Anda di halaman 1dari 59

Veterinary Ltters

FKH Praktik Kerja Lapangan Tanggal Pelaksanaan


1508 20/02/2023–17/03/2023
Kesehatan Sapi

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN KESEHATAN SAPI


DI KOPERASI PETERNAK SAPI BANDUNG SELATAN (KPBS)
PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
20 FEBRUARI 2023–17 MARET 2023
Disusun oleh:
Kelompok E PPDH Periode I 2022/2023

Loy Weng Kei, S.K.H. B9404221818


Attin Qurotu A Yun, S.K.H. B9404221032
Rifa Nadila, S.K.H. B9404221043
Felicia Rizal Putri, S.K.H B9404221060
Feri Irawan, S.K.H. B9404221068

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


SEKOLAH KEDOKTERAN HEWAN DAN BIOMEDIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2023
Veterinary Ltters

LEMBAR PENGESAHAN

FKH Praktik Kerja Lapangan Tanggal Pelaksanaan


1508 20/02/2023–17/03/2023
Kesehatan Sapi

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN KESEHATAN SAPI


DI KOPERASI PETERNAK SAPI BANDUNG SELATAN (KPBS)
PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
20 FEBRUARI 2023–17 MARET 2023

Disusun oleh:
Kelompok E PPDH Periode I 2022/2023

Loy Weng Kei, S.K.H. B9404221818


Attin Qurotu A Yun, S.K.H. B9404221032
Rifa Nadila, S.K.H. B9404221043
Felicia Rizal Putri, S.K.H B9404221060
Feri Irawan, S.K.H. B9404221068

Menyetujui,
Pembimbing Bagian Klinik

drh. Retno Wulansari, M.Si., Ph.D


NIP 19620220 198803 2 001

Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Koordinator Mata Kuliah PKL
Kemahasiswaan SKHB IPB Kesehatan Sapi Perah

Prof. drh. Ni Wayan K. Karja, Ph.D drh. Riki Siswandi, M.Si., Ph.D
NIP 19690207 199601 2 001 NIP 19830824 200912 1 005

Tanggal Pengesahan:
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-
Nya sehingga kegiatan dan laporan Praktik Kerja Lapangan Kesehatan Sapi Program
Pendidikan Profesi Dokter Hewan Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis Institut
Pertanian Bogor di KPBS Pangalengan dapat diselesaikan. Laporan ditulis berdasarkan
kegiatan praktik kerja lapangan yang dilakukan penulis pada tanggal 20 Februari 2023–
16 Maret 2023. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang
membantu kegiatan praktik kerja lapangan dan penulisan laporan, khususnya kepada:
1. drh. Triono selaku dokter hewan pembimbing lapang dan pengurus KPBS
Pangalengan atas kesempatan untuk melaksanakan PKL di KPBS, serta
bimbingan, arahan, nasihat, dan ilmu yang telah diberikan selama kegiatan
PKL.
2. drh. Asep Yayan, Bapak Ajang Suwardi, Bapak Sopian, Bapak Rodiana, Bapak
Hadi Kusmayadi, Bapak Yayat Ruhiyat, dan Bapak Ikhsan Santika selaku
dokter hewan dan paramedis staf pelayanan kesehatan hewan KPBS atas
arahan dan bimbingan yang diberikan selama kegiatan PKL.
3. drh. Retno Wulansari, M.Si., PhD dan Prof. drh Bambang Purwantara, M.Sc.,
PhD. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, nasihat, dan ilmu yang
telah diberikan selama kegiatan pembimbingan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk
menghasilkan karya yang lebih baik. Penulis berharap laporan ini bermanfaat bagi
semua pihak.

Pangalengan, 18 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii
I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
Latar Belakang........................................................................................................... 1
Tujuan ........................................................................................................................ 1
Manfaat ...................................................................................................................... 1
II PELAKSANAAN KEGIATAN ................................................................................ 2
Waktu dan Tempat..................................................................................................... 2
Metode Pelaksanaan .................................................................................................. 2
KEGIATAN PELAYANAN REPRODUKSI ........................................................... 3
PELAYANAN INSEMINASI BUATAN (IB) ......................................................... 3
PELAYANAN PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN (PKB) .................................... 5
PELAYANAN PENANGANAN PRE-PARTUS DAN POST-PARTUS ................ 8
LAPORAN KASUS 1 : RETENSIO PLASENTA ..................................................... 10
LAPORAN KASUS 2 : MUMIFIKASI FETUS ........................................................ 14
Laporan kasus: kejadian lumpy skin disease pada sapi Friesian Holstein di KPBS
Pangalengan ................................................................................................................ 17
Laporan kasus: kejadian mastitis klinis pada sapi Friesian Holstein di KPBS
Pangalengan ................................................................................................................ 19
Laporan kasus: kejadian abses pada sapi Friesian Holstein di KPBS Pangalengan ... 22
Laporan kasus: kejadian pneumonia pada sapi Friesian Holstein di KPBS
Pangalengan ................................................................................................................ 24
Laporan kasus: kejadian left displaced abomasum pada sapi Friesian Holstein di
KPBS Pangalengan ..................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 29
LAMPIRAN ................................................................................................................ 36

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rekapitulasi pelayanan inseminasi buatan (IB) di KPBS Pangalengan selama praktek
kerja lapangan pelayanan kesehatan reproduksi sapi perah 4
Tabel 2. Hasil evaluasi program inseminasi buatan (IB) di KPBS Pangalengan per Maret
2022 5
Tabel 3. Rekapitulasi hasil pemeriksaan kebuntingan 6
Tabel 4. Pelayanan Penanganan Prepartus dan Postpartus 9

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kartu laporan untuk pemeriksaan kesehatan sapi (A) Kartu laporan sapi birahi (B)
Kartu laporan sapi sakit. 3
Gambar 2. Proses fisiologis pengeluaran plasenta pada sapi perah 10
Gambar 3. Proses pengeluaran plasenta secara manual dan plasenta yang telah dikeluarkan 12
Gambar 4. Fetus yang mengalami mumifikasi 15
Gambar 5. Pohon keputusan terapi mumifikasi fetus (Lefebvre et al. 2015) 16

iii
I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah hewan yang banyak diternakkan karena
memiliki nilai usaha yang tinggi dalam memproduksi susu. Peternakan sapi perah
yang dibangun di Indonesia di dominasi oleh peternakan skala rakyat dengan
kepemilikan hanya sekitar 3 hingga 5 ekor per peternakan (Sembada et al. 2020).
Produksi susu yang dihasilkan di salah satu wilayah Jawa Barat cenderung rendah
(12 L/ekor/hari) (Sembada et al. 2016), jika dibandingkan dengan sapi perah di
negara lain lainnya berkisar 26 L/ekor/hari (Haile-Mariam et al. 2008). Sapi perah
yang banyak diternakkan di Indonesia adalah jenis sapi perah Friesian Holstein
yang berasal dari negara Belanda. Beberapa jenis sapi perah lain yang dapat
diternakkan, yaitu sapi Shorthorn (dari Inggris), Yersey (dari selat Channel antara
Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark)
dan Droughtmaster (dari Australia).
Pemenuhan kebutuhan susu di Indonesia ditunjang dengan banyaknya
wilayah penghasil susu di Indonesia, salah satunya adalah KPBS Pangalengan yang
berlokasi di wilayah Jawa Barat. Koperasi ini telah didirikan sejak tanggal 22 Maret
1969 dengan nama Koperasi Peternakan Bandung Selatan yang kemudian disingkat
sebagai KPBS Pangalengan. KPBS Pangalengan menaungi 2 kecamatan, yaitu
Kecamatan Pangalengan dan Kecamatan Kertasari yang terbagi ke dalam 29 TPK
(Tempat Pelayanan Koperasi) dan 7 MCP (Milk Collection Point). Milk Collection
Point berada di beberapa lokasi, yaitu MCP Cipanas, MCP Citere, MCP Gunung
Cupu, MCP Lembang Sari, MCP Los Cimaung, MCP Mekar Mulya dan MCP
Warnasari yang tersebar di wilayah kerjanya. Pelayanan yang diberikan oleh
koperasi tersebut terhadap peternaknya juga termasuk pelayanan kesehatan hewan
untuk menunjang produksi yang maksimal. Kegiatan pelayanan tersebut dapat
memberikan pengetahuan dan melatih keterampilan bagi mahasiswa PKL sapi
perah Program Profesi Dokter Hewan SKHB IPB.

Tujuan
Kegiatan praktik kerja lapangan kesehatan sapi bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa Program Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PPDH) SKHB IPB dalam kegiatan manajemen
pemeliharaan serta penanganan gangguan kesehatan klinis dan reproduksi sapi
perah.

Manfaat
Kegiatan praktik kerja lapangan kesehatan sapi di KPBS Pangalengan dapat
menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan mahasiswa
PPDH SKHB IPB dalam aplikasi ilmu-ilmu veteriner yang telah diperoleh di
kampus.

1
II PELAKSANAAN KEGIATAN

Waktu dan Tempat


Kegiatan praktik kerja lapangan kesehatan sapi PPDH SKHB IPB
dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2023–16 Maret 2023 di Koperasi Peternak
Sapi Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Metode Pelaksanaan
Kegiatan praktik kerja lapangan yang dilakukan di KPBS Pangalengan yaitu
mengikuti kegiatan pelayanan kesehatan hewan di KPBS Pangalengan. Pelayanan
kesehatan hewan dilaksanakan oleh bertugas kesehatan yang terdiri dari 2 orang
dokter hewan rayon dan 14 orang paramedis veteriner dengan wilayah kerja
masing-masing. Laporan akan disalurkan melalui media elektronik seperti
WhatsApp ataupun kertas laporan yang diletakkan di dalam kotak laporan yang
disediakan di tempat pengumpulan susu (TPS) masing-masing wilayah. Jadwal
kerja petugas kesehatan hewan dimulai pada pukul 07.00 WIB setiap hari Senin
sampai dengan Sabtu. Mahasiswa PPDH SKHB IPB dapat mengikuti kegiatan
petugas tersebut setiap harinya. Pelayanan kesehatan hewan di KPBS Pangalengan
antara lain pemeriksaan hewan, diagnosis dan pengobatan hewan, inseminasi
buatan, pemeriksaan kebuntingan, serta pelayanan pre-partus dan post-partus.

2
KEGIATAN PELAYANAN REPRODUKSI
Kegiatan PKL yang dilakukan di KPBS Pangalengan merupakan kegiatan
pelayanan kesehatan hewan dan pelayanan reproduksi. Kegiatan pelayanan
reproduksi dilakukan secara langsung turun ke lapang dan mengunjungi peternak.
Sistem pelayanan ke peternak berbasi sistem pelaporan yang dilaporkan oleh
peternak. Laporan yang diterima berupa pesan singkat yang dapat dikirimkan
melalui media elektronik (Whatsapp, panggilan suara) ataupun melalui kotak
laporan yang disediakan di setiap Milk Collection Point (MCP) atau di Tempat
Pelayanan Koperasi (TPK) wilayah masing-masing. Laporan untuk pemeriksaan
gejala birahi dapat menggunakan kartu laporan sapi beger/ birahi, sementara
laporan untuk pemeriksaan kesehatan sapi dapat menggunakan kartu laporan sakit/
gering. Selembar kertas putih yang bertuliskan nama dan kelompok juga dapat
dijadikan sebagai kartu laporan yang akan diserahkan oleh peternak. Paramedis dan
dokter akan menerima laporan tersebut dan segera memberikan pelayanan.

Gambar 1. Kartu laporan untuk pemeriksaan kesehatan sapi (A) Kartu laporan sapi
birahi (B) Kartu laporan sapi sakit.

Petugas medis yang turun ke lapang terdiri atas paramedis dan dokter
hewan. Para petugas tersebut telah memiliki wilayah pelayanan masing-masing dan
dokter hewan dapat bertanggung jawab terhadap beberapa paramedis yang turun ke
lapang. Temuan kasus yang membutuhkan diagnosa lebih lanjut dan penanganan
operasi hanya dapat ditangani oleh dokter hewan. Paramedis yang menemukan
kasus kategori tersebut akan melaporkan ke dokter yang bertugas untuk segera
ditangani.

PELAYANAN INSEMINASI BUATAN (IB)


Inseminasi buatan pada hewan didefinisikan sebagai upaya memasukkan
spermatozoa ke dalam saluran reproduksi betina menggunakan peralatan khusus
(Hastuti 2008). Inseminasi buatan telah lama dikenal sebagai salah satu teknologi
yang banyak digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas ternak
dengan lebih efektif dan efisien. Semen hewan jantan yang digunakan berasal dari
bibit unggul yang telah diseleksi sedemikian rupa, baik secara fisik, genetik, hingga
performa dan kualitas spermatozoa yang dihasilkan. Stok semen beku yang dimiliki
KPBS Pangalengan berasal dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang dan BIB
Singosari. Inseminasi buatan dikatakan berhasil jika hewan betina bunting setelah
dilakukan inseminasi (Putri et al. 2020).
Pelaksanaan inseminasi buatan pada sapi perah di lingkungan kerja KPBS
Pangalengan diawali pelaporan oleh peternak bahwa ternaknya menunjukkan

3
tanda-tanda birahi pada petugas medis veteriner yang bertanggung jawab di area
tersebut. Petugas selanjutnya mengunjungi kandang peternak dan memeriksa rekam
medis ternak yang dilaporkan terlebih dahulu, seperti waktu inseminasi terakhir dan
partus terakhir. Gejala birahi akan dikonfirmasi lagi oleh petugas untuk memastikan
ternak berada dalam waktu yang optimal untuk dilakukan inseminasi. Pemeriksaan
yang dilakukan meliputi observasi tanda klinis khas estrus, seperti vulva yang
membengkak (oedem), kemerahan, dan mengeluarkan discharge mukus, ekor yang
cenderung terangkat, hingga palpasi perektal untuk memeriksa kondisi organ
reproduksi interna, seperti serviks, uterus, dan ovarium.
Persiapan inseminasi dimulai dengan preparasi alat dan bahan. Petugas
mengeluarkan straw semen beku dari dalam termos yang berisi nitrogen cair,
kemudian dilakukan thawing selama 30 detik hingga 1 menit menggunakan air
bersih yang tersedia di kandang. Straw semen kemudian dikeringkan dan
dimasukkan ke dalam IB gun dengan posisi sumbat pabrik menghadap inseminator.
Sumbat lab lalu dipotong menggunakan gunting, plastic sheath dipasangkan pada
IB gun, dan IB gun siap dilaksanakan.

Tabel 1. Rekapitulasi pelayanan inseminasi buatan (IB) di KPBS Pangalengan


selama praktek kerja lapangan pelayanan kesehatan reproduksi sapi perah
No Nama Mahasiswa Jumlah Inseminasi Tempat Inseminasi
Buatan (IB) Buatan (IB)

1. Loy Weng Kei 21 Los Cimaung, Citere,


Pangkalan, Mekarmulya.

2. Attin Qurratu A Yun 20 Sukamenak, Warnasari,


Cipanas, Pangkalan, Citere

3. Rifa Nadila 27 Warnasari, Pulosari,


Kramat, Margamukti,
Citere, Cipanas.

4. Felicia Rizal Putri 20 Bojong Waru, Sukamenak,


Margamukti, Pangkalan.

5. Feri Irawan 24 Pulosari, Citere, Kramat,


Trimulyabakti, Pangkalan.

Total 112

Penilaian keberhasilan inseminasi buatan umumnya diketahui melalui


parameter jumlah layanan per kebuntingan atau Service per Conception (S/C) dan
persentase tingkat konsepsi atau Conception Rate (CR). Nilai Service per
Conception menunjukkan jumlah inseminasi per total kebuntingan ternak,
sedangkan Conception Rate merupakan persentase sapi betina yang bunting pada
inseminasi pertama. Nilai Service per Conception (S/C) dihitung berdasarkan
jumlah pelayanan inseminasi yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya
kebuntingan atau konsepsi. Nilai S/C yang semakin rendah secara tidak langsung
menunjukkan kesuburan betina yang semakin baik. Rentang normal nilai S/C di
Indonesia sendiri saat ini adalah 1,6-2,0 (Nuryadi dan Wahjuningsih 2011). Nilai

4
CR secara tidak langsung menunjukkan fertilitas sapi dan efektifitas pelaksanaan
inseminasi oleh petugas. Nilai CR ideal pada negara maju berkisar 60-75%,
sedangkan di Indonesia notabene masih sekitar 50% (Raharja et al. 2018).

Tabel 2. Hasil evaluasi program inseminasi buatan (IB) di KPBS Pangalengan per
Maret 2022
Parameter Evaluasi Nilai
Service per Conception (S/C) 1,65

Conception rate (CR) 45.8%

Nilai S/C di KPBS Pangalengan dikategorikan baik karena masih berada


dalam rentang normal, namun nilai CR berada di bawah persentase ideal rata-rata
populasi di Indonesia. Nilai S/C umumnya dipengaruhi oleh deteksi birahi yang
akurat oleh peternak dan keterampilan inseminator (Yekti et al. 2019). Sebagian
besar peternak di KPBS Pangalengan sudah mengenali tanda-tanda estrus dengan
baik, sehingga cepat dilaporkan kepada petugas medis veteriner di area tersebut
untuk segera dilaporkan inseminasi. Petugas juga akan mengonfirmasi gejala birahi
terlebih dahulu sebelum melakukan inseminasi di waktu yang telah ditentukan.
Nilai CR dapat dipengaruhi oleh kondisi ternak, kesuburan jantan, kesuburan
betina, deteksi estrus, serta pengelolaan reproduksi yang juga berpengaruh pada
fertilitas ternak dan nilai konsepsi (Pradana 2015; Siagarini 2015). Rendahnya nilai
CR di KPBS Pangalengan dapat disebabkan oleh kondisi umum sebagian populasi
ternak yang memiliki BCS < 3. Berdasarkan keterangan peternak, curah hujan yang
tinggi justru menyebabkan kurangnya pakan hijauan yang dapat diberikan kepada
ternak. Selain itu, sebagian ternak juga masih berada dalam masa pemulihan PMK
dan LSD, sehingga nafsu makan dan kondisi tubuh belum kembali normal.

PELAYANAN PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN (PKB)


Pelayanan pemeriksaan kebuntingan (PKB) pada sapi di KPBS Pangalengan
dilakukan oleh dokter hewan dan paramedik veteriner di bawah pengawasan dokter
hewan. Pemeriksaan kebuntingan tersebut dilakukan berdasarkan laporan dan
permintaan oleh peternak. Pemeriksaan kebuntingan yang dilakukan oleh petugas
yakni melalui palpasi rektal. Palpasi rektal dapat digunakan untuk mendiagnosa
kebuntingan, gangguan reproduksi, dan umur kebuntingan (Wardhani 2021).
Petugas akan memeriksa tanda-tanda kebuntingan seperti asimetris cornua uteri,
fluktuasi, dan vesikel amnion. Sapi dinyatakan bunting apabila memiliki salah satu
atau lebih dari tanda-tanda kebuntingan tersebut (Juwita et al. 2021).

5
Tabel 3. Rekapitulasi hasil pemeriksaan kebuntingan
Nama
JPP KPL Literatur
Mahasiswa
Loy Weng Kei 1 2 bulan (Asimetris Cornua uteri asimetris, ukuran
cornua uteri) kantong amnion berkisar 6-7 cm,
uterus masih di dalam rongga pelvis,
fetus sudah dapat dipalpasi, ukuran
fetus berkisar 5-6 cm dan terasa
mengambang di dalam cairan amnion
(ballottement), diameter uterus
bunting 6-8 cm*
1 3 bulan (Asimetris Dapat dirasakan adanya membran
cornua uteri, teraba slip, uterus mulai masuk rongga
kantung amnion dan abdomen, kotiledon sudah dapat
kotiledon kecil) diraba dan berukuran 2-2,5 cm,
ukuran diameter arteri uterina 0,3-0,5
cm, diameter uterus bunting 10-12
cm*
1 6 bulan (Fetus Cornua uteri sudah sulit untuk
teraba, fremitus a. dipegang dikarenakan uterus sudah di
uterina media dalam rongga abdomen, ukuran fetus
berdesir kuat) 50-60 cm, fetus memberikan respon
pada saat kaki atau hidung disentuh,
fremitus jelas teraba, diameter arteri
uterina 1 cm , ukuran kotiledon 3 cm*
1 9 bulan (Fetus telah Fetus sudah masuk ke jalan kelahiran,
memasuki jalur ukuran fetus 70-95 cm, diameter arteri
kelahiran dengan uterina 2 cm*
situs longitudinal
anterior)
Attin Qurattu A 1 2 bulan (Asimetris Cornua uteri asimetris, ukuran
Yun cornua uteri) kantong amnion berkisar 6-7 cm,
uterus masih di dalam rongga pelvis,
fetus sudah dapat dipalpasi, ukuran
fetus berkisar 5-6 cm dan terasa
mengambang di dalam cairan amnion
(ballottement), diameter uterus
bunting 6-8 cm*
1 6 bulan (Teraba Cornua uteri sudah sulit untuk
karunkula dan dan dipegang dikarenakan uterus sudah di
fetus, desiran A. dalam rongga abdomen, ukuran fetus
uterina media) 50-60 cm, fetus memberikan respon
pada saat kaki atau hidung disentuh,
fremitus jelas teraba, diameter arteri
uterina 1 cm , ukuran kotiledon 3 cm*
1 9 bulan (fetus telah Fetus sudah masuk ke jalan kelahiran,
memasuki jalur ukuran fetus 70-95 cm, diameter arteri
kelahiran dengan uterina 2 cm*
situs longitudinal
anterior)
Rifa Nadila 2 2 bulan (Asimetris Cornua uteri asimetris, ukuran
dan fluktuasi cornua kantong amnion berkisar 6-7 cm,

6
uteri) uterus masih di dalam rongga pelvis,
fetus sudah dapat dipalpasi, ukuran
fetus berkisar 5-6 cm dan terasa
mengambang di dalam cairan amnion
(ballottement), diameter uterus
bunting 6-8 cm*
2 3 bulan (Asimetris Dapat dirasakan adanya membran
cornua uteri, teraba slip, uterus mulai masuk rongga
kantung amnion dan abdomen, kotiledon sudah dapat
kotiledon kecil) diraba dan berukuran 2-2,5 cm,
ukuran diameter arteri uterina 0,3-0,5
cm, diameter uterus bunting 10-12
cm*
1 6 bulan (Fetus Cornua uteri sudah sulit untuk
teraba, fremitus a. dipegang dikarenakan uterus sudah di
uterina media dalam rongga abdomen, ukuran fetus
berdesir kuat) 50-60 cm, fetus memberikan respon
pada saat kaki atau hidung disentuh,
fremitus jelas teraba, diameter arteri
uterina 1 cm , ukuran kotiledon 3 cm*
2 9 bulan (fetus telah Fetus sudah masuk ke jalan kelahiran,
memasuki jalur ukuran fetus 70-95 cm, diameter arteri
kelahiran dengan uterina 2 cm*
situs longitudinal
anterior, ada refleks
menendang)
Felicia Rizal 2 2 bulan (Asimetris Cornua uteri asimetris, ukuran
Putri cornua uteri) kantong amnion berkisar 6-7 cm,
uterus masih di dalam rongga pelvis,
fetus sudah dapat dipalpasi, ukuran
fetus berkisar 5-6 cm dan terasa
mengambang di dalam cairan amnion
(ballottement), diameter uterus
bunting 6-8 cm*
2 6 bulan (Fetus Cornua uteri sudah sulit untuk
teraba, fremitus a. dipegang dikarenakan uterus sudah di
uterina media dalam rongga abdomen, ukuran fetus
berdesir kuat) 50-60 cm, fetus memberikan respon
pada saat kaki atau hidung disentuh,
fremitus jelas teraba, diameter arteri
uterina 1 cm , ukuran kotiledon 3 cm*
1 9 bulan (fetus telah Fetus sudah masuk ke jalan kelahiran,
memasuki jalur ukuran fetus 70-95 cm, diameter arteri
kelahiran dengan uterina 2 cm*
situs longitudinal
anterior)
Feri Irawan 1 2 bulan (Asimetris Cornua uteri asimetris, ukuran
cornua uteri) kantong amnion berkisar 6-7 cm,
uterus masih di dalam rongga pelvis,
fetus sudah dapat dipalpasi, ukuran
fetus berkisar 5-6 cm dan terasa
mengambang di dalam cairan amnion

7
(ballottement), diameter uterus
bunting 6-8 cm*
2 3 bulan (Asimetris Dapat dirasakan adanya membran
cornua uteri, teraba slip, uterus mulai masuk rongga
kantung amnion dan abdomen, kotiledon sudah dapat
kotiledon kecil) diraba dan berukuran 2-2,5 cm,
ukuran diameter arteri uterina 0,3-0,5
cm, diameter uterus bunting 10-12
cm*
1 6 bulan (Fetus Cornua uteri sudah sulit untuk
teraba, fremitus a. dipegang dikarenakan uterus sudah di
uterina media dalam rongga abdomen, ukuran fetus
berdesir kuat) 50-60 cm, fetus memberikan respon
pada saat kaki atau hidung disentuh,
fremitus jelas teraba, diameter arteri
uterina 1 cm , ukuran kotiledon 3 cm*
2 9 bulan (fetus telah Fetus sudah masuk ke jalan kelahiran,
memasuki jalur ukuran fetus 70-95 cm, diameter arteri
kelahiran dengan uterina 2 cm*
situs longitudinal
anterior, ada refleks
menendang)
Keterangan:
JPP : Jumlah palpasi perektal
KPL : Keterangan petugas lapang
*(Whittier 2013)

PELAYANAN PENANGANAN PRE-PARTUS DAN POST-PARTUS


Pelayanan pre-partus dan post-partus merupakan salah satu layanan yang
diberikan oleh KPBS Pangalengan kepada peternak anggota koperasi. Penanganan
pre-partus dan post-partus yang bertujuan untuk menanggulangi penyakit serta
gangguan reproduksi yang terjadi saat pre-partus dan post-partus, melalui terapi
seperti pemberian antipiretik, analgesik, hormon, dan vitamin. Jenis hormone yang
diberikan adalah oksitosin sebanyak 5 ml/ekor intramuscular. Hormon Oxytoxin®
diberikan untuk mengurangi risiko kejadian retensi plasenta dan infeksi uteru yang
dapat menunda konsepsi berikutnya. Oksitosin juga dapat mencegah perdarahan
postpartum yang berlebihan dengan membantu uterus berkontraksi dengan lebih
baik (Eiler et al. 1984). Antipiretik dan analgesik yang digunakan ialah Sulpidon®
(dipyrone dan lidocaine) yang diberikan untuk mengurangi demam dan rasa nyeri
post partus. Sulpidon® diberikan dengan dosis 20 ml/ekor secara intramuscular.
Vitamin yang digunakan adalah ADE plex®, Biopros TP®, dan Pro B Plex®
(Vitamin A, B1, B2, B6, B12, D, E, dan ATP) yang diberikan untuk mencukupi
kebutuhan vitamin yang dibutuhkan sapi sebagai pertumbuhan mamae, persiapan
pembentukan kolostrum dan susu, antioksidan, energi tambahan dan dapat
mencegah terjadinya gangguan reproduksi seperti retensio plasenta pada sapi serta
dapat menjaga kondisi kesehatan agar sapi segera pulih dan siklus birahinya tetap
normal (Arechiga et al. 1994). ADE plex®, Biopros TP®, dan Vitaplex® masing -
masing diberikan dengan dosis 10 ml/ekor secara intramuscular.

8
Tabel 4. Pelayanan Penanganan Prepartus dan Postpartus
No Nama Pre partus Post partus Penanganan
Mahasiswa (ekor) (ekor)

1. Loy Weng 3 5 Pre-parus: Pemberian


Kei Sulpidon® dan vitamin
Vitaplex®
Post-partus: Injeksi Biopros
TP®, ADE plex®, Sulpidon®,
Vitaplex®

2. Attin Qurrota 2 5 Pre Partus: Pemberian vitamin


Biopros TP®
Post Partus: Bioprost TP®,
Sulpidon®, Oxytoxin®

3. Rifa Nadila 3 4 Pre-partus: injeksi Biopros


TP®
Post-partus: injeksi
BioprosTP®, injeksi
Oxytoxin®

4. Felicia Rizal 2 6 Pre partus: ADE Plex®,


Putri Bioprost TP®
Post partus: Sulpidon®,
Bioprost TP®

5. Feri Irawan 3 8 Pre-partus: injeksi vitamin


Biopros TP®
Post-partus: injeksi Biopros
TP®, injeksi Oxytoxin®

9
LAPORAN KASUS 1 : RETENSIO PLASENTA

Etiologi
Gangguan reproduksi merupakan penyebab utama dari penurunan
produktivitas dan efektivitas ternak sapi. Adapun salah satu gangguan reproduksi
yang dimaksud adalah retensio plasenta (Abdisa 2018). Definisi retensio plasenta
sangatlah beragam, namun secara garis besar retensio plasenta adalah keadaan
dimana plasenta tidak dapat dikeluarkan 8-48 jam post-partus (Biner et al. 2015)
(Jemal 2016) (Tucho dan Ahmed 2017). Pada sapi perah kejadian retensio plasenta
bisa mencapai 5-15% (Dervishi et al. 2016). Ada dua faktor yang mempengaruhi
pengeluaran plasenta. Faktor yang pertama adalah adanya pelepasan kotiledon
dengan karunkula. Faktor yang kedua adalah adanya kekuatan kontraksi uterus yang
cukup untuk melepaskan dan mengeluarkan plasenta. Bila ditemukan adanya
gangguan pada kedua faktor tersebut, maka akan terjadi retensio plasenta (Jakson
2004). Retensio plasenta dapat mengakibatkan gangguan kesehatan lebih lanjut
seperti inflamasi uterus, demam, penurunan berat badan, penurunan produksi susu,
perpanjangan calving interval, dan pada kasus berat dapat mengakibatkan kematian
pada sapi. Selain itu retensio plasenta juga dapat mengakibatkan sapi terinfeksi
Clostridium tetani yang umum dijumpai di dalam kandang (Hanafi et al. 2011).

Patogenesis
Elemen kunci pada mekanisme terjadinya retensio plasenta pada sapi
notabene berupa kegagalan terpisahnya perlekatan kotiledon-karunkula atau
plasentom tepat waktu setelah partus (Davies et al. 2004). Enzim kolagenase
ternyata memegang peranan penting terhadap proses ekspulsi plasenta pada sapi.
Peningkatan aktivitas kolagenase sendiri dipengaruhi oleh respon imun induk pada
periode partus, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 2. Proses fisiologis pengeluaran plasenta pada sapi perah


(Tagesu dan Ahmed 2017)

10
Kurangnya faktor kemotaksis pada plasentom menurunkan respon leukosit
dan neutrofil terhadap stimuli, sehingga aktivitas kolagenase yang berperan penting
dalam pemisahan kotiledon dan karunkula ikut menurun. Sapi dengan kondisi
imunosupresi dan keseimbangan energi negatif pada masa prepartum memiliki 80%
kecenderungan mengalami retensio plasenta (Tagesu dan Ahmed 2017). Penelitian
terbaru membuktikan bahwa kausa imunologis lebih berperan dari motilitas uterus
pada kejadian retensio plasenta, dimana sapi dengan kasus retensio diketahui
memiliki aktivitas uterus yang baik setelah partus (Frazer 2005).
Manajemen kesehatan dan nutrisi ternak berkontribusi besar terhadap
potensi kejadian retensio plasenta. Ternak yang defisiensi nutrisi, terutama pada 6
hingga 8 minggu sebelum partus, berisiko mengalami retensio tidak hanya melalui
gangguan imun, namun juga penurunan kontraktilitas uterus yang dipengaruhi oleh
profil hormonal dan kadar kalsium dalam darah (Fricke 2001). Faktor mekanik
seperti distokia dan bobot lahir pedet juga dapat meningkatkan risiko retensio
plasenta. Pedet dengan bobot lahir tinggi cenderung menekan plasenta dan fetal
membran, sehingga perlekatan plasentom (kotiledon-karunkula) menjadi semakin
kuat dan plasenta semakin sulit dikeluarkan (Tagesu dan Ahmed 2017).

Sinyalemen dan Anamnesis


Sapi merupakan sapi dara dengan breed Friesian Holstein yang berumur 2
tahun dan diketahui baru pertama kali bunting. Peternak melaporkan ke petugas
bahwa sapi tersebut mengalami partus secara normal namun kesulitan dalam
mengeluarkan plasenta. Plasenta terlihat menyembul pada vulva dan tidak dapat
keluar secara sempurna. Pada bagian vulva juga terlihat adanya pendarahan.
Kondisi tersebut telah berlangsung selama lebih dari 12 jam. Sapi tampak lemas
dan mengalami penurunan nafsu makan.

Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik yang dilakukan menunjukkan heart rate 64 x/menit,
respiration rate 36 x/menit, dan suhu tubuh 39.8 °C. Pemeriksaan secara inspeksi
pada daerah vulva menunjukkan adanya darah dan plasenta yang menyembul keluar
yang berarti plasenta tertahan dan tidak dapat dikeluarkan. Sapi juga terlihat
merejan beberapa kali untuk mencoba mengeluarkan plasenta. Kondisi tersebut
telah berlangsung selama 12 jam yang diikuti dengan penurunan nafsu makan dan
demam.

Diagnosis dan Prognosis


Pemeriksaan klinis kasus retensio plasenta dilakukan melalui inspeksi dan
palpasi. Hasil inspeksi pada daerah vulva terlihat adanya plasenta yang
menggantung lebih dari 12 jam. Selanjutnya, hasil pemeriksaan palpasi pervaginal
teraba adanya perlekatan kotiledon dan karunkula. Menurut Affandhy (2001),
palpasi pervaginal dilakukan untuk memastikan penyebab dari terjadinya retensio
plasenta dan juga menentukan derajat keparahan kejadian retensio plasenta.
Umunya tanda yang paling bisa diaamati bagi kasus retensio plasenta adalah
selaput yang merosot, berubah warna serta berbau busuk yang menggantung dari
vulva. Terdapat juga kasus yang di mana plasenta tertinggal di dalam uterus dan

11
tidak bisa terlihat, dalam kasus ini bisa dilakukan diagnosis dari cairan keluar yang
berbau busuk (Rajala and Grohn 1998). Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan
secara inspeksi, dan palpasi pervaginal, maka hewan kasus di diagnosis retensio
plasenta dengan prognosis fausta.

Terapi
Penanganan kasus retensio plasenta pada hewan kasus yakni dengan
pelepasan karunkula dan kotiledon secara manual (manual removal) melalui palpasi
pervaginal. Penanganan pada kasus retensio plasenta bertujuan untuk
menghilangkan sisa-sisa plasenta dari saluran reproduksi. Penanganan melalui
manual removal harus dilakukan kurang dari 72 jam post partus untuk menghindari
terjadinya infeksi dan infertilitas pada induk (Hardjopranjoto 1995). Setelah
plasenta berhasil dikeluarkan, selanjutnya diberikan pengobatan berupa antibiotik
dan anti inflamasi. Hewan kasus diberikan antibiotik Neo-Kotrimok® yang
mengandung sulfamethoxazole 800 mg dan trimethoprim 160 mg sebanyak 6 bolus
melalui rute intrauterine. Kombinasi sulfamethoxazole dan trimethoprim (Co-
trimoxazole) merupakan antibiotik yang umum digunakan untuk terapi retensio
plasenta pada sapi perah untuk mengeliminasi bakteri di uterus (Gilbert et al. 2002).
Sulfamethoxazole bersifat bakteriostatik, sedangkan trimethoprim bersifat
bakterisidal, sehingga kombinasi keduanya dapat meningkatkan spektrum kerja
antibiotik terhadap bakteri Gram-positif seperti Staphylococcus sp. dan bakteri
Gram-negatif seperti Enterobacteriaceae (Plumb 2011).

Gambar 3. Proses pengeluaran plasenta secara manual dan plasenta yang telah
dikeluarkan

Hewan kasus juga diberikan injeksi Interflox® 10 ml secara intramuskular


(IM). Interflox merupakan sediaan yang mengandung antibiotik enrofloxacin.
Enrofloxacin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon yang bekerja
menghambat replikasi DNA, sehingga menghasilkan efek sitotoksik dalam sel
target. Enrofloxacin menjadi obat lini pertama pada infeksi respirasi, namun sediaan
tersebut juga dapat digunakan untuk penyakit saluran pencernaan, urinari,
persendian, mastitis, penyakit kulit, dan saluran genital (Trouchon dan Lefebvre
2016). Selain itu, hewan kasus juga diberikan Tolfedine® yang mengandung
tolfenamic acid. Tolfenamic acid termasuk sediaan antiinflamasi nonsteroid

12
(NSAID) yang digunakan sebagai terapi anti inflamasi akut dan kronis (Plumb
2011).
Penanganan terhadap kejadian retensio plasenta dapat dilakukan dengan
pemberian hormon. Preparat hormon yang umum digunakan dalam pengobatan
retensi plasenta, yaitu prostaglandin dan oksitosin. Hormon tersebut berperan dalam
kontraksi uterus, sehingga dapat menjadi alternatif pengobatan terhadap kejadian
retensio plasenta akibat atonia uteri. PGF2α tidak menyebabkan lepasnya karunkula
dan kotiledon, tetapi dapat meningkatkan performa reproduksi pada sapi
postpartum awal (Youngquist dan Threlfall 2007). Namun, banyak penelitian yang
tidak mendukung penggunaannya sebagai pengobatan pada kejadian retensio
plasenta (Yusuf 2016).

13
LAPORAN KASUS 2 : MUMIFIKASI FETUS

Etiologi
Mumifikasi fetus merupakan peristiwa kematian fetus dalam kondisi tidak
ada oksigen dan mikroorganisme, sehingga fetus terlihat menyusut dan kering
akibat dehidrasi fetal fluid selama proses mumifikasi (Hatta 2022). Mumifikasi
umumnya terjadi pada usia kebuntingan di atas 70 hari atau jika osifikasi fetus telah
sempurna. Fetus yang mati pada usia kebuntingan di bawah 70 hari atau masih pada
masa embrio berpotensi masih dapat diserap kembali oleh tubuh induk, sehingga
mumifikasi belum dapat terjadi. Mumifikasi sendiri dilaporkan sering terjadi antara
bulan ke-3 dan ke-8 kebuntingan (Lefebvfre 2015). Fetus yang mati tanpa inisiasi
kelahiran dapat menyebabkan corpus luteum (CL) menjadi persisten atau tidak
mengalami regresi, sehingga kebuntingan tetap dipertahankan akibat keberadaan
progesteron yang masih dihasilkan oleh CL (Arifianto et al. 2021).
Beberapa spesies yang pernah dilaporkan mengalami mumifikasi fetus,
antara lain sapi dan kerbau (bovine), babi, kambing, domba, kuda, anjing, serta
kucing. Etiologi mumifikasi fetus dapat berasal dari kausa infeksius (patogen),
maupun kausa non-infeksius, seperti faktor mekanik dan genetik. Vikram et al.
(2020) menyebutkan bahwa kausa infeksius yang berisiko menyebabkan
mumifikasi fetus pada sapi dan kerbau meliputi Campylobacter fetus, Leptospira
spp., Neospora caninum, kapang, enterovirus, serta virus BVD-MD. Faktor
mekanik yang dapat memicu mumifikasi fetus, antara lain tosio umbilikal, torsio
uteri, abnormalitas plasenta (defek atau hemoragi). Defisiensi energi dan protein
serta profil hormon induk yang abnormal pada usia kebuntingan 90—120 hari juga
dapat memicu kondisi ini. Berbagai penelitian juga melaporkan adanya faktor
genetik pada kejadian mumifikasi fetus, seperti abnormalitas kromosom dan
defisiensi uridine monophosphate synthase (DUMPS) yang esensial bagi
kebuntingan. Plumlee et al. (1992) juga melaporkan potensi toksik tanaman Pieris
japonica atau pohon andromeda terhadap kebuntingan hewan setelah diketahui
menyebabkan banyak kasus mumifikasi fetus pada kambing dan domba.
Mumifikasi dapat berkembang menjadi kejadian maserasi jika terjadi kegagalan
pengeluaran fetus, inertia uteri, hingga infeksii mikroorganisme, sehingga harus
segera ditangani dengan tepat (Arifianto et al. 2021).
Patogenesa
Mumifikasi fetus merupakan kematian fetus yang disebabkan oleh beberapa
faktor seperti seperti bovine viral diarrhea (BVD), leptospirosis, torsio uteri, torsio
umbilical, anomali genetik. Fetus yang mengalami mumifikasi memiliki ciri khas
konsistensi keras, kaku dengan tulang yang telah terbentuk sempurna, cairan
amnion menghilang dan kulit tak berkeratin (Krishan 2015). Mumifikasi dimulai
dari kematian pada fetus yang menyebabkan karunkula sebagai penghubung antara
fetus dan induk juga ikut mati dan mengalami autolisis (Kumar and Saxena 2018).
Cairan amnion akan langsung diserap oleh induk setelah fetus mati. Penyerapan
tersebut juga dipermudah karena kulit fetus tidak memiliki keratin sehingga
kehilangan cairan tubuh fetus lebih cepat (Hubbet 1974). Tipe mumifikasi yang

14
ditemukan pada kasus tersebut merupakan tipe hematik dimana fetus tampak
diselubungi oleh selaput berwarna coklat akibat dari lisisnya karunkula.

Sinyalemen dan Anamnesis


Seekor sapi perah betina jenis Friesian Holstein yang berumur 3,5 tahun
berada di daerah Margamukti dilaporkan memiliki kebuntingan abnormal pada usia
kebuntingan 6 bulan. Sapi tersebut pernah mengalami satu kali laktasi. Menurut
penternak tersebut, sapi ini telah bunting selama 6 bulan namun abdomennya tidak
membesar. Prostaglandin F2a diberi dalam bentuk injeksi pada 3 hari yang lalu
tetapi fetus masih tidak keluar.

Pemeriksaan Klinis
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa sapi memiliki suhu 38,5 oC,
respiration rate 44 kali/menit, dan heart rate 76 kali/menit. Hasil palpasi perektal
menunjukkan tidak adanya pergerakan fetus, tidak ada fremitus, dan teraba massa
keras pada uterus. Selain itu, kotiledon serta fetal fluid tidak ditemukan dan tidak
diraba sewaktu palpasi perektal dilakukan. Hasil palpasi pervaginal juga dilakkukan
dan hasilnya menunjukkan kondisi serviks yang tertutup.

Gambar 4. Fetus yang mengalami mumifikasi

Gejala Klinis
Secara umum gejala klinis pada kasus mumifikasi sapi seringkali tidak
terlihat. Korpus luteum akan tetap bertahan di ovarium karena tidak ada fetus untuk
mengajukan partus serta tidak ada respons inflamasi. Oleh itu, tidak akan ada
discharge dari vagina serta tanda-tanda estrus tidak akan diaamati. Gejala yang
paling ternyata adalah abdomen akan diaamati relatif kecil untuk tahap partus
tertentu. Sekiranya tanda-tanda partus tidak diaamati, rektal palpasi akan dilakukan.
Hasil palpasi pada mumifikasi adalah seperti uterus relatif kecil, kekurangan cairan
(fetal fluid), massa fetus inert, keras dan tidak teratur, tidak ada kotiledon, arteri
uetrina kecil dan fremitus tidak dapat dirasa serta ovarium yang mengandung
korpus luteum masih teraba (Chaudhary et al. 2010). Selain dari rektal palpasi,
diagnosis mumifikasi juga dapat dikonfirmasi dari hasil ultrasonagrafi (USG). Hasil

15
ultrasonagrafi menunjukkan adanya berkurangnya cairan plasenta, massa padat
yang tidak bergerak serta tidak adanya detak jantung fetus (Jyoti et al. 2019).

Diagnosis dan Prognosis


Hasil pemeriksaan secara inspeksi didapatkan bahwa abdomen tidak
mengalami pembesaran dan discharge keluar dari vulva. Berdasarkan hasil palpasi
perektal menunjukkan tidak adanya pergerakan, adanya pengerasan, dan tidak
teraba fremitus pada fetus. Menurut Purohit dan Gaur (2011), palpasi rektal pada
fetus yang mengalami mumifikasi akan menunjukkan tidak adanya cairan pada
uterus dan massa teraba seperti kantung yang terbungkus rapat di sekitar fetus yang
keras. Menurut Lefebvre et al. (2009), palpasi perektal pada ovarium sapi yang
mengalami mumifikasi fetus akan teraba adanya corpus luteum persisten (CLP).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan secara inspeksi, dan palpasi perektal, maka
hewan kasus didiagnosis mengalami mumifikasi fetus dengan prognosis fausta.

Terapi
Terapi yang digunakan pada kasus lapang adalah dengan injeksi PGF2α
(Luteosyl®) sebanyak 6 ml dan vitamin B12 (Biopros®) sebanyak 10 ml secara IM.
Menurut Krishan (2015) umumnya penanganan kasus mumifikasi fetus dapat
dilakukan dengan injeksi PGF2α. Fungsi dari PGF2α adalah untuk melisiskan
corpus luteum, serta dapat meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin
(Safdar dan Kor 2014) (Jenkin 1992). Oksitosin berfungsi meningkatkan kontraksi
uterus sehingga fetus dapat dikeluarkan (Lestari dan Ismudiono 2014). Vitamin B12
berperan sebagai koenzim yang dibutuhkan dalam proses pembentukan energi
(Shils et al. 2006), sedangkan ATP berfungsi sebagai sumber energi dan molekul
sinyal bagi reaksi metabolisme di dalam sel. Prosedur intervensi dengan operasi
caesar dapat dilakukan jika prosedur terapi mumifikasi fetus tidak dapat dilakukan
(Azizunnesa et al. 2010).

Gambar 5. Pohon keputusan terapi mumifikasi fetus (Lefebvre et al. 2015)

16
ARSHI Veterinary Letters

Laporan kasus: kejadian lumpy skin disease pada sapi Friesian


Holstein di KPBS Pangalengan
Attin Qurrotu A Yun1, Felicia Rizal Putri1, Feri Irawan1, Loy Weng Kei1, Rifa Nadila1, Retno
Wulansari2
1
Program Pendidikan Dokter Hewan, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, Bogor
2
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, Bogor

ABSTRACT: Lumpy skin disease (LSD) merupakan penyakit yang utamanya menyerang sapi (Bos indicus dan Bos taurus),
kerbau, dan hewan liar diakibatkan oleh infeksi virus golongan poxvirus dengan genus Capripoxvirus. Seekor pedet berusia 3
bulan dengan ras Friesian Holstein (FH), menderita LSD dengan gejala demam, ditemukan nodul sebesar 2-5 cm pada bagian
leher, kepala, dan kaki yang telah berlangsung selama 2 hari. Terapi yang diberikan berupa suportif untuk meredakan gejala,
yaitu pemberian Sulpidon® dengan rute intramuskular sebanyak 10 ml dan Bioprost® dengan rute intramuskular sebanyak 10
ml. Setelah pemberian terapi, nafsu makan hewan mulai kembali dan gejala yang timbul membaik.

Kata kunci: Friesien Holstein, Lumpy skin disease, Pedet

 PENDAHULUAN antipiretik, dan antispasmodik, serta Bioprost® dengan rute


intramuskular sebanyak 10 ml sebagai vitamin.
Lumpy skin disease (LSD) merupakan penyakit yang
diakibatkan oleh adanya infeksi virus golongan poxvirus dengan  PEMBAHASAN
genus Capripoxvirus. LSD utamanya menyerang sapi (Bos
indicus dan Bos taurus), kerbau, dan hewan liar (Babiuk et al. Kasus yang diangkat merupakan temuan kasus di lapang
2008). Genus Capripoxvirus terbagi ke dalam 3 virus, yaitu virus yang terjadi pada tanggal 2 Maret 2023. Peternak mengeluhkan
Goat pox (GP), virus sheep pox (SP) dan virus Lumpy skin seekor pedet yang berusia 3 bulan memiliki bentol di beberapa
disease. Virus LSD memiliki struktur double stranded deoxyribo bagian tubuhnya. Kondisi tersebut sudah berlangsung selama 2
nucleic acid (DNA) dengan amplop yang mengandung lipid. hari dan pedet mengalami penurunan nafsu makan. Pemeriksaan
Virus akan bereplikasi di sitoplasma dan mempunyai kemiripan secara klinis menunjukkan adanya nodul-nodul yang berukuran
yang tinggi dengan genom virus SP dan virus GP (Lojkic et al. sekitar 2-5 cm. Nodul-nodul tersebut menyebar di beberapa
2018). daerah seperti daerah leher, kepala, dan kaki. Sapi juga
Lumpy skin disease (LSD) ditemukan pertama kali di daerah mengalami demam yang ditunjukkan melalui pengukuran suhu
Afrika Selatan, yaitu Zambia pada tahun 1929 (Morris 1931), rektal 41oC. Menurut pendapat Annandale et al. (2014), selain
yang kemudian menyebar ke beberapa negara Timur tengah, ditemukannya nodul-nodul, sapi juga akan mengalami
Eropa dan Asia. LSD dapat dikatakan sebagai penyakit eksotik di penurunan nafsu makan, demam, pembesaran pada limfonodus,
Indonesia, yaitu penyakit yang belum pernah ada di suatu wilayah nasal discharge, hipersalivasi, penurunan berat badan, dan
atau telah dibebaskan di suatu wilayah Indonesia (Sendow et al. penurunan produksi susu pada sapi perah. Nodul pada kulit
2021). Menurut OIE (2017), penyakit ini digolongkan ke dalam dapat mudah teramati dan memiliki karakteristik keras, sedikit
transboundary animal disease sehingga penyebaran penyakit terangkat, berbatas yang jelas, berdiameter 2-7 cm dan muncul
dapat melalui lalu lintas ternak dari satu daerah ke daerah lainnya. di daerah leher, kaki, ekor, dan punggung yang terjadi pada awal
Gejala klinis yang khas ditunjukkan adalah terlihat adanya nodul gejala demam (Beard 2016). Diagnosis di lapangan dilakukan
berukuran 2-5 cm pada kulit terutama di bagian leher, kepala, dengan cara melihat gejala klinis, namun diperlukan juga
perineum, genital, dan tubuh (Abutarbush et al. 2015). diagnosa penunjang seperti pemeriksaan molekular
menggunakan PCR, serologis menggunakan ELISA dan IFAT
 KASUS (Guyassa 2022).
LSD memiliki tingkat mortalitas yang rendah dibanding
Sinyalemen: Sapi Friesian Holstein (FH) berwarna hitam-
dengan PMK, kasus yang pernah dilaporkan di Oman
putih, berjenis kelamin jantan, dan berumur 3 bulan. Anamnesa:
Sapi dikeluhkan mengalami penurunan nafsu makan dan ditemukan menunjukkan tingkat mortalitas sebesar 12%, sedangkan
adanya bentol pada beberapa area tubuh, seperti bagian leher, tingkat morbiditasnya 35-40% (Khumar 2011). Masa inkubasi
kepala, dan kaki. Menurut keterangan peternak, bentol tersebut setelah virus ini menginfeksi berkisar antara 2 hingga 5 minggu
timbul dari 2 hari yang lalu. Pemeriksaan klinis: Hasil (Tuppurainen dan Oura 2012). Virus akan bereplikasi di dalam
pemeriksaan fisik pada sapi menunjukkan 41oC. detak jantung 80 sitoplasma inang pada hari ke-4 hingga 7. Selanjutnya, terjadi
kali/ menit, dan frekuensi nafas 36 kali/menit. Status present: viremia dan virus berkumpul di daerah mulut dan hidung
Pertumbuhan badan baik, perawatan baik, habitus hewan dapat
menyebabkan keluarnya discharge dan hipersalivasi di hari 6
berdiri pada keempat kakinya. Gejala klinis: Nodul-nodul yang
berukuran sekitar 2-5 cm ditemukan pada bagian leher, kepala, dan hingga 18. Pada hari ke 7 hingga 19 pasca infeksi, akan muncul
kaki, serta hewan mengalami demam. Diagnosa: Lumpy Skin pembengkakan pada limfonodus dan munculnya nodul di kulit
Disease. Prognosa: Fausta. Terapi: Obat Sulpidon® dengan rute (Namazi dan Tafti 2021).
intramuskular sebanyak 10 ml sebagai obat analgesik, Penularan LSD yang banyak dilaporkan saat ini yaitu
17
© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia)
ARSHI Veterinary Letters
melalui vektor serangga/ arthropoda yang dapat menghisap.
Vektor serangga hanya bersifat sebagai vektor mekanik yang
membawa virus dan akan menularkannya melalui gigitan.
Adapun beberapa serangga yang menjadi vektor mekanik
tersebarnya penyakit LSD, yaitu lalat stable (Stomoxys
calcitrans), nyamuk (Aedes aegypti), dan caplak (spesies
Rhipicephalus dan Amblyomma). Menurut penelitian Issimov et
al. (2020), spesies lalat Stomoxys spp. (Stomoxys calcitrans,
Stomoxys sitiens, dan Stomoxys indica) memiliki kemampuan
menularkan virus LSD dalam interval 1 jam setelah menghisap
darah sapi yang terinfeksi. Selain penularan melalui vektor
mekanis, penularan dapat terjadi melalui intra-uterine (Rouby
dan Aboulsoud 2016), sekresi susu dan kulit yang terbuka
(Tuppurainen et al. 2017). Penularan yang terjadi pada pedet
yang berusia 3 bulan tersebut dimungkinkan terjadi karena
pedet tersebut masih dalam tahap penyapihan sehingga
memerlukan susu induk.
Sapi yang terinfeksi LSD diberikan terapi yang bersifat
suportif. Pedet diberikan sediaan obat Sulpidon® sebanyak 10
ml IM dan Bioprost® sebanyak 10 ml IM. Sulpidon®
merupakan obat golongan analgesik dan antipiretik. Kandungan
didalamnya berupa dipyrone dan lidocaine yang memiliki efek
menurunkan panas, menghilangkan rasa sakit dan
antispasmodik (Hurek et al. 2021). Bioprost mengandung ATP,
vitamin B12, Mg aspartat, K aspartat, dan sodium selenit
berfungsi sebagai penambah stamina dan meningkatkan nafsu
makan pedet. Kontrol dan pencegahan menularnya LSD dapat
dilakukan dengan cara melaksanakan program vaksinasi pada
ternak yang belum terdampak. Selain itu, pengendalian terhadap
vektor mekanis sebagai penular utama serta pembatasan lalu
lintas ternak juga perlu dilakukan (Sendow et al. 2021).

 SIMPULAN

Pedet berusia 3 bulan di diagnosa menderita lumpy skin


disease. Tanda yang muncul antara lain ditemukannya nodul
sebesar 2-5 cm pada bagian leher, kepala, dan kaki, yang
disertai demam. Pemberian terapi pada pedet menunjukkan
hasil yang baik dengan nafsu makan meningkat dan gejala
mereda.

18
© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia)
ARSHI Veterinary Letters

Laporan kasus: kejadian mastitis klinis pada sapi Friesian Holstein


di KPBS Pangalengan
Felicia Rizal Putri1, Attin Qurrotu A Yun1, Feri Irawan1, Loy Weng Kei1, Rifa Nadila1, Retno
Wulansari2
1
Program Pendidikan Dokter Hewan, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, Bogor
2
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, Bogor

ABSTRACT: Mastitis merupakan penyakit yang paling umum ditemukan pada sapi perah. Berdasarkan gejala klinisnya
mastitis terbagi menjadi 2 yaitu, mastitis klinis dan subklinis. Seekor sapi betina berusia 5 tahun dengan ras Friesian Holstein
(FH). menderita mastitis klinis dengan gejala pembengkakkan ambing, konsistensi ambing keras, susu memiliki konsistensi
kentar dan berwarna kekuningan. Terapi yang diberikan adalah dengan injeksi Tolfedine® dengan rute intravena (IV) sebanak
10 ml dan Procaben-LA® dengan rute intramuskular (IM) sebanyak 10 ml.

Kata kunci: ambing, mastitis, sapi perah


 PENDAHULUAN Terapi: Injeksi Tolfedine® dengan rute IV sebanyak 10 ml
sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik, serta injeksi
Mastitis merupakan peradangan pada ambing.
Procaben-LA® dengan rute IM sebanyak 10 ml sebagai
Berdasarkan gejala klinisnya, mastitis terbagi menjadi 2 yaitu
antibiotik.
mastitis klinis dan subklinis. Mastitis klinis ditandai dengan
adanya perubahan fisik ambing dan susu seperti, ambing yang  PEMBAHASAN
membengkak dan keras, peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
nafas, serta susu yang bercampur dengan darah ataupun nanah. Kasus yang diangkat merupakan temuan kasus di lapang
Sedangkan mastitis subklinis tidak ditemukan adanya yang terjadi pada tanggal 1 Maret 2023. Peternak mengeluhkan
perubahan maupun gejala klinis (Marogna et al. 2012). bahwa sapinya mengalami demam 1 hari yang lalu dan tidak
Mastitis dapat disebabkan oleh faktor mikroorganisme patogen mau makan. Diketahui juga bahwa jenis kelamin sapi adalah
atau faktor fisik. Faktor fisik kasus mastitis adalah bentuk betina, berumur 5 tahun dan sedang dalam masa kering
anatomi ambing, periode laktasi, manajemen pemeliharaan kandang. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa
kandang yang kurang bagus, serta adanya kecelakaan fisik frekuensi jantung 60 x/menit dan frekuensi nafas 32 x/menit.
yang mengakibatkan luka pada ambing (Susanty et al. 2017; Pada saat dilakukan pengukuran suhu, suhu rektal sapi adalah
2018). Kasus mastitis banyak terjadi pada sapi yang memiliki 38,5 ℃. Gejala klinis yang tampak adalah pembengkakkan
puting ambing dengan panjang rata-rata 7.5 cm dan memasuki ambing dengan konsistensi yang keras, suhu ambing yang lebih
periode laktasi ketiga dan keempat (Pisestyani et al. 2016). hangat dari susu kulit sekitar, dan pada saat diperah susu yang
Mikroorganisme patogen akan menjadi faktor infeksi sekunder dikeluarkan memiliki konsistensi kental dan berwarna
jika terdapat luka pada ambing. Adapun penyebab umum kekuningan. Menurut Marogna et al. (2012) mastitis yang
mastitis adalah bakteri Staphylococcus aureus dan memiliki gejala klinis disebut sebagai mastitis klinis. Mastitis
Streptococcus agalactiae (Zalizar 2018). klinis ditandai dengan adanya perubahan fisik ambing dan susu
seperti, ambing yang membengkak dan keras, peningkatan suhu
 KASUS tubuh dan frekuensi nafas, serta susu yang bercampur dengan
darah ataupun nanah.
Sinyalemen: Sapi memiliki ras FH berwarna hitam-putih,
berjenis kelamin betina, berumur 5 tahun, sudah 2 kali laktasi.
Anamnesa: Sapi dikeluhkan mengalami demam 1 hari yang
lalu, penurunan nafsu makan, sapi sedang dalam masa kering
kandang. Pemeriksaan klinis: Frekuensi jantung 60 x/menit,
frekuensi nafas 32 x/menit, suhu tubuh 38,5 ℃. Status praesen:
Pertumbuhan badan baik, perawatan baik, habitus hewan dapat
berdiri pada keempat kakinya. Gejala klinis: Ada
pembengkakan ambing, konsistensi ambing keras, suhu ambing
lebih hangat dibandingkan dengan suhu kulit sekitar, pada saat
diperah susu yang dikeluarkan memiliki konsistensi kental dan
berwarna kekuningan. Diagnosa: Mastitis klinis. Prognosa:
Fausta.
Gambar 1 Ambing sapi mengalami pembengkakkan
pada ambing

© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia) 19


ARSHI Veterinary Letters
pertahanan tubuh. Kondisi stres pada ambing juga diakibatkan
karena kelenjar ambing harus menyerap susu dan jutaan sel-sel
mati. Keadaan-keadaan tersebut akan menyebabkan kondisi
ambing akan sangat rentan terkena infeksi (Siregar 2014).
Pergerakan menuju ke fase steady-state involution yang lambat
mengakibatkan penurunan proteksi dari lactoferrin dan
imunoglobulin. Selain itu juga diikuti dengan peningkatan lemak
dan kasein, akibatnya terjadi penghambatan fungsi leukosit. Fase
steady-state involution merupakan kondisi involusi sempurna
sehingga pada tahap ini kondisi ambing siap bertahan terhadap
infeksi. Fase kolostrogenesis (transisi) memiliki ciri glandula
mamari menjadi lebih rentan terhadap infeksi, sumbatan keratin
Gambar 2 Susu yang diperah memiliki konsistensi kental menjadi rusak, dan fungsi leukosit menjadi terganggu (Bradley
dan berwarna kekuningan dan Green 2004).
Sumber bakteri berasal dari kulit di sekitar ambing, tangan
Mastitis merupakan penyakit yang paling umum pemerah, kain yang digunakan untuk mengeringkan ambing,
ditemukan pada sapi perah. Diketahui bahwa 90% sapi perah di mesin pemerah dan lingkungan sekitar kandang. Pertahanan
dunia mengalami mastitis. Di Indonesia sendiri persentase pertama dari ambing adalah duktus papilaris. Di dalam duktus
kejadian mastitis pada sapi perah sangatlah tinggi mencapai papilaris terdapat keratin yang dapat berikatan dengan bakteri,
85% (Abrar et al. 2012). Sebanyak 97-98% merupakan kasus sehingga bakteri tidak dapat masuk ke dalam kantong ambing.
mastitis subklinis, sedangkan 2-3% merupakan kasus mastitis Ketika terjadi kerusakan keratin, bakteri dapat dengan mudah
klinis (Sudarwanto dan Sudarnika 2008). Mastitis dapat masuk ke dalam duktus papilaris dan mengakibatkan inflamasi
disebabkan oleh faktor mikroorganisme patogen atau faktor pada ambing (Russell 2011). Akibatnya terjadi peningkatan
fisik. Faktor fisik yang kasus mastitis adalah bentuk anatomi peredaran darah menuju ambing, peningkatan permeabilitas
ambing, periode laktasi, manajemen pemeliharaan kandang pembuluh darah, dan terjadi akumulasi leukosit pada area
yang kurang bagus, serta adanya kecelakaan fisik yang inflamasi yang nantinya akan membentuk nanah (Tkalčević dan
mengakibatkan luka pada ambing atau puting (Susanty et al. Hrvačić 2011). Menurut Soares et al. (2017), toksin yang
2017; 2018). Panjang puting memengaruhi timbulnya mastitis, dihasilkan oleh bakteri seperti hemolisin memiliki peran penting
hal tersebut semakin panjang puting bahkan hampir menyentuh dalam patogenesa mastitis. Hemolisin α memiliki efek hemolitik,
permukaan kandang akan memicu masuknya mikroorganisme dermonekrotik, dan neurotoksik. Sedangkan hemolisin β dapat
patogen. Selain itu, sapi yang memasuki puncak laktasi akan mengakibatkan lisisnya sel eritrosit. Kedua jenis hemolisin ini
rentan mengalami mastitis, hal tersebut dikarenakan produksi akan menginduksi respon imun dan mendegradasi jaringan,
susu yang tinggi mengakibatkan otot sphincter puting sehingga merusak barisan sel epitel ambing. Hal ini menyebabkan
mengalami penurunan elastisitas. Penurunan elastisitas otot pembentukan kantong infeksi pada alveoli penghasil susu dan
sphincter akan menjadi portal masuknya mikroorganisme pembentukan jaringan parut (Gogoi-Tiwari et al. 2017).
(Pisestyani et al. 2016). Keberhasilan terapi mastitis bergantung pada keakuratan
Masa kering kandang merupakan periode dimana sapi tidak diagnosa, pemilihan obat yang tepat, keparahan penyakit, rute
diperah hingga sapi beranak kembali. Masa kering kandang pemberian obat, pengobatan suportif, dan eliminasi faktor
dilakukan pada waktu 60-70 hari menjelang partus (Makin dan penyebabnya (Du Preez 2000). Sampai saat ini belum ada standar
Suharwanto 2012). Kering kandang bertujuan untuk terapi untuk penanganan kasus mastitis, sehingga terapi yang
mengistirahatkan ambing bagi induk yang akan beranak kembali dilakukan hanyalah untuk menghilangkan gejala klinis yang
agar kondisi tubuh induk lebih kuat serta mengembalikan berat timbul. Sebelum dilakukan terapi antibiotik, harus dipastikan sapi
badan induk yang hilang selama periode laktasi (Suprayogi et al. diperah hingga tuntas. Hal ini bertujuan untuk mengeliminasi
2019). Sebagian besar infeksi mastitis terjadi pada awal masa bakteri, debris, dan gumpalan yang dapat mengganggu kerja
kering kandang, 2 bulan pertama periode laktasi, dan 2 minggu antibiotik. Selain itu, pemerahan juga dapat mengeliminasi toksin
menjelang partus. Infeksi mastitis dapat terjadi pada masa-masa yang dihasilkan oleh bakteri. Oksitosin dapat diberikan untuk
tersebut dikarenakan ambing menjadi lebih peka terhadap respon memperlancar pengeluaran susu. Umumnya mastitis pada sapi
mikroorganisme yang ada di lingkungan (Radostits et al. 2006). perah ditangani dengan pemberian antibiotik secara intamammari
Fase kritis infeksi mastitis pada masa kering dibagi menjadi tiga (IMA) (Barlow 2011). Terapi yang dilakukan di lapang adalah
tahapan, yaitu involusi awal, steady-state involution, dan dengan pemberian injeksi Tolfedine® dengan rute IV sebanyak
kolostrogenesis (transisi). Fase involusi awal merupakan kondisi 10 ml sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik, serta
ambing memasuki tahapan yang sangat rentan terhadap infeksi. injeksi Procaben-LA® dengan rute IM sebanyak 10 ml sebagai
Kondisi tersebut dikarenakan terjadi penghentian pemerahan, antibiotik. Tolfedine® mengandung tolfenamic acid yang
tidak ada aktivitas teat dipping, proses sanitasi puting terhenti, merupakan obat antiinflamasi non-steroid (NSAID). Obat ini
dan terjadi transisi yang lambat menuju fase steady-state banyak digunakan oleh manusia, anjing, kucing sapi, dan babi
involution. Akibat susu yang tidak diperah, terjadi peningkatan sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Selain itu
pada ambing (Bradley dan Green 2004). Fase involusi awal dan tolfenamic acid memiliki efek antiendotoksemik yang dapat
steady-state involution merupakan kondisi fisiologis normal membantu meningkatkan kecepatan persembuhan mastitis bila
tubuh saat menghadapi awal masa kering kandang. Adaptasi pada dikombinasikan dengan antibiotik (Sidhu et al. 1995). Umumnya
fase involusi awal menimbulkan efek stres pada ambing sehingga antibiotik yang digunakan untuk terapi mastitis adalah penicillin,
secara tidak langsung berefek pada fisiologi hormonal dan gentamicin, amoxi-clav, cloxacin, enrofloxacin, dan
© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia) 20
ARSHI Veterinary Letters
sulfamethoxazole yang dapat diberikan secara IMA< IM, atau IV
(Hossain et al. 2017).

 SIMPULAN

Sapi betina ras FH berumur 5 tahun di diagnosis


mengalami mastitis klinis. Gejala klinis yang muncul adalah
ambing membengkak, konsistensi ambing keras, konsistensi
susu kentar dan berwarna kekuningan. Terapi yang diberikan
adalah injeksi Tolfedine® dengan rute IV Procaben-LA®
dengan rute IM. Setelah pemberian terapi nafsu makan sapi
meningkat.

© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia) 21


ARSHI Veterinary Letters

Laporan kasus: kejadian abses pada sapi Friesian Holstein di


KPBS Pangalengan
Feri Irawan1, Attin Qurrotu A Yun1, Felicia Rizal Putri1, Loy Weng Kei1, Rifa Nadila1, Retno
Wulansari2
1
Program Pendidikan Dokter Hewan, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, Bogor
2
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, Bogor

ABSTRACT: Abses merupakan rongga yang berisi nanah (pus) dan dikelilingi dengan jaringan inflamasi yang terbentuk dari
hasil infeksi yang terlokalisasi. Kejadian abses dapat disebabkan proses infeksi (bakteri atau parasit) atau bahan asing (serpihan,
luka benturan, jarum suntik). Penanganan abses pada hewan kasus dilakukan dengan drainase dan flushing dengan NaCl
fisiologis, kemudian terapi yang dapat diberikan, yaitu CotrimoxazoleⓇ sebanyak 7 tablet dimasukkan ke dalam rongga abses,
Prodryl InjⓇ sebanyak 10 ml dan Biopros TP InjⓇ sebanyak 10 ml secara intramuscular (IM).

Kata kunci: abses, Friesien holstein, sapi perah


 PENDAHULUAN ± 7 cm. Diagnosa: Abses. Prognosa: Fausta. Terapi:
Abses merupakan rongga yang berisi nanah (pus) dan CotrimoxazoleⓇ sebanyak 7 tablet dimasukkan ke rongga abses,
dikelilingi dengan jaringan inflamasi yang terbentuk dari hasil Prodryl InjⓇ sebanyak 10 ml dan Biopros TP InjⓇ sebanyak 10
infeksi yang terlokalisasi (Khandy 2021). Akumulasi nanah ml secara intramuscular (IM).
dibentuk oleh jaringan berdasarkan proses infeksi (biasanya
disebabkan oleh bakteri atau parasit) atau bahan asing (serpihan,  PEMBAHASAN
luka benturan, atau jarum injeksi). Selain itu, kejadian abses juga
dapat terjadi sebagai akibat reaksi bertahan dari jaringan untuk Berdasarkan keterangan pemilik, sapi dengan keluhan
mencegah perluasan infeksi kebagian lain dari tubuh. Seiring benjolan pada kaki belakang kiri sejak 7 hari yang lalu. Hasil
perjalanan waktu, abses dapat menjadi kronis dengan ditandai temuan klinis menunjukkan adanya benjolan berdiameter ± 7 cm
perubahan cairan pus menjadi jaringan fibrosa (Dahong 2009). dibagian kaki belakang kiri (area tibia-fibula), massa benjolan
Abses dapat terjadi di seluruh tubuh hewan, namun kejadian abses lunak, adanya fluktuasi, serta adanya respon sakit saat ditekan.
pada sapi perah dilaporkan terjadi pada otot pinggul kaki Menurut Stephen dan Edward (2010), gejala klinis abses antara
belakang (musculus gluteus dan musculus semimembranosus), lain nyeri, panas, pembengkakan, nyeri, dan kemerahan. Menurut
otot kaki belakang, persendian, abdomen, leher, ambing, laporan kasus Thorat et al. (2008), gejala lain seperti nyeri lokal,
mandibula, dan carpal (Hassan et al. 2019). demam, anoreksia, dan penurunan berat badan juga ditemukan
Kejadian luka terbuka di bagian tubuh hewan akan pada hewan yang mengalami abses. Berdasarkan hasil anamnesa,
memudahkan bakteri untuk masuk, sehingga berpotensi pemeriksaan secara inspeksi dan palpasi, maka hewan kasus
terbentuknya abses. Beberapa bakteri pembentuk pus akibat abses didiagnosis abses. Diagnosis abses dapat dilakukan melalui
antara lain Pseudomonas sp. dan Cocci pyogenes (kelompok pemeriksaan fisik, pungsi, dan ultrasonografi.
Streptococcus sp. dan Staphylococcus sp.). Bakteri tersebut Penanganan yang dapat dilakukan pada kejadian abses ialah
umumnya terdapat di lingkungan kandang peternakan sapi. Abses dengan metode pembedahan. Sebelum pembedahan, langkah
yang terjadi dapat membuat ruptur jaringan, sehingga peradangan utama yang perlu dilakukan, yaitu injeksi anastesi untuk
dan infeksi akan menjadi semakin lama (Ekawati et al. 2018). mengatasi nyeri akibat prosedur pembedahan (Boden 2005).
Gejala klinis abses yang terlihat di lapangan umumnya berupa Hewan kasus diinjeksi dengan anestesi lokal berupa Lidokain 2%
nodul kemerahan, nyeri, hangat, dan bengkak (Stephen dan sebanyak 10 ml secara intramuscular (IM). Tindakan
Edward 2010). Benjolan abses umumnya memiliki konsistensi pembedahan dilakukan dengan insisi untuk membuat drainase
kenyal dan saat dipalpasi akan ditemukan fluktuasi di dalamnya. pada daerah abses, kemudian dilakukan flushing dengan NaCl
Insisi pada daerah abses ditandainya dengan adanya cairan kental, fisiologis untuk membersihkan sisa-sisa darah ataupun nanah
keruh, dan berwarna merah kekuningan (Aiello 2000). Menurut pada rongga abses (Gambar 1).
laporan kasus Rudy (2021), abses merupakan lima besar kejadian
paling sering ditemukan pada sapi perah di Koperasi Peternak
Bandung Selatan (KPBS), Pangalengan dengan prevalensi
sebesar 9,04%.

 KASUS

Sinyalemen: Sapi ras Friesian Holstein (FH) berwarna


hitam-putih, berjenis kelamin jantan. Anamnesa: Terdapat
benjolan berdiameter ± 7 cm dibagian kaki belakang kiri (area
tibia-fibula) sejak 7 hari lalu, massa benjolan lunak dan terasa
adanya fluktuasi, saat ditekan sapi menunjukkan rasa sakit.
Pemeriksaan klinis: Hasil pemeriksaan fisik pada sapi Gambar 1 Insisi kulit pada benjolan abses
menunjukkan sapi memiliki BCS skor 3 dengan suhu tubuh
38.9oC, detak jantung 60 kali/ menit, dan frekuensi nafas 28 Pembersihan rongga abses dilakukan hingga rongga abses
kali/menit, urinasi dan defekasi baik. Gejala klinis: Terdapat benar-benar bersih dari jaringan mati dengan membuat luka baru.
bengkak pada bagian kaki kiri belakang (area tibia-fibula) sebesar Rongga abses yang telah diinsisi, lalu dibiarkan tetap terbuka

© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia) 22


ARSHI Veterinary Letters
untuk mempercepat penyembuhan. Beberapa kejadian abses
dapat sembuh ketika pecah dan nanah mengering. Namun,
sebagian abses memerlukan pengobatan dan intervensi berupa
tusukan jarum (pungsi), bahkan insisi atau operasi (Craft 2012).
Selanjutnya, hewan kasus diberikan antibiotik CotrimoxazoleⓇ
sebanyak 7 tablet dimasukkan ke dalam rongga abses.
Cotrimoxazole merupakan antibiotik berspektrum luas kombinasi
Trimethropim dan Sulfamethoxazole yang bersifat bakterisidal.
Antibotik tersebut bekerja dengan cara menghambat sintesis
timidin bakteri. Trimethoprim memberikan efek sinergis dengan
sulfonamid secara selektif menghambat sintesis dihydrofolate
reductase pada mikroba untuk mereduksi dihydrofolate menjadi
tetrahydrofolate (Batra et al. 2017). Hewan kasus juga diberikan
injeksi Prodryl InjⓇ sebanyak 10 ml dan Biopros TP InjⓇ
sebanyak 10 ml secara intramuscular (IM). Prodryl InjⓇ
mengandung Diphenhydramine HCL, bekerja sebagai
antihistamin untuk menghambat pengeluaran histamin pada
reseptor H1 (anti alergi) dan bertindak sebagai sedativa,
antikolinergik, antitusif, serta antiemesis (Plumb 2011). Biopros
TP InjⓇ mengandung ATP, magnesium aspartat, kalium
aspartat, Na selenite, dan vitamin B12. Obat tersebut dapat
menjaga dan mengembalikan stamina tubuh hewan serta
menguatkan otot yang lemah akibat transportasi, post partus,
defisiensi nutrisi, dan infeksi penyakit (Rudy 2021).
Persebaran kasus abses diduga disebabkan bekas
penyuntikan hewan sebagai tindakan pengobatan yang dilakukan
sepanjang tahun. Menurut Divers dan Peek (2018), abses dapat
terjadi pada lapisan subkutan atau intramuscular. Abses pada
daerah subkutan umumnya terjadi akibat trauma, sedangkan
abses pada intramuscular dapat terjadi akibat luka bekas injeksi
obat. Luka bekas injeksi obat diduga menjadi penyebab abses
akibat penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Jarum suntik
yang tidak steril menyebabkan bakteri menginfeksi jaringan
tubuh terutama di bagian subkutan dan muskulus, sehingga
terbentuklah pus. Pencegahan abses pada sapi dapat dilakukan
dengan observasi apabila terdapat luka pada tubuh sapi. Luka
harus segera dibersihkan menggunakan air hangat dan antiseptik
untuk mengurangi risiko kontaminasi bakteri (Plumb 2011).

 SIMPULAN

Sapi FH jantan dengan keluhan benjolan berdiameter ± 7


cm dibagian kaki kiri belakang (area tibia-fibula), massa benjolan
lunak dan terasa adanya fluktuasi, saat ditekan sapi menunjukkan
rasa sakit. Sapi di diagnosis menderita Abses. Sapi diberikan
terapi CotrimoxazoleⓇ sebanyak 7 tablet dimasukkan ke dalam
rongga abses, Prodryl InjⓇ sebanyak 10 ml dan Biopros TP InjⓇ
sebanyak 10 ml secara intramuscular (IM).

© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia) 23


ARSHI Veterinary Letters

Laporan kasus: kejadian pneumonia pada sapi Friesian Holstein di


KPBS Pangalengan
Loy Weng Kei1, Attin Qurrotu A Yun1, Felicia Rizal Putri1, Feri Irawan1, Rifa Nadila1, Retno
Wulansari2
1
Program Pendidikan Dokter Hewan, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, Bogor
2
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, Bogor

ABSTRACT: Pneumonia merupakan salah satu penyakit pernapasan sapi yang melibatkan peradangan paru-paru. Umunya,
pneumonia pada sapi disebabkan oleh kombinasi virus dan bakteri serta aspirasi benda asing. Seekor sapi Friesian Holstein
(FH) dilaporkan sering menunjukkan gejala batuk dan sesak nafas. Pada Minggu 6 April 2023 peternak melaporkan bahwa gejala
batuk sapi bertambah parah dan nafsu makan menurun. Terapi yang diberikan berupa injeksi ADE-plex®, Biopros TP® dan
Interflox® sebanyak 10 ml dengan rute intramuskular.

Kata kunci: pneumonia, Friesian Holstein, batuk, sesak nafas


 PENDAHULUAN tanda klinis yang konsisten termasuk suara pernapasan yang
absen saat auskultasi dilakukan pada daerah paru yang
Paru-paru sapi merupakan organ elastis yang terdiri atas terkonsolidasi, peningkatan suara bronkovesikular pada bagian
lobus-lobus. Di paru-paru sapi Friesian Holstein, bronkus kanan paru yang kurang infeksi, batuk, discharge hidung yang berbau
dan kiri masing-masing memiliki sistem bronkiolus dorsal, busuk, demam, dehidrasi, dan anoreksia.
lateral, ventral, dan medial. Berbeda dengan anatomi paru-paru
mamalia yang lain, bronkus lobus kranial kanan bercabang  KASUS
langsung dari sisi lateral kanan trakea. Paru-paru sapi
menunjukkan tingkat lobulasi yang tinggi dan persentase jaringan Sinyalemen: Sapi Friesian Holstein (FH) berwarna hitam-
interstisial yang tinggi. Oleh karena itu, aktivitas pernapasan sapi putih, berjenis kelamin betina, berumur 3 tahun. Anamnesa: Sapi
yang dibutuhkan lebih tinggi dibandingkan dengan spesies yang pernah laktasi sekali sebelumnya dan partus terakhir dua minggu
lain (Prohl et al. 2014). yang lalu. Sapi dilaporkan menunjukkan tanda - tanda batuk dan
Pneumonia merupakan infeksi paru-paru yang sesak nafas pada Minggu malam 5 April 2023. Menurut
menyebabkan peradangan pada paru-paru. Kondisi infeksi yang penjelasan peternak, tanda – tanda batuk muncul pada 5 hari yang
parah akan menyebabkan paru-paru dipenuhi nanah dan cairan. lalu. Pemeriksaan klinis: Hasil pemeriksaan fisik pada sapi
Penyebabnya termasuk ke dalam agen infeksius. Penyakit menunjukkan sapi memiliki BCS 1.5 dengan suhu tubuh 38.5oC,
pernapasan adalah salah satu penyebab paling umum dari detak jantung 68 x/menit, dan frekuensi nafas 140 x/menit.
kerugian ekonomi pada ternak, dengan etiologi yang rumit dan Mukosa sapi berwarna rose, urinasi normal, serta feses memiliki
multivariat yang dihasilkan dari interaksi yang kompleks antara konsistensi yang sedikit cair. Status present: Gizi/ perawatan sapi
patogen seperti virus dan bakteri, inang serta lingkungan sapi buruk, kondisi sapi terlihat lemah dan temperamen sapi tenang
tersebut (Divers 2008). saat dilakukan auskultasi di daerah paru - paru. Gejala klinis:
Umumnya terdapat dua jenis utama pneumonia, yaitu Hasil auskultasi menunjukkan suara bronkial dengan suara ikutan
aspirasi pneumonia dan infeksious pneumonia. Pneumonia di daerah lapangan paru, serta crackling sound terdengar pada
aspirasi terjadi akibat terhirup benda asing. Bahan yang paling saat inspirasi, hasil auskultasi juga menunjukkan sapi sedang
umum dihisap pada hewan besar adalah volume cairan yang mengalami tachycardi dan tachypnea. Gejala sapi sering
besar, karena kelemahan dari masalah utama yang berbeda atau memperpanjangkan leher dan menunduk kepala ke bawah juga
secara iatrogenik selama pemberian cairan secara oral atau diamati. Terdapat mucous discharge setelah diberi injeksi sapi
perawatan lainnya. Pneumonia juga dapat terjadi selama induksi menunjukkan gejala sesak nafas. Diagnosa: Pneumonia.
anestesi umum jika jalan nafas tidak terlindungi dengan baik. Prognosa: Fausta. Terapi: Obat injeksi ADE-plex® sebanyak 10
Tingkat keparahan respon inflamasi dan tanda-tanda kunci ml, Biopros TP® 10ml, Interflox® sebanyak 10 ml dengan rute
tergantung pada jenis dan volume bahan yang diaspirasi dan intramuskular.
distribusi bahan yang diaspirasi di paru-paru (Hattab et al. 2022).
Pneumonia infeksius biasanya terjadi ketika paru-paru sapi  PEMBAHASAN
terpapar kepada agen seperti bakteri atau virus, yang terhirup dari
Kasus pneumonia dilaporkan oleh peternak dengan keluhan
lingkungan sekitar. Peradangan dapat terjadi pada area yang dekat
sapinya sering batuk dan sesak nafas pada Minggu malam 4 April
dengan paru-paru seperti bronkiolus atau permukaan paru-paru.
2023.
Kombinasi virus dan bakteri berperan sebagai agen penular
pneumonia pada sapi. Stresor lain yang menyebabkan pneumonia
adalah seperti perubahan pola makan, cuaca, lingkungan tempat
tinggal, transportasi atau pencampuran sapi dari berbagai sumber.
Wabah pneumonia yang serius biasanya terjadi selama proses
ekspor. Sapi yang terinfeksi pneumonia memiliki tanda-tanda
yang dapat diamati pada tahap awal seperti telinga terkulai, tidak
mau bergerak, depresi, kepala menunduk atau mata setengah
tertutup. Ketika pneumonia menjadi lebih serius, sapi akan
memiliki extensi leher, batuk ringan, bernapas dengan mulut
terbuka atau mengeluarkan air liur (Peek and Divers 2018).
Dalam kasus yang parah, kematian dapat terjadi. Tanda- Gambar 1: Sapi yang menderita infeksi pneumonia
© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia) 24
ARSHI Veterinary Letters
Sapi dalam kondisi lemas setelah melahirkan dua minggu fungsi paru-paru dan ini mengurangi kadar oksigen dalam darah
yang lalu dan gejala batuk bermula beberapa hari setelah serta meningkatkan kadar karbondioksida sehingga menyebabkan
terjadinya partus. Gejala batuk bertambah parah dan serius serta tachycardi dan tachypnea.
sapi kesulitan bernapas selama beberapa waktu. Periode post- Pneumonia merupakan kasus yang sering terjadi di wilayah
partum dikaitkan dengan tingginya insiden sebagian besar KPBS Pangalengan. Penanganan dilakukan dengan pemberian
penyakit sapi perah dan mempunyai risiko tinggi serta dapat obat antibiotik, vitamin, dan antihistamin. Antibiotik yang
memicu penyakit lain. Penyakit seperti milk fever, retensio diberikan berupa Interflox® sebanyak 10 ml melalui rute
plasenta, metritis, ketosis, abomasum tergeser, pincang, atau intramuskular Biopros® dan ADE-plex® sebanyak 10 ml melalui
pneumonia menjadi kasus penyakit yang sering terjadi sewaktu rute intramuskular sebagai vitamin. Interflox® merupakan
periode post-partum (Vergara et al. 2014). Pneumonia pada sapi antibiotik yang mengandung Ciprofloxacin yang bersifat
sering disebabkan oleh agen infeksius, terutama oleh kombinasi bakterisidal dan bekerja langsung pada inti sel bakteri yang
bakteri dan virus. Sejumlah patogen virus, bakteri, dan menyebabkan peradangan pada paru-paru. Interflox berguna
Mycoplasma memiliki kemungkinan besar menjadi penyebab untuk menangani berbagai jenis infeksi akibat bakteri, misalnya
pneumonia. Agen infeksi penyebab pneumonia pada sapi yang infeksi saluran kemih, infeksi pada saluran pencernaan, infeksi
banyak diketahui yaitu virus (bovine herpesvirus 1 (BHV-1 atau pada mata, dan infeksi alat kelamin yang menular. Interflox
IBR), virus parainfluenza tipe-3 (PI-3), bovine respiratory bekerja dengan membunuh atau mencegah perkembangan bakteri
syncytial virus (BRSV), bovine coronavirus (BCV), bovine virus yang menjadi penyebab infeksi (Sayed et al. 2014).
diare virus (BVD), dan adenovirus) dan bakteri (Mannheimia ADE-plex® merupakan sediaan cair injeksi yang
haemolytica, Pasteurella multocida, Histophilus somni, mengandung vitamin A, D3, E dan B kompleks. Vitamin A
Arcanobacterium pyogenes, Salmonella sp., dan Mycoplasma berperan dalam membantu pembentukan jaringan mukosa dan
sp.). Bentuk paling umum dari pneumonia parah adalah epitel, vitamin D3 berfungsi membantu transport mineral, vitamin
bronkopneumonia bakterial yang melibatkan satu atau lebih agen E membantu metabolisme hormon dan sebagai antioksidan pada
bakteri yang diidentifikasi di atas. Virus biasanya dianggap membran, sedangkan vitamin B kompleks membantu dalam
sebagai agen infektif awal yang bertindak untuk mengganggu meningkatkan nafsu makan dan daya tahan tubuh. ADE-plex®
mekanisme pertahanan pernafasan yang akan memudahkan sangat baik digunakan dalam mengatasi gangguan akibat
bakteri untuk menembus saluran udara bagian bawah dan defisiensi vitamin A, D3, E, dan B kompleks pada hewan
alveolus sehingga terjadi pneumonia yang lebih parah (Peek dan sehingga dapat membantu meningkatkan proses reproduksi,
Divers 2018). mengoptimalkan penyerapan makan di usus, mencegah dan
Gejala klinis yang timbul pada sapi yang menderita mengatasi anemia, serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit pneumonia antara lain, keluar cairan dari hidung, stres dan penyakit. Pada kasus ini sapi mengalami penurunan
depresi, lesu, kondisi tubuh kurus, sulit bernapas atau bernapas nafsu makan, vitamin ini mampu meningkatkan imunitas
cepat, batuk, kepala dan leher terjulur, dan telinga terkulai. Tanda tubuhnya untuk melawan patogen, serta untuk meningkatkan gizi
pertama yang dapat diamati berupa depresi, kelesuan, tubuh.
keengganan untuk bergerak, menundukkan kepala, telinga Kandungan vitamin B12 dalam Biopros® berperan dalam
terkulai, dan mata setengah tertutup. Sekresi hidung serous sering metabolisme energi dalam tubuh, sedangkan ATP dalam sediaan
terjadi pada tahap awal yang kemudian dapat berubah menjadi tersebut digunakan sebagai sumber energi bagi ternak (Skrabanja
mukopurulen seiring dengan perkembangan infeksi. Laju et al. 2005). Menurut Caswell dan Archambault (2007), terapi
pernapasan meningkat pada tahap awal infeksi akibat pneumonia yang biasa diberikan kepada kasus pneumonia juga termasuk
dan sebagian dikarenakan adanya peningkatan pada suhu. pemberian antihistamine (CTM) dan antiinflamasi. Antiinflamasi
Dispnea menjadi lebih jelas teramati dan hewan tampak yang sering digunakan pada sapi adalah flunixin meglumine
menunjukkan sikap leher diperpanjang, pengeluaran air liur, dengan dosis 0.50 hingga 1.0 mg/kg IV. Flunixin meglumine
pernapasan mulut terbuka, dan batuk yang bersifat ringan. adalah obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang bekerja
Auskultasi toraks merupakan prosedur pemeriksaan fisik yang dengan cara menghambat siklooksigenase. Sediaan ini termasuk
paling efisien. Diagnosis dapat dilakukan dengan cara auskultasi ke dalam analgesik kuat, antipiretik, dan antiinflamasi. NSAID
pada paru-paru untuk melihat pola pernapasan dan fungsi jantung. bekerja dengan menghambat produksi prostaglandin tubuh dan
Perbedaan intensitas dan karakter bunyi pada hasil auskultasi bahan kimia lain yang merangsang respons inflamasi tubuh.
dapat digunakan untuk mendiagnosa pneumonia. Suara yang Flunixin meglumine sering digunakan pada kasus pneumonia
dapat didengar berasal dari getaran mekanis dalam media karena cepat diserap ke dalam aliran darah (Peek dan Divers
kompresibel yang kemudian ditransmisikan melalui jaringan 2018). Antihistamin yang sering digunakan pada kasus
sebagai suara ombak. Perbedaan densitas akustik jaringan pneumonia di KPBS Pangalengan adalah Prodyl. Prodyl
menghasilkan atenuasi, refleksi, dan pembiasan gelombang suara merupakan antihistamin injeksi yang mengandung difenhidramin
ini. Bunyi napas berasal dari jalan napas besar akibat turbulensi hidroklorida. Diphenhydramine adalah obat antihistamin
dalam aliran udara. Sifat suara yang terdengar ditentukan oleh generasi pertama yang digunakan dalam mengatasi alergi dan
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi suara, serta akustik dapat meredakan batuk yang disebabkan oleh iritasi saluran
karakteristik jaringan yang mengintervensi. Suara napas normal napas. Namun begitu, antihistamin dan antiinflamasi tidak
diklasifikasikan sebagai bronkial, bronkovesikuler, dan vesikuler diberikan di kasus ini karena sapi tersebut masih dalam proses
sedangkan suara abnormal termasuk crackles, wheezes, stertor, laktasi dan masih tidak disarankan.
dan stridor (Sharp dan Rozanski 2013).
Pada kasus ini suara crackling terdengar dari hasil  SIMPULAN
auskultasi paru-paru. Crackling merupakan suara eksplosif
terputus-putus abnormal yang terkait dengan pembukaan tiba-tiba Sapi FH betina di diagnosis mengalami pneumonia dengan
saluran udara yang kolaps karena peradangan di sekitarnya atau gejala batuk parah dan sesak nafas. Setelah sapi diberikan terapi
tersumbat yang disebabkan oleh adanya pengumpulan eksudat ADE-plex®, Biopros TP® dan Interflox®, nafsu makan sapi
cairan atau inflamasi di paru-paru (Roudebush dan Sweeney bertambah baik. Namun begitu, hewan masih dalam proses
1990). Selain itu, suara ini juga dapat dihasilkan sewaktu monitoring. Sekiranya kondisi batuk dan sesak nafas sapi ini
pergerakan cairan di udara kecil pada kantung paru-paru.
tidak bertambah baik, terapi akan dilanjutkan dengan pengobatan
Dari hasil auskultasi juga menunjukkan sapi sedang
mengalami mengalami tachycardi dan tachypnea. Hasil lain seperti antihistamin dan antiiflamasi.
pemeriksaan denyut jantung sebesar 68 x/menit dan frekuensi
napas sebesar 140 x/menit. Pneumonia dapat mempengaruhi
© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia) 25
ARSHI Veterinary Letters

Laporan kasus: kejadian left displaced abomasum pada sapi


Friesian Holstein di KPBS Pangalengan
Rifa Nadila1, Attin Qurrotu A Yun1, Feri Irawan1, Loy Weng Kei1, Felicia Rizal Putri1, Retno
Wulansari2
1
Program Pendidikan Dokter Hewan, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, Bogor
2
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, Bogor

ABSTRACT: Left displaced abomasum (LDA) merupakan salah satu gangguan non-infeksius yang paling sering ditemukan
pada sapi perah. Kasus ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi akibat penurunan produksi susu hingga risiko culling jika
tidak segera ditangani dengan baik. Sapi Friesian-Holstein berumur 6 tahun milik salah satu peternak di KPBS Pangalengan
dilaporkan mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan produksi susu selama 2 hari. Hasil pemeriksaan klinis
menunjukkan adanya ping sound atau suara timpani saat dilakukan perkusi pada intercostae 11-13 bagian kiri. Sapi kemudian
didiagnosis mengalami LDA dengan prognosis fausta. Terapi yang dilakukan berupa bedah laparotomi flank kanan (right flank
laparotomi) dengan teknik fiksasi omentopexy. Obat-obatan post-operasi yang diberikan berupa injeksi Procaben (Penicillin-G)
(1 m/kgBB) IM, Bioprost-TP IM (15-20 ml/ekor), serta Tolfedine IM (2 mg/kgBB atau 1 ml/20 kgBB). Penanganan kasus
dinyatakan berhasil saat tidak ada laporan atau keluhan kembali dari peternak hingga 2-3 minggu kemudian terkait deteriorasi
kondisi sapi, gejala komplikasi, atau pengulangan kasus (recurrence) pada sapi yang telah ditangani.

Kata kunci: Displaced abomasum, abomasum volvulus, right paralumbar fossa abomasopexy, Friesian Holstein
 PENDAHULUAN diketahui lebih umum terjadi daripada dislokasi ke kanan (RDA),
dengan rasio LDA : RDA 2,5:1 hingga 7:1. Manajemen nutrisi
Dislokasi abomasum adalah kondisi di mana abomasum
dan tuntutan metabolisme diduga menjadi penyebab utama faktor
berpindah dari posisi normalnya ke regio kiri (Left Displaced
predisposisi ini. Sapi betina memiliki tuntutan energi yang lebih
Abomasum/LDA) maupun kanan (Right Displaced
tinggi untuk mempertahankan kesehatan dan tingkat laktasinya.
Abomasum/RDA) rongga abdomen dengan disertai akumulasi
Beberapa faktor predisposisi yang diketahui memicu kejadian
cairan dan/atau gas. Omentum notabene menggantung abomasum
LDA pada sapi betina, antara lain kebuntingan atau periode post-
dengan longgar di rongga abdomen, sehingga posisinya dapat
partus, hipokalsemia, hingga penyakit infeksius seperti mastitis,
dengan mudah tergeser (displasia) atau terpuntir (volvulus).
metritis, dan endometritis (Tschoner et al. 2022). Bentuk tubuh
Organ rumen biasanya ikut turun hingga semakin menjebak
juga dapat berperan, karena kedalaman dan kontur perut pada sapi
abomasum pada posisi abnormal tersebut (Coppock 1974).
perah telah berubah selama 70 tahun terakhir, menghasilkan jarak
Dislokasi abomasum sendiri merupakan salah satu kasus non-
yang lebih jauh antara badan abomasal ventral dan duodenum
infeksius yang paling umum terjadi pada sapi perah, terutama sapi
(Muller 2011). Sapi yang mengalami LDA cenderung mengalami
perah dengan tingkat laktasi atau tingkat produksi tinggi (Erol et
penurunan nafsu makan, penurunan produksi susu, hingga risiko
al. 2020).
komplikasi dan culling jika tidak segera ditangani dengan baik.
Kejadian Left Displaced Abomasum (LDA) diketahui lebih
Manajemen pakan, manajemen kesehatan post-partus, serta
umum terjadi pada sapi perah daripada Right Displaced
deteksi dini dan penanganan yang tepat diperlukan untuk
Abomasum (RDA) atau abomasal volvulus (AV). Kasus ini dapat
meminimalisasi risiko kerugian akibat LDA.
menyebabkan kerugian ekonomi akibat peningkatan biaya
perawatan, penurunan produksi susu, hingga risiko culling yang  KASUS
lebih tinggi pada kasus yang tidak ditangani dengan baik (Winden
dan Kuiper 2003). Sekitar 85% sampai 91% kasus LDA terjadi Sinyalemen: Sapi Friesian Holstein (FH) berwarna
pada 6 minggu pertama setelah melahirkan. Etiologi LDA dapat hitam-putih,berjenis kelamin betina, BCS 2, berumur 6 tahun,
bersifat multifaktorial. Beberapa faktor risiko yang dapat memicu dan sudah 3 kali laktasi. Anamnesa: Sapi tidak mau makan
kejadian LDA, antara lain manajemen nutrisi, manajemen dari dua hari sebelum kasus dilaporkan pada dokter hewan,
prepartum, komposisi bahan pakan, keseimbangan energi negatif, nafsu makan menurun secara signifikan, produksi susu
hipokalsemia, produksi gas, dan hipomotilitas abomasum menurun. Pemeriksaan klinis: Suhu tubuh 38.9oC, frekuensi
(Tschoner et al. 2022). detak jantung 76 x/menit, dan frekuensi nafas 40 x/menit. Saat
Sapi perah tercatat jauh lebih sering mengalami kasus dilakukan perkusi dan auskultasi pada intercostae 11-13 kiri,
dislokasi jika dibandingkan dengan sapi potong. Muller (2011) ditemukan ping sound yang berupa suara seperti piring atau
menyebutkan bahwa insiden dislokasi abomasum tahunan di kaleng yang diketuk. Status present: Gizi dan perawatan sapi
seluruh dunia pada sapi berkisar antara 0,05 hingga 5,8 persen. cukup, temperamen tenang, habitus atau sikap kaki adalah
Kondisi ini lebih sering terjadi pada sapi perah betina dewasa dapat berdiri dengan ke 4 kakinya. Gejala klinis: Penurunan
dibandingkan hewan atau pedet jantan. Pada sapi jantan dan nafsu makan, temuan ping sound pada abdomen kiri.
pedet, rasio dislokasi ke sisi kiri (LDA) dan ke sisi kanan (RDA) Diagnosa: Left Displaced Abomasum. Prognosa: Fausta.
kira-kira sama. Namun, pada sapi betina, dislokasi sisi kiri (LDA) Terapi: Tindakan bedah laparotomi flank kanan

© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia) 26


ARSHI Veterinary Letters
(omentopexy). dengan baik. Beberapa peternak pada area tinggi di KPBS
 PEMBAHASAN Pangalengan mayoritas memiliki keluhan kurangnya pakan
hijauan yang dapat diberikan setiap harinya. Area tersebut sering
Kasus abnormalitas abomasum yang sering dijumpai pada tertutup kabut dan tidak mendapat cahaya matahari yang cukup,
sapi perah, antara lain Left Displaced Abomasum (LDA), Right sehingga pertumbuhan hijauan tidak sebaik area lain (Utami
Displaced Abomasum (RDA), dan abomasal volvulus (AV). 2018).
Kejadian LDA dan RDA dibedakan berdasarkan posisi Kurangnya pakan hijauan sebagai sumber karbohidrat
pergeseran abnormal abomasum yang dapat diketahui melalui menyebabkan proporsi hijauan dan konsentrat menjadi tidak
lokasi ditemukannya suara timpani atau ping sound saat seimbang. Selain itu, peternak terkadang sengaja memberikan
dilakukan perkusi dan auskultasi pada regio intercostae 11-13 lebih banyak konsentrat dengan tujuan agar tingkat laktasi
(Lawhead dan Baker 2005). Suara ini dihasilkan oleh resonansi meningkat. Abomasum dengan kondisi normal akan memiliki
gas yang terperangkap di dalam abomasum (Insani 2019). Ping kadar produksi gas yang seimbang dengan pengeluarannya secara
sound sendiri merupakan temuan klinis yang menjadi ciri khas oral atau aboral. Akumulasi gas akan terjadi saat motilitas
dan kunci diagnosa displasia abomasum di lapangan. Constable abomasum menurun atau tidak memadai. Gas umumnya berasal
et al. (2017) menjelaskan bahwa abomasal volvulus (AV) terjadi dari rumen dan dapat disebabkan oleh peningkatan komposisi
akibat abomasum dan struktur yang melekat padanya berputar konsentrat dalam pakan. Konsentrat merupakan sumber pakan
berlawanan arah jarum jam pada axis melalui pusat omentum tinggi energi yang mengalami fermentasi oleh mikroba rumen dan
yang lebih kecil, menyebabkan duodenum kranial menjadi menghasilkan volatile fatty acid (VFA). Oleh karena itu,
terperangkap oleh badan abomasal yang terdistensi. Kasus AV pemberian konsentrat dalam jumlah besar dapat meningkatkan
dibedakan dari displasia abomasum berdasarkan luas area ping konsentrasi volatile fatty acid (VFA) dalam abomasum (Radostits
sound yang ditemukan, yaitu lebih meluas hingga sekitar costae et al. 2006). Peningkatan VFA menyebabkan motilitas abomasum
ke-8. Selain itu, deteriorasi kondisi sapi pada kasus AV jauh lebih turun, duodenum tersumbat, ingesta tidak bisa masuk ke
cepat, anoreksia, serta frekuensi detak jantung dan nafas yang duodenum, gas metana terjebak di dalam abomasum, sehingga
meningkat (González-Martín et al. 2019). abomasum mudah bergeser (Subronto 2008).
Tanda-tanda vital pada kasus Left Displaced Abomasum
umumnya masih berada dalam kisaran normal atau sedikit
meningkat, kecuali jika ditemukan distensi abomasum yang cukup
parah. Distensi abomasum dapat diketahui saat inspeksi, dimana
abdomen terlihat asimetris dan cenderung lebih besar sebelah kiri
pada kasus LDA. Peningkatan tanda vital juga dapat terjadi jika
terdapat kondisi patologis lain pada dinding abomasum secara
bersamaan yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada hewan
(Muller 2011). Sapi perah pada kasus ini diketahui memiliki
temperatur normal (38.9oC). Meskipun berada dalam rentang
Gambar 1 Skema posisi abomasum pada kasus Left Displaced normal, frekuensi detak jantung cenderung mendekati batas
Abomasum (LDA) normal pada sapi perah (80x /menit), sedangkan frekuensi
Selain predisposisi terhadap sapi perah betina yang sudah respirasi sedikit di atas normal (40 x/menit). Peningkatan
dijelaskan sebelumnya, dua faktor predisposisi yang paling umum frekuensi detak jantung dan respirasi dapat disebabkan rasa sakit
ditemukan pada kasus LDA, antara lain sapi yang belum lama (<1 dan ketidaknyamanan akibat dislokasi yang sudah berlangsung
bulan) partus dan sapi dengan proporsi pakan tidak seimbang, selama lebih dari 2 hari.
seperti jumlah konsentrat yang lebih banyak dari hijauan. Saat sapi Penanganan kasus LDA dapat dilakukan secara konservatif
bunting, uterus akan membesar menempati sebagian besar ruang melalui abomasal rolling maupun pembedahan. Prognosa kasus
abdomen, kemudian mulai ke bagian kaudal rumen hingga ini juga masih tergolong fausta dengan tingkat keberhasilan
menurunkan volume rumen pada akhir kebuntingan. Setelah pemulihan yang cukup tinggi, kecuali jika terlambat ditangani
partus, rongga yang semula ditempati fetus akan menjadi kosong, atau terjadi komplikasi. Teknik rolling dilakukan dengan
sehingga rumen yang penuh ingesta akan menindih abomasum merebahkan sapi pada sisi kanannya selama beberapa menit atau
yang terdapat di bawahnya (Subronto 2008). Sapi yang diberikan menggulingkan sapi 180° agar abomasum kembali ke posisi
pakan yang rendah serat dan tinggi energi mengakibatkan rumen semula. Mayoritas kasus dapat terulang kembali beberapa hari
tidak segera terisi dan mengecil. Akibatnya, celah kosong ini akan setelah dilakukan penanganan konservatif, sehingga penanganan
diisi oleh abomasum (Radostits et al. 2006). Kasus LDA juga melalui pembedahan lebih dianjurkan. Teknik pembedahan yang
dapat terjadi secara sekunder jika sapi sedang mengalami dilakukan dapat berupa right flank laparotomy (umumnya
inflamasi hebat, contohnya pada kasus infeksi bakterial yang omentopexy), left flank laparotomy, hingga endoscopic
melibatkan endotoksin. Endotoksin dan mediator inflamasi abomasopexy. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi pemilihan
berisiko menurunkan gerak abomasum karena diketahui memiliki teknik bedah pada kasus LDA, antara lain kondisi pasien dan
efek inhibitor terhadap kontraktilitas otot polos (Smith 2009). peternakan, sumber daya yang tersedia, adanya penyakit lain, arah
Sapi pada kasus ini diketahui tidak berada dalam kondisi perpindahan, atau adanya perlengketan abomasum (Tschoner et
post-partus. Namun, berdasarkan keterangan peternak, pemberian al. 2022).
pakan hijauan untuk sapi masih belum tercukupi. Hal ini Terapi yang diberikan untuk sapi pada kasus ini berupa bedah
disebabkan lokasi kandang yang berada di dataran tinggi dengan right flank laparotomi dengan teknik omentopexy. Teknik fiksasi
curah hujan tinggi, sehingga sulit bagi rumput untuk berkembang abomasum yang dipilih oleh dokter hewan selaku operator bedah

© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia) 27


ARSHI Veterinary Letters
sebagian besar bergantung pada preferensi operator dan kondisi memperbaiki kondisi tubuh hewan untuk mempercepat pemulihan
sapi. Omentopexy dan pyloropexy dapat dilaksanakan jika organ pasca operasi (Agustiadi 2017).
omentum dan abomasum terlihat. Berdasarkan literatur, diketahui Obat-obatan post-operasi yang diberikan pada kasus ini,
pula bahwa kombinasi omentopexy dan pyloropexy, karena antara lain injeksi Procaben (Penicillin-G) (1 m/kgBB) IM sebagai
omentum mampu rusak atau meregang, yang dapat antibiotik long-acting; Bioprost-TP IM (15-20 ml/ekor) sebagai
mengakibatkan terjadinya displasia kembali (Niehaus 2008). suplemen ATP, Vitamin, dan mineral; serta Tolfedine IM (2
Insisi dilakukan di sisi kanan untuk mempermudah reposisi mg/kgBB atau 1 ml/20 kgBB) sebagai analgesik dan
abomasum ke kondisi normal. Gas yang berada dalam abomasum antiinflamasi. Bekas insisi dan area di sekitarnya juga disemprot
dikeluarkan terlebih dahulu dengan cara menusukkan ujung menggunakan Limoxin spray (Oxytetracycline HCl) untuk
selang yang runcing pada abomasum, sedangkan ujung lainnya meminimalisasi risiko infeksi pasca operasi. Terapi dinyatakan
dimasukkan ke dalam ember berisi air. Pengeluaran gas dapat berhasil saat tidak ada laporan komplikasi, deteriorasi kondisi
dilihat melalui munculnya gelembung udara pada air setelah sapi, atau pengulangan kasus kembali (recurrent) dari peternak
beberapa saat kemudian. Omentopexy selanjutnya dilakukan kepada dokter hewan atau petugas medis veteriner yang
dengan cara mereposisi abomasum terlebih dahulu, kemudian bertanggung jawab di area tersebut.
omentum yang menggantung abomasum ditautkan atau difiksasi
pada dinding ventral atau lateral abdomen. Menurut Agustiadi  SIMPULAN
(2017), terapi dislokasi abomasum melalui tindakan bedah pada
Sapi di diagnosis mengalami LDA berdasarkan anamnesa dan
flank dengan teknik omentopexy memiliki tingkat kesembuhan
temuan klinis berupa ping sound pada abdomen kiri. Terapi
yang tinggi, yaitu mencapai 98.5%.
yang diberikan berupa bedah laparotomi flank kanan dengan
teknik omentopexy. Terapi dinyatakan berhasil karena tidak
ada laporan atau keluhan lebih lanjut dari peternak terkait
kasus.

Gambar 2 Proses omentopexy untuk memfiksasi abomasum


pada lateral abdomen.

Gambar 3 Kondisi sapi pasca operasi LDA

Obat-obatan atau medikasi post-operasi yang dapat diberikan


secara umum terdiri atas antibiotik, antiradang, analgesik, dan
vitamin. Beberapa jenis antibiotik yang dapat diberikan untuk
kasus ini, antara lain florfenicol, ceftiofur, penicillin dan
strepromisin, serta berbagai antibiotika berspektrum luas lain
sebagai terapi profilaksis (Oman et al. 2016; Insani 2019).
Dexamethasone, flunixin meglumine, meloxicam,
phenylbutazone, ketoprofen, dan asam tolfenamik dapat
digunakan sebagai antiradang dan analgesik post-operasi (Oman
et al. 2016; Insani 2019; Newby et al. 2013; Rialland et al. 2014).
Terapi suportif berupa pemberian multivitamin dan ATP dapat
dilakukan dengan tujuan menambah nafsu makan dan
© ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia) 28
DAFTAR PUSTAKA

Abdisa T. 2018. Mechanism of retained placenta and its treatment by plant medicine
in ruminant animals in Oromia, Ethiopia. JVMAH. 10(6): 135–147.
Abrar M, I Wayan TW, Bambang PP, Mirnawati S, Fachriyan HP. 2012. Isolasi
dan karakterisasi hemaglutinin Staphylococcus aureus penyebab mastitis
subklinis pada sapi perah. Jurnal Kedokteran Hewan. 6(1): 16-21.
Abutarbush S, Ababneh M, Al Zoubi I, Al Sheyab O, Al Zoubi M, Alekish M, Al
Gharabat R. 2015. Lumpy skin disease in Jordan: disease emergence,
clinical signs, complications and preliminary-associated economic losses.
Transbound Emerg Dis. 62:549–554.
Agustiadi F. 2017. Penanganan kasus left displasia abomasum dengan metodeh
bedah right flank omentopexy pada sapi perah di Kecamatan Kertasari
Kabupaten Bandung Selatan [skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Aiello. 2000. The Merck Veterinary Manual. Edisi ke-8. USA: Whitehouse station.
Andrews AH, Blowey RW, Boyd H, Eddy RG. 2004. Bovine Medicine and
Husbandry of Cattle. 2nd Edition. Oxford (GB): Blackwell Science.
Anil TSV, Durga AK. 2021. Antibiotic versus no antibiotic approach in the
management of lumpy skin disease (LSD) in cattle. J. Entomo. Zool. Stud.
9(1): 1612–1614.
Annandale CH, Holm DE, Ebersohn K, Venter EH. 2013. Seminal trans-mission of
lumpy skin disease virus in heifers. Transbound Emerg Dis. 61:443–448.
Apley MD. 1994. Ancillary therapy for bovine respiratory disease. Journal Animal
Disease. 7(4): 345-348.
Arifianto D, Priyo TW, Setyawan EMN, Purnomo A, Adji D, Yuriadi. 2021.
Hematologi rutin sapi peranakan ongole yang mengalami mumifikasi fetus.
ARSHI Vet Lett. 5(1): 5-6.
Azizunnesa, Sutradhar BC, Das BC, Hossain MF, Faruk MO. 2010. A case study
on mummified foetus in a heifer. Univ J Zool Rajshahi Univ. 28(1): 61–63.
Babiuk S, Bowden TR, Parkyn G, Dalman B, Manning L, Neufeld J, Embury-Hyatt
C, Copps J, Boyle DB. 2008. Quantification of lumpy skin disease virus
following experimental infection in cattle s. Transboundary and Emerging
Diseases. 55(7):299-307.
Barlow J. 2001. Mastitis therapy and antimicrobial susceptibility: a multispecies
review with a focus on antibiotic treatment of mastitis in dairy cattle. J
Mammary Gland Biol Neoplasia. 16(4): 383-407.
Batra P, Deo V, Mathur P, Gupta AK. 2017. Cotrimoxazole, a wonder drug in the
era of multiresistance: Case report and review of literature. Journal of
Laboratory Physicians. 9(3): 210-213.
Beard PM. 2016. Lumpy skin disease: a direct threat to Europe. Veterinary Record.
178(22): 557–558.
Biner B, Bischoff M, Klarer F, Suhner F, Hüsler J, Hirsbrunner G. 2015. Treatment
of retained fetal membranes: Comparison of the postpartum period after
routine treatment or routine treatment including an additional
phytotherapeutic substance in dairy cattle in Switzerland. J Vet Med. 5(04):
93–99.
Boden E. 2005. Black’s Veterinary Dictionary 21st. London: A&C Black.

29
Boosman R, Nemeth F, Gruys. 1991. Bovine laminitis: clinical aspects, pathology
and pathogenesis with reference to acute equine laminitis. The Veterinary
Quarterly. 13(3): 163-171.
Bradley AJ, Green MJ. 2004. The importance of the nonlactating period in the
epidemiology of intramammary infection and strategies for prevention. Vet
Clin North Am-Food Anim Pract. 20: 547- 568.
Caswell JL, Archambault M. 2007. Mycoplasma bovis pneumonia in cattle. Animal
Health Research Reviews. 8(2): 161-186.
Chayrunnisa A, Maghfiroh K, Priabudiman Y. 2020, Penanganan penyakit radang
paru (pneumonia) pada pedet pra sapih (anweaner) di Terbanggi Besar,
Lampung Tengah. Jurnal Peternakan Terapan. 2(1): 11-15.
Constable, P. D., K. W. Hinchcliff, S. H. Done, and W. Grünberg. 2017. Diseases
of the abomasum. Pages 501–523 in Veterinary Medicine: A Textbook of
the Diseases of Cattle, Horses, Sheep, Pigs, and Goats. 11th ed. Elsevier, St
Louis, MO.
Coppock CE. 1974. Displaced abomasum in dairy cattle: Etiological factors. 57(8):
Journal of Dairy Science. 926-933.
Craft N. 2012. Superfisisal Cutaneous Infectious and Pyoderma. Di dalam:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th. Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, editor. New York.: McGraw Hill Medical.
Dahong F. 2009. Abses dentogen subkutan. Dentofasial. 8(2):69-73.
Davies CJ, Hill JR, Edwards JL, Schrick FN, Fisher PJ, Eldridge JA. 2004. Major
conception rate and histocompatibility antigen expression on the bovine
placenta: Its relationship to abnormal pregnancies and retained placenta.
Animal Reproduction Science. 82-83: 267-280.
DeLeo FR, Diep BA, Otto M. 2009. Host defense and pathogenesis in
Staphylococcus aureus infections. Infect Dis Clin North Am. 23(1): 17-34.
Dervishi E, Zhang G, Hailemariam D, Dunn SM, Ametaj BN. 2016. Occurrence of
retained placenta is preceded by an inflammatory state and alterations of
energy metabolism in transition dairy cows. J Anim Sci Biotechnol. 7(26).
Dhillon KS, Kaur SJ, Gupta M. 2020. A case report on aspiration pneumonia in a
cow. Journal of Entomology and Zoology Studies. 8(3): 186-188.
Divers TJ, Peek SF. 2018. Rebhun’s Diseases of Dairy Cattle Third edition. St.
Louis (MO): Elsevier Health Sciences.
Divers TJ. 2008. Respiratory diseases. Rebhun's diseases of dairy cattle. 79.
Du Preez JH. 2000. Bovine mastitis therapy and why it fails. J S Afr Vet Assoc.
71(3): 201-208.
Ekawati ER, Husnul SNY, Herawati D. 2018. Identifikasi kuman pada pus dari luka
infeksi kulit. Jurnal Sains Health. 1(2) : 31-35.
Erol H, Erol M, Izci C. Effects of pain and nonsteroid anti-inflammatory drugs
(NSAIDS) after abomasal displacement operations of cattle. Large Animal
Review. 26: 213-220.
Fernández M, Ferreras MC, Giráldez FJ, Benavides J, Pérez V. 2020. Production
significance of bovine respiratory disease lesions in slaughtered beef cattle.
Animals. 10(10): 1-6.
Feyisa AF. 2018. A case report on clinical management of lumpy skin disease in
bull. J. Vet. Sci. Technol. 9(3): 538.

30
Frazer GS. 2005. A rational basis for therapy in the sick postpartum cow. Veterinary
Clinics of North America: Food Animal Practice. 21(2): 523-568.
Fricke PM. 2001. Twinning in dairy cattle. The Professional Animal Scientist.
17(2): 61-67.
Garry F, McConnel C. 2009. Indigestion in ruminants. in: Smith B. Large animal
internal medicine. 4th edition. Elsevier, St Louis (MO): 828-830.
Gilbert, Ekman T dan Esteras 0. 2002. Retained Fetal Placenta and Dry Cow
Therapy. J. Vet Med. (10-11): 277-282.
Gogoi-Tiwari J, Williams V, Waryah CB, Costantino P, Al-Salami H, Mathavan S,
Wells K, Tiwari HK, Hegde N, Isloor S, Al-Sallami H, Mukkur T. 2017.
Mammary gland pathology subsequent to acute infection with strong versus
weak biofilm forming Staphylococcus aureus bovine mastitis isolates: A
pilot study using non-invasive mouse mastitis model. PLoS ONE. 12(1).
González-Martín JV, Pérez-Villalobos N, Baumgartner W, Astiz S. 2019. An
investigation into the development of right displaced abomasum by rolling
268 dairy cows with left displaced abomasum. Journal of Dairy Science.
102(12): 11268–11279.
Guyassa C. 2022. Epidemiology and diagnostic methods of lumpy skin disease: a
short review. Int J Vet Sci Res. 8(2): 64-70.
Haile-Mariam M, Carrick MJ, Goddard ME. 2008. Genotype by environment
interaction for fertility, survival, and milk production traits in
Australian dairy cattle. J Dairy Sci. 91:4840–4853.
Hanafi EM, Ahmed WM, El Khadrary HH, Zabaal MM. 2011. An overview on
placental retention in farm animals. MEJSR. 7(5): 643–651.
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya(ID): Airlangga
University Press.
Hassan N, Parrah JD, Hamadani H, Ganie RA, Khurshid. 2019. Management of
large subcutaneous abscess in a dairy cow. Journal of Pharmacognosy and
Phytochemistry. 8(1): 1652-1653.
Hatta AIM. 2022. maserasi fetus pada kucing di klinik hewan pendidikan
Universitas Hasanuddin [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.
Hattab J, Abbate JM, Castelli F, Lanteri G, Iaria C, Marruchella G. 2022. Aspiration
Pneumonia with Prominent Alveolar Mineralization in a Dairy Cow.
Veterinary Sciences. 9(3): 128.
Hossain M, Paul S, Hossain M, Islam M, Alam M. 2017. Bovine mastitis and its
therapeutic strategy doing antibiotic sensitivity test. Austin J Vet Sci Anim
Husb. 4: 1030.
Insani LR. 2019. Studi kasus kejadian left displacement of abomasum pada sapi
perah di KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung tahun 2014–2018
[skripsi]. Bogor (ID): IPB University.
Islam MS, Rahman MM, Bhuiyan MMU, Shamsuddin M, Islam MM. 2016.
Efficacy of oxytetracycline, amoxicillin, sulfamethoxazole and
trimethoprim, and tylosin for the treatment of bacterial diseases in cattle and
goats. Bangladesh Journal of Veterinary Medicine. 14 (1): 47-51.
Islam SJ, Deka C, Sonowal PJ. 2021. Treatment and management of lumpy skin
disease in cow: A case report. Int. J. Vet. Sci. Anim. Husb. 6(2): 26–27.
Issimov A, Kutumbetov L, Orynbayev MB, Khairullin B. Myrzakhmetova B,
Sultankulova K, White PJ. 2020. Mechanical transmission of lumpy skin

31
disease virus by Stomoxys Spp (Stomoxys calsitrans, Stomoxys sitiens,
Stomoxys indica), Diptera : Muscidae. Animals. 10(3):477-488.
Jackson P. 2004. Handbook of Veterinary Obstetrics. Edinburg (UK): Saunders.
Jemal JY. 2016. A review on retention of placenta in dairy cattles. Int. J Vet Sci.
5(4): 200–207.
Jenkin G. 1992. Interaction between oxytocin and prostaglandin F2 alpha during
luteal regression and early pregnancy in sheep. Reprod Fertil Dev. 4(3):
321–328.
Juwita S, Mihrani, Agusriady, Handono A. 2021. Deteksi kebuntingan ternak sapi:
aplikasi test strip dairy cow pregnancy colloidal gold test strip. Jurnal Sains
Veteriner. 39(3): 287-292.
Khandy ZB. 2021. Management of large subcutaneous abscess in a dairy cow. Acta
Scientific Veterinary Sciences. 3(10): 72-74.
Khumar SM. 2011. An outbreak of lumpy skin disease in holstein dairy herd in
Oman: a clinical report. Asian Journal of Animal and Veterinary Advances.
6(8):851-859.
Krisan G. 2015. Successful management of mummified fetus in a heifer by
prostaglandin therapy and episiotomy. Veterinary Science Development.
5:5829.
Kumar A, Saxena A. 2018. Clinical management of fetal mummification in a cow:
a case report. Indian Vet J. 95(11): 81-82.
Lawhead J, Baker M. 2005. Introduction to Veterinary Science. Ford Atkinson
(WI): WD Hoards & Sons Company.
Lefebvre RC, Saint-Hilaire E, Morin I, Couto GB, Francoz D, Babkine M. 2009.
Retrospective case study of fetal mummification in cows that did not
respond to prostaglandin F2alpha treatment. Can Vet J. 50(1):71-76.
Lefebvre RC. 2015. Fetal mummification in the major domestic species: current
perspectives on causes and management. Vet Med (Auckl). 8(6): 233–244.
doi: 10.2147/VMRR.S59520.
Lojkic I, Simic I, Kresic N, Bedekovic T. 2018. Complete genome sequence of a
lumpy skin disease virus strain isolated from the skin of a vaccinated animal.
Genome Announcement. 6(22):1-2.
Makin M, Suharwanto D. 2012. Performa sifat-sifat produksi susu dan reproduksi
sapi perah Fries Holland di Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak. 12(2): 39-44.
Marogna G, Pilo, C, Vidili A, Tola S, Schianchi G, Leori SG. 2012. Comparison of
clinical findings, microbiological results, and farming parameters in goat
herds affected by recurrent infectious mastitis. Small Rumin Res. 102: 74-
83.
Morris JPA. 1931. Pseudo-urticaria. Northern Rhodesia Department of Animal
Health, Annual Report 1930.
Muller K. 2011. Diagnosis, treatment and control of left displaced abomasum in
cattle. Farm Animal Practice. 33: 470-481.
Nagaraja TG, Lechtenberg KF. 2007. Acidosis in feedlot cattle. Vet Clin North Am
Food Anim Pract. 23: 333-350.
Namazi F, Tafti AK. 2021. Lumpy skin disease, an emerging transboundary viral
disease: a review. Vet Med Sci. 7:888–896.
Newby N, Tucker CB, Pearl DL, LeBlanc S, Leslie KE, Keyserlink MAG, Duffield
TF. 2013. Short communication: A comparison of 2 nonsteroidal

32
antiinflammatory drugs following the first stage of a 2-stage fistulation
surgery in dry dairy cows. Journal of Dairy Science. 96(10): 6514-6519.
Niehaus AJ. 2008. Surgery of the abomasum. Veterinary Clinics of North
America: Food Animal Practice. 24(2): 349-358.
Noach F, Dana S, Mala R. 2019. The Application Of Expert System In Diagnosing
Scabies In Cattle. In Proceedings of the 1st International Conference on
Engineering, Science, and Commerce. Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur,
Indonesia.
Nuriski M, Wicaksono A, Basri, C. 2020. Distribusi Scabies pada peternakan sapi
potong di Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan: distribution of
scabies in beef cattle in Barru District, South Sulawesi. Jurnal Ilmu
Peternakan dan Veteriner Tropis. 10(2): 159-165.
[OIE] Office International des Epizooties. 2017. Manual of diagnostic tests and
vaccines for terrestrial animals, chapter 2.4.14, Lumpy skin disease
[Internet]. [accessed 17th March 2023]. Available from:
http://web.oie.int/eng/normes/MMANUAL/A_Index .htm.
Oman RE, Streeter RN, Reppert EJ, Chako CZ. 2016. Left displacement of the
abomasum in 4 beef calves. Journal of Veterinary Internal Medicine. 30(4):
1376–1380.
Peek SF, Divers TJ. 2018. Rebhun’s Diseases of Dairy Cattle-E-Book. Elsevier
Health Sciences.Goff. JP.
Pisestyani H, Lelana RA, Septiani YN. 2016. Teat length and lactation period as a
predisposition factor of subclinical mastitis in dairy cattle in Bandung,
Indonesia. Journal of Life Sciences. 10: 1-6.
Plumb DC. 2011. Plumb’s Veterinary Drug Handbook. 7th Ed. USA: PharmaVet.
Plumb DC. 2011. Veterinary Drug Handbook 7th Edition. Wisconsin (US):
PharmaVet Inc.
Plumlee KH, Van Alstine W, Sullivan JM. 1992. Japanese pieris toxicosis
of goats. Journal of Veterinary Diagnostic Investigation. 4(3): 363-364.
Prohl A Ostermann C, Lohr M, Reinhold P. 2014. The bovine lung in biomedical
research: visually guided bronchoscopy, intrabronchial inoculation and in
vivo sampling techniques. JoVE (Journal of Visualized Experiments. (89):
51557.
Purohit GN, Gaur M. 2011. Etiology, antenatal diagnosis and therapy of fetal
complications of gestation in large and small domestic ruminants.
Theriogenology Insight-An International Journal of Reproduction in all
Animals. 1(1): 43–62.
Radostits MO, Gray CC, Kenneth WH, Peter DC. 2006. Veterinary Medicine, A
Textbook of the Diseases of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses. London
(UK): Elsevier Health Sciences.
Radostits O, Gay C, Hinchcliff K, Constable P. 2006. Veterinary Medicine: A
Textbook of the Diseases of Cattle, Horses, Sheep, Pigs and Goats. Edisi
ke-10. St Louis (US): Elsevier Health Sciences.
Rialland P, Otis C, Courval ML, Mulon PY, Harvey D, Bichot S, Gauvin D,
Livingston A, Beaudry F, Helie P, Frank D, Castillo JRED, Troncy E. 2014.
Assessing experimental visceral pain in dairy cattle: A pilot, prospective,
blinded, randomized, and controlled study focusing on spinal pain
proteomics. Journal of Dairy Sciences. 97(4): 2118-2134.

33
Rouby S, Aboulsoud E. 2016. Evidence of intrauterine transmission of lumpy skin
disease virus. Vet J. l:193–195.
Roudebush P. and Sweeney CR. 1990. Thoracic percussion. Journal of the
American Veterinary Medical Association (USA).
Rudy. 2021. Analisis tingkat kejadian penyakit bedah pada sapi perah di KPSBU
Lembang, Jawa Barat periode tahun 2015-2019 [skripsi]. Bogor: IPB Press.
Russell RJ. 2011. Production Diseases of Dairy Animals. Delhi (IN): Satish Serial
Publishing House.
Safdar AHA, Kor NM. 2014.Parturition mechanisms in ruminants: A
complete overview. EJEB. 4(3): 211-218.
Sayed MH, Dahshan ME, HM Y. 2014. Study on Some Mycological, Mycoplasmal
and Bacteriological Causes of Pneumonia in Cattle. Zagazig Veterinary
Journal, 42(3): 198-207.
Sembada, P., Duteurtre, G., Moulin, C.-H., 2020. Livestock policy in
Indonesia: Case of the dairy subsector. Livest. Policy 11.
https://doi.org/DOI: 10.19182/agritrop/00143
Sendow I, Assadah NS, Ratnawati A, Dharmayanti NLPI, Saepulloh M. 2021.
Lumpy skin disease: ancaman penyakit emerging bagi status kesehatan
hewan nasional. WARTAZOA. 31(2):85-96.
Sharp CR, Rozanski EA. 2013. Physical examination of the respiratory system. Top
Companion Anim Med. 28:79-85.
Sidhu PK, Landoni MF, Lees P. 1995. Influence of marbofloxacin on the
pharmacokinetics and pharmacodynamics of tolfenamic acid in calves. J Vet
Pharmacol Therap. 28:109-119.
Siregar S. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan Perbandingan
Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta (ID): Kencana Prenadamedia Group.
Skrabanja ATP, Bouman EAC, Dagnelie PC. 2005. Potential value of adenosine 5′-
triphosphate (ATP) and aden- osine in anaesthesia and intensive care
medicine. British Journal of Anaesthesia. 94(5): 556–562.
Smith BP. 2009. Large Animal Internal Medicine. New York (US): Elsevier.
Soares BS, Melo DA, Motta CC, Marques VF, Barreto NB, Coelho SMO, Souza,
MMS. 2017. Characterization of virulence and antibiotic profile and agr
typing of Staphylococcus aureus from milk of subclinical mastitis bovine in
State of Rio de Janeiro. Arquivo Brasileiro de Medicina Veterinaria e
Zootecnia. 69(4): 843-850.
Stephen JE, Edward CF. Textbook of Internal Medicine. 7th ed. Saunders: Elsevier.
Subronto 2008. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Pr
Sudarwanto M, Sudarnika E. 2008. Hubungan antara pH susu dengan jumlah sel
somatik sebagai parameter mastitis subklinik. Media Peternakan. 31(2):
107-113.
Suprayogi A, Ihsan K, Ruhyana AY. 2019. Nilai fisiologis sapi perah kering
kandang di Pangalengan: hematologi, denyut jantung, frekuensi respirasi,
dan suhu tubuh. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 24(4): 375-381.
Susanty H, Purwanto BP, Sudarwanto M, Atabany A. 2017. Spatial model of good
dairy farming practices and subclinical mastitis prevalence in West Java.
International Journal of Sciences: Basic and Applied Research. 35(2): 225-
236.

34
Susanty H., Purwanto BP, Sudarwanto M, Atabany A. 2018. Agroclimatic effects
on milk production and subclinical mastitis prevalence in dairy cattle.
Journal of the Indonesian Tropical Animal Agricultur. 43(4): 373-382.
Tagesu TT, Ahmed WM. 2017. Economic and reproductive impacts of retained
placenta in dairy cows. Journal of Reproduction and Infertility. 8(1): 18-27.
Thorat MG, Bhikane AU, Yadav GU, Ghadage HR, Mahajan MV. 2008. Clinical
management of multiple abscesses in bullock. Intas Polivet. 9(1):79-80.
Tkalčević IV, Hrvačić B. 2011. Upalna reakcija kao temeljni homeostatski
mehanizam. Veterinarska stanica. 42: 347-360.
Trouchon T, Lefebvre S. 2016. A review of enrofloxacin for veterinary use. Open
J Vet Med. 6:40-58.
Tschoner, T., Zablotski, Y. and Feist, M., 2022. Retrospective evaluation of method
of treatment, laboratory findings, and concurrent diseases in dairy cattle
diagnosed with left displacement of the abomasum during time of hos-
pitalization. Animals. 12(13): 1649.
Tucho TT, Ahmed WM. 2017. Economic and reproductive impacts of retained
placenta in dairy cows. J Reprod Infertil. 8(1): 18–27.
Tuppurainen ES, Alexandrov T, Beltran-Alcrudo D. 2017. Lumpy skin disease field
manual – a manual for veterinarians. FAO Anim Prod Health Man. 20:1–
60.
Tuppurainen ES, Oura CA. 2012. Review: lumpy skin disease: an emerging threat
to Europe, the Middle East and Asia. Transbound Emerg Dis. 59(1):40-8.
Utami. 2018. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan tanaman (suatu kajian
pustaka) [skripsi]. Bali (ID): Universitas Udayana
Vergara CF, Döpfer D, Cook NB, Nordlund KV, McArt JAA, Nydam DV. 2014.
Risk factors for postpartum problems in dairy cows: Explanatory and
predictive modeling. Journal of dairy science. 97(7): 4127-4140.
Vikram R, Joshi V, Khatti A, Babu M, Biam KP, Barman D. 2020. Fetal
mummification in domestic animals: A critical review. International
Journal of Livestock Research. 10(11): 15-22.
Whittier WD. 2013. Pregnancy determination in cattle: A review of available
alternatives [disertasi]. Virginia (US): Virginia-Maryland Regional College
of Veterinary Medicine.
Winden SCL, Kuiper R. 2003. Left displacement of the abomasum in dairy cattle:
Recent developments in epidemiological and etiological aspects. Veterinary
Research. 2003. 34: 47–56.
Youngquist RS, Threlfall WR. 2007. Current Therapy in Large Animal
Theriogenology. 2nd ed. USA: Elsevier Inc.
Yusuf JJ. 2016. A review on retention of placenta in dairy cattles. Inter J Vet Sci.
5(4): 200-207.
Zalizar L, Sujono, Dian I, Soedarsono YA. 2018. Kasus mastitis subklinis pada sapi
perah laktasi di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan. 28(1): 35-4.

35
LAMPIRAN

Tabel 1 Jurnal harian praktik kerja lapangan bagian klinik di KPBS Pangalengan
Hari/tgl Pelaksana Anamnesa Sinyalemen Diagnosis Gejala klinis Terapi
Selasa/21 Feri, Attin Demam, Sapi FH LSD Nodul-nodul ● Inj Interflox
Feb 2023 produksi susu betina, pada bagian (enrofloxacin) 20
menurun, umur 6 muka, leher, ml (IM)
muncul bentol- tahun, masa dan punggung ● Inj Biopros 10 ml
bentol sudah 7 laktasi ke-3. HR : 60 (IV)
hari, terjadi x/menit ● Inj Prodryl 10 ml
pada beberapa RR : 32 x/menit (antihistamin)
ekor sapi, T : 40.6°C (IV)
nafsu makan
dan minum
menurun.
Selasa/21 Feri, Attin Sapi baru Sapi FH LSD Nodul-nodul di ● Inj Interflox
Feb 2023 datang 2 hari jantan, bagian leher, (enrofloxacin) 20
yang lalu, umur 2 punggung, dan ml (IM)
terdapat tahun, abdomen, ● Inj Biopros 10 ml
bentol-bentol belum terdapat lesi (IV)
di area leher pernah pada lateral ● Inj Prodryl 10 ml
dan punggung, laktasi. abdomen (antihistamin)
banyak lesi di kanan. (IV)
lateral HR : 56
abdomen, x/menit
nafsu makan RR : 36 x/menit
dan minum T : 39.2 °C
menurun.
Rabu/22 Felicia, Sapi Sapi FH Pneumonia Sapi gelisah, ● Inj Interflox 15
Feb 2023 gigi, rifa mengalami jantan, agresif, hasil ml (IV)
penurunan umur 3 auskultasi ● Inj Prodryl 10 ml
nafsu makan, tahun. ditemukan (antihistamin)
nafas cepat dan inspirasi lebih (IV)
dangkal. panjang
dibandingkan
ekspirasi,
intensitas nafas
dangkal.
HR : 72
x/menit
RR : 96 x/menit
T : 39.8 °C
Jum'at/24 Feri, Rifa Penurunan Sapi FH LSD Nodul-nodul di ● Inj Interflox 15
Feb 2023 nafsu makan betina, leher dan kaki ml (IV)
dari 2-3 hari umur 5 HR : 48 ● Inj Biopros 10 ml
yang lalu. tahun, masa x/menit (IM)
Sempat laktasi ke-2. RR : 32 x/menit ● Inj Prodryl 10 ml
demam 2 hari T : 38.7 °C (IM)
yang lalu,
produksi susu
turun drastis
dari 4 L
menjadi 1 L,
nafsu makan
dan minum
menurun.
Sabtu/ 25 Feri, Rifa Sapi post Sapi FH Vulnus Ditemukan ● Luka disemprot
Feb 2023 partus (1 hari betina, Laceratum vulnus pada dengan Limoxin-
yang lalu), umur 2,5 vulva (diduga 25
ditemukan tahun, masa akibat post (Oxytetracycline)
luka pada laktasi ke-1. partus) ● Inj Interflox 15
36
vulvanya, HR : 56 ml (IM)
plasentanya x/menit
sudah keluar RR : 36 x/menit
semua, nafsu T : 38.4 °C
makan dan
minum
normal.
Sabtu/ 25 Felicia, Sapi baru Sapi FH Post Gelisah, tidak ● Inj Procaben
Feb 2023 gigi, attin dibeli dari betina, operasi ditemukan (Penicillin) 10 ml
peternak lain umur 4,5 LDA adanya (IM)
beberapa bulan tahun, masa jaringan ● Inj Biopros 10 ml
yang lalu, laktasi ke-2. nekrosa dari (IM)
pasca operasi luka jahitan
dislokasi HR :
abomasum, 72 x/menit
nafsu makan RR : 36 x/menit
dan minum T : 38.9 °C
masih normal.
Senin/ 27 Felicia, Kaki pincang Sapi FH Laminitis Kaki depan ● Inj Tolfedine 10
Feb 2023 Feri, Rifa, sejak 2 hari betina, sebelah kiri ml (IM)
Attin lalu, nafsu umur 3 terlihat jarang
makan dan tahun, masa bertumpu dan
minum turun. laktasi ke-1, selalu
terakhir kali disilangkan,
partus 5 saat berjalan
bulan lalu. terlihat adanya
kepincangan
pada kaki
tersebut, pada
uji gumba
menunjukkan
hasil positif
HR : 60
x/menit
RR : 32 x/menit
T : 40.4 °C
Senin/ 27 Felicia, Ditemukan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Biopros 10 ml
Feb 2023 Feri, Rifa, benjolan pada betina, adanya (IV)
Attin kulit sapi berwarna benjolan pada ● Inj Prodryl 10 ml
bagian kepala, hitam putih, area punggung (antihistamin)
leher dan umurnya 1 dan leher, (IV)
punggung. tahun, sapi benjolan- ● Inj enrofloxacin
belum benjolan yang 15 ml (IM)
pernah ada pada
laktasi. punggung
sudah pecah,
ditemukan
kebengkakan
pada kaki
kanan depan.
HR : 48
x/menit
RR : 32 x/menit
T : 38.7 °C
Senin/ 27 Loy berdasarkan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Biopros 10 ml
Feb 2023 keterangan betina, adanya (IV)
peternak berwarna benjolan pada ● Inj Prodryl 10 ml
produksi susu hitam putih, area muka dan (antihistamin)
menurun, ada umurnya 4 punggung. Ada (IV)
benjolan pada tahun, masa kebengkakan ● Inj enrofloxacin
muka dan laktasi ke-2. pada kaki kiri 15 ml (IM)
punggung. depan.

37
HR : 52
x/menit
RR : 36 x/menit
T : 39,1 °C
Selasa/ Attin, Nafas sapi Sapi FH Pneumonia Frekuensi nafas ● Inj Interflox 10
28 Feb Rifa, Loy terdengar betina, tinggi dengan cc (IV)
2023 sesak sudah umur 2.5 intensitas ● Inj Bioprost 10 cc
selama 2 tahun, masa dangkal, (IM)
minggu, nafsu laktasi ke-1. anoreksia, ● Inj Prodryl 10 cc
makan gelisah, ada (IM)
menurun discharge
secara serous dari
signifikan. hidung.
HR : 68
x/menit
RR : 104
x/menit
T : 39.3°C
Selasa/ Attin, Penurunan Sapi FH LDA Sapi gelisah, ● Bedah
28 Feb Rifa, Loy nafsu makan, betina, abdomen laparotomi
2023 gelisah, umur 2.5 asimetris (reposisi
abdomen kiri tahun, masa (distensi abomasum).
membesar. laktasi ke-1. abdomen kiri), ● Inj Procaben 10
adanya ping cc (IM)
sound (suara ● Inj Bioprost 10 cc
seperti piring (IM)
atau kaleng ● Inj Tolfedin 10 cc
diketuk) saat (IM)
dilakukan
perkusi pada
abdomen kiri.
HR : 64
x/menit
RR : 32 x/menit
T : 38.7°C
Selasa/ Felicia, Abdomen kiri Sapi FH LDA Abdomen ● Bedah
28 Feb Feri membesar betina, asimetris laparotomi
2023 sudah 2 hari, umur 6 (distensi (reposisi
nafsu makan tahun, masa abdomen kiri), abomasum).
menurun. laktasi ke-3. adanya ping ● Inj Procaben 10
sound (suara cc (IM)
seperti piring ● Inj Bioprost 10 cc
atau kaleng (IM)
diketuk) saat ● Inj Tolfedin 10 cc
dilakukan (IM)
perkusi pada
abdomen kiri.
HR : 76
x/menit
RR : 40 x/menit
T : 38.9°C
Rabu/ 1 Attin, Rifa Sapi baru saja Sapi FH Sehat - Pasang ear tag
Maret dibeli dari betina, klinis
2023 peternak lain 3 umur 6
hari yang lalu, tahun, masa
nafsu makan laktasi ke-3.
dan minum
baik.
Rabu/ 1 Attin, Rifa Sapi baru saja Sapi FH Sehat - Pasang ear tag
Maret dibeli dari betina, klinis
2023 peternak lain 3 umur 4
hari yang lalu, tahun, masa
nafsu makan laktasi ke-2.
38
dan minum
baik.
Rabu/ 1 Felicia, Ditemukan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Biopros 10 ml
Maret Feri, Loy benjolan pada betina, adanya (IV)
2023 kulit sapi, berwarna benjolan pada ● Inj Prodryl 10 ml
produksi susu hitam putih, area punggung (antihistamin)
menurun, umurnya dan leher, (IV)
nafsu makan 9,5 tahun, benjolan- ● Inj enrofloxacin
dan minum masa laktasi benjolan yang 15 ml (IM)
baik. ke-6. ada pada leher
sudah pecah,
ditemukan
kebengkakan
pada kaki kiri
depan
HR : 56
x/menit
RR : 28 x/menit
T : 39.3 °C
Rabu/ 1 Felicia, Kemarin Sapi FH Mastitis Ambing ● Inj Tolfedine 10
Maret Feri, Loy sempat betina, klinis membengkak, ml (IV)
2023 demam, masa umur 5 suhu ambing ● Inj Procaben 10
kering tahun, masa lebih hangat ml (IM)
kandang, sapi laktasi ke-2. dibanding suhu
tidak nafsu kulit sekitar.
makan, sudah susu keluar
2 laktasi sedikit dan
kental.
HR: 60 x/menit
RR : 32 x/menit
T : 38.5 °C
Rabu/ 1 Felicia, Keterangan Sapi FH Abses Pada saat ● Drainase
Maret Feri, Loy peternak 2 jantan, benjolan ● Antibiotik
2023 bulan yang lalu umur 2 dipalpasi terasa Cotrimoxazole 7
muncul tahun seperti ada tablet
benjolan kecil cairan di dimasukkan ke
pada kaki kiri dalamnya, dalam rongga
belakang lalu benjolan abses
lama- berwarna
kelamaan kemerahan
semakin HR : 60
membesar, x/menit
nafsu makan RR : 32 x/menit
dan minum T : 38.9 °C
baik
Kamis/ 2 Felicia, Sapi sering Sapi FH Scabies Alopecia ● Inj Ivermectin 5
Maret Loy, Rifa terlihat jantan, disekitar kaki ml (SC)
2023 menggaruk, pedet belakang dan
ada berumur 5 kaki depan,
kerontokan bulan daerah mata
rambut di agak merah dan
sekitar mata, bengkak, kulit
leher dan kaki, kelihatan
sekitar mata berkerak
terlihat sedikit (hiperkeratosis)
bengkak dan HR : 58
kemerahan, x/menit
nafsu makan RR : 32 x/menit
dan minum T : 38.7 °C
menurun
Kamis/ 2 Felicia, Kaki kiri sapi Sapi FH Laminitis Sapi terlihat ● Tolfedine 10 ml
Maret Loy, Rifa belakang jantan, pincang di kaki (IM)
2023 kelihatan berwarna belakang ● Inj Vitaplex (B
39
pincang sekitar hitam putih, sebelah kiri, complex) 10 ml
3 hari yang umurnya 8 tidak ada luka, (IM)
lalu, kaki kiri bulan arah punggung
belakang lebih tinggi ke
sering kiri ketika
diangkat, nafsu berdiri, suhu
makan dan meningkat
minum sedikit HR : 66
menurun x/menit
RR : 36 x/menit
T : 40.7 °C
Kamis/ 2 Feri, Attin Sapi tidak mau Sapi FH Rumen Lemah, ● Infus NaCl 500
Maret makan selama betina, 5 acidosis mukosa ml
2023 beberapa hari, tahun konjungtiva ● Sulpidon 10 ml
terlihat lebih pucat, cermin (IM)
sering hidung kering, ● Bioprost 10 ml
berbaring, 2 distensi rumen, (IM)
kali partus dan palpasi bagian
2 kali laktasi, abdomen kiri
penurunan keras
produksi susu HR : 56
x/menit
RR : 28 x/menit
T : 40.5 °C
Kamis/ 2 Feri, Attin Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Bioprost 10
Maret turun, muncul jantan, terdapat nodul ml (IM)
2023 nodul 2 hari pedet keras di kulit ● Inj Sulpidon 10
lalu di bagian berumur 3 bagian kepala, ml (IM)
leher, kepala, bulan leher, dan kaki
dan kaki HR : 58
x/menit
RR : 32 x/menit
T : 40.6 C
Kamis/ 2 Felicia, Keterangan Sapi FH Bloat Area belakang ● Inj Bioprost 10
Maret Loy, Rifa peternak sapi betina, dan ekor sapi ml (IM)
2023 mengalami umur 1,5 sangat kotor
mencret sejak tahun dikarenakan
2 hari, pakan diare,
berupa rumput konsistensi
muda, belum diare encer dan
pernah bunting berwarna
ataupun kuning, namun
laktasi, tidak berbau
terakhir kali HR : 64
birahi pada x/menit
tanggal 30 RR : 48 x/menit
januari 2023, T : 38.6 °C
nafsu makan
dan minum
baik
Kamis/ 2 Feri, Attin Keterangan Sapi FH Abses Ditemukan ● Inj Tolfedine 10
Maret peternak ada betina, adanya ml (IM)
2023 benjolan pada umur 3,5 benjolan yang
leher sapi, tahun sudah pecah
benjolan pada leher sapi,
muncul 4 hari cairan yang
yang lalu, keluar
benjolan pecah berwarna
kemarin sore, kekuningan
sapi sudah dan bau
divaksinasi HR : 68
LSD, sudah 1 x/menit
kali partus dan RR : 38 x/menit
40
1 kali laktasi, T : 39.8 °C
nafsu makan
dan minum
baik

Kamis/ 2 Feri, Attin Keterangan Sapi FH Abses Ditemukan ● Inj Tolfedine 10


Maret peternak ada betina, adanya ml (IM)
2023 benjolan pada umurnya benjolan pada
leher sapi yang 4,5 tahun, leher sapi, pada
muncul sejak 4 saat benjolan
hari yang lalu, dipalpasi terasa
sapi tersebut seperti ada
telah diberikan cairan di
vaksinasi LSD, dalamnya
sudah 2 kali HR : 68
partus dan 2 x/menit
kali laktasi, RR : 40 x/menit
nafsu makan T : 40.8 °C
dan minum
baik
Sabtu/ 4 Attin, Rifa Kaki depan Sapi FH Laminitis Adanya bekas ● Inj Infalgin 10 cc
Maret sapi cenderung betina, luka pada (IM)
2023 terlihat umur 5 bagian palmar ● Inj Bioprost 10 cc
menyilang dan tahun. kaki kiri, (IM)
menunjukkan dengan posisi
respon sakit kedua kaki
saat dipegang terkadang
peternak, nafsu menyilang.
makan HR : 64
menurun, x/menit
sudah 2 kali RR : 36 x/menit
partus dan 2 T : 38.9°C
kali laktasi.

Sabtu/ 4 Felicia, Sapi tidak mau Sapi FH Bloat Abdomen tidak ● Inj Infadryl 10 cc
Maret Loy, Feri makan dari betina, simetris (lebih (IM)
2023 kemarin sore, umur 3.5 besar bagian ● Inj Vitaplex 10 cc
kembung. Sapi tahun kiri); distensi (IM)
diketahui rumen
sudah 1x HR : 52
partus dan 1x x/menit
laktasi RR : 44 x/menit
T : 38.8°C
Sabtu/ 4 Rifa, Attin Sapi diare dari Pedet FH Enteritis Konsistensi ● Inj Infadryl 3 cc
Maret 3 hari yang betina, feses cair, area (IM)
2023 lalu, nafsu umur 3-4 perineal dan ● Inj Procaben 3 cc
makan bulan. bagian medial (IV)
menurun. kaki belakang ● Cotrimoxazole
kotor terkena tab, 2x sehari (1
feses. tab), selama 3
HR : 88 hari.
x/menit
RR : 52 x/menit
Senin/ 6 Rifa, Kemarin baru Sapi FH Pneumonia Nafas pendek ● Inj ADE-plex 10
Maret Attin, sembuh dari berwarna dan sesak, ml IM
2023 Felicia, rumen hitam putih, selepas diberi ● Inj Biopros 10 ml
Feri, Loy acidosis, telah berumur 2 injeksi sapi IM
batuk selama 5 tahun, sesak nafas, ● Inj Interflox 10
hari, nafas partus kepala sering ml IM
cepat dan pertama 2 menunduk ke
sesak minggu bawah, badan
yang lalu lemas dan
kurus
41
HR: 68 x/menit
RR: 140
x/menit
T: 38. 5°C
Selasa/7 Rifa, Sapi terlihat Sapi FH LDA Abdomen ● Operasi
Maret Attin, lemas dan betina, asimetris dan laparatomi
2023 Felicia, nafsu berumur 2,5 adanya distensi ● Infus NaCl +
Feri, Loy makannya tahun pada abdomen Bioprost 10 ml +
menurun, kiri, setelah Prodryl 10 ml
seminggu yang dilakukan (IV)
lalu baru saja perkusi pada ● Inj Interflox 15
mengalami daerah tersebut ml (IM)
partus, terdengar ping
konsistensi sound (suara
feses agak seperti piring
encer, 1x atau kaleng
partus. diketuk)
HR: 60 x/menit
RR: 44 x/menit
T: 38. 7°C
Kamis/9 Rifa, Feri, Ditemukan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Injekvit-B12
Maret Attin benjolan jantan, nodul-nodul di 10 ml + Nova-
2023 disekitar leher pedet, umur sekitar leher Dexa (IV)
dan wajah, 1 tahun. dan wajah, ● Inj Interflox 10
adanya edema pada ml (IM)
pembengkakan persendian kaki
pada depan.
persendian
kaki depan.
Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, betina, ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan pedet, umur nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada 1 tahun. sekitar leher,
wajah, perut, abdomen, dan  Inj Interflox 10
dan punggung wajah, edema ml (IM)
leher, bengkak pada
pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, Brahman- ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan cross jantan, nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada umur 2 sekitar leher
wajah, perut, tahun. dan wajah,  Inj Interflox 10
dan punggung edema pada ml (IM)
leher, bengkak persendian kaki
pada kaki. depan.
Jumat/10 Loy, Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
Maret Felicia menurun, jantan, dara, ditemukan 10 ml + Nova-
2023 ditemukan umur 1,5 nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada tahun sekitar leher ● Inj Interflox 10
wajah, perut, dan wajah, ml (IM)
dan punggung edema pada
leher, bengkak persendian kaki
pada kaki. depan.
Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, jantan, dara, ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan umur 1,5 nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada tahun sekitar leher,
wajah, perut, abdomen, dan  Inj Interflox 10
dan punggung wajah, edema ml (IM)
leher, bengkak pada
pada kaki. persendian kaki
depan.
42
Nafsu makan Sapi LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, Simental ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan jantan, nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada umur 1,5 sekitar leher,
wajah, perut, tahun. abdomen, dan  Inj Interflox 10
dan punggung wajah, edema ml (IM)
leher, bengkak pada
pada kaki. persendian kaki
depan.
Senin/13 Loy, Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
Maret Felicia menurun, betina, ditemukan 10 ml + Nova-
2023 ditemukan umur 18 nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada bulan. sekitar leher, ● Inj Interflox 10
wajah, perut, abdomen, dan ml (IM)
dan punggung wajah, edema
leher, bengkak pada
pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, Simental ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan betina, nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan pada umur 5,5 sekitar leher,
wajah, perut, tahun, masa abdomen, dan  Inj Interflox 10
dan punggung laktasi ke-4. wajah, edema ml (IM)
leher, bengkak pada
pada kaki. persendian kaki
depan.
Ditemukan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Injekvit-B12
benjolan betina, nodul-nodul di 10 ml + Nova-
disekitar leher, pedet, umur sekitar leher, Dexa (IV)
keempat kaki, 3 bulan. keempat kaki,
dan wajah, dan wajah,  Inj Interflox 10
adanya edema pada ml (IM)
pembengkakan persendian kaki
pada depan.
persendian
kaki depan.
Rabu/15 Loy, Ditemukan Sapi FH LSD Ditemukan ● Inj Injekvit-B12
Maret Felicia, benjolan betina, nodul-nodul di 10 ml + Nova-
2023 Rifa, Feri, disekitar leher, pedet, umur sekitar leher, Dexa (IV)
Attin keempat kaki, 3 bulan. keempat kaki, ● Inj Interflox 10
dan wajah, dan wajah, ml (IM)
adanya edema pada
pembengkakan persendian kaki
pada depan.
persendian
kaki depan.
Nafsu makan Sapi FH LSD Anoreksia, ● Inj Injekvit-B12
menurun, betina, ditemukan 10 ml + Nova-
ditemukan umur 2,5 nodul-nodul di Dexa (IV)
benjolan tahun. sekitar leher
disekitar leher dan wajah,  Inj Interflox 10
dan wajah, edema pada ml (IM)
adanya persendian kaki
pembengkakan depan.
pada
persendian
kaki depan.

43
Tabel 2 Rekapitulasi kasus klinik di KPBS Pangalengan berdasarkan gejala klinis di lapang dan gejala klinis literatur
Total Gejala Klinis Gejala Klinis
Kasus Anamnesa Sinyalemen
Kasus (Lapang) (Literatur)
Lumpy Skin 16 Demam, produksi Sapi FH betina, Nodul-nodul pada Gejala klinis LSD
Disease susu menurun, umur 6 tahun, bagian muka, leher, diantaranya adanya
(LSD) muncul bentol- baru dan punggung. nodul-nodul pada kulit
bentol di area muka, melahirkan 2 berukuran 2-5 cm pada
leher, dan punggung bulan yang lalu, kepala, leher,
sudah 7 hari, nafsu masa laktasi ke- punggung, perineum,
makan dan minum 4. ambing, testis, ekor,
menurun. dan kaki, kelemahan,
Sapi baru datang 2 Sapi FH jantan, Nodul-nodul di demam, nasolacrimal
hari yang lalu, umur 2 tahun bagian leher, discharge, dispnea,
terdapat bentol- punggung, dan lesio pada kulit, demam
bentol di area leher abdomen, terdapat (Parvin et al. 2022),
dan punggung, lesi pada lateral hipersalivasi,
banyak lesi di lateral abdomen kanan. penurunan produksi
abdomen, nafsu susu, oedema pada
makan dan minum kaki, pembesaran
menurun. limfonodus (Tageldin
Penurunan nafsu Sapi FH betina, Nodul-nodul di leher et al. 2014) (OIE 2010).
makan dari 2-3 hari umur 5 tahun, dan kaki.
yang lalu. Sempat masa laktasi ke-
demam 2 hari yang 3.
lalu, produksi susu
turun drastis dari 4 L
menjadi 1 L,
ditemukan bentol-
bentol pada leher
dan kaki.
Ditemukan benjolan Sapi FH betina, Nodul pada
pada kulit sapi umurnya 9,5 punggung leher,
bagian punggung tahun, 7 kali nodul-nodul yang ada
dan leher, produksi bunting dan pada leher sudah
susu menurun, nafsu masa laktasi ke- pecah, kebengkakan
makan dan minum 7. pada kaki kiri depan.
baik.
Nafsu makan turun, Sapi FH jantan, Anoreksia, terdapat
muncul bentol- pedet berumur nodul pada kulit
bentol 2 hari lalu di 3 bulan. bagian kepala, leher,
bagian leher, kepala, dan kaki.
dan kaki.
Ditemukan benjolan Sapi FH jantan, Ditemukan nodul-
disekitar leher dan pedet, umur 1 nodul di sekitar leher
wajah, adanya tahun. dan wajah, edema
pembengkakan pada pada persendian kaki
persendian kaki depan.
depan.
Nafsu makan Sapi FH betina, Anoreksia,
menurun, ditemukan pedet, umur 1 ditemukan nodul-
benjolan pada tahun. nodul di sekitar leher,
wajah, perut, dan abdomen, dan wajah,
punggung leher, edema pada
bengkak pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi Brahman- Anoreksia,
menurun, ditemukan cross jantan, ditemukan nodul-
benjolan pada umur 2 tahun. nodul di sekitar leher
wajah, perut, dan dan wajah, edema
punggung leher, pada persendian kaki
bengkak pada kaki. depan.

44
Nafsu makan Sapi FH jantan, Anoreksia,
menurun, ditemukan dara, umur 1,5 ditemukan nodul-
benjolan pada tahun nodul di sekitar leher
wajah, perut, dan dan wajah, edema
punggung leher, pada persendian kaki
bengkak pada kaki. depan.
Nafsu makan Sapi FH jantan, Anoreksia,
menurun, ditemukan dara, umur 1,5 ditemukan nodul-
benjolan pada tahun nodul di sekitar leher,
wajah, perut, dan abdomen, dan wajah,
punggung leher, edema pada
bengkak pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi Simental Anoreksia,
menurun, ditemukan jantan, umur ditemukan nodul-
benjolan pada 1,5 tahun. nodul di sekitar leher,
wajah, perut, dan abdomen, dan wajah,
punggung leher, edema pada
bengkak pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi FH betina, Anoreksia,
menurun, ditemukan umur 18 bulan. ditemukan nodul-
benjolan pada nodul di sekitar leher,
wajah, perut, dan abdomen, dan wajah,
punggung leher, edema pada
bengkak pada kaki. persendian kaki
depan.
Nafsu makan Sapi Simental Anoreksia,
menurun, ditemukan betina, umur ditemukan nodul-
benjolan pada 5,5 tahun, masa nodul di sekitar leher,
wajah, perut, dan laktasi ke-4. abdomen, dan wajah,
punggung leher, edema pada
bengkak pada kaki. persendian kaki
depan.
Ditemukan benjolan Sapi FH betina, Ditemukan nodul-
disekitar leher, pedet, umur 3 nodul di sekitar leher,
keempat kaki, dan bulan. keempat kaki, dan
wajah, adanya wajah, edema pada
pembengkakan pada persendian kaki
persendian kaki depan.
depan.
Ditemukan benjolan Sapi FH betina, Ditemukan nodul-
disekitar leher, pedet, umur 3 nodul di sekitar leher,
keempat kaki, dan bulan. keempat kaki, dan
wajah, adanya wajah, edema pada
pembengkakan pada persendian kaki
persendian kaki depan.
depan.
Nafsu makan Sapi FH betina, Anoreksia,
menurun, ditemukan umur 2,5 tahun. ditemukan nodul-
benjolan disekitar nodul di sekitar leher
leher dan wajah, dan wajah, edema
adanya pada persendian kaki
pembengkakan pada depan.
persendian kaki
depan.
Laminitis 3 Kaki pincang sejak Sapi FH betina, Kaki depan sebelah Tanda klinis yang
2 hari lalu, nafsu umur 3 tahun, kiri terlihat jarang muncul pada sapi yang
makan dan minum masa laktasi ke- menumpu, saat mengalami laminitis
turun 1, post partus 5 berjalan terlihat ditunjukkan dengan
bulan lalu. adanya kepincangan berdiri secara asimetris,
pada kaki tersebut, kaki yang mengalami

45
pada uji gumba sakit akan ditarik ke
menunjukkan hasil bawah tubuhnya dan
positif yang ditandai punggungnya
dengan refleks cepat melengkung. Sapi
mengangkat kaki berjalan pincang
yang sakit. Saat dengan menunjukkan
dilakukan uji perkusi kaki yang sakit akan
pada bagian kuku dipijakkan secepat
kaki, hewan mungkin. Pada daerah
menunjukkan respon yang mengalami
sakit, laminitis ditemukan
kemerahan dan
Kaki depan sapi Sapi FH betina, Adanya bekas luka pembengkakan di
terlihat sering umur 5 tahun, pada bagian palmar jaringan tepat di atas
disilangkan dan masa laktasi ke- kaki depan sebelah dinding kuku
menunjukkan 2. kiri, dengan posisi (Boosman et al. 1991).
respon sakit saat kedua kaki terkadang
dipegang peternak, menyilang. Pada uji
nafsu makan gumba menunjukkan
menurun. hasil positif yang
ditandai dengan
refleks cepat
mengangkat kaki
yang sakit.
Dilakukan juga uji
perkusi kuku pada
kaki tersebut dan
hewan menunjukkan
respon sakit.
Kaki belakang Sapi FH jantan, Hewan mengalami
sebelah kiri umurnya 8 demam dan
kelihatan pincang bulan kepincangan pada
dan sering diangkat kaki belakang
sekitar 3 hari yang sebelah kiri, tidak
lalu, nafsu makan ditemukan luka, arah
dan minum punggung lebih
menurun. tinggi ke kiri ketika
berdiri. Pada uji
perkusi daerah kuku
tersebut ditemukan
respon sakit.
Scabies 1 Keterangan Sapi FH Ditemukan alopesia Tanda klinis utama
peternak sering jantan, umur 5 disekitar kaki skabies adalah pruritus,
mengamati sapi bulan belakang dan kaki yang sebagian besar
menggesekkan depan, di sekeliling dimediasi oleh sistem
kepala ke area matanya agak merah imun. Gejala pruritus
abdomennya, dan bengkak, kulit di paling parah umumnya
terdapat kerontokan bagian mata, wajah, ditemukan di kepala,
rambut di sekitar dan leher kelihatan leher, kaki, dan
mata, leher dan kaki, berkerak punggung. Kegatalan
sekitar mata terlihat (hiperkeratosis). akibat scabies dapat
sedikit bengkak dan menyebabkan pedet
kemerahan, nafsu atau sapi menggaruk-
makan dan minum garuk area yang gatal,
menurun. dan ini dapat
menyebabkan rambut
rontok karena gesekan,
menyebabkan alopesia,
dan terkadang
kerusakan kulit yang
parah (Noach et al.
2019). Selain itu, dapat
ditemukan manifestasi
46
klinis berupa
peradangan pada kulit
yang mengakibatkan
kulit menjadi tebal dan
berkerak. Lesio
umumnya pertama kali
muncul di bagian
bawah leher, paha
bagian dalam,
punggung, serta
pangkal ekor (Nuriski
et al. 2020).
Rumen 1 Menurut keterangan Sapi FH betina, Sapi sedang dalam Pada asidosis akut,
Acidosis peternak, sapi tidak 5 tahun, sedang kondisi lemah, produksi asam di rumen
mau makan selama masa laktasi ke- mukosa akan melonjak dengan
beberapa hari, 2. konjungtivanya cepat, hal ini akan
terlihat lebih sering pucat, cermin hidung menyebabkan abses di
berbaring, selain itu kering, distensi hati, terkadang
terdapat juga rumen, palpasi mengakibatkan
penurunan produksi bagian abdomen kiri kematian (Nagaraja dan
susu. keras. Letchenberg 2007).
Gejala klinis lain yang
bisa diamati pada
rumen asidosis akut
adalah seperti sapi
menjadi depresi,
berhenti makan,
mengalami peningkatan
detak jantung, dan
diare. Dalam kasus
rumen asidosis yang
lebih parah, penyakit
ini dapat berkembang
menjadi asidosis
metabolik, depresi,
dehidrasi, kembung,
dan gejala seperti milk
fever (Garry dan
McConnel 2009).
Bloat 2 Berdasarkan Sapi FH betina, Area belakang dan Gejala klinis yang
keterangan berumur 1,5 ekor sapi sangat sering teramati pada
peternak, sapi tahun, belum kotor akibat diare, bloat diantaranya
mengalami mencret pernah bunting konsistensi diare adanya pembesaran
sejak 2 hari lalu. ataupun laktasi, encer dan berwarna atau distensi rumen
Sapi diberikan terakhir kali kuning, namun tidak bagian kiri, stress, dan
pakan berupa birahi pada berbau, ditemukan dispnea. Gejala lain
rumput muda, nafsu tanggal 30 distensi abdomen. yang teramati yaitu
makan dan minum januari 2023. meningkatnya
baik. frekuensi berbaring dan
Sapi diketahui tidak Sapi FH betina, Abdomen tidak bangun, peningkatan
mau makan dari umur 3.5 tahun, simetris (lebih besar frekuensi defekasi,
kemarin sore dan masa laktasi ke- bagian kiri); distensi menendang perut, dan
terlihat kembung. 1. rumen. berguling untuk
mengurangi rasa sakit
(Radostits et al. 2010).
Abses 2 Menurut keterangan Sapi FH jantan, Palpasi yang Gejala klinis yang
peternak, 2 bulan berumur 2 dilakukan pada kaki ditemukan pada
yang lalu muncul tahun. kiri belakang kejadian abses antara
benjolan kecil pada menunjukkan adanya lain adanya benjolan,
kaki kiri belakang, respon sakit dengan panas, bengkak, dan
lalu lama-kelamaan konsistensi lunak. terlihat respon sakit saat
semakin membesar, Setelah benjolan di dipalpasi, konsistensi
insisi, cairan yang lunak, terdapat nanah,
47
nafsu makan dan keluar memiliki dan penurunan nafsu
minum baik. konsistensi kental makan, serta penurunan
(pustular). produksi susu (Rudy
Menurut keterangan Sapi FH betina, Ditemukan adanya 2021).
peternak, muncul berumur 3,5 benjolan yang sudah
benjolan pada leher tahun. Sapi pecah pada bagian
sapi 4 hari yang lalu sudah leher sapi, cairan
dan pecah kemarin divaksinasi yang keluar berwarna
sore. Nafsu makan LSD, masa kekuningan dan
dan minum baik. laktasi ke-1. berbau.
Pneumonia 3 Sapi mengalami Sapi FH jantan, Sapi gelisah, agresif, Gejala klinis
penurunan nafsu umur 3 tahun. pada hasil auskultasi pneumonia yang umum
makan, gelisah, ditemukan bahwa ditemukan, antara lain
nafas cepat dan inspirasi lebih penurunan nafsu
dangkal. panjang makan, munculnya
dibandingkan kebiasaan batuk dengan
ekspirasi, intensitas frekuensi yang semakin
nafas dangkal dengan meningkat, adanya
frekuensi tinggi (96 sekreta hidung, demam,
x/menit). hingga insufisiensi
Nafas sapi terdengar Sapi FH betina, Frekuensi nafas respirasi (Fernández et
sesak selama 2 umur 2.5 tahun, tinggi (100 x/menit) al. 2020). Batuk pada
minggu, nafsu masa laktasi ke- dengan intensitas sapi yang diduga
makan menurun 1. dangkal, anoreksia, menderita pneumonia
secara signifikan. ada discharge bening dapat disertai dahak
dari hidung. berwarna kehijauan.
Berdasarkan Sapi FH Nafas pendek dan Frekuensi nafas sapi
keterangan berwarna hitam sesak (140 x/menit), akan meningkat (sesak)
peternak, sapi baru putih, berumur terdengar batuk dengan intensitas
sembuh dari rumen 3 tahun, sudah beberapa kali. Kepala dangkal, serta dapat
acidosis, mengalami melahirkan sering menunduk ke diikuti peningkatan
batuk selama 5 hari, sekali dan bawah dan gelisah. frekuensi denyut nadi
nafas cepat dan terakhir Badan lemas dan (Nursafitri et al. 2020).
sesak. melahirkan 2 kurus.
minggu yang
lalu
Left 3 Penurunan nafsu Sapi FH betina, Sapi gelisah, Sapi dengan kasus Left
Displaced makan, gelisah, umur 2.5 tahun, abdomen asimetris Displaced Abomasum
Abomasum abdomen kiri masa laktasi ke- (distensi abdomen (LDA) umumnya
(LDA) membesar. 1. kiri), adanya ping mengalami penurunan
sound (suara seperti nafsu makan dan
piring atau kaleng aktivitas ruminasi,
diketuk) saat penurunan produksi
dilakukan perkusi susu, distensi abdomen
pada abdomen kiri. kiri, hingga kenaikan
Abdomen kiri Sapi FH betina, Abdomen asimetris frekuensi detak jantung
membesar sudah 2 umur 6 tahun, kiri, adanya ping pada kasus yang sudah
hari, nafsu makan masa laktasi ke- sound saat dilakukan parah (Andrews et al.
menurun. 2. perkusi pada 2004). Distensi
abdomen kiri. abdomen disebabkan
Sapi terlihat lemas Sapi FH betina, Abdomen asimetris oleh akumulasi gas
dan nafsu makannya berumur 2.5 dan adanya distensi pada abomasum. “Ping
menurun, tahun, masa pada abdomen kiri. sound” yang terdengar
konsistensi feses laktasi ke-1, Setelah dilakukan seperti suara piring atau
agak encer. seminggu yang perkusi dan kaleng yang diketuk
lalu baru saja auskultasi, terdengar akan ditemukan saat
partus. ping sound. dilakukan uji perkusi
dan auskultasi pada
abdomen kiri (Insani
2019).

48
Tabel 3 Rekapitulasi kasus klinik di KPBS Pangalengan berdasarkan terapi di lapang dan terapi literatur
Total
Kasus Kasu Anamnesa Sinyalemen Terapi (Lapang) Terapi (Literatur)
s
Lumpy 5 Demam, Sapi FH ● Inj Interflox ● Antibiotik:
Skin produksi susu betina, umur (enrofloxacin) Enrofloxacin,
Disease menurun, 6 tahun, 20 ml (IM) Oxytetracycline,
(LSD) muncul bentol- partus pada ● Inj Biopros 10 Penicillin,
bentol di area 2 bulan yang ml (IV) Cephalosporin,
muka, leher, dan lalu, masa ● Inj Prodryl 10 Tetracycline,
punggung sudah laktasi ke-4. ml Fluoroquinolone (Anil
7 hari, nafsu (antihistamin) dan Durga 2021) (Islam,
makan dan (IV) Deka, dan Sonowal
minum 2021) (Feyisa 2018)
menurun. ● Antihistamin:
Sapi baru datang Sapi FH ● Inj Interflox Chlorpheniramine
2 hari yang lalu, jantan, umur (enrofloxacin) maleate (Anil dan Durga
terdapat bentol- 2 tahun 20 ml (IM) 2021) (Islam, Deka, dan
bentol di area ● Inj Biopros 10 Sonowal 2021)
leher dan ml (IV) ● Antiinflamasi:
punggung,  Inj Prodryl 10 Meloxicam,
banyak lesi di ml Dexamethasone (Anil
lateral abdomen, (antihistamin) dan Durga 2021) (Islam,
nafsu makan dan (IV) Deka, dan Sonowal
minum 2021) (Feyisa 2018)
menurun.
Penurunan nafsu Sapi FH ● Inj Interflox
makan dari 2-3 betina, umur 15 ml (IV)
hari yang lalu. 5 tahun, ● Inj Biopros 10
Sempat demam masa laktasi ml (IM)
2 hari yang lalu, ke-3.  Inj Prodryl 10
produksi susu ml (IM)
turun drastis dari
4 L menjadi 1 L,
ditemukan
bentol-bentol
pada leher dan
kaki
Ditemukan Sapi FH ● Inj Biopros 10
benjolan pada betina, ml (IV)
kulit sapi bagian umurnya 9,5 ● Inj Prodryl 10
punggung dan tahun, ml
leher, produksi laktasi ke-7. (antihistamin)
susu menurun, (IV)
nafsu makan dan  Inj
minum baik. enrofloxacin
15 ml (IM)
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Bioprost
turun, muncul jantan, pedet 10 ml (IM)
bentol-bentol 2 berumur 3  Inj Sulpidon
hari lalu di bulan. 10 ml (IM)
bagian leher,
kepala, dan kaki.
Ditemukan Sapi FH ● Inj Injekvit-
benjolan jantan, B12 10 ml +
disekitar leher pedet, umur Nova-Dexa
dan wajah, 1 tahun. (IV)
adanya
pembengkakan  Inj Interflox
pada persendian 10 ml (IM)
kaki depan.

49
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Injekvit-
menurun, betina, B12 10 ml +
ditemukan pedet, umur Nova-Dexa
benjolan pada 1 tahun. (IV)
wajah, perut, dan
punggung leher,  Inj Interflox
bengkak pada 10 ml (IM)
kaki.
Nafsu makan Sapi  Inj Injekvit-
menurun, Brahman- B12 10 ml +
ditemukan cross jantan, Nova-Dexa
benjolan pada umur 2 (IV)
wajah, perut, dan tahun.
punggung leher,
bengkak pada
kaki.
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Injekvit-
menurun, jantan, dara, B12 10 ml +
ditemukan umur 1,5 Nova-Dexa
benjolan pada tahun (IV)
wajah, perut, dan
punggung leher,  Inj Interflox
bengkak pada 10 ml (IM)
kaki.
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Injekvit-
menurun, jantan, dara, B12 10 ml +
ditemukan umur 1,5 Nova-Dexa
benjolan pada tahun (IV)
wajah, perut, dan
punggung leher,  Inj Interflox
bengkak pada 10 ml (IM)
kaki.
Nafsu makan Sapi ● Inj Injekvit-
menurun, Simental B12 10 ml +
ditemukan jantan, umur Nova-Dexa
benjolan pada 1,5 tahun. (IV)
wajah, perut, dan
punggung leher,  Inj Interflox
bengkak pada 10 ml (IM)
kaki.
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Injekvit-
menurun, betina, umur B12 10 ml +
ditemukan 18 bulan. Nova-Dexa
benjolan pada (IV)
wajah, perut, dan
punggung leher,  Inj Interflox
bengkak pada 10 ml (IM)
kaki.
Nafsu makan Sapi ● Inj Injekvit-
menurun, Simental B12 10 ml +
ditemukan betina, umur Nova-Dexa
benjolan pada 5,5 tahun, (IV)
wajah, perut, dan masa 4 kali  Inj Interflox
punggung leher, laktasi. 10 ml (IM)
bengkak pada
kaki.
Ditemukan Sapi FH ● Inj Injekvit-
benjolan betina, B12 10 ml +
disekitar leher, pedet, umur Nova-Dexa
keempat kaki, 3 bulan. (IV)

50
dan wajah,
adanya  Inj Interflox
pembengkakan 10 ml (IM)
pada persendian
kaki depan.
Ditemukan Sapi FH ● Inj Injekvit-
benjolan betina, B12 10 ml +
disekitar leher, pedet, umur Nova-Dexa
keempat kaki, 3 bulan. (IV)
dan wajah,
adanya  Inj Interflox
pembengkakan 10 ml (IM)
pada persendian
kaki depan.
Nafsu makan Sapi FH ● Inj Injekvit-
menurun, betina, umur B12 10 ml +
ditemukan 2,5 tahun. Nova-Dexa
benjolan (IV)
disekitar leher
dan wajah,  Inj Interflox
adanya 10 ml (IM)
pembengkakan
pada persendian
kaki depan.
Laminitis 3 Kaki pincang Sapi FH, ● Inj Tolfedine Terapi yang diberikan berupa
sejak 2 hari lalu, umur 3 10 ml (IM) pemberian obat anti nyeri dan anti
nafsu makan dan tahun, radang untuk mengurangi rasa
minum turun. betina, masa sakit dan tidak nyaman pada kaki
laktasi ke-1, yang mengalami laminitis. Obat
sapi yang sering digunakan antara lain
mengalami golongan NSAID, yaitu
post partus 5 meloxicam, ketoprofen, flunixin
bulan lalu. meglumine. Pemberian suplemen
juga diperlukan untuk menunjang
Kaki depan sapi Sapi FH ● Inj Infalgin 10 terapi. Obat yang diberikan yaitu
cenderung betina, umur cc (IM) biotin yang mengandung vitamin
terlihat 5  Inj Bioprost B7 (Shearer et al. 2015).
menyilang dan tahun, masa 10 cc (IM)
menunjukkan laktasi ke-2.
respon sakit saat
dipegang
peternak, nafsu
makan menurun.
Kaki kiri sapi Sapi FH ● Inj Tolfedine
belakang jantan, 10 ml (IM)
kelihatan berwarna  Inj Vitaplex
pincang sekitar 3 hitam putih, (B complex)
hari yang lalu, umurnya 8 10 ml (IM)
kaki kiri bulan
belakang sering
diangkat, nafsu
makan dan
minum sedikit
menurun
Scabies 1 Keterangan Sapi FH ● Inj Ivermectin ● Infestasi Parasit:
penternak sering jantan, umur 5 ml (SC) Doramectin,
mengamati 5 bulan Eprinomectin,
sapi menggaruk Ivermectin,
-garuk ke area ● Semprot:
abdomennya, Permethrin spray (sapi
terdapat harus dibasahi secara
kerontokan menyeluruh dengan
rambut di sekitar produk dan dirawat
51
mata, leher dan kembali dalam 10−14
kaki, sekitar hari)
mata terlihat ● Hot lime sulfur dips
sedikit bengkak (diulang setiap dua
dan kemerahan, minggu) (Shahatha et al.
nafsu makan dan 2022).
minum menurun
Rumen 1 Keterangan Sapi FH ● Infus NaCl ● Karena asidosis rumen
Acidosis peternak bahwa betina, 5 500 ml subakut tidak terdeteksi
sapi tidak mau tahun, masa ● Sulpidon 10 pada saat penurunan pH
makan selama laktasi ke-2. ml (IM) rumen, tidak ada
beberapa hari, ● Bioprost 10 pengobatan khusus
terlihat lebih ml (IM) untuk itu (Johnson
sering berbaring, 1991).
selain itu ● Manajemen pemberian
terdapat juga pakan dan formulasi diet
penurunan yang benar sebagai
produksi susu tindakan pencegahan
(Johnson 1991).
● Infus diberikan jika sapi
mengalami dehidrasi.
Bloat 2 Keterangan Sapi FH ● Inj Bioprost ● Anti bloat : Permethyl
peternak sapi betina, 10 ml (IM) (Permethyl
mengalami berumur 1,5 polysiloxane)
mencret sejak 2 tahun, belum ● Antihistamin : Vetadryl
hari, pakan pernah (Diphenhydramine
berupa rumput laktasi, HCL)
muda, nafsu terakhir kali ● Suplemen : Biosan TP
makan dan birahi pada (Rudy 2021)
minum baik tanggal 30 ● Menurut Ogilvie (1998),
januari terapi pada kejadian
2023, timpani yaitu, apabila
Sapi tidak mau Sapi FH ● Inj Infadryl 10 timpani bersifat primer
makan dari betina, umur cc (IM) dapat ditangani dengan
kemarin sore, 3.5 tahun,  Inj Vitaplex memasukkan cairan
kembung. masa laktasi 10 cc (IM) minyak melalui stomach
ke-1. tube ke dalam lambung
untuk mengurangi
tegangan permukaan
dan memungkinkan
gelembung gas dapat
menyatu atau pemberian
anti bloat untuk
mengurangi busa yang
terbentuk. Sedangkan
penanganan pada
timpani sekunder yaitu
pengobatan terhadap
penyebab primer dan
kecepatan pembentukan
gas dalam rumen harus
diperhatikan.
Abses 2 Keterangan Sapi FH ● Drainase ● Drainase pada benjolan
peternak 2 bulan jantan, ● Antibiotik ● Antibiotik : Penicillin +
yang lalu berumur 2 Cotrimoxazol streptomycin,
muncul benjolan tahun e 7 tablet Cotrimoxazole
kecil pada kaki dimasukkan ● Analgesik : Sulpidon
kiri belakang ke dalam ● Analgesik dan
lalu lama- rongga abses Antipiretik : Phenylject
kelamaan (Phenylbutazone) (Rud
semakin y 2021)
membesar, nafsu

52
makan dan
minum baik
Keterangan Sapi FH Inj Tolfedine 10 ml
peternak ada betina, (IM)
benjolan pada berumur 3,5
leher sapi, tahun, masa
benjolan muncul laktasi ke-1.
4 hari yang lalu,
benjolan pecah
kemarin sore,
sapi sudah
divaksinasi
LSD, nafsu
makan dan
minum baik
Pneumoni 4 Sapi mengalami Sapi FH ● Inj Interflox ● Antibiotik berspektrum
a penurunan nafsu jantan, umur 15 ml (IV) luas, seperti
makan, gelisah, 3 tahun. ● Inj Prodryl 10 enrofloxacin,
nafas cepat dan ml (IV) marbofloxacin,
dangkal. ceftiofur, amoxicillin,
Nafas sapi Sapi FH ● Inj Interflox oxytetracycline,
terdengar sesak betina, umur 10 cc (IV) sulfadimethoxine
selama 2 2.5 tahun, ● Inj Bioprost (Chayrunnisa et al.
minggu, nafsu masa laktasi 10 cc (IM) 2020; Dhillon et al.
makan menurun ke-1.  Inj Prodryl 10 2020; Islam et al. 2016).
secara cc (IM) ● Antiinflamasi, seperti
signifikan. asam tolfenamik dan
Berdasarkan Sapi FH ● Inj ADE-plex isoflupredone
keterangan berwarna 10 ml IM (Chayrunnisa et al.
peternak, sapi hitam putih, ● Inj Biopros 10 2020; Dhillon et al.
baru sembuh berumur 2 ml IM 2020).
dari rumen tahun, masa  Inj Interflox ● Antihistamin, seperti
acidosis, laktasi ke-1, 10 ml IM CTM
mengalami dan terakhir (chlorpheniramine
batuk selama 10 partus 2 maleate),
hari, nafas cepat minggu yang tripelennamine
dan sesak. lalu hydrochloride, dan
Sapi mengalami Sapi FH ● Inj ADE-plex pyrilamine maleate
penurunan nafsu jantan, umur 10 ml IM (Dhillon et al. 2020;
makan, gelisah, 3 tahun. ● Inj Biopros 10 Peek et al. 2018; Apley
nafas cepat dan ml IM 1994).
dangkal.  Inj Interflox ● Suplemen, seperti
10 ml IM vitamin B kompleks
(Dhillon et al. 2020).
Left 3 Penurunan nafsu Sapi FH ● Bedah Penanganan kasus LDA dapat
Displaced makan, gelisah, betina, umur laparotomi. dilakukan secara konservatif
Abomasu abdomen kiri 2.5 tahun, ● Inj Procaben melalui abomasal rolling
m (LDA) membesar. masa laktasi 10 cc (IM) maupun pembedahan. Teknik
ke-4. ● Inj Bioprost rolling dilakukan dengan
10 cc (IM) merebahkan sapi pada sisi
● Inj Tolfedin kanannya selama beberapa menit
10 cc (IM) atau menggulingkan sapi 180°
Abdomen kiri Sapi FH ● Bedah agar abomasum kembali ke posisi
membesar sudah betina, umur laparotomi. semula. Mayoritas kasus dapat
2 hari, nafsu 6 tahun, ● Inj Procaben terulang kembali beberapa hari
makan masa laktasi 10 cc (IM) setelah dilakukan penanganan
menurun. ke-3. ● Inj Bioprost konservatif, sehingga
10 cc (IM) penanganan melalui pembedahan
 Inj Tolfedin notabene lebih dianjurkan.
10 cc (IM) Teknik pembedahan yang
Sapi terlihat Sapi FH ● Bedah dilakukan dapat berupa right
lemas dan nafsu betina, laparatomi. flank laparotomy (umumnya
omentopexy), left flank
53
makannya berumur 2.5 ● Infus NaCl + laparotomy, hingga endoscopic
menurun, tahun, Bioprost 10 abomasopexy (Tschoner et al.
seminggu yang laktasi ke-1. ml + Prodryl 2022). Obat-obatan post-operasi
lalu baru saja 10 ml (IV) yang dapat diberikan secara
partus,  Inj Interflox umum terdiri atas antibiotik,
konsistensi feses 15 ml (IM). antiradang, analgesik, dan
agak encer. vitamin. Beberapa jenis antibiotik
yang dapat diberikan untuk kasus
ini, antara lain florfenicol,
ceftiofur, penicillin dan
strepromisin, serta berbagai
antibiotika berspektrum luas lain
sebagai terapi profilaksis (Oman
et al. 2016; Insani 2019).
Dexamethasone. flunixin
meglumine, meloxicam,
phenylbutazone, ketoprofen, dan
asam tolfenamik dapat digunakan
sebagai antiradang dan analgesik
post-operasi (Oman et al. 2016;
Insani 2019; Newby et al. 2013;
Rialland et al. 2014). Terapi
suportif berupa pemberian
multivitamin dan ATP dapat
dilakukan dengan tujuan
menambah nafsu makan dan
memperbaiki kondisi tubuh
hewan untuk mempercepat
pemulihan pasca operasi
(Agustiadi 2017).

54

Anda mungkin juga menyukai