Anda di halaman 1dari 43

TUGAS MATA KULIAH

ILMU BEDAH UMUM VETERINER

CASTING PADA BABI

KELOMPOK 3:

Ramadhan 1909511050
Devina Saraswati 1909511051
Putu Arya Duta Adnyana 1909511053
Ardhita Nurma Gupita 1909511054
Nevi 1909511055
Rindar Mentari Nusanti Putri 1909511056
Luh Putu Syamadina Pramesya Nareswari 1909511074
Divina Gracia Aviela Simanjuntak 1909511094

KELAS B

LABORATORIUM BEDAH VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2021
RINGKASAN

Casting adalah proses handling yang dilakukan dengan cara merobohkan hewan kesisi
kanan atau kiri tanpa menyakiti hewan tersebut. Dalam melakukan casting harus dilakukan
dengan metode yang tepat. Setiap hewan perlu diperhatikan cara penanganannya, termasuk
babi agar tidak terjadi kecelakaan ketika hewan dihandling. Babi merupakan hewan yang sulit
untuk dilatih, sehingga cara khusus dan keterampilan yang baik sangat diperlukan. Casting
pada babi dapat dilakukan dengan cara merobohkan babi dengan tangan, kekangan peroboh,
rope-board cast, hopel kaki belakang, hopel Inggris, meja leahy, Birch method, dan metode
lainnya.
Casting jenis rope-board cast merupakan teknik yang dilakukan dengan mengikat salah satu
sisi kaki depan dengan kaki belakang lalu tempatkan sebuah papan pada samping tubuh babi.
Casting dengan hopel kaki belakang merupakan satu cara terbaik untuk merobohkan dan
mengekang seekor babi besar karena upaya yang diperlukan minimal. Hopel Inggris
merupakan suatu cara yang praktis dan cepat untuk merobohkan seekor babi serta pengekangan
sempurna dari keempat kakinya setelah hewan itu roboh. Casting dengan hopel Inggris
merupakan cara yang baik untuk kastrasi, memotong taring dan kuku. Teknik casting dengan
meja Leahy merupakan teknik dimana, pada daun meja terdapat dua papan yang membentuk
galur untuk menampung babi agar diam dan mencegahnya berguling dan bergerak bebas.
Sedangkan metode Birch merupakan metode dimana ekor babi di genggam dan salah satu kaki
belakang di pegang dan biasanya digunakan pada babi dengan berat 110-120 kg. Selain jenis-
jenis casting di atas, beberapa jenis lainnya yaitu, dengan hock hobble dan tali moncong, serta
teknik dengan tali pendek.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan paper mata kuliah Ilmu Bedah Umum
Veteriner dengan judul “Casting pada Babi” ini tepat waktu. Dengan dibuatnya paper ini,
kelompok kami berharap agar dapat ilmu tentang casting pada babi di dalamnya dapat
bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana serta pembaca
lainnya.
Paper ini dapat diselesaikan karena bantuan berbagai pihak. Maka dari itu, terima kasih
kami ucapkan kepada:
1. Dr. drh. I Ketut Anom Dada, M.S.
2. drh. Anak Agung Gde Jaya Wadhita, M.Kes.
3. drh. I Gusti Agung Gde Putra Pemayun, M.P.
4. drh. I Wayan Gorda, M.Kes.
5. Dr. drh. I Gusti Ngurah Sudisma, M.Si.
6. drh. I Wayan Wirata, M.Sc.
Selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Bedah Umum Veteriner yang telah
membimbing penyelesaian tugas ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman
yang telah memberi masukannya dalam proses penyusunan paper ini hingga dapat
terselesaikan.
Kelompok kami telah berusaha dengan maksimal dalam menyelesaikan paper ini untuk
mendapatkan hasil sebaik-baiknya. Tetapi, kami sadari bahwa paper ini masih jauh dari
kesempurnaan dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karenanya, kami harapkan kritik serta saran
dari pembaca sehingga pada tugas selanjutnya dapat ditingkatkan.

Denpasar, 6 Oktober 2021


Hormat kami,

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

RINGKASAN………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….......... ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. iii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………......... iv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………......... v
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 1
1.3 Tujuan…………………………………………………………….......... 1
1.4 Manfaat………………………………………………………………… 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………… 3
2.1 Definisi Casting……………………………………………………….. 3
2.2 Karakteristik Babi……………………………………………………… 3
2.3 Klasifikasi Ilmiah dan Jenis Babi……………………………………… 3
BAB III PEMBAHASAN…………………………………………………………... 6
3.1 Pengertian Casting……………………………………………………... 6
3.2 Jenis Casting pada Babi………………………………………………... 6
3.2.1 Merobohkan Babi dengan Tangan………………………….......... 6
3.2.2 Kekangan Peroboh………………………………………….......... 7
3.2.3 Rope-Board Cast…………………………………………………. 8
3.2.4 Hopel Kaki Belakang……………………………………….......... 8
3.2.5 Hopel Inggris……………………………………………….......... 9
3.2.6 Meja Leahy…………………………………………………......... 10
3.2.7 Birch Method……………………………………………….......... 11
3.2.8 Jenis Casting Lain………………………………………………... 11
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………......... 13
4.1 Kesimpulan……………………………………………………….......... 13
4.2 Saran…………………………………………………………………… 13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… 14

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Merobohkan Babi dengan Tangan 6


Gambar 2. Langkah pertama merobohkan babi dengan tali 7
Gambar 3. Babi yang telah dirobohkan dengan tali 7
Gambar 4. Posisi Rope-Board Case untuk menganastesi babi 8
Gambar 5. Posisi Hopel Kaki Belakang untuk menganastesi babi 9
Gambar 6. Prosedur casting menggunakan tali moncong dan half hitch 11
Gambar 7. Prosedur casting berhasil 12
Gambar 8. Prosedur casting untuk babi besar: amankan daerah moncong terlebih 12
dahulu kemudian ikat tali

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Fowler, M. 2008. Restraint and Handling of Wild and Domestic Animals. Third
Edition. Blackwell Publishing: Iowa. USA, 149-150
Lampiran 2. Awaludin, Aan., Nugraheni, Yudhi Ratna., dan Nusantoro, Suluh. 2017. Teknik
Handling Dan Penyembelihan Hewan Qurban. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Peternakan. Vol. 2 No. 2 Hal. 84-97.
Lampiran 3. Driessen, Bert dkk. 2013. Practical handling skills during road transport of
fattening pigs from farm to slaughterhouse: A brief review. Vol.4, No.12, 756-761
(2013) Agricultural Sciences.

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Restrain adalah menghalangi gerak/aksi dari hewan sapi sehingga dapat
menghindari/mengurangi bahaya untuk dokter hewan, asisten maupun sapi itu sendiri. Bahaya
tersebut dapat berupa sepakan, desakan, injakan dari sapi pada waktu sapi akan diperiksa
kesehatannya, dilakukan pemeriksaan, pengobatan, dioperasi, dibersihkan, maupun pada
waktu akan diperah. Bahaya atau resiko untuk sapinya sendiri dapat berupa luka benturan
karena sepakan yang mengenai dinding kandang yang tajam atau keras seperti paku, potongan
kayu dan lain sebagainya yang dapat menyebabkan luka memar atau tergores dan pendarahan
sampai patah tulang. Casting adalah cara merebahkan hewan untuk tindakan medis dan
pembedahan. Untuk casting pada sapi bisa menggunakan tali yang dililit kebagian ektremitas
caudal dari arah punggung kemudian ke arah abdomen dan ditarik secara berlahan maka sapi
akan rebah secara perlahan.
Metode restrain dan casting bermacam-macam dan sangat tergantung pada cara
penanganan hewannya dan yang baik adalah penanganan yang lembut tetapi tegas. Dalam
melakukan restrain haruslah tenang, percaya pada kemampuan, tidak ragu-ragu, waspada, dan
tidak sembarangan. Sebelum bertindak haruslah merencanakan metodenya serta menyiapkan
peralatannya.
Restrain untuk mengalihkan perhatian babi disini dilakukan tindakan atas perlakuan pada
babi sampai menimbulkan rasa sakit yang bersifat sementara sehingga perhatian babi
mengarah pada rasa sakit tersebut dan pada waktu itu tindakan pengobatan dan pemeriksaan
dapat dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan casting?
2. Apa saja jenis-jenis casting pada babi?
3. Bagaimana cara melakukan casting pada babi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian casting
2. Untuk mengetahui jenis casting pada babi
3. Untuk mengetahui cara melakukan casting pada babi

1
1.4 Manfaat
1. Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh dosen pengampu mata
kuliah Ilmu Bedah Umum Veteriner.
2. Melalui paper ini, diharapkan mahasiswa Universitas Udayana khususnya mahasiswa
Fakultas Kedokteran Hewan mendapatkan pengetahuan baru dan lebih lanjut mengenai
casting pada babi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Casting


Casting adalah proses handling yang dilakukan dengan cara merobohkan hewan kesisi
kanan atau kiri. Dalam melakukan casting harus dilakukan dengan tepat dan menggunakan
metode yang benar. Setiap hewan perlu diperhatikan dengan baik cara penanganannya,
termasuk babi. Babi merupakan hewan yang sulit untuk dilatih, sehingga diperlukan cara
khusus untuk menanganinya. Babi juga bukan hewan berperangai lembut,dan pada perlakuan
dan perawatan yang kurang ramah, anak babi juga dapat menggigit.Taring yang besar dan kuat
pada babi jantan membuat babi menjadi berbahaya. Babi betina yang baru beranak dapat
menjadi sangat pemarah dan bertabiat buruk.
Casting dapat dilakukan dengan mudah setelah mengetahui tingkah laku babi. Casting
dapat dilakukan dengan cara merobohkan babi dengan tangan, atau kekangan peroboh, rope
board cast, dan hopel kaki belakang, hopel Inggris, dan meja leahy. Sebelum melakukan casting
pada babi, sebaiknya babi ditangkap terlebih dahulu dengan menggunakan pintu penangkap
babi, perangkap babi, tali jerat, penahan babi jorgenson, penahan babi iowa, dan menggiring
babi.

2.2 Karakteristik Babi


Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung lemper
dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Babi merupakan omnivora yang
berarti mereka mengonsumsi daging maupun tumbuh-tumbuhan. Selain itu, babi termasuk
salah satu mamalia yang paling cerdas, dan dilaporkan lebih pintar dan mudah dipelihara
dibandingkan dengan anjing dan kucing.

2.3 Klasifikasi Ilmiah dan Jenis Babi


Klasifikasi ilmiah babi adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Subkelas: Theria
Infrakelas: Eutheria
Ordo: Artiodactyla

3
Famili: Suidae
Genus: Sus
Species: Sus barbatus,Sus buculentus, Sus crofa, Sus Domestica, dll

Adapun jenis-jenis babi yaitu sebagai berikut:


1. American Landrace
Dikembangkan di negara Denmark pada tahun 1940-an. Bangsa babi ini berwarna putih dan
terkenal untuk dimanfaatkan dagingya. Babi ini bagus karena konversi pakan yang baik serta
sangat besar. American Landrace lebih panjang dibandingkan bangsa babi lain.
2. Berkshire
Berasal dari Berkshire, Inggris. Bangsa ini berawrna hitam dan kaki, muka serta lipatan ekor
berawrna putih. Karakteristik yang diinginkan aantara lain dagingya yang baik, tubuh
panjang dan karaksnya berkualitas tinggi. Berkshire dikenal sebagai babi pedaging.
3. Chester White
Babi ini berasal dari Pensylvania, Amerika Serikat. Babi ini sangat subur dan Karkasnya
berkualitas tinggi, tidak berlemak dan daging pahanya besar serta punya presentase karkas
tinggi.
4. Duroc
Merupakan babi yang dihasilkan dari persilangan babi Jersey Red dan Duroc. Babi ini
berwarna merah terang hingga gelap dan warna merah lebih disukai. Babi ini baik karena
pertambahan berat badna dan efisiensi pakan yang baik sekali. Serta Betina mempunyai litter
size yangi dan merupakan induk yang baik.
5. Hempshire
Babi New Hampshire terkenal dengan warnanya yang hitam dengan sabuk putih disekeliling
pundak dan kaki depannya, berasal dari daerah Boone, Kentucky. Babi Hampshire terkenal
karena produksinya yang bagus, karkasnya panjang, dagingnya banyak dan lemak
punggungnya sedikit. Merupakan bangsa babi yang mempunyai pertambahan berat badan
yang bagus dan terkenal karena sifat keindukannya yang baik.
6. Hereford
Memiliki karakteristik muka putih, tubuh berwarna merah, garis perut serta lipatan ekornya
berawrna putih. Selain itu babi Hereford yang diinginkan adalah tipe karkasnya yang baik
dan daging bagian pundak yang padat dan juga kompak.

4
7. Tamworth
Bangsa babi yang berasal dari Inggris dan diimpor ke Amerik Serikat pada 1822.
Karakteristiknya adalah sebagai tipe daging dengan karkas yang panjang dan sisi sampingnya
halus. Tamworthbetina merupaan induk yang baik dan mempunyai kaki panjang, sehingga
mudah beradaptasi di daerah berat.
8. Yorkshire
Babi ini berasal dari inggris dan terkenal sebagai Large White. Berwarna putih dengan muka
oval dan telinga tegak. Sering disebut bangsa ibu karena betina terkenal litter sizenya banyak
dan kemampuan keindukan yang sangat bagus.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Casting


Casting merupakan suatu metode perlakuan untuk menjatuhkan atau merobohkan hewan
dengan teknik tertentu tanpa menyakiti hewan (Aan Awaludin et al., 2017). Casting dilakukan
dengan tepat dan menggunakan metode yang benar agar tidak mengakibatkan hewan cedera
bahkan meninggal. Casting pada babi membutuhkan penanganan khusus. Babi mudah
mengalami stress, kanibalisme, lari secepat mungkin untuk melindungi diri dari musuh, dan
individualisme. Casting pada babi dapat dilakukan dengan cara merobohkan babi dengan
tangan, kekangan peroboh, rope-board cast, hopel kaki belakang, hopel Inggris, meja leahy,
Birch method, dan lain-lain. Sebelum melakukan casting pada babi, sebaiknya babi ditangkap
terlebih dahulu dengan menggunakan pintu penangkap babi, perangkap babi, tali jerat, penahan
babi jorgenson, penahan babi iowa, dan menggiring babi.

3.2 Jenis casting pada Babi


3.2.1 Merobohkan Babi dengan Tangan
Babi dapat dirobohkan hanya dengan menggunakan tangan yaitu dengan cara menjegalnya
(menjatuhkan dengan mengaitkan kaki-kakinya). Cara ini sangat cocok dilakukan pada babi
yang berukuran besar karena tahan benturan yang tiba-tiba, tetapi mungkin tidak praktis bagi
babi yang sangat besar. Babi harus diikat dengan tali moncong. Kaki depan serta kaki belakang
sisi yang jauh dipegang dengan cara mengulurkan tangan di bagian bawah badan babi lalu
ditarik ke arah mendekati badan. Sebaiknya tempat untuk merebahkan babi diberi bantalan
seperti sedikit jerami agar empuk. Jika babi telah jatuh, maka kaki babi dapat diikat atau ditahan
di tanah.

Gambar 1. Merobohkan Babi dengan Tangan

6
3.2.2 Kekangan Peroboh
Dalam kekangan ini, babi harus diikat dengan tali moncong. Untuk merobohkan dari sisi
kanan, ujung tali moncong ditarik ke belakang sebelah kiri serta dilingkarkan ke bagian atas
hock kaki dengan arah dari dalam ke luar.

Gambar 2. Langkah pertama merobohkan babi dengan tali

Kemudian ujung tali ditarik sehingga kaki mendekati kepala dan babi akan kehilangan
keseimbangannya. Jika babi telah roboh, tali harus ditarik erat-erat dan ujungnya dilewatkan
dbawah badan tali serta diikat dengan ikatan mati.

Gambar 3. Babi yang telah dirobohkan dengan tali

Selain melewatkan tali sekitar kaki, kita dapat menempatkan sebuah hopel sekitar kaki itu
dan melewatkan tali tersebut ke dalam cincinnya karena pada kekangan ini kaki masih
mempunyai banyak kebebasan bergerak, maka cara ini hanya cocok untuk pekerjaan yang
memakan waktu sebentar, kecuali jika babi itu diberi juga anestesi. Selain itu seorang asisten
dapat menahan kaki yang di bawah dengan cara berdiri di atasnya. Untuk pekerjaan-pekerjaan
yang memakan waktu atau yang memerlukan kondisi yang lebih bersih, kaki harus diikat
menyatu, sehingga tidak dapat menimbulkan debu. Seutas tali dapat dilewatkan dengan
membentuk huruf 8" sekitar pastern kaki belakang dan depan pada sisi yang sama. Dengan cara
ini dua tiga atau keempat kaki dapat diikat menyatu dan dapat diberikan anestesi agar terdapat

7
kekangan sempurna. Adapun kekangan peroboh cara kedua, yaitu jika seekor babi telah diikat
dengan tali pemegang atau tali m oncong, hewan itu dibawa ke dekat pagar atau penghalang
lain untuk diikat. Sekitar kaki depan dan belakang pada sisi yang terdekat dengan pagar
dilingkarkan tali pendek. Ujung tali dari kaki belakang dilewatkan badan hewan ke depan
melintangi pundak dan dililitkan pada sebuah tiang dekat kepalanya. Tali dari kaki dilewatkan
melalui badan ke belakang melintangi pinggul dan dililitkan sekitar sebuah tiang dekat ekor.
Jika kedua tali ditarik erat-erat, babi itu akan roboh. Jika diikat pada tiang di bagian bawah
dekat badan hewan, maka babi itu akan tertahan di tanah secara efektif. Jika diperlukan
pengekangan sempurna untuk melakukan suatu pekerjaan, maka kaki harus diikat menyatu

3.2.3 Rope-Board Cast


Teknik ini digunakan untuk menganestesi babi. Caranya adalah dengan mengikat salah
satu sisi kaki depan dengan kaki belakang lalu tempatkan sebuah papan pada samping tubuh
babi seperti yang terlihat pada gambar, kemudian tekan papan kearah tanah sehingga babi
roboh.

Gambar 4. Posisi Rope-Board Case untuk menganastesi babi

3.2.4 Hopel Kaki Belakang


Salah satu cara terbaik untuk merobohkan dan mengekang seekor babi besar adalah dengan
menggunakan hopel kaki belakang. Alat ini dapat dipasang dengan mudah dan cepat, dan dapat
merobohkan hewan dengan upaya yang minimal, hopel setelah roboh akan mengekangnya
secara efektif maka tidak diikat. Hopel ini dibuat dari pipa dengan 9
diameter 1 inci dan panjang 16 inci. Pada kedua ujungnya dikaitkan cincin dengan diameter 2
inci dan pada cincin-cincin ini dikaitkan rantai sepanjang 20 sampai 24 inci. Ujung-ujung lain
dari kedua rantai ini dikaitkan pada sebuah cincin ketiga sebagaimana dapat dilihat pada
gambar. Pada cincin ketiga ini juga dikaitkan seutas tali yang kuat.

8
Babi harus diikat dengan tali moncong serta dikaitkan pada sebuah benda yang tidak dapat
bergerak. Untuk menggunakan alat ini dibuat sebuah kelokan pada rantai yang dimasukkan ke
dalam cincin yang terdapat pada ke dua ujung pipa dan dilingkarkan sekitar kedua kaki
belakang babi itu. Jika telah disediakan jerami dan segala sesuatu untuk merobohkan babi telah
siap, maka tali pada cincin tengah ditarik ke belakang sampai kaki belakang babi tertarik jauh
ke belakang, sehingga hewan itu kehilangan keseimbangan dan berbaring pada punggungnya.

Gambar 5. Posisi Hopel Kaki Belakang untuk menganastesi babi

3.2.5 Hopel Inggris


Suatu kekangan peroboh jenis hopel Inggris merupakan suatu cara yang praktis dan cepat
untuk merobohkan seekor babi serta pengekangan sempurna dari keempat kakinya setelah
hewan itu roboh, maka tidak perlu pengikatan lainnya. Cara ini merupakan cara yang baik
untuk kastrasi, memotong taring dan kuku. Alat ini terdiri atas empat buah hopel dengan seutas
tali sepanjang 14 kaki yang diikatkan pada cincin salah satu hopel. Babi diikat dengan tali
moncong atau pemegang mekanis.
Hopel dengan tali yang dikaitkan pada cincinnya ditempatkan pada salah satu kaki belakang,
sedang ketiga hopel lainnya ditempatkan pada kaki lainnya. Tali dilewatkan melalui cincin
hopel pada kaki depan di sisi yang sama, melalui cincin hopel kaki depan lainnya melalui cincin
hopel kaki belakang lainnya dan akhirnya kembali melalui cincinnya sendiri. Ujung tali itu
kemudian dilewatkan melalui punggung babi ke sisi yang berlawanan dengan arah robohnya
hewan.
Pada sekeliling bagian samping bawah dari tempat babi berada harus tersedia tumpukan
jerami agar hewan itu tidak dapat cedera pada waktu roboh. Kita mendorong kaki belakang
babi itu ke depan dan menarik tali erat-erat. Tegangan yang terus-menerus pada tali akan
meyatukan keempat kaki hewan itu sehingga kehilangan keseimbangan. Hewan diarahkan

9
jatuhnya sedemikian rupa sehingga hewan itu roboh di tempat yang terdapat jerami. Setelah
babi itu roboh, maka tali dapat ditarik erat-erat dan diikat sampai keempat kakinya terikat
menjadi satu. Selain merobohkan seekor babi dengan cara menarik keempat kakinya menjadi
satu agar kehilangan kesembangan, kita dapat juga merenggangkan kaki kakinya sampai hewan
itu keniangan keseimbangan dan jatuh. Untuk ini, hopel itu ditempatkan di sekitar masing-
masing kaki seperti seutas tali dilewatkan dari cincin sebuah hopel belakang melilit sebuah
tiang di belakang babi dan melalui cincin hopel pada kaki belakang lainnya, dari hopel kaki
depan seutas tali lain melilit tiang di depan ke arah hopel kaki depan lainnya jika kedua tali
ditarik erat-erat, maka kaki depan dan kaki belakang babi akan tertarik saling menjauhi dan
hewan akan kehilangan keseimbangan, ketika jatuh hewan itu harus diarahkan dengan baik
sehingga 7 babi itu jatuh di sisi di tempat yang ada jejabahnya.

3.2.6 Meja Leahy


Meja ini dirancang untuk memungkinkan satu orang mengekang tanpa dibantu oleh orang
untuk menghemat waktu. Pada daun meja terdapat dua papan yang membentuk galur untuk
menampung babi agar diam dan mencegahnya berguling dan bergerak bebas. Babi ditempatkan
dalam galur ini pada pada ketinggian pundak. Pada daun meja terdapat lubang yang dilewati
bebat kanvas. Bebat ini dilingkarkan pada dada babi dan kaki depannya dimasukkan dalam
celah yang terdapat pada bebat tersebut. Di bawah daun meja, bebat ini dihubungkan dengan
sebuah batang yang bersambung dengan sebuah pengungkit yang membujur sepanjang meja.
Pengungkit ini dikaitkan dengan sebuah penunjang tegak pada ujung meja. Di dekat ujung
lainnya pengungkit dikaitkan pada bagian bawah daun meja dengan sebuah pegas yang kuat.
Di pertengahan ujung ini, tempat operator berdiri, terdapat sebuah bidang vertical yang
mempunyai takik-takik untuk menahan kaitan yang terdapat pada ujung pengungkit. Setelah
menempatkan babi di atas meja dan memasang bebat sekitar badannya, kita dapat
mengencangkan bebat seperlunya untuk menahan dalam suatu posisi dengan menekan
pengungkit ke bawah dengan kaki kita. Pengungkit tersebut kemudian dibiarkan dalam posisi
yang dikehendaki sampai operasi selesai. Kaki belakang babi diikat dengan tali pada kaki meja.
Jika operasi selesai kita menekan pengungkit ke bawah dan ke samping dengan kaki agar
lepas. Pegas menekannya ke atas sehingga katan sekitar badan babi longgar dan
membebaskannya. Kita dapat membuat suatu rancangan yang mirip dengan meja ini dengan
membuat suatu lubang persegi pada sebuah tempat pakan. Sebuah ban dalam mobil dapat
dipasang melalui lubang ini dan melingkari badan babi. Kaki depan babi itu dapat dimasukkan
ke dalam celah yang dibuat pada dinding ban dalam tersebut agar ban itu melingkar dengan

10
erat pada badan babi dan menekannya ke bawah, pada bagian ban dalam yang menjulur di
bawah papan dapat dipasang beban. Jika papan ini dipakai di atas sebuah meja maka kaki
belakang babi diikatkan pada kaki meja tersebut. Jika tidak, 8 kaki belakang babi dapat diikat
dengan tali yang melewati bawah papan dari satu kaki ke kaki lain.

3.2.7 Birch Method


Metode ini digunakan untuk babi dengan berat 110 – 120 kg, dimana ekor babi di
genggam dan salah satu kaki belakang di pegang. Apabila babi mencoba bergeraktarik ekor
babi ke bawah dan dorong kaki babi ke atas, hal tersebut akan menyebabkan babi berguling
ke punggungnya.

3.2.8 Jenis Casting Lainnya


Metode casting lainnya menggunakan tali untuk mengurangi dan menahan gerak babi:
1. Seekor babi besar dapat dirubuhkan dengan menempatkan tali moncong dan halangan di
sekitar hock atau menggunakan hock hobble. langkah-langkahnya bawa tali moncong
melalui loop hock dan tarik kaki belakang ke atas moncong sambil mempertahankan
tegangan. Tali moncong dapat digunakan untuk mengelilingi hock juga. Operator berdiri
di sisi yang berlawanan dengan keadaan kaki babi terangkat satu dan dengan menarik tali
moncong memaksa hewan untuk berbaring miring. Ini adalah pengekangan dan posisi yang
cocok untuk mengebiri babi hutan.

Gambar 6. Prosedur casting menggunakan tali moncong dan half hitch

Gambar 7. Prosedur casting berhasil

11
2. Untuk teknik casting terakhir dilakukan dengan meletakkan tali pendek di kedua kaki depan
dan belakang di sisi hewan yang di inginkan agar nantinya babi akan berbaring saat
dijatuhkan. Ambil tali dari bawah tubuh hewan kemudian bawa ke atas sisi yang
berlawanan dan ke belakang (Gbr. 13.28). Operator berdiri di sisi hewan yang diikatkan
talinya dan menarik tali melewati bagian atas tubuhnya. Prosedur ini menarik kaki keluar
dari bawah babi. Hewan akan berbaring ke sisi yang kakinya yang diikat tetapi pada sisi
lainnya relatif bebas dan harus diamankan lebih lanjut (Gbr. 13.29). Seekor binatang dapat
dipegang dengan meletakkan lutut di leher. Gunakan anestesi lokal untuk prosedur yang
dapat menyakiti babi dan pada operasi yang lama, kaki harus diamankan dan diregangkan
untuk mencegah agar tidak memukul dan melukai orang.

Gambar 8. Prosedur casting untuk babi besar: amankan daerah moncong terlebih dahulu
kemudian ikat tali

12
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Casting adalah proses handling yang dilakukan dengan cara merobohkan hewan kesisi
kanan atau kiri tanpa menyakiti hewan tersebut. Dalam melakukan casting harus dilakukan
dengan metode yang tepat. Setiap hewan perlu diperhatikan cara penanganannya, termasuk
babi agar tidak terjadi kecelakaan ketika hewan dihandling. Babi merupakan hewan yang sulit
untuk dilatih, sehingga cara khusus dan keterampilan yang baik sangat diperlukan. Casting
pada babi dapat dilakukan dengan cara merobohkan babi dengan tangan, kekangan peroboh,
rope-board cast, hopel kaki belakang, hopel Inggris, meja leahy, Birch method, dan lain-lain.
Sebelum melakukan casting pada babi, sebaiknya babi ditangkap terlebih dahulu dengan
menggunakan pintu penangkap babi, perangkap babi, tali jerat, penahan babi jorgenson,
penahan babi iowa, dan menggiring babi.
4.2 Saran
Kelompok kami berharap agar paper ini dapat menjadi referensi bagi pembaca
khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dalam mata kuliah
Ilmu Bedah Umum veteriner. Semoga nantinya, terdapat lebih banyak lagi dan lebih baik lagi
materi-materi terkait casting pada babi. Penulis diharapkan lebih kreatif serta inovatif ke
depannya dalam penulisan sehingga dapat lebih menarik minat pembaca dalam membaca paper
yang telah dibuat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Awaludin, Aan., Nugraheni, Yudhi Ratna., dan Nusantoro, Suluh. 2017. Teknik Handling Dan
Penyembelihan Hewan Qurban. Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan. Vol. 2 No.
2 Hal. 84-97.

Driessen, Bert dkk. 2013. Practical handling skills during road transport of fattening pigs from
farm to slaughterhouse: A brief review. Vol.4, No.12, 756-761 (2013) Agricultural Sciences.

Fowler, M. 2008. Restraint and Handling of Wild and Domestic Animals. Third Edition.
Blackwell Publishing: Iowa. USA, 149-150.

Leahy, John R., and Barrow, Pat. Cara-cara Mengekang Hewan. 2007. IPB Press. Bogor.

14
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

TEKNIK HANDLING DAN PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN

Aan Awaludin1, Yudhi Ratna Nugraheni2, Suluh Nusantoro3


1
Program Studi Produksi Ternak, Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember
aanawaludin@gmail.com; aanawaludin@polije.ac.id
2
.Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada
yudhi.ratna.n@mail.ugm.ac.id, yudhiratnanugraheni@gmail.com
3
Program Studi Produksi Ternak, Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember
suluh.nusantoro@gmail.com

ABSTRAK
Menyembelih hewan qurban pada hari raya Idul Adha merupakan salah satu ibadah yang
mulia dan penting dalam Islam. Shohibul qurban atau muslim yang berqurban biasanya
menyerahkan ternaknya ke masjid untuk dikelola oleh panitia penyembelihan hewan qurban,
karena tidak setiap muslim yang berqurban mampu melakukan penyembelihan hewan qurban
dan mendistribusikan daging qurban sendiri. Masjid Syukur yang beralamat di Bunder
pedukuhan III, Banaran, Galur, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta merupakan salah satu masjid
yang rutin menyelenggarakan proses pemotongan hewan qurban dari shohibul qurban dengan
jenis hewan qurban sapi, kambing dan domba setiap tahun. Panitia pemotongan hewan
qurban adalah takmir masjid dan masyarakat sekitar masjid yang kesehariannya mayoritas
adalah petani. Kendala yang sering dijumpai pada kegiatan penyembelihan hewan qurban
adalah penanganan hewan qurban pada saat sebelum disembelih ketika merobohkan dan
mengikat hewan dengan perlakuan cenderung kasar dikarenakan pelaksanaan dilakukan oleh
masyarakat secara spontan dan kurang pemahaman bagaimana merobohkan dan mengikat
hewan yang akan disembelih secara baik dan halus, serta terbatasnya juru sembelih yang
memenuhi persyaratan sebagai penyembelih. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat
dilaksanakan dengan tujuan untuk menularkan pengetahuan tentang teknik penanganan dan
merobohkan (restraint – casting) hewan qurban (terutama sapi) yang sederhana namun
optimal kepada masyarakat, serta memberi pengetahuan tentang teknik tata cara
penyembelihan hewan qurban yang benar dan pemilihan alat penyembelihan yang tepat agar
bisa diadopsi oleh juru sembelih di masyarakat. Pelaksanaan pengabdian ini dengan
melakukan diskusi dengan panitia qurban, briefing tentang metode casting Burley, dan
praktek penyembelihan hewan qurban (sapi). Metode Burley mudah diterima dan
dipraktekkan oleh panitia qurban serta juru sembelih dari masyarakat mampu melakukan
penyembelihan dengan baik menggunakan pisau potong yang khusus untuk penyembelihan
(pisau potong standar sembelih).

Kata kunci: Burley, hewan qurban, sapi, halal

84
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

PENDAHULUAN

Hewan ternak yang digunakan sebagai hewan qurban di Indonesia umumnya adalah dari
ternak kambing, domba dan sapi. Ternak yang digunakan sebagai hewan qurban harus
memenuhi beberapa persyaratan. Hewan qurban yang dipilih harus mempunyai umur yang
cukup. Umur hewan qurban yang dipersyaratkan adalah unta minimal berumur 5 tahun dan
telah masuk tahun ke 6, sapi atau kerbau minimal berumur 2 tahun dan telah masuk tahun ke
3, domba atau biri-biri diperbolehkan umur minimal 6 bulan bagi yang sulit mendapatkan
yang umur 1 tahun dan kambing minimal umur 1 tahun dan telah masuk tahun ke 2. Hewan
qurban harus memiliki fisik yang sempurna dan sehat. Kondisi fisik hewan qurban yang
dipersyaratkan adalah berbadan sehat (tidak sakit), kaki sehat tidak pincang, mata sehat tidak
buta sebelah atau keduanya, badannya tidak kurus kering (sebisa mungkin tidak banyak
berlemak) dan tidak sedang hamil atau habis melahirkan anak (sebisa mungkin yang majir)
jika hewan tersebut betina.

Manajemen handling merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh manusia kepada hewan
dengan tujuan mengendalikan hewan sesuai dengan yang kita inginkan tanpa menyakiti
hewan tersebut dan tanpa mencederai pelaksana handling. Secara umum handling merupakan
suatu metode penanganan pada hewan yang membuat hewan terbatasi geraknya sehingga
mudah untuk dikendalikan baik dengan menggunakan bantuan alat bantu ataupun dengan
hanya menggunakan tangan.

Manajemen handling meliputi dua metode yaitu restraint dan casting. Restraint merupakan
suatu metode dalam penanganan hewan yang bertujuan untuk membatasi atau membuat
hewan tidak bisa bergerak dalam keadaan hewan sadar. Casting merupakan suatu metode
perlakuan untuk menjatuhkan/merobohkan hewan dengan teknik tertentu tanpa menyakiti
hewan. Metode casting pada sapi meliputi dua teknik yaitu Rope Squeeze dan Burley. Teknik
Rope Squeeze dilakukan dengan cara membuat ikatan mengelilingi leher bagian depan (distal
menyentuh tulang dada depan) dengan tali yang kuat dan panjang (6 m), kemudian ujung tali
ditarik ke belakang pada pungung depan (thorax) dan dilingkarkan kembali, ujung tali di tarik
ke belakang lagi dan lingkarkan pada bagian perut (tepatkan tali bagian atas pada titik
keseimbangan sapi), kemudian tarik perlahan-lahan tali ke arah belakang sampai sapi rebah
atau roboh. Teknik Burley dilakukan dengan cara menyiapkan tali panjang (6 m) dan bagi
sama panjang (jangan dipotong), kemudian lilitkan kedua ujung tali melalui leher bagian

85
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

belakang sapi kemudian disilangkan di antara kaki depan (sternum), kedua ujung ditarik
keatas dan disilangkan di punggung (usahakan pada titik keseimbangan ternak), kemudian
kedua ujung tali ditarik ke bawah melalui selangkang kiri dan kanan ternak (tali lurus jangan
disilangkan), dan tarik perlahan-lahan ke belakang sampai ternak rebah atau roboh.

Hewan yang diperbolehkan dimakan dagingnya tidak halal untuk dimakan, kecuali dengan
penyembelihan secara syara atau dengan suatu cara yang semakna dengannya. Hal ini berlaku
bagi setiap hewan selain belalang dan ikan. Penyembelihan hewan secara syara‟ harus
dilakukan demi memperoleh daging yang halal untuk dikonsumsi (Dahlan, 2006).
Penyembelihan secara syara„ berarti menyembelih dengan cara nahr pada hewan yang boleh
dimakan dagingnya dengan kemauan sendiri, atau membunuh hewan yang sulit disembelih
lehernya dengan cara yang disahkan oleh syara„ (Hadi, 1997).

Syarat-syarat penyembelihan yang wajib dipenuhi bagi kehalalan mengkonsumsi daging


hewan sembelihan adalah berkaitan dengan juru sembelih (penyembelih), alat sembelihan,
anggota tubuh yang harus disembelih, dan tata cara penyembelihan (Qordhowi, 2007).
Juru sembelih (penyembelih) diwajibkan adalah orang yang berakal baik serta merupakan
seorang muslim atau ahli kitab baik seorang pria atau seorang wanita. Jika juru sembelih
tidak memenuhi syarat tersebut, misalnya seorang pemabuk, atau orang gila, atau anak kecil
yang belum dapat membedakan (belum baligh), maka sembelihannya dinyatakan tidak halal.
Begitu juga hewan sembelihan orang musyrik penyembah patung, orang zindik, dan orang
yang murtad dalam Islam hukumnya adalah tidak halal (haram) (Sabiq, 1987).

Penyembelihan merupakan salah satu ibadah yang membutuhkan niat dengan menyebut nama
Allah. Karena itu, orang yang menyembelih (juru sembelih) bisa mengakibatkan haramnya
daging hewan yang disembelihnya sehingga daging hewan tersebut tidak boleh dikonsumsi
walaupun daging hewan tersebut berasal dari ternak yang diperbolehkan untuk dikonsumsi
(Idris, 1987). Juru sembelih yang lebih direkomendasikan dan harus diperhatikan adalah
penyembelih diutamakan laki-laki, karena dianggap lebih kuat, walaupun daging hasil
sembelihan dari penyembelih wanita juga halal untuk dikonsumsi (Dahlan, 2006).

Imam Syafi„i menyatakan bahwa daging sembelihan dari golongan ahli kitab adalah halal,
baik menyebut nama Allah atau tidak, dengan syarat tidak menyebut nama selain Allah ketika
menyembelih dan tidak diperuntukan untuk tempat peribadatannya. Imam Hanafi dan

86
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

Hambali sependapat dengan imam Syafi„I dalam hal juru sembelih (penyembelih) yang
dimaksud berasal dari golongan ahli kitab, Hambali dan Hanafi berpendapat yang dimaksud
golongan ahli kitab adalah ahli kitab pada masa Rasulullah Muhammad SAW, sedangkan
imam Malik memandang makruh sembelihan ahli kitab demi menjaga diri dari sesuatu yang
diragukan (Hadi, 1997).

Penyembelihan dilakukan dengan memotong putus 3 bagian dari leher secara cepat yaitu
saluran makanan dan minuman yang berada di bawah tenggorokan (mari'), saluran
pernafasan atau tenggorokan (hulqum), dan dua urat leher yaitu dua urat yang berada pada
dua sisi leher yang mengelilingi tenggorokan yang merupakan dua pembuluh darah arteri dan
vena (wadajain). Akan tetapi perlu diketahui bahwa setiap perkara yang merupakan
penyiksaan terhadap hewan sembelihan, maka keadaannya dimakruhkan (Qordhowi, 2007).

Alat penyembelihan merupakan salah satu syarat yang diharuskan dalam proses
penyembelihan. Alat penyembelihan disyaratkan merupakan alat yang tajam dan sekiranya
mempercepat kematian hewan serta meringankan rasa sakit hewan yang disembelih. Alat
penyembelihan diwajibkan selalu dalam keadaan tajam supaya dapat memotong dan
mengalirkan darah dengan deras sekali dari sayatan pada leher agar tidak terlalu menyakitkan
dan mempercepat kematian hewan sembelihan. Penyembelihan tidak boleh dilakukan dengan
menggunakan gigi dan kuku, karena penyembelihan dengan alat tersebut dapat menyakiti
binatang karena pada dasarnya gigi dan kuku hanya bersifat mencekik. Secara umum,
gambaran tentang alat penyembelihan dibedakan menjadi dua. Pertama, gambaran mengenai
alat penyembekihan dalam keadaan normal seperti menggunakan pisau yang dikhususkan
untuk penyembelihan (pisau sembelih). Kedua, dalam keadaan darurat seperti menggunakan
batu yang ditajamkan (Hadi, 1997).

MASALAH

Shohibul qurban setiap tahun menyerahkan hewan qurban mereka ke panitia qurban yang
umumnya terdiri dari ta‟mir masjid dan masyarakat sekitar masjid untuk dilakukan
penyembelihan dan pembagian hewan qurban kepada masyarakat. Masjid Syukur yang
berlokasi di dusun Bunder III, desa Banaran, kecamatan Galur, kabupaten Kulon Progo
adalah salah satu masjid yang setiap tahun menyelenggarakan penyembelihan hewan qurban
bagi shohibul qurban. Panitia qurban Masjid Syukur terdiri dari ta‟mir masjid dan masyarakat

87
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

sekitar masjid yang umumnya berprofesi sebagai petani dan kurang memiliki pengalaman
dalam menyembelih hewan besar. Kendala yang sering dijumpai pada kegiatan
penyembelihan hewan qurban adalah penanganan hewan qurban pada saat merobohkan dan
mengikat hewan terutama sapi dengan perlakuan cenderung kasar dikarenakan dilakukan oleh
masyarakat secara spontan dan kurang pemahaman bagaimana merobohkan dan mengikat
hewan yang akan disembelih secara baik dan halus, serta terbatasnya juru sembelih yang
memenuhi persyaratan sebagai penyembelih.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:
- Bagaimana teknik penanganan dan merobohkan (restraint – casting) hewan qurban
(terutama sapi) yang sederhana namun optimal agar bisa ditularkan ke masyarakat ?
- Bagaimana teknik tata cara penyembelihan hewan qurban yang benar dan pemilihan
alat penyembelihan yang tepat agar bisa diadopsi oleh juru sembelih di masyarakat ?

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan ini bertujuan untuk menularkan
pengetahuan tentang teknik penanganan dan merobohkan (restraint – casting) hewan qurban
(terutama sapi) yang sederhana namun optimal kepada masyarakat, serta memberi
pengetahuan tentang teknik tata cara penyembelihan hewan qurban yang benar dan pemilihan
alat penyembelihan yang tepat agar bisa diadopsi oleh juru sembelih di masyarakat.

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan ini diharapkan akan memberikan
manfaat:
1. Masyarakat memahami tentang metode handling (restraint – casting) yang benar, efisien,
sederhana dan aman.
2. Masyarakat terutama juru sembelih memahami teknik penyembelihan yang benar serta
pemilihan alat sembelih yang tepat.

Sasaran dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah panitia qurban beserta
masyarakat yang membantu dalam proses pelaksanaan penyembelihan hewan qurban serta
juru sembelih setempat.

88
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

METODE

Tahap-tahap kerangka pemecahan masalah dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini
meliputi:
1. Diskusi
Diskusi dilakukan untuk memberikan ilustrasi perbandingan dalam hal
kemudahan dan keamanan tentang metode Handling yang biasa dilakukan oleh
masyarakat dengan metode Handling yang dipelajari di lingkungan kampus
(terutama teknik Burley). Memberikan gambaran teknik penyembelihan dengan
alat sembelih yang tepat (pisau stainless steel khusus untuk sembelih) untuk bisa
dibandingkan dengan peralatan konvensional yang biasa dilakukan juru sembelih
hewan qurban (pisau tradisional).
2. Praktek lapangan
Pelaksanaan praktek langsung merobohkan hewan qurban yang akan disembelih
dengan teknik Burley. Praktek langsung dengan menyembelih hewan qurban
dengan menggunakan pisau sembelih khusus (pisau stainless steel khusus untuk
sembelih).

Teknik merobohkan sapi metode Burley


- Siapkan tali tambang yang kuat dengan panjang sekitar 6 m
- Bagi sama panjang (tapi tidak dipotong)
- Tali kemudian dililitkan dengan kedua ujung tali melalui leher bagian belakang
sapi kemudian disilangkan di antara kaki depan (sternum)
- Kedua ujung tali kemudian ditarik keatas dan disilangkan di punggung (usahakan
pada titik keseimbangan ternak)
- Kemudian kedua ujung tali ditarik ke bawah melalui selangkangan kiri dan kanan
ternak (tali lurus jangan disilangkan), dan tarik perlahan-lahan ke belakang sampai
ternak rebah atau roboh

89
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

Teknik Penyembelihan
- Siapkan pisau potong khusus sembelihan dan cek terlebih dahulu ketajamannya,, jika
kurang tajam harus ditajamkan dahulu
- Posisi hewan yang akan disembelih membujur dengan kepala disisi Selatan dan kaki
disisi Utara dengan leher dan bagian bawah hewan menghadap arah Barat (jika kiblat
arah sebelah Barat).
- Membaca doa dengan menyebut nama Alloh SWT sebelum dilakukan penyembelihan
(Bismillahi allohuakbar), khusus untuk hewan qurban sebaiknya disebutkan juga nama
shohibul qurban nya (Bismillahi allohumma wa allohuakbar, allohumma hadza min wa
laka, allohumma taqobbalmin fulan wa alii fulan)
- Posisi juru sembelih dibelakang leher dan pegang gagang pisau dengan membentuk siku
dana rah pisau yang tajam menghadap kedalam (arah leher yang akan disembelih)
- Tempelkan pisau dileher hewan kemudian mulai menyembelih dengan menarik pisau
kearah atas dengan sedikit menekan agar memastikan pisau selalu menempel ke leher
hewan
- Dengan cara yang sama (pisau tidak boleh diangkat, harus selalu menempel leher hewan)
pisau ditarik kebawah kembali sambil melihat jalan nafas, jalan makanan dan 2 urat leher
apakah sudah terpotong sempura atau belum
- Kemudian tarik kembali pisau kearah atas dan angkat pisau jika sudah yakin jalan nafas,
jalan makanan dan 2 urat leher apakah sudah terpotong sempura

90
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

HASIL
Teknik handling merobohkan sapi dengan metode Burley dan teknik penyembelihan:

No. Kegiatan Parameter yang Hasil Keterangan


Diamati
1. Teknik Handling, Pemahaman + Mitra mudah dalam memahami
merobohkan sapi Aplikasi/Praktek + metode Burley dalam
dengan metode Kepuasan + merobohkan sapi dengan
Burley Tingkat kesulitan - peralatan yang sederhana dan
langsung bisa mempraktekkan
2. Teknik Pemahaman + Mitra bisa memahami teknik
penyembelihan Aplikasi/Praktek + penyembelihan dengan
Kepuasan + merubah kebiasaan cara
Tingkat kesulitan - memegang gagang pisau dan
mencoba menggunakan pisau
stainless steel khusus untuk
penyembelihan

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat diawali dengan briefing, penyampaian materi dan
diskusi dengan takmir masjid serta penitia qurban. Penyampaian materi dilakukan sambil
berdiskusi tentang teknik merobohkan sapi yang lebih mudah pelaksanaannya, aman dan
membutuhkan peralatan sederhana sedangkan teknik penyembelihan dilakukan diskusi
dengan juru sembelih setempat tentang kesulitan yang dihadapi saat meyembelih, metode
penyembelihan yang cepat, tepat, aman beserta peralatan (pisau potong dan penajam) yang
bisa memudahkan proses penyembelihan. Tim pelaksana melakukan diskusi dengan takmir
masjid serta panitia qurban untuk bisa mengarahkan kebiasaan kegiatan pemotongan hewan
qurban yang selama ini cenderung dilakukan tradisional untuk bisa mengadopsi metode-
metode yang memudahkan pelaksanaan yang diajarkan di kegiatan akademisi perguruan
tinggi.

Teknik merobohkan sapi dengan metode Burley dipilih karena lebih mudah untuk diadopsi
masyarakat dan membutuhkan alat yang sederhana yaitu tali tambang ukuran panjang sekitar
6 meter. Selama ini masyarakat merobohkan sapi dengan cara “njigung” atau mengikat kaki
sapi kemudian ditarik sekuat-kuatnya sampai sapi ambruk. Hal tersebut kurang tepat karena
bisa melukai sapi dan juga operator atau masyarakat yang merobohkan sapi tersebut,

91
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

pemaksaan dalam merobohkan sapi juga melanggar prinsip kesejahteraan hewan atau animal
welfare.
Tim pelaksana melakukan tutorial metode Burley bersama-sama dengan masyarakat. Metode
Burley dilakukan dengan cara menyiapkan tali panjang (6 m) dan dibagi sama panjang (tapi
tidak dipotong), tali kemudian dililitkan dengan kedua ujung tali melalui leher bagian
belakang sapi kemudian disilangkan di antara kaki depan (sternum), kedua ujung ditarik
keatas dan disilangkan di punggung (usahakan pada titik keseimbangan ternak), kemudian
kedua ujung tali ditarik ke bawah melalui selangkang kiri dan kanan ternak (tali lurus jangan
disilangkan), dan tarik perlahan-lahan ke belakang sampai ternak rebah atau roboh.

Masyarakat sangat antusias dan menerima metode Burley untuk mereka adopsi. Sapi-sapi
yang berikutnya dirobohkan oleh masyarakat dengan metode Burley yang baru dipelajari.
Tim pelaksana mendampingi dan mengevaluasi kegiatan tersebut.

Tim pelaksana dengan juru sembelih setempat (dari masyarakat) mendiskusikan metode
penyembelihan yang biasa dilakukan oleh juru sembelih setempat dan diperoleh keterangan
bahwa penyembelihan dilakukan dengan lebih dari 7 tarikan pisau untuk bisa memotong jalan
nafas, jalan makanan dan 2 urat pada leher sehingga cukup menguras tenaga dan hewan
cenderung mengalami kesakitan lebih lama. Pisau yang digunakan juru sembelih setempat
adalah pisau baja (atau sejenisnya) yang diperlukan penggosok batu (wungkal) untuk
menajamkan, jadi ketajaman dari pisau tidak selalu terjaga. Hal tersebut bisa menjadi salah
satu faktor yang mempersulit dalam proses penyembelihan.

Tim pelaksana menyarankan dan melakukan tutorial dengan menyembelih langsung hewan
qurban untuk bisa dilihat dan dibandingkan oleh juru sembelih setempat. Tim pelaksana
menggunakan teknik memegang pisau dengan membentuk sudut yang mengapit leher sapi
sedangkan yang biasa dilakukan juru sembelih setempat adalah dengan memegang pisau
lurus dengan arah tangan (tidak membentuk sudut). Cara memegang pisau dengan
membentuk sudut memudahkan penyembelih untuk mengontrol pisau tetap menempel pada
leher hewan meskipun hewan dalam keadaan memberontak ketika proses penyembelihan
berlangsung sehingga bisa memudahkan memastikan daging hasil sembelihan baik dan halal.
Tim pelaksana menggunakan pisau potong khusus sembelih (stainless steel, merk: sekizo,
panjang: 12”) dengan penajam berupa kikir baja, pisau potong khusus sembelihan ini hanya
membutuhkan 3 tarikan pisau untuk memastikan terpotongnya jalan nafas, jalan makanan dan

92
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

2 urat pada leher hewan qurban, sedangkan untuk sapi dengan kulit tebal atau Peranakan
Ongole (PO) yang mempunyai gelambir leher membutuhkan sekitar 5 kali tarikan pisau.
Semakin proses penyembelihan berjalan cepat maka hewan tidak akan mengalami kesakitan
yang berlebih dan darah akan keluar dari tubuh hewan secara sempurna.

Juru sembelih setempat melakukan penyembelihan dengan teknik penyembelihan dan


menggunakan pisau mengadopsi tutorial tim pelaksana. Juru sembelih setempat merasa puas
dan bisa menerima materi penyembelihan dari tim pelaksana. Sapi-sapi berikutnya
disembelih oleh juru sembelih setempat dengan mengadopsi teknik penyembelihan dan pisau
potong khusus sembelihan dari tim pelaksana. Tim pelaksana mendampingi dan
mengevaluasi sampai proses penyembelihan hewan qurban selesai.

Masjid Syukur, Bunder dk.III, Banaran, Galur, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta

Peralatan yang digunakan (tali tambang dan pisau sembelihan)

93
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

Briefing dan penyampaian materi pengabdian kepada masyarakat

Teknik Handling merobohkan sapi metode Burley

94
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

Teknik Penyembelihan hewan

KESIMPULAN
Program pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan secara mandiri oleh tim pelaksana
bermitra dengan takmir masjid Syukur berlokasi di dusun Bunder dk.III, desa Banaran,
kecamatan Galur, kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta dengan tema Teknik Handling
dan Teknik Penyembelihan Hewan Qurban berjalan baik dan sangat diterima serta
dibutuhkan oleh mitra serta masyarakat setempat.
Selama tahapan pengabdian, mitra sangat antusias baik dalam diskusi-diskusi permasalahan
yang dihadapi khususnya tentang teknik merobohkan sapi dan penyembelihan hewan. Mitra
dan masyarakat bisa menerima dan mengadopsi teknik handling dan penyembelihan yang
disampaikan oleh tim pelaksana.
Dari semua rangkaian kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini sampai evaluasi akhir ke
mitra memberikan manfaat yang besar khususnya dalam transfer pengetahuan dari
lingkungan akademisi kepada masyarakat dalam hal teknik handling serta teknik
penyembelihan yang tepat.

SARAN

Ta‟mir masjid yang menyelenggarakan penyembelihan hewan qurban secara rutin sebaiknya
mempunyai inventaris khusus untuk peralatan penyembelihan terutama pisau potong yang
khusus untuk menyembelih sehingga akan memudahkan juru sembelih dari masyarakat untuk
melakukan proses penyembelihan.

Pengabdian masyarakat yang aplikatif pada proses atau kegiatan rutin di masyarakat
sebaiknya secara intens dilakukan dengan melihat permasalahan atau kebutuhan yang
diinginkan oleh masyarakat. Kegiatan yang sederhana namun aplikatif dalam suatu

95
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

pengabdian harus menjadi perhatian khusus bagi akademisi untuk bisa secara langsung
memberi manfaat kepada masyarakat. Pengabdian masyarakat sebaiknya tidak selalu melihat
manfaat aspek ekonomis yang akan didapat oleh masyarakat, namun merubah suatu
kebiasaan masyarakat kearah yang lebih baik juga akan memberi dampak yang sangat
bermanfaat bagi masyarakat.

96
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: 2502-5392
Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, A. A. 2006. Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6. Cetakan 7. PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve. Jakarta.
Hadi, A. S. A. 1997. Hukum Makanan dan Sembelihan dalam Islam. Diterjemahkan oleh
Sofyan Suparman dari al-Ath‟imah wadz Dzabaa-ih fil Fiqhil Islam. Trigenda Karya.
Bandung.
Idris, A. F. 1987. Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap. Rineka Cipta. Jakarta.
Qordhowi, Y. 2007. Halal dan Haram dalam Islam. Diterjemahkan oleh Tim Kuadran dari
Halal wal Haram fil Islam. Jabal. Bandung.
Sabiq, S. 1987. Fiqih Sunnah 13. Diterjemahkan oleh Kamalaudin A. Marzuki dari
Fiqhussunnah. PT. Alma‟arif. Bandung.

97
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/271012840

Practical handling skills during road transport of fattening pigs from farm to
slaughterhouse: A brief review

Article  in  Agricultural Sciences · December 2013


DOI: 10.4236/as.2013.412103

CITATION READS
1 152

4 authors, including:

Bert Driessen Jos Van Thielen


Group Animal Welfare KU Leuven
81 PUBLICATIONS   730 CITATIONS    44 PUBLICATIONS   176 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Sanne Van Beirendonck


KU Leuven
51 PUBLICATIONS   205 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Optimalisatie van het transport van vleesvarkens View project

Animal Transport on the Road: In Practice View project

All content following this page was uploaded by Bert Driessen on 22 January 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Vol.4, No.12, 756-761 (2013) Agricultural Sciences
http://dx.doi.org/10.4236/as.2013.412103

Practical handling skills during road transport of


fattening pigs from farm to slaughterhouse:
A brief review
Bert Driessen1*, Ester Peeters2, Jos Van Thielen1, Sanne Van Beirendonck1
1
Department of Bioengineering Technology, KU Leuven | Thomas More, Geel, Belgium;
*
Corresponding Author: bert.driessen@kuleuven.be
2
Department of Animal Welfare, Federal Government Service, Brussels, Belgium

Received 24 October 2013; revised 25 November 2013; accepted 17 December 2013

Copyright © 2013 Bert Driessen et al. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License,
which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.

ABSTRACT and potentially causes a dangerous situation to both ani-


mal and handler. Only after repeated (friendly) handling
The transport of fattening pigs is characterized in combination with appropriate equipment, these fear
by a strong human-animal interaction. Conse- responses will be minimized [3].
quent handling is important because of animal Because of the combination of several stressors in a
welfare, meat quality and matching economic very short period of time, the transport procedure may
consequences. During road transport, human have a large effect on the welfare of pigs. Physical exer-
impact can be divided in different steps: 1) cise during the loading of animals into the transport ve-
driving pigs from the pens via an alley to the hicle is one of these stressors. Furthermore, moving pigs
trailer, 2) loading, 3) actual transport, 4) unload- from their familiar environment into unknown, novel
ing to the lairage, and 5) the final phase driving surroundings can cause psychological stress. Therefore,
pigs to the stunning. An inadequate design and the manner of handling pigs is very important because of
a poor condition of the facilities will negatively the impact on animal stress, welfare, meat quality and the
affect the ease of handling pigs. Because of the economic implications that come with it. The glycolysis
consequences, acute stress during transport rate of meat increases in acutely stressed pigs which can
and slaughter should be minimized by acting on result in poor meat quality after slaughter, namely pale,
the education of people, on equipment and on soft and exudative (PSE) meat [4]. On the other hand,
preparation of animals for the journey. Educa- chronic stress depletes body energy reserves before
tion programs have to be repeated regularly so slaughtering which results in a high final pH value 24 h
that knowledge can be refreshed.
after slaughter and dark, firm, and dry (DFD) meat [5].
Although the human impact on the ease of handling
Keywords: Handling; Pigs; Transport;
pigs and pork quality is well known, it is still an ongoing
Slaughterhouse; Training
research topic. Nowadays, the emphasis is on training
drivers and handlers to reduce rough handling, optimize
1. INTRODUCTION animal welfare, and reduce deterioration of meat quality
and the financial losses that are associated with it. The
After a raising period of several months under specific
next step will be the evaluation and optimization of the
housing conditions, pigs are transported on road from the
training programs [6].
farm to the slaughterhouse. The transport phase to the
This review summarizes the interactions between hu-
slaughterhouse has been identified as a stressful event for
mans and pigs during all phases of the transport proce-
fattening pigs [1,2], mainly because the transport proce-
dure, focusing on practical handling skills (Table 1).
dure is characterized by an intensive contact between
animals and humans, in contrast with the fattening period.
2. MOVING FROM PEN TO TRAILER
The handling of animals should be done with care be-
cause it can cause a fear reaction in pigs that are unac- Loading can cause fear in animals that are not habitu-
quainted with humans. Fear can make handling difficult ated to human contact. Pigs exposed to management pro-

Copyright © 2013 SciRes. OPEN ACCESS


B. Driessen et al. / Agricultural Sciences 4 (2013) 756-761 757

Table 1. A summary of the handling steps during the transport Pigs may balk if they see shadows and may refuse to
of fattening pigs from farm to slaughterhouse. move further. Even subtle changes in floor texture may
Phases Handling steps distract pigs. Quiet handling of pigs will be impossible
until all distractions (shadows and reflections) are found
Farm Moving from pen to trailer
and eliminated.

Loading 3. LOADING

Transport Truck driving Berry et al. [23] focused on the importance of appro-

priate loading facilities. They found a relation between
Slaughterhouse Unloading
the design of the loading gantry and the use of electric
prods, slips and falls. A non-slippery floor on the ramp,

the lift and in the trailer is an essential condition to han-
Stunning
dle pigs calmly. The risk of slipping and falling increases
on a slippery floor. Gouman et al. [24] showed that using
cedures, prior to loading and transportation, are easier to a 90˚ angle of entrance to the ramp had detrimental ef-
handle [7]. For example, pigs that have been walked in fects on ease of handling. A 30˚ angle of entrance with
the alley during finishing will be easier to drive [7-9]. the use of boards allows the handlers to direct pigs to the
Pigs that have never walked on concrete before, may ramp without any possibility for the animals to hide in a
balk and be more difficult to move. Grandin [10] rec- corner. Ritter et al. [25] reported that in large plants
ommends that every day the producer should walk (length > 100 m), loading distance from pen to trailer can
through both grower and finishing pens to teach the pigs affect the loading rate of non-ambulatory pigs at the
to quietly get up, and to habituate them to human contact. farm.
However, the calm and consistent way to get in contact The transfer from the familiar fattening pen to the
with the animals is important. The fear and stress reac- novelty of the trailer interior combined with the strong
tions are greater in pigs managed inconsistently or man-
physical activity induced by the coercion to walk through
aged by low self-esteem handlers than in pigs that were
sloped ramps, make pigs nervous and more difficult to
handled in a positive and consistent manner and by high
handle, especially in overcoming ramps at angles higher
self-esteem handlers [11,12]. Grandin [13] noticed that
than 20˚ [26]. The animals may refuse and even turn
pigs from certain lean genetic lines may be more excit-
their sides towards the ramp [27]. In addition, because
able and difficult to drive. Shea-Moore [14] found that
pigs balk on these steep ramps, handlers may become
high lean pigs were more fearful than a fatter line of pigs
frustrated by the hesitation leading to harsher handling
[15]. Also playing a radio in the rooms of the farm in the
and increased use of the electric prod [28]. Pigs that are
last weeks before slaughtering helps pigs to cope with
difficult to handle tend to receive “harsher” treatment
novel impressions during the transport procedure, such
during loading than pigs that are easy to handle [29] and
as loading and transport noises [16].
it has been demonstrated that harsh handling compro-
Grandin [17] emphasizes the importance of stockper-
mises meat quality [30]. McGlone et al. [31] recommend
sons being familiar with the principles of animal behav-
a light weight board rather than a paddle to drive pigs.
ior, such as flight zones and visual fields. Moving the
Because of the detrimental effects electric prods should
pigs will be easier if they are given an opportunity to
not be used. Evidently, it is not allowed to strike or kick
explore the new floor surface of the alleys than pigs be-
the animals.
ing driven over it. Pigs should be encouraged to move
The use of a lift makes the pigs easier to handle and
forward by pushing the group from behind with light
prevents the handlers from using coercion on them.
weight driving boards. The use of electric prods leads to
However, if the ramp is necessary, like in the case the
agitated animals which are more difficult to handle [18]
truck is not equipped with hydraulic lift or there is a
and to an increased time necessary to load a trailer. Han-
height difference between the loading quay and the truck
dling of pigs can also be made easier by keeping them in
level, it should have an angle of less than 20˚, should be
smaller groups [19]. According to [20], moving 5 or 6
of a stair-step type and covered by rubber to prevent pigs
pigs at a time is an optimum for both time savings and
from slipping and producing disquieting noise by walk-
handling easiness. Dalla Costa et al. [21] noticed that
ing on the steel floor of the ramp [2,5].
pigs were more difficult to handle in winter and needed
more coercion to load, probably due to the differences in
temperature and light, factors considered to influence pig
4. TRUCK DRIVING
handling [22]. The driving style of the trucker influences the behav-
Alleys must be free of equipment and other objects. ior of the pigs during transport. During short journeys

Copyright © 2013 SciRes. OPEN ACCESS


758 B. Driessen et al. / Agricultural Sciences 4 (2013) 756-761

pigs are standing and sitting most of the time, while dur- quent use of electric prods while encouraging the animal
ing a rough journey a higher number of pigs remain to move to the target location results in fear and stress
standing compared to a smooth journey [1]. The first [28].
kilometers usually generate panic because in most of the
roads the conditions in the beginning (often rural roads) 6. STUNNING
are bad, causing a higher frequency of stops, accelera-
Moving pigs forward to the stunning point is an im-
tions and de-accelerations [32]. When animal trailers are
portant source of stress in slaughtering pigs. The number
driven badly, animals are subjected to substantial lateral
of turns and corners should be minimal and the route the
movement which results from driving too fast around
animals take should encourage forward movement. One-
corners, too high accelerations, or too violent braking.
way gates, run-through lairage pens and elimination of
This may cause toppling, sliding and excessive correc-
right-angled corners in the system have a positive impact
tive muscular action, resulting in bruising, muscular fa-
on the efficiency of guiding pigs to the stunning area.
tigue, fear and injuries to the animals [33,34]. Also the
Moreover, using automatic push gates to move animals
ability of the pigs to rest during the journey will be re-
reduces the interaction with the handlers and minimizes
duced [35]. The best practice is to drive well so pigs can
the use of electrical prods in the slaughterhouse. The
adapt the standing or lying position in order to cope with
handling method is characterized by the stunning system.
the high level of vibrations [36].
In a CO2 gas system the pigs are handled in groups. In
Of course, driving the vehicle is related to the driving
contrast, a few pigs are moved up the single-file chute
style of the trucker, but also to the truck type, the sus-
into the restrainer of the electrical stunning system which
pension characteristics and the quality of the road surface
[37]. requires the use of electric prods [42]. The use of prods
increases mounting behavior between pigs in group, re-
5. UNLOADING sults in more fatigued pigs and a higher proportion of
bruised carcasses and PSE pork [41]. Grandin [42] rec-
Although unloading is considered less stressful than ommends stiff scrub brushes on the end of a stick as an
loading, a few attention points must be taken into ac- electric prod alternative for moving pigs up a single-file
count. To avoid jamming and panic in the unloading race. However, a total ban on electric prods used on ani-
group, the truck should be emptied gradually by unload- mals that refuse to move at the entrance of the stun box
ing pigs by transport pen group rather than by deck [38]. or restrainer, is not recommended because of the prob-
Handling problems due to hesitation and refusals of able increase of the frequency of beating, tail twisting
pigs to go forward can also be caused by poor lighting and poking sensitive areas of the animals by the handlers
(dark area) and inappropriate design and location of the after such a ban [42].
unloading area. Different colors and shadows may Pigs will be encouraged to move forward by lighting
frighten the animals and they preferably walk form a that gradually becomes brighter towards the stunning
dark to a lighter place [18,27]. A plane level ramp or a point, without shining directly into the pigs’ eyes. Where
hydraulic ramp should be used to unload the pigs. Abbott a restrainer conveyor is used, there must be a system to
et al. [7] reported a longer unloading time and more slips reduce groups into single files, e.g. a labyrinth system.
and falls in winter due to the unloading facility design, The conveyor should be tight enough to prevent exces-
where the unloading ramp had an aluminum base that sive movement but not so tight that it causes pain or dis-
became slippery when temperatures dropped below zero. comfort [43].
The unloading area should not have corners to negotiate,
pigs should walk straight into the lairage pen in their 7. TRAINING PROGRAMS
truck-group, a solid-gate should be dropped behind the
group in order to encourage pigs to walk forward and The consequences of acute stress during transport and
thus be locked into position allowing an adequate space slaughter should be minimized by acting on the educa-
for the size of the group [38]. Height differences ex- tion of people, on equipment and on preparation of ani-
ceeding 20 cm between the truck and unloading ramp mals for the journey [44]. The education includes train-
can cause handling problems due to refusal or hesitation ing, evaluation of achieved knowledge and skills certifi-
of the pigs [24]. Narrow passages [39] and noise [8,40] cation for the people involved, as planned, for instance,
also negatively affect the unloading process. by the Regulation EC 1/2005 since the 1st of January
Smooth unloading of pigs by the handlers should be 2007. The latter have to follow special training courses
standard. Rabaste et al. [41] reported that pigs being which include several items related to the human-animal
handled gently (with boards) at unloading were less relationship, such as animal behavior, practical aspects of
stressed and adapted faster to the lairage pen environ- animal handling and the impact of driving behavior on
ment than pigs being handled with electric prods. Fre- the welfare of the transported animals and on the quality

Copyright © 2013 SciRes. OPEN ACCESS


B. Driessen et al. / Agricultural Sciences 4 (2013) 756-761 759

of meat. After a successful examination they achieve a Rodway, R.G. and Broom, D.M. (1996) Effects of mixing
certificate of competence to transport animals. As shown and duration of journey on the welfare of pigs during
transport. Proceedings EU-Seminar: New Information on
by Grandin [45], the improvement of handling and stun-
Welfare and Meat Quality of Pigs as Related to Handling,
ning practices after the audit programs can be relevant. Transport and Lairage Conditions, Mariensee, 29-30
Also shown by [45], there is only a short effect of an June 1995, 95-100.
education program. Therefore, education programs have [2] Christensen, L. and Barton-Gade, P. (1996) Design of
to be repeated regularly so that knowledge can be re- experimental vehicle for transport of pigs and some pre-
freshed. liminary results of environmental measurements. Pro-
In the light of Regulation (EC) 1/2005, each EU mem- ceedings EU-Seminar: New Information on Welfare and
ber state has to organize a training course for drivers and Meat Quality of Pigs as Related to Handling, Transport
handlers of animal transports. There are large differences and Lairage Conditions, Mariensee, 29-30 June 1995, 47-
68.
(speed of implementation, animal species, purpose of
transport, training course, type of examination, validity [3] Rushen, J., Munksgaard, L., Marnet, P.G. and DePassillé,
A.M. (2001) Human contact and the effects of acute
duration of the transport certificate) between Member
stress on cows at milking. Applied Animal Behaviour
States in how the Regulation has been implemented and Science, 73, 1-14.
enforced [6]. Given the fact that implementation and http://dx.doi.org/10.1016/S0168-1591(01)00105-8
enforcement of Regulation (EC) 1/2005 varies among [4] Jensen, J., Aslesen, R., Jebens, E. and Skrondal, A. (1999)
Member States and its implementation and enforcement Adrenaline-mediated glycogen phosphorylase activation
is still in progress, the impact of the Regulation may not is enhanced in rat soleus muscle with increased glycogen
become clear for a number of years. content. Biochimica et Biophysica Acta, 1472, 215-221.
Council Regulation (EC) No 1099/2009 came into http://dx.doi.org/10.1016/S0304-4165(99)00122-1
force on 1 January 2013 in all EU Member States. The [5] Tarrant, P.V. (1989) The effects of handling, transport,
Regulation covers all aspects of the operations of slaugh- slaughter and chilling on meat quality and yield in pigs—
terhouses from the arrival of animals at the lairage area A review. Irish Journal of Food Science and Technology,
through to the animals’ death. It also introduces new re- 13, 70-107.
quirements relating to the training of all slaughterhouse [6] Baltussen, W., Gebresenbet, G. and De Roest, K. (2011)
staff involved in the handling of live animals, and in the Study on the impact of Regulation (EC) No 1/2005 on the
protection of animals during transport. Specific Contract
appointment of Animal Welfare Officers. A successful N° SANCO/2010/D5/S12.574298, European Commission
examination after an appropriate course leads to a cer- Funded Project, Directorate-General for Health and Con-
tificate of competence for the slaughterhouse staff. sumers, 116.
[7] Abbott, T.A., Hunter, E.J., Guise, H.J. and Penny, R.H.C.
8. CONCLUSION (1997) The effect of experience of handling on pigs will-
ingness to move. Applied Animal Behaviour Science, 54,
Despite decennia of research and recommendations, 371-375.
handling is still an important topic and a major cause of http://dx.doi.org/10.1016/S0168-1591(97)00045-2
distress for slaughter pigs. Animal transport has a high
[8] Geverink, N.A., Bühnemann, A., Van de Burgwal, J.A.,
importance for the pork chain economy, as mistakes Lambooij, E., Blokhuis, H.J. and Wiegant, V.M. (1998)
made at this level have irreversible effects on carcass and Responses of slaughter pigs to transport and lairage
meat quality. Also, the efforts made by the producers to sounds. Physiology & Behaviour, 4, 667-673.
improve animal welfare are lost. An adequate handling of http://dx.doi.org/10.1016/S0031-9384(97)00513-1
fattening pigs should be a point of attention during the [9] Lewis, C.R.G., Hulbert, L.E. and McGlone, J.J. (2008)
transport procedure. All actors must realize that there is Novelty causes elevated heart rate and immune changes
an important interaction between handling and the infra- in pigs exposed to handling, alleys, and ramps. Livestock
structure. The ease of handling pigs starts with a good Science, 116, 338-341.
http://dx.doi.org/10.1016/j.livsci.2008.02.014
infrastructure. Also, training programs for caretakers to
handle animals correctly and to understand the basic be- [10] Grandin, T., Curtis, S.E. and Widowski, T. (1984) Rearing
havioral principles are necessary. However, for an opti- environment affects pig’s time to walk through test chute.
Journal of Animal Science, 61, 88.
mal result the contents and the concept (theory, practice
or a combination of it) of the training programs are im- [11] Hemsworth, P.H., Barnett, J.L. and Hansen, C. (1987)
The influence of inconsistent handling by humans on the
portant. Therefore the existing programs should be evalu-
behaviour, growth and corticosteroids of young pigs. Ap-
ated and, if necessary, optimized. plied Animal Behaviour Science, 17, 245-252.
http://dx.doi.org/10.1016/0168-1591(87)90149-3
REFERENCES [12] Gemus, M., Bartlet, P., Nachreiner, R. and Zanella, A.J.
(1998) Human Characteristics and handling strategies:
[1] Bradshaw, R.H., Parrott, R.F., Good, J.A., Lloyd, D.M. Effects on the physiological and behavioural responses of

Copyright © 2013 SciRes. OPEN ACCESS


760 B. Driessen et al. / Agricultural Sciences 4 (2013) 756-761

juvenile pigs. Proceedings of the International Pig Vet- CAB International, Wallingford (UK), 213-239.
erinary Society, 5-9 July 1998, Birmingham. [27] Lambooij, E., Geverink, N.A., Broom, D.M. and Brad-
[13] Grandin, T. (1987) Animal handling. Veterinary Clinics of shaw, R.H. (1996) Quantification of pig’s welfare by be-
North America, 3, 323-338. havioural parameters. Proceedings EU-Seminar: New In-
[14] Shea-Moore, M. (1998) The effect of genotype on be- formation on Welfare and Meat Quality of Pigs as Related
haviour in segregated early weaned pigs in an open field. to Handling, Transport and Lairage Conditions, Marien-
Journal of Animal Science, 76, 100. see, 29-30 June 1995, 13-19.
[15] Busse, C.S. and Shea-Moore, M.M. (1999) Behavioral [28] Brundige, L., Oleas, T., Doumit, M. and Zanella, A.J.
and physiological responses to transportation stress. Jour- (1998) Loading techniques and their effect on behavioral
nal of Animal Science, 77, 147. and physical responses of market weight pigs. Journal of
Animal Science, 76, 99.
[16] Grandin, T. (1989) Behavioral principles of livestock
handling. The Professional Animal Scientist, 5, 1-11. [29] Weeding, C.M., Hunter, E.J., Guise, H.J. and Penny, R.H.
(1993) Effects of abattoir and slaughter handling systems
[17] Grandin, T. (2000) Handling and welfare of livestock in on stress indicators in pig blood. The Veterinary Record,
slaughter plants. In: Grandin, T., Ed., Livestock Handling 133, 10-13. http://dx.doi.org/10.1136/vr.133.1.10
and Transport, CAB International, Wallingford (UK),
409-439. http://dx.doi.org/10.1079/9780851994093.0409 [30] Weeding, C.M., Guise, H.J. and Penny, R.H.C. (1993)
Factors influencing the welfare and carcass and meat
[18] Gregory, N.G. (1998) Animal welfare and meat science. quality of pigs: The use of water sprays in lairage. Animal
CAB International, Wallingford (UK). Production, 56, 393-397.
[19] Christensen, L. and Barton-Gade, P. (1997) New Danish http://dx.doi.org/10.1017/S0003356100006449
developments in pig handling at abattoirs. Fleischwfirts- [31] McGlone, J.J., McPherson, R.L. and Anderson, D.L.
chaft, 77, 604-607. (2004) Moving devices for finishing pigs: Efficacy of
[20] Lewis, C.R.G. and McGlone, J.J. (2007) Moving finishing electric prod, board, paddle, or flag. The Professional
pigs in different group sizes: Cardiovascular responses, Animal Scientist, 20, 518-523.
time, and ease of handling. Livestock Science, 107, 86-90. [32] Chevillon, P. (2000) Pig Welfare during pre-slaughter and
http://dx.doi.org/10.1016/j.livsci.2006.10.011 stunning. Proceedings of 1st International Virtual Con-
[21] Dalla Costa, O.A., Faucitano, L., Coldebella, A., Ludke, ference on Pork Quality, Welfare, Transport, Slaughter
V.A., Peloso, V., Dalla Roza, D. and Paranhos da Costa, and Consumer, Concordia, 16 November-16 December
M.J.R. (2007) Effects of season of the year, truck type 2000, 145-158.
and location on truck on skin bruises and meat quality in [33] Randall, J.M., Duggan, J.A. and Alami, M.A. (1995)
pigs. Livestock Science, 107, 29-36. Influence of motion and vibration on animals. Fleisch-
http://dx.doi.org/10.1016/j.livsci.2006.08.015 wirtschaft, 75, 158-160.
[22] Hemsworth, P.H. (2000) Behavioural principles in pig [34] Randall, J.M., Stiles, M.A., Geers, R., Schütte, A., Chris-
handling. In: Grandin, T., Ed., Livestock Handling and tensen, L. and Bradshaw, R.H. (1995) Transport of pigs:
Transport, CAB International, Wallingford (UK), 255- Vibration and discomfort. Proceedings of the United
274. http://dx.doi.org/10.1079/9780851994093.0255 Kingdom Informal Group Meeting on Human Response to
[23] Berry, N.L., Johnson, A.K., Hill, J., Lonergan, S., Kar- Vibration, Silsoe, 18-20 September, 45-50.
riker, L.A. and Stalder, K.J. (2012) Loading gantry versus [35] Cockram, M.S., Baxter, E.M., Smith, L.A., Bell, S.,
traditional chute for the finisher pig: Effect on welfare at Howard, C.M., Prescott, R.J. and Mitchell, M.A. (2004)
the time of loading and performance measures and trans- Effect of driver behaviour, driving events and road type
port losses at the harvest facility. Journal of Animal Sci- on the stability and resting behaviour of sheep in transit.
ence, 90, 4028-4036. Animal Science, 79, 165-176.
http://dx.doi.org/10.2527/jas.2011-4973
[36] Randall, J.M. (1993) Environmental parameters necessary
[24] Gouman, S., Faucitano, L., Bergeron, R., Crowe, T.,
to define comfort for pigs, cattle and sheep in livestock
Connor, M.L. and Gonyou, H.W. (2013) Effect of ramp
transporters. Animal Production, 57, 299-307.
configuration on easiness of handling, heart rate, and be-
http://dx.doi.org/10.1017/S0003356100006929
haviour of near-market weight pigs at loading. Journal of
Animal Science, 91, 3889-3898. [37] Torrey, S., Bergeron, R., Widowski, T., Lewis, N., Crowe,
http://dx.doi.org/10.2527/jas.2012-6083 T., Correa, J.A., Brown, J., Gonyou, H.W. and Faucitano,
L. (2013) Transportation of market-weight pigs: I. Effect
[25] Ritter, M.J., Ellis, M., Bertelsen, C.R., Bowman, R.,
of season, truck type, and location within truck on be-
Brinkmann, J., Dedecker, J.M., Keffaber, K.K., Murphy,
haviour with a two-hour transport. Journal of Animal
C.M., Peterson, B.A., Schlipf, J.M. and Woltert, B.F.
Science, 91, 2863-2871.
(2007) Effects of distance moved during loading and
http://dx.doi.org/10.2527/jas.2012-6005
floor space on the trailer during transport on losses of
market weight pigs on arrival at the packing plant. Jour- [38] Jones, T. (1999) An investigation and assessment of the
nal of Animal Science, 85, 3454-3461. handling-systems of twelve abattoirs in Great Britain and
http://dx.doi.org/10.2527/jas.2007-0232 four in Ital. In: Improved Handling Systems for Pigs at
Slaughter. PhD Thesis, University of London, London.
[26] Lambooij, E. and Van Putten, G. (1993) Transport of pigs.
In: Grandin, T., Ed., Livestock Handling and Transport, [39] Lambooij, E. (2000) Transport of pigs. In: Grandin, T.,

Copyright © 2013 SciRes. OPEN ACCESS


B. Driessen et al. / Agricultural Sciences 4 (2013) 756-761 761

Ed., Livestock Handling and Transport, CAB Interna- Biosciences, 1, 491-512.


tional, Wallingford (UK), 275-296. http://dx.doi.org/10.1146/annurev-animal-031412-103713
http://dx.doi.org/10.1079/9780851994093.0275 [43] Grandin, T., Dodman, N. and Shuster, L. (1989) Effect of
[40] Lippmann, J., Schaffer, D. and Laube, R.B. (1999) Noise Naltrexone on Relaxation Induced by Flank Pressure in
at slaughter plants—Behavioural adaption of slaughter Pigs. Pharmacology Biochemistry & Behavior, 33, 839-
pigs to different noise situations. KTBL-Schrift, 382, 181- 842. http://dx.doi.org/10.1016/0091-3057(89)90479-6
188. [44] Peeters, E., Deprez, K., Beckers, F., De Baerdemaeker, J.,
[41] Rabaste, C., Faucitano, L., Saucier, L., Mormède, P., Aubert, A.E. and Geers, R. (2008) Effect of driver and
Correa, J.A., Giguère, A. and Bergeron, R. (2007) The driving style on the stress responses of pigs during a short
effects of handling and group size on welfare of pigs in journey by trailer. Animal Welfare, 17, 189-196.
lairage and their influence on stomach weight, carcass [45] Grandin, T. (2007) Effect of customer requirements, in-
microbial contamination and meat quality. Canadian ternational standards and marketing structure on the han-
Journal of Animal Science, 87, 3-12. dling and transport of livestock and poultry. In: Grandin,
http://dx.doi.org/10.4141/A06-041 T., Ed., Livestock Handling and Transport, CABI Pub-
[42] Grandin, T. (2013) Making slaughterhouses more humane lishing, Wallingford (UK), 1-18.
for cattle, pigs, and sheep. The Annual Review of Animal http://dx.doi.org/10.1079/9781845932190.0001

Copyright © 2013 SciRes. OPEN ACCESS

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai