Anda di halaman 1dari 80

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN (PPDH)

PRAKTIK MAGANG KESEHATAN SAPI PERAH


KOPERASI PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (KPBS)
PANGALENGAN, JAWA BARAT
25 Oktober – 19 November 2021

Oleh :
Satria Ardi Tama, S.K.H 130212200027
Ismaya Jatiswara, S.K.H. 130212200030

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN (PPDH)


PRAKTIK MAGANG KESEHATAN SAPI PERAH
KOPERASI PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (KPBS)
PANGALENGAN, JAWA BARAT
25 Oktober – 19 November 2021

Oleh :
Satria Ardi Tama, S.K.H 130212200027
Ismaya Jatiswara, S.K.H. 130212200030

Menyetujui,
Bandung, November 2021
Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan

Drh Septiyani, M. Si.Han Drh Triyono

NIP.199209262019032028
Mengetahui
Wakil Dekan FK Unpad
Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

Herry Herman, dr., SpOT., PhD


NIP 197204201997021003
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan mata kuliah
magang kesehatan sapi perah yang berlokasi di Koperasi Peternakan Bandung
Selatan (KPBS), Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang
dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober – 19 November 2021. Tugas ini dibuat
sebagai syarat untuk menyelesaikan salah satu mata kuliah Program Profesi
Dokter hewan yaitu Magang Profesi Pilihan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan masukan dari berbagai pihak,
akan sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tugas laporan ini. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. drh. Endang Yuni Setyowati, M.Sc.Ag, selaku Plt. Program Studi
Pendidikan Profesi Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran.

2. Drh. Septiyani, M.Si.Han, selaku Dosen Pembimbing Magang Kesehatan


Sapi Perah Pendidikan Profesi Dokter Hewan Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran.

3. Drh. Triyono, Drh. Asep Yayan, Drh. Triabadi, Bapak Pendi Sugandi, dan
Bapak Sopian beserta seluruh staf KPBS yang telah membimbing kami
selama kegiatan koasistensi di lapangan.

4. Kepada para dosen dan pengajar di Program Profesi Dokter Hewan


Universitas Padjadjaran, seluruh staf dan semua pihak yang telah
membantu.

5. Teman-teman koasistensi kelompok B, atas bantuan dan kerja samanya


dalam melakukan seluruh kegiatan koasistensi.

6. Segenap pihak yang telah membantu penyusunan laporan kegiatan


koasistensi ini

i
Penulis mengharapkan segala bentuk saran, masukan dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Semoga tugas laporan ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan semua pihak khususnya dalam bidang industri obat hewan.

Pangalengan, Kabupaten Bandung, 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................3
1.3 Manfaat....................................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................4
HASIL KEGIATAN MAGANG KESEHATAN SAPI PERAH.........................................................4
2.1 Manajemen Sapi Perah..........................................................................................4
2.1.1 Vaksinasi............................................................................................................4
2.1.2 Manajemen Reproduksi Sapi Perah.................................................................4
2.1.3 Manajemen Perawatan Kuku............................................................................6
2.1.4 Manajemen Kesehatan Sapi..............................................................................6
2.3 Laporan Kasus Metabolik.......................................................................................13
2.3.1 Hipokalsemia...................................................................................................13
2.3.2 Negative Energy Balance (NEB).......................................................................16
2.4 Laporan Kasus Reproduksi......................................................................................18
2.4.1 Distokia............................................................................................................18
2.4.2 Torsio Uteri......................................................................................................20
2.4.3 Retensio Plasenta............................................................................................22
2.4.4 Kista Ovarium..................................................................................................24
2.4.5 Metritis............................................................................................................26
2.4.6 Mastitis............................................................................................................27
2.4.7 Abortus...........................................................................................................29
2.5 Laporan Kasus Alat Gerak.......................................................................................31
2.5.1 Laminitis..........................................................................................................31
2.6 Laporan Kasus Pembedahan............................................................................34
2.6.1 Displaced Abomasum.....................................................................................34
Prosedur Operasi.............................................................................................................35
BAB III...............................................................................................................................39

iii
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................................39
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................39
3.2 Saran......................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................42
LAMPIRAN KEGIATAN.......................................................................................................46
ROTASI MAGANG SAPI PERAH DI PANGALENGAN...........................................................46

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu sapi merupakan cairan bergizi berwarna putih yang diproduksi dari
kelenjar susu sapi. Susu sapi memiliki nilai gizi yang baik bagi tubuh manusia. Di
Indonesia tingkat konsumsi masyarakat terhadap susu masih terbilang rendah
dibandingkan dengan negara-negara maju. Tingkat konsumsi susu di Indonesia
hanya 16,27 kg/kapita/tahun (Halidi & Rachmawati, 2020) berbeda dengan negara
maju seperti Amerika Serikat tingkat konsumsi susu sudah mencapai 150
kg/kapita/tahun (Shidiq & Sagita, 2020). Angka kebutuhan susu di Indonesia
sekitar 4,3 juta ton/tahun, tetapi produksi susu yang dihasilkan hanya 997 ribu
ton/tahun (Ditjen PKH, 2021). Kondisi tersebut diperlukan peningkatan jumlah
sapi dan kualitas peternakan sapi.

Jumlah populasi sapi perah di Indonesia sekitar 584.582 ekor. Kondisi ini
masih sangat kurang untuk memenuhi target produksi susu yang mencapai 4.3 juta
ton/tahun. Untuk mencapai 60% angka kebutuhan susu di Indonesia diperkirakan
butuh 1,8 juta ekor sapi (Ditjen PKH, 2021). Peningkatan jumlah populasi perlu
dilakukan dengan memperhatikan banyak faktor, salah satunya adalah manajemen
pemeliharaan sapi pada peternakan sapi perah. Kesehatan ternak dapat diketahui
dengan melihat kondisi fisiologisnya, melalui dari tingkah laku hingga konsumsi
pakan hariannya (Nurhakiki dan Halizah, 2020). Ternak yang terserang penyakit
akan mengakibatkan turunnya produksi susu dan kualitas susu yang dihasilkan,
bahkan dampak yang paling fatal adalah dapat menyebabkan kematian pada
ternak tersebut. Turunnya produksi dan kualitas susu tersebut dapat merugikan
peternak. Pengendalian penyakit diharapkan dapat mengurangi atau menghindari
terjadinya suatu penyakit yang dapat menurunkan produksi sehingga
menyebabkan peternak mengalami kerugian.

Peningkatan manajemen pemeliharaan perlu dilakukan agar sapi terjaga


kesehatannya sehingga produksi susu meningkat dan peningkatan jumlah populasi
sapi dapat terjaga. Pengendalian penyakit yang baik adalah kunci untuk

1
meningkatkan produktivitas dari sapi perah. Penyakit dapat dikendalikan dengan
menjaga lingkungan tetap bersih, kualitas pakan dan penerapan manajemen
kesehatan yang baik. Sebagian besar peternak di Indonesia merupakan peternak
rakyat dengan sistem pemeliharaan yang sederhana. Kondisi ini tentunya
berdampak terhadap jumlah susu yang dihasilkan dan peningkatan populasi.
Untuk itu Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) dibentuk untuk
mewadahi peternak rakyat agar dapat meningkatkan produksi susu dan kualitas
manajemen pemeliharaan sapi perah di wilayah Bandung Selatan.

KPBS Pangalengan adalah salah satu koperasi yang bergerak dalam bidang
kesehatan sapi perah dan pengolahan produk pangan asal hewan. KPBS
Pangalengan merupakan sebuah koperasi yang beranggotakan para peternak sapi
perah yang berada di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Wilayah kerja dari KPBS Pangalengan terdiri dari Kecamatan Pangalengan,
Kertasari, dan Pacet. KPBS dalam pengolahan susu telah memiliki pabrik sendiri
sebagai salah satu unit usaha yang dimilikinya. Selain itu ada beberapa unit usaha
yang lainnya seperti pabrik pakan ternak, pembibitan, barang dan pakan ternak,
asuransi, perkreditan, angkutan, pariwisata, pemasaran dan logistik. Adapun
tujuan utama KPBS seperti pada umumnya koperasi adalah kesejahteraan
anggota, KPBS telah berupaya dalam hal peningkatan harga susu di tingkat
peternak. Upaya tersebut didukung dengan cara pengendalian penyakit pada
hewan produksi yaitu sapi. Apabila tidak dilakukan pengendalian, sapi akan
beresiko mengalami beberapa gangguan diantaranya Gangguan reproduksi,
gangguan metabolik, dan gangguan alat lokomosi merupakan penyakit-penyakit
yang sering terjadi pada sapi perah. Dalam melakukan penanganan terhadap
gangguan penyakit yang dialami sapi diperlukan keterampilan dari tenaga medis
baik itu dokter hewan maupun paramedis. Peternak selaku pelaku utama juga
diharapkan mampu dalam menjalankan arahan yang telah diberikan tenaga medis
apabila terdapat penyakit pada ternaknya. Dalam menangani sebuah penyakit
diperlukan kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan tenaga medis untuk
menanganinya, oleh karena itu diadakan kegiatan Magang Kesehatan Sapi Perah
untuk mahasiswa Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Universitas
Padjadjaran.

2
1.2 Tujuan
Tujuan kegiatan magang kesehatan sapi perah antara lain :

1. Untuk mengetahui bagaimana manajemen kesehatan sapi perah yang baik


dan benar
2. Untuk mengetahui langkah-langkah sebuah penanganan kasus penyakit
pada sapi perah
3. Untuk mengetahui gambaran dunia kerja pada industri sapi perah di
Indonesia

1.3 Manfaat

1. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana manajemen kesehatan sapi perah


yang baik dan benar
2. Mahasiswa dapat mengetahui langkah-langkah sebuah penanganan kasus
penyakit pada sapi perah
3. Mahasiswa mendapatkan gambaran dunia kerja pada industri sapi perah di
Indonesia

3
BAB II

HASIL KEGIATAN MAGANG KESEHATAN SAPI PERAH

2.1 Manajemen Sapi Perah

2.1.1 Vaksinasi
Program vaksinasi yang rutin dilakukan oleh KPBS Pangalengan
adalah vaksinasi Brucellosis. Brucellosis adalah penyakit yang
menular dari hewan ke manusia terutama melalui kontak langsung
dari hewan terinfeksi, minum susu dari hewan terinfeksi dan
menghirup udara yang tercemar oleh bakteri penyebab Brucellosis
yaitu Brucella sp. Brucellosis memiliki dampak ekonomi sangat
tinggi berkaitan dengan rendahnya produktivitas hewan penderita dan
pada manusia tingginya biaya pengobatan akibat durasi pengobatan
yang lama (Acha et al., 2003).
Indonesia belum bebas Brucellosis, terutama di daerah sentra
peternakan sapi perah. Sebagian besar peternak sapi perah belum
melakukan pemusnahan terhadap sapi perah yang terbukti positif
Brucellosis, sehingga sapi penderita bersifat sebagai carrier seumur
hidupnya di lokasi tersebut. Prevalensi Brucellosis pada ternak di
Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 40% dan tersebar hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Keadaan ini sangat memungkinkan
penularan Brucellosis dari hewan ke manusia dan dapat menjadi
faktor risiko terjadinya Brucellosis di manusia (Samkhan, 2014).
Beberapa vaksin yang digunakan di Indonesia adalah vaksin B. abortus
S19 dan vaksin RB 51. KPBS Pangalengan menggunakan vaksin RB
51 dalam program vaksinasi Brucellosis. Program vaksinasi
Brucellosis biasanya bekerjasama dengan dinas setempat.

2.1.2 Manajemen Reproduksi Sapi Perah


Manajemen reproduksi adalah semua aspek yang menyangkut
reproduktivitas sapi. Faktor keberhasilan usaha sapi perah salah satunya
tergantung pada penampilan reproduksi sapi perah yang dipelihara, dalam hal ini
dapat ditunjukkan dengan berapa lama calving interval yang dicapai, karena

4
dengan beranak, sapi perah dapat menghasilkan pedet dan susu.
Penampilan reproduksi sapi perah betina dapat berupa umur pertama kali
birahi, umur pertama kali dikawinkan, timbulnya berahi lagi setelah beranak,
jumlah perkawinan per kebuntingan, jarak beranak dan lama kosong. Tinggi
rendahnya efisiensi reproduksi sekelompok ternak ditentukan oleh lima hal, yaitu
angka kebuntingan (conception rate), jarak beranak (calving interval), jarak
waktu melahirkan sampai bunting kembali (service period), angka perkawinan
per kebuntingan (service per conception), dan angka kelahiran (calving rate)
(Bujko et al., 2012).
Kemampuan peternak sapi perah sebagai subyek tentunya sangat penting
dalam menangani peternakan sapi perah rakyat untuk mendapatkan calving
interval yang ideal. Hal tersebut juga harus didukung oleh pelaksanaan
inseminasi buatan yang baik. Pengamatan atau deteksi estrus sapi perah
yang tepat, serta kapan dan bagaimana pelaksanaan inseminasi atau
perkawinan sapi perah tersebut dilakukan juga mempengaruhi keberhasilan
pencapaian kebuntingan sapi perah yang selanjutnya akan mempengaruhi calving
interval yang akan terjadi. Calving interval ini juga berhubungan erat dengan
pencapaian tingkat efisiensi reproduksi yang mampu dicapai sapi perah (Atabany
et al., 2011).
Kegiatan yang dilakukan selama magang di KPBS terkait dengan
Manajemen reproduksi adalah inseminasi buatan (IB) dan pemeriksaan
kebuntingan (PKB). IB merupakan cara untuk meningkatkan efisiensi reproduksi
dan memperbaiki mutu genetik ternak, sehingga semen yang digunakan harus
berasal dari pejantan unggul.
Kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan adanya laporan dari para
peternak. Apabila ada peternak yang memiliki sapi bunting atau teramati adanya
gejala estrus, peternak tersebut akan melaporkan kepada tenaga medis KPBS
melalui kartu anggota yang diletakkan pada masing-masing milk collection point
(MCP). Selain inseminasi buatan (IB) dan pemeriksaan kebuntingan (PKB),
tenaga medis juga melayani apabila pada sapi peternak terdapat penyakit
gangguan reproduksi yang dapat menggangu produktivitas sapi tersebut.

5
2.1.3 Manajemen Perawatan Kuku
Perawatan kuku pada sapi perah sangat perlu dilakukan terutama pada sapi
yang terus menerus dipelihara di dalam kandang atau yang kurang exercise. Sapi-
sapi yang teratur digembalakan, kukunya akan lebih sehat dibandingkan dengan
sapi yang tidak pernah digembalakan. Sapi yang kurang gerak menyebabkan
kuku tumbuh membengkok atau melebar ke atas. Kuku sapi merupakan bagian
tubuh yang sangat penting karena dipergunakan untuk menopang berat badan,
untuk berjalan dan lain- lain. Apabila kuku dalam keadaan sakit, maka akan
mengganggu pergerakan sapi dan akhirnya dapat menurunkan produksi dan
produktivitas sapi itu sendiri (Nocek, 2011).

Salah satu predesposisi terjadinya gangguan teracak adalah tidak


dipotongnya kuku sapi pada waktunya, sehingga pertumbuhan kuku tidak rapi dan
dapat melukai otot interdigiti. Kuku abnormal pada sapi perah terjadi karena
peternak tidak menyadari bahwa kuku dapat menyebabkan menurunnya
produksi susu. Selain itu kurangnya pengalaman peternak dalam melakukan
potong kuku mengakibatkan peternak membiarkan kuku menjadi
panjang/abnormal (Budhi dkk., 2007; Krpálková dkk., 2019). Tenaga medis
KPBS Pangalengan akan melakukan manajemen perawatan kuku setiap satu 6
bulan sekali sebagai perawatan rutin dan pencegahan penyakit di area kuku yang
dapat mengganggu produktifitas sapi.

2.1.4 Manajemen Kesehatan Sapi


Manajemen kesehatan merupakan hal yang sangat penting guna menjaga
produktivitas sapi perah. Penyakit pada sapi perah perlu diwaspadai sebab dapat
menimbulkan masalah yang berkepanjangan walaupun tidak langsung mematikan
ternak, menghambat petumbuhan tubuh maupun produksi, dan dapat mengurangi
pendapatan.

Sapi perah kerap sekali terserang penyakit tanpa dipengaruhi oleh iklim
atau cuaca sehingga bisa terjadi kapan saja. KPBS dalam hal ini melakukan
pelayanan kesehatan terhadap para sapi dan peternak yang menjadi anggotanya.
Sama halnya dengan pelaporan IB dan PKB, apabila sapi sakit maka peternak

6
tersebut akan melaporkan kepada tenaga medis KPBS melalui kartu anggota yang
diletakkan pada masing-masing milk collection point (MCP) atau bisa melalui
sms, telepon, dan WhatsApp. Para tenaga medis diberikan pelatihan dan
persediaan obat-obatan untuk menangani kasus yang ada di lapangan. Apabila
paramedis di lapangan tidak dapat menangani kasus maka paramedis akan
berkomunikasi dengan dokter hewan untuk membantu penanganan. Semua kasus
dan tindakan yang dilakukan oleh petugas harus dilaporkan ke sistem yang
dimiliki oleh KPBS yaitu, IRP. Berikut adalah sediaan obat yang digunakan

Tabel Sediaan Obat yang digunakan di KPBS Pengalengan


SEDIAAN VITAMIN DAN MINERAL
Merek Obat (Kandungan) Indikasi Dosis &
Rute
Vitol-140 (Viramin A, D3 - Meningkatkan Sapi, kuda:
dan E) pertumbuhan, 10 mL, IM/SC
meningkatkan kekebalan
tubuh terhadap penyakit
terutama pada hewan
muda.
- Membantu masa
penyembuhan dari sakit.
- Meningkatkan fertilitas
dan mengatasi kemajiran
pada hewan betina tanpa
diketahui penyebab yang
jelas.
- Gangguan birahi dan
gangguan produksi
spermatozoa pada hewan
jantan.
- Mencegah kematian janin
terutama pada babi.
- Rakhitis pada hewan
muda dan osteomalasia
pada hewan dewasa.
- Gangguan metabolisme
mineral karena pakan
tidak seimbang.
- Mencegah abortus dan
meningkatkan ketahanan
tubuh anak yang
dilahirkan

7
Vitamin B-12- Inj MEYER - Untuk mengobati Anemia. Sapi 20
(Vitamin B 12) - Mempertahankan mL/400kg BB,
kenormalan proses IM
pembentukan sel darah
merah pada sumsum
tulang belakang
(Hemophoesis).
- Menjaga fungsi jaringan
otot dan syaraf.
- Mempertahankan
kenormalan fungsi
metabolisme, pankreas,
kesehatan otak.
- Mempertahankan
kenormalan produksi
ovum, sperma dan
menjaga fertilitas.
Vitaplex – B Inj Meyer - Gangguan metabolisme Sapi 10
(Vitamin B1, B2, B6, B12, dan karena kekurangan mL/200 kg
C) vitamin B-Complex BB, IM
- Gangguan pencernaan
(indigesti simplek)
- Gangguan persyarafan
dan otot
- Kurang nafsu makan
- Membantu proses
penyembuhan penyakit
infeksi mikro organisme

Bioenergy Inj (ATP, Vitamin - Meningkatkan stamina


Sapi dan Kuda: 20
B12, Magnesium aspartate, tubuh hewan pada saat mL, IM Pedet:
Pottasium aspartat, Sodium bekerja keras, melahirkan 5-10 mL, IM
selenit) atau transportasi Dapat diberikan 3
- Menguatkan otot yang - 4 kali
lemah sehabis melahirkan suntikan
dan saat sakit maupun dengan
setelah transportasi interval
- Meningkatkan daya tahan pemberian 2-5
tubuh hewan hari per kali
injeksi.

Canimag-P Untuk pengobatan kasus


Sapi: 250 - 500
(Calcium Gluconate, hipokalsemia dan mL, IV/SC

8
Potassium Chloride, hipomagnesemia pada sapi
Dextrose Monohydrate,
Magnesium Chloride
Hexahydrate, Sodium
Hypophosphite
Monohydrate)

Infadex-40 (Dextrose Mengobati penyakit


Sapi 100-500 mL,
monohydrate) metabolisme (hipokalsemia IV
dan ketosis)

SEDIAAN UNTUK PENYAKIT BAKTERIAL


PenStrep-400 - Pengobatan arthritis,
Sapi, Domba, dan
(Dihydrostreptomycin mastitis, infeksi saluran Kambing 1,0
sulphate, Procaine penicillin pernafasan, pencernaan mL/kg BB, IM
G) dan perkencingan akibat
bakteri yang sensitif
terhadap Penicillin dan
Dihydrostreptomycin
seperti Campylobacter,
Clostridium, Erysipelotrhrix,
Corynebacterium, E. coli,
Haemophilus, Klebsiella,
Listeria, Pasteurella,
Salmonella, Staphylococcus
dan Streptococcus
- Irigasi uterus post partus
untuk mencegah infeksi
Interflox-100 Pengobatan infeksi saluran Sapi, Kambing,
pencernaan, pernafasan dan Domba 1,0

9
perkencingan yang disebabkan mL/kg BB IM
oleh Mycoplasma, E. coli,
Haemophilus, Pasteurella,
Salmonella dan Campylobacter
spp

Limoxin-25 Spray Pengobatan luka dan


Disemprotkan
(Oxytetracycline pencegahan infeksi luar pada pada daerah
hycdrochloride) kulit, ambing dan teracak luka sebanyak
akibat bakteri dan jamur yang 2x1 hari
sensitif seperti Staphylococcus,
Streptococcus, Bordetella,
Campylobacter, Chlamydia, E.
coli, Haemophilus,
Mycoplasma, Pasteurella,
Rickettsia dan Salmonella spp.
Neo-kotrimok Mengatasi endometritis dan Sapi, kerbau
(Sulfamethoxazole, metritis serta mengatasi dan kuda: 2 –
trimethoprim) enteritis yang disebabkan oleh 4 kaplet/ekor
infeksi bakteri intra uterine
(Infeksi
Uterus)
Pedet: 1
kaplet/32-64
kgBB PO

Depolac (Cloxacilin Mencegah dan mengobati 1 syringe


benzathin dan neomycin mastitis subklinis terhadap sapi (5mL) per
sulphat) masa kering yang disebabkan kuartir
bakteri Corynebacterium, E. ambing
coli, Staphylococcus dan setelah
Streptococcus spp. serta bakteri pemerahan
lain yang peka terakhir.
terhadap Cloxacillin dan Neom
Sebelum
ycin.
diinjeksi
ambing dicuci
serta
didisinfeksi
PENGOBATAN PENYAKIT PARASIT
Albenol-100 Oral Pengobatan cacing pada ternak Sapi dan

10
(Albendazole) sapi, kerbau, kambing dan kerbau 1
domba. mL/12 kgBB
(tanpa kasus
cacing hati)
1 ml/10 kg
BB (untuk
kasus cacing
hati)

Intermectin (Ivermectin) Pegobatan terhadap Sapi 1,0


ektoparasit dan endoparasit mL/50kgBB
seperti cacing pada saluran SC
pencernaan, cacing paru-paru,
cacing hidung, kutu, tungau,
dan caplak

SEDIAAN HORMONAL
Luteosyl (d-Cloprostenol - Sinkronisasi atau induksi Sapi : 2 ml,
sodium) estrus IM
- Induksi partus

Intracin-10S (Oxytocyin) - Memperlancar dan Sapi, kuda 4-


memperbanyak produksi air 5 ml, IM
susu
- Mempercepat involusi uteri
- Mengatasi gangguan
reproduksi seperti atoni
uterus saat melahirkan, dan
retensio plasenta
- Menghentikan perdarahan
uterus setelah melahirkan

Potahormon Injeksi Untuk mengobati hewan yang -Sapi Kuda


(Progesteron) mengalami kawin berulang, Aborsi 15-30

11
kista folikuler, pembuahan yang mL
terhambat, sinkronisasi estrus, -Gangguan
ovarium yang mengalami pada
pengecilan ukuran pembentuka
n telur 8-10
mL
-Kista
folikuler 12-
30 mL
-Retensio
plasenta 15-
60 mL
-Repeat
breeder 15
mL
SEDIAAN ANTINYERI
Melovem (Meloxicam) Menghilangkan gejala radang Sapi dan
seperti panas dan nyeri pada Kambing 1
kasus penyakit mL/40 kg BB,
IV atau SC

Glucortin-20 Asetonemia, alergi, arthritis, Pedet 1-2,5


(Dexamethasone) bursitis, shock, tendovaginitis mL IM/IV/SC
dan mempercepat pemulihan Sapi dewasa
kondisi 5-15 mL
IM/IV/SC

Tolfedin (Tolfenamic acid) Pengobata peradangan akut Penyakit


pada saluran pernafasan dan respirasi Sapi
sebagai tambahan dalam 1,0mL/20 Kg
pengobatan mastitis BB IM pada
daerah leher

Infalgin (Antalgin) - Analgesik

12
- Antipiretik
- Antiinflamasi (NSAID)

Infadryl (Diphenydramine - Anti histamin Sapi 5


HCl) - Anti alergi dan anti dota mL/400 kg
- Anti emetik dan antitusif BB, IM
- Obat penenang

2.3 Laporan Kasus Metabolik


2.3.1 Hipokalsemia

Gambar sapi yang mengalami hipokalsemia


Anamnesa : Seekor Sapi pada tanggal 3 November 2021 pagi
hari dilaporkan ambruk setelah melahirkan
anaknya. anaknya dilahirkan pada tanggal 2
November 2021 siang hari. Sapi mengalami
penurunan nafsu makan terhadap konsentrat sejak
malam hari
Sinyalemen Sapi FH berwarna hitam dan putih dengan eartag
: 1119 milik Bapak Alit
Pemeriksaan Yang :  Inspeksi sapi terlihat berbaring

13
Dilakukan Dilakukan rangsangan agar sapi berdiri tapi
sapi kesulitan berdiri
Gejala Klinis : Tidak mau makan dan kesulitan berdiri
Diagnosa : Hipokalsemia
Terapi :  Pemberian infus CANIMAG-P secara IV
 Pemberian Vitapleks B-Inj. Meyer 15 mL IM
Hipokalsemia adalah kondisi dimana terdapat gangguan
metabolisme yang umumnya terjadi pada sapi perah yang ditandai
dengan adanya penurunan kalsium darah secara tiba-tiba. Kondisi ini
dapat terjadi sebelum, sewaktu, atau beberapa jam sampai dengan 72
jam setelah melahirkan. Kadar calcium darah pada sapi perah biasanya
menurun dari jumlah normal 9 - 10 mg/dl menjadi 3 - 7 mg/dl secara
tiba-tiba. Keadaan demikian bisa terjadi akibat berbagai masalah,
paling sering terjadi akibat sekresi kalsium berlebih dan kegagalan
pemindahan kalsium dari tulang (Solfaine & Lestari, 2014). Penurunan
konsentrasi Ca dalam darah dapat disebabkan penurunan asupan
pakan, motilitas rumen dan usus yang buruk, produktivitas yang buruk
dan meningkatnya kepekaan terhadap penyakit metabolik dan infeksius
(Goff, 2008). Faktor predisposisi kasus ini diantaranya adalah umur
sapi semakin tua semakin rendah kemampuan penyerapan kalsium,
produktivitas air susu yang tinggi beresiko, nafsu makan yang
menurun dapat meningkatkan resiko, fungsi pencernaan yag buru
berpengaruh terhadap penyerapan nutrisi, sapi perah lebih beresiko,
dan tindakan kering kandang yang terlambat meningkatkan resiko
hipokalsemia (Febrianila et. al., 2018).
Gejala klinis pada kasus hipokalsemia terbagi menjadi 3 stadium
prodormal, recumbent, dan koma. Stadium prodormal sapi akan tampak gelisah,
atoni rumen, nafsu makan berhenti, urinasi dan defekasi juga terhenti, dan
sempoyongan. Stadium recumbent sapi akan tampak kesulitan berdiri, kulit
tampak kering akibat dehidrasi, reaksi terhadap rangsangan menurun, spinchter
anus relaksasi, rektum berisi tinja, ruminostasis. Stadium koma terlihat sapi
berbaring pada satu sisi, otot-tot melemah, pupil melebar, refleks pupul tidak ada,
adanya timpani, sapi sudah tidak mampu lagi untuk berdiri (Febrianila et al.,
2018).

14
Sekitar 90% kejadian milk fever ditemukan dalam waktu 48 jam setelah
sapi perah melahirkan. Kejadian meningkat seiring bertambahnya umur, karena
sapi tua penyerapan Ca-nya menurun sehingga cadangan Ca semakin rendah. Milk
Fever biasanya terjadi pada sapi perah  yang sudah laktasi lebih dari 3 kali.
Kalsium dalam tubuh sangat penting untuk proses pembentukan tulang, kontraksi
otot, pembekuan darah dan lain-lain. Pada sapi yang sedang laktasi, kalsium akan
dikeluarkan melalui susu sehingga perlu adanya suatu mekanisme homeostasis
metabolisme Ca. Bila terjadi kegagalan dalam homeostatis kalsium maka
terjadilah penyakit milk fever. Homeostasis dapat terjadi degan adanya pengaturan
hormon dalam tubuh. Hormon yang memobilisasi kalsium tulang adalah
paratyroid hormon (PTH) yang diprouksi ketika kalsium dalam darah rendah.
Penyerapan kalsium di ginjal diatur juga oleh PTH. Hormon selanjutnya yang
membantu penyerapan kalsium di saluran pencernaan adalah 1,25-
dihydroxyvitamin D yang dibuat dari vitamin D oleh ginjal. Sederhananya,
hipokalsemia dapat terjadi ketika sapi tidak bisa memenuhi kebutuhan kalsium
dari tulang dan penyerapan pakan. Pemberian pakan tinggi kalsium pada periode
kering dapat merangsang pelepasan kalsitonin dari sel-sel parafolikuler kelenjar
tiroid, sehingga menghambat penyerapan Ca dalam tulang oleh parathormon.
Hiperkalsemia (tingginya kadar kalsium dalam darah) akan menghambat sekresi
parathormon dan merangsang sekresi (pengeluaran) kalsitonin. Kalsitonin ini
dapat menurunkan konsentrasi Ca darah dengan cara mengakselerasi penyerapan
oleh tulang (Goff, 2008). Kejadian ini cenderung mengakibatkan kegagalan
homeostatis kalsium pada awal partus dan laktasi.
Milk fever dapat dicegah dengan melakukan perbaikan manajemen.
Memberikan asupan kalsium rendah selama masa kering kandang, diet
magnesium dan fosfor yang cukup, diet yang mudah tercerna, dan hindari
pemberian pakan yang berlebihan sebelum melahirkan serta
pemberian hay atau silase. Memberikan derivat vitamin D melalui injeksi,
campuran vitamin D dengan 100-500 g Ca khlorida melalui pakan atau air minum
selama 4-5 hari sebelum melahirkan Pada induk yang pernah terkena milk
fever diberikan 400 ml 20 % larutan Ca (rendah magnesium dan fosfor) secara
subkutan segera setelah melahirkan (Rusnanda, 2017).

15
Pengobatan pada kasus sapi yang terdiagnosa mengalami milk fever harus
dilakukan secepat mungkin, terutama pada kasus yang sudah sulit berdiri. Apabila
telat dalam melakukan penanganan akan memperburuk kondisi sapi seperti
adanya iskemia pada otot dan saraf sehingga bisa terjadi adanya nekrosis.
Penanganan yang cepat untuk memperbaiki kondisi ini adalah dengan
memberikan infus intavena garam Ca (umumnya diberikan Ca borogluconate).
Dosis yang bisa diberikan biasanya 2g Ca/100kgBB sapi (Goff, 2008).
Penanganan hipokalsemia pada kasus ini terlebih dahulu dilakukan dengan
pemasangan infus set pada vena jugularis. Sediaan yang digunakan yaitu
Canimag. Canimag-P sebanyak 500 mL adalah larutan injeksi sumber kalsium,
magnesium, sodium, potasium yang dilengkapi dengan dekstrosa sebagai sumber
energi. Obat terlebih dahulu dihangatkan dan diberikan perlahan selama 10
sampai 20 menit. Sediaan ini berguna sebagai terapi kasus tunggal maupun
komplikasi dari parturient paresis (milk fever) dan hipomagnesia tetani (grass
tetany) pada sapi. Selama terapi nadi harus dimonitor dan pengobatan harus
dihentikan sementara pada saat nadi meningkat cepat. Keunggulan sediaan ini
yaitu mengandung kalsium glukonat yang tinggi, mengandung kalsium,
magnesium, sodium, dan potasium yang seimbang dan dilengkapi dengan
dekstrosa 25% sebagai sumber energi untuk efikasi yang lebih cepat. Setelah
pemberian infus selesai, sapi diberi vitamin B kompleks untuk memperbaiki
metabolisme dalam tubuh sehingga nafsu makan dapat meningkat kembali.
Setelah dilakukan penanganan tidak butuh waktu lama sapi dapat berdiri
kemudian sapi mau makan rumput dan konsentrat yang diberikan.

2.3.2 Negative Energy Balance (NEB)


Anamnesa : Seekor sapi di Los Cimaung baru 1 bulan
melahirkan mengalami ambruk berulang
Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam putih dengan nomor
eartag 002754 milik Bapak Enang Warso sudah
laktasi ke 6
Pemeriksaan Yang  Inspeksi BCS 2
:
Dilakukan  Suhu tubuh 38.5 oC, frekuensi napas 60/menit,
frekuensi jantung 56/menit
 Dilakukan rangsangan agar sapi berdiri, tetapi
sapi tampak kesulitan untuk berdiri
Gejala Klinis : Sapi kesulitan berdiri dan terdapat beberapak luka

16
di bagian kaki
Diagnosa : Negative Energy Balance
Terapi : Infus intravena dengan infadex 40 500 mL
(Dextrose 40%)
Negative Energy Balance Suatu kondisi yang umum terjadi pada
induk sapi perah adalah adanya keseimbangan energi negatif
(negative energy balance). Pada masa sebelum dan setelah beranak
sering mengalami Negative Energy Balance (NEB), yakni kondisi
tidak seimbangnya antara energi yang dikonsumsi melalui asupan
pakan dengan energi yang digunakan oleh tubuh untuk produksi dan
kebutuhan pokok (Baumgard et al., 2006).
Produktivitas ternak sebagian besar ditentukan oleh
kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi. Kualitas pakan
mencakup pengertian kandungan berbagai zat gizi, seperti energi,
protein, mineral, vitamin serta kandungan zat-zat anti nutrisi
seperti tannin, lignin dan senyawa-senyawa sekunder lain.
Interaksi antar komponen zat gizi maupun zat anti nutrisi perlu
mendapatkan perhatian dalam upaya menyusun formula pakan
yang efisien dan memenuhi kebutuhan ternak untuk berproduksi
tinggi. Keseimbangan energi dan protein menjadi hal yang
penting karena dapat mempengaruhi dinamika proses fermentasi
mikrobial di dalam rumen. Meskipun demikian, sifat fisika-kimia
bahan-bahan pakan sumber energi dan protein perlu diperhatikan
mengingat bahwa degradasi protein di dalam rumen akan
menghilangkan fungsi bahan tersebut sebagai sumber asam amino
yang diperlukan ternak. Degradasi bahan pakan sumber energi
akan mempengaruhi pembentukan asam-asam lemak mudah
terbang di dalam rumen yang merupakan sumber energi utama bagi
ternak ruminansia.
Kuantitas pakan yang diperlukan berkaitan dengan interaksi
antara kecernaan dan kapasitas organ pencernaan, terutama
kapasitas kompartemen retikulo-rumen, yang akan menentukan
jumlah zat gizi pakan yang sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh
ternak. Perkembangan informasi hasil penelitian nutrisi pada

17
ternak ruminansia dapat dijadikan bahan untuk menentukan
strategi pemberian pakan optimal sesuai dengan tingkat
produktivitas ternak.
Kebutuhan energi pada sapi post-partum lebih banyak
diperoleh dari jaringan lemak tubuh (adipose tissue) yang
dioksidasi karena konsumsi energi dari pakan tidak akan
mencukupi kebutuhan sehingga terjadi neraca energi yang negatif
(negative energy balance). Oleh karena itu, penambahan energi dalam
pakan pada periode post-partum tidak terlalu mempengaruhi
produksi susu (Remppis et al., 2011). Cadangan energi dalam bentuk
lemak tubuh akan dimobilisasi menjadi asam lemak bebas (free
fatty acid) dan digunakan sebagai sumber energi oleh hati,
sehingga sering dijumpai kejadian perlemakan hati yang dapat
menyebabkan penurunan proses gluconeogenesis. Mobilisasi lemak
pada awal post partus mengakibatkan peningkatan glukoneogenesis
di hati untuk mmensintesis glukosa menjadi laktosa. Kebutuhan
glukosa yang besar untuk produksi susu akan menurunkan
kecukupan glukosa bagi kegiatan metabolisme lain dalam tubuh
termasuk pemulihan jaringan organ reproduksi post partus
(Wathes et al. 2011).
Terapi yang dilakukan untuk kasus negative energy balance
adalah pemberian infus secara IV menggunakan infadex 40 500 mL
(Dextrose 40%). Kandungan Dextrose diinjeksikan secara IV dapat
mengatasi kekurangan glukosa dalam darah secara cepat.

18
2.4 Laporan Kasus Reproduksi
2.4.1 Distokia

Gambar Sapi yang mengalami distokia


Anamnesa : Seekor sapi FH Laktasi ke 4 mengalami kesulitan
lahiran, sapi pada pukul 18:00 sudah tampak
tanda-tanda akan melahirkan. Pada pukul 20:30
fetus tidak kunjung tampak sehingga peternak
memutuskan untuk menghubung Mantri setempat
Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam putih dengan nomor
eartag F63858 milik Bapak Maman
Pemeriksaan Yang :  Inspeksi tampak adanya lendir yang keluar dari
Dilakukan vulva
 Palpasi intrauterin terasa fetus dalam kondisi
situs longitudinal anterior dan posisi dorso
ventral, kantung amnion sudah pecah
Gejala Klinis : Vulva membengkak, pengenduran ligamentum
sacro-ischiadica, postur sapi kifosis, tampak ada
perejanan
Diagnosa : Distokia (sungsang)
Terapi :  Dilakukan Reposisi dan pertolongan distokia
dengan melakukan penarikan fetus
 Pemberian Intracin-10S 4 mL IM
 Pemberian vitapleks B-inj Meyer 15 mL IM

Distokia adalah kondisi dimana hewan mengalami kesulitan dalam proses


kelahiran yang disebabkan oleh faktor induk atau fetus. Kondisi hewan yang
mengalami distokia biasanya perlu bantuan manusia untuk proses kelahiran.
Penyebab distokia pada sapi meliputi tiga faktor utama yaitu kekurangan tenaga
pada induk untuk mengeluarkan fetus, adanya hambatan pada jalan kelahiran, dan
adanya kelainan pada fetus (Febrianila, et al., 2018). Faktor induk biasanya
disebabkan oleh gagalnya serviks untuk relaksasi, ukuran jalur kelahiran tidak
berbeda jauh dengan ukuran fetus, dan kondisi nutrisi induk (kekurangan mineral,

19
obesitas, kekurusan). Faktor fetus bisa disebabkan oleh ukuran fetus, posisi fetus,
dan kondisi fetus. Kejadian distokia dapat menyebabkan banyak kerugian seperti
kematian fetus dan induk apabila tidak ditangani dengan tepat dan dapat
menimbulkan gangguan reproduksi seperti pyometra, terlambatnya estrus
selanjutnya, endometritis, dan sebagainya (Deka & Das, 2021).
Distoia terjadi ketika tahapan persiapan dan pengeluaran fetus mengalami
perpanjangan waktu dan bantuan pertolongan manusia diperlukan. Gejala yang
tampak pada kasus distokia adalah adanya perpanjangan waktu kelahiran (gagal
mengeluarkan fetus dalam waktu 2 jam dengan kantung amniom menggantung di
vulva), adanya perejanan selama 30 menit tanpa kemunculan fetus, dan adanya
kelainan posisi dan situs dari fetus. Distokia memiliki prognosis yang luas
tergantung pada penyebab kasus dan kondisi sapi. Distokia yang berkepanjangan
dapat memperburuk prognosis (Abera, 2017).
Penanganan kasus distokia dapat dilakukan dengan lebih dulu mengetahui
penyebab terjadinya distokia. Pada kasus distokia disebabkan posisi fetus yang
abnormal dapat dilakukan perbaikan kondisi fetus dengan cara memposisikan
fetus pada posisi kelahirannya yaitu dorso sakral dengan situs longitudinal
anterior atau posterior. Apabila fetus sudah tampak dan tak kunjung keluar bisa
dilakukan dengan bantuan penarikan fetus. Penarikan fetus ini dapat dilakukan
dengan cara menarik bagian fetus yang tampak dengan tujuan untuk membantu
atau menggantikan perejanan yang dilakukan oleh induk sapi. Apabila perbaikan
posisi dan bantuan penarikan fetus tidak membantu proses kelahiran maka dapat
dilakukan operasi sesar. Operasi sesar biasa dilakukan apabila ukuran fetus terlalu
besar, servik yang tidak relaksasi, torsio uteri yang tidak bisa dikembalikan, dan
lain sebagainya (Abera, 2017).
Penyebab distokia pada kasus ini adalah posisi fetus yang berada pada
posisi dorso ventral (fetus dalam posisi terlentang) dengan situs longitudinal
anterior (posisi kepala berada di arah jalur kelahiran). Ketika peternak
melaporkan, kondisi kantung amnion sudah pecah, namun pedet tidak kunjung
keluar. Tindakan yang diambil adalah memperbaiki posisi fetus pada posisi dorso
sakral kemudian menarik paksa fetus untuk keluar dari induknya. Penarikan

20
dilakukan dengan menggunakan tali yang diikat pada ujung kedua kaki depan
pedet.

Penarikan dilakukan seirama dengan kontraksi uterus dan mengikuti bentuk


tulang yang membatasi jalur kelahiran. Kemudian setelah kelahiran dilakukan
penyuntikan oksitoksin untuk membantu proses pengeluaran plasenta dan
pemberian vitmin B kompleks untuk membantu memperbaiki kondisi induk sapi.

2.4.2 Torsio Uteri

Gambar Sapi yang mengalami Torsio Uteri


Anamnesa : Seekor Sapi FH laktasi ke 5 sedang bunting 9
bulan menunjukkan tanda-tanda lahir pada pagi
hari sekitar pukul 5 pagi. Pada pukul 10 pagi sapi
tak kunjung melahirkan sehingga peternak
memutuskan untuk memanggil Mantri yang
bertugas
Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam putih dengan eartag
63844 milik Bapak Maman

21
Pemeriksaan Yang :  Inspeksi tampak adanya lendir yang keluar dari
Dilakukan vulva
 Palpasi intra uterine terasa saluran rerproduksi
mengalami perputaran ke arah sebelah kiri
Gejala Klinis : Sapi tidak tenang, gelisah, tampak membungkuk,
terlihat ada perejanan
Diagnosa : Torsio Uteri
Terapi :  Dilakukan Penggulingan berlawanan arah
jarum jam sebanyak 2 kali dengan menahan
fetus
 Pemberian Itracin-10S 4 mL (IM)
 Vitamin B12 inj Meyer 15 mL (IM)

Torsio uteri adalah kondisi emergensi dimana terjadi rotasi uterus lebih dari
45o (Liang, et. al., 2020). Pada sapi, ciri khas yang terlihat pada torsio uteri adalah
hubungannya dengan kebuntingan dan proses kelahiran. Biasanya, torsio uteri terjadi
sebelum atau selama fase awal kelahiran ketika serviks sudah dilatasi sebagian atau
seluruhnya dan kondisi ini jarang terjadi pada fase kedua kelahiran. Torsio uteri dapat
terjadi pada 2 bulan atau diantara 5-8 bulan umur kebuntingan serta ketika waktu
kelahiran lewat 1-3 minggu atau bahkan pada sapi pasca persalinan (Ghuman, 2010).
Faktor resiko torsio uteri sering terjadi pada sapi yang sudah beberapa kali laktasi
dibandingkan sapi dara, dan pada seekor pedet berukuran besar dengan situs
longitudinal anterior. Sapi jenis Brown Swiss lebih beresiko terkena torsio uteri
karena kedalaman rongga abdomennya (Lyson, et al., 2013), dan sapi yang
dikandangkan lebih beresiko (Ghuman, 2010). Gejala sapi yang mengalami torsio
uteri yaitu sapi stres, kesakitan, proses kelahiran yang gagal terjadi, depresi, gelisah,
adanya discharge yang keluar dari vulva, displasia vulva commissure, penurunan
nafsu makan, dan menangkat ekor. Diagnosa torsio uteri dapat dilakukan dengan
melihat sejarah penyakit, melihat gejala yang tampak, palpasi per vagina, dan palpasi
per rektal (Lyson, et al, 2013). Derajat torsio uteri adalah patokan yang digunakan
untuk membedakan jumlah putaran ang terjadi pada uterus. Putaran uterus sebesar
<45o merupakan kondisi torsio uterus ringan. Umumnya torsio uteri terjadi dengan
perputaran sejauh 90o-180o, kondisi ini sudah cukup parah dan perlu penanganan yang
biasanya dapat ditangani di lapangan. Perputaran uterus sebesar 180 o-360o terbilang
parah dan sulit ditangani di lapangan, sehingga perlu dilakukan pembedahan
(Ghuman, 2010).

22
Penanganan pada kasus torsio uteri dapat dilakukan dengan cara non-invasif
dan invasif. Cara non-invasif dapat dilakukan dengan cara manual melalui pervaginal.
Tangan operator masuk melalui vagina dan memegang kepala dan leher fetus.
Apabila torsio memutar berlawanan arah jarum jam maka fetus diputar searah jarum
jam (begitu sebaliknya). Tindakan non-invasif lainnya adalah dengan memutar tubuh
sapi. Memutar tubuh sapi ada beberapa cara, pertama memutar tubu sapi berlawanan
arah torsio, kedua memutar tubuh sapi sambil operator melakukan manipulasi
pervagina, dan terakhir memutar sapi menggunakan kayu untuk memfiksasi fetus.
Apabila tindakan non-invasif tidak berhasil maka diperlukan pembedahan untuk
memperbaikinya (Lyson et. al., 2013).
Pada kasus ini, torsio uteri mengalami perputaran berlawanan arah jarum jam
sejauh kurang lebih 180o. Kondisi tersebut perlu dilakukan tindakan pemutaran tubuh
sapi searah jarum jam dengan operator memfiksasi fetus pervaginal. Pemutaran
dilakukan sebanyak dua kali. Setelah posisi uterus kembali normal, fetus dapat
dikeluarkan dengan bantuan penarikan.

2.4.3 Retensio Plasenta

Gambar sapi yang mengalami retensio plasenta


Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan telah melahirkan pada
tanggal 4 November 2021 pukul 11 siang, sampai
keesokan harinya plasenta tidak kunjung terlepas
Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam putih dengan eartag
E56149 milik Bapak Hamdan

23
Pemeriksaan Yang Inspeksi
: terlihat ada plasenta yang menggantung dari
Dilakukan vulva sapi
Gejala Klinis : Sapi gelisah, keluar cairan, dan jaringan berbau
tidak sedap
Diagnosa : Retensio plasenta
Terapi Pelepasan
: Plasenta secara manual dan diberikan
Kotrimok-4 bolus sebanyak 4 kaplet secara
intrauterine
Retensio plasenta adalah suatu kondisi tertahannya plasenta karena vili
kotiledon fetus masih bertaut dengan kripta karankula induk dan gagal
melepaskan. Dalam keadaan normal plasenta akan keluar setelah 3 sampai 8 jam
pasca melahirkan. Jika lebih dari 8 jam plasenta tidak kunjung keluar maka dapat
dikatakan sapi mengalami retensio plasenta (Qadhir, 2017). Penyebab retensi
plasenta yaitu adanya penyakit infeksius, masalah nutrisi, manajemen kesehatan
dan pemeliharaan, faktor herediter, faktor hormonal, kegagalan respons imun
maternal, kegagalan mekanisme pemisahan plasentom, kelahiran pedet kembar,
kenaikan berat badan sapi induk, dan besarnya berat lahir pedet (Yusuf, 2016).
Retensi plasenta terjadi ketika induk melahirkan dalam waktu yang lama sampai
pedet keluar sehingga induk mengalami kelelahan merejan pasca melahirkan,
sehingga uterus tidak dapat berkontraksi atau mengalami atoni uteri. Atoni uteri
menyebabkan sejumlah darah yang mengalir ke uterus tidak terkendali. Pada saat
itu karunkula tidak dapat berdilatasi, menyebabkan kotiledon yang mengendur
terhadap karankula akan tetap terjepit akibat dari suplai darah yang tidak
terkendali. Akibat dari kotiledon yang tidak terlepas dari karankula sehingga
terjadi retensi plasenta (Rista, 2011).
Gejala klinis yang tampak pada sapi yang mengalami retensio pasenta
adalah selaput fetus menggantung keluar dari vulva lebih dari 8 jam. Selain itu,
ada peningkatan suhu tubuh, penurunan nafsu makan, frekuensi pulsus meningkat,
berat badan menurun (Syarif, 2017), vulva bengkak dan merah, diare, dan
produksi susu menurun (Qadhir, 2017).
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara pemberian hormon dan pelepasan
manual dengan pemberian antibiotik intrauterin. Menurut Lukman et al. (2007),
tujuan pengobatan adalah untuk mendorong terjadi kontraksi uterus sehingga
menyebabkan keluarnya plasenta. Penyuntikan subkutan atau intra muskuler
hormon oksitosin dengan dosis 4-5 ml adalah untuk pengobatan pada hewan besar

24
seperti sapi dan kerbau. Untuk hewan domba, kambing 1-3 ml, babi dosisnya 2-4
ml. Pada anjing 0,5-2 ml dan kucing dengan dosis 0,3-0,5 ml (menurut berat
badan anjing dan kucing) yang disuntikkan secara subkutan.
Pada kasus ini tindakan yang diberikan adalah pelepasan secara manual
dan bolus antibiotik (Neo-Kotrimok) sebanyak 4 bolus intrauterin. Pelepasan
secara manual dilakukan dengan memasukkan tangan yang dilapisi dengan gloves
ke dalam vulva, kemudian tangan melepaskan secara perlahan perlekatan antara
karunkula induk dengan kotiledon plasenta fetus. Setelah semua plasenta lepas,
dimasukkan bolus antibiotik intrauterin untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder, seperti metritis dan endometritis.

2.4.4 Kista Ovarium

Gambar sapi yang mengalami kista ovari


Anamnesa : Seekor sapi FH dilaporkan mengalami birahi
berulang setelah 2 bulan lalu dilakukan IB, sapi
memilii nafsu pakan yang baik
Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam putih dengan eartag
E55583 milik Bapak Awang
Pemeriksaan Yang :  Inspeksi sapi memiliki BCS 3
Dilakukan  Palpasi per-rektal didapati ukuran ovarium
sebelah kanan sebesar bekel dan keras,
kemungkinan kista luteal
Gejala Klinis : Kawin berulang
Diagnosa : Cystic Ovari

25
Terapi Diinjeksi
: PGF2Alfa secara IM
Pemberian Vitol 10 mL
Kista ovarium atau ovarium sistik merupakan kondisi terganggunya proses
reproduksi pada ovarium yang sangat potensial sebagai penyebab kegagalan
perkembangbiakan pada ternak. Kista ovarium sendiri ada tiga jenis yaitu, kista
folikel, kista luteal, dan kista corpus luteum. Faktor penyebab kista ovarium belum
diketahui secara pasti, tetapi secara patofisiologi dasar penyakit tersebut melibatkan
sistem kerja neuroendokrin yang berhubungan dengan hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium yang mengakibatkan kegagalan ovulasi. Ada beberapa faktor pemicu yang
dapat menyebabkan terjadinya kista ovarium, diantaranya adalah herediter, stress,
body condition score, dan faktor genetik. Sapi yang sedang memproduksi susu juga
beresiko. Apabila produksi susu sedang mengalami puncak, maka NEB mungkin
terjadi, ketika parah akan mempengaruhi adaptasi metabolisme dan hormonal. Salah
satu hormon yang terpengaruh yaitu FSH seehingga kista akan terbentuk. Beberapa
penelitian menunjukkan kista dapat disebabkan oleh anak kembar. Faktor lingkungan
seperti induk sapi yang sedang dalam periode postpartum yang memperoleh pakan
dengan kandungan energi dan protein yang rendah dapat menyebabkan tidak
tercukupinya kebutuhan nutrisi untuk mempertahankan kondisi tubuhnya. Kondisi
seperti ini dapat menekan proses sintesis dan pelepasan hormon GnRH dari kelenjar
pituitari sehingga mengakibatkan aktivitas ovarium terganggu (Nelson, 2010). Gejala
klinis kista ovarium biasanya anestrus, bisa juga nimfomania, estrus yang tidak
teratur, relaksasi ligamen di pelvis, dan sikap sapi yang lebih maskulin akan lebih
tampak selama periode menyusui (Vanholder, et. al., 2006).
Pada kasus ini sapi memiliki sejarah anestrus, setelah diperbaiki nutrisinya
sapi menjadi estrus terus menerus (nimfomania). Sapi memiliki nilai BCS 3 yang
berarti normal. Kemungkinan besar pada kasus ini sapi megalami sistik ovari
disebabkan oleh genetik yang kurang baik. Sapi diberikan penanganan dengan
penyuntikan hormon PGF2alfa dengan harapan dapat menghilangkan kista dan diberi
vitamin A,D,dan E untuk memperbaiki kondisi reproduksi. PGF 2α merupakan
pengobatan yang paling efektif untuk kista luteal. Menurut Kahn (2010), dosis
luteolitik dari PGF 2α sebagai pengobatan ideal untuk penyakit ovarium kistik luteal,
selama hewan itu didiagnosis dengan benar, dengan estrus akan muncul dalam 3-5
hari. Kista luteal juga merespon terhadapa hCG dan terapi GnRH yaitu efektif dalam

26
pengobatan kista folikel, tetapi estrus berikutnya dapat terjadi 5-21 hari setelah
pengobatan.

2.4.5 Metritis

Gambar sapi yang mengalami Metritis


Anamnesa : Seekor Sapi dilaporkan keluar cairan berwarna
merah kecoklatan dengan jumlah yang cukup
banyak sudah berjalan 7 hari. Sapi 10 hari yang
lalu melahirkan normal dan mengalami retensio
plasenta, sapi juga mengalami penurunan nafsu
makan. Sapi sudah 3 kali laktasi.
Sinyalemen : Sapi jersy Berwarna coklat dengan eartag
0006507 milik Bapak Warmo Sugandi
Pemeriksaan Yang :  Palpasi per-rektal, keluar cairan berwarna
Dilakukan merah kecoklatan dan berbau
Gejala Klinis : Penurunan nafsu makan, tampak adanya cairan
berwarna merah dan berbau tidak sedap yang
keluar dari saluran reproduksi
Diagnosa : Metritis
Terapi :  Diberikan PenStrep-400® + NaCl (1:3) 20 mL
intrauterin
Metritis adalah peradangan yang terjadi pada uterus pasca
kelahiran. Metritis biasanya terjadi dalam 21 hari pertama pasca
kelahiran. Gejala klinis yang tampak berupa leleran berwarna merah
kecoklatann berbau busuk yang keluar dari vulva dengan adanya gejala
sistemik, Nafsu makan menurun dan demam (>39.5oC). Metritis
biasanya disebabkan adanya infeksi bakteri. Bakteri yang sering
ditemukan dari isolasi lumen uterus adalah Escherichia coli dan
Trueperella pyogenes. Bakteri lainnya adalah Provetella spp.,
Fusobacterium necrophorum, dan Fusobacterium nucleatum
(Espadamala, et. al., 2018). Faktor predisposisi metritis biasanya

27
diakibatkan oleh musim kelahiran, kualitas nutrisi yang diberikan,
paritas sapi, komplikasi kelahiran. Musim kelahiran pada musim hujan
beresiko tinggi terjadinya metritis, karena pada musim hujan sapi
mengalami penurunan imunitas. Nutrisi yang buruk dan/atau yang
jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan sapi dapat meningkatkan
resiko. Pada sapi multipara lebih beresiko. Sapi yang mengalami
komplikasi kelahiran seperti retensio plasenta, hipokalsemia, distokia,
dsb. lebih beresiko (Adnan et. al., 2017). Pengobatan yang dapat
dilakukan dengan memberikan obat antibiotik intrauterin, sistemik atau
keduanya. Antibiotik yang dapat diberikan seperti penicillin generasi
ketiga, cephalosporin, dan ampicilin (Haimerl & Heuwieser, 2014).
Pada kasus metritis sapi diberikan pengobatan antibiotik secara intrauterin.
Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik yang berisi kombinasi procaine
Penicillin G dan streptomycin melalui rute intrauterine. Tujuan pemberian
antibiotik adalah untuk membasmi bakteri patogen dan mengurangi peradangan
rahim. Procaine penisilin G adalah penisilin dengan aksi bakterisidal terhadap
bakteri Gram-positif dan streptomisin adalah aminoglikosida dengan aksi
bakterisidal terhadap bakteri gram negative (Johnny dan Roza, 2014).

2.4.6 Mastitis
Anamnesa : Seekor sapi di Los Cimaung baru mengalami
penurunan produksi susu
Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam putih dengan usia 8
tahun dan laktasi ke 5.
Pemeriksaan Yang : Pemeriksaan konsistensi ambing ketika dipegang
Dilakukan keras dan hangat, serta secara inspeksi adanya
kebengkakan pada ambing
Gejala Klinis : Ambing bengkak, Nafsu makan menurun,
Produksi susu menurun
Diagnosa : Mastitis
Terapi : Antibiotik (Penstrep-400) rute intramammary
Mastitis merupakan salah satu penyakit reproduksi yang
menyebabkan penurunan produksi susu dalam jumlah besar. Mastitis
adalah peradangan jaringan internal kelenjar ambing dengan
berbagai penyebab dan derajat keparahan, lamapenyakit serta akibat
penyakit yang ditimbulkan sangat beragam. Manifestasi penyakit

28
mastitis pada sapi perah dibedakan menjadi dua macam yaitu mastitis
klinis dan subklinis. Kasus mastitis seringkali bermula dari mastitis
subklinis yang terjadi pada saat laktasi. Mastitis klinis selalu diikuti
tanda klinis, baik berupa pembengkakan, pengerasan ambing, rasa
sakit, panas serta kemerahan bahkan sampai terjadi penurunan fungsi
ambing. Namun demikian, kedua jenis mastitis baik subklinis
maupun klinis dapat menyebabkan penurunan produksi dan
penurunan kualitas susu. Susu yang dihasilkan oleh sapi penderita
mastitis dapat mengalami perubahan secara fisik, kimiawi,
patologis dan bakteriologis, demikian pula dengan jaringan kelenjar
ambingnya (Samad 2008).
Terdapat dua jenis mastitis yaitu mastitis klinis dan mastitis
subklinis. Pada mastitis klinis, radang ambing dapat terlihat dengan
jelas. Ambing terlihat bengkak, panas, dan sensitif apabila disentuh.
Susu yang diperah pun akan terlihat menggumpal atau encer seperti
air, serta terjadi perubahan warna susu menjadi lebih kuning, atau ada
nanah dan darah (Suryowardojo 2012). Sementara untuk mastitis
subklinis karena gejala-gejala klinisnya tidak nampak untuk
mengetahuinya perlu dilalakukan uji laboratorium, karena tidak
ada perubahan pada jaringan ambing (Islam et al. 2011).
Penularan mastitis biasa terjadi dari seekor sapi ke sapi lain
dan dari kuartir terinfeksi ke kuartir normal melalui tangan
pemerah, kain pembersih, mesin pemerah dan lalat. Proses infeksi
mastitis subklinis dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke
dalam kelenjar melalui lubang puting yang terbuka setelah proses
pemerahan. Mikroorganisme berkembang dalam puting dan
menyebar ke alveoli dan menyebabkan kerusakan pada susu yang
dihasilkan. Mikroorganisme yang masuk ke dalam ambing dapat
merusak sel dalam ambing akibat invasi mikroorganisme dan reaksi
peradangan. Apabila terjadi infeksi akut, dapat merangsang
pembentukan jaringan ikat pada ambing (Holtenius et al. 2004).
Umur turut menentukan mudah tidaknya seekor hewan

29
terinfeksi mastitis subklinis. Kajian tentang faktor-faktor penyebab
mastitis (Sutarti et al. 2003) menunjukkan bahwa umur
berasosiasi positif terhadap kejadian mastitis subklinis, artinya
mastitis semakin sering menyerang sapi-sapi yang berumur tua.
Sehubungan dengan kerentanan sapi terhadap mastitis subklinis
berdasarkan umur melaporkan bahwa sapi berumur 5-8 tahun lebih
rentan dibandingkan pada sapi berumur 2-4 tahun.
Faktor lingkungan dan manajemen kandang serta pakan
pun mempengaruhi kejadian mastitis. Menurut Sutarti et al.
(2003), kebersihan lingkungan dan jumlah kepemilikan ternak
juga berasosiasi positif dan bermakna terhadap kejadian mastitis,
artinya dengan kebersihan lingkungan yang jelek maka kejadian
mastitis akan meningkat, demikian pula dengan jumlah kepemilikan
ternak. Hal ini mudah dipahami karena dengan jumlah ternak yang
sedikit, peternak akan lebih mudah membersihkan ternak dan
kandangnya.
Pengendalian mastitis klinis di Indonesia dilakukan dengan
penanganan infeksi intramammary berdasarkan gejala klinis yang
tampak. Namun sampai dengan saat ini, pengendalian mastitis
subklinis masih relatif kurang karena pada umumnya peternak
belum begitu paham mengenal mastitis subklinis karena tanpa ada
gejala-gejala klinis. Beberapa upaya pengendalian mastitis
subklinis diantaranya adalah (1) Monitoring jumlah sel somatik
untuk mengetahui kasus mastitis subklinis secara dini (Sudarwanto
et al. 2006); (2) Mencelup puting (teat dipping) dengan
menggunakan antiseptik setelah pemerahan. Ini merupakan
strategi manajemen yang baik untuk mengurangi laju infeksi-baru
intramammary pada sapi perah (Rahayu 2007), sehingga kasus
mastitis dapat ditekan serendah mungkin; (3) Dipping peralatan
pemerahan; (4) Desinfeksi kandang; (5) Pengobatan mastitis pada
saat periode kering (Halasa et al. 2010; Bhutto et al. 2011); (6)
Pengobatan antibiotik yang tepat pada kasus mastitis klinis dan sapi

30
afkir yang terinfeksi kronis.
Pada kasus ini kasus mastitis yang ditangani merupakan
mastitis klinis. Hal ini ditandakan dari adanya perubahan ukuran dan
konsistensi ambing. Terapi yang diberikan yaitu pemberian antibiotik
(Penstrep-400) rute intramammary. Pemberian antibiotic tersebut
berfungsi untuk membunuh bakteri penyebab mastitis.

2.4.7 Abortus

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan peternak


mengalami abortus dengan usia kehamilan 8
bulan.
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras Frisian Holstein
(FH) berwarna hitam dan putih dengan
umur 6 tahun dan laktasi ke 4

Pemeriksaan yang : Ditemukan adanya fetus mati yang sudah


Dilakukan Keluar
Diagnosa : Abortus
Terapi : Injeksi Infalgin 10 mL + Luteosyl® 10 mL
secara IM

Abortus atau dalam istilah umum di masyarakat dikenal


dengan istilah keguguran merupakan suatu kondisi ketidakmampuan
fetus (anak sapi) untuk bertahan hidup sebelum waktunya dilahirkan,
namun proses pembentukan organ pada fetus tersebut telah
berlangsung. Berbagai penyebab termasuk agen infeksius menjadi
faktor utama dalam kejadian abortus pada sapi.
Klasifikasi abortus berdasarkan penyebabnya dibagi dua yaitu
abortus yang diakibatkan oleh faktor infeksius dan non infeksius
(Aiello et al. 2000) Faktor non infeksius yang bisa mengakibatkan
abortus selang lain defisiensi vitamin A dan E, selenium dan zat besi.
Selain itu, stres panas juga bisa mengakibatkan hipotensi, hipoksia
dan asidosis fetus. Temperatur induk yang tinggi pada kondisi demam
lebih memengaruhi fetus dibandingkan suhu sekeliling yang terkait

31
yang tinggi. Faktor lainnya yang dapat mengakibatkana abortus
adalah trauma dan toksin (Aiello et al. 2000). Sebagian toksin yang
bisa mengakibatkan aborsi selang lain merupakan toksin dari
Ponderosa pine needles, Astragalus sp., dan Gutierrezia
microcephala. Mikotoksin yang bersifat estrogenik juga bisa
mengakibatkan abortus.
Abortus yang bersifat infeksius bisa dibedakan berdasarkan
perwakilan penyebabnya, pada sapi penyebabnya yaitu (1) Bakteri
seperti Bruselosis yang diakibatkan oleh Brucella abortus,
Leptospirosis yang diakibatkan oleh Spirochaeta, Vibriosis yang
diakibatkan oleh Vibrio foetus veneralis (2) Virus diantaranya :
Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), Epizootic Bovine Abortion
(EBA), Bovine Viral Diarrhea (BVD) (3) Jamur diantaranya :
Aspergillus spp (4) Protozoa diantaranya : Trichomoniasis yang
diakibatkan oleh Trichomonas foetus (Manan, 2002).
Abortus bisa mengakibatkan kerusakan selaput fetus,
endometrium, retensio plasenta dan ketidaksuburan sesudah
abortus.Secara ekonomi, abortus merupakan salah satu masalah besar
untuk peternak karena kehilangan fetus dan bisa juga didampingi
dengan penyakit pada rahim serta ketidaksuburan untuk masa yang
lama. Apabila abortus diakibatkan oleh faktor infeksius, karenanya
hal tersebut bisa mengancam kesehatan semua sapi betina di dalam
kelompoknya.
Seekor sapi betina ras Frisian Holstein (FH) berwarna hitam
dan putih dilaporkan peternak mengalami abortus dengan usia
kehamilan 8 bulan. Hasil pemeriksaan ditemukan adanya fetus mati
yang masih berada di sekitar kandang. Tindakan yang diberikan yaitu
Injeksi Infalgin 10 mL dan Oxytocin 10 mL rute intramuscular.
Pemberian infalgin berfungsi sebagai antipiretik, sedangkan
pemberian hormon oxytocin berperan dalam kontraksi uteris, untuk
melepaskan plasenta dan mencegah terjadinya retensi plasenta. Sapi
yang mengalami Abortus biasanya disertai dengan retensi placenta.

32
Hal ini disebabkan oleh placenta sapi masih terikat kuat pada tubuh
induk. Kejadian ini terjadi akibat hormon progesteron masih
berfungsi sehingga mengakibatkan placenta masih terikat kuat dalam
tubuh induk (Cahyo et al, 2021).

2.5 Laporan Kasus Alat Gerak


2.5.1 Laminitis
Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan ambruk tidak
dapat berdiri dikarenakan ketidakmampuan
menopang
Sinyalemen : Sapi betina FH berwarna hitam dan putih
dengan usia 8 tahun
Pemeriksaan yang : Pada inspeksi sapi terlihat tidak mau
Dilakukan menumpu pada kaki kanan belakang
Gejala Klinis : - Sapi menunjukan penurunan nafsu
makan
- Sapi kesulitan berdiri sehingga pada area
tubuh terdapat luka-luka

Diagnosa : Laminitis
Terapi : Injeksi Interflox® dan Melovem® secara
IM

Laminitis merupakan peradangan pada lamina dinding kuku


yang menyebabkan ketidaknyamanan pada sapi perah. Kejadian
laminitis pada sapi perah menimbulkan masalah pada alat
lokomosi diantaranya adalah kepincangan, rasa sakit pada bagian
lamina kuku, kerusakan dan perubahan pada struktur kuku, dan
keengganan untuk berjalan (Menzies et al . 2010).
Faktor - faktor manajemen seperti trauma pada kuku
akibat lantai kandang yang keras dan kotor, perubahan pakan
mendadak, ketidakseimbangan antarakonsentrat dan serat yang
disertai penyakit lain sebagai faktor predisposisi. Laminitis
merupakan gambaran kejadian penyakit yang telah berjalan
sistemik yang memiliki satu atau lebih lesio pada kuku,

33
diantaranya: perdarahan dan nekrosa pada bagian white line kuku
(Kloosterman 2007). Penyebab peradangan yaitu akibat gangguan
vaskularisasi darah ke daerah kaki, menyebabkan hipoksia dan
kekurangan nutrisi pada lamina dinding kuku. Penyebab laminitis
lainnya diduga akibat tingginya konsentrasi karbohidrat di dalam
rumen menyebabkan keadaan asidosis (Kloosterman 2007).
Laminitis dapat berjalan secara akut, subakut, dan kronis
(Greenough 2012). Laminitis akut adalah laminitis yang terjadi
dalam jangka waktu sangat pendek. Gejala laminitis akut yaitu
sapi mengalami stres, tidak makan (anoreksia), danberdiri dengan
tidak seimbang, dan apabila dipaksa untuk berjalan, sapi akan
berjalan dengan pincang dimana kaki yang sakit akan dipijakkan
secepat mungkin. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
laminitis akut antara lain: metritis, mastitis yang disebabkan oleh E.
coli, dan Bovine Viral Diarhea (BVD) (Kloosterman 2007).
Laminitis subakut adalah bentuk paling umum terjadi pada sapi
perah terutama pada saat melahirkan. Dimulai sekitar 7-10 hari
sebelum melahirkan dan berlangsung 7-10 hari setelah
melahirkan. Gejala kepincangan sering muncul 2-4 minggu setelah
melahirkan. Kepincangan sering tidak terlihat meskipun sapi
berjalan kaku dan kaki terlihat lemah (Kloosterman 2007).
Laminitis kronis adalah lanjutan dari laminitis akut dan atau
subakut dan sering terlihat setelah beberapa bulan. Kuku
mengalami kerusakan pada lamina dan terjadi perubahan bentuk
pada dinding dorsal kuku yang terlihat melengkung (Kloosterman
2007).
Kesalahan manajemen pakan telah diidentifikasi sebagai
penyebab utama laminitis, terutama peningkatan konsumsi pakan
tinggi karbohidrat yang mengakibatkan keadaan asidosis, kemudian
berakibat pada penurunan pH sistemik. Penurunan pH sistemik
mengaktifkan mekanisme vasoaktif yang meningkatkan pulsus dan
aliran darah keseluruh tubuh. Kondisi asidosis akan memicu

34
pengeluaran histamin sebagai reaksi asing adanya perubahan,
ketidakseimbangan dan penyakit (Bergsten 2009). Kondisi ini
memicu pembuluh darah untuk mengalami vasokontriksi.
Vasokonstriksi pembuluh darah akan berakibat jelas pada daerah
kaki dan kuku karena kaki dan kuku merupakan penyangga
berat tubuh sapi sehingga akan tertekan pada daerah tersebut.
Semakin lama, darah yang beredar ke daerah tersebut berkurang dan
bahkan berhenti sehingga pembuluh darah akan mengalami nekrosa
yang berdampak pada perubahan fisik jaringan disekitarnya.
Tindakan untuk pencegahan laminitis yaitu dengan
melakukan pemotongan kuku, dan membersihkan kandang secara
rutin, serta memberikan pakan hijauan dan konsentrat secara
seimbang. Menurut Kloosterman (2007), pencegahan laminitis ada
dua langkah penting yaitu terkait pakan dan kandang. Pemberian
pakan ternak harus diperhatikan keseimbangan pakan yang baik
dengan kandungan serat fungsional yang cukup. Kandang harus
dibuat nyaman dengan menghindari penggunaan kandang dengan
lantai terbuat dari beton semen karena dapat berpengaruh negatif pada
kesehatan kuku sapi (Kloosterman 2007).
Terapi yang diberikan oleh petugas kesehatan hewan KPBS
Pangalengan adalah pengobatan berupa pemberian antibiotik dan
antiradang. Menurut Greenough (2012), terapi untuk laminitis yaitu
dengan membersihkan dan merendam kuku dalam larutan CuSO4
5%, larutan formalin 1%, dan diberikan antibiotik lokal penicillin
20000 IU pada daerah lamina kuku yang terluka. Selain itu, obat
sistemik dapat diberikan berupa sulfamethazine 200 mg/kg bb secara
intra vena dan antibiotik oxytetracycline secara intra muskular.

2.6 Laporan Kasus Pembedahan


2.6.1 Displaced Abomasum
Left Displacement Abomasum (LDA)
Anamnesa : Seekor sapi FH berumur 2 tahun di Los Cimaung

35
tidak nafsu makan selama 1 hari dengan kondisi
sapi sedang bunting dan perkiraan lahir 10 hari
lagi.
Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam putih dengan nomor
eartag F63540 milik Bapak Ayi Suherman
Pemeriksaan Yang :  Inspeksi, tampak area abdomen sebelah kiri
Dilakukan terdapat tonjolan
 Dilakukan auskultasi pada area tersebut
terdengar lebih redup
Gejala Klinis : Nafsu makan menurun dan Konsistensi feses
lembek
Diagnosa : Left Displacement Abomasum (LDA)
Terapi :  Pembedahan Laparotomi Right
FlankAbomasopexy
 Injeksi Penstrep-400 secara IM

Right Displacement Abomasum (RDA)


Anamnesa : Seekor sapi FH laktasi tahun di Cipanas tidak
nafsu makan selama 3 hari, sebelumnya sapi
mengalami riwayat torsio uteri selama 2 minggu
kebelakang.
Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam putih dengan nomor
eaertag 63844
Pemeriksaan Yang :  Inspeksi, tampak area abdomen sebelah kanan
Dilakukan terdapat tonjolan
 Dilakukan auskultasi pada area tersebut
terdengar suara “pink sound”.
Gejala Klinis : Nafsu makan menurun dan Konsistensi feses
lembek
Diagnosa : Right Displacement Abomasum (RDA)
Terapi :  Pembedahan Laparotomi Right
FlankAbomasopexy
 Injeksi Penstrep-400 secara IM
Displacement Abomasum atau (displasia abomasum)
merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada sapi perah
terutama di masa awal laktasi atau beberapa minggu post partus.
Displasia abomasum atau yang sering disebut lambung geser adalah
berpindahnya atau bergesernya letak abomasum ke posisi abnormal.
Kejadian displasia abomasum biasanya diawali dengan adanya atoni
abomasum dan timbunan gas sehingga abomasum mudah sekali
bergeser. Pergeseran letak abomasum bisa ke bagian perut sebelah
kiri bisa juga bergeser ke sebelah kanan dan atau disertai dengan

36
perputaran
Hal yang paling dalam patogenesa terjadinya Displasia
Abomasum adalah distensi gas di dalam abomasum. Distensi gas
dalam abdomen biasanya terjadi akibat dua hal, yaitu produksi gas
yang meningkat di dalam abomasum dan hipomotilitas abomasum.
Hipomotilitas abomasum biasanya terjadi akibat adanya gangguan
elektrolit, peningkatan yang abnormal dari volatile fatty acids (VFA)
dan penyakit metabolik lain, seperti hipokalsemia, ketosis, dan lain-
lain (Biffani et al, 2014)
Sapi dengan Displacment Abomasum biasanya nafsu
makannya menurun, terjadi penurunan curah tinja, frekuensi
kontraksi rumen berkurang, dan hypogalactia. Perut mungkin terlihat
sedikit buncit di kiri atau kanan, tulang rusuk akan bermunculan,
tetapi perut cekung di fosa paralumbar. Denyut nadi sedikit
meningkat (85 sampai 90 denyut / menit). Ketonuria dan aseton pada
nafas biasanya hadir. Suara denting (tinkling sound) terdengar pada
auskultasi rumen dalam fosa paralumbar kiri. “Pink sound” dapat
ditemukan di mana saja dari sepertiga bagian bawah perut di ruang
intercostal 8 sampai fosa paralumbar.
Pada kasus dengan diagnosa Dispalcia Abomasum (DA),
Tindakan yang diberikan adalah right flank omentopexy. right flank
omentopexy dapat dilakukan dengan kondisi hewan masih mampu
untuk berdiri. Kelebihan dari metode ini adalah dapat digunakan
untuk beberapa kasus, yaitu LDA, RDA, dan volvunus. Selain
menggunakan metode right flank omentopexy, terapi LDA juga dapat
menggunakan left flank omentopexy, paramedian laparotomy, dan
dilakukan rolling (Mueller, 2011).

Prosedur Operasi

Tabel Operasi Displacement Abomasum

37
1 Rambut di daerah sekitar flank kanan tempat akan
dilakukannya insisi dicukur sampai bersih dengan
bantuan sabun dan silet

2 Lakukan anastesilokal dengan menggunakan


Lidocaine HCL 2% dengan pola Linear

3 Lakukan Insisi daerah flank kanan sekitar 15-20 cm


hingga memotong kulit, muskulus dan peritoneum

4 Eksplorasi rongga abdomen dilakukan dengan


menggunakan tangan kiri, kemudian identifikasi
posisi abomasum

38
5 Jarum yang telah dihubungkan dengan selang
ditusukkan ke abomasum untuk mengeluarkan gas
dalam abomasum. Untuk mendeteksi adanya gas,
ujung selang dimasukan ke dalam air

6 Setelah gas dikeluarkan, keluarkan jarum dan


lakukan reposisi abomasum

7 Cari bagian pylorus dari abomasum dan omentum,


kemudian keluarkan

8 Caudal dari Pylorus dan bagian omentum yang tebal


kemudian dijahitkan pada musculus abdominalis.
Jahitan dibuat pada dua titik. Benang yang
digunakan untuk menjahit bagian ini adalah nylon
monofilament.

39
9 Cairan fisiologis dan Penstrep dimasukkan kedalam
rongga abdomen agar kelembaban organ terjaga
dan mencegah infeksi

10 Jahit peritoneum dan bagian muskulus dengan


menggunakan pola simple continuous. Penstrep
diteteskan setiap kali selesai menjahit peritoneum
dan muskulus.

11 Jahit kulit dengan menggunakan pola jahitan


interlock

Tingkat keberhasilan operasi sangat bergantung dari perawatan


pasca operasi. Perawatan sapi perah pasca operasi DA yang dilakukan
di KPBS Pangalengan mencakup observasi klinis selama tiga hari.
Hewan juga diatur pola pemberian pakannya dengan pemberian
hijauan tanpa konsentrat. Pemberian obat secara sistemik dilakukan
dengan pemberian Penstrep®-400 (setiap ml mengandung
dihydrostreptomycine sulphate 200 mg dan procaine penicillin 200
000 IU) dan Phenylject® (setiap ml mengandung phenylbutazone 200
mg) sebanyak 20 ml sebagai antiinflamasi.

40
Luka bekas jahitan diberikan sediaan Limoxin®-25 spray
(setiap ml mengandung oxytetracycline hydrochloride 25 mg, gentian
violet 5 mg dan solvents ad 1 mg) yang diberikan satu kali sehari
selama tujuh hari. Pemberian obat secara sistemik dilakukan dengan
pemberian Penstrep®-400 (setiap ml mengandung
dihydrostreptomycine sulphate 200 mg dan procaine penicillin 200
000 IU) dan Phenylject® (setiap ml mengandung phenylbutazone 200
mg) sebanyak 20 ml sebagai antiinflamasi. Jahitan operasi dibuka
dalam waktu 10-15 hari setelah operasi.

41
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Kegiatan magang kesehatan sapi perah dapat memberikan ilmu
yang nantinya akan menjadi bekal mahasiswa sebelum masuk ke dunia
kerja. Kegiatan rutin yang dilakukan di KPBS yaitu pelayanan
kesehatan sapi perah, inseminasi buatan dan pemeriksaan kebuntingan.
Ketiga kegiatan tersebut dilakukan setiap hari dan mahasiswa juga
diberikan kesempatan untuk melakukan langsung kegiatan tersebut
sehingga dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal
praktek pelayanan kesehatan sapi perah. Selama kegiatan magang
mahasiswa juga menemui beberapa kejadian penyakit dalam kandang
peternak, penyakit yang terjadi meliputi penyakit reproduksi dan
penyakit klinik. Penyakit reproduksi yang ditemui yaitu retensio
plasenta, endometritis dan abortus. Untuk penyakit klinis yang ditemui
selama kegiatan yaitu hernia umbilikalis, hipokalsemia, arthritis,
abses, left displacement abomasum, pneumonia dan mastitis. Dalam
menangani kasus tersebut mahasiswa didampingi oleh tenaga medis
yang bertugas. Selama menangani kasus tersebut dokumentasi tetap
dilakukan sebagai data dan ilmu baru yang nantinya dapat digunakan
di kemudian hari apabila setelah lulus berkarir di bidang sapi perah.

3.2 Saran
Bagi Mahasiswa :

 Sebaiknya sebelum melakukan kegiatan magang melakukan pembekalan


mengenai kesehatan sapi perah sehingga dapat langsung mengikuti dan
memahami kegiatan di lapangan
 Saat kegiatan dapat melakukan pemeriksaan fisik lengkap secara
menyeluruh

42
 Mengggali lebih dalam anemnesa dari para peternak, apabila kesulitan
dalam berkomunikasi bahasa sunda dapat meminta bantuan tenaga medis
untuk menerjemahkannya
 Saat di lapangan berlatih melakukan diagnosa sendiri dengan anemnesa
yang ada dan gejala klinis yang ditemukan

Bagi KPBS :

 Melakukan penyuluhan manajemen sapi perah kepada para peternak


secara berkala
 Memberikan pelatihan rutin kepada para tenaga medis dalam penanganan
kasus penyakit yang baru maupun yang sudah terjadi
 Memastikan ketersediaan obat-obatan untuk menunjang pelayanan
kesehatan
 Memberikan subsidi atau kesepakatan (dapat melalui pemotongan harga
susu) yang bertujuan untuk menekan biaya pakan
 Memberikan kelas atau pelatihan kepada anak muda agar bersedia menjadi
penerus usaha ternak ataupun peternak baru sehingga jumlah sapi
meningkat dan jumlah produksi susu harian dapat terjaga
 Memberikan layanan permodalan (sumber untuk permodalan salah
satunya dapat melalui P2P Lending) untuk meningkatkan minat usaha
ternak sapi perah di Pangalengan
 Menarik investor dengan cara melakukan iklan yang berisi skema
keuntungan dan kerugian usaha sapi perah di pangalengan, hal ini
bertujuan untuk meningkatkan populasi sapi

Bagi Peternak :

 Meningkatkan kebersihan kandang


 Melakukan desinfeksi kandang secara berkala
 Mengikuti penyuluhan yang diberikan KPBS
 Memberikan manajemen pakan yang baik

43
DAFTAR PUSTAKA

Abera, D. (2017). Management of dystocia cases in the cattle-A review. Journal


of Reproduction and Infertility, 8(1), 1-9.
Acha PN and Boris S..2003. Zoonosis and Communicable Disease Common to
Man and Animal. Volume 1: Bacterioses and Mycoses, 3rd ed.
Washington.
Adnane, M., Kaidi, R., Hanzen, C., & England, G. C. (2017). Risk factors of
clinical and subclinical endometritis in cattle: a review. Turkish journal of
veterinary and animal sciences, 41(1), 1-11.
Aiello et al. 2000. The Merck Veterinary Manual. Edisi ke-8. USA : Whitehouse
station.
Atabany, A., Purwanto, B. P., Toharmat, T., dan Anggraeni, A. 2011. Hubungan
masa kosong dengan produktivitas pada sapi perah Friesien Holstein di
Baturaden, Indonesia. Media Peternakan Jawa Barat. 34 (2): 77-82.
Baumgard, L.H., L.J. Odens, J.K. Kay, R.P. Rhoads, M.J. VanBaale and R.J.
Collier. 2006. Does Negative Energy Balance (Nebal) Limit Milk ynthesis
In Early Lactation. Department of Animal Sciences. The University of
Arizona. Tucson
Biffani, S., Morandi, N., Locatelli, V., Pravettoni, D., Boccardo, A., Stella, A.,
Nicolazzi, E.L. & Biscarini, F. (2014). Adding evidence for a role of the
SLITRK gene family in the pathogenesis of left displacement of the
abomasum in Holstein-Friesian dairy cows. Livestock Science, 167, 104-
109
Budhi, S., Sumiarto, B., Budiharta, S. (2007). Prevalensi Dan Faktor Resiko
Penyakit Footrot pada Sapi Perah di Kabupaten Sleman. Jurnal Sain Vet.
25(2): 57-61.
Bujko, J., J. Candrák, P. Strapák, J. Relationship between traits of milk
produc-tion and reproduction traits in dairy cows of the Slovak spotted
breed. Scientific Papers Animal Science andBiotechnologies 45(1):115-
120.
Deka, R. P., & Das, N. K. (2021). Dystocia in cattle: How to reduce its occurrence
and improve farm economics.
Ditjen PKH. 2021. Kementan Berkomitmen Kembangkan Produksi Susu Segar
Dalam Negri. Diakses pada 11 November 2021
http://ditjenpkh.pertanian.go.id/kementan-berkomitmen-kembangkan-
produksi-susu-segar-dalam-negeri

44
Espadamala, A., Pereira, R., Pallarés, P., Lago, A., & Silva-Del-Rio, N. (2018).
Metritis diagnosis and treatment practices in 45 dairy farms in
California. Journal of dairy science, 101(10), 9608-9616.
Febrianila, R., Mustofa, I., Safitri, E., & Hermadi, H. A. (2018). Kasus distokia
pada sapi potong di Kecamatan Kunir Kabupaten Lumajang Tahun 2015
dan 2016. Ovozoa Journal of Animal Reproduction, 7(2), 148-151.
Ghuman, S. P. S. (2010). Uterine torsion in bovines: a review. Indian Journal of
Animal Sciences, 80(4), 289.
Goff, J. P. (2008). The monitoring, prevention, and treatment of milk fever and
subclinical hypocalcemia in dairy cows. The veterinary journal, 176(1),
50-57.
Haimerl, P., & Heuwieser, W. (2014). Invited review: Antibiotic treatment of
metritis in dairy cows: A systematic approach. Journal of dairy
science, 97(11), 6649-6661.
Halasa T, Nielen M, van Werven T, Hogeveen H. 2010. A simulation
model to calculate costs and benefits of dry period interventions in
dairy cattle. Livest Sci. 129:80-87.
Halidi, R. & Rachmawati, D. 2020. Ramai Diburu, Berapa Jumlah Konsumsi
Susu Rata-Rata Di Indonesia. Diakses pada 11 November 2021 dari
https://www.suara.com/health/2021/07/13/215755/ramai-diburu-berapa-
jumlah-konsumsi-susu-rata-rata-orang-indonesia#:~:text=Badan%20Pusat
%20Statistik%20pada%20tahun,kg%20per%20kapita%20per%20tahun.
Holtenius K, Persson Waller K, Essén-Gustavsson B, Holtenius P, Hallén
Sandgren C. 2004. Metabolic parameters and blood leukocyte profiles in
cows from herds with high or low mastitis incidence. Vet J. 168:65-73.
Islam MA, Islam MZ, Islam MA, Rahman MS, Islam MT. 2011. Prevalence
of subclinical mastitis in dairy cows in selected areas of Bangladesh.
Bangladesh J Vet Med. 9:73-78.
Johnny, F., & Roza, D. (2014). Infeksi Bakteri Vibrio alginolyticus pada Lumba-
Lumba Hidung Botol, Tursiops aduncus yang Dipelihara di Lovina,
Singaraja, Bali. Berita Biologi, 13(3), 295-300.
Kahn CM. 2010. Cystic Ovary Disease 10th ed. Newyork (USA): The Merck
Veterinary Manual
Kloosterman P. 2007. Laminitis – prevention, diagnosis, and treatmen. WCDS
Advances in Dairy Technology. 19: 157-166.
Krpálková L., Cabrera V.E., Zavadilová L., and Štípková M. (2019). The
importance of
hoof health in dairy production. Czech J. Anim. Sci., 64: 107-117

45
Liang, R., Gandhi, J., Rahmani, B., & Khan, S. A. (2020). Uterine torsion: A
review with critical considerations for the obstetrician and
gynecologist. Translational Research in Anatomy, 21, 100084.
Lukman A, Ratnawati D, Wulan C,. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan
Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Pasuruan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan.
Lyons, N., Gordon, P., Borsberry, S., Macfarlane, J., Lindsay, C., & Mouncey, J.
(2013). Clinical Forum: Bovine uterine torsion: a review. Livestock, 18(1),
18-24.
Manan D. 2002. Pengetahuan Kebidanan pada Ternak. Jakarta: Proyek
Peningkatan Penelitian Perguruan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Mekonnen, M. H., Asmamaw, K., Courreau, J. F., 2006. Husbandry practices and
health in smallholder dairy farms near Addis Ababa, Ethiopia. Prev Vet
Med. 74(2):99- 107
Mueller, K. (2011). Diagnosis, treatment and control of left displaced abomasum
in cattle. In Practice, 33(9), 470-481.
Nelson, S. T., Martin, A. D., & Østerås, O. (2010). Risk factors associated with
cystic ovarian disease in Norwegian dairy cattle. Acta Veterinaria
Scandinavica, 52(1), 1-10.
Nocek, J. (2011). Hoof Lameness: Managing Cow Comfort to Reduce
Lameness. Omaha: Biovance Technology, NE.
Pascal, N., Basole, K. O., d’Andre, H. C., & Omedo, B. B. (2021). Risk factors
associated with endometritis in zero-grazed dairy cows on smallholder
farms in Rwanda. Preventive veterinary medicine, 188, 105252.
Rahayu ID. 2009. Kerugian ekonomi mastitis subklinis pada sapi perah.
UniversitasMuhammadiyah Malang [Internet]. [disitasi 18 Maret
2015]. Tersedia dari: http://www.umm.ac.id/fapet/ekonomi-mastitis
Rista. 2011. Hubungan retensio sekundinae dan endometritis Dengan Efisiensi
Reproduksi Pada Sapi Perah, Studi Kasus Di Koperasi Peternak Sapi
Bandung Utara (Kpsbu) Lembang, Jawa Barat. Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Rempiss, S., H. Steingass, L. Gruber and H. Schenkel. 2011. Effects of energy
intake on performance, mobilization and retention of body tissue, and
metabolic parameters in dairy cows with special regard to effects of pre-
partum nutrition on lactation - A Review. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 24(4):
540 – 572

46
Rusnanda, M. (2017). Manajemen Pemeliharaan Induk Laktasi di Peternakan Sapi
Perah Pada PT. Agro Lestari Sarr Kecamatan lembah Seulawah Aveh
Besar. ETD Unsyiah.
Samad MA. 2008. Animal husbandry and veterinary science. Vol. II. Mymensingh
(Bangladesh): Bangladesh Agricultural University
Samkhan. Analisis ekonomi Brucellosis dalam menyongsong penanggulangan,
pemberantasan, dan pembebasan Brucellosis di Indonesia Tahun 2025.
Buletin Laboratorium Veteriner. 2014;14(1)1-5
Shidiq, T. F. & Sagita, M. 2020. Mengapa Tingkat Konsumsi Susu Nasional
Rendah. Diakses pada 11 November 2021 Dari
https://kumparan.com/kumparanfood/mengapa-tingkat-konsumsi-susu-
nasional-rendah-1snKXfI0V8P/full
Sudarwanto M, Latif H, Noordin M. 2006. The relationship of the somatic
cell counting to sub-clinical mastitisand to improve milk quality. In:
Proceedings of the 1st International AAVS Scientific Conference.
Jakarta, 11-13 July 2006. Bogor (Indonesia): Faculty of Veterinary
Medicine, Bogor Agricultural University
Solfaine, R., & Lestari, B. A. (2014). Kasus hipokalsemia pada sapi perah FH dI
KUD Tani Wilis Sendang Tulung Agung. VITEK: Bidang Kedokteran
Hewan, 4.
Yusuf JJ. 2016. A review on retention of placenta in dairy cattles. International
Journal of Veterinary Science. 5(4):200-207.
Wathes DC. Cheung MA. Fitzpatrick. Patton J. 2011. Influence of energy balance
somatotrophic axis and metalloproteinase expression in the endometrium
of the post partum dairy cow. Reproduction. 141:269-281

47
LAMPIRAN KEGIATAN

ROTASI MAGANG SAPI PERAH DI PANGALENGAN

Nama : Satria Ardi Tama

NPM : 130212200027

No Hari, tanggal Kegiatan, Pembimbing Deskripsi Kegiatan


dan Lokasi
Senin, 25 Oktober Pengarahan kegiatan
1 2021 magang di Kantor
KPBS.
Pemeriksaan Kesehatan
Sapi Perah bersama
Drh. Triyono
Anamnesa : Sapi mengalami kesulitan
berdiri setelah 1 bulan melahirkan, sapi
memiliki riwayat hipokalsemia dan
sudah laktasi ke 5.
Sinyalemen : Sapi FH milik bapak
endang warso dengan eartag 0027454
Hasil Pemeriksaan : BCS 2 Suhu 38,5
RR, 32 dan HR 40, sapi sulit berdiri
walaupun sudah diberi rangsangan
Diagnosa : Negative Energy Balance
Treatment : Diberi infus Inadex 40 yang
mengandung Dextrose

Anamnesa : Sapi mengalami penurunan


nafsu makan terutama terhadap
konsentrat. Sapi sedang bunting 9 bulan
dan menurut perkiraan 10 hari lagi akan
melahirkan. Sapi merupakan sapi dara
yang baru pertama bunting
Sinyalemen : Sapi FH milik Bapak Ayi
Suherman dengan nomor eartag F63540
Hasil Pemeriksaan : Didapatkan Adanya

48
Jendolan di area abdomen sebelah
kiridekat dengan costae terakhir, saat
diauskultasi suara cukup nyaring
Diagnosa : LDA
Treatment : Dilakukan operasi Right
Flank Abomasopexy
2 Selasa, 26 Oktober Pemeriksaan Kesehatan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
2021 Sapi Perah bersama dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
Bapak Ajang di wilayah TPK Cipanas
Wilayah TPK Cipanas Sinyalemen :
(Pangalengan, Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
Kabupaten Bandung) teramati berwarna kemerahan dan
keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)
3 Rabu, 27 Oktober Pemeriksaan Kesehatan
2021 Sapi Perah bersama
Bapak Ajang di
Wilayah TPK Cipanas
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung)
Anamnesa : Sapi mengalami kesulitan
berdiri setelah dilakukan pemotongan
kuku
Sinyalemen : Sapi FH milik Bapak
Wawan dengan nomor eartag E59392
Hasil Pemeriksaan :Kuku kaki belakang
sebelah kanan mengalami perlukaan
Diagnosa : Laminitis akibat traumatik
Treatment : Tolfedin 10 mL (IM)
Anamnesa : Beberapa ekor sapi
dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
wilayah TPK Cipanas
Sinyalemen :
Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
teramati berwarna kemerahan dan
keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)

4 Kamis, 28 Oktober Pemeriksaan Kesehatan


2021 Sapi Perah bersama
Bapak Pendi di
Wilayah TPK Cipanas
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung)

49
Anamnesa : Seekor Sapi dilaporkan
memberikan tanda-tanda kelahiran
setelah beberapa jam. Sapi sudah
melahirkan ke 4 kalinya
Sinyalemen : Sapi FH milik Bapak
Maman dengan nomor eartag F63858
Hasil Pemeriksaan : Fetus dalam tubuh
induk ada posisi dorsoventral
Diagnosa : Distokia
Treatment : Dilakukan reposisi dan
penarikan fetus, Penyuntikan oksitosin 4
mL, dan Vitamin B Kompleks 15 mL
5 Jumat, 29 Oktober Pemeriksaan Kesehatan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
2021 Sapi Perah bersama dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
Bapak Pendi di wilayah TPK Cipanas
Wilayah TPK Cipanas Sinyalemen :
(Pangalengan, Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
Kabupaten Bandung) teramati berwarna kemerahan dan
keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)
6 Sabtu, 30 Oktober Pemeriksaan Kesehatan
2021 Sapi Perah bersama
Bapak Pendi di
Wilayah TPK Cipanas
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung)
Anamnesa : Seekor Sapi FH laktasi ke 5
sedang bunting 9 bulan menunjukkan
tanda-tanda lahir pada pagi hari sekitar
pukul 5 pagi. Pada pukul 10 pagi sapi
tak kunjung melahirkan.
Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam
putih dengan eartag 63844 milik Bapak
Maman
Hasil Pemeriksaan : Palpasi pervaginal
terasa terpuntir ke sebelah kiri kurang
lebih 180 o
Diagnosa : Torsio Uteri
Treatment : Dilakukan Penggulingan
berlawanan arah jarum jam sebanyak 2
kali dengan menahan fetus dan
pemberian Oksitosin 4 mL (IM) dan
Vitamin B12 15 mL (IM)
7 Senin, 1 NovemberPemeriksaan Kesehatan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
2021 Sapi Perah bersama dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
Bapak Sopian di wilayah TPK Los Cimaung

50
Wilayah TPK Los Sinyalemen :
Cimaung 1 Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan
Kabupaten Bandung) keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)
8 Selasa, 2 NovemberPemeriksaan Kesehatan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
2021 Sapi Perah bersama dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
Bapak Sopian di wilayah TPK Los Cimaung
Wilayah TPK Los Sinyalemen :
Cimaung 1 Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan
Kabupaten Bandung) keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)
Anamnesa
Sinyalemen : Sapi FH milik Bapak
dengan nomor eartag
Hasil Pemeriksaan :
Diagnosa :
Treatment :
9 Rabu, 3 Pemeriksaan Kesehatan
November 2021 Sapi Perah bersama
Bapak Sopian di
Wilayah TPK Los
Cimaung 1
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung) Anamnesa : Seekor Sapi pada tanggal 3
November 2021 pagi hari dilaporkan
ambruk setelah melahirkan anaknya.
anaknya dilahirkan pada tanggal 2
November 2021 siang hari. Sapi
mengalami penurunan nafsu makan
terhadap konsentrat sejak malam hari
Sinyalemen : Sapi FH milik Bapak Alit
dengan nomor eartag 1119
Hasil Pemeriksaan : Sapi berbaring dan
sulit untuk diberdirikan.
Diagnosa : Hipokalsemia
Treatment : Pemberian infus CANIMAG-P
secara IV dan pemberian Vitamin B
Kompleks 15 mL IM
10 Kamis, 4 NovemberPemeriksaan Kesehatan Kegiatan yang dilakukan adalah berlatih
2021 Sapi Perah bersama memeriksa sapi yang birahi dan bunting,
Drh. Tri Abadi di dan melakukan teknik pemberian obat
Kandang Koloni antibiotik intrauterin

51
11 Jumat, 5 NovemberPemeriksaan Kesehatan
2021 Sapi Perah bersama
Bapak Sopian di
Wilayah TPK Los
Cimaung 1
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung) Anamnesa : Sapi yang sedang bunting 8
bulan tiba-tiba keluar lendir kotor
(kokotor)
Sinyalemen : Sapi FH milik Bapak
Sulaeman dengan nomor eartag B 4656
Hasil Pemeriksaan : Palpasi perektal
terasa fetus di dalamnya sudah tidak
hidup
Diagnosa : Abortus
Treatment : Diberi Vitamin B Kompleks
15 mL
Anamnesa : Seeor sapi dilaporkan birahi
kembali setelah 18 hari yang lalu
dilakukan IB
Sinyalemen : Sapi FH dengan nomor
eartag 63543
Hasil Pemeriksaan : Sapi birahi
Diagnosa : repeat breeder akibat salah
perkiraan waktu IB
Treatment : Dilakukan IB kembali
12 Sabtu, 6 NovemberPemeriksaan Kesehatan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
2021 Sapi Perah bersama dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
Bapak Sopian di wilayah TPK Los Cimaung
Wilayah TPK Los Sinyalemen :
Cimaung 1 Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan
Kabupaten Bandung) keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)
13 Senin, 8 NovemberPemeriksaan Kesehatan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
2021 Sapi Perah bersama dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
Bapak Pendi di wilayah TPK Cipanas
Wilayah TPK Cipanas Sinyalemen :
(Pangalengan, Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
Kabupaten Bandung) teramati berwarna kemerahan dan
keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)

52
Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan
memiliki ciri-ciri kesakitan saat
menumpu
Sinyalemen : Sapi ayshirea milik
BapakNandang dengan nomor eartag
E56528
Hasil Pemeriksaan : Kaki sebelah kiri
belakang terdapat luka
Diagnosa : vulnus di kaki
Treatment : diberikan tolfedine 15 mL
IM
14 Selasa, 9 NovemberPemeriksaan Kesehatan
2021 Sapi Perah bersama
Bapak Pendi di
Wilayah TPK Cipanas
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung)

Anamnesa : Seekor sapi FH dilaporkan


mengalami birahi berulang setelah 2
bulan lalu dilakukan IB, sapi memilii
nafsu pakan yang baik
Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam
putih dengan eartag E55583 milik
Bapak Awang
Hasil Pemeriksaan : Inspeksi sapi
memiliki BCS 3, palpasi per rektal
didapati ukuran ovarium sebelah kanan
besar seperti bola bekel
Diagnosa : Cystic ovari
Treatment : Injeksi PGF2alfa secara IM dan
pemberian vitamin A, D, dan E 10 mL
Anamnesa : Beberapa ekor sapi
dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
wilayah TPK Cipanas
Sinyalemen :
Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
teramati berwarna kemerahan dan
keluar lendir dari vulva

53
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)
15 Rabu, 10 NovemberPemeriksaan Kesehatan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
2021 Sapi Perah bersama dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
Bapak Pendi di wilayah TPK Cipanas
Wilayah TPK Cipanas Sinyalemen :
(Pangalengan, Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
Kabupaten Bandung) teramati berwarna kemerahan dan
keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)
16 Kamis, 11 Pemeriksaan Kesehatan Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan tiba-
November 2021 Sapi Perah bersama tiba tidak mau makan dan gelisah
Bapak Pendi di dengan ciri-ciri berdiri, berbaring secara
Wilayah TPK Cipanas berulang. Sapi mengalami perubhan
(Pangalengan, perilaku pada pukul 7 malam
Kabupaten Bandung) Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam
putih dengan eartag C8564 milik Bapak
Urek
Hasil Pemeriksaan : Inspeksi Sapi
berbaring, nafas tidak teratur, frekuensi
nafas 84 kali/menit, BCS 2,5
abdomen nyaring
Diagnosa : Kolik
Treatment : Diberikan V-Tropin (Atropin
Sulfat) IV
Diinjeksi Infalgin IM
Pemberian Minyak Kelapa PO
17 Jumat, 12 Pemeriksaan Kesehatan Anamnesa : seekor sapi bunting 5 bulan
November 2021 Sapi Perah bersama dilaporkan mengeluarkan cairan kotor
Bapak Pendi di dari vulva (Kokotor)
Wilayah TPK Cipanas Sinyalemen : Sapi FH berwarna hitam
(Pangalengan, putih
Kabupaten Bandung) Hasil Pemeriksaan : Saluran reproduks
terpuntir
Diagnosa : Torsio uteri disertai Abortus
Treatment : Afkir
18 Sabtu, 13 November
Pemeriksaan Kesehatan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
2021 Sapi Perah bersama dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
Bapak Pendi di wilayah TPK Cipanas
Wilayah TPK Cipanas Sinyalemen :
(Pangalengan, Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
Kabupaten Bandung) teramati berwarna kemerahan dan
keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)

54
22 Senin, 15 November
Pemeriksaan Kesehatan
2021 Sapi Perah bersama
Bapak Sopian di
Wilayah TPK Los
Cimaung 1
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung) Anamnesa : Seekor Sapi dilaporkan
keluar cairan berwarna merah
kecoklatan dengan jumlah yang cukup
banyak sudah berjalan 7 hari. Sapi 10
hari yang lalu melahirkan normal dan
mengalami retensio plasenta, sapi juga
mengalami penurunan nafsu makan.
Sapi sudah 3 kali laktasi.
Sinyalemen : Sapi Jersy Berwarna
coklat dengan eartag milik Bapak
Warmo Sugandi
Hasil Pemeriksaan : Palpasi per-rektal,
keluar cairan berwarna merah
kecoklatan dan berbau
Diagnosa : Metritis
Treatment : Diberikan PenStrep-400® +
NaCl (1:3) 20 mL intrauterin
23 Selasa, 16 Melakukan PemotonganMengamati teknik pemotongan kuku rutin
November 2021 kuku rutin bersama A yang dilakukan petugas KPBS di
Andri di wilayah TPK lapangan.
Cipanas (Pengalengan,
Kabupaten Bandung)

24 Rabu, 17 NovemberPemeriksaan Kesehatan


Anamnesa : Beberapa ekor sapi
2021 Sapi Perah bersama dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
Bapak Sopian di
wilayah TPK Los Cimaung
Wilayah TPK Los Sinyalemen :
Cimaung 1
Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan
Kabupaten Bandung) keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)
25 Kamis, 18 Pemeriksaan Kesehatan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
November 2021 Sapi Perah bersama dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
Bapak Sopian di wilayah TPK Los Cimaung
Wilayah TPK Los Sinyalemen :
Cimaung 1 Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan
Kabupaten Bandung) keluar lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan : Inseminasi Buatan (IB)

55
26 Jumat, 19 Pemeriksaan Kesehatan
November 2021 Sapi Perah bersama
Bapak Pendi di
Wilayah TPK Cipanas
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung)

Nama : Ismaya Jatiswara

NPM : 130212200030

Lampiran 1 Tabel Kegiatan Harian

No Tanggal Kegiatan, Deskripsi Kegiatan


Pembimbing dan
Lokasi
1 Senin, 25 Penanganan kasus
Oktober 2021 metabolik,
Pemeriksaan
Kesehatan Sapi Perah
bersama Drh. Triono
di Wilayah TPK Los
Cimaung 1
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung)

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


ambruk setelah melahirkan
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : Secara inspeksi sapi
tidak mau berdiri
Diagnosa : Negative energy Balance
Tindakan Treatment : Infus dengan
menggunakan Infus intravena dengan
infadex 40 500 mL (Dextrose 40%)

2 Selasa, 26 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


Oktober 2021 Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
bersama Bapak wilayah TPK Los Cimaung 1 dan 2
Sopian di Wilayah Sinyalemen :

56
TPK Los Cimaung 1 Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


peternak mengalami penurunan nafsu
makan.
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : -
Tindakan Treatment : Injeksi Vitaplek – B
Inj Meyer sebanyak mL IM

3 Rabu, 27 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


Oktober 2021 Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
bersama Bapak wilayah TPK Los Cimaung 1 dan 2
Sopian di Wilayah Sinyalemen :
TPK Los Cimaung 1 Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

57
Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan
plasentanya tidak keluar setelah
melahirkan
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : dilakukan palpasi
rektal dan terdapat plasenta
Diagnosa : Retensio Plasenta
Tindakan Treatment : Diberikan injeksi
tolfedin, injeksi Bio Energy Inj.®20 ml, dan
antibiotic penstrep

4 Kamis, 28 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


Oktober 2021 Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
bersama Bapak wilayah TPK Los Cimaung 1 dan 2
Sopian di Wilayah Sinyalemen :
TPK Los Cimaung 1 Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

Pemeriksaan
Kesehatan Sapi Perah
bersama Bapak
Sopian di Wilayah
TPK Los Cimaung 1
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung)

Anamnesa : Dilaporkan terdapat


beberapa sapi post partus di Los Cimaung

58
Sinyalemen : Setelah dilakukan palpasi
vaginal didapat plasenta sudah lepas dan
anak lahir dengan normal
Diagnosa : Hewan partus dengan normal
Tindakan Treatment : Injeksi Vitamin B-12
– Inj MEYER® secara IM

5 Jumat, 29 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


Oktober 2021 Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
bersama Bapak wilayah TPK Los Cimaung 1 dan 2
Sopian di Wilayah Sinyalemen :
TPK Los Cimaung 1 Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


peternak mengalami penurunan nafsu
makan.
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : -
Tindakan Treatment : Injeksi Vitaplek – B
Inj Meyer sebanyak 20 mL IM

6 Sabtu, 30 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


Oktober 2021 Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
bersama Bapak wilayah TPK Los Cimaung 1 dan 2
Sopian di Wilayah Sinyalemen :
TPK Los Cimaung Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar

59
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


peternak mengalami penurunan nafsu
makan.
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : -
Tindakan Treatment : Injeksi Vitaplek – B
Inj Meyer sebanyak 20 mL IM

7 Senin, 1 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak Pendi wilayah TPK Los Cimaung 1 dan 2
di Wilayah TPK Sinyalemen :
Cipanas Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

60
Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan diare
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : Indigesti
Tindakan Treatment : Diberikan injeksi
Infalgin sebanyak 20 mL IM, Infus NaCl

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan tidak


mengalami estrus
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : Secara palpasi rektal
Diagnosa : -
Tindakan Treatment : Injeksi hormon

61
Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan
ambruk
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : Secara inspeksi sapi
tidak mau berdiri
Diagnosa : Hipokalsemia
Tindakan Treatment : Infus dengan
menggunakan CANIMAG – P® dan
injeksi Bio Energy Inj.®20 ml

8 Selasa, 2 Pemeriksaan
November Kesehatan Sapi Perah
2021 bersama Bapak Pendi
di Wilayah TPK
Cipanas
(Pangalengan,
Kabupaten Bandung)

Anamnesa: Sapi tidak mengalami estrus


dalam waktu yang lama
Sinyalelemen: Sapi betina FH berwarna
hitam putih
Hasil Pemeriksaan: Inspeksi terdapat
bercak berwarna putih yang keluar dari
Vulva
Diagnosa: Endometritis
Tindakan Treatment : Penstrep + NaCL
sebanyak 20 mL (Intra Uterine)
9 Rabu, 3 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak Pendi wilayah TPK Cipanas
di Wilayah TPK Sinyalemen :
Cipanas Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva

62
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

Anamnesa: Seekor sapi dilaporkan


mengalami penurunan nafsu makan
pasca bunting
Sinyalelemen: Sapi betin FH berwarna
hitam dan putih
Hasil Pemeriksaan: Auskultasi terdapat
suara “ping sound” pada daerah costae
11, 12, dan 13 sebelah kanan
Diagnosa: Right Displaced Abomasum
Tindakan Treatment: Pembedahan
laparotomi dan abomasopexy. Injeksi
PenStrep-400® secara IM, Infus Infadex-
40® secara IV dan pemberian

10 Kamis, 4 Pemeriksaan Kegiatan yang dilakukan adalah berlatih


November Kesehatan Sapi Perah memeriksa sapi yang birahi dan bunting,
2021 bersama Drh. Tri dan melakukan teknik pemberian obat
Abadi di Kandang antibiotik intrauterin
Koloni
11 Jumat, 5 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak Pendi wilayah TPK Cipanas
di Wilayah TPK Sinyalemen :
Cipanas Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan

63
(IB)

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


plasentanya tidak keluar setelah
melahirkan
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : dilakukan palpasi
rektal dan terdapat plasenta
Diagnosa : Retensio Plasenta
Tindakan Treatment : Diberikan injeksi
Bio Energy Inj.®20 ml, dan antibiotic
penstrep

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


plasentanya tidak menumpu pada satu
kaki, terdapat penurunan nafsu makan
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : dilakukan inspeksi
pada kuku dan terlihat adanya kerusakan
pada wall kuku
Diagnosa : Laminitis
Tindakan Treatment : Injeksi Interflox®
dan Melovem® secara IM

12 Sabtu, 6 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak Pendi wilayah TPK Cipanas
di Wilayah TPK Sinyalemen :
Cipanas Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan

64
(IB)

Anamnesa: Sapi tidak mengalami estrus


dalam waktu yang lama
Sinyalelemen: Sapi betina FH berwarna
hitam putih
Hasil Pemeriksaan: Inspeksi terdapat
bercak berwarna putih yang keluar dari
Vulva
Diagnosa: Endometritis
Tindakan Treatment : Penstrep + NaCL
sebanyak 20 mL (Intra Uterine)

13 Senin, 8 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak wilayah TPK Los Cimaung 1 dan 2
Sopian di Wilayah Sinyalemen :
TPK Los Cimaung 1 Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

Anamnesa: Sapi menunjukan kesulitan

65
dalam kelahiran
Sinyalelemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan: Setelah dilakukan
palpasi vaginal didapat bahwa posisi sapi
sulit untuk keluar dan perlu bantuan
untuk melahirkan
Diagnosis: Kesulitan lahiran
Tindakan Treatment: Dilakukan
penggulingan berkali-kali hingga posisi
anak sesuai jalan lahir dan dilakukan
penarikan

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


peternak mengalami penurunan nafsu
makan.
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : -
Tindakan Treatment : Injeksi Vitaplek – B
Inj Meyer sebanyak mL IM

14 Selasa, 9 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak wilayah TPK Los Cimaung 1 dan 2
Sopian di Wilayah Sinyalemen :
TPK Los Cimaung 1 Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

66
Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan
plasentanya tidak keluar setelah
melahirkan
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : dilakukan palpasi
rektal dan terdapat plasenta
Diagnosa : Retensio Plasenta
Tindakan Treatment : Diberikan injeksi
tolfedin, injeksi Bio Energy Inj.®20 ml, dan
antibiotic penstrep

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


ambruk
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : Secara inspeksi sapi
tidak mau berdiri
Diagnosa : Hipokalsemia
Tindakan Treatment : Infus dengan
menggunakan CANIMAG – P® dan
injeksi Bio Energy Inj.®20 ml
15 Rabu, 10 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
bersama Bapak

67
2021 Sopian di Wilayah wilayah TPK Los Cimaung 1 dan 2
TPK Los Cimaung 1 Sinyalemen :
(Pangalengan, Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
Kabupaten Bandung) teramati berwarna kemerahan dan keluar
lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)
Anamnesa : Dilaporkan terdapat
beberapa sapi post partus di Los Cimaung
Sinyalemen : Setelah dilakukan palpasi
vaginal didapat plasenta sudah lepas dan
anak lahir dengan normal
Diagnosa : Hewan partus dengan normal
Tindakan Treatment : Injeksi Vitamin B-12
– Inj MEYER® secara IM

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


peternak mengalami penurunan nafsu
makan.
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : -
Tindakan Treatment : Injeksi Vitaplek – B
Inj Meyer sebanyak 20 mL IM

16 Kamis, 11 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak wilayah TPK Los Cimaung 1 dan 2
Sopian di Wilayah Sinyalemen :
TPK Los Cimaung Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar

68
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


peternak mengalami penurunan nafsu
makan.
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : -
Tindakan Treatment : Injeksi Vitaplek – B
Inj Meyer sebanyak 20 mL IM

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan tidak


mengalami estrus
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : Secara palpasi rektal
Diagnosa : Freemartin
Tindakan Treatment : Injeksi hormon

69
Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan diare
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : Indigesti
Tindakan Treatment : Diberikan injeksi
Infalgin sebanyak 20 mL IM, Infus NaCl

Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan


ambruk
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : Secara inspeksi sapi
tidak mau berdiri
Diagnosa : Hipokalsemia
Tindakan Treatment : Infus dengan
menggunakan CANIMAG – P® dan
injeksi Bio Energy Inj.®20 ml

17 Jumat, 12 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak wilayah TPK Los Cimaung
Sopian di Wilayah Sinyalemen :

70
TPK Los Cimaung Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan (IB)

Anamnesa: Sapi tidak mengalami estrus


dalam waktu yang lama
Sinyalelemen: Sapi betina FH berwarna
hitam putih
Hasil Pemeriksaan: Inspeksi terdapat
bercak berwarna putih yang keluar dari
Vulva
Diagnosa: Endometritis
Tindakan Treatment : Penstrep + NaCL
sebanyak 20 mL (Intra Uterine)

18 Sabtu, 13 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak wilayah TPK Los Cimaung
Sopian di Wilayah Sinyalemen :
TPK Los Cimaung Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan (IB)
19 Senin, 15 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak Pendi wilayah TPK Cipanas
di Wilayah TPK Sinyalemen :
Cipanas Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

71
Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan
plasentanya tidak keluar setelah
melahirkan
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : dilakukan palpasi
rektal dan terdapat plasenta
Diagnosa : Retensio Plasenta
Tindakan Treatment : Diberikan injeksi
Bio Energy Inj.®20 ml, dan antibiotic
penstrep

Anamnesa: Sapi tidak mengalami estrus


dalam waktu yang lama
Sinyalelemen: Sapi betina FH berwarna
hitam putih
Hasil Pemeriksaan: Inspeksi terdapat
bercak berwarna putih yang keluar dari
Vulva
Diagnosa: Endometritis
Tindakan Treatment : Penstrep + NaCL
sebanyak 20 mL (Intra Uterine)
20 Selasa, 16 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak Pendi wilayah TPK Cipanas
di Wilayah TPK Sinyalemen :
Cipanas Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

72
Anamnesa : Seekor sapi dilaporkan
peternak mengalami penurunan nafsu
makan.
Sinyalemen : Satu ekor sapi betina ras
Frisian Holstein (FH) berwarna hitam dan
putih
Hasil Pemeriksaan : -
Tindakan Treatment : Injeksi Vitaplek – B
Inj Meyer sebanyak 20 mL IM

21 Rabu, 17 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi


November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak Pendi wilayah TPK Cipanas
di Wilayah TPK Sinyalemen :
Cipanas Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)
22 Kamis, 18 Pemeriksaan Anamnesa : Beberapa ekor sapi
November Kesehatan Sapi Perah dilaporkan menunjukkan gejala birahi di
2021 bersama Bapak Pendi wilayah TPK Cipanas
di Wilayah TPK Sinyalemen :
Cipanas Hasil Pemeriksaan : Pada inspeksi vulva
(Pangalengan, teramati berwarna kemerahan dan keluar
Kabupaten Bandung) lendir dari vulva
Diagnosa : Estrus
Tindakan Treatment : Inseminasi Buatan
(IB)

73
1

Anda mungkin juga menyukai