi Procaben (Penicillin-G)
(1 m/kgBB) IM, Bioprost-TP IM (15-20 ml/ekor), serta Tolfedine IM (2 mg/kgBB atau 1 ml/20 kgBB). Penanganan kasus
dinyatakan berhasil saat tidak ada laporan atau keluhan kembali dari peternak hingga 2-3 minggu kemudian terkait deteriorasi
kondisi sapi, gejala komplikasi, atau pengulangan kasus (recurrence) pada sapi yang telah ditangani.
Kata kunci: Displaced abomasum, abomasum volvulus, right paralumbar fossa abomasopexy, Friesian Holstein
PENDAHULUAN diketahui lebih umum terjadi daripada dislokasi ke kanan (RDA),
dengan rasio LDA : RDA 2,5:1 hingga 7:1. Manajemen nutrisi
Dislokasi abomasum adalah kondisi di mana abomasum
dan tuntutan metabolisme diduga menjadi penyebab utama faktor
berpindah dari posisi normalnya ke regio kiri (Left Displaced
predisposisi ini. Sapi betina memiliki tuntutan energi yang lebih
Abomasum/LDA) maupun kanan (Right Displaced
tinggi untuk mempertahankan kesehatan dan tingkat laktasinya.
Abomasum/RDA) rongga abdomen dengan disertai akumulasi
Beberapa faktor predisposisi yang diketahui memicu kejadian
cairan dan/atau gas. Omentum notabene menggantung abomasum
LDA pada sapi betina, antara lain kebuntingan atau periode post-
dengan longgar di rongga abdomen, sehingga posisinya dapat
partus, hipokalsemia, hingga penyakit infeksius seperti mastitis,
dengan mudah tergeser (displasia) atau terpuntir (volvulus).
metritis, dan endometritis (Tschoner et al. 2022). Bentuk tubuh
Organ rumen biasanya ikut turun hingga semakin menjebak
juga dapat berperan, karena kedalaman dan kontur perut pada sapi
abomasum pada posisi abnormal tersebut (Coppock 1974).
perah telah berubah selama 70 tahun terakhir, menghasilkan jarak
Dislokasi abomasum sendiri merupakan salah satu kasus non-
yang lebih jauh antara badan abomasal ventral dan duodenum
infeksius yang paling umum terjadi pada sapi perah, terutama sapi
(Muller 2011). Sapi yang mengalami LDA cenderung mengalami
perah dengan tingkat laktasi atau tingkat produksi tinggi (Erol et
penurunan nafsu makan, penurunan produksi susu, hingga risiko
al. 2020).
komplikasi dan culling jika tidak segera ditangani dengan baik.
Kejadian Left Displaced Abomasum (LDA) diketahui lebih
Manajemen pakan, manajemen kesehatan post-partus, serta
umum terjadi pada sapi perah daripada Right Displaced
deteksi dini dan penanganan yang tepat diperlukan untuk
Abomasum (RDA) atau abomasal volvulus (AV). Kasus ini dapat
meminimalisasi risiko kerugian akibat LDA.
menyebabkan kerugian ekonomi akibat peningkatan biaya
perawatan, penurunan produksi susu, hingga risiko culling yang KASUS
lebih tinggi pada kasus yang tidak ditangani dengan baik (Winden
dan Kuiper 2003). Sekitar 85% sampai 91% kasus LDA terjadi Sinyalemen: Sapi Friesian Holstein (FH) berwarna
pada 6 minggu pertama setelah melahirkan. Etiologi LDA dapat hitam-putih,berjenis kelamin betina, BCS 2, berumur 6 tahun,
bersifat multifaktorial. Beberapa faktor risiko yang dapat memicu dan sudah 3 kali laktasi. Anamnesa: Sapi tidak mau makan
kejadian LDA, antara lain manajemen nutrisi, manajemen dari dua hari sebelum kasus dilaporkan pada dokter hewan,
prepartum, komposisi bahan pakan, keseimbangan energi negatif, nafsu makan menurun secara signifikan, produksi susu
hipokalsemia, produksi gas, dan hipomotilitas abomasum menurun. Pemeriksaan klinis: Suhu tubuh 38.9oC, frekuensi
(Tschoner et al. 2022). detak jantung 76 x/menit, dan frekuensi nafas 40 x/menit. Saat
Sapi perah tercatat jauh lebih sering mengalami kasus dilakukan perkusi dan auskultasi pada intercostae 11-13 kiri,
dislokasi jika dibandingkan dengan sapi potong. Muller (2011) ditemukan ping sound yang berupa suara seperti piring atau
menyebutkan bahwa insiden dislokasi abomasum tahunan di kaleng yang diketuk. Status present: Gizi dan perawatan sapi
seluruh dunia pada sapi berkisar antara 0,05 hingga 5,8 persen. cukup, temperamen tenang, habitus atau sikap kaki adalah
Kondisi ini lebih sering terjadi pada sapi perah betina dewasa dapat berdiri dengan ke 4 kakinya. Gejala klinis: Penurunan
dibandingkan hewan atau pedet jantan. Pada sapi jantan dan nafsu makan, temuan ping sound pada abdomen kiri.
pedet, rasio dislokasi ke sisi kiri (LDA) dan ke sisi kanan (RDA) Diagnosa: Left Displaced Abomasum. Prognosa: Fausta.
kira-kira sama. Namun, pada sapi betina, dislokasi sisi kiri (LDA) Terapi: Tindakan bedah laparotomi flank kanan
Abdisa T. 2018. Mechanism of retained placenta and its treatment by plant medicine
in ruminant animals in Oromia, Ethiopia. JVMAH. 10(6): 135–147.
Abrar M, I Wayan TW, Bambang PP, Mirnawati S, Fachriyan HP. 2012. Isolasi
dan karakterisasi hemaglutinin Staphylococcus aureus penyebab mastitis
subklinis pada sapi perah. Jurnal Kedokteran Hewan. 6(1): 16-21.
Abutarbush S, Ababneh M, Al Zoubi I, Al Sheyab O, Al Zoubi M, Alekish M, Al
Gharabat R. 2015. Lumpy skin disease in Jordan: disease emergence,
clinical signs, complications and preliminary-associated economic losses.
Transbound Emerg Dis. 62:549–554.
Agustiadi F. 2017. Penanganan kasus left displasia abomasum dengan metodeh
bedah right flank omentopexy pada sapi perah di Kecamatan Kertasari
Kabupaten Bandung Selatan [skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Aiello. 2000. The Merck Veterinary Manual. Edisi ke-8. USA: Whitehouse station.
Andrews AH, Blowey RW, Boyd H, Eddy RG. 2004. Bovine Medicine and
Husbandry of Cattle. 2nd Edition. Oxford (GB): Blackwell Science.
Anil TSV, Durga AK. 2021. Antibiotic versus no antibiotic approach in the
management of lumpy skin disease (LSD) in cattle. J. Entomo. Zool. Stud.
9(1): 1612–1614.
Annandale CH, Holm DE, Ebersohn K, Venter EH. 2013. Seminal trans-mission of
lumpy skin disease virus in heifers. Transbound Emerg Dis. 61:443–448.
Apley MD. 1994. Ancillary therapy for bovine respiratory disease. Journal Animal
Disease. 7(4): 345-348.
Arifianto D, Priyo TW, Setyawan EMN, Purnomo A, Adji D, Yuriadi. 2021.
Hematologi rutin sapi peranakan ongole yang mengalami mumifikasi fetus.
ARSHI Vet Lett. 5(1): 5-6.
Azizunnesa, Sutradhar BC, Das BC, Hossain MF, Faruk MO. 2010. A case study
on mummified foetus in a heifer. Univ J Zool Rajshahi Univ. 28(1): 61–63.
Babiuk S, Bowden TR, Parkyn G, Dalman B, Manning L, Neufeld J, Embury-Hyatt
C, Copps J, Boyle DB. 2008. Quantification of lumpy skin disease virus
following experimental infection in cattle s. Transboundary and Emerging
Diseases. 55(7):299-307.
Barlow J. 2001. Mastitis therapy and antimicrobial susceptibility: a multispecies
review with a focus on antibiotic treatment of mastitis in dairy cattle. J
Mammary Gland Biol Neoplasia. 16(4): 383-407.
Batra P, Deo V, Mathur P, Gupta AK. 2017. Cotrimoxazole, a wonder drug in the
era of multiresistance: Case report and review of literature. Journal of
Laboratory Physicians. 9(3): 210-213.
Beard PM. 2016. Lumpy skin disease: a direct threat to Europe. Veterinary Record.
178(22): 557–558.
Biner B, Bischoff M, Klarer F, Suhner F, Hüsler J, Hirsbrunner G. 2015. Treatment
of retained fetal membranes: Comparison of the postpartum period after
routine treatment or routine treatment including an additional
phytotherapeutic substance in dairy cattle in Switzerland. J Vet Med. 5(04):
93–99.
Boden E. 2005. Black’s Veterinary Dictionary 21st. London: A&C Black.
29
Boosman R, Nemeth F, Gruys. 1991. Bovine laminitis: clinical aspects, pathology
and pathogenesis with reference to acute equine laminitis. The Veterinary
Quarterly. 13(3): 163-171.
Bradley AJ, Green MJ. 2004. The importance of the nonlactating period in the
epidemiology of intramammary infection and strategies for prevention. Vet
Clin North Am-Food Anim Pract. 20: 547- 568.
Caswell JL, Archambault M. 2007. Mycoplasma bovis pneumonia in cattle. Animal
Health Research Reviews. 8(2): 161-186.
Chayrunnisa A, Maghfiroh K, Priabudiman Y. 2020, Penanganan penyakit radang
paru (pneumonia) pada pedet pra sapih (anweaner) di Terbanggi Besar,
Lampung Tengah. Jurnal Peternakan Terapan. 2(1): 11-15.
Constable, P. D., K. W. Hinchcliff, S. H. Done, and W. Grünberg. 2017. Diseases
of the abomasum. Pages 501–523 in Veterinary Medicine: A Textbook of
the Diseases of Cattle, Horses, Sheep, Pigs, and Goats. 11th ed. Elsevier, St
Louis, MO.
Coppock CE. 1974. Displaced abomasum in dairy cattle: Etiological factors. 57(8):
Journal of Dairy Science. 926-933.
Craft N. 2012. Superfisisal Cutaneous Infectious and Pyoderma. Di dalam:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th. Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, editor. New York.: McGraw Hill Medical.
Dahong F. 2009. Abses dentogen subkutan. Dentofasial. 8(2):69-73.
Davies CJ, Hill JR, Edwards JL, Schrick FN, Fisher PJ, Eldridge JA. 2004. Major
conception rate and histocompatibility antigen expression on the bovine
placenta: Its relationship to abnormal pregnancies and retained placenta.
Animal Reproduction Science. 82-83: 267-280.
DeLeo FR, Diep BA, Otto M. 2009. Host defense and pathogenesis in
Staphylococcus aureus infections. Infect Dis Clin North Am. 23(1): 17-34.
Dervishi E, Zhang G, Hailemariam D, Dunn SM, Ametaj BN. 2016. Occurrence of
retained placenta is preceded by an inflammatory state and alterations of
energy metabolism in transition dairy cows. J Anim Sci Biotechnol. 7(26).
Dhillon KS, Kaur SJ, Gupta M. 2020. A case report on aspiration pneumonia in a
cow. Journal of Entomology and Zoology Studies. 8(3): 186-188.
Divers TJ, Peek SF. 2018. Rebhun’s Diseases of Dairy Cattle Third edition. St.
Louis (MO): Elsevier Health Sciences.
Divers TJ. 2008. Respiratory diseases. Rebhun's diseases of dairy cattle. 79.
Du Preez JH. 2000. Bovine mastitis therapy and why it fails. J S Afr Vet Assoc.
71(3): 201-208.
Ekawati ER, Husnul SNY, Herawati D. 2018. Identifikasi kuman pada pus dari luka
infeksi kulit. Jurnal Sains Health. 1(2) : 31-35.
Erol H, Erol M, Izci C. Effects of pain and nonsteroid anti-inflammatory drugs
(NSAIDS) after abomasal displacement operations of cattle. Large Animal
Review. 26: 213-220.
Fernández M, Ferreras MC, Giráldez FJ, Benavides J, Pérez V. 2020. Production
significance of bovine respiratory disease lesions in slaughtered beef cattle.
Animals. 10(10): 1-6.
Feyisa AF. 2018. A case report on clinical management of lumpy skin disease in
bull. J. Vet. Sci. Technol. 9(3): 538.
30
Frazer GS. 2005. A rational basis for therapy in the sick postpartum cow. Veterinary
Clinics of North America: Food Animal Practice. 21(2): 523-568.
Fricke PM. 2001. Twinning in dairy cattle. The Professional Animal Scientist.
17(2): 61-67.
Garry F, McConnel C. 2009. Indigestion in ruminants. in: Smith B. Large animal
internal medicine. 4th edition. Elsevier, St Louis (MO): 828-830.
Gilbert, Ekman T dan Esteras 0. 2002. Retained Fetal Placenta and Dry Cow
Therapy. J. Vet Med. (10-11): 277-282.
Gogoi-Tiwari J, Williams V, Waryah CB, Costantino P, Al-Salami H, Mathavan S,
Wells K, Tiwari HK, Hegde N, Isloor S, Al-Sallami H, Mukkur T. 2017.
Mammary gland pathology subsequent to acute infection with strong versus
weak biofilm forming Staphylococcus aureus bovine mastitis isolates: A
pilot study using non-invasive mouse mastitis model. PLoS ONE. 12(1).
González-Martín JV, Pérez-Villalobos N, Baumgartner W, Astiz S. 2019. An
investigation into the development of right displaced abomasum by rolling
268 dairy cows with left displaced abomasum. Journal of Dairy Science.
102(12): 11268–11279.
Guyassa C. 2022. Epidemiology and diagnostic methods of lumpy skin disease: a
short review. Int J Vet Sci Res. 8(2): 64-70.
Haile-Mariam M, Carrick MJ, Goddard ME. 2008. Genotype by environment
interaction for fertility, survival, and milk production traits in
Australian dairy cattle. J Dairy Sci. 91:4840–4853.
Hanafi EM, Ahmed WM, El Khadrary HH, Zabaal MM. 2011. An overview on
placental retention in farm animals. MEJSR. 7(5): 643–651.
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya(ID): Airlangga
University Press.
Hassan N, Parrah JD, Hamadani H, Ganie RA, Khurshid. 2019. Management of
large subcutaneous abscess in a dairy cow. Journal of Pharmacognosy and
Phytochemistry. 8(1): 1652-1653.
Hatta AIM. 2022. maserasi fetus pada kucing di klinik hewan pendidikan
Universitas Hasanuddin [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.
Hattab J, Abbate JM, Castelli F, Lanteri G, Iaria C, Marruchella G. 2022. Aspiration
Pneumonia with Prominent Alveolar Mineralization in a Dairy Cow.
Veterinary Sciences. 9(3): 128.
Hossain M, Paul S, Hossain M, Islam M, Alam M. 2017. Bovine mastitis and its
therapeutic strategy doing antibiotic sensitivity test. Austin J Vet Sci Anim
Husb. 4: 1030.
Insani LR. 2019. Studi kasus kejadian left displacement of abomasum pada sapi
perah di KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung tahun 2014–2018
[skripsi]. Bogor (ID): IPB University.
Islam MS, Rahman MM, Bhuiyan MMU, Shamsuddin M, Islam MM. 2016.
Efficacy of oxytetracycline, amoxicillin, sulfamethoxazole and
trimethoprim, and tylosin for the treatment of bacterial diseases in cattle and
goats. Bangladesh Journal of Veterinary Medicine. 14 (1): 47-51.
Islam SJ, Deka C, Sonowal PJ. 2021. Treatment and management of lumpy skin
disease in cow: A case report. Int. J. Vet. Sci. Anim. Husb. 6(2): 26–27.
Issimov A, Kutumbetov L, Orynbayev MB, Khairullin B. Myrzakhmetova B,
Sultankulova K, White PJ. 2020. Mechanical transmission of lumpy skin
31
disease virus by Stomoxys Spp (Stomoxys calsitrans, Stomoxys sitiens,
Stomoxys indica), Diptera : Muscidae. Animals. 10(3):477-488.
Jackson P. 2004. Handbook of Veterinary Obstetrics. Edinburg (UK): Saunders.
Jemal JY. 2016. A review on retention of placenta in dairy cattles. Int. J Vet Sci.
5(4): 200–207.
Jenkin G. 1992. Interaction between oxytocin and prostaglandin F2 alpha during
luteal regression and early pregnancy in sheep. Reprod Fertil Dev. 4(3):
321–328.
Juwita S, Mihrani, Agusriady, Handono A. 2021. Deteksi kebuntingan ternak sapi:
aplikasi test strip dairy cow pregnancy colloidal gold test strip. Jurnal Sains
Veteriner. 39(3): 287-292.
Khandy ZB. 2021. Management of large subcutaneous abscess in a dairy cow. Acta
Scientific Veterinary Sciences. 3(10): 72-74.
Khumar SM. 2011. An outbreak of lumpy skin disease in holstein dairy herd in
Oman: a clinical report. Asian Journal of Animal and Veterinary Advances.
6(8):851-859.
Krisan G. 2015. Successful management of mummified fetus in a heifer by
prostaglandin therapy and episiotomy. Veterinary Science Development.
5:5829.
Kumar A, Saxena A. 2018. Clinical management of fetal mummification in a cow:
a case report. Indian Vet J. 95(11): 81-82.
Lawhead J, Baker M. 2005. Introduction to Veterinary Science. Ford Atkinson
(WI): WD Hoards & Sons Company.
Lefebvre RC, Saint-Hilaire E, Morin I, Couto GB, Francoz D, Babkine M. 2009.
Retrospective case study of fetal mummification in cows that did not
respond to prostaglandin F2alpha treatment. Can Vet J. 50(1):71-76.
Lefebvre RC. 2015. Fetal mummification in the major domestic species: current
perspectives on causes and management. Vet Med (Auckl). 8(6): 233–244.
doi: 10.2147/VMRR.S59520.
Lojkic I, Simic I, Kresic N, Bedekovic T. 2018. Complete genome sequence of a
lumpy skin disease virus strain isolated from the skin of a vaccinated animal.
Genome Announcement. 6(22):1-2.
Makin M, Suharwanto D. 2012. Performa sifat-sifat produksi susu dan reproduksi
sapi perah Fries Holland di Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak. 12(2): 39-44.
Marogna G, Pilo, C, Vidili A, Tola S, Schianchi G, Leori SG. 2012. Comparison of
clinical findings, microbiological results, and farming parameters in goat
herds affected by recurrent infectious mastitis. Small Rumin Res. 102: 74-
83.
Morris JPA. 1931. Pseudo-urticaria. Northern Rhodesia Department of Animal
Health, Annual Report 1930.
Muller K. 2011. Diagnosis, treatment and control of left displaced abomasum in
cattle. Farm Animal Practice. 33: 470-481.
Nagaraja TG, Lechtenberg KF. 2007. Acidosis in feedlot cattle. Vet Clin North Am
Food Anim Pract. 23: 333-350.
Namazi F, Tafti AK. 2021. Lumpy skin disease, an emerging transboundary viral
disease: a review. Vet Med Sci. 7:888–896.
Newby N, Tucker CB, Pearl DL, LeBlanc S, Leslie KE, Keyserlink MAG, Duffield
TF. 2013. Short communication: A comparison of 2 nonsteroidal
32
antiinflammatory drugs following the first stage of a 2-stage fistulation
surgery in dry dairy cows. Journal of Dairy Science. 96(10): 6514-6519.
Niehaus AJ. 2008. Surgery of the abomasum. Veterinary Clinics of North
America: Food Animal Practice. 24(2): 349-358.
Noach F, Dana S, Mala R. 2019. The Application Of Expert System In Diagnosing
Scabies In Cattle. In Proceedings of the 1st International Conference on
Engineering, Science, and Commerce. Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur,
Indonesia.
Nuriski M, Wicaksono A, Basri, C. 2020. Distribusi Scabies pada peternakan sapi
potong di Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan: distribution of
scabies in beef cattle in Barru District, South Sulawesi. Jurnal Ilmu
Peternakan dan Veteriner Tropis. 10(2): 159-165.
[OIE] Office International des Epizooties. 2017. Manual of diagnostic tests and
vaccines for terrestrial animals, chapter 2.4.14, Lumpy skin disease
[Internet]. [accessed 17th March 2023]. Available from:
http://web.oie.int/eng/normes/MMANUAL/A_Index .htm.
Oman RE, Streeter RN, Reppert EJ, Chako CZ. 2016. Left displacement of the
abomasum in 4 beef calves. Journal of Veterinary Internal Medicine. 30(4):
1376–1380.
Peek SF, Divers TJ. 2018. Rebhun’s Diseases of Dairy Cattle-E-Book. Elsevier
Health Sciences.Goff. JP.
Pisestyani H, Lelana RA, Septiani YN. 2016. Teat length and lactation period as a
predisposition factor of subclinical mastitis in dairy cattle in Bandung,
Indonesia. Journal of Life Sciences. 10: 1-6.
Plumb DC. 2011. Plumb’s Veterinary Drug Handbook. 7th Ed. USA: PharmaVet.
Plumb DC. 2011. Veterinary Drug Handbook 7th Edition. Wisconsin (US):
PharmaVet Inc.
Plumlee KH, Van Alstine W, Sullivan JM. 1992. Japanese pieris toxicosis
of goats. Journal of Veterinary Diagnostic Investigation. 4(3): 363-364.
Prohl A Ostermann C, Lohr M, Reinhold P. 2014. The bovine lung in biomedical
research: visually guided bronchoscopy, intrabronchial inoculation and in
vivo sampling techniques. JoVE (Journal of Visualized Experiments. (89):
51557.
Purohit GN, Gaur M. 2011. Etiology, antenatal diagnosis and therapy of fetal
complications of gestation in large and small domestic ruminants.
Theriogenology Insight-An International Journal of Reproduction in all
Animals. 1(1): 43–62.
Radostits MO, Gray CC, Kenneth WH, Peter DC. 2006. Veterinary Medicine, A
Textbook of the Diseases of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses. London
(UK): Elsevier Health Sciences.
Radostits O, Gay C, Hinchcliff K, Constable P. 2006. Veterinary Medicine: A
Textbook of the Diseases of Cattle, Horses, Sheep, Pigs and Goats. Edisi
ke-10. St Louis (US): Elsevier Health Sciences.
Rialland P, Otis C, Courval ML, Mulon PY, Harvey D, Bichot S, Gauvin D,
Livingston A, Beaudry F, Helie P, Frank D, Castillo JRED, Troncy E. 2014.
Assessing experimental visceral pain in dairy cattle: A pilot, prospective,
blinded, randomized, and controlled study focusing on spinal pain
proteomics. Journal of Dairy Sciences. 97(4): 2118-2134.
33
Rouby S, Aboulsoud E. 2016. Evidence of intrauterine transmission of lumpy skin
disease virus. Vet J. l:193–195.
Roudebush P. and Sweeney CR. 1990. Thoracic percussion. Journal of the
American Veterinary Medical Association (USA).
Rudy. 2021. Analisis tingkat kejadian penyakit bedah pada sapi perah di KPSBU
Lembang, Jawa Barat periode tahun 2015-2019 [skripsi]. Bogor: IPB Press.
Russell RJ. 2011. Production Diseases of Dairy Animals. Delhi (IN): Satish Serial
Publishing House.
Safdar AHA, Kor NM. 2014.Parturition mechanisms in ruminants: A
complete overview. EJEB. 4(3): 211-218.
Sayed MH, Dahshan ME, HM Y. 2014. Study on Some Mycological, Mycoplasmal
and Bacteriological Causes of Pneumonia in Cattle. Zagazig Veterinary
Journal, 42(3): 198-207.
Sembada, P., Duteurtre, G., Moulin, C.-H., 2020. Livestock policy in
Indonesia: Case of the dairy subsector. Livest. Policy 11.
https://doi.org/DOI: 10.19182/agritrop/00143
Sendow I, Assadah NS, Ratnawati A, Dharmayanti NLPI, Saepulloh M. 2021.
Lumpy skin disease: ancaman penyakit emerging bagi status kesehatan
hewan nasional. WARTAZOA. 31(2):85-96.
Sharp CR, Rozanski EA. 2013. Physical examination of the respiratory system. Top
Companion Anim Med. 28:79-85.
Sidhu PK, Landoni MF, Lees P. 1995. Influence of marbofloxacin on the
pharmacokinetics and pharmacodynamics of tolfenamic acid in calves. J Vet
Pharmacol Therap. 28:109-119.
Siregar S. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan Perbandingan
Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta (ID): Kencana Prenadamedia Group.
Skrabanja ATP, Bouman EAC, Dagnelie PC. 2005. Potential value of adenosine 5′-
triphosphate (ATP) and aden- osine in anaesthesia and intensive care
medicine. British Journal of Anaesthesia. 94(5): 556–562.
Smith BP. 2009. Large Animal Internal Medicine. New York (US): Elsevier.
Soares BS, Melo DA, Motta CC, Marques VF, Barreto NB, Coelho SMO, Souza,
MMS. 2017. Characterization of virulence and antibiotic profile and agr
typing of Staphylococcus aureus from milk of subclinical mastitis bovine in
State of Rio de Janeiro. Arquivo Brasileiro de Medicina Veterinaria e
Zootecnia. 69(4): 843-850.
Stephen JE, Edward CF. Textbook of Internal Medicine. 7th ed. Saunders: Elsevier.
Subronto 2008. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Pr
Sudarwanto M, Sudarnika E. 2008. Hubungan antara pH susu dengan jumlah sel
somatik sebagai parameter mastitis subklinik. Media Peternakan. 31(2):
107-113.
Suprayogi A, Ihsan K, Ruhyana AY. 2019. Nilai fisiologis sapi perah kering
kandang di Pangalengan: hematologi, denyut jantung, frekuensi respirasi,
dan suhu tubuh. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 24(4): 375-381.
Susanty H, Purwanto BP, Sudarwanto M, Atabany A. 2017. Spatial model of good
dairy farming practices and subclinical mastitis prevalence in West Java.
International Journal of Sciences: Basic and Applied Research. 35(2): 225-
236.
34
Susanty H., Purwanto BP, Sudarwanto M, Atabany A. 2018. Agroclimatic effects
on milk production and subclinical mastitis prevalence in dairy cattle.
Journal of the Indonesian Tropical Animal Agricultur. 43(4): 373-382.
Tagesu TT, Ahmed WM. 2017. Economic and reproductive impacts of retained
placenta in dairy cows. Journal of Reproduction and Infertility. 8(1): 18-27.
Thorat MG, Bhikane AU, Yadav GU, Ghadage HR, Mahajan MV. 2008. Clinical
management of multiple abscesses in bullock. Intas Polivet. 9(1):79-80.
Tkalčević IV, Hrvačić B. 2011. Upalna reakcija kao temeljni homeostatski
mehanizam. Veterinarska stanica. 42: 347-360.
Trouchon T, Lefebvre S. 2016. A review of enrofloxacin for veterinary use. Open
J Vet Med. 6:40-58.
Tschoner, T., Zablotski, Y. and Feist, M., 2022. Retrospective evaluation of method
of treatment, laboratory findings, and concurrent diseases in dairy cattle
diagnosed with left displacement of the abomasum during time of hos-
pitalization. Animals. 12(13): 1649.
Tucho TT, Ahmed WM. 2017. Economic and reproductive impacts of retained
placenta in dairy cows. J Reprod Infertil. 8(1): 18–27.
Tuppurainen ES, Alexandrov T, Beltran-Alcrudo D. 2017. Lumpy skin disease field
manual – a manual for veterinarians. FAO Anim Prod Health Man. 20:1–
60.
Tuppurainen ES, Oura CA. 2012. Review: lumpy skin disease: an emerging threat
to Europe, the Middle East and Asia. Transbound Emerg Dis. 59(1):40-8.
Utami. 2018. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan tanaman (suatu kajian
pustaka) [skripsi]. Bali (ID): Universitas Udayana
Vergara CF, Döpfer D, Cook NB, Nordlund KV, McArt JAA, Nydam DV. 2014.
Risk factors for postpartum problems in dairy cows: Explanatory and
predictive modeling. Journal of dairy science. 97(7): 4127-4140.
Vikram R, Joshi V, Khatti A, Babu M, Biam KP, Barman D. 2020. Fetal
mummification in domestic animals: A critical review. International
Journal of Livestock Research. 10(11): 15-22.
Whittier WD. 2013. Pregnancy determination in cattle: A review of available
alternatives [disertasi]. Virginia (US): Virginia-Maryland Regional College
of Veterinary Medicine.
Winden SCL, Kuiper R. 2003. Left displacement of the abomasum in dairy cattle:
Recent developments in epidemiological and etiological aspects. Veterinary
Research. 2003. 34: 47–56.
Youngquist RS, Threlfall WR. 2007. Current Therapy in Large Animal
Theriogenology. 2nd ed. USA: Elsevier Inc.
Yusuf JJ. 2016. A review on retention of placenta in dairy cattles. Inter J Vet Sci.
5(4): 200-207.
Zalizar L, Sujono, Dian I, Soedarsono YA. 2018. Kasus mastitis subklinis pada sapi
perah laktasi di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan. 28(1): 35-4.
35
LAMPIRAN
Tabel 1 Jurnal harian praktik kerja lapangan bagian klinik di KPBS Pangalengan
Hari/tgl Pelaksana Anamnesa Sinyalemen Diagnosis Gejala klinis Terapi
Selasa/21 Feri, Attin Demam, Sapi FH LSD Nodul-nodul ● Inj Interflox
Feb 2023 produksi susu betina, pada bagian (enrofloxacin) 20
menurun, umur 6 muka, leher, ml (IM)
muncul bentol- tahun, masa dan punggung ● Inj Biopros 10 ml
bentol sudah 7 laktasi ke-3. HR : 60 (IV)
hari, terjadi x/menit ● Inj Prodryl 10 ml
pada beberapa RR : 32 x/menit (antihistamin)
ekor sapi, T : 40.6°C (IV)
nafsu makan
dan minum
menurun.
Selasa/21 Feri, Attin Sapi baru Sapi FH LSD Nodul-nodul di ● Inj Interflox
Feb 2023 datang 2 hari jantan, bagian leher, (enrofloxacin) 20
yang lalu, umur 2 punggung, dan ml (IM)
terdapat tahun, abdomen, ● Inj Biopros 10 ml
bentol-bentol belum terdapat lesi (IV)
di area leher pernah pada lateral ● Inj Prodryl 10 ml
dan punggung, laktasi. abdomen (antihistamin)
banyak lesi di kanan. (IV)
lateral HR : 56
abdomen, x/menit
nafsu makan RR : 36 x/menit
dan minum T : 39.2 °C
menurun.
Rabu/22 Felicia, Sapi Sapi FH Pneumonia Sapi gelisah, ● Inj Interflox 15
Feb 2023 gigi, rifa mengalami jantan, agresif, hasil ml (IV)
penurunan umur 3 auskultasi ● Inj Prodryl 10 ml
nafsu makan, tahun. ditemukan (antihistamin)
nafas cepat dan inspirasi lebih (IV)
dangkal. panjang
dibandingkan
ekspirasi,
intensitas nafas
dangkal.
HR : 72
x/menit
RR : 96 x/menit
T : 39.8 °C
Jum'at/24 Feri, Rifa Penurunan Sapi FH LSD Nodul-nodul di ● Inj Interflox 15
Feb 2023 nafsu makan betina, leher dan kaki ml (IV)
dari 2-3 hari umur 5 HR : 48 ● Inj Biopros 10 ml
yang lalu. tahun, masa x/menit (IM)
Sempat laktasi ke-2. RR : 32 x/menit ● Inj Prodryl 10 ml
demam 2 hari T : 38.7 °C (IM)
yang lalu,
produksi susu
turun drastis
dari 4 L
menjadi 1 L,
nafsu makan
dan minum
menurun.
Sabtu/ 25 Feri, Rifa Sapi post Sapi FH Vulnus Ditemukan ● Luka disemprot
Feb 2023 partus (1 hari betina, Laceratum vulnus pada dengan Limoxin-
yang lalu), umur 2,5 vulva (diduga 25
ditemukan tahun, masa akibat post (Oxytetracycline)
luka pada laktasi ke-1. partus) ● Inj Interflox 15
36
vulvanya, HR : 56 ml (IM)
plasentanya x/menit
sudah keluar RR : 36 x/menit
semua, nafsu T : 38.4 °C
makan dan
minum
normal.
Sabtu/ 25 Felicia, Sapi baru Sapi FH Post Gelisah, tidak ● Inj Procaben
Feb 2023 gigi, attin dibeli dari betina, operasi ditemukan (Penicillin) 10 ml
peternak lain umur 4,5 LDA adanya (IM)
beberapa bulan tahun, masa jaringan ● Inj Biopros 10 ml
yang lalu, laktasi ke-2. nekrosa dari (IM)
pasca operasi luka jahitan
dislokasi HR :
abomasum, 72 x/menit
nafsu makan RR : 36 x/menit
dan minum T : 38.9 °C
masih normal.
Senin/ 27 Felicia, Kaki pincang Sapi FH Laminitis Kaki depan ● Inj Tolfedine 10
Feb 2023 Feri, Rifa, sejak 2 hari betina, sebelah kiri ml (IM)
Attin lalu, nafsu umur 3 terlihat jarang
makan dan tahun, masa bertumpu dan
minum turun. laktasi ke-1, selalu
terakhir kali disilangkan,
partus 5 saat berjalan
bulan lalu. terlihat adanya
kepincangan
pada kaki
tersebut, pada
uji gumba
menunjukkan
hasil positif
HR : 60
x/menit
RR : 32 x/menit
T : 40.4 °C
Senin/ 27 Felicia, Ditemukan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Biopros 10 ml
Feb 2023 Feri, Rifa, benjolan pada betina, adanya (IV)
Attin kulit sapi berwarna benjolan pada ● Inj Prodryl 10 ml
bagian kepala, hitam putih, area punggung (antihistamin)
leher dan umurnya 1 dan leher, (IV)
punggung. tahun, sapi benjolan- ● Inj enrofloxacin
belum benjolan yang 15 ml (IM)
pernah ada pada
laktasi. punggung
sudah pecah,
ditemukan
kebengkakan
pada kaki
kanan depan.
HR : 48
x/menit
RR : 32 x/menit
T : 38.7 °C
Senin/ 27 Loy berdasarkan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Biopros 10 ml
Feb 2023 keterangan betina, adanya (IV)
peternak berwarna benjolan pada ● Inj Prodryl 10 ml
produksi susu hitam putih, area muka dan (antihistamin)
menurun, ada umurnya 4 punggung. Ada (IV)
benjolan pada tahun, masa kebengkakan ● Inj enrofloxacin
muka dan laktasi ke-2. pada kaki kiri 15 ml (IM)
punggung. depan.
37
HR : 52
x/menit
RR : 36 x/menit
T : 39,1 °C
Selasa/ Attin, Nafas sapi Sapi FH Pneumonia Frekuensi nafas ● Inj Interflox 10
28 Feb Rifa, Loy terdengar betina, tinggi dengan cc (IV)
2023 sesak sudah umur 2.5 intensitas ● Inj Bioprost 10 cc
selama 2 tahun, masa dangkal, (IM)
minggu, nafsu laktasi ke-1. anoreksia, ● Inj Prodryl 10 cc
makan gelisah, ada (IM)
menurun discharge
secara serous dari
signifikan. hidung.
HR : 68
x/menit
RR : 104
x/menit
T : 39.3°C
Selasa/ Attin, Penurunan Sapi FH LDA Sapi gelisah, ● Bedah
28 Feb Rifa, Loy nafsu makan, betina, abdomen laparotomi
2023 gelisah, umur 2.5 asimetris (reposisi
abdomen kiri tahun, masa (distensi abomasum).
membesar. laktasi ke-1. abdomen kiri), ● Inj Procaben 10
adanya ping cc (IM)
sound (suara ● Inj Bioprost 10 cc
seperti piring (IM)
atau kaleng ● Inj Tolfedin 10 cc
diketuk) saat (IM)
dilakukan
perkusi pada
abdomen kiri.
HR : 64
x/menit
RR : 32 x/menit
T : 38.7°C
Selasa/ Felicia, Abdomen kiri Sapi FH LDA Abdomen ● Bedah
28 Feb Feri membesar betina, asimetris laparotomi
2023 sudah 2 hari, umur 6 (distensi (reposisi
nafsu makan tahun, masa abdomen kiri), abomasum).
menurun. laktasi ke-3. adanya ping ● Inj Procaben 10
sound (suara cc (IM)
seperti piring ● Inj Bioprost 10 cc
atau kaleng (IM)
diketuk) saat ● Inj Tolfedin 10 cc
dilakukan (IM)
perkusi pada
abdomen kiri.
HR : 76
x/menit
RR : 40 x/menit
T : 38.9°C
Rabu/ 1 Attin, Rifa Sapi baru saja Sapi FH Sehat - Pasang ear tag
Maret dibeli dari betina, klinis
2023 peternak lain 3 umur 6
hari yang lalu, tahun, masa
nafsu makan laktasi ke-3.
dan minum
baik.
Rabu/ 1 Attin, Rifa Sapi baru saja Sapi FH Sehat - Pasang ear tag
Maret dibeli dari betina, klinis
2023 peternak lain 3 umur 4
hari yang lalu, tahun, masa
nafsu makan laktasi ke-2.
38
dan minum
baik.
Rabu/ 1 Felicia, Ditemukan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Biopros 10 ml
Maret Feri, Loy benjolan pada betina, adanya (IV)
2023 kulit sapi, berwarna benjolan pada ● Inj Prodryl 10 ml
produksi susu hitam putih, area punggung (antihistamin)
menurun, umurnya dan leher, (IV)
nafsu makan 9,5 tahun, benjolan- ● Inj enrofloxacin
dan minum masa laktasi benjolan yang 15 ml (IM)
baik. ke-6. ada pada leher
sudah pecah,
ditemukan
kebengkakan
pada kaki kiri
depan
HR : 56
x/menit
RR : 28 x/menit
T : 39.3 °C
Rabu/ 1 Felicia, Kemarin Sapi FH Mastitis Ambing ● Inj Tolfedine 10
Maret Feri, Loy sempat betina, klinis membengkak, ml (IV)
2023 demam, masa umur 5 suhu ambing ● Inj Procaben 10
kering tahun, masa lebih hangat ml (IM)
kandang, sapi laktasi ke-2. dibanding suhu
tidak nafsu kulit sekitar.
makan, sudah susu keluar
2 laktasi sedikit dan
kental.
HR: 60 x/menit
RR : 32 x/menit
T : 38.5 °C
Rabu/ 1 Felicia, Keterangan Sapi FH Abses Pada saat ● Drainase
Maret Feri, Loy peternak 2 jantan, benjolan ● Antibiotik
2023 bulan yang lalu umur 2 dipalpasi terasa Cotrimoxazole 7
muncul tahun seperti ada tablet
benjolan kecil cairan di dimasukkan ke
pada kaki kiri dalamnya, dalam rongga
belakang lalu benjolan abses
lama- berwarna
kelamaan kemerahan
semakin HR : 60
membesar, x/menit
nafsu makan RR : 32 x/menit
dan minum T : 38.9 °C
baik
Kamis/ 2 Felicia, Sapi sering Sapi FH Scabies Alopecia ● Inj Ivermectin 5
Maret Loy, Rifa terlihat jantan, disekitar kaki ml (SC)
2023 menggaruk, pedet belakang dan
ada berumur 5 kaki depan,
kerontokan bulan daerah mata
rambut di agak merah dan
sekitar mata, bengkak, kulit
leher dan kaki, kelihatan
sekitar mata berkerak
terlihat sedikit (hiperkeratosis)
bengkak dan HR : 58
kemerahan, x/menit
nafsu makan RR : 32 x/menit
dan minum T : 38.7 °C
menurun
Kamis/ 2 Felicia, Kaki kiri sapi Sapi FH Laminitis Sapi terlihat ● Tolfedine 10 ml
Maret Loy, Rifa belakang jantan, pincang di kaki (IM)
2023 kelihatan berwarna belakang ● Inj Vitaplex (B
39
pincang sekitar hitam putih, sebelah kiri, complex) 10 ml
3 hari yang umurnya 8 tidak ada luka, (IM)
lalu, kaki kiri bulan arah punggung
belakang lebih tinggi ke
sering kiri ketika
diangkat, nafsu berdiri, suhu
makan dan meningkat
minum sedikit HR : 66
menurun x/menit
RR : 36 x/menit
T : 40.7 °C
Kamis/ 2 Feri, Attin Sapi tidak mau Sapi FH Rumen Lemah, ● Infus NaCl 500
Maret makan selama betina, 5 acidosis mukosa ml
2023 beberapa hari, tahun konjungtiva ● Sulpidon 10 ml
terlihat lebih pucat, cermin (IM)
sering hidung kering, ● Bioprost 10 ml
berbaring, 2 distensi rumen, (IM)
kali partus dan palpasi bagian
2 kali laktasi, abdomen kiri
penurunan keras
produksi susu HR : 56
x/menit
RR : 28 x/menit
T : 40.5 °C
Kamis/ 2 Feri, Attin Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Bioprost 10
Maret turun, muncul jantan, terdapat nodul ml (IM)
2023 nodul 2 hari pedet keras di kulit ● Inj Sulpidon 10
lalu di bagian berumur 3 bagian kepala, ml (IM)
leher, kepala, bulan leher, dan kaki
dan kaki HR : 58
x/menit
RR : 32 x/menit
T : 40.6 C
Kamis/ 2 Felicia, Keterangan Sapi FH Bloat Area belakang ● Inj Bioprost 10
Maret Loy, Rifa peternak sapi betina, dan ekor sapi ml (IM)
2023 mengalami umur 1,5 sangat kotor
mencret sejak tahun dikarenakan
2 hari, pakan diare,
berupa rumput konsistensi
muda, belum diare encer dan
pernah bunting berwarna
ataupun kuning, namun
laktasi, tidak berbau
terakhir kali HR : 64
birahi pada x/menit
tanggal 30 RR : 48 x/menit
januari 2023, T : 38.6 °C
nafsu makan
dan minum
baik
Kamis/ 2 Feri, Attin Keterangan Sapi FH Abses Ditemukan ● Inj Tolfedine 10
Maret peternak ada betina, adanya ml (IM)
2023 benjolan pada umur 3,5 benjolan yang
leher sapi, tahun sudah pecah
benjolan pada leher sapi,
muncul 4 hari cairan yang
yang lalu, keluar
benjolan pecah berwarna
kemarin sore, kekuningan
sapi sudah dan bau
divaksinasi HR : 68
LSD, sudah 1 x/menit
kali partus dan RR : 38 x/menit
40
1 kali laktasi, T : 39.8 °C
nafsu makan
dan minum
baik
Sabtu/ 4 Felicia, Sapi tidak mau Sapi FH Bloat Abdomen tidak ● Inj Infadryl 10 cc
Maret Loy, Feri makan dari betina, simetris (lebih (IM)
2023 kemarin sore, umur 3.5 besar bagian ● Inj Vitaplex 10 cc
kembung. Sapi tahun kiri); distensi (IM)
diketahui rumen
sudah 1x HR : 52
partus dan 1x x/menit
laktasi RR : 44 x/menit
T : 38.8°C
Sabtu/ 4 Rifa, Attin Sapi diare dari Pedet FH Enteritis Konsistensi ● Inj Infadryl 3 cc
Maret 3 hari yang betina, feses cair, area (IM)
2023 lalu, nafsu umur 3-4 perineal dan ● Inj Procaben 3 cc
makan bulan. bagian medial (IV)
menurun. kaki belakang ● Cotrimoxazole
kotor terkena tab, 2x sehari (1
feses. tab), selama 3
HR : 88 hari.
x/menit
RR : 52 x/menit
Senin/ 6 Rifa, Kemarin baru Sapi FH Pneumonia Nafas pendek ● Inj ADE-plex 10
Maret Attin, sembuh dari berwarna dan sesak, ml IM
2023 Felicia, rumen hitam putih, selepas diberi ● Inj Biopros 10 ml
Feri, Loy acidosis, telah berumur 2 injeksi sapi IM
batuk selama 5 tahun, sesak nafas, ● Inj Interflox 10
hari, nafas partus kepala sering ml IM
cepat dan pertama 2 menunduk ke
sesak minggu bawah, badan
yang lalu lemas dan
kurus
41
HR: 68 x/menit
RR: 140
x/menit
T: 38. 5°C
Selasa/7 Rifa, Sapi terlihat Sapi FH LDA Abdomen ● Operasi
Maret Attin, lemas dan betina, asimetris dan laparatomi
2023 Felicia, nafsu berumur 2,5 adanya distensi ● Infus NaCl +
Feri, Loy makannya tahun pada abdomen Bioprost 10 ml +
menurun, kiri, setelah Prodryl 10 ml
seminggu yang dilakukan (IV)
lalu baru saja perkusi pada ● Inj Interflox 15
mengalami daerah tersebut ml (IM)
partus, terdengar ping
konsistensi sound (suara
feses agak seperti piring
encer, 1x atau kaleng
partus. diketuk)
HR: 60 x/menit
RR: 44 x/menit
T: 38. 7°C
Kamis/9 Rifa, Feri, Ditemukan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Injekvit-B12
Maret Attin benjolan jantan, nodul-nodul di 10 ml + Nova-
2023 disekitar leher pedet, umur sekitar leher Dexa (IV)
dan wajah, 1 tahun. dan wajah, ● Inj Interflox 10
adanya edema pada ml (IM)
pembengkakan persendian kaki
pada depan.
persendian
kaki depan.
Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, betina, ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan pedet, umur nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada 1 tahun. sekitar leher,
wajah, perut, abdomen, dan Inj Interflox 10
dan punggung wajah, edema ml (IM)
leher, bengkak pada
pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, Brahman- ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan cross jantan, nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada umur 2 sekitar leher
wajah, perut, tahun. dan wajah, Inj Interflox 10
dan punggung edema pada ml (IM)
leher, bengkak persendian kaki
pada kaki. depan.
Jumat/10 Loy, Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
Maret Felicia menurun, jantan, dara, ditemukan 10 ml + Nova-
2023 ditemukan umur 1,5 nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada tahun sekitar leher ● Inj Interflox 10
wajah, perut, dan wajah, ml (IM)
dan punggung edema pada
leher, bengkak persendian kaki
pada kaki. depan.
Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, jantan, dara, ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan umur 1,5 nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada tahun sekitar leher,
wajah, perut, abdomen, dan Inj Interflox 10
dan punggung wajah, edema ml (IM)
leher, bengkak pada
pada kaki. persendian kaki
depan.
42
Nafsu makan Sapi LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, Simental ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan jantan, nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada umur 1,5 sekitar leher,
wajah, perut, tahun. abdomen, dan Inj Interflox 10
dan punggung wajah, edema ml (IM)
leher, bengkak pada
pada kaki. persendian kaki
depan.
Senin/13 Loy, Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
Maret Felicia menurun, betina, ditemukan 10 ml + Nova-
2023 ditemukan umur 18 nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada bulan. sekitar leher, ● Inj Interflox 10
wajah, perut, abdomen, dan ml (IM)
dan punggung wajah, edema
leher, bengkak pada
pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, Simental ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan betina, nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada umur 5,5 sekitar leher,
wajah, perut, tahun, masa abdomen, dan Inj Interflox 10
dan punggung laktasi ke-4. wajah, edema ml (IM)
leher, bengkak pada
pada kaki. persendian kaki
depan.
Ditemukan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Injekvit-B12
benjolan betina, nodul-nodul di 10 ml + Nova-
disekitar leher, pedet, umur sekitar leher, Dexa (IV)
keempat kaki, 3 bulan. keempat kaki,
dan wajah, dan wajah, Inj Interflox 10
adanya edema pada ml (IM)
pembengkakan persendian kaki
pada depan.
persendian
kaki depan.
Rabu/15 Loy, Ditemukan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Injekvit-B12
Maret Felicia, benjolan betina, nodul-nodul di 10 ml + Nova-
2023 Rifa, Feri, disekitar leher, pedet, umur sekitar leher, Dexa (IV)
Attin keempat kaki, 3 bulan. keempat kaki, ● Inj Interflox 10
dan wajah, dan wajah, ml (IM)
adanya edema pada
pembengkakan persendian kaki
pada depan.
persendian
kaki depan.
Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, betina, ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan umur 2,5 nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan tahun. sekitar leher
disekitar leher dan wajah, Inj Interflox 10
dan wajah, edema pada ml (IM)
adanya persendian kaki
pembengkakan depan.
pada
persendian
kaki depan.
43
Tabel 2 Rekapitulasi kasus klinik di KPBS Pangalengan berdasarkan gejala klinis di lapang dan gejala klinis literatur
Total Gejala Klinis Gejala Klinis
Kasus Anamnesa Sinyalemen
Kasus (Lapang) (Literatur)
Lumpy Skin 16 Demam, produksi Sapi FH betina, Nodul-nodul pada Gejala klinis LSD
Disease susu menurun, umur 6 tahun, bagian muka, leher, diantaranya adanya
(LSD) muncul bentol- baru dan punggung. nodul-nodul pada kulit
bentol di area muka, melahirkan 2 berukuran 2-5 cm pada
leher, dan punggung bulan yang lalu, kepala, leher,
sudah 7 hari, nafsu masa laktasi ke- punggung, perineum,
makan dan minum 4. ambing, testis, ekor,
menurun. dan kaki, kelemahan,
Sapi baru datang 2 Sapi FH jantan, Nodul-nodul di demam, nasolacrimal
hari yang lalu, umur 2 tahun bagian leher, discharge, dispnea,
terdapat bentol- punggung, dan lesio pada kulit, demam
bentol di area leher abdomen, terdapat (Parvin et al. 2022),
dan punggung, lesi pada lateral hipersalivasi,
banyak lesi di lateral abdomen kanan. penurunan produksi
abdomen, nafsu susu, oedema pada
makan dan minum kaki, pembesaran
menurun. limfonodus (Tageldin
Penurunan nafsu Sapi FH betina, Nodul-nodul di leher et al. 2014) (OIE 2010).
makan dari 2-3 hari umur 5 tahun, dan kaki.
yang lalu. Sempat masa laktasi ke-
demam 2 hari yang 3.
lalu, produksi susu
turun drastis dari 4 L
menjadi 1 L,
ditemukan bentol-
bentol pada leher
dan kaki.
Ditemukan benjolan Sapi FH betina, Nodul pada
pada kulit sapi umurnya 9,5 punggung leher,
bagian punggung tahun, 7 kali nodul-nodul yang ada
dan leher, produksi bunting dan pada leher sudah
susu menurun, nafsu masa laktasi ke- pecah, kebengkakan
makan dan minum 7. pada kaki kiri depan.
baik.
Nafsu makan turun, Sapi FH jantan, Anoreksia, terdapat
muncul bentol- pedet berumur nodul pada kulit
bentol 2 hari lalu di 3 bulan. bagian kepala, leher,
bagian leher, kepala, dan kaki.
dan kaki.
Ditemukan benjolan Sapi FH jantan, Ditemukan nodul-
disekitar leher dan pedet, umur 1 nodul di sekitar leher
wajah, adanya tahun. dan wajah, edema
pembengkakan pada pada persendian kaki
persendian kaki depan.
depan.
Nafsu makan Sapi FH betina, Anoreksia,
menurun, ditemukan pedet, umur 1 ditemukan nodul-
benjolan pada tahun. nodul di sekitar leher,
wajah, perut, dan abdomen, dan wajah,
punggung leher, edema pada
bengkak pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi Brahman- Anoreksia,
menurun, ditemukan cross jantan, ditemukan nodul-
benjolan pada umur 2 tahun. nodul di sekitar leher
wajah, perut, dan dan wajah, edema
punggung leher, pada persendian kaki
bengkak pada kaki. depan.
44
Nafsu makan Sapi FH jantan, Anoreksia,
menurun, ditemukan dara, umur 1,5 ditemukan nodul-
benjolan pada tahun nodul di sekitar leher
wajah, perut, dan dan wajah, edema
punggung leher, pada persendian kaki
bengkak pada kaki. depan.
Nafsu makan Sapi FH jantan, Anoreksia,
menurun, ditemukan dara, umur 1,5 ditemukan nodul-
benjolan pada tahun nodul di sekitar leher,
wajah, perut, dan abdomen, dan wajah,
punggung leher, edema pada
bengkak pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi Simental Anoreksia,
menurun, ditemukan jantan, umur ditemukan nodul-
benjolan pada 1,5 tahun. nodul di sekitar leher,
wajah, perut, dan abdomen, dan wajah,
punggung leher, edema pada
bengkak pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi FH betina, Anoreksia,
menurun, ditemukan umur 18 bulan. ditemukan nodul-
benjolan pada nodul di sekitar leher,
wajah, perut, dan abdomen, dan wajah,
punggung leher, edema pada
bengkak pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi Simental Anoreksia,
menurun, ditemukan betina, umur ditemukan nodul-
benjolan pada 5,5 tahun, masa nodul di sekitar leher,
wajah, perut, dan laktasi ke-4. abdomen, dan wajah,
punggung leher, edema pada
bengkak pada kaki. persendian kaki
depan.
Ditemukan benjolan Sapi FH betina, Ditemukan nodul-
disekitar leher, pedet, umur 3 nodul di sekitar leher,
keempat kaki, dan bulan. keempat kaki, dan
wajah, adanya wajah, edema pada
pembengkakan pada persendian kaki
persendian kaki depan.
depan.
Ditemukan benjolan Sapi FH betina, Ditemukan nodul-
disekitar leher, pedet, umur 3 nodul di sekitar leher,
keempat kaki, dan bulan. keempat kaki, dan
wajah, adanya wajah, edema pada
pembengkakan pada persendian kaki
persendian kaki depan.
depan.
Nafsu makan Sapi FH betina, Anoreksia,
menurun, ditemukan umur 2,5 tahun. ditemukan nodul-
benjolan disekitar nodul di sekitar leher
leher dan wajah, dan wajah, edema
adanya pada persendian kaki
pembengkakan pada depan.
persendian kaki
depan.
Laminitis 3 Kaki pincang sejak Sapi FH betina, Kaki depan sebelah Tanda klinis yang
2 hari lalu, nafsu umur 3 tahun, kiri terlihat jarang muncul pada sapi yang
makan dan minum masa laktasi ke- menumpu, saat mengalami laminitis
turun 1, post partus 5 berjalan terlihat ditunjukkan dengan
bulan lalu. adanya kepincangan berdiri secara asimetris,
pada kaki tersebut, kaki yang mengalami
45
pada uji gumba sakit akan ditarik ke
menunjukkan hasil bawah tubuhnya dan
positif yang ditandai punggungnya
dengan refleks cepat melengkung. Sapi
mengangkat kaki berjalan pincang
yang sakit. Saat dengan menunjukkan
dilakukan uji perkusi kaki yang sakit akan
pada bagian kuku dipijakkan secepat
kaki, hewan mungkin. Pada daerah
menunjukkan respon yang mengalami
sakit, laminitis ditemukan
kemerahan dan
Kaki depan sapi Sapi FH betina, Adanya bekas luka pembengkakan di
terlihat sering umur 5 tahun, pada bagian palmar jaringan tepat di atas
disilangkan dan masa laktasi ke- kaki depan sebelah dinding kuku
menunjukkan 2. kiri, dengan posisi (Boosman et al. 1991).
respon sakit saat kedua kaki terkadang
dipegang peternak, menyilang. Pada uji
nafsu makan gumba menunjukkan
menurun. hasil positif yang
ditandai dengan
refleks cepat
mengangkat kaki
yang sakit.
Dilakukan juga uji
perkusi kuku pada
kaki tersebut dan
hewan menunjukkan
respon sakit.
Kaki belakang Sapi FH jantan, Hewan mengalami
sebelah kiri umurnya 8 demam dan
kelihatan pincang bulan kepincangan pada
dan sering diangkat kaki belakang
sekitar 3 hari yang sebelah kiri, tidak
lalu, nafsu makan ditemukan luka, arah
dan minum punggung lebih
menurun. tinggi ke kiri ketika
berdiri. Pada uji
perkusi daerah kuku
tersebut ditemukan
respon sakit.
Scabies 1 Keterangan Sapi FH Ditemukan alopesia Tanda klinis utama
peternak sering jantan, umur 5 disekitar kaki skabies adalah pruritus,
mengamati sapi bulan belakang dan kaki yang sebagian besar
menggesekkan depan, di sekeliling dimediasi oleh sistem
kepala ke area matanya agak merah imun. Gejala pruritus
abdomennya, dan bengkak, kulit di paling parah umumnya
terdapat kerontokan bagian mata, wajah, ditemukan di kepala,
rambut di sekitar dan leher kelihatan leher, kaki, dan
mata, leher dan kaki, berkerak punggung. Kegatalan
sekitar mata terlihat (hiperkeratosis). akibat scabies dapat
sedikit bengkak dan menyebabkan pedet
kemerahan, nafsu atau sapi menggaruk-
makan dan minum garuk area yang gatal,
menurun. dan ini dapat
menyebabkan rambut
rontok karena gesekan,
menyebabkan alopesia,
dan terkadang
kerusakan kulit yang
parah (Noach et al.
2019). Selain itu, dapat
ditemukan manifestasi
46
klinis berupa
peradangan pada kulit
yang mengakibatkan
kulit menjadi tebal dan
berkerak. Lesio
umumnya pertama kali
muncul di bagian
bawah leher, paha
bagian dalam,
punggung, serta
pangkal ekor (Nuriski
et al. 2020).
Rumen 1 Menurut keterangan Sapi FH betina, Sapi sedang dalam Pada asidosis akut,
Acidosis peternak, sapi tidak 5 tahun, sedang kondisi lemah, produksi asam di rumen
mau makan selama masa laktasi ke- mukosa akan melonjak dengan
beberapa hari, 2. konjungtivanya cepat, hal ini akan
terlihat lebih sering pucat, cermin hidung menyebabkan abses di
berbaring, selain itu kering, distensi hati, terkadang
terdapat juga rumen, palpasi mengakibatkan
penurunan produksi bagian abdomen kiri kematian (Nagaraja dan
susu. keras. Letchenberg 2007).
Gejala klinis lain yang
bisa diamati pada
rumen asidosis akut
adalah seperti sapi
menjadi depresi,
berhenti makan,
mengalami peningkatan
detak jantung, dan
diare. Dalam kasus
rumen asidosis yang
lebih parah, penyakit
ini dapat berkembang
menjadi asidosis
metabolik, depresi,
dehidrasi, kembung,
dan gejala seperti milk
fever (Garry dan
McConnel 2009).
Bloat 2 Berdasarkan Sapi FH betina, Area belakang dan Gejala klinis yang
keterangan berumur 1,5 ekor sapi sangat sering teramati pada
peternak, sapi tahun, belum kotor akibat diare, bloat diantaranya
mengalami mencret pernah bunting konsistensi diare adanya pembesaran
sejak 2 hari lalu. ataupun laktasi, encer dan berwarna atau distensi rumen
Sapi diberikan terakhir kali kuning, namun tidak bagian kiri, stress, dan
pakan berupa birahi pada berbau, ditemukan dispnea. Gejala lain
rumput muda, nafsu tanggal 30 distensi abdomen. yang teramati yaitu
makan dan minum januari 2023. meningkatnya
baik. frekuensi berbaring dan
Sapi diketahui tidak Sapi FH betina, Abdomen tidak bangun, peningkatan
mau makan dari umur 3.5 tahun, simetris (lebih besar frekuensi defekasi,
kemarin sore dan masa laktasi ke- bagian kiri); distensi menendang perut, dan
terlihat kembung. 1. rumen. berguling untuk
mengurangi rasa sakit
(Radostits et al. 2010).
Abses 2 Menurut keterangan Sapi FH jantan, Palpasi yang Gejala klinis yang
peternak, 2 bulan berumur 2 dilakukan pada kaki ditemukan pada
yang lalu muncul tahun. kiri belakang kejadian abses antara
benjolan kecil pada menunjukkan adanya lain adanya benjolan,
kaki kiri belakang, respon sakit dengan panas, bengkak, dan
lalu lama-kelamaan konsistensi lunak. terlihat respon sakit saat
semakin membesar, Setelah benjolan di dipalpasi, konsistensi
insisi, cairan yang lunak, terdapat nanah,
47
nafsu makan dan keluar memiliki dan penurunan nafsu
minum baik. konsistensi kental makan, serta penurunan
(pustular). produksi susu (Rudy
Menurut keterangan Sapi FH betina, Ditemukan adanya 2021).
peternak, muncul berumur 3,5 benjolan yang sudah
benjolan pada leher tahun. Sapi pecah pada bagian
sapi 4 hari yang lalu sudah leher sapi, cairan
dan pecah kemarin divaksinasi yang keluar berwarna
sore. Nafsu makan LSD, masa kekuningan dan
dan minum baik. laktasi ke-1. berbau.
Pneumonia 3 Sapi mengalami Sapi FH jantan, Sapi gelisah, agresif, Gejala klinis
penurunan nafsu umur 3 tahun. pada hasil auskultasi pneumonia yang umum
makan, gelisah, ditemukan bahwa ditemukan, antara lain
nafas cepat dan inspirasi lebih penurunan nafsu
dangkal. panjang makan, munculnya
dibandingkan kebiasaan batuk dengan
ekspirasi, intensitas frekuensi yang semakin
nafas dangkal dengan meningkat, adanya
frekuensi tinggi (96 sekreta hidung, demam,
x/menit). hingga insufisiensi
Nafas sapi terdengar Sapi FH betina, Frekuensi nafas respirasi (Fernández et
sesak selama 2 umur 2.5 tahun, tinggi (100 x/menit) al. 2020). Batuk pada
minggu, nafsu masa laktasi ke- dengan intensitas sapi yang diduga
makan menurun 1. dangkal, anoreksia, menderita pneumonia
secara signifikan. ada discharge bening dapat disertai dahak
dari hidung. berwarna kehijauan.
Berdasarkan Sapi FH Nafas pendek dan Frekuensi nafas sapi
keterangan berwarna hitam sesak (140 x/menit), akan meningkat (sesak)
peternak, sapi baru putih, berumur terdengar batuk dengan intensitas
sembuh dari rumen 3 tahun, sudah beberapa kali. Kepala dangkal, serta dapat
acidosis, mengalami melahirkan sering menunduk ke diikuti peningkatan
batuk selama 5 hari, sekali dan bawah dan gelisah. frekuensi denyut nadi
nafas cepat dan terakhir Badan lemas dan (Nursafitri et al. 2020).
sesak. melahirkan 2 kurus.
minggu yang
lalu
Left 3 Penurunan nafsu Sapi FH betina, Sapi gelisah, Sapi dengan kasus Left
Displaced makan, gelisah, umur 2.5 tahun, abdomen asimetris Displaced Abomasum
Abomasum abdomen kiri masa laktasi ke- (distensi abdomen (LDA) umumnya
(LDA) membesar. 1. kiri), adanya ping mengalami penurunan
sound (suara seperti nafsu makan dan
piring atau kaleng aktivitas ruminasi,
diketuk) saat penurunan produksi
dilakukan perkusi susu, distensi abdomen
pada abdomen kiri. kiri, hingga kenaikan
Abdomen kiri Sapi FH betina, Abdomen asimetris frekuensi detak jantung
membesar sudah 2 umur 6 tahun, kiri, adanya ping pada kasus yang sudah
hari, nafsu makan masa laktasi ke- sound saat dilakukan parah (Andrews et al.
menurun. 2. perkusi pada 2004). Distensi
abdomen kiri. abdomen disebabkan
Sapi terlihat lemas Sapi FH betina, Abdomen asimetris oleh akumulasi gas
dan nafsu makannya berumur 2.5 dan adanya distensi pada abomasum. “Ping
menurun, tahun, masa pada abdomen kiri. sound” yang terdengar
konsistensi feses laktasi ke-1, Setelah dilakukan seperti suara piring atau
agak encer. seminggu yang perkusi dan kaleng yang diketuk
lalu baru saja auskultasi, terdengar akan ditemukan saat
partus. ping sound. dilakukan uji perkusi
dan auskultasi pada
abdomen kiri (Insani
2019).
48
Tabel 3 Rekapitulasi kasus klinik di KPBS Pangalengan berdasarkan terapi di lapang dan terapi literatur
Total
Kasus Kasu Anamnesa Sinyalemen Terapi (Lapang) Terapi (Literatur)
s
Lumpy 5 Demam, Sapi FH ● Inj Interflox ● Antibiotik:
Skin produksi susu betina, umur (enrofloxacin) Enrofloxacin,
Disease menurun, 6 tahun, 20 ml (IM) Oxytetracycline,
(LSD) muncul bentol- partus pada ● Inj Biopros 10 Penicillin,
bentol di area 2 bulan yang ml (IV) Cephalosporin,
muka, leher, dan lalu, masa ● Inj Prodryl 10 Tetracycline,
punggung sudah laktasi ke-4. ml Fluoroquinolone (Anil
7 hari, nafsu (antihistamin) dan Durga 2021) (Islam,
makan dan (IV) Deka, dan Sonowal
minum 2021) (Feyisa 2018)
menurun. ● Antihistamin:
Sapi baru datang Sapi FH ● Inj Interflox Chlorpheniramine
2 hari yang lalu, jantan, umur (enrofloxacin) maleate (Anil dan Durga
terdapat bentol- 2 tahun 20 ml (IM) 2021) (Islam, Deka, dan
bentol di area ● Inj Biopros 10 Sonowal 2021)
leher dan ml (IV) ● Antiinflamasi:
punggung, Inj Prodryl 10 Meloxicam,
banyak lesi di ml Dexamethasone (Anil
lateral abdomen, (antihistamin) dan Durga 2021) (Islam,
nafsu makan dan (IV) Deka, dan Sonowal
minum 2021) (Feyisa 2018)
menurun.
Penurunan nafsu Sapi FH ● Inj Interflox
makan dari 2-3 betina, umur 15 ml (IV)
hari yang lalu. 5 tahun, ● Inj Biopros 10
Sempat demam masa laktasi ml (IM)
2 hari yang lalu, ke-3. Inj Prodryl 10
produksi susu ml (IM)
turun drastis dari
4 L menjadi 1 L,
ditemukan
bentol-bentol
pada leher dan
kaki
Ditemukan Sapi FH ● Inj Biopros 10
benjolan pada betina, ml (IV)
kulit sapi bagian umurnya 9,5 ● Inj Prodryl 10
punggung dan tahun, ml
leher, produksi laktasi ke-7. (antihistamin)
susu menurun, (IV)
nafsu makan dan Inj
minum baik. enrofloxacin
15 ml (IM)
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Bioprost
turun, muncul jantan, pedet 10 ml (IM)
bentol-bentol 2 berumur 3 Inj Sulpidon
hari lalu di bulan. 10 ml (IM)
bagian leher,
kepala, dan kaki.
Ditemukan Sapi FH ● Inj Injekvit-
benjolan jantan, B12 10 ml +
disekitar leher pedet, umur Nova-Dexa
dan wajah, 1 tahun. (IV)
adanya
pembengkakan Inj Interflox
pada persendian 10 ml (IM)
kaki depan.
49
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Injekvit-
menurun, betina, B12 10 ml +
ditemukan pedet, umur Nova-Dexa
benjolan pada 1 tahun. (IV)
wajah, perut, dan
punggung leher, Inj Interflox
bengkak pada 10 ml (IM)
kaki.
Nafsu makan Sapi Inj Injekvit-
menurun, Brahman- B12 10 ml +
ditemukan cross jantan, Nova-Dexa
benjolan pada umur 2 (IV)
wajah, perut, dan tahun.
punggung leher,
bengkak pada
kaki.
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Injekvit-
menurun, jantan, dara, B12 10 ml +
ditemukan umur 1,5 Nova-Dexa
benjolan pada tahun (IV)
wajah, perut, dan
punggung leher, Inj Interflox
bengkak pada 10 ml (IM)
kaki.
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Injekvit-
menurun, jantan, dara, B12 10 ml +
ditemukan umur 1,5 Nova-Dexa
benjolan pada tahun (IV)
wajah, perut, dan
punggung leher, Inj Interflox
bengkak pada 10 ml (IM)
kaki.
Nafsu makan Sapi ● Inj Injekvit-
menurun, Simental B12 10 ml +
ditemukan jantan, umur Nova-Dexa
benjolan pada 1,5 tahun. (IV)
wajah, perut, dan
punggung leher, Inj Interflox
bengkak pada 10 ml (IM)
kaki.
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Injekvit-
menurun, betina, umur B12 10 ml +
ditemukan 18 bulan. Nova-Dexa
benjolan pada (IV)
wajah, perut, dan
punggung leher, Inj Interflox
bengkak pada 10 ml (IM)
kaki.
Nafsu makan Sapi ● Inj Injekvit-
menurun, Simental B12 10 ml +
ditemukan betina, umur Nova-Dexa
benjolan pada 5,5 tahun, (IV)
wajah, perut, dan masa 4 kali Inj Interflox
punggung leher, laktasi. 10 ml (IM)
bengkak pada
kaki.
Ditemukan Sapi FH ● Inj Injekvit-
benjolan betina, B12 10 ml +
disekitar leher, pedet, umur Nova-Dexa
keempat kaki, 3 bulan. (IV)
50
dan wajah,
adanya Inj Interflox
pembengkakan 10 ml (IM)
pada persendian
kaki depan.
Ditemukan Sapi FH ● Inj Injekvit-
benjolan betina, B12 10 ml +
disekitar leher, pedet, umur Nova-Dexa
keempat kaki, 3 bulan. (IV)
dan wajah,
adanya Inj Interflox
pembengkakan 10 ml (IM)
pada persendian
kaki depan.
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Injekvit-
menurun, betina, umur B12 10 ml +
ditemukan 2,5 tahun. Nova-Dexa
benjolan (IV)
disekitar leher
dan wajah, Inj Interflox
adanya 10 ml (IM)
pembengkakan
pada persendian
kaki depan.
Laminitis 3 Kaki pincang Sapi FH, ● Inj Tolfedine Terapi yang diberikan berupa
sejak 2 hari lalu, umur 3 10 ml (IM) pemberian obat anti nyeri dan anti
nafsu makan dan tahun, radang untuk mengurangi rasa
minum turun. betina, masa sakit dan tidak nyaman pada kaki
laktasi ke-1, yang mengalami laminitis. Obat
sapi yang sering digunakan antara lain
mengalami golongan NSAID, yaitu
post partus 5 meloxicam, ketoprofen, flunixin
bulan lalu. meglumine. Pemberian suplemen
juga diperlukan untuk menunjang
Kaki depan sapi Sapi FH ● Inj Infalgin 10 terapi. Obat yang diberikan yaitu
cenderung betina, umur cc (IM) biotin yang mengandung vitamin
terlihat 5 Inj Bioprost B7 (Shearer et al. 2015).
menyilang dan tahun, masa 10 cc (IM)
menunjukkan laktasi ke-2.
respon sakit saat
dipegang
peternak, nafsu
makan menurun.
Kaki kiri sapi Sapi FH ● Inj Tolfedine
belakang jantan, 10 ml (IM)
kelihatan berwarna Inj Vitaplex
pincang sekitar 3 hitam putih, (B complex)
hari yang lalu, umurnya 8 10 ml (IM)
kaki kiri bulan
belakang sering
diangkat, nafsu
makan dan
minum sedikit
menurun
Scabies 1 Keterangan Sapi FH ● Inj Ivermectin ● Infestasi Parasit:
penternak sering jantan, umur 5 ml (SC) Doramectin,
mengamati 5 bulan Eprinomectin,
sapi menggaruk Ivermectin,
-garuk ke area ● Semprot:
abdomennya, Permethrin spray (sapi
terdapat harus dibasahi secara
kerontokan menyeluruh dengan
rambut di sekitar produk dan dirawat
51
mata, leher dan kembali dalam 10−14
kaki, sekitar hari)
mata terlihat ● Hot lime sulfur dips
sedikit bengkak (diulang setiap dua
dan kemerahan, minggu) (Shahatha et al.
nafsu makan dan 2022).
minum menurun
Rumen 1 Keterangan Sapi FH ● Infus NaCl ● Karena asidosis rumen
Acidosis peternak bahwa betina, 5 500 ml subakut tidak terdeteksi
sapi tidak mau tahun, masa ● Sulpidon 10 pada saat penurunan pH
makan selama laktasi ke-2. ml (IM) rumen, tidak ada
beberapa hari, ● Bioprost 10 pengobatan khusus
terlihat lebih ml (IM) untuk itu (Johnson
sering berbaring, 1991).
selain itu ● Manajemen pemberian
terdapat juga pakan dan formulasi diet
penurunan yang benar sebagai
produksi susu tindakan pencegahan
(Johnson 1991).
● Infus diberikan jika sapi
mengalami dehidrasi.
Bloat 2 Keterangan Sapi FH ● Inj Bioprost ● Anti bloat : Permethyl
peternak sapi betina, 10 ml (IM) (Permethyl
mengalami berumur 1,5 polysiloxane)
mencret sejak 2 tahun, belum ● Antihistamin : Vetadryl
hari, pakan pernah (Diphenhydramine
berupa rumput laktasi, HCL)
muda, nafsu terakhir kali ● Suplemen : Biosan TP
makan dan birahi pada (Rudy 2021)
minum baik tanggal 30 ● Menurut Ogilvie (1998),
januari terapi pada kejadian
2023, timpani yaitu, apabila
Sapi tidak mau Sapi FH ● Inj Infadryl 10 timpani bersifat primer
makan dari betina, umur cc (IM) dapat ditangani dengan
kemarin sore, 3.5 tahun, Inj Vitaplex memasukkan cairan
kembung. masa laktasi 10 cc (IM) minyak melalui stomach
ke-1. tube ke dalam lambung
untuk mengurangi
tegangan permukaan
dan memungkinkan
gelembung gas dapat
menyatu atau pemberian
anti bloat untuk
mengurangi busa yang
terbentuk. Sedangkan
penanganan pada
timpani sekunder yaitu
pengobatan terhadap
penyebab primer dan
kecepatan pembentukan
gas dalam rumen harus
diperhatikan.
Abses 2 Keterangan Sapi FH ● Drainase ● Drainase pada benjolan
peternak 2 bulan jantan, ● Antibiotik ● Antibiotik : Penicillin +
yang lalu berumur 2 Cotrimoxazol streptomycin,
muncul benjolan tahun e 7 tablet Cotrimoxazole
kecil pada kaki dimasukkan ● Analgesik : Sulpidon
kiri belakang ke dalam ● Analgesik dan
lalu lama- rongga abses Antipiretik : Phenylject
kelamaan (Phenylbutazone) (Rud
semakin y 2021)
membesar, nafsu
52
makan dan
minum baik
Keterangan Sapi FH Inj Tolfedine 10 ml
peternak ada betina, (IM)
benjolan pada berumur 3,5
leher sapi, tahun, masa
benjolan muncul laktasi ke-1.
4 hari yang lalu,
benjolan pecah
kemarin sore,
sapi sudah
divaksinasi
LSD, nafsu
makan dan
minum baik
Pneumoni 4 Sapi mengalami Sapi FH ● Inj Interflox ● Antibiotik berspektrum
a penurunan nafsu jantan, umur 15 ml (IV) luas, seperti
makan, gelisah, 3 tahun. ● Inj Prodryl 10 enrofloxacin,
nafas cepat dan ml (IV) marbofloxacin,
dangkal. ceftiofur, amoxicillin,
Nafas sapi Sapi FH ● Inj Interflox oxytetracycline,
terdengar sesak betina, umur 10 cc (IV) sulfadimethoxine
selama 2 2.5 tahun, ● Inj Bioprost (Chayrunnisa et al.
minggu, nafsu masa laktasi 10 cc (IM) 2020; Dhillon et al.
makan menurun ke-1. Inj Prodryl 10 2020; Islam et al. 2016).
secara cc (IM) ● Antiinflamasi, seperti
signifikan. asam tolfenamik dan
Berdasarkan Sapi FH ● Inj ADE-plex isoflupredone
keterangan berwarna 10 ml IM (Chayrunnisa et al.
peternak, sapi hitam putih, ● Inj Biopros 10 2020; Dhillon et al.
baru sembuh berumur 2 ml IM 2020).
dari rumen tahun, masa Inj Interflox ● Antihistamin, seperti
acidosis, laktasi ke-1, 10 ml IM CTM
mengalami dan terakhir (chlorpheniramine
batuk selama 10 partus 2 maleate),
hari, nafas cepat minggu yang tripelennamine
dan sesak. lalu hydrochloride, dan
Sapi mengalami Sapi FH ● Inj ADE-plex pyrilamine maleate
penurunan nafsu jantan, umur 10 ml IM (Dhillon et al. 2020;
makan, gelisah, 3 tahun. ● Inj Biopros 10 Peek et al. 2018; Apley
nafas cepat dan ml IM 1994).
dangkal. Inj Interflox ● Suplemen, seperti
10 ml IM vitamin B kompleks
(Dhillon et al. 2020).
Left 3 Penurunan nafsu Sapi FH ● Bedah Penanganan kasus LDA dapat
Displaced makan, gelisah, betina, umur laparotomi. dilakukan secara konservatif
Abomasu abdomen kiri 2.5 tahun, ● Inj Procaben melalui abomasal rolling
m (LDA) membesar. masa laktasi 10 cc (IM) maupun pembedahan. Teknik
ke-4. ● Inj Bioprost rolling dilakukan dengan
10 cc (IM) merebahkan sapi pada sisi
● Inj Tolfedin kanannya selama beberapa menit
10 cc (IM) atau menggulingkan sapi 180°
Abdomen kiri Sapi FH ● Bedah agar abomasum kembali ke posisi
membesar sudah betina, umur laparotomi. semula. Mayoritas kasus dapat
2 hari, nafsu 6 tahun, ● Inj Procaben terulang kembali beberapa hari
makan masa laktasi 10 cc (IM) setelah dilakukan penanganan
menurun. ke-3. ● Inj Bioprost konservatif, sehingga
10 cc (IM) penanganan melalui pembedahan
Inj Tolfedin notabene lebih dianjurkan.
10 cc (IM) Teknik pembedahan yang
Sapi terlihat Sapi FH ● Bedah dilakukan dapat berupa right
lemas dan nafsu betina, laparatomi. flank laparotomy (umumnya
omentopexy), left flank
53
makannya berumur 2.5 ● Infus NaCl + laparotomy, hingga endoscopic
menurun, tahun, Bioprost 10 abomasopexy (Tschoner et al.
seminggu yang laktasi ke-1. ml + Prodryl 2022). Obat-obatan post-operasi
lalu baru saja 10 ml (IV) yang dapat diberikan secara
partus, Inj Interflox umum terdiri atas antibiotik,
konsistensi feses 15 ml (IM). antiradang, analgesik, dan
agak encer. vitamin. Beberapa jenis antibiotik
yang dapat diberikan untuk kasus
ini, antara lain florfenicol,
ceftiofur, penicillin dan
strepromisin, serta berbagai
antibiotika berspektrum luas lain
sebagai terapi profilaksis (Oman
et al. 2016; Insani 2019).
Dexamethasone. flunixin
meglumine, meloxicam,
phenylbutazone, ketoprofen, dan
asam tolfenamik dapat digunakan
sebagai antiradang dan analgesik
post-operasi (Oman et al. 2016;
Insani 2019; Newby et al. 2013;
Rialland et al. 2014). Terapi
suportif berupa pemberian
multivitamin dan ATP dapat
dilakukan dengan tujuan
menambah nafsu makan dan
memperbaiki kondisi tubuh
hewan untuk mempercepat
pemulihan pasca operasi
(Agustiadi 2017).
54